Main nursery kelapa sawit memerlukan bibit yang banyak untuk kebutuhan bibit pada
penambahan luas tanam (ekstenfikasi) maupun penanaman kembali (replanting) bagi kelapa
sawit yang tidak produktif lagi (Kiswantp et al., 2008). Maka dari itu, diperlukan bibit kelapa
sawit yang baik dan memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta
berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan saat pelaksanaan transplanting
(Astuti, 2014). Menurut Winarna dan Sutarta (2009) masalah yang sering dihadapi pada saat
pembibitan kelapa sawit adalah kurang tersedianya tanah top soil untuk dijadikan media tanam
pembibitan, sehingga banyak menggunakan tanah subsoil ultisol yang banyak tersedia.
Tipe tanah yang tersebar luas didaratan Indonesia adalah Ultisol. Tanah Ultisol merupakan
tanah yang hadapi pelapukan tingkatan lanjut. Tanah Ultisol ialah salah satu tanah yang kurang
produktif dan dimanfaatkan di dalam bidang pertanian maupun perkebunan serta dicirikan
seperti akumulasin tanah liat di bagian horizon dasar permukaan mengurangi energi serap air
dan tingkatkan aliran permukaan serta erosi tanah, permeabilitas, bahan organik dan tingkatan
kebasaan rendah (Andalusia et al., 2016). Ultisol berpotensi dimanfaatkan sebagai medium
pembibitan apabila ditinjau dari segi luas.. Kendala dalam pemanfaatan Ultisol sebagai lahan
pertanian adalah tingkat kesuburannya yang tergolong rendah. Untuk mengatasi kendala
tersebut dapat diterapkan teknologi pengapuran dan pemberian bahan organik (Sujana dan I
Nyoman, 2015). Untuk meningkatkan produktifitas tanah Ultisol dalam perbaikan sifat-sifat
tanah seperti sifat fisik, biologi dan kimia tanah memerlukan suatu pengelolaan tanah yang tepat
dan efesien. Adapun pupuk yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, biologi, dan
kimia tanah yaitu pupuk hayati (Rizal, 2010).
Pupuk hayati adalah mikroba yang diberikan ke dalam tanah untuk meningkatkan
pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara (Mangoensoekarjo, 2007).
Penggunaan pupuk hayati dapat memberi keuntungan pada tanaman inang karena memperoleh
tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikroba mendapatkan bahan organik untuk
aktivitas dan pertumbuhannya (Suradikarta et al., 2006). Hasil penelitian Kiswanto (2008)
selama satu tahun tanaman kelapa sawit menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati dapat
meningkatkan produksi tanaman 24-33 % dengan konsentrasi 0,5 % setiap dua minggu sekali.
Selain pupuk hayati, pupuk organik cair juga mampu meningkatkan kesuburan tanah
(Susanto, 2002). Menurut Laginda et al. (2017), menyatakan bahwa pemberian pupuk organik
yang berbentuk cairan atau larutan yang mengandung unsur hara tertentu yang bermanfaat bagi
pertumbuhan tanaman. Penggunaan POC dapat disiramkan atau disemprotkan pada bagian
tanaman. Secara umum pemberian perlakuan pupuk organik cair (POC) pada konsentrasi 6 ml/l
air dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nursery, jika di bandingkan
dengan tanpa pemberian pupuk organik cair (POC) dan perlakuan pemberian pupuk organik
cair dengan konsentrasi 3 ml/l air (Yanto, 2016).
Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian dengan mengkombinasikan pupuk hayati dan
POC agar kebutuhan hara bibit kelapa sawit pada main nursery dapat terpenuhi.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang sering dihadapi adalah rendahnya kemampuan tanah ultisol dalam
menyediakan unsur hara di dalam polybag sebagai media tanam pembibitan. Maka dari itu,
upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan bibit kelapa sawit yang berkualitas adalah
dengan pemberian unsur hara baik dengan pupuk organik cair (POC) maupun pupuk hayati.
Pupuk organik cair merupakan pupuk yang mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara
didalam tanah bagi tanaman dengan pemanfaatan mikroorganisme. Selain pupuk organik cair,
penggunaan pupuk hayati juga dapat memberi keuntungan pada tanaman inang karena
memperoleh tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikroba mendapatkan bahan
organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Dengan pemberian pupuk organic cair (POC) dan
Pupuk hayati, apakah dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan bibit kelapa sawit pada
main nursery di tanah ultisol? Oleh karena itu, diperlukan upaya dengan melakukan pengujian
interaksi antara pemberian pupuk hayati dan pupuk organik cair terhadap pertumbuhan bibit
kelapa sawit di main nursery.
8. Volume Akar
Volume akar dihitung dengan merendam akar kondisi segar ke dalam gelas ukur yang
berisi air, kemudian penambahan volume dihitung sebagai volume akar.
9. Rasio Berat Kering Atas Dan Berat Kering Bawah (Shoot–Root Ratio)
Rasio bagian brangkasan atas dan akar tanaman didapatkan dengan membandingkan berat
kering atas dengan berat kering akar. Dari hasil ini akan didapatkan gambaran mekanisme
pembagian hasil fotosintesis dan unsur hara antara brangkasan atas dan akar. Rasio berat kering
brangkasan atas dan berat kering akar dapat dihitung dengan rumus :
2.5. Pengamatan Data Pendukukung
1. Analisis Tanah Awal
Analisis tanah awal dilakukan pada awal penelitian sebelum pengolahan tanah dengan
mengambil tanah sebanyak 1 kg pada kedalam 20 cm. Kemudian tanah dimasukkan kedalam
ember lalu dicampur rata dan diambil 1 kg tanah yang disebut tanah komposit. Tanah komposit
dibawa ke laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu untuk dianalisis
C-Organik (Walkley-Black), pH (H2O meter 1:2,5 BV-1), kadar N total (Kjeldahl), P tersedia
(Bray-1), dan K-dd (diektraksi NH4 OAc 1 N pH 7,0 diukur dengan spektrofotometer.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2019. Statistik Perkebunan Indonesia Tahun 2019.
Https://www.bps.go.id/ diakses tanggal 8 September 2021.
Dahlan dan A.Z. Prayogi, 2008. Pengaruh jarak tanam berganda terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman kelapa sawit. Jurnal Agrisistem. 4(2):25-38.
Davies, P.J. 1990. Plant hormones and their role in plant growth and development. Kluer
Academik:London.
Gomez, K.A. end A.A. Gomez. 1984. Statistical procedures for agricultural research. Penerbit
John Wiley, Sons. Inc. Laguna. Diterjemahkan oleh E. Syamsuddin, & J. S. Baharsjah.
1995. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Indrawan, I., A. Kusumastuti dan B. Utoyo. 2015. Pengaruh pemberian kompos kiambang dan
pupuk majemuk pada pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.). Jurnal AIP,
3(1):47-58.
Lagida, Y. S., Darmawa, M., dan Syakh, I. T. (2017). Aplikasi pupuk organik cair berbahan
dasar batang pisang terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tomat. Jurnal
Galung Tropika. 6(2):81-092.
Khaswarina, S. 2001. Keragaman bibit kelapa sawit terhadap pemberian berbagai kombinasi
pupuk di pembibitan utama. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Nurseha, Sagala, Danner, dan D. Antonius. 2014. Penggunaan macam pupuk dan bentuk
aplikasinya terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pembibitan utama. Jurnal
Agroqua. 12(1): 1-7.
Rizal, M. 2010. Respon pupuk hayati agri simba terhadap pertumbuhan bibit sawit (Elaeis
guineensis) di main nursery. Jurnal Ilmiah Pertanian. 7(2): 42-49.
Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah pertanian di indonesia. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. Hal. 21−66.
Sujana, I.P., dan L.S.P. Nyoman. 2015. Pengolahan lahan ultisol dengan pemberian
pembenahan organik biochar menuju pertanian berkelanjutan. Fakultas Pertanian.
Universitas Mahasaraswati Denpasar. Denpasar.
Suradikarta, D., dan R.D.M. Simanungkalit. 2006. Pupuk organik dan pupuk hayati. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Jawa Barat.
Susanto, Rachman. 2002. Pertanian organik, menuju pertanian alternatif dan berkelanjutan.
Kanisius. Yogyakarya.
Winarna dan E.S. Sutarta. 2009. Upaya peningkatan efisiensi pemupukan pada tanaman
kelapa sawit. Prosiding. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 2009. 28-30 Mei 2009.
Jakarta. Hal. 177-192.
Wudianto, R. 2004. Membuat stek, cangkok dan okulasi. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Yanto, Kardi. 2016. Pemberian pupuk organik cair terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit
(Elaeis guineensis Jacq) pada pembibitan utama. Jom faperta. 3(2): 1-1.
LAMPIRAN
Keterangan
1. Pemberian Pupuk Hayati
P0 : Tanpa Pemberian Pupuk Hayati
P1 : Pemberian Pupuk Hayati (20 ml)
2. Pemberian Pupuk Organik Cair (POC)
K0 : Tanpa Pemberian POC
K1 : 10 ml/l
K2 : 15 ml/l
K3 : 20 ml/l
1,2,3 : Kombinasi Perlakuan
1,2,3 : Ulangan
Setiap perlakuan terdiri dari 3 polybag
Lampiran 2. Jadwal Kegiatan Penelitian
November Desember Januari Februari Maret
Kegiatan Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan Media
Tanam
Penanaman bibit
Pemberian NPK
Pemberian POC
Pemberian pupuk
Hayati
Pemeliharaan tanaman meliputi:
Penyiraman
Penyiangan gulma
Pengendalian OPT
Variabel pengamatan meliputi:
Tinggi tanaman
(cm)
Jumlah daun (helai)
Tingkat kehijauan
daun (%)
Diameter batang
(mm)