Anda di halaman 1dari 12

SEMINAR PROPOSAL PENELITIAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU

Judul : Pemberian Pupuk Organik Cair (POC) dan Pupuk Hayati


pada Main Nursery Kelapa Sawit (Elaeis Guineesis Jacq) di
Tanah Ultisol
Nama : Muliadi Rajagukguk
NPM : E1J018055
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Reny Herawati, M.P.
Pembimbing Pendamping : Dr. Ir. Bilman Wilman S. MP.
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas utama
bagi pengusaha perkebunan di wilayah Indonesia. Indonesia merupakan salah satu penghasil
minyak kelapa sawit terbesar didunia (Khaswarina, 2001). Berdasarkan Badan Pusat Statistik,
(2019), luasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 11,2 juta ha
dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 14,3 juta ha. Adapun luasan kebun kelapa sawit di
Provinsi Bengkulu pada tahun 2011 seluas 308.100 ha dan pada tahun 2018 meningkat menjadi
366.700 ha. Produksi kelapa sawit nasional pada tahun 2018 telah mencapai 40.567.200 ton
dengan produktivitas 2,8 ton per ha sedangkan di Provinsi Bengkulu produksi kelapa sawit baru
mencapai 966.700 ton dengan produktivitas 0.4 ton per Ha. Mencermati kondisi tersebut perlu
berbagai upaya untuk meningkatkan luasan, produksi, dan produktivitas kelapa sawit di
Provinsi Bengkulu.
Pembibitan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya kelapa sawit.
Dalam pembibitan kelapa sawit dikenal dengan adanya pembibitan “double stage”. proses
pembibitan double stage memiliki tahap tahap yaitu pertama tahap pre nursery atau tahap
pembibitan awal dan yang kedua adalah tahap main nursery atau tahap pembibitan utama.
Pembibitan awal dilakukan selama 3-4 bulan dan membutuhkan naungan. Pembibitan awal
bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang pertumbuhannya seragam saat dipindahkan ke
pembibitan utama. Pembibitan utama dilakukan untuk menyiapkan tanaman agar cukup kuat
sebelum dipindahkan kelapangan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).

Main nursery kelapa sawit memerlukan bibit yang banyak untuk kebutuhan bibit pada
penambahan luas tanam (ekstenfikasi) maupun penanaman kembali (replanting) bagi kelapa
sawit yang tidak produktif lagi (Kiswantp et al., 2008). Maka dari itu, diperlukan bibit kelapa
sawit yang baik dan memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta
berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan saat pelaksanaan transplanting
(Astuti, 2014). Menurut Winarna dan Sutarta (2009) masalah yang sering dihadapi pada saat
pembibitan kelapa sawit adalah kurang tersedianya tanah top soil untuk dijadikan media tanam
pembibitan, sehingga banyak menggunakan tanah subsoil ultisol yang banyak tersedia.
Tipe tanah yang tersebar luas didaratan Indonesia adalah Ultisol. Tanah Ultisol merupakan
tanah yang hadapi pelapukan tingkatan lanjut. Tanah Ultisol ialah salah satu tanah yang kurang
produktif dan dimanfaatkan di dalam bidang pertanian maupun perkebunan serta dicirikan
seperti akumulasin tanah liat di bagian horizon dasar permukaan mengurangi energi serap air
dan tingkatkan aliran permukaan serta erosi tanah, permeabilitas, bahan organik dan tingkatan
kebasaan rendah (Andalusia et al., 2016). Ultisol berpotensi dimanfaatkan sebagai medium
pembibitan apabila ditinjau dari segi luas.. Kendala dalam pemanfaatan Ultisol sebagai lahan
pertanian adalah tingkat kesuburannya yang tergolong rendah. Untuk mengatasi kendala
tersebut dapat diterapkan teknologi pengapuran dan pemberian bahan organik (Sujana dan I
Nyoman, 2015). Untuk meningkatkan produktifitas tanah Ultisol dalam perbaikan sifat-sifat
tanah seperti sifat fisik, biologi dan kimia tanah memerlukan suatu pengelolaan tanah yang tepat
dan efesien. Adapun pupuk yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, biologi, dan
kimia tanah yaitu pupuk hayati (Rizal, 2010).
Pupuk hayati adalah mikroba yang diberikan ke dalam tanah untuk meningkatkan
pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara (Mangoensoekarjo, 2007).
Penggunaan pupuk hayati dapat memberi keuntungan pada tanaman inang karena memperoleh
tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikroba mendapatkan bahan organik untuk
aktivitas dan pertumbuhannya (Suradikarta et al., 2006). Hasil penelitian Kiswanto (2008)
selama satu tahun tanaman kelapa sawit menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati dapat
meningkatkan produksi tanaman 24-33 % dengan konsentrasi 0,5 % setiap dua minggu sekali.
Selain pupuk hayati, pupuk organik cair juga mampu meningkatkan kesuburan tanah
(Susanto, 2002). Menurut Laginda et al. (2017), menyatakan bahwa pemberian pupuk organik
yang berbentuk cairan atau larutan yang mengandung unsur hara tertentu yang bermanfaat bagi
pertumbuhan tanaman. Penggunaan POC dapat disiramkan atau disemprotkan pada bagian
tanaman. Secara umum pemberian perlakuan pupuk organik cair (POC) pada konsentrasi 6 ml/l
air dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nursery, jika di bandingkan
dengan tanpa pemberian pupuk organik cair (POC) dan perlakuan pemberian pupuk organik
cair dengan konsentrasi 3 ml/l air (Yanto, 2016).
Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian dengan mengkombinasikan pupuk hayati dan
POC agar kebutuhan hara bibit kelapa sawit pada main nursery dapat terpenuhi.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang sering dihadapi adalah rendahnya kemampuan tanah ultisol dalam
menyediakan unsur hara di dalam polybag sebagai media tanam pembibitan. Maka dari itu,
upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan bibit kelapa sawit yang berkualitas adalah
dengan pemberian unsur hara baik dengan pupuk organik cair (POC) maupun pupuk hayati.
Pupuk organik cair merupakan pupuk yang mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara
didalam tanah bagi tanaman dengan pemanfaatan mikroorganisme. Selain pupuk organik cair,
penggunaan pupuk hayati juga dapat memberi keuntungan pada tanaman inang karena
memperoleh tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikroba mendapatkan bahan
organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Dengan pemberian pupuk organic cair (POC) dan
Pupuk hayati, apakah dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan bibit kelapa sawit pada
main nursery di tanah ultisol? Oleh karena itu, diperlukan upaya dengan melakukan pengujian
interaksi antara pemberian pupuk hayati dan pupuk organik cair terhadap pertumbuhan bibit
kelapa sawit di main nursery.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memperoleh interaksi antara pemberian
pupuk hayati dan pupuk organik cair terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nursery.
II. METODE PENELITIAN
2.1. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2021 – Maret 2022 di Kelurahan
Beringin Raya, Kota Bengkulu, Bengkulu ±10 mpdl.
2.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah bibit kelapa sawit pre nursery berumur 4 bulan, polybag
ukuran 40 x 50 cm, tanah ultisol, pupuk majemuk NPK (16:16:16), pupuk hayati yang berisi
mikroba , pupuk organik cair (POC), dan insektisida.
Alat yang digunakan adalah cangkul, parang, meteran, kereta sorong, kalkulator, ember,
gembor, hand sprayer, jangka jorong, selang, kamera, dan alat tulis.
2.3. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu:
1. Faktor pertama Pupuk Hayati dengan 2 taraf yaitu :
P0 : Tanpa Pemberian Pupuk Hayati
P1 : Pemberian Pupuk Hayati (20 ml)
2. Faktor kedua Pupuk Organik Cair (POC) dengan 4 taraf yaitu:
K0 : Tanpa Pemberian POC
K1 : 10 ml/l
K2 : 15 ml/l
K3 : 20 ml/l
Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga diperoleh 24 satuan percobaan. Masing-masing
satuan percobaan terdapat 3 bibit. Sehingga keseluruhan terdapat 72 bibit kelapa sawit.
2.4. Rancangan Penelitian Terdahulu
Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Split Split Plot Acak Kelompok
Lengkap (RAKL). Faktor pertama naungan sebagai petak utama, terdiri dari 2 taraf yaitu 50%
(N1) dan 75% (N2). Faktor kedua adalah konsentrasi POC terdiri dari 3 taraf, yaitu 0% = 0 ml/l
(B1), 5% = 5 ml/l (B2), 10% = 10 ml/l (B3). Faktor ketiga adalah jenis pupuk kandang dengan
4 taraf, yaitu pupuk kandang sapi (P1), pupuk kandang ayam (P2), pupuk kandang kambing
(P3) dan tanpa pupuk kandang (P4). Diperoleh 24 kombinasi perlakuan. Dilakukan pada tiga
kali ulangan sehingga terdapat 72 satuan percobaan.
2.5. Tahapan Penelitian
1. Persiapan lahan
Lahan yang digunakan topografi datar, dekat sumber air, tidak tergenang, dan lahan
terbuka terhindar dari ternak sapi, lahan dibersihkan dari gulma.
2. Persiapan Media Tanam
Tanah di ambil dari kedalaman 20-50cm lalu tanah dan pupuk kandang ayam di isi ke
polybag hingga mencapai 10kg/polibag dengan perbandingan 3:1 dan diberi kapur sebanyak
20 gr/polybag. Polybag disusun sesuai dengan denah percobaan dengan jarak 75 cm x 75 cm
antar polybag.
3. Pemindahan Bibit
Bibit kelapa sawit yang berumur 4 bulan dipindahkan dan di tanam ke polybag utama.
Dengan cara membuat lubang tanam di dalam polybag yang sudah disediakan, menyayat
polybag yang di gunakan di pre nursery agar lepas dari tanah dan perakaran kelapa sawit lalu
menanam bibit ke dalam lubang tanam tersebut.
4. Persiapan Pupuk Hayati
Bahan yang disiapkan yaitu 1 gr pupuk hayati Promol 12 (Azotobacter paspalii, Bacillus
sp, Sarcina Lutea, Micrococcus varians, Staphylococcus epidermidis,dll), 1 liter air, 1 gr terasi,
1 gr gula merah, 80 gr kompos. Kemudian semua bahan diaduk menjadi satu dan setiap 3-4 jam
sekali di aduk lalu ditunggu hingga 24 jam. Pembuatan pupuk hayati dilakukan setiap bulan.
5. Pengaplikasian Pupuk Hayati
Pengaplikasian pupuk hayati dilakukan selama 1 bulan sekali dengan menyiram pada
tanah sekitar bibit sesuai perlakuan pada sekitar tanaman kelapa sawit pada polybag. Sesuai
anjuran pupuk hayati diberikan sebanyak 20 ml per tanaman.
6. Pengaplikasian Pupuk Majemuk NPK Majemuk (16:16:16)
Pengaplikasian pupuk majemuk NPK Mutiara (16:16:16) dilakukan 2 minggu setelah
pindah tanam dengan memberikan ½ dan dosis anjuran. Dosis yang di gunakan sesuai dengan
anjuran PPKS yaitu
1. Umur 16-17 MST 2,5 gram
2. Umur 18-20 MST 3,75 gram
3. Umur 22-24 MST 5 gram
4. Umur 26 MST 5 gram
5. Umur 28 MST 5 gram
6. Umur 30 MST 5 gram
7. Umur 32 MST 5 gram
7. Pengaplikasian Pupuk Organik Cair
Pupuk Organik Cair (POC) diperoleh dari limbah rumah tangga dan diaplikasikan selama
1 minggu sekali dengan menyemprot ke arah bagian bawah daun dan permukaan tanah sesuai
perlakuan pada polybag. Berdasarkan hasil data analisis pupuk organik cair (POC) yang
diperoleh yaitu N Total 2,11%, P 0,29%, K0,69%, dan C-Organik 8,14%.
8. Pemeliharaan
Selama percobaan berlangsung dilakukan pemeliharaan tanaman yang mencakup
penyiraman air setiap hari, dan pengendalian OPT. Apabila terjadi hujan maka tidak dilakukan
penyiraman. Pengendalian gulma dilakukan secara manual menggunakan cangkul dan arit
terhadap gulma - gulma yang tumbuh di sekitar areal percobaan. Pengendalian hama
disemprotkan insektisida dan pengendalian penyakit tanaman dilakukan dengan menggunakan
fungisida.

2.4. Variabel Pengamatan


1. Tinggi Bibit (cm)
Tinggi tanaman diukur dari pangkal atau dasar batang ke ujung daun terpanjang dengan
cara menguncupkan daun terlebih dahulu dan daun ditegakkan lurus keatas lalu diukur dalam
satuan sentimeter. Hasil pengukuran dari 3 bibit dirata-rata untuk mendapatkan ukuran tinggi
tanaman yang mewakili dari satu perlakuan. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan secara
berkala yaitu pada umur 14, 16, 18, 20, 22, 24, 26, 28, 30 – 32 MST.

2. Jumlah Pelepah Daun (Helai)


Jumlah daun dihitung berdasarkan, jumlah daun yang telah membuka sempurna (fully
expanded leaf). Penghitungan jumlah daun dilakukan dengan cara merata-ratakan jumlah daun
3 bibit perlakuan untuk mendapatkan jumlah daun yang mewakili dari satu perlakuan.
Perhitungan jumlah daun dilakukan secara berkala pada umur 14, 16, 18, 20, 22, 24, 26, 28, 30
– 32 MST

3. Diameter Bonggol (cm)


Diameter pangkal batang diukur menggunakan jangka sorong dengan satuan milimeter
(mm). Perhitungan diameter pangkal batang dilakukan dengan cara merata - ratakan diameter
batang 3 bibit tanaman yang sama perlakuan untuk mendapatkan ukuran diameter batang yang
mewakili dari satu perlakuan. Perhitungan diameter batang dilakukan secara berkala yaitu pada
umur 14, 16, 18, 20, 22, 24, 26, 28, 30 – 32 MST.

4. Tingkat Kehijauan Daun


Kehijauan daun diukur menggunakan alat pengukur persentase kehijauan daun (SPAD
meter) dari 3 bagian daun tanaman yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung daun yang telah
membuka sempurna. Kemudian hasil pengukuran dirata - ratakan untuk mendapatkan nilai
tingkat kehijauan daun yang mewakili dari satu perlakuan yang dilakukan pada bibit sawit
berumur 14, 16, 18, 20, 22, 24, 26, 28, 30 – 32 MST.

5. Panjang Akar (cm)


Pengamatan panjang akar dilakukan pada bibit umur 32 MST menyayat polibag agar
terlepas dari tanah dan perakaran bibit kelapa sawit. Tanah yang membungkus akar direndam
dengan air di ember selama ± 20 - 30 menit, setelah tanah sudah melumpur kemudian dilakukan
penyiraman air dengan hati-hati, agar akar tidak terputus atau rusak, sampai seluruh tanah
terpisah dengan perakaran tanaman. Kemudian akar ditiriskan di atas kertas sampai siap untuk
diamati panjang akar dan bobot kering akar. Bagian atas tanaman dipisahkan dari akar dengan
cara dipotong pada bagian pangkal batang. Panjang akar diukur menggunakan penggaris
dengan satuan cm, dengan cara mengukur akar dari pangkal batang sampai ujung akar
terpanjang. Pengukuran panjang akar dilakukan pada 1 bibit yang mewakili dari seluruh sampel.

6. Berat Kering Atas/Brangkasan (g)


Pengamatan berat kering atas/berangkasan dilakukan dengan menimbang bibit kelapa
sawit berumur 32 MST. Penimbangan dilakukan dengan cara memisahkan bagian tanaman dari
media tanam kemudian dibersihkan. Akar terlebih dahulu dikeringkan menggunakan oven pada
suhu 70 - 80℃ selama 72 jam. Bobot kering tajuk ditimbang menggunakan timbangan digital
hingga diperoleh bobot konstan yaitu dengan cara menimbang akar setelah di keringkan selama
72 jam lalu di masukkan ke dalam oven selama 1 jam dan di timbang kembali hingga beratnya
tidak berubah.

7. Berat Kering Bawah/Akar (g)


Pengamatan berat kering bawah/akar dilakukan dengan menimbang pada bibit kelapa sawit
berumur 32 MST. Penimbangann dilakukan dengan cara memisahkan bagian tanaman dari
media tanam kemudian dibersihkan. Akar terlebih dahulu dikeringkan menggunakan oven pada
suhu 70 - 80℃ selama 48 jam. Bobot kering akar ditimbang menggunakan timbangan digital,
hingga diperoleh bobot konstan yaitu dengan cara menimbang akar setelah di keringkan selama
48 jam lalu di masukkan ke dalam oven selama 1 jam dan di timbang kembali hingga beratnya
tidak berubah.

8. Volume Akar

Volume akar dihitung dengan merendam akar kondisi segar ke dalam gelas ukur yang
berisi air, kemudian penambahan volume dihitung sebagai volume akar.
9. Rasio Berat Kering Atas Dan Berat Kering Bawah (Shoot–Root Ratio)
Rasio bagian brangkasan atas dan akar tanaman didapatkan dengan membandingkan berat
kering atas dengan berat kering akar. Dari hasil ini akan didapatkan gambaran mekanisme
pembagian hasil fotosintesis dan unsur hara antara brangkasan atas dan akar. Rasio berat kering
brangkasan atas dan berat kering akar dapat dihitung dengan rumus :
2.5. Pengamatan Data Pendukukung
1. Analisis Tanah Awal
Analisis tanah awal dilakukan pada awal penelitian sebelum pengolahan tanah dengan
mengambil tanah sebanyak 1 kg pada kedalam 20 cm. Kemudian tanah dimasukkan kedalam
ember lalu dicampur rata dan diambil 1 kg tanah yang disebut tanah komposit. Tanah komposit
dibawa ke laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu untuk dianalisis
C-Organik (Walkley-Black), pH (H2O meter 1:2,5 BV-1), kadar N total (Kjeldahl), P tersedia
(Bray-1), dan K-dd (diektraksi NH4 OAc 1 N pH 7,0 diukur dengan spektrofotometer.

2. Analisis Pupuk Organik Cair (POC)


Hasil data analisis pupuk organik cair (POC) yang diperoleh yaitu N Total 2,11%, P
0,29%, K0,69%, dan C-Organik 8,14%.
3. Analisis Tanah Akhir
Analisis tanah akhir dilakukan pada akhir penelitian dengan mengambil tanah pada setiap
perlakuan lalu dicampur dan diambil 1 kg tanah yang disebut tanah komposit. Setiap sampel
tanah dibawa ke laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu untuk
dianalisis C-Organik (Walkley-Black), pH (H2O meter 1:2,5 BV-1), kadar N total (Kjeldahl),
P tersedia (Bray-1), dan K-dd (diektraksi NH4 OAc 1 N pH 7,0 diukur dengan
spektrofotometer.

2.6. Analisis Data


Data dianalisis dengan menggunakan analisis varian (ANAVA) atau uji F taraf 5 %.
Apabila terdapat pengaruh nyata pada perlakuan maka akan dilakukan uji lanjut Duncan’s
Multiple Range Test DMRT (Gomez & Gomez, 1995).
DAFTAR PUSTAKA
Andalusia, B., Z. Zainabun, dan T. Arabia. 2016. Karakteristik tanah ordo ultisol di
perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek Kabupaten
Aceh Utara. Jurnal Kawista Agroteknologi. 1(1):45-49.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2019. Statistik Perkebunan Indonesia Tahun 2019.
Https://www.bps.go.id/ diakses tanggal 8 September 2021.

Dahlan dan A.Z. Prayogi, 2008. Pengaruh jarak tanam berganda terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman kelapa sawit. Jurnal Agrisistem. 4(2):25-38.

Davies, P.J. 1990. Plant hormones and their role in plant growth and development. Kluer
Academik:London.

Gomez, K.A. end A.A. Gomez. 1984. Statistical procedures for agricultural research. Penerbit
John Wiley, Sons. Inc. Laguna. Diterjemahkan oleh E. Syamsuddin, & J. S. Baharsjah.
1995. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hakim. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Indrawan, I., A. Kusumastuti dan B. Utoyo. 2015. Pengaruh pemberian kompos kiambang dan
pupuk majemuk pada pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.). Jurnal AIP,
3(1):47-58.

Lagida, Y. S., Darmawa, M., dan Syakh, I. T. (2017). Aplikasi pupuk organik cair berbahan
dasar batang pisang terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tomat. Jurnal
Galung Tropika. 6(2):81-092.

Khaswarina, S. 2001. Keragaman bibit kelapa sawit terhadap pemberian berbagai kombinasi
pupuk di pembibitan utama. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Mangoensoekarjo. 2007. Manajemen tanah dan pemupukan budidaya perkebunan. Gadjah


Mada University Press.Yogyakarta.

Nurseha, Sagala, Danner, dan D. Antonius. 2014. Penggunaan macam pupuk dan bentuk
aplikasinya terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pembibitan utama. Jurnal
Agroqua. 12(1): 1-7.

Rizal, M. 2010. Respon pupuk hayati agri simba terhadap pertumbuhan bibit sawit (Elaeis
guineensis) di main nursery. Jurnal Ilmiah Pertanian. 7(2): 42-49.

Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah pertanian di indonesia. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. Hal. 21−66.

Sujana, I.P., dan L.S.P. Nyoman. 2015. Pengolahan lahan ultisol dengan pemberian
pembenahan organik biochar menuju pertanian berkelanjutan. Fakultas Pertanian.
Universitas Mahasaraswati Denpasar. Denpasar.

Suradikarta, D., dan R.D.M. Simanungkalit. 2006. Pupuk organik dan pupuk hayati. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Jawa Barat.
Susanto, Rachman. 2002. Pertanian organik, menuju pertanian alternatif dan berkelanjutan.
Kanisius. Yogyakarya.
Winarna dan E.S. Sutarta. 2009. Upaya peningkatan efisiensi pemupukan pada tanaman
kelapa sawit. Prosiding. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 2009. 28-30 Mei 2009.
Jakarta. Hal. 177-192.

Wudianto, R. 2004. Membuat stek, cangkok dan okulasi. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Yanto, Kardi. 2016. Pemberian pupuk organik cair terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit
(Elaeis guineensis Jacq) pada pembibitan utama. Jom faperta. 3(2): 1-1.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Lahan Percobaan


P0K0(1)3 P1K0(1)3 P1K0(1)2 P0K0(1)3 P0K0(3)2 P1K0(3)1 P0K0(3)3 P1K0(2)3 P0K0(2)2
P0K1(2)3 P1K1(1)3 P1K1(1)2 P0K1(3)3 P0K1(3)2 P1K1(3)1 P0K1(1)3 P1K1(2)3 P0K1(1)2
P0K2(1)3 P1K2(2)3 P1K2(2)2 P0K2(3)3 P0K2(3)2 P1K2(1)1 P0K2(1)3 P1K2(3)3 P0K2(1)2
P0K3(2)3 P1K3(1)3 P1K3(1)2 P0K3(1)3 P0K3(1)2 P1K3(2)1 P0K3(3)3 P1K3(3)3 P0K3(3)2
P1K0(1)1 P0K0(1)2 P0K0(3)1 P1K0(3)1 P1K0(3)3 P0K0(2)2 P1K0(2)1 P0K0(2)1 P1K0(2)2
P1K1(1)1 P0K1(2)2 P0K1(2)1 P1K1(3)1 P1K1(3)3 P0K1(3)2 P1K1(2)1 P0K1(1)1 P1K1(2)2
P1K2(2)1 P0K2(1)2 P0K2(1)1 P1K2(1)1 P1K2(1)3 P0K2(3)2 P1K2(3)1 P0K2(1)1 P1K2(3)2
P1K3(1)1 P0K3(2)2 P0K3(2)1 P1K3(2)1 P1K3(2)3 P0K3(1)2 P1K3(3)1 P0K3(3)1 P1K3(3)2

Keterangan
1. Pemberian Pupuk Hayati
P0 : Tanpa Pemberian Pupuk Hayati
P1 : Pemberian Pupuk Hayati (20 ml)
2. Pemberian Pupuk Organik Cair (POC)
K0 : Tanpa Pemberian POC
K1 : 10 ml/l
K2 : 15 ml/l
K3 : 20 ml/l
1,2,3 : Kombinasi Perlakuan
1,2,3 : Ulangan
Setiap perlakuan terdiri dari 3 polybag
Lampiran 2. Jadwal Kegiatan Penelitian
November Desember Januari Februari Maret
Kegiatan Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan Media
Tanam
Penanaman bibit
Pemberian NPK
Pemberian POC
Pemberian pupuk
Hayati
Pemeliharaan tanaman meliputi:
Penyiraman
Penyiangan gulma
Pengendalian OPT
Variabel pengamatan meliputi:
Tinggi tanaman
(cm)
Jumlah daun (helai)
Tingkat kehijauan
daun (%)
Diameter batang
(mm)

Anda mungkin juga menyukai