*Departemen Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta,
**Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta,
***Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Abstrak: Keluhan yang paling sering dikeluhkan penderita penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) adalah intoleransi latihan. Transcutaneous electrical muscle stimulation (TCEMS)
adalah salah satu tipe Electrical stimulation (ES) untuk menambah kerja otot. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh TCEMS terhadap kekuatan otot Quadriceps femoris
penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) ekserbasi dan pasca eksaserbasi akut serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ini merupakan studi pra- dan pascates tanpa
menggunakan kontrol. Seluruh subjek mendapatkan terapi ES pada kedua sisi otot Quadriceps
femoris selama 30 menit. Terapi diberikan selama 4 minggu. Dilakukan pengukuran kekuatan
otot Quadriceps femoris pra- dan pascaperlakuan. Hasil yang didapatkan adalah kekuatan
otot Quadriceps femoris meningkat secara bermakna pada sisi kanan (154,60±34,77 menjadi
206,36±32,47, p<0,05) dan kiri (141,82±48,87 menjadi 201,78±57,94, p<0,05) setelah diberikan
stimulasi ES selama 4 minggu. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara usia, jenis
kelamin, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap peningkatan kekuatan otot Quadriceps
femoris. Stimulasi ES selama 4 minggu dapat meningkatkan kekuatan otot Quadriceps femoris
penderita PPOK eksaserbasi dan pasca eksaserbasi akut. Faktor usia, jenis kelamin, dan IMT
tidak mempengaruhi peningkatan kekuatan otot.
Kata Kunci: PPOK, kekuatan otot Quadriceps femoris, electrical stimulation.
Abstract: The most common complaint of patient with chronic obstructive pulmonary disease is
exercise intolerance. Transcutaneous electrical muscle stimulation (TCEMS) is a type of Electrical
stimulation (ES) to increase muscle capacity. The purpose of this study is to compare the effect of
TCEMS on quadriceps femoris muscles strength in acute and post acute exacerbation Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) patients. This is a pre and post test study. The ES was
applied for 30 minutes on both sides of quadriceps muscles for 4 weeks. Muscle strength measure-
ment was performed before and after the intervention had been completed. Muscle strength
improved significantly on right side (by 154,60±34,77 to 206,36±32,47, p>0,05) and left side (by
141,82±48,87 to 201,78±57,94, p<0,05) after 4 weeks intervention. There were no significant
correlation between age, sex, Body Mass Index (BMI) and improvement of muscle strength.
Quadriceps muscle strength was improved after 4 weeks stimulation in acute exacerbation and
after exacerbation COPD patients. Age, sex and BMI had no influence in improvement on muscles
strength.
Key Words: COPD, Quadriceps femoris strength, electrical stimulation
(ES) selama empat minggu menurut protokol penelitian yang pada otot Quadriceps femoris kanan dan kiri.
telah ditetapkan. Terapi dilakukan pertama kali di poliklinik
Rehabilitasi Medik RSU Persahabatan, dan pada hari-hari Hubungan Antara Usia, Jenis Kelamin dan IMT terhadap
berikutnya peneliti melakukan terapi di rumah. Bagi subjek Penambahan Peningkatan Kekuatan Otot Pasca Perlakuan
yang dirawat, pada awalnya terapi dilakukan di ruang Untuk mengetahui hubungan antara faktor usia, jenis
perawatan. Saat subjek kembali ke rumah, peneliti melakukan kelamin dan Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap
terapi lanjutan di rumah. Rata-rata, terapi dimulai dengan peningkatan kekuatan otot Quadriceps femoris pra dan pasca
intensitas 10 mA dan dinaikkan sebesar 5-10 mA setiap perlakuan, dilakukan uji statistik sebagai berikut:
minggu, tergantung kenyamanan subyek. a. Untuk data bersifat numerik, yaitu usia dan IMT, dilakukan
Selama masa penelitian, dua orang subjek mendapat uji korelasi dan didapatkan hubungan yang tidak
serangan eksaserbasi berulang, satu orang kembali dirawat bermakna seperti yang dapat dilihat pada tabel 3
di RSUPN Cipto Mangunkusumo, namun hal tersebut tidak
mengganggu subjek untuk tetap mengikuti penelitian. Tabel 3. Hubungan antara Usia dan IMT terhadap Peningkatan
Seluruh subjek berhasil mengikuti penelitian sampai selesai, Kekuatan Otot
dan tidak ditemukan adanya keluhan terhadap efek samping
terapi. Selain itu, tiga orang pasien menjalankan ibadah puasa Faktor yang berpengaruh R p
saat dilakukan penilaian kekuatan otot pasca terapi ES. Usia -0,49 0,31*
IMT 0,5 0,29*
Karakteristik Umum Subjek Penelitian
*p>0,05
Tabel 1. Karakteristik Umum Subjek
b. Untuk faktor jenis kelamin, karena data bersifat kategorik,
Karakteristik Subjek (n=10)
Usia 63,10 ± 10,99* tahun dilakukan uji Fisher setelah peningkatan kekuatan otot
BB 48,05 ± 12,80* kg terlebih dahulu dikelompokkan menjadi dua kelompok,
TB 1,60 ± 0,06* m yaitu peningkatan kekuatan otot di atas rerata dan di
IMT 18,76 ± 4,45* kg/m2 bawah rerata. Dari perbandingan dua kelompok tersebut
Jenis Kelamin
Laki-laki 8 (80%) didapatkan jenis kelamin tidak berhubungan dengan
Perempuan 2 (20%) peningkatan kekuatan otot (tabel 4)
kota lain di Indonesia. Talesu (2005),15 Jakarta, pada pene- dengan menggunakan ventilator atau yang mengalami atrofi
litiannya mendapatkan jumlah laki-laki yang menderita PPOK otot luas.
sebesar 78,57%, sementara Waspodo (2003),17 Bandung,
mendapatkan jumlah laki-laki yang menderita PPOK sebesar Hubungan antara Usia, Jenis Kelamin dan IMT terhadap
96%. Penambahan Peningkatan Kekuatan Otot Pascaperlakuan
Dari penilaian Indeks Massa Tubuh (IMT) didapatkan Usia, jenis kelamin dan IMT adalah beberapa faktor yang
rerata 18,76 yang berdasarkan kriteria Asia Pasifik masih diketahui berpengaruh terhadap kekuatan otot. Kekuatan otot
dikategorikan sebagai nilai normal. Hasil tersebut tidak jauh akan menurun dengan bertambahnya usia, sementara
berbeda dengan Neder et al (2002)13 dan Simone et al (2006),16 perempuan memilki serabut otot yang lebih kecil dibandingkan
dan lebih kecil dari yang didapatkan oleh Vivodtzev et al dengan laki-laki sehingga secara umum kekuatan otot
(2006).15 Sementara Talesu15 mendapatkan nilai rerata IMT perempuan lebih lemah dibandingkan laki-laki. IMT adalah
subjek penelitiannya sebesar 21,2. Dari suatu studi di- suatu skala untuk menilai keadaan status gizi seseorang.
dapatkan bahwa insiden malnutrisi pada pasien PPOK Seseorang yang memiliki status gizi baik akan memiliki
sedang-berat adalah sebesar 24-35%.18 Gray-Donald dkk kekuatan otot yang lebih kuat dibandingkan dengan gizi
(1996)19 menyatakan bahwa IMT memiliki hubungan dengan kurang atau buruk.
risiko kematian bagi pasien PPOK berat. Pada penelitian ini dilakukan uji korelasi antara ketiga
faktor tersebut dengan penambahan kekuatan otot Quadri-
Kekuatan Otot Quadriceps femoris Pra- dan Pasca- ceps femoris. Didapatkan usia memiliki nilai korelasi negatif
perlakuan sedang terhadap peningkatan kekuatan otot (r=-0,49), yang
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran kekuatan otot berarti semakin bertambahnya usia maka didapatkan
Quadriceps femoris kanan dan kiri pra dan pasca perlakuan kecenderungan penambahan kekuatan otot, namun secara
dengan menggunakan alat hand held dynamometer, yaitu statistik korelasi tersebut tidak bermakna (p=0,31).
suatu alat sederhana yang telah terbukti dapat mengukur Sedangkan untuk faktor IMT didapatkan nilai korelasi
kekuatan kelompok otot secara objektif.14 Didapatkan nilai sedang terhadap besarnya perubahan peningkatan kekuatan
kekuatan otot Quadriceps femoris kanan dan kiri pra otot (r=0,5), yang berarti dengan bertambahnya nilai IMT
perlakuan sebesar 154,60±34,77 dan 141,82±48,87, sementara didapatkan kecenderungan peningkatan penambahan
untuk nilai kekuatan otot Quadriceps femoris kanan dan kiri kekuatan otot, namun juga secara statistik korelasi tersebut
pasca perlakuan sebesar 206,36±32,47 dan 201,78±57,94 tidak bermakna (p=0,29). Hal itu berarti bahwa faktor usia
seperti yang dapat dilihat pada tabel 2. dan IMT tidak mempunyai hubungan terhadap peningkatan
Dari Tabel 2 kita dapat melihat peningkatan kekuatan kekuatan otot pasca perlakuan. Faktor jenis kelamin sama
otot pasca perlakuan sebesar 40%, yang dengan uji Wilcoxon sekali tidak memiliki hubungan terhadap besarnya perubahan
mendapatkan hasil yang bermakna (p=0,005). Zanotti et al. kekuatan otot pasca perlakuan (p=0,44). Selain itu faktor
(2003)14 mendapatkan peningkatan kekuatan otot Quadri- berpuasa selama pemberian terapi ES juga tidak mempunyai
ceps femoris yang bermakna pada pasien PPOK yang dirawat hubungan terhadap peningkatan kekuatan otot pasca
menggunakan ventilator pasca ES dan latihan lingkup gerak perlakuan.
sendi (LGS) aktif selama 28 hari dibandingkan dengan Ada beberapa hal yang menjadi keterbatasan pada
kelompok yang hanya mendapat latihan LGS aktif saja. penelitian ini, yaitu power penelitian sebesar 80% yang
Vivodtzev et al. (2006)15 melakukan penelitian ES terhadap didasarkan pada sumber daya yang dimiliki oleh peneliti.
pasien PPOK dengan dekondisi berat dan keadaan gizi yang Selain itu, penelitian ini menggunakan desain pra- dan
kurang. Didapatkan peningkatan kekuatan otot Quadriceps pascates yang tidak ada kelompok kontrol sebagai
femoris yang bermakna dibandingkan dengan kontrol setelah pembanding dan memungkinkan timbulnya faktor perancu.
terapi ES selama 4 minggu. Beberapa penelitian lainnya, Pada penelitian ini juga tidak dilakukannya penilaian
Bourjeily et al. (2002) dan Neder et al. (2002),12,13 mendapatkan hubungan peningkatan kekuatan otot kuadriceps femoris
hasil yang sama setelah melakukan terapi ES yang lebih lama dengan kapasitas fungsional.
yaitu selama 6 minggu.
Penggunaan modalitas ES sebagai suatu terapi untuk Kesimpulan dan Saran
mempertahankan kekuatan otot pada pasien dengan riwayat Terapi electrical stimulation dapat meningkatkan
imobilisasi, seperti pada penderita tumor ganas, telah sering kekuatan otot Quadriceps femoris pasien PPOK eksaserbasi
dilakukan, dan pada beberapa tahun terakhir ini banyak akut dan pasca eksaserbasi akut. Faktor usia, IMT dan jenis
penelitian yang dilakukan pada pasien PPOK berat. Dalam kelamin tidak mempengaruhi besarnya perubahan
rekomendasi American Thoracic Society/European Respi- peningkatan otot Quadriceps femoris pasien PPOK
ratory Society (ATS/ERS)20 terhadap rehabilitasi pada bidang eksaserbasi akut dan pasca eksaserbasi akut.
pulmonologi, ES dimasukkan sebagai salah satu terapi Disarankan untuk perlunya dilakukan penelitian lebih
tambahan bagi pasien PPOK berat yang mendapat perawatan lanjut dengan desain yang lebih baik (randomized control
trial) untuk menilai efek ES terhadap peningkatan kekuatan obstructive pulmonary disease (COPD). Thorax. 2002;57:333-
otot Quadriceps femoris pasien PPOK dan penilaian kapasitas 7.
11. Zanotti E, Felicetti G, Maini M, Fracchia C. Peripheral muscle
fungsional terhadap peningkatan kekuatan otot Quadriceps strength training in bed-bound patients with COPD receiving
femoris pasca terapi ES. mechanical ventilation: effect of electrical stimulation. Chest
2003;124:292-6.
Daftar Pustaka 12. Vivodtzev I, Pepin JL, Vottero G, Mayer V, Porsin B, Levy P, et
al. Improvement in quadriceps strength and dyspnea in daily
1. Ries AL, Bauldoff GS, Carlin BW, Casaburi R, Emery CF, Mahler tasks after 1 month of electrical stimulation in severely decondi-
DA, et al. Pulmonary rehabilitation: joint ACCP/AACVPR evi- tioned and malnourished COPD. Chest. 2006;129:1540-8.
dence-based clinical practice guidelines. Chest. 2007;131:4S-42S. 13. Simone DC, Lara N, Carla M, Ana CG, Albuquerque A, Nogueira
2. Mannino DM, Gagnon RC, Petty TL, Lydick E. Obstructive lung C, et al. Skeletal muscle structure and function in response to
disease and low lung function in adults in the United States: data electrical stimulation in moderately impaired COPD patients.
from the National Health and Nutrition Examination Survey, Respi Med. 2007;101:1236-43.
1988-1994. Arch Intern Med. 2000; 160:1683-1689 14. Bohannon RW. Muscle strength testing with handheld dynamom-
3. Petty TL. Scope of the COPD problem in North America: early eter. In: Muscle Strength Testing. Instrumented and non Instru-
studies of prevalence and NHANES III data; basis for early iden- mented Systems. New York; Churchill Livingstone: 1990.hal.89-
tification and intervention. Chest. 2000;117:326S-31S 122.
4. American Thoracic Society/European Respiratory Society. Skel- 15. Talesu J. Pengaruh latihan “Hairmyres” terhadap jarak uji jalan
etal muscle dysfunction in chronic obstructive pulmonary dis- enam menit dan nilai ST. George’s Respiratory Questionnaire
ease. Am J Respir Crit Care Med.1999;159:S1-S40. pada penderita penyakit paru obstruksi kronik [tesis]. Jakarta:
5. Didier S, Francois M. Role of peripheral muscle function in reha- Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.
bilitation. In: Claudio FD, ed. Pulmonary Rehabilitation. Hodder 16. Gunawan K. Hubungan status kualitas hidup penderita PPOK
Arnold 2005;80-90. menggunakan ST George’s Respiratory Questionnaire dengan sta-
6. Nici L, Donner C, Wouters E, Zuwallack R, Ambrosino N, Bourbeau tus fungsional uji jarak jalan enam menit [tesis]. Jakarta: Fakultas
J, et al. American Thoracic Society/European Respiratory Soci- Kedokteran Universitas Indonesia; 2002.
ety Statement on Pulmonary Rehabilitation. Am J Respir Crit 17. Waspodo S. Pengaruh latihan erobik pada penyakit paru obstruksi
Care Med. 2006;173:1390-413 kronik terhadap kualitas hidup dengan menggunakan ST George’s
7. Ambrosino N, Stambi S. New strategies to improve exercise tol- Respiratory Questionnaire. Jakarta: Fakultas Kedokteran Uni-
erance in chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir J. versitas Indonesia; 2003.
2004;24:313-22. 18. Harik-Khan RI, Fleg JL, Wise RA. Body mass index and risk of
8. Troosters T, Casabury R, Gosselink R, Decramer R. Pulmonary COPD. Chest.2002;121:370-6.
rehabilitation in chronic obstructive pulmonary disease. Am J 19. Gray-Donald K, Gibbson L, Shapiro SH, et al. Nutritional status
Respir Crit Care Med. 2005;172:19-38. and mortality in chronic obstructive pulmonary disease. Am J
9. Bourjeily-Habr G, Rochester CL, Palermo F, Snyder P, Mohsenin Respir Crit Care Med.1996;153:961-6.
V. Randomised controlled trial of transcutaneous electrical muscle 20. American Thoracic Society Documents. American Thoracic So-
stimulation of the lower extremities in patients with chronic ciety/European Respiratory Society Statement on Pulmonary
obstructive pulmonary disease. Thorax. 2002;57:1045-9. Rehabilitation. Am J Respir Crit Care Med. 2006;173:1390-413.
10. Neder JA, Sword D, Ward SA, Mackay E, Cochrane LM, Clark
CJ. Home based neuromuscular electrical stimulation as a new
rehabilitative strategy for severely disabled patients with chronic FS