Anda di halaman 1dari 21

MODUL - 2 DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

TEKNIK PROPAGASI SECARA IN VITRO

Oleh:

Pangesti Nugrahani Sukendah Makziah

RECOGNITION AND MENTORING PROGRAM PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR 2011

KATA PENGANTAR

Dasar Bioteknologi Tanaman adalah mata kuliah wajib yang diberikan kepada mahasiswa semester V pada Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN Veteran Jawa Timur. Mata kuliah ini

dikembangkan melalui penguatan materi technopreneurship dengan dukungan Recognition and Mentoring (RAM) Program Indonesia 2011. Untuk memudahkan mahasiswa mendalami ilmu dan

mengembangkan dalam praktek, maka disusun Modul Dasar Bioteknologi Tanaman. Modul ini merupakan materi 2 yang membahas tentang Teknik Propagasi Secara In Vitro. Materi 2 ini dibahas pada tatap muka minggu ke 2 perkuliahan selama 110 menit. Diharapkan dengan adanya Modul ini mahasiswa dapat lebih awal mempersiapkan diri untuk mengikuti program pembelajaran dalam kelas, diskusi maupun praktikum, sehingga sistem pembelajaran tidak lagi hanya terpusat pada pengajar. Disadari bahwa Modul ini belum sempurna, sehingga pada waktu yang akan datang akan senantiasa diperbaharui dengan materi yang disesuaikan bermanfaat. dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga

Surabaya, Penyusun

September 2011

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

1. 2. 3. 4. 5.

Modul ini tersedia pada E-Learning situs http://www.upn.ac.id Bacalah materi pada modul sebelum perkuliahan dimulai Buatlah catatan kecil tentang hal-hal yang ingin didiskusikan Buatlah ringkasan materi sendiri Jawablah pertanyaan atau kerjakan soal-soal pada bagian Uji Kemampuan Diri

6. 7.

Kerjakan tugas PROJECT BASED LEARNING Selamat belajar, jangan lupa berdoa

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 1 PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL.. 2 TUJUAN INSTRUKSIONAL 4 I. PENDAHULUAN. 5 II. TEKNIK PROPAGASI SECARA IN VITRO 7 2.1. PENGERTIAN MIKROPROPAGASI 2.3. MEDIA IN VITRO 2.4. AKLIMATISASI 2.5. KENDALA TEKNIK IN VITRO . 2.6. RANGKUMAN. III. UJI KEMAMPUAN DIRI... IV. PROJECT BASED LEARNING . DAFTAR PUSTAKA .. TERMINOLOGI DAFTAR SINGKATAN 7 2.2. SUMBER EKSPLAN 8 9 12 13 14 15 16 17 18 20

TUJUAN INSTRUKSIONAL

Tujuan Mata Kuliah Dasar Bioteknologi Tanaman: Memberikan pemahaman dan wawasan tentang perkembangan perspektif

bioteknologi modern serta teknik dan aplikasinya dalam

teknopreneurship untuk peningkatan produksi dan perbaikan tanaman serta pengembangan produk komersial

Tujuan Instruksional Khusus: Mahasiswa memahami dan mampu: Memberikan batasan dan definisi mikropropagasi Menjelaskan metode yang digunakan dalam mikropropagasi Menjelaskan macam, sifat dan teknik penangan eksplan / bahan tanam Menjelaskan komposisi / formula dan peranan masing-masing komponen dalam media kultur Menjelaskan kondisi kultur dan kebutuhan iklim mikronya Menjelaskan proses sub kultur untuk penumbuhan plantlet dan aklimatisasi untuk transplanting

I. PENDAHULUAN

Perbanyakan tanaman atau propagasi tanaman dapat dilakukan secara generatif atau secara vegetatif. Perbanyakan secara vegetatif

dilakukan dengan menggunakan bagian dari tanaman tersebut. Secara konvensional teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif antara lain cangkok, stek, okulasi dan sebagainya. Sedangkan perbanyakan

vegetatif secara modern dilakukan dengan teknik kultur jaringan. Kultur jaringan (Tissue Culture) atau Kultur In Vitro adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman sempurna. Disebut sebagai kultur in vitro (bahasa Latin, berarti "di dalam kaca") karena jaringan dibiakkan di dalam tabung kaca, botol kaca, cawan Petri dari kaca, atau material tembus pandang lainnya. Kultur jaringan tanaman secara teoritis dapat dilakukan terhadap semua jaringan, namun masing-masing jaringan memerlukan komposisi media tertentu. Dasar teori teknik kultur jaringan adalah teori Totipotensi Sel yang dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden (1838). Menurut mereka setiap sel memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi individu yang sempurna apabila diletakkan pada lingkungan yang sesuai. Keberhasilan kultur jaringan pertama kali dilakukan oleh Harberlandt (1902), dan dilanjutkan dengan berbagai penelitian, penemuan dan keberhasilan hingga sekarang. Metode memperbanyak kultur jaringan dikembangkan untuk untuk membantu yang sulit

tanaman,

khususnya

tanaman

dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang seragam dan identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam

jumlah yang besar tanpa membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional, pengadaan bibit tidak tergantung musim, biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah Teknik kultur jaringan tanaman kini dimanfaatkan secara luas untuk perbanyakan berbagai macam jenis tanaman, baik pada tanaman hortikultura (sayuran, buah, tanaman hias) serta pada tanaman keras (tanaman industri dan kehutanan). Sedangkan pada skala laboratorium untuk keperluan penelitian mencakup berbagai spesies tanaman, antara lain Mawar, Bugenvil, Sansivera, Puring, Anyelir, Gerbera, Melon, Begonia, African violet, Gladiol, dan masih banyak lagi. Di Indonesia, teknik kultur jaringan sudah dilakukan dalam skala komersial pada beberapa tanaman yaitu Berbagai jenis Anggrek, Pisang Cavendish, Pisang Abaca, Krisan, Jati, Anthurium, dan Tebu.

CATATAN Aplikasi Teknik Kultur Jaringan dalam Bidang Agroteknologi antara lain: a. Perbanyakan vegetatif secara cepat b. Membersihkan bahan tanaman/bibit dari virus c. Membantu program pemuliaan tanaman (Kultur Haploid, Embryo Rescue, Seleksi In Vitro, Variasi Somaklonal, Fusiprotoplas, Transformasi Gen / Rekayasa Genetika Tanaman dll). d. Produksi metabolit sekunder.

II. TEKNIK PROPAGASI SECARA IN VITRO

2.1. PENGERTIAN MIKROPROPAGASI Mikropropagasi termasuk dalam ilmu dan seni memperbanyak

tanaman di dalam wadah kaca dalam kondisi steril (the art and science of multiplying plants in vitro). Mikropropagasi merupakan bagian dari teknik kultur jaringan tanaman (Plant Tissue Culture), yang berskala komersial. Selain itu, teknik mikropropagasi ini juga sering disebut dengan micro cutting (mini stek). Bagian tanaman yang diperbanyak atau dipropagasi adalah meristem (jaringan tanaman muda yang sedang tumbuh) dan tunas tanaman (tunas akar, tunas pucuk, tunas samping dan mata tunas). Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan dalam wadah yang steril. Dengan demikian Kultur Jaringan Tanaman dapat didefinisikan sebagai teknik menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan maupun organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Dalam pelaksanaannya, mikropropagasi dilakukan di dalam suatu laboratorium yang terjaga sterilitasnya. melalui beberapa tahapan: Tahap 0 preparasi pemilihan dan persiapan tanaman induk pembuatan media tanam sterilisasi bahan tanaman

Tahap I - inisiasi pembuatan eksplan Tahap II inokulasi Penanaman eksplan pada media tanam

Tahap III - inkubasi Multiplikasi (perbanyakan) tunas menumbuhkan akar

Tahap IV Aklimatisasi adaptasi pada lingkungan luar botol

II

III

IV

Gambar 1. Tahapan Teknik Propagasi in vitro

2.2. SUMBER EKSPLAN Eksplan adalah bagian dari tanaman yang digunakan dalam mikropropagasi atau kultur jaringan tanaman. Seluruh bagian tanaman (daun, batang, dan akar) dapat dipergunakan sebagai eksplan, namun yang biasanya dipergunakan adalah meristem (jaringan muda), mata tunas dan tunas pucuk (shoot tip). Eksplan dapat juga berupa embrio (kelapa), benih (anggrek), biji (sengon), umbi (wortel), keping biji (kotiledon), benang sari dan putik.

Yang banyak dilakukan di kalangan bisnis dan hobiis : teknik kultur jaringan meristem karena sederhana, mudah dilakukan dan prosentase keberhasilan lebih besar

Eksplan diambil dari tanaman, baik tanaman yang tumbuh di lapang atau tanaman hasil kultur jaringan in vitro. Calon tanaman induk sebaiknya adalah tanaman yang diketahui varietasnya dan dari jenis yang unggul. Tanaman induk dipilih yang sehat dan sedang dalam fase pertumbuhan cepat (bersemi). Sebelum dilakukan pengambilan bagian tanaman yang akan dipergunakan sebagai eksplan, tanaman induk yang tumbuh di lapang, perlu disemprot dengan fungisida dan insektisida untuk mencegah serangan hama dan penyakit tanaman.

Gambar 2. Organ tanaman sebagai eksplan

Pembuatan

eksplan

dari

bahan

induk

dilakukan

dengan

mempergunakan peralatan yang bersih dan tajam. Eksplan selanjutnya dibawa ke dalam laboratorium untuk dilakukan sterilisasi. Tahapan

sterilisasi, bahan sterilisasi, dan durasi sterilisasi tiap jenis eksplan tidak sama, namun secara umum sterilisasi eksplan dilakukan dengan mencuci eksplan dalam air bersih yang mengalir, merendam dalam larutan deterjen, merendam dalam larutan fungisida, merendam dalam larutan sublimat (HgCl2), sterilisasi bertingkat dengan larutan Clorox (pemutih pakaian, Bayclin), serta pembilasan dengan aquadest steril.

2.3. MEDIA IN VITRO Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan

berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Media yang digunakan biasanya terdiri dari unsur hara makro dan mikro dalam bentuk garam mineral, vitamin, dan zat pengatur tumbuh (hormon). Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti gula, agar, arang aktif, bahan organik lain (air kelapa, bubur pisang, ekstrak buah, ekstrak kecambah) . Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol kaca dan disterilisasi. Komposisi media yang digunakan tergantung dari tujuan dan jenis tanaman yang dikulturkan. Media tanam kultur jaringan terdiri dari dua jenis yaitu media cair dan media padat. Media cair digunakan untuk menumbuhkan eksplan sampai terbentuk PLB (Protocorm Like Body). Media padat digunakan untuk menumbuhkan PLB sampai terbentuk planlet (tanaman kecil). Media padat dibuat dengan melarutkan nutrisi dan agar-agar ke dalam akuades dan disterilkan. Berdasarkan komposisi dan kesesuaian media terhadap jenis tanaman yang akan dikulturkan, dikenal beberapa jenis media dasar: Media VW yang diformulasikan dan diperkenalkan oleh E. Vacin dan F. Went (1949), untuk tanaman Anggrek Media MS yang diformulasikan dan diperkenalkan oleh Murashige dan Skoog (1962) untuk berbagai tanaman hortikultura Media Euwen untuk tanaman kelapa Media B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel kedelai, alfafa dan legume lain. Media White, untuk kultur akar Media Woody Plant Madium (WMP) untuk tanaman berkayu Media N6 untuk tanaman serealia Media Nitsch dan Nitsch untuk kultur sel dan kultur tepung sari Media Schenk dan Hildebrandt untuk tanaman berkayu

Media dasar tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, dengan menambahkan vitamin dan zat pengatur tumbuh (hormon). Zat pengatur tumbuh diperlukan untuk mengatur diferensiasi tanaman. Ada

10

beberapa zat pengatur tumbuh yang biasa dipergunakan dalam kultur jaringan adalah: Golongan Auxin: IAA, NAA, IBA, 2,4-D Golongan Cytokinin: Kinetin, BAP/BA, 2 i-P, zeatin, thidiazuron, PBA Golongan giberellin : GA3 Golongan growth retardan : Paclobutrazol, Ancymidol
LIHAT DAFTAR SINGKATAN !

Pada umumnya, hormon yang banyak dipergunakan adalah golongan auksin dan sitokinin. Perbandingan komposisi antara kedua

hormon tersebut akan menentukan perkembangan tanaman, yaitu: Auxin Cytokinin = Perkembangan akar Cytokinin Auxin = Perkembangan tunas Auxin = Cytokinin = Perkembangan kalus

Selain hormon, media kultur jaringan juga harus mengandung vitamin. Vitamin yang biasa dipergunakan dalam media kultur jaringan antara lain: vitamin B12 (thiamin), Nicotinic Acid, vitamin B6 (pyridoxine), dan vitamin E atau C. Pada semua komposisi media kultur jaringan,

hormon dan vitamin diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Masing-masing komponen media memiliki peran sebagai berikut: Unsur hara makro: metabolisme tanaman Unsur hara mikro: Vitamin: pengaturan enzym regulasi (pengaturan)

Gula atau Sukrosa: karbohidrat, sumber karbon, sumber energi Zat Pengatur Tumbuh (ZPT): merangsang, menghambat atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman Arang Aktif: mengarbsorbsi senyawa fenolik dan untuk merangsang pertumbuhan akar Agar-agar: Aquadestilata: pemadat pelarut

11

Tabel 2. Komposisi Media MS


Hara makro Hara mikro Vitamin ZPT / Hormon
NH4NO3 KNO3 CaCl2.2H2O MgSO4.7H2O KH2PO4 FeSO4.7H2O NaEDTA MnSO4.H2O ZnSO4.7H2O H3BO3 KI NaMoO4.2H2O CoCl.6H2O CuSO4.5H2O Tiamin HCl Asam Nikotinat Piridoksin HCl Glisin IAA NAA IBA 2,4 D Gula Agar-agar Aquadestilata

Bahan tambahan

Selain unsur hara, vitamin dan hormon, perlu juga diperhatikan adalah derajad keasaam (pH) media, yakni sekitar 4,8-5,6. Untuk menyesuaikan pH campuran media dapat ditambahkan larutan NaOH 0,1 N bila larutan terlalu asam (pH rendah). Sedangkan bila pH terlalu tinggi ditambah HCl 0,1 N untuk menurunkan pH sesuai dengan yang dikehendaki.

2.4. AKLIMATISASI Tahapan akhir dari perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah aklimatisasi planlet (tanaman kecil). Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan planlet keluar dari ruangan aseptik. Tahap

aklimatisasi merupakan tahap yang sangat penting dan kritis dalam rangkaian budidaya tanaman in vitro, karena kondisi lingkungan di rumah kaca atau rumah plastik dan di lapangan sangat berbeda dengan kondisi di dalam botol kultur. Aklimatisasi dilakukan dengan memindahkan planlet ke media aklimatisasi dengan intensitas cahaya rendah dan kelembapan nisbi tinggi, kemudian secara berangsur-angsur kelembapannya diturunkan dan

12

intensitas cahayanya dinaikkan. Pemindahan ini dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar, sinar matahari langsung dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Media tanaman yang dipergunakan dalam tahap ini biasanya berupa bubuk arang, arang sekam, mos, pakis halus, campuran tanah halus dan kompos, dan sebagainya. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif. Selanjutnya bibit siap dipindahkan ke lapang atau lahan penanaman.

Tabel 1. Perubahan Lingkungan in vitro ke lingkungan ex vitro

Lingkungan in vitro Suhu 25 2 C Intensitas cahaya 1200-2000 lux Spektrum cahaya sempit Kelembaban relatif 98-100% Akar hampir tidak berfungsi Sistem fotosintesis hampir tidak berfungsi Hormon eksogen Kondisi steril

Lingkungan ex vitro Suhu 23-36 C Intensitas cahaya 4000-12000 lux Spektrum cahaya luas Kelembaban relatif 40-80% Akar sangat berfungsi Sistem fotosintesis sangat berfungsi Hormon endogen Kondisi tidak steril

2.5.

KENDALA DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PROPAGASI IN VITRO Disamping keberhasilan dan kemajuan teknik perbanyakan

tanaman in vitro, ada beberapa kendala yang masih dihadapi dalam pelaksanaan, antara lain:

13

Keterbatasan peralatan dan fasilitas pendukung operasi Kemampuan manajerial dan operasional personal laboran Protokol / Prosedur yang tidak dapat berlaku untuk seluruh spesies tanaman Harga bahan media relatif masih mahal Perlu penyesuaian dengan standar industri

Keberhasilan teknik propagasi secara in vitro ini ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: a). Faktor tanaman Genotipe tanaman: varietas, species tanaman induk Kondisi eksplan : jenis eksplan, ukuran, umur, fase fisiologis jaringan b). Faktor lingkungan tumbuh: Suhu: 25 oC Kelembaban : 80-99% (botol tertutup rapat) Cahaya : sumber cahaya ruang kultur adalah lampu TL 1000 lux Media tanam : jenis media, komposisi media, hormon c). Faktor sterilitas / kondisi aseptik Sterilitas bahan dan peralatan laboratorium: penggunaan autoklaf Sterilitas ruang: penggunaan bahan antiseptic (kloroform, alkohol) Sterilitas dalam pelaksanaan: penggunaan entkas dan laminar air flow

2.6. RANGKUMAN Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh

kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan maupun organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Mikropropagasi memungkinkan

diperolehnya bibit tanaman secara cepat dengan kualitas yang baik, bebas penyakit dan seragam. Teknik mikropropagasi tanaman

hortikultura dan tanaman kehutanan dengan mutu tinggi menciptakan peluang baru dalam perdagangan global.

14

Teknik mikropropagasi pada dasarnya adalah poliferasi secara cepat dari suatu jaringan meristem, tunas, embrio somatik dan kumpulan sel. Proses mikropropagasi terdiri dari beberapa tahap, yaitu persiapan, inisiasi eksplan, multiplikasi atau subkultur eksplan, penumbuhan tunas, perakaran,dan aklimatisasi. Keberhasilan mikropropagasi in vitro ini

tergantung pada faktor tanaman (genotip dan kondisi eksplan), dan lingkungan tumbuh (cahaya, kelembaban, suhu, dan media). Tahap kritis dalam mikropropagasi adalah tahap aklimatisasi, sehingga aklimatisasi perlu ditangani dengan hati-hati dan secara bertahap.

III. UJI KEMAMPUAN DIRI

1. Jelaskan dengan singkat: a) Definisi Mikropropagasi b) Perbedaan antara mikropropagasi dengan makropropagasi c) Tahapan dalam mikropropagasi in vitro d) Faktor-faktor mikropropagasi 2. Sebutkan kepanjangan singkatan berikut: a) IAA b) IBA c) NAA 3. Sebutkan pengertian istilah berikut: a) In vitro b) Tissue culture c) Totipotency cel d) Calus e) Explant f) Plantlet yang mempengaruhi keberhasilan teknik

15

IV. PROJECT BASED LEARNING

Setiap mahasiswa diwajibkan membuat sebuah prarencana atau praproposal kultur jaringan tanaman yang mempunyai nilai jual proposal diserahkan pada pertemuan perkuliahan minggu berikutnya. Pra proposal ini berisi gagasan atau angan-angan yang dapat diwujudkan tentang suatu produksi bibit tanaman secara in vitro. Uraian secara singkat mengenai latar belakang memilih komoditi tanaman, serta bagaimana mewujudkan gagasan tersebut. Pra proposal dibuat pada kertas HVS A4 spasi 1.5, font huruf Arial 12, tidak lebih dari 5 halaman. Dengan sistematika sebagai berikut: 1. Halaman 1: Judul, nama mahasiswa, npm 2. Halaman 2 3: Pendahuluan a) Latar belakang b) Tujuan 3. Halaman 4: Rencana Pelaksanaan 4. Halaman 5: Daftar Pustaka Pra

16

DAFTAR PUSTAKA

Lambe, P. and Tocquin, P. 2002. Review on the many applications of plant tissue culture research. http://www.cevie.com/technology/intro.html Marlina N, Rusnandi D. 2007. Teknik Aklimatisasi Planlet Anthurlum pada Beberapa Media Tanam. Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 (1): 38-40. Nugroho, Arinto. 2000. Pedoman Pelaksanaan Kultur Jaringan. Jakarta: Penebar Swadaya Rout GR, Jain MS. 2004. Micropropagation of Ornamental Plant Cut Flowers. Propagation of Ornamental Plants Vol. 4 (2): 3-28 Rout GR, Mohapatra A, Jain MS. 2006. Research review paper: Tissue culture of ornamental pot plant: A critical review on present scenario and future prospects. Biotechnology Advances 24: 531 560. Available online at www.sciencedirect.com Stone M. 2006. Propagation of miniature roses by plant tissue culture. Pages 239-263, in Tested Studies for Laboratory Teaching, Volume 27 (M.A. O'Donnell, Editor). Wijayani, Ari. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Kanisius. Yusnita. 2003. Kultur Jaringan: Cara memperbanyak tanaman secara efisien. Agro Media Pustaka, Jakarta.

17

COMMONLY USED TERMS IN TISSUE CULTURE (Listed from IAEA, 2004)

Adventitious: development of organs such as buds, leaves, roots, shoots and somatic embryos from shoot and root tissues and callus. Asepsis: without infection or contaminating microorganisms.

Aseptic technique: procedures used to prevent the introduction of microorganisms such as fungi, bacteria, viruses, and phytoplasmas into cell, tissue and organ cultures, and cross contamination of cultures. Axenic culture: a culture without foreign or undesired life forms but may include the deliberate co-culture with different types of cells, tissues or organisms. Callus: an unorganized mass of differentiated plant cells.

Cell culture: culture of cells or their maintenance in vitro including the culture of single cells. Cell generation time: the interval between consecutive divisions of a cell. Cell line: cells that originate from a primary culture at the time of the first successful subculture. Chemically defined medium: a nutritive solution or substrate for culturing cells in which each component is specified. Clonal propagation: asexual multiplication of plants from a single individual or explant. Clones: a group of plants propagated from vegetative parts, which have been derived by repeated propagation from a single individual. Clones are considered to be genetically uniform. Cryopreservation: ultra-low temperature storage of cells, tissues, embryos and seeds. Differentiated: cultured cells that maintain all or much of the specialized structure and function typical of the cell type in vivo. Diploid: cells, tissues and organisms, which have two sets of all chromosomes, except the sex chromosomes.

18

Embryo culture: In vitro culture of isolated mature or immature embryos. In vitro: Latin: "in glass" - culture of an organism or a portion of it in glass or plastic ware on synthetic media. Tissue culture: in vitro culture of cells, tissues, organs and plants under aseptic conditions on synthetic media. Growth chamber: a chamber used for the incubation of culture containers or plants under controlled environment Micropropagation: multiplication of plants from vegetative parts by using tissue culture. Propagule: a portion of an organism (shoot, leaf, callus, etc.) used for propagation. Explant: an excised piece or part of a plant used to initiate a tissue culture. Subculture: the aseptic division and transfer of a culture or portion of that culture to a fresh nutrient medium. Meristem: a group of undifferentiated cells situated at the tips of shoots, buds and roots, which divide actively and give rise to tissue and organs. Somatic embryos: non-zygotic bipolar embryo-like structures obtained from somatic cells. Totipotencity: capacity of plant cells to regenerate whole plants when cultured on appropriate media. Transgenic: plants that have a piece of foreign DNA.

19

DAFTAR SINGKATAN

ABA BA BAP BAR BPA 4-CPA 2,4-D 2,4,5-T DMF EDTA EtOH 2iP 2iP-R GA3 IAA IBA KIBA IPA KR MES NAA NOA ZR

Abscisic acid 6-benzyladenine 6-benylaminopurine 6-benzylaminopurine riboside N-benzyl-9-(2-Tetrahydropyranyl) adenine p-chlorophenoxyacetic acid 2,4-dichlorophenoxyacetic acid 2,4, 5 -trichlorophenoxyacetic acid Dimethylformamide Ethylenediaminetetraacetic acid Ethanol 6-(-y,-rdimethylallylamino) purine 6-(y,-rdimethylallylamino) purine riboside Gibberellic acid Indole-3-acetic acid lndole-3-butyric acid Indole-3-butyric acid-potassium salt lndole-3-propionic acid Kinetin riboside 2-[N-morpholino] ethanesulfonic acid Naphthaleneacetic acid Naphthoxyacetic acid Zeatin riboside

20

Anda mungkin juga menyukai