Anda di halaman 1dari 3

Titik Nol

Oleh : Bagus Nawwaro Abdanana


Mengingat kembali kenangan yang terukir di tahun 2021, masih tersimpan rapi dalam
memori perjalananku yang bersampul harapan dan mimpi yang sangat tinggi hingga
menggiringku ke tempat yang penuh arti. Tempat yang mengajarkanku bagaimana menjadi
sosok manusia yang lebih mencintai ukhrawi tanpa mengabaikan duniawi. Tempat dimana
aku hanya berlaku sebagai secawan gelas yang tak berisi. Tempat dimana aku berangsur-
angsur membuka mata hatiku setelah sekian lama tertidur dalam ketidaktahuan akan
keindahan cinta Ilahi. Hingga menjadi tempatku menemukan sebuah jalan yang menuntun
dan mengubahku menjadi manusia yang lebih dekat dengan hal-hal yang meyejukkan hati,
dengan lantunan bacaan ayat suci disetiap pagi, kala sang surya mulai membuka mata dan
menyinari seluruh alam semesta ini.

Saat itu matahari sedang menyungsuri langit pagi. Aku terbangun dengan muka kusut dan
kamar serba berantakan. Udara pagi terasa sejuk ketika perlahan kubuka tirai yang menutupi
jendela kamarku. Hari itu menunjukkan pukul 06.00 WIB. Langkah demi langkah akupun
mengumpulkan niat untuk bergegas pergi ke kampus. Nampak barisan panjang bergiliran
menaiki lift, demi apa ? ya, agar tidak terlambat untuk sampai dikelas madin masing-masing.
Seperti biasanya, suasana kampus dakwah dan peradaban ini selalu ramai setiap jam 7 pagi.
Bukan sedang berdemo ataupun konvoi, tapi sedang mengantri masuk, parkir, kemudian
bersiap untuk madin. Pak satpam dan bu satpam yang galaknya bukan main menambah
suasana syahdu nan riwuh setiap pagi hari senin sampai kamis yang sungguh manis.

Lantunan kitab selalu terdengar indah mengelilingi tiap sudut gedungnya. Seakan gedung
terlihat hidup dengan bermacam keindahan lalaran nadzom dan ayat suci al qur'an sembari
tiupan angin pagi dan rentetan pepohonan asri serta bunga-bunga yang indah nan menarik
hati si pejalan kaki. Lirik demi lirik bait demi bait mereka bersua seraya mengandung
semangat dalam diri mereka, semangat dalam menggapai ilmu agamanya. Mulai dari
tingkatan rendah sampai yang tinggi. Tak ada paksaan dalam memilih tingkatan, mereka
berhak memilih sendiri. Seperti itulah proses di awal supaya mereka belajar dengan senang,
tergugah semangatnya, dan sesuai dengan kemampuannya.

Madin atau madrasah diniyah, adalah pengisi separuh waktu pagiku. Kegiatan mengaji
sebuah ilmu agama dari ulama-ulama salaf dengan metode tertentu dengan system
pembelajaran pesantren. Dimana terdapat seorang santri dan ustadzah, keduanya saling basuh
membasuh berkah dari para mushonnif/ pengarang kitab. Pada umumnya madrasah diniyah
adalah system pembelajaran yang bernaung pada pondok pesantren dimana dalam pondok
pesantren lebih dikenal dengan “ngaos kitab kuning”, namun ternyata tidak menafikan juga
bahwa zona selain pesantren juga menerapkan program ini, termasuk kampus yang aku tempa
sekarang.

Pembelajaran madin dikampusku tidak jauh berbeda dengan system pembelajaran pondok
umumnya, termasuk pembelajaran dan pengasahan ilmu yang notabenenya adalah diniyyah
(keagamaan) seperti nahwu shorof, fiqih, tasawuf, dan adab. Kita pasti mengetahui bahwa
tidak semua mahasiswa yang terkena kewajiban madin ini berpengalaman dalam ilmu-ilmu
berbasis diniyyah bahkan juga ada yang notabenenya masih belum mengenal dalam (awam).
Maka dengan hal ini akan menjadikan suatu moment yang bisa saja menjadi monster atau
bahkan menjadi momok bagi mereka yang menganggap esensi madin in-kampus suatu beban
berat atau bahkan sebaliknya akan menjadi ajang emas bagi mereka yang bersungguh-
sungguh memiliki niat besar untuk menerapkannya dengan menjadikannya wasilah untuk
sebagian cita-cita mereka.

Kita lihat sedikit implementasi dari program madin ini yang menunjukkan betapa besar
esensinya, sebagai contoh seperti mahasiswa yang jurusan berbasis keagamaan dimana suatu
saat pasti dalam perkuliahan akan membutuhkan refrensi dari kitab kuning salaf semisal kitab
kuning berupa : tafsir, hadist, ahkam. untuk memperkuat materi dalam pembahasan materi
yang dikaji, lalu apakah harus selalu mengadah tangan mutlak pada terjemahan yang
seharusnya kita harus sudah bisa meminimalisasi terjemah dengan cara mempelajari teori
dalam membaca kitab kuning yaitu dengan jalan yang sudah tersedia lebar yaitu madin in-
kampus.

Usai berteman dengan kitab, jam menunjukkan pukul 08.30.Wallahu a'lam bisshowab yang
ditunggu-tunggu mereka dari beliau. Hembusan nafas kembali terdengar, suara pena kembali
menutup, kitab kembali bersemayam, raut wajah menandakan lelah campur senang sehabis
diam dan tegang. Ramai bahkan padat, mulailah bergerombol mereka saling keluar kelas dan
mencari temannya. Berbaris di depan lift dan tangga yang penuh keramaian itulah yang
dirindukan mereka saat ini.

Tiada di dunia ini yang tetap, semua yang diciptakan dibumi akan selalu bergerak karena
bumi selalu berotasi dan berevolusi. Semuanya sudah ditakdirkan berpasang-pasangan. Ada
siang dan malam, ada panas dan hujan, begitupun ada pertemuan dan perpisahan.

Anda mungkin juga menyukai