Anda di halaman 1dari 21

MODUL - 2

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

TEKNIK PROPAGASI SECARA IN VITRO

Oleh:

Pangesti Nugrahani
Sukendah
Makziah

RECOGNITION AND MENTORING PROGRAM


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2011

0
KATA PENGANTAR

Dasar Bioteknologi Tanaman adalah mata kuliah wajib yang


diberikan kepada mahasiswa semester V pada Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur. Mata kuliah ini
dikembangkan melalui penguatan materi technopreneurship dengan
dukungan Recognition and Mentoring (RAM) Program Indonesia 2011.
Untuk memudahkan mahasiswa mendalami ilmu dan
mengembangkan dalam praktek, maka disusun Modul Dasar Bioteknologi
Tanaman. Modul ini merupakan materi 2 yang membahas tentang Teknik
Propagasi Secara In Vitro. Materi 2 ini dibahas pada tatap muka minggu
ke 2 perkuliahan selama 110 menit. Diharapkan dengan adanya Modul ini
mahasiswa dapat lebih awal mempersiapkan diri untuk mengikuti program
pembelajaran dalam kelas, diskusi maupun praktikum, sehingga sistem
pembelajaran tidak lagi hanya terpusat pada pengajar.
Disadari bahwa Modul ini belum sempurna, sehingga pada waktu
yang akan datang akan senantiasa diperbaharui dengan materi yang
disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga
bermanfaat.

Surabaya, September 2011


Penyusun

1
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

1. Modul ini tersedia pada E-Learning situs http://www.upn.ac.id


2. Bacalah materi pada modul sebelum perkuliahan dimulai
3. Buatlah catatan kecil tentang hal-hal yang ingin didiskusikan
4. Buatlah ringkasan materi sendiri
5. Jawablah pertanyaan atau kerjakan soal-soal pada bagian Uji
Kemampuan Diri
6. Kerjakan tugas PROJECT BASED LEARNING
7. Selamat belajar, jangan lupa berdoa

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………… 1


PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL……………………………….. 2
TUJUAN INSTRUKSIONAL…………………………………………… 4
I. PENDAHULUAN……………………………………………………. 5
II. TEKNIK PROPAGASI SECARA IN VITRO……………………… 7
2.1. PENGERTIAN MIKROPROPAGASI…………………… 7
2.2. SUMBER EKSPLAN……………………………………… 8
2.3. MEDIA IN VITRO………………………………………… 9
2.4. AKLIMATISASI…………………………………………… 12
2.5. KENDALA TEKNIK IN VITRO …………………………. 13
2.6. RANGKUMAN……………………………………………. 14
III. UJI KEMAMPUAN DIRI…………………………………………... 15
IV. PROJECT BASED LEARNING …………………………………. 16
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 17
TERMINOLOGI ……………………………………………………… 18
DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………… 20

3
TUJUAN INSTRUKSIONAL

Tujuan Mata Kuliah Dasar Bioteknologi Tanaman:


Memberikan pemahaman dan wawasan tentang perkembangan
bioteknologi modern serta teknik dan aplikasinya dalam perspektif
teknopreneurship untuk peningkatan produksi dan perbaikan tanaman
serta pengembangan produk komersial

Tujuan Instruksional Khusus:


Mahasiswa memahami dan mampu:
- Memberikan batasan dan definisi mikropropagasi
- Menjelaskan metode yang digunakan dalam mikropropagasi
- Menjelaskan macam, sifat dan teknik penangan eksplan / bahan tanam
- Menjelaskan komposisi / formula dan peranan masing-masing
komponen dalam media kultur
- Menjelaskan kondisi kultur dan kebutuhan iklim mikronya
- Menjelaskan proses sub kultur untuk penumbuhan plantlet dan
aklimatisasi untuk transplanting

4
I. PENDAHULUAN

Perbanyakan tanaman atau propagasi tanaman dapat dilakukan


secara generatif atau secara vegetatif. Perbanyakan secara vegetatif
dilakukan dengan menggunakan bagian dari tanaman tersebut. Secara
konvensional teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif antara lain
cangkok, stek, okulasi dan sebagainya. Sedangkan perbanyakan
vegetatif secara modern dilakukan dengan teknik kultur jaringan.
Kultur jaringan (Tissue Culture) atau Kultur In Vitro adalah suatu
teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan
menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat
pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian
tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman
sempurna. Disebut sebagai kultur in vitro (bahasa Latin, berarti "di dalam
kaca") karena jaringan dibiakkan di dalam tabung kaca, botol kaca,
cawan Petri dari kaca, atau material tembus pandang lainnya.
Kultur jaringan tanaman secara teoritis dapat dilakukan terhadap
semua jaringan, namun masing-masing jaringan memerlukan komposisi
media tertentu. Dasar teori teknik kultur jaringan adalah teori Totipotensi
Sel yang dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden (1838). Menurut
mereka setiap sel memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi individu
yang sempurna apabila diletakkan pada lingkungan yang sesuai.
Keberhasilan kultur jaringan pertama kali dilakukan oleh Harberlandt
(1902), dan dilanjutkan dengan berbagai penelitian, penemuan dan
keberhasilan hingga sekarang.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu
memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit
dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur
jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat
yang seragam dan identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam

5
jumlah yang besar tanpa membutuhkan tempat yang luas, mampu
menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat,
kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih
cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional, pengadaan bibit
tidak tergantung musim, biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan
mudah
Teknik kultur jaringan tanaman kini dimanfaatkan secara luas untuk
perbanyakan berbagai macam jenis tanaman, baik pada tanaman
hortikultura (sayuran, buah, tanaman hias) serta pada tanaman keras
(tanaman industri dan kehutanan). Sedangkan pada skala laboratorium
untuk keperluan penelitian mencakup berbagai spesies tanaman, antara
lain Mawar, Bugenvil, Sansivera, Puring, Anyelir, Gerbera, Melon,
Begonia, African violet, Gladiol, dan masih banyak lagi. Di Indonesia,
teknik kultur jaringan sudah dilakukan dalam skala komersial pada
beberapa tanaman yaitu Berbagai jenis Anggrek, Pisang Cavendish,
Pisang Abaca, Krisan, Jati, Anthurium, dan Tebu.

CATATAN
Aplikasi Teknik Kultur Jaringan dalam Bidang Agroteknologi antara lain:
a. Perbanyakan vegetatif secara cepat
b. Membersihkan bahan tanaman/bibit dari virus
c. Membantu program pemuliaan tanaman (Kultur Haploid, Embryo
Rescue, Seleksi In Vitro, Variasi Somaklonal, Fusiprotoplas,
Transformasi Gen / Rekayasa Genetika Tanaman dll).
d. Produksi metabolit sekunder.

6
II. TEKNIK PROPAGASI SECARA IN VITRO

2.1. PENGERTIAN MIKROPROPAGASI


Mikropropagasi termasuk dalam ilmu dan seni memperbanyak
tanaman di dalam wadah kaca dalam kondisi steril (the art and science of
multiplying plants in vitro). Mikropropagasi merupakan bagian dari teknik
kultur jaringan tanaman (Plant Tissue Culture), yang berskala komersial.
Selain itu, teknik mikropropagasi ini juga sering disebut dengan micro
cutting (mini stek). Bagian tanaman yang diperbanyak atau dipropagasi
adalah meristem (jaringan tanaman muda yang sedang tumbuh) dan
tunas tanaman (tunas akar, tunas pucuk, tunas samping dan mata tunas).
Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan
tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan
media buatan yang dilakukan dalam wadah yang steril. Dengan demikian
Kultur Jaringan Tanaman dapat didefinisikan sebagai teknik menumbuh
kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan maupun organ
dalam kondisi aseptik secara in vitro.
Dalam pelaksanaannya, mikropropagasi dilakukan di dalam suatu
laboratorium yang terjaga sterilitasnya. melalui beberapa tahapan:
• Tahap 0 – preparasi
– pemilihan dan persiapan tanaman induk
– pembuatan media tanam
– sterilisasi bahan tanaman
• Tahap I - inisiasi
– pembuatan eksplan
• Tahap II – inokulasi
– Penanaman eksplan pada media tanam
• Tahap III - inkubasi
– Multiplikasi (perbanyakan) tunas
– menumbuhkan akar

7
• Tahap IV – Aklimatisasi
– adaptasi pada lingkungan luar botol

I
II

III

IV

Gambar 1. Tahapan Teknik Propagasi in vitro

2.2. SUMBER EKSPLAN


Eksplan adalah bagian dari tanaman yang digunakan dalam
mikropropagasi atau kultur jaringan tanaman. Seluruh bagian tanaman
(daun, batang, dan akar) dapat dipergunakan sebagai eksplan, namun
yang biasanya dipergunakan adalah meristem (jaringan muda), mata
tunas dan tunas pucuk (shoot tip). Eksplan dapat juga berupa embrio
(kelapa), benih (anggrek), biji (sengon), umbi (wortel), keping biji
(kotiledon), benang sari dan putik.

Yang banyak dilakukan di kalangan bisnis dan hobiis :


teknik kultur jaringan meristem
karena sederhana, mudah dilakukan
dan prosentase keberhasilan lebih besar

8
Eksplan diambil dari tanaman, baik tanaman yang tumbuh di
lapang atau tanaman hasil kultur jaringan in vitro. Calon tanaman induk
sebaiknya adalah tanaman yang diketahui varietasnya dan dari jenis yang
unggul. Tanaman induk dipilih yang sehat dan sedang dalam fase
pertumbuhan cepat (bersemi). Sebelum dilakukan pengambilan bagian
tanaman yang akan dipergunakan sebagai eksplan, tanaman induk yang
tumbuh di lapang, perlu disemprot dengan fungisida dan insektisida untuk
mencegah serangan hama dan penyakit tanaman.

Gambar 2.
Organ tanaman sebagai eksplan

Pembuatan eksplan dari bahan induk dilakukan dengan


mempergunakan peralatan yang bersih dan tajam. Eksplan selanjutnya
dibawa ke dalam laboratorium untuk dilakukan sterilisasi. Tahapan
sterilisasi, bahan sterilisasi, dan durasi sterilisasi tiap jenis eksplan tidak
sama, namun secara umum sterilisasi eksplan dilakukan dengan mencuci
eksplan dalam air bersih yang mengalir, merendam dalam larutan
deterjen, merendam dalam larutan fungisida, merendam dalam larutan
sublimat (HgCl2), sterilisasi bertingkat dengan larutan Clorox (pemutih
pakaian, Bayclin®), serta pembilasan dengan aquadest steril.

2.3. MEDIA IN VITRO


Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil
nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan

9
berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak
dirinya.
Media yang digunakan biasanya terdiri dari unsur hara makro dan
mikro dalam bentuk garam mineral, vitamin, dan zat pengatur tumbuh
(hormon). Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti gula, agar,
arang aktif, bahan organik lain (air kelapa, bubur pisang, ekstrak buah,
ekstrak kecambah) . Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung
reaksi atau botol kaca dan disterilisasi. Komposisi media yang digunakan
tergantung dari tujuan dan jenis tanaman yang dikulturkan.
Media tanam kultur jaringan terdiri dari dua jenis yaitu media cair
dan media padat. Media cair digunakan untuk menumbuhkan eksplan
sampai terbentuk PLB (Protocorm Like Body). Media padat digunakan
untuk menumbuhkan PLB sampai terbentuk planlet (tanaman kecil).
Media padat dibuat dengan melarutkan nutrisi dan agar-agar ke dalam
akuades dan disterilkan.
Berdasarkan komposisi dan kesesuaian media terhadap jenis
tanaman yang akan dikulturkan, dikenal beberapa jenis media dasar:
• Media VW yang diformulasikan dan diperkenalkan oleh E. Vacin
dan F. Went (1949), untuk tanaman Anggrek
• Media MS yang diformulasikan dan diperkenalkan oleh Murashige
dan Skoog (1962) untuk berbagai tanaman hortikultura
• Media Euwen untuk tanaman kelapa
• Media B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel
kedelai, alfafa dan legume lain.
• Media White, untuk kultur akar
• Media Woody Plant Madium (WMP) untuk tanaman berkayu
• Media N6 untuk tanaman serealia
• Media Nitsch dan Nitsch untuk kultur sel dan kultur tepung sari
• Media Schenk dan Hildebrandt untuk tanaman berkayu
Media dasar tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan,
dengan menambahkan vitamin dan zat pengatur tumbuh (hormon). Zat
pengatur tumbuh diperlukan untuk mengatur diferensiasi tanaman. Ada

10
beberapa zat pengatur tumbuh yang biasa dipergunakan dalam kultur
jaringan adalah:
• Golongan Auxin: IAA, NAA, IBA, 2,4-D
• Golongan Cytokinin: Kinetin, BAP/BA, 2 i-P, zeatin, thidiazuron,
PBA
• Golongan giberellin : GA3
• Golongan growth retardan : Paclobutrazol, Ancymidol

LIHAT DAFTAR SINGKATAN !

Pada umumnya, hormon yang banyak dipergunakan adalah


golongan auksin dan sitokinin. Perbandingan komposisi antara kedua
hormon tersebut akan menentukan perkembangan tanaman, yaitu:
– Auxin ↓ Cytokinin = Perkembangan akar
– Cytokinin ↓ Auxin = Perkembangan tunas
– Auxin = Cytokinin = Perkembangan kalus
Selain hormon, media kultur jaringan juga harus mengandung
vitamin. Vitamin yang biasa dipergunakan dalam media kultur jaringan
antara lain: vitamin B12 (thiamin), Nicotinic Acid, vitamin B6 (pyridoxine),
dan vitamin E atau C. Pada semua komposisi media kultur jaringan,
hormon dan vitamin diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit.
Masing-masing komponen media memiliki peran sebagai berikut:
Unsur hara makro: metabolisme tanaman
Unsur hara mikro: pengaturan enzym
Vitamin: regulasi (pengaturan)
Gula atau Sukrosa: karbohidrat, sumber karbon, sumber energi
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT): merangsang, menghambat atau mengubah
pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman
Arang Aktif: mengarbsorbsi senyawa fenolik dan untuk
merangsang pertumbuhan akar
Agar-agar: pemadat
Aquadestilata: pelarut

11
Tabel 2. Komposisi Media MS

Hara makro Hara mikro Vitamin ZPT / Bahan tambahan


Hormon

NH4NO3 MnSO4.H2O Tiamin HCl IAA Gula


KNO3 ZnSO4.7H2O Asam Nikotinat NAA Agar-agar
CaCl2.2H2O H3BO3 Piridoksin HCl IBA Aquadestilata
MgSO4.7H2O KI Glisin 2,4 D
KH2PO4 NaMoO4.2H2O
FeSO4.7H2O CoCl.6H2O
NaEDTA CuSO4.5H2O

Selain unsur hara, vitamin dan hormon, perlu juga diperhatikan


adalah derajad keasaam (pH) media, yakni sekitar 4,8-5,6. Untuk
menyesuaikan pH campuran media dapat ditambahkan larutan NaOH 0,1
N bila larutan terlalu asam (pH rendah). Sedangkan bila pH terlalu tinggi
ditambah HCl 0,1 N untuk menurunkan pH sesuai dengan yang
dikehendaki.

2.4. AKLIMATISASI
Tahapan akhir dari perbanyakan tanaman dengan teknik kultur
jaringan adalah aklimatisasi planlet (tanaman kecil). Aklimatisasi adalah
kegiatan memindahkan planlet keluar dari ruangan aseptik. Tahap
aklimatisasi merupakan tahap yang sangat penting dan kritis dalam
rangkaian budidaya tanaman in vitro, karena kondisi lingkungan di rumah
kaca atau rumah plastik dan di lapangan sangat berbeda dengan kondisi
di dalam botol kultur.
Aklimatisasi dilakukan dengan memindahkan planlet ke media
aklimatisasi dengan intensitas cahaya rendah dan kelembapan nisbi
tinggi, kemudian secara berangsur-angsur kelembapannya diturunkan dan

12
intensitas cahayanya dinaikkan. Pemindahan ini dilakukan secara hati-hati
dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan
untuk melindungi bibit dari udara luar, sinar matahari langsung dan
serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan
terhadap serangan hama penyakit dan udara luar.
Media tanaman yang dipergunakan dalam tahap ini biasanya
berupa bubuk arang, arang sekam, mos, pakis halus, campuran tanah
halus dan kompos, dan sebagainya.
Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka
secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan
dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif. Selanjutnya
bibit siap dipindahkan ke lapang atau lahan penanaman.

Tabel 1. Perubahan Lingkungan in vitro ke lingkungan ex vitro

Lingkungan in vitro Lingkungan ex vitro

Suhu 25 ± 2° C Suhu 23-36° C


Intensitas cahaya 1200-2000 lux Intensitas cahaya 4000-12000 lux
Spektrum cahaya sempit Spektrum cahaya luas
Kelembaban relatif 98-100% Kelembaban relatif 40-80%
Akar hampir tidak berfungsi Akar sangat berfungsi
Sistem fotosintesis hampir tidak berfungsi Sistem fotosintesis sangat berfungsi
Hormon eksogen Hormon endogen
Kondisi steril Kondisi tidak steril

2.5. KENDALA DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


KEBERHASILAN PROPAGASI IN VITRO

Disamping keberhasilan dan kemajuan teknik perbanyakan


tanaman in vitro, ada beberapa kendala yang masih dihadapi dalam
pelaksanaan, antara lain:

13
• Keterbatasan peralatan dan fasilitas pendukung operasi
• Kemampuan manajerial dan operasional personal laboran
• Protokol / Prosedur yang tidak dapat berlaku untuk seluruh spesies
tanaman
• Harga bahan media relatif masih mahal
• Perlu penyesuaian dengan standar industri
Keberhasilan teknik propagasi secara in vitro ini ditentukan oleh beberapa
faktor, antara lain:
a). Faktor tanaman
Genotipe tanaman: varietas, species tanaman induk
Kondisi eksplan : jenis eksplan, ukuran, umur, fase fisiologis
jaringan
b). Faktor lingkungan tumbuh:
Suhu: ± 25 oC
Kelembaban : 80-99% (botol tertutup rapat)
Cahaya : sumber cahaya ruang kultur adalah lampu TL ±1000 lux
Media tanam : jenis media, komposisi media, hormon
c). Faktor sterilitas / kondisi aseptik
Sterilitas bahan dan peralatan laboratorium: penggunaan autoklaf
Sterilitas ruang: penggunaan bahan antiseptic (kloroform, alkohol)
Sterilitas dalam pelaksanaan: penggunaan entkas dan laminar air
flow

2.6. RANGKUMAN
Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh
kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan maupun organ
dalam kondisi aseptik secara in vitro. Mikropropagasi memungkinkan
diperolehnya bibit tanaman secara cepat dengan kualitas yang baik,
bebas penyakit dan seragam. Teknik mikropropagasi tanaman
hortikultura dan tanaman kehutanan dengan mutu tinggi menciptakan
peluang baru dalam perdagangan global.

14
Teknik mikropropagasi pada dasarnya adalah poliferasi secara
cepat dari suatu jaringan meristem, tunas, embrio somatik dan kumpulan
sel. Proses mikropropagasi terdiri dari beberapa tahap, yaitu persiapan,
inisiasi eksplan, multiplikasi atau subkultur eksplan, penumbuhan tunas,
perakaran,dan aklimatisasi. Keberhasilan mikropropagasi in vitro ini
tergantung pada faktor tanaman (genotip dan kondisi eksplan), dan
lingkungan tumbuh (cahaya, kelembaban, suhu, dan media). Tahap kritis
dalam mikropropagasi adalah tahap aklimatisasi, sehingga aklimatisasi
perlu ditangani dengan hati-hati dan secara bertahap.

III. UJI KEMAMPUAN DIRI

1. Jelaskan dengan singkat:


a) Definisi Mikropropagasi
b) Perbedaan antara mikropropagasi dengan makropropagasi
c) Tahapan dalam mikropropagasi in vitro
d) Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan teknik
mikropropagasi
2. Sebutkan kepanjangan singkatan berikut:
a) IAA
b) IBA
c) NAA
3. Sebutkan pengertian istilah berikut:
a) In vitro
b) Tissue culture
c) Totipotency cel
d) Calus
e) Explant
f) Plantlet

15
IV. PROJECT BASED LEARNING

Setiap mahasiswa diwajibkan membuat sebuah prarencana atau


praproposal kultur jaringan tanaman yang mempunyai nilai jual Pra
proposal diserahkan pada pertemuan perkuliahan minggu berikutnya.
Pra proposal ini berisi gagasan atau angan-angan yang dapat
diwujudkan tentang suatu produksi bibit tanaman secara in vitro. Uraian
secara singkat mengenai latar belakang memilih komoditi tanaman, serta
bagaimana mewujudkan gagasan tersebut.
Pra proposal dibuat pada kertas HVS A4 spasi 1.5, font huruf Arial
12, tidak lebih dari 5 halaman. Dengan sistematika sebagai berikut:
1. Halaman 1: Judul, nama mahasiswa, npm
2. Halaman 2 – 3: Pendahuluan
a) Latar belakang
b) Tujuan
3. Halaman 4: Rencana Pelaksanaan
4. Halaman 5: Daftar Pustaka

16
DAFTAR PUSTAKA

Lambe, P. and Tocquin, P. 2002. Review on the many applications of


plant tissue culture research.
http://www.cevie.com/technology/intro.html

Marlina N, Rusnandi D. 2007. Teknik Aklimatisasi Planlet Anthurlum


pada Beberapa Media Tanam. Buletin Teknik Pertanian Vol. 12
(1): 38-40.

Nugroho, Arinto. 2000. Pedoman Pelaksanaan Kultur Jaringan. Jakarta:


Penebar Swadaya

Rout GR, Jain MS. 2004. Micropropagation of Ornamental Plant – Cut


Flowers. Propagation of Ornamental Plants Vol. 4 (2): 3-28

Rout GR, Mohapatra A, Jain MS. 2006. Research review paper: Tissue
culture of ornamental pot plant: A critical review on present
scenario and future prospects. Biotechnology Advances 24: 531–
560. Available online at www.sciencedirect.com

Stone M. 2006. Propagation of miniature roses by plant tissue culture.


Pages 239-263, in Tested Studies for Laboratory Teaching, Volume
27 (M.A. O'Donnell, Editor).

Wijayani, Ari. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Kanisius.

Yusnita. 2003. Kultur Jaringan: Cara memperbanyak tanaman secara


efisien. Agro Media Pustaka, Jakarta.

17
COMMONLY USED TERMS IN TISSUE CULTURE
(Listed from IAEA, 2004)

Adventitious: development of organs such as buds, leaves, roots, shoots


and somatic embryos from shoot and root tissues and callus.
Asepsis: without infection or contaminating microorganisms.
Aseptic technique: procedures used to prevent the introduction of
microorganisms such as fungi, bacteria, viruses, and
phytoplasmas into cell, tissue and organ cultures, and cross
contamination of cultures.
Axenic culture: a culture without foreign or undesired life forms but may
include the deliberate co-culture with different types of cells,
tissues or organisms.
Callus: an unorganized mass of differentiated plant cells.
Cell culture: culture of cells or their maintenance in vitro including the
culture of single cells.
Cell generation time: the interval between consecutive divisions of a cell.
Cell line: cells that originate from a primary culture at the time of the
first successful subculture.
Chemically defined medium: a nutritive solution or substrate for culturing
cells in which each component is specified.
Clonal propagation: asexual multiplication of plants from a single
individual or explant.
Clones: a group of plants propagated from vegetative parts, which
have been derived by repeated propagation from a single
individual. Clones are considered to be genetically uniform.
Cryopreservation: ultra-low temperature storage of cells, tissues,
embryos and seeds.
Differentiated: cultured cells that maintain all or much of the specialized
structure and function typical of the cell type in vivo.
Diploid: cells, tissues and organisms, which have two sets of all
chromosomes, except the sex chromosomes.

18
Embryo culture: In vitro culture of isolated mature or immature embryos.
In vitro: Latin: "in glass" - culture of an organism or a portion of it in
glass or plastic ware on synthetic media.
Tissue culture: in vitro culture of cells, tissues, organs and plants under
aseptic conditions on synthetic media.
Growth chamber: a chamber used for the incubation of culture containers
or plants under controlled environment
Micropropagation: multiplication of plants from vegetative parts by using
tissue culture.
Propagule: a portion of an organism (shoot, leaf, callus, etc.) used for
propagation.
Explant: an excised piece or part of a plant used to initiate a tissue
culture.
Subculture: the aseptic division and transfer of a culture or portion of that
culture to a fresh nutrient medium.
Meristem: a group of undifferentiated cells situated at the tips of shoots,
buds and roots, which divide actively and give rise to tissue
and organs.
Somatic embryos: non-zygotic bipolar embryo-like structures obtained
from somatic cells.
Totipotencity: capacity of plant cells to regenerate whole plants when
cultured on appropriate media.
Transgenic: plants that have a piece of foreign DNA.

19
DAFTAR SINGKATAN

ABA Abscisic acid


BA 6-benzyladenine
BAP 6-benylaminopurine
BAR 6-benzylaminopurine riboside
BPA N-benzyl-9-(2-Tetrahydropyranyl) adenine
4-CPA p-chlorophenoxyacetic acid
2,4-D 2,4-dichlorophenoxyacetic acid
2,4,5-T 2,4, 5 -trichlorophenoxyacetic acid
DMF Dimethylformamide
EDTA Ethylenediaminetetraacetic acid
EtOH Ethanol
2iP 6-(-y,-rdimethylallylamino) purine
2iP-R 6-(y,-rdimethylallylamino) purine riboside
GA3 Gibberellic acid
IAA Indole-3-acetic acid
IBA lndole-3-butyric acid
KIBA Indole-3-butyric acid-potassium salt
IPA lndole-3-propionic acid
KR Kinetin riboside
MES 2-[N-morpholino] ethanesulfonic acid
NAA Naphthaleneacetic acid
NOA Naphthoxyacetic acid
ZR Zeatin riboside

20

Anda mungkin juga menyukai