Anda di halaman 1dari 6

Artikel Penelitian

Pengaruh Electrical Stimulation


terhadap Kekuatan Quadriceps Femoris
Penderita PPOK Eksaserbasi dan
Pasca Eksaserbasi Akut

Abner Penalemen Barus,* Nury Nusdwinuringtyas,*


Anita Ratnawati,** Indah Suci Widyahening***

*Departemen Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta,
**Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta,
***Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Abstrak: Keluhan yang paling sering dikeluhkan penderita penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) adalah intoleransi latihan. Transcutaneous electrical muscle stimulation (TCEMS)
adalah salah satu tipe Electrical stimulation (ES) untuk menambah kerja otot. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh TCEMS terhadap kekuatan otot Quadriceps femoris
penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) ekserbasi dan pasca eksaserbasi akut serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ini merupakan studi pra- dan pascates tanpa
menggunakan kontrol. Seluruh subjek mendapatkan terapi ES pada kedua sisi otot Quadriceps
femoris selama 30 menit. Terapi diberikan selama 4 minggu. Dilakukan pengukuran kekuatan
otot Quadriceps femoris pra- dan pascaperlakuan. Hasil yang didapatkan adalah kekuatan
otot Quadriceps femoris meningkat secara bermakna pada sisi kanan (154,60±34,77 menjadi
206,36±32,47, p<0,05) dan kiri (141,82±48,87 menjadi 201,78±57,94, p<0,05) setelah diberikan
stimulasi ES selama 4 minggu. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara usia, jenis
kelamin, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap peningkatan kekuatan otot Quadriceps
femoris. Stimulasi ES selama 4 minggu dapat meningkatkan kekuatan otot Quadriceps femoris
penderita PPOK eksaserbasi dan pasca eksaserbasi akut. Faktor usia, jenis kelamin, dan IMT
tidak mempengaruhi peningkatan kekuatan otot.
Kata Kunci: PPOK, kekuatan otot Quadriceps femoris, electrical stimulation.

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 6, Juni 2010 273


Pengaruh Electrical Stimulation terhadap Kekuatan Quadriceps Femoris Penderita PPOK Eksaserbasi

The Effect of Electrical Stimulation (ES) on Strength of


Quadriceps Femoris Muscles in Acute Exacerbation and
Post Acute Exacerbation COPD Patients

Abner Penalemen Barus,* Nury Nusdwinuringtyas,*


Anita Ratnawati,** Indah Suci Widyahening***

*Department of Physical Medical and Rehabilitation, Faculty of Medicine,


University of Indonesia/Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta,
**Persahabatan Hospital, Jakarta,
***Department of Community Health, Faculty of Medicine, University of Indonesia/
Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta

Abstract: The most common complaint of patient with chronic obstructive pulmonary disease is
exercise intolerance. Transcutaneous electrical muscle stimulation (TCEMS) is a type of Electrical
stimulation (ES) to increase muscle capacity. The purpose of this study is to compare the effect of
TCEMS on quadriceps femoris muscles strength in acute and post acute exacerbation Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) patients. This is a pre and post test study. The ES was
applied for 30 minutes on both sides of quadriceps muscles for 4 weeks. Muscle strength measure-
ment was performed before and after the intervention had been completed. Muscle strength
improved significantly on right side (by 154,60±34,77 to 206,36±32,47, p>0,05) and left side (by
141,82±48,87 to 201,78±57,94, p<0,05) after 4 weeks intervention. There were no significant
correlation between age, sex, Body Mass Index (BMI) and improvement of muscle strength.
Quadriceps muscle strength was improved after 4 weeks stimulation in acute exacerbation and
after exacerbation COPD patients. Age, sex and BMI had no influence in improvement on muscles
strength.
Key Words: COPD, Quadriceps femoris strength, electrical stimulation

Pendahuluan otot skeletal, dan kelainan pada otot pernapasan. Kecemasan


Angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit Paru dan kurangnya motivasi juga berhubungan dengan
Obstruktif Kronik (PPOK) semakin meningkat. Di Amerika intoleransi latihan. Meskipun secara umum kecemasan dan
Serikat, PPOK menduduki peringkat ke-4 sebagai penyebab kurangnya motivasi mempunyai dampak terhadap intoleransi,
kematian. Angka kematian akibat PPOK berkisar 119 kematian namun hubungan langsung keadaan emosi dengan
per 2000 penduduk. Pada laki-laki usia 55-74 tahun PPOK intoleransi latihan masih menjadi perdebatan. Penelitian lebih
merupakan penyebab kematian ke-3, sementara pada lanjut diperlukan untuk menilai hal tersebut.6,7 Beberapa faktor
perempuan dengan kelompok usia yang sama merupakan lain yang dapat menyebabkan disfungsi otot skeletal pada
penyebab kematian ke-4. Antara tahun 1980 dan 2000, penderita PPOK adalah ketidakseimbangan nutrisi,
didapatkan angka kematian akibat PPOK meningkat 282% penggunaan kortikosteroid sistemik, hipoksemia, inflamasi
pada perempuan, sementara pada laki-laki 13%.1-3 Penderita sistemik dengan peningkatan faktor proinflamasi sitokin,
sering datang ke pusat kesehatan jika telah mengalami gangguan elektrolit, hormon anabolik yang rendah, dan stres
kerusakan fungsi paru yang berat. Keluhan yang paling oksidatif.5,8
sering dikeluhkan adalah intoleransi latihan. Penderita sering Latihan fisik adalah modalitas yang penting dalam
merasa depresi, terisolasi karena selalu berusaha untuk pengobatan pasien PPOK. Latihan fisik dapat memperbaiki
menghindari sesak saat melakukan akitivitas sehari-hari.4-6 daya tahan fisik, kapasitas aerobik, dan kapasitas oksidatif
Faktor-faktor yang berperan dalam intoleransi latihan pada otot skeletal. Akan tetapi, pada beberapa penderita PPOK
penderita PPOK adalah gangguan mekanik pernapasan, berat mungkin mendapat kesulitan dalam melaksanakan
gangguan pertukaran gas, kelainan jantung, disfungsi sistem latihan fisik (khususnya latihan dengan intensitas tinggi)

274 Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 6, Juni 2010


Pengaruh Electrical Stimulation terhadap Kekuatan Quadriceps Femoris Penderita PPOK Eksaserbasi

akibat gangguan sistem kardiovaskular. keterbatasan dalam ditentukan.


latihan fisik sering menyebabkan perburukan secara Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini
perlahan-lahan terhadap kapasitas latihan dan kekuatan adalah formulir penelitian, timbangan berat badan merek
otot. 9 Transcutaneous electrical muscle stimulation Soehnle, alat ukur tinggi badan, alat NMES merek Medical
(TCEMS) adalah salah satu metode untuk menambah kerja Device® dan hand held dynamometer merek Mecmesin®.
otot. Teknik tersebut dapat meningkatkan rasio pembuluh Kriteria penerimaan untuk sampel penelitian adalah
kapiler/serabut, massa otot serta jumlah serabut tipe I dan II pasien PPOK eksaserbasi dan pasca eksaserbasi yang dirawat
pada manusia. TCEMS juga memperbaiki potensial oksidatif a inap, laki-laki maupun perempuan, usia 50-80 tahun, riwayat
otot. Penelitian klinis pada manusia juga menunjukkan bahwa disabilitas; kemampuan berjalan atau aktivitas yang terbatas,
electrical stimulation memperbaiki kekuatan dan kerja otot sesuai dengan klasifikasi kapasitas fungsional kelas D dan E
pada pasien dengan cedera ligamen utama, pada orang yang dan bersedia mengikuti program penelitian secara sukarela
imobilisasi setelah pembedahan, merangsang pertumbuhan dengan mengisi formulir persetujuan. Sedangkan kriteria
otot pada pasien paraplegia, dan memperbaiki kerja otot yang Penolakan adalah gangguan neuromuskular berupa
iskemik pada pasien dengan penyakit gangguan pembuluh gangguan saraf pusat, tepi atau otot, gangguan sistem
darah perifer.9 kardiovaskular, hepar, dan ginjal serta gangguan intelektual
Beberapa penelitian klinis tentang efek electrical stimu- berupa gangguan memori atau kognitif yang membuat subjek
lation (ES) dalam mempertahankan massa dan kekuatan b otot penelitian sulit/tidak dapat memahami atau mengingat edukasi
skeletal penderita PPOK berat, telah menunjukkan hasil yang maupun penjelasan yang diberikan oleh peneliti.
menjanjikan.9-13 Di Indonesia penelitian terhadap terapi ES Pada subjek dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis
pada penderita PPOK belum pernah dilakukan, sehingga untuk mendapatkan data awal berupa berat badan dan tinggi
dibutuhkan data apakah terapi ES memberikan hasil yang badan. Kemudian kekuatan otot Quadriceps femoris kiri dan
sama dengan penelitian sebelumnya. kanan diukur dengan menggunakan hand held dynamom-
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui eter. Kemudian pada akhir minggu keempat dilakukan evaluasi
manfaat terapi electrical stimulation bagi penderita PPOK kembali terhadap kekuatan otot Quadriceps femoris kanan
dan faktor-faktor lain yang berpengaruh. dan kiri.
Data yang diperoleh dicatat untuk kemudian diolah dan
Metode dilakukan analisis untuk melihat ada tidaknya interaksi atau
Penelitian ini menggunakan desain studi kuasi faktor perancu dari masing-masing variabel bebas. Hubungan
eksperimen (pre- dan posttest). Penelitian dilakukan di atau perbedaan dianggap bermakna bila menunjukkan nilai p
Departemen Rehabilitasi Medik FKUI RSUPN Cipto < 0,05. Variabel tergantung adalah kekuatan otot Quadri-
Mangunkusumo, Ruang Rawat IPD RSUPN Cipto ceps femoris dalam skala nominal, sedangkan variabel bebas
Mangunkusumo, Poliklinik Rehabilitasi Medik RSU yang diikutkan pada analisis multivariat adalah seluruh
Persahabatan dan Ruang Rawat Pulmonologi RSU variabel yang mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariat.
Persahabatan, Jakarta. Populasi terjangkau pada penelitian Analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer
ini adalah penderita PPOK yang berobat ke poliklinik melalui bantuan piranti lunak program Statistical Package
pulmonologi, rehabilitasi medik, atau dirawat di ruang rawat for Social Sciences (SPSS) versi 15.0.
inap IPD RSUPN Cipto Mangukusumo dan pulmonologi RSU
Persahabatan. Sampel adalah subjek dari populasi terjangkau Hasil
yang memenuhi kriteria penerimaan dan tidak termasuk dalam Pengumpulan data dimulai sejak 1 Juli 2008 dan berakhir
kriteria penolakan. pada 29 September 2008. Seluruh pasien PPOK eksaserbasi
Besar sampel dihitung dengan rumus di bawah inni. akut yang datang ke Poliklinik Rehabilitasi RSU Persahabatan
Batas kemaknaan (a) yang dipergunakan adalah 0,05 dan dan RSUPN Cipto Mangunkusumo menjadi populasi
power (b) 80%. Efek size (m1-m0) berupa penambahan terjangkau namun hanya 10 orang yang memenuhi kriteria
kekuatan otot yang diinginkan tercapai setelah intervensi penelitian. Jumlah tersebut lebih kecil dari yang direncanakan
pada penelitian ini adalah 2 Newton. Dengan simpangan baku sebelumnya yaitu sebanyak 12 orang, namun masih me-
sebesar 2,2 Newton, maka besar sampel: menuhi jumlah minimum sampel. Hal itu disebabkan karena
N = [ ( (Za - Zb) X s ) / m1-m0 ]2 sulitnya peneliti menemukan subjek yang sesuai dengan
n = 9,5 » 10 orang kriteria penelitian.
Drop out 20% = 2 orang Dari 10 subjek, lima orang adalah pasien yang dirujuk ke
Rekrutmen = 12 orang poliklinik Rehabilitasi Medik RSU Persahabatan, dua orang
adalah pasien yang dirawat di ruang rawat Pulmonologi RSU
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive selama Persahabatan, dan tiga orang adalah pasien yang dirawat di
masa penelitian, hingga jumlah sampel minimal terpenuhi ruang rawat Penyakit Dalam RSUPN Cipto Mangunkusumo.
sesuai kriteria penerimaan dan penolakan yang telah Seluruh subjek mendapat terapi electrical stimulation

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 6, Juni 2010 275


Pengaruh Electrical Stimulation terhadap Kekuatan Quadriceps Femoris Penderita PPOK Eksaserbasi

(ES) selama empat minggu menurut protokol penelitian yang pada otot Quadriceps femoris kanan dan kiri.
telah ditetapkan. Terapi dilakukan pertama kali di poliklinik
Rehabilitasi Medik RSU Persahabatan, dan pada hari-hari Hubungan Antara Usia, Jenis Kelamin dan IMT terhadap
berikutnya peneliti melakukan terapi di rumah. Bagi subjek Penambahan Peningkatan Kekuatan Otot Pasca Perlakuan
yang dirawat, pada awalnya terapi dilakukan di ruang Untuk mengetahui hubungan antara faktor usia, jenis
perawatan. Saat subjek kembali ke rumah, peneliti melakukan kelamin dan Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap
terapi lanjutan di rumah. Rata-rata, terapi dimulai dengan peningkatan kekuatan otot Quadriceps femoris pra dan pasca
intensitas 10 mA dan dinaikkan sebesar 5-10 mA setiap perlakuan, dilakukan uji statistik sebagai berikut:
minggu, tergantung kenyamanan subyek. a. Untuk data bersifat numerik, yaitu usia dan IMT, dilakukan
Selama masa penelitian, dua orang subjek mendapat uji korelasi dan didapatkan hubungan yang tidak
serangan eksaserbasi berulang, satu orang kembali dirawat bermakna seperti yang dapat dilihat pada tabel 3
di RSUPN Cipto Mangunkusumo, namun hal tersebut tidak
mengganggu subjek untuk tetap mengikuti penelitian. Tabel 3. Hubungan antara Usia dan IMT terhadap Peningkatan
Seluruh subjek berhasil mengikuti penelitian sampai selesai, Kekuatan Otot
dan tidak ditemukan adanya keluhan terhadap efek samping
terapi. Selain itu, tiga orang pasien menjalankan ibadah puasa Faktor yang berpengaruh R p
saat dilakukan penilaian kekuatan otot pasca terapi ES. Usia -0,49 0,31*
IMT 0,5 0,29*
Karakteristik Umum Subjek Penelitian
*p>0,05
Tabel 1. Karakteristik Umum Subjek
b. Untuk faktor jenis kelamin, karena data bersifat kategorik,
Karakteristik Subjek (n=10)
Usia 63,10 ± 10,99* tahun dilakukan uji Fisher setelah peningkatan kekuatan otot
BB 48,05 ± 12,80* kg terlebih dahulu dikelompokkan menjadi dua kelompok,
TB 1,60 ± 0,06* m yaitu peningkatan kekuatan otot di atas rerata dan di
IMT 18,76 ± 4,45* kg/m2 bawah rerata. Dari perbandingan dua kelompok tersebut
Jenis Kelamin
Laki-laki 8 (80%) didapatkan jenis kelamin tidak berhubungan dengan
Perempuan 2 (20%) peningkatan kekuatan otot (tabel 4)

*Data ditampilkan dalam bentuk Rerata ± Simpang Baku (SB)


Tabel 4. Hubungan Antara Jenis Kelamin Terhadap Peningka-
tan Kekuatan Otot
Kekuatan Otot Quadriceps femoris Pra dan Pasca
Peningkatan Kekuatan Otot
Perlakuan
Jenis Kelamin Quadriceps femoris p
Pengukuran kekuatan otot Quadriceps femoris kanan Di atas Di bawah
dan kiri dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum terapi Rerata Rerata
NMES dan sesudah mendapat terapi selama 4 minggu. Rerata Laki-laki 5 3 0,44*
kekuatan otot Quadriceps femoris kanan dan kiri, sebelum Perempuan 0 2
dan sesudah dilakukan terapi ES, dapat dilihat pada tabel 2.
Jumlah 5 5
Tabel 2. Rerata Kekuatan Otot Quadriceps femoris Kanan dan *p>0,05
Kiri Pra dan Pasca Perlakuan

Kekuatan Otot Sebelum Sesudah p* Diskusi


Rerata ± SB Rerata ± SB Karakteristik umum subyek dapat dilihat pada tabel 1
Quadriceps femoris kanan 154,60±34,77 206,36±32,47 0,005
yang menunjukkan bahwa rerata usia subjek adalah 63,10
Quadriceps femoris kiri 141,82±48,87 201,78±57,94 0,005 tahun, dengan usia termuda adalah 51 tahun dan tertua 80
tahun. Pada penelitian yang dilakukan oleh Talesu (2005)14
*p<0,05 didapatkan rerata usia subjek adalah 64,21 tahun, sementara
Gunawan16 menemukan rerata usia subjek adalah 65,05 tahun.
Untuk mengetahui perbedaan kekuatan otot pra dan Berdasarkan kepustakaan didapatkan insiden terbanyak
pasca perlakuan digunakan uji nonparametrik Wilcoxon. terjadi pada usia 55-74 tahun.1
Pemilihan uji tersebut disebabkan karena sebaran yang tidak Subjek penelitian sebagian besar adalah laki-laki, yaitu 8
normal. Hasil pengujian statistik menunjukkan peningkatan orang (80%), dan hanya 2 orang perempuan (20%). Hal
kekuatan otot yang bermakna pra dan pasca perlakuan baik tersebut sesuai dengan kecenderungan yang terjadi di kota-

276 Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 6, Juni 2010


Pengaruh Electrical Stimulation terhadap Kekuatan Quadriceps Femoris Penderita PPOK Eksaserbasi

kota lain di Indonesia. Talesu (2005),15 Jakarta, pada pene- dengan menggunakan ventilator atau yang mengalami atrofi
litiannya mendapatkan jumlah laki-laki yang menderita PPOK otot luas.
sebesar 78,57%, sementara Waspodo (2003),17 Bandung,
mendapatkan jumlah laki-laki yang menderita PPOK sebesar Hubungan antara Usia, Jenis Kelamin dan IMT terhadap
96%. Penambahan Peningkatan Kekuatan Otot Pascaperlakuan
Dari penilaian Indeks Massa Tubuh (IMT) didapatkan Usia, jenis kelamin dan IMT adalah beberapa faktor yang
rerata 18,76 yang berdasarkan kriteria Asia Pasifik masih diketahui berpengaruh terhadap kekuatan otot. Kekuatan otot
dikategorikan sebagai nilai normal. Hasil tersebut tidak jauh akan menurun dengan bertambahnya usia, sementara
berbeda dengan Neder et al (2002)13 dan Simone et al (2006),16 perempuan memilki serabut otot yang lebih kecil dibandingkan
dan lebih kecil dari yang didapatkan oleh Vivodtzev et al dengan laki-laki sehingga secara umum kekuatan otot
(2006).15 Sementara Talesu15 mendapatkan nilai rerata IMT perempuan lebih lemah dibandingkan laki-laki. IMT adalah
subjek penelitiannya sebesar 21,2. Dari suatu studi di- suatu skala untuk menilai keadaan status gizi seseorang.
dapatkan bahwa insiden malnutrisi pada pasien PPOK Seseorang yang memiliki status gizi baik akan memiliki
sedang-berat adalah sebesar 24-35%.18 Gray-Donald dkk kekuatan otot yang lebih kuat dibandingkan dengan gizi
(1996)19 menyatakan bahwa IMT memiliki hubungan dengan kurang atau buruk.
risiko kematian bagi pasien PPOK berat. Pada penelitian ini dilakukan uji korelasi antara ketiga
faktor tersebut dengan penambahan kekuatan otot Quadri-
Kekuatan Otot Quadriceps femoris Pra- dan Pasca- ceps femoris. Didapatkan usia memiliki nilai korelasi negatif
perlakuan sedang terhadap peningkatan kekuatan otot (r=-0,49), yang
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran kekuatan otot berarti semakin bertambahnya usia maka didapatkan
Quadriceps femoris kanan dan kiri pra dan pasca perlakuan kecenderungan penambahan kekuatan otot, namun secara
dengan menggunakan alat hand held dynamometer, yaitu statistik korelasi tersebut tidak bermakna (p=0,31).
suatu alat sederhana yang telah terbukti dapat mengukur Sedangkan untuk faktor IMT didapatkan nilai korelasi
kekuatan kelompok otot secara objektif.14 Didapatkan nilai sedang terhadap besarnya perubahan peningkatan kekuatan
kekuatan otot Quadriceps femoris kanan dan kiri pra otot (r=0,5), yang berarti dengan bertambahnya nilai IMT
perlakuan sebesar 154,60±34,77 dan 141,82±48,87, sementara didapatkan kecenderungan peningkatan penambahan
untuk nilai kekuatan otot Quadriceps femoris kanan dan kiri kekuatan otot, namun juga secara statistik korelasi tersebut
pasca perlakuan sebesar 206,36±32,47 dan 201,78±57,94 tidak bermakna (p=0,29). Hal itu berarti bahwa faktor usia
seperti yang dapat dilihat pada tabel 2. dan IMT tidak mempunyai hubungan terhadap peningkatan
Dari Tabel 2 kita dapat melihat peningkatan kekuatan kekuatan otot pasca perlakuan. Faktor jenis kelamin sama
otot pasca perlakuan sebesar 40%, yang dengan uji Wilcoxon sekali tidak memiliki hubungan terhadap besarnya perubahan
mendapatkan hasil yang bermakna (p=0,005). Zanotti et al. kekuatan otot pasca perlakuan (p=0,44). Selain itu faktor
(2003)14 mendapatkan peningkatan kekuatan otot Quadri- berpuasa selama pemberian terapi ES juga tidak mempunyai
ceps femoris yang bermakna pada pasien PPOK yang dirawat hubungan terhadap peningkatan kekuatan otot pasca
menggunakan ventilator pasca ES dan latihan lingkup gerak perlakuan.
sendi (LGS) aktif selama 28 hari dibandingkan dengan Ada beberapa hal yang menjadi keterbatasan pada
kelompok yang hanya mendapat latihan LGS aktif saja. penelitian ini, yaitu power penelitian sebesar 80% yang
Vivodtzev et al. (2006)15 melakukan penelitian ES terhadap didasarkan pada sumber daya yang dimiliki oleh peneliti.
pasien PPOK dengan dekondisi berat dan keadaan gizi yang Selain itu, penelitian ini menggunakan desain pra- dan
kurang. Didapatkan peningkatan kekuatan otot Quadriceps pascates yang tidak ada kelompok kontrol sebagai
femoris yang bermakna dibandingkan dengan kontrol setelah pembanding dan memungkinkan timbulnya faktor perancu.
terapi ES selama 4 minggu. Beberapa penelitian lainnya, Pada penelitian ini juga tidak dilakukannya penilaian
Bourjeily et al. (2002) dan Neder et al. (2002),12,13 mendapatkan hubungan peningkatan kekuatan otot kuadriceps femoris
hasil yang sama setelah melakukan terapi ES yang lebih lama dengan kapasitas fungsional.
yaitu selama 6 minggu.
Penggunaan modalitas ES sebagai suatu terapi untuk Kesimpulan dan Saran
mempertahankan kekuatan otot pada pasien dengan riwayat Terapi electrical stimulation dapat meningkatkan
imobilisasi, seperti pada penderita tumor ganas, telah sering kekuatan otot Quadriceps femoris pasien PPOK eksaserbasi
dilakukan, dan pada beberapa tahun terakhir ini banyak akut dan pasca eksaserbasi akut. Faktor usia, IMT dan jenis
penelitian yang dilakukan pada pasien PPOK berat. Dalam kelamin tidak mempengaruhi besarnya perubahan
rekomendasi American Thoracic Society/European Respi- peningkatan otot Quadriceps femoris pasien PPOK
ratory Society (ATS/ERS)20 terhadap rehabilitasi pada bidang eksaserbasi akut dan pasca eksaserbasi akut.
pulmonologi, ES dimasukkan sebagai salah satu terapi Disarankan untuk perlunya dilakukan penelitian lebih
tambahan bagi pasien PPOK berat yang mendapat perawatan lanjut dengan desain yang lebih baik (randomized control

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 6, Juni 2010 277


Pengaruh Electrical Stimulation terhadap Kekuatan Quadriceps Femoris Penderita PPOK Eksaserbasi

trial) untuk menilai efek ES terhadap peningkatan kekuatan obstructive pulmonary disease (COPD). Thorax. 2002;57:333-
otot Quadriceps femoris pasien PPOK dan penilaian kapasitas 7.
11. Zanotti E, Felicetti G, Maini M, Fracchia C. Peripheral muscle
fungsional terhadap peningkatan kekuatan otot Quadriceps strength training in bed-bound patients with COPD receiving
femoris pasca terapi ES. mechanical ventilation: effect of electrical stimulation. Chest
2003;124:292-6.
Daftar Pustaka 12. Vivodtzev I, Pepin JL, Vottero G, Mayer V, Porsin B, Levy P, et
al. Improvement in quadriceps strength and dyspnea in daily
1. Ries AL, Bauldoff GS, Carlin BW, Casaburi R, Emery CF, Mahler tasks after 1 month of electrical stimulation in severely decondi-
DA, et al. Pulmonary rehabilitation: joint ACCP/AACVPR evi- tioned and malnourished COPD. Chest. 2006;129:1540-8.
dence-based clinical practice guidelines. Chest. 2007;131:4S-42S. 13. Simone DC, Lara N, Carla M, Ana CG, Albuquerque A, Nogueira
2. Mannino DM, Gagnon RC, Petty TL, Lydick E. Obstructive lung C, et al. Skeletal muscle structure and function in response to
disease and low lung function in adults in the United States: data electrical stimulation in moderately impaired COPD patients.
from the National Health and Nutrition Examination Survey, Respi Med. 2007;101:1236-43.
1988-1994. Arch Intern Med. 2000; 160:1683-1689 14. Bohannon RW. Muscle strength testing with handheld dynamom-
3. Petty TL. Scope of the COPD problem in North America: early eter. In: Muscle Strength Testing. Instrumented and non Instru-
studies of prevalence and NHANES III data; basis for early iden- mented Systems. New York; Churchill Livingstone: 1990.hal.89-
tification and intervention. Chest. 2000;117:326S-31S 122.
4. American Thoracic Society/European Respiratory Society. Skel- 15. Talesu J. Pengaruh latihan “Hairmyres” terhadap jarak uji jalan
etal muscle dysfunction in chronic obstructive pulmonary dis- enam menit dan nilai ST. George’s Respiratory Questionnaire
ease. Am J Respir Crit Care Med.1999;159:S1-S40. pada penderita penyakit paru obstruksi kronik [tesis]. Jakarta:
5. Didier S, Francois M. Role of peripheral muscle function in reha- Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.
bilitation. In: Claudio FD, ed. Pulmonary Rehabilitation. Hodder 16. Gunawan K. Hubungan status kualitas hidup penderita PPOK
Arnold 2005;80-90. menggunakan ST George’s Respiratory Questionnaire dengan sta-
6. Nici L, Donner C, Wouters E, Zuwallack R, Ambrosino N, Bourbeau tus fungsional uji jarak jalan enam menit [tesis]. Jakarta: Fakultas
J, et al. American Thoracic Society/European Respiratory Soci- Kedokteran Universitas Indonesia; 2002.
ety Statement on Pulmonary Rehabilitation. Am J Respir Crit 17. Waspodo S. Pengaruh latihan erobik pada penyakit paru obstruksi
Care Med. 2006;173:1390-413 kronik terhadap kualitas hidup dengan menggunakan ST George’s
7. Ambrosino N, Stambi S. New strategies to improve exercise tol- Respiratory Questionnaire. Jakarta: Fakultas Kedokteran Uni-
erance in chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir J. versitas Indonesia; 2003.
2004;24:313-22. 18. Harik-Khan RI, Fleg JL, Wise RA. Body mass index and risk of
8. Troosters T, Casabury R, Gosselink R, Decramer R. Pulmonary COPD. Chest.2002;121:370-6.
rehabilitation in chronic obstructive pulmonary disease. Am J 19. Gray-Donald K, Gibbson L, Shapiro SH, et al. Nutritional status
Respir Crit Care Med. 2005;172:19-38. and mortality in chronic obstructive pulmonary disease. Am J
9. Bourjeily-Habr G, Rochester CL, Palermo F, Snyder P, Mohsenin Respir Crit Care Med.1996;153:961-6.
V. Randomised controlled trial of transcutaneous electrical muscle 20. American Thoracic Society Documents. American Thoracic So-
stimulation of the lower extremities in patients with chronic ciety/European Respiratory Society Statement on Pulmonary
obstructive pulmonary disease. Thorax. 2002;57:1045-9. Rehabilitation. Am J Respir Crit Care Med. 2006;173:1390-413.
10. Neder JA, Sword D, Ward SA, Mackay E, Cochrane LM, Clark
CJ. Home based neuromuscular electrical stimulation as a new
rehabilitative strategy for severely disabled patients with chronic FS

278 Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 6, Juni 2010

Anda mungkin juga menyukai