Anda di halaman 1dari 74

SKRIPSI

SUATU TINJAUAN TENTANG TATA CARA GANTI RUGI


PENGADAAN TANAH UNTUK TEMPAT PEMAKAMAN UMUM
KELURAHAN GUNTUNG KOTA BONTANG

Disusun Oleh:
PERTIWI NUGROHO
NPM: 20187420100007

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TRUNAJAYA BONTANG
TAHUN 2022

i
Bontang, Mei 2022

Kepada Yth.
Dekan Fakultas Hukum Unijaya
C.q. Bagian Akademik
Di Bontang

Perihal : Permohonan Ujian Skripsi

Sehubungan dengan telah selesainya penelitian Skripsi saya,


Nama : PERTIWI NUGROHO
NIM : 20187420100007
Judul Skripsi : SUATU TINJAUAN TENTANG TATA CARA
GANTI RUGI PENGADAAN TANAH UNTUK
TEMPAT PEMAKAMAN UMUM
KELURAHAN GUNTUNG KOTA BONTANG

Pembimbing : Dr.Y.Yophie, S.H., M.Si.


Program studi : Ilmu Hukum
Semester : VIII (delapan)

Maka dengan ini saya serahkan 3 ( Tiga) eksemplar hasil pelaksanaan penelitian
skripsi yang telah disetujui Pembimbing, dan mohon dijadwalkan untuk diuji.

Demikian permohonan ini saya sampaikan, atas perhatiannya diucapkan


terimakasih.

Mengetahui
Pembimbing Ketua, Pemohon

Dr. Y. Yophie Turang S.H., M.Si. Pertiwi Nugroho


PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Pertiwi Nugroho


NIM : 20187420100007
Tempat/Tgl. Lahir : Marangkayu, 20 November 1999
Program kekhususan : Ilmu Hukum/Hukum Perdata

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Skripsi saya yang berjudul:

SUATU TINJAUAN TENTANG TATA CARA GANTI RUGI

PENGADAAN TANAH UNTUK TEMPAT PEMAKAMAN UMUM

KELURAHAN GUNTUNG KOTA BONTANG

Merupakan hasil penelitian saya sendiri, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan

sumbernya. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Skripsi ini bukan

hasil penelitian saya (dibuatkan atau plagiat), maka saya bersedia gelar

kesarjanaan saya dicabut sesuai dengan aturan yang berlaku.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguh-sungguhnya.

Bontang, Mei 2022


Yang membuat pernyataan,

Materai 10000

Pertiwi Nugroho
PERSETUJUAN MENGIKUTI UJIAN SKRIPSI

Bahwa mahasiswa tersebut dibawah ini :

Nama : Pertiwi Nugroho


NPM : 20187420100007
Fakultas : Ilmu Hukum
Program Studi : Ilmu Hukum
Semester : VIII (Delapan)

Telah melaksanakan bimbingan dan perbaikan-perbaikan terhadap skripsi

mahasiswa yang bersangkutan oleh Dosen Pembimbing yang ditunjuk, maka

skripsi tersebut telah disetujui dan selanjutnya mahasiswa yang bersangkutan

dinyatakan berhak mengikuti Ujian skripsi, dengan melampirkan fotocopy Skripsi

sebanyak 3 (Tiga) dengan tanpa dijilid / disampul.

Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Y. Yophie Turang, S.H.,M.Si. Dr. Y. Yophie Turang, S.H.,M.Si..


i
KATA PENGANTAR

Assalamu’Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nyalah sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan, tetapi masih sangat jauh dari kesempurnaan. Juga tiada kata
terindah selain itu untuk dapat mewakili nuansa hati penulis yang tanpa terasa
telah tiba di penghujung masa studi dengan penyelesaian penulisan skripsi yang
berjudul “Suatu Tinjauan Tentang Tata Cara Ganti Rugi Pengadaan Tanah
Untuk Tempat Pemakaman Umum Kelurahan Guntung Kota Bontang”.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai persyaratan dalam mencapai


gelar Sarjana Hukum pada Universitas Trunajaya Bontang, disamping itu penulis
berharap dalam penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya
mahasiswa Universitas Trunajaya Bontang dan masyarakat umumnya.

Pada kesempatan ini penulis tidak lupa menyampaikan rasa terima kasih
serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Ketua Yayasan Miliana dan Rektor Universitas Trunajaya Bapak Bilher


Hutahaean, S.H., M.H. beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk dapat menimba dan mengikuti perkuliahan dari awal
sampai mencapai gelar Sarjana Hukum;

2. Bapak Dr. Y. Yophie Turang, S.H., M.Si. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Trunajaya Bontang, beserta jajarannya;

3. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Trunajaya Bontang yang telah


memberikan bimbingan dan pengetahuan kepada penulis selama menempuh
pendidikan sehingga dapat menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum
Universitas Trunajaya Bontang;

4. Bapak Dr. Y. Yophie Turang, S.H., M.Si. selaku Pembimbing I & II yang
telah berkenan meluangkan waktu dan fikirannya kepada penulis dalam
membimbing penyusunan skripsi ini;

5. Staff Akademik Fakultas Hukum Universitas Trunajaya Bontang atas bantun


yang diberikan selama berada di Fakultas Hukum Universitas Trunajaya
Bontang;

6. Kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Kota Bontang


beserta jajarannya yang telah memberikan informasi, saran, dan motivasi yang
sangat bermanfaat selama penulis melakukan penelitian;

ii
7. Kepada Kepala Dinas Perumahan, Kawasan, Permukiman, dan Pertanahan
Kota Bontang beserta jajarannya yang berkenan memberikan Informasi dan
saran yang sangat bermanfaat dalam penyusunan skripsi penulis;

8. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Trunajaya Bontang


yang selama ini turut memberikan motivasi dan sumbangan fikiran yang telah
membantu penulis hingga mampu menyelesaikan perkuliahan ini.

9. Kepada Alm. Ayah penulis yang sangat memberikan motivasi dan yang
menjadi alasan terkuat penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

10. Kepada Ibuku terkasih, yang juga sangat memberikan saran, motivasi, dan
dukungan yang luar biasa sangat berarti untuk penulis sehingga dapat
menyelesaikan Skripsi ini dan mencapai gelar Sarjana Hukum pada
Universitas Trunajaya Bontang;

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya, bagi para pembaca pada umumnya dan dalam
perkembangan hukum di Indonesia yang mendambakan keamanan dan keadilan.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bontang, Mei 2022

Penulis,

PERTIWI NUGROHO

iii
ABSTRAK

SUATU TINJAUAN TENTANG TATA CARA GANTI RUGI


PENGADAAN TANAH UNTUK TEMPAT PEMAKAMAN UMUM
KELURAHAN GUNTUNG KOTA BONTANG

“Pertiwi Nugroho”

iv
RINGKASAN

v
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

ABSTRAK..............................................................................................................iv

RINGKASAN..........................................................................................................v

DAFTAR ISI...........................................................................................................vi

DAFTAR TABEL................................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................................10

1. Tujuan Penulisan Penelitian.......................................................................10

2. Manfaat Penulisan Penelitian.....................................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................12

A. Pengertian Pengadaan Tanah......................................................................12

B. Dasar Hukum Pengadaan Tanah di Indonesia............................................15

C. Asas-Asas Hukum Pengadaan Tanah.........................................................16

D. Kepentingan Umum....................................................................................18

E. Musyawarah................................................................................................21

F. Ganti Rugi...................................................................................................25

vi
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................31

A. Jenis Penelitian............................................................................................31

B. Jenis Data....................................................................................................32

1. Data Primer................................................................................................32

2. Data Sekunder............................................................................................32

C. Teknik Pengumpulan Data..........................................................................35

D. Metode Analisis Data..................................................................................35

E. Sistematika Penulisan.................................................................................35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................................37

A. Penerapan Tata Cara Ganti Rugi Pengadaan Tanah Untuk Tempat

Pemakaman Umum Kelurahan Guntung Kota Bontang Ditinjau Dari Peraturan

Walikota Nomor 3 Tahun 2018..........................................................................37

B. Faktor yang Menjadi Hambatan Dalam Proses Pelaksanaan Tata Cara

Ganti Rugi Pengadaan Tanah untuk Tempat Pemakaman Umum Kelurahan

Guntung Kota Bontang.......................................................................................54

BAB V PENUTUP.................................................................................................57

A. KESIMPULAN...........................................................................................57

B. SARAN.......................................................................................................58

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................60

LAMPIRAN...........................................................................................................62

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Selisih Pemberian Ganti Rugi dengan Saran Jasa Penilai Ganti Rugi...52
Tabel 4.2 Jadwal Penelitian...................................................................................62

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Hukum, yang

merupakan konsep penyelenggaraan negara yang didasarkan atas Hukum.

Setiap tindakan penyelenggara negara mesti didasarkan atas hukum yang

berlaku, secara sederhana adalah negara yang penyelenggaraan kekuaasaan

pemerintahnya didasarkan atas Hukum. Hukum tersebut berfungsi mengikat

harus dipatuhi dan jika melanggar akan dikenai sanksi.

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebagai Negara Kepulauan

yang berciri Nusantara mempunyai kedaulatan atas wilayahnya serta

memiliki hak-hak berdaulat di luar wilayah kedaulatannya dan kewenangan

tertentu lainnya untuk dikelola dan dimanfaatkan sebenar-benarnya bagi

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan

dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Indonesia

terdiri dari beberapa wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan

dan laut teritorial beserta dasar laut, dan tanah di bawahnya, serta ruang udara

di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung didalamnya.

Seluruh wilayah Indonesia tersebut ada Undang- Undang yang mengaturnya

dikarenakan Indonesia adalah negara hukum.

Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 ayat(3) berbunyi, “Bumi dan air

dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Ayat tersebut


2

mengandung arti bahwa menjadi kewajiban agar bumi air dan ruang angkasa

dan kekayaan yang diletakkan dalam kekuasaan negara untuk mewujudkan

kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa Negara

sebagai organisasi seluruh masyarakat bertujuan mewujudkan kesejahteraan

rakyat dengan menggunakan bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di

dalamnya sebagai sumber daya. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 ini

tidak termasuk pasal yang terkena amandemen dan tetap berbunyi

sebagaimana mestinya. Selanjutnya Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar

1945 dijabarkan kedalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

tentang peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau biasa disingkat dengan

UUPA. Dimuat didalam Lembaran Negara tahun 1960 Nomor 104.1

Ruang Lingkup Agraria menurut UUPA Nomor 5 Tahun 1960 sama

dengan ruang lingkup sumber daya agraria/ sumber daya alam menurut

Ketetapan MPR RI nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan

Pengelolaan Sumber Daya Alam. Ruang lingkup agraria/sumber daya

agraria/sumber daya alam dijelaskan adalah Bumi, air, ruang angkasa, dan

Kekayaan alam yang terkandung didalamnya.2

Bumi adalah permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di

bawahnya serta yang berada di bawah air atau lapisan tanah di bawah air.

Permukaan bumi adalah tanah (Pasal 1 ayat (4) UUPA). Air yang berada di

perairan pedalaman maupun air yang berada dilaut wilayah Indonesia (Pasal 1

1
Hukum tanah nasional dalam perspektif negara kesatuan bab I hal 1- 2, Yogyakarta,
2005, media abadi, H.Moh Hatta. S.H., MKn.
2
Buku Hukum Agraria dan hak atas tanah, Predana media group Jakarta, 2009, Urip
Santoso. S.H.,M.H., Hal 28
3

ayat (5) UUPA). Pengertian air meliputi air yang terdapat di dalam dan atau

beraassal dari sumber-sumber air, baik yang terdapat di atas tanah daratan

maupun yang terdapat di laut (Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11

Tahun 1974). Ruang Angkasa adalah Ruang di atas bumi wilayah Indonesia

dan ruang di atas air wilayah Indonesia (Pasal 1 ayat (6) UUPA). Selain itu,

pengertian ruang angkasa, yaitu ruang di atas bumi dan air yang mengandung

tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara

dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan itu (Pasal

48 UUPA). Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah kekayaan

alam yang terkandung didalam bumi disebut bahan, yaitu unsur-unsur kimia,

bijih-bijih, dan segala macam batuan, termasuk batu-batuan mulia yang

merupakan endapan-endapan alam (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967

tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan). Dapat disimpulkan

bahwa hukum agraria merupakan salah satu bidang hukum, yang mengatur

hak-hak penguasaan sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk

agraria, yaitu hukum tanah hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas

tanah, dalam arti permukaan bumi, hukum, air, yang mengatur hak-hak

penguasaan atas bahan-bahan galian yang dimaksud oleh undang-undang

pokok pertambangan, hukum perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan

atas kekayaan alam yang terkandung di dalam air, dan hukum penguasaan

atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa, yang mengatur hak-hak
4

penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang

dimaksudkan dalam pasal 48 UUPA.3

Begitu bernilainya semua ruang lingkup Agraria bagi manusia, begitu

pun untuk Warga Negara Indonesia. Begitu bernilainya tanah sebagai tempat

lahir, dibesarkan, dan kemudian meninggal dunia. Kemana pun manusia di

dunia ini, akan kita saksikan bagaimana inginnya manusia itu memperoleh

tanah. Setelah memperoleh tanah, lalu dibuat untuk kediaman, untuk

bercocok tanam, dan lain-lain. Tanah tersebut yang memberikan kehidupan.

Beberapa suku masyarakat Indonesia dimana pun mereka berada tidak jarang

mereka mengadakan pesta untuk meluapkan kegembiraan karena tanah

miliknya telah membuahkan hasil panen untuk kelangsungan hidup mereka.

Mengenai fungsi sosial tanah bagi kehidupan manusia baik secara individu

maupun kelompok tanah juga dibutuhkan untuk kepentingan umum.

Terdengar banyaknya pihak yang membutuhkan tanah, bahkan Negara pun

memerlukan tanah untuk membangun fasilitas umum seperti sekolah, pasar,

rumah sakit, dan lain-lain. Sehingga tidak jarang akhirnya sengketa antara

individu satu dengan individu lainnya. Terkadang antar individu dengan

pemerintah, untuk memperebutkan bidang tanah tertentu. Demikian banyak

konflik kepentingan karena sama-sama membutuhkan tanah di satu tempat

tertentu. Disini lah Indonesia sebagai Negara Hukum, yang Hukum tersebut

berfungsi sebagai pengatur perilaku anggota masyarakat dalam berinteraksi

3
UUPA No.5 Tahun 1950
5

dengan anggota masyarakat lainnya agar hidup teratur adil, aman dan

tenteram. Hukum tersebut disebut dengan Hukum Agraria.4

Sebelum berlakunya UUPA, Hukum Agraria Di Hindia-

Belanda(Indonesia) terdiri atas 5 perangkat hukum, yaitu Hukum Agraria

Adat, Hukum Agraria Barat,Hukum Agraria Administratif, Hukum Agraria

Swapraja, dan Hukum Agraria Antar-Golongan. Hukum Agraria

Administratif adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan atau putusan-

putusan yang merupakan pelaksanaan dari politik agraria pemerintah di dalam

kedudukannya sebagai badan penguasa.

Hukum Agraria Administrasi (administratif) adalah keseluruhan dari

ketentuan hukum yang memberi wewenang kepada pejabat dalam

menjalankan praktik hukum negara dan mengambil tindakan dari masalah-

masalah agraria yang timbul. Contohnya adalah pendaftaran tanah, pengadaan

tanah, dan pencabutan hak atas tanah. Sedangkan Hukum Agraria

Administrasi adalah keseluruhan dari ketentuan hukum yang memberi

wewenang kepada pejabat dalam menjalankan praktik hukum negara dan

mengambil tindakan dari masalah-masalah agraria yang timbul.5

Pendaftaran tanah sangat perlu dilakukan karna bertujuan memberikan

jaminan kepastian Hukum dikenal sebagai recht cadasteer / legaal cadasteer.

Jaminan kepastian hukum yang hendak diwujudkan dalam pendaftaran tanah

ini, meliputi kepastian status hak yang didaftar, kepastian subyek hak,

4
Hukum tanah nasional dalam perspektif negara kesatuan bab I hal 41, Yogyakarta, 2005,
media abadi, H.Moh Hatta. S.H., MKn.
5
Buku hukum agraria dan hak – hak atas tanah pradana media grup, Jakarta, Urip
Santoso, S.H,.M.H. ,hal 25
6

kepastian obyek hak. Pendaftaran ini menghasilkan Sertifikat sebagai tanda

bukti haknya. Pendaftaran tanah ini menjadi kewajiban bagi Pemerintah

maupun pemegang hak atas tanah. Sekarang pendaftaran tanah telah dibuat

begitu mudahnya oleh pemerintah. Kementerian ATR/BPN membuat aplikasi

Sentuh Tanahku untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dalam hal

Pertanahan, sehingga masyarakat dapat mengetahui informasi pertanahan

secara berkala, melakukan pendaftaran untuk sertifikat hak tanah secara

online via Handphone, dan transparan untuk menghindari penipuan.

Pendaftaran tanah tersebut diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional.6

Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah

dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau

menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan

dengan Tanah.

Pengadaan tanah kemudian diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 36

Tahun 2005 yang kemudian dirubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65

Tahun 2006. Ditingkat Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), pengadaan

tanah diatur dalam Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 tentang

Ketentuan Pelaksana Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65

Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun

2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk

6
Website : Ekonomi.bisnis.com/read/20210806147/142704/tanah/kementerian-atr-
luncurkan-aplikasi-pengurusan-tanah-begini-cara-pakainya
7

Kepentingan Umum. Lalu yang terbaru adalah PP No. 19 Tahun 2021 tentang

penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan

Umum.

Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat

yang harus diwujudkan oleh Pemerintah Pusat/Daerah dan digunakan

sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dan ganti rugi kerugian adalah

penggantian yang layak dan adil kepada Pihak yang berhak, pengelola, dan

atau pengguna barang dalam proses Pengadaan Tanah. Pengadaan tanah

untuk kepentingan umum tersebut harus memberikan ganti rugi kerugian.

Kepentingan bangsa dan negara, Kepentingan Masyarakat luas, Kepentingan

Rakyat Banyak, dan Kepentingan Pembangunan. Kemudian dalam pasal 5

disebutkan bahwa pembangunan untuk kepentingan umum berdasarkan

keputusan Presiden ini dibatasi untuk pembangunan yang dilakukan dan

selanjutnya dimiliki pemerintah, serta tidak digunakan untuk mencari

keuntungan dalam bidang – bidang . Jalan Umum, saluran pembuangan,

waduk bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi,

Rumah sakit umum dan pusat – pusat kesehatan masyarakat, Pelabuhan,

bandar udara atau terminal, Peribadatan, Pendidikan atau sekolah, Pasar

umum atau pasar inpres, Fasilitas pemakaman umum, Fasilitas keselamatan

umum seperti antara lain tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan

lain – lain bencana, Pos dan telekomunikasi, Sarana olahraga, Stasiun


8

penyiaran radio, televisi, beserta sarana pendukungnya, Kantor pemerintah,

Fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.7

Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Diusahakan Dengan Cara

Yang Seimbang Dan Untuk Tingkat Pertama Ditempuh Dengan Cara

Musyawarah Langsung Dengan Para Pemegang Hak Atas Tanah. Dengan

demikian maka ketentuan ini hanya bisa diterapkan kalau ada tuntutan

kepentingan umum menghendaki diadakannya suatu proyek atau kegiatan

tertentu dari pembangunan yang menghendaki” Pengadaan Tanah”. Mengenai

pengertian pengadaan tanah telah dirumuskan dalam pasal 1 angka 1 yang

menyatakan bahwa, pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk

mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang

berhak atas tanah tersebut.

Masalah pembebasan tanah sangat rawan dalam penanganannya, karena

didalamnya menyangkut hajat hidup orang banyak, apabila dilihat kebutuhan

pemerintah akan tanah untuk keperluan pembangunan, dapatlah dimengerti

bahwa tanah negara yang tersedia sangatlah terbatas, oleh karena itu satu-

satunyacara yang dapat ditempuh adalah dengan membebaskan tanah milik

masyarakat, baik yang telah dikuasai dengan hak berdasarkan Hukum Adat

maupunhak-hak lainnya menurut UUPA.

Proses pembebasan tanah tidak akan pernah lepas dengan adanya

masalah ganti rugi, maka perlu diadakan peneltian terlebih dahulu terhadap

segala keterangan dan data yang disjuksn dalam mengadakan taksiran

7
(Perpres 19 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan pengadaan bagi pembangunan untuk
kepentingan umum)
9

pemberian ganti rugi. Apabila telah mencapai suatu kesepakatn mengenai

bentuk dan besarnya ganti rugi, maka baru dikakukan pembayaran ganti rugi

kemudian dilanjutkan dengan pelepasan atas penyerahan hak atas tanah yang

bersangkutan.

Di Kota Bontang penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan

umum skala kecil juga telah diatur didalam Peraturan Walikota Nomor 3

Tahun 2018.

Bentuk ganti rugi dan pembayaran ganti rugi yang diatur didalam

Peraturan Walikota Bontang Nomor 3 tahun 2018 tersebut dilandaskan

berdasarkan pada Perpres Nomor 2 Tahun 2012.

Bentuk ganti rugi yang tercantum dalam perarturan tersebut diantaranya

uang, tanah pegganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk

lain yang disetujui oleh kedua pihak. Dalam ganti kerugian berbentuk uang

diberikan melalui rekening bank pihak yang berhak sedangkan untuk ganti

kerugian lainnya dilakukan bersamaan dengan pelepasan hak oleh pihak yang

berhak.8

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dalam penelitian ini penulis

mengambil judul SUATU TINJAUAN TENTANG TATA CARA GANTI

RUGI PENGADAAN TANAH UNTUK TEMPAT PEMAKAMAN

UMUM KELURAHAN GUNTUNG KOTA BONTANG.

8
Peraturan walikota nomor 2 tahun 2020 tentang Pedoman Pengadaan Tanah untuk
Kepentingan Umum Skala Kecil
10

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan tata cara ganti rugi pengadaan tanah untuk Tempat

Pemakaman Umum Kelurahan Guntung Kota Bontang ditinjau dari

Peraturan Wali Kota Bontang Nomor 3 Tahun 2018?

2. Faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam proses pelaksanaan tata

cara ganti rugi pengadaan tanah untuk Tempat Pemakaman Umum

Kelurahan Guntung Kota Bontang?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

D. Tujuan Penulisan Penelitian

Adapun tujuan penulisan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana penerapan tata cara ganti rugi

pengadaan tanah untuk Tempat Pemakaman Umum Kelurahan

Guntung Kota Bontang ditinjau dari Peraturan Wali Kota Bontang

Nomor 3 Tahun 2018.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan

dalam proses pelaksanaan tata cara ganti rugi pengadaan tanah untuk

Tempat Pemakaman Umum Kelurahan Guntung Kota Bontang.

E. Manfaat Penulisan Penelitian

Melalui penelitian ini, maka peneliti berharap dapat memberikan

kegunaan sebagai berikut:

a. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumbangan pemikiran

ilmiah dan mampu memperkaya ilmu pengetahuan khususnya

mengenai Ganti Rugi Pengadaan Tanah.


11

b. Memberikan pemahaman kepada masyarakat yang mempunyai

permasalahan pada Ganti Rugi Kerugian oleh Pengadaan Tanah

Untuk Kepentingan Umum.

c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi

Pentingnya bagi Pemegang Hak Tanah yang belum mendaftarkan

tanahnya untuk segera mendaftarkan Hak Tanahnya secara Sah

dimata Hukum.

d. Sebagai bahan referensi dan bahan yang diharapkan berguna dalam

menambah pengetahuan Mahasiswa Universitas Trunajaya Bontang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pengadaan Tanah

Terdapat berbagai macam pengertian pengadaan tanah yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan. Perubahan peraturan akan diikuti pula

dengan perubahan pengertian dari lembaga pengadaan tanah itu sendiri.

Sedangkan pengertian pembebasan tanah atau pengadaan tanah banyak

dikemukakan dari para ilmuwan secara ilmiah maupun secara tekstual. Arti

pembebasan tanah secara tekstual yang tercantum:

1. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 dalam Pasal 1

ayat (1) menyebutkan bahwa pengadaan tanah adalah setiap kegiatan

untuk mendapatkan tanah dengan memberikan ganti kerugian kepada

yang berhak atas tanah tersebut. Pasal 1 ayat (2) pelepasan atau

penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum

antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan

memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah dan mufakat.

2. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 dalamPasal 1 ayat (3)

pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan

cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan

tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah

atau dengan pencabutan hak atas tanah.

3. Perpres Nomor 65 tahun 2006 dalam Pasal 1 yaitu, Pengadaan tanah

adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara


13

memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan

tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan

tanah. Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan

kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukan

dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati

secara sukarela oleh para pihak-pihak yang bersangkutan. Ada 2 (dua)

jenis pengadaan tanah, yang pertama pengadaan tanah yang dilakukan

pemerintah bagi kepentingan umum dan kedua pengadaan tanah yang

dilakukan oleh pihak swasta seperti kepentingan yang komersil dan

bukan komersial atau bukan sosial.

4. UU Nomor 2 Tahun 2012 dalam Pasal 1 angka (2) yaitu Pengadaan tanah

adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian

yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Kemudian dalam Pasal 5

ayat (1), menyatakan bahwa pembangunan untuk kepentingan umum

berdasarkan Keputusan Presiden ini dibatasi untuk kegiatan

pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki pemerintah serta

tidak digunakan untuk mencari keuntungan. Kriteria kepentingan umum

tersebut dibatasi, yaitu :

a. Dilakukan Oleh Pemerintah

b. Dimiliki Oleh Pemerintah

c. Tidak Mencari Keuntungan


14

5. Perpres Nomor 71 Tahun 2012 dalam Pasal 1 angka (2) yaitu Pengadaan

tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberikan ganti

kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.

6. Perpres Nomor 19 Tahun 2021 dalam Pasal 1 angka (2) yaitu Pengadaan

Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti

rugi kerugian yang layak dan adil.

Sebelumnya di Indonesia pengadaan tanah khususnya bagi pelaksanaan

pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan oleh pemerintah

maupun pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pencabutan hak atas

tanah. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005

tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum, Pasal 1 angka (3). Namun, dengan dikeluarkannya

Peraturan Presiden nomor 65 Tahun 2006 yang merupakan perubahan dari

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, maka pengadaan tanah bagi

pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan oleh

pemerintah maupun pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan

atau penyerahan hak atas tanah. Dan saat ini telah dilakukan perubahan lagi

menjadi Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Didalam

Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 perubahan yang terjadi adalah

Nilai ganti rugi yang layak dan adil. Objek penilaian juga bertambah menjadi

tanah, ruang atas tanah, ruang bawah tanah, bangunan, tanaman, serta benda

yang berkaitan dengan tanah yang merupakan kerugian fisik secara langsung.
15

Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 juga mengganti secara non fisik,

antara lain adalah kehilangan pekerjaan, bisnis/alih profesi, kerugian

emosional (Solatium), kerugian karena sisa tanah dan fisik lainnya, dan

terdapat jarak masa tunggu.

B. Dasar Hukum Pengadaan Tanah di Indonesia

Peraturan hukum tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan

segala peraturan yang terkait di Indonesia telah mengalami proses

perkembangan setelah Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang

Paraturan dasar Pokok-Pokok Agraria. Pengadaan tanah untuk kepentingan

umum dalam perkembangan hukum pertanahan di Indonesia dilakukan

dengan cara yang pertama yaitu pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-

benda yang ada di atasnya.

Kemudian lahir Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang

Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan umum.

Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 ini dilengkapi juga dengan

keluarnya Peraturan pelaksananya dalam bentuk Peraturan Menteri Agraria/

Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 1994 tentang ketentuan

Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 55 tahun 1993 dan kemudian

digantikan oleh Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pelaksaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Lalu

menjadi Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, tentang Perubahan

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi

Pelaksaaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Lalu disahkan


16

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum hingga Indonesia memiliki payung

hukum yang kuat setingkat undang-undang guna memperlancar pelaksanaan

pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum.

Setelah selang 10 tahun setelah berlakunya Undang-undang Nomor 2

Tahun 2012, pada tahun 2021 telah dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 19

Tahun 2021 untuk perubahan. Didalam perubahan tersebut dapat digaris

bawahi bahwa Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 lebih spesifik dalam

pemberian ganti rugi Pengadaan Tanah. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun

2021 juga mengganti secara non fisik, antara lain adalah kehilangan

pekerjaan, bisnis/alih profesi, kerugian emosional (Solatium), kerugian

karena sisa tanah dan fisik lainnya, dan terdapat jarak masa tunggu. Hal ini

sangat menguntungkan untuk Pihak pemilik atau pemegang hak tanah.

Hingga menurut penulis hal ini akan mempermudah dalam proses negosiasi

ganti rugi atau musyawarah ganti rugi kerugian pengadaan tanah.

C. Asas-Asas Hukum Pengadaan Tanah

Asas hukum merupakan kriteria nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi

pembentukan hukum. Asas hukum berlandaskan pada kenyataan masyarakat

(faktor riil) dan nilai-nilai yang menjadi pedoman dalam hidup masyarakat

(faktor idiil).

Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, asas tersebut

menjelaskan bahwa:
17

1. Asas kemanusiaan adalah Pengadaan Tanah harus memberikan

pelindungan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, harkat, dan

martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara

proporsional.

2. Asas keadilan adalah memberikan jaminan penggantian yang layak

kepada Pihak yang Berhak dalam proses Pengadaan Tanah sehingga

mendapatkan kesempatan untuk dapat melangsungkan kehidupan yang

lebih baik.

3. Asas kemanfaatan adalah hasil Pengadaan Tanah mampu memberikan

manfaat secara luas bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara

4. Asas kepastian adalah memberikan kepastian hukum tersedianya tanah

dalam proses Pengadaan Tanah untuk pembangunan dan memberikan

jaminan kepada Pihak yang Berhak untuk mendapatkan Ganti Kerugian

yang layak.

5. Asas keterbukaan adalah bahwa Pengadaan Tanah untuk pembangunan

dilaksanakan dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk

mendapatkan informasi yang berkaitan dengan Pengadaan Tanah.

6. Asas kesepakatan adalah bahwa proses Pengadaan Tanah dilakukan

dengan musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan untuk mendapatkan

kesepakatan bersama.

7. Asas keikutsertaan adalah dukungan dalam penyelenggaraan Pengadaan

Tanah melalui partisipasi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak

langsung, sejak perencanaan sampai dengan kegiatan pembangunan.


18

8. Asas kesejahteraan adalah bahwa Pengadaan Tanah untuk pembangunan

dapat memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan Pihak yang

Berhak dan masyarakat secara luas.

9. Asas keberlanjutan adalah kegiatan pembangunan dapat berlangsung

secara terus-menerus, berkesinambungan, untuk mencapai tujuan yang

diharapkan.

10. Asas keselarasan adalah bahwa Pengadaan Tanah untuk pembangunan

dapat seimbang dan sejalan dengan kepentingan masyarakat dan negara.9

D. Kepentingan Umum

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 dalam Pasal 1

ayat (7) menyebutkan bahwa kepentingan umum adalah kepentingan bangsa,

negara, dan masyarakat yag harus diwujudkan oleh Pemerintah

Pusat/Pemerintah Daerah dan digunakan sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat.

Dalam Perpres Nomor 19 Tahun 2021 dalam pasal 2 yang termasuk

dalam kepentingan umum adalah pengadaan tanah yang digunakan untuk

pembangunan:

1. Pertahanan dan keamanan nasional;

2. Jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api dan

fasilitas operasi kereta api;

3. Waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air dan sanitasi dan

bangunan pengairan lainnya;

9
UU No.2 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
19

4. Pelabuhan, bandar udara, dan terminal;

5. Infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;

6. Pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan/atau distribusi tenaga listrik;

7. Jaringan telekomunikasi dan informatika pemerintah;

8. Tempat pembuangan dan pengolahan sampah;

9. Rumah sakit Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;

10. Fasilitas keselamatan umum;

11. Permakaman umum Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;

12. Fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;

13. Cagar alam dan cagar budaya;

14. Kantor Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau desa;

15. Penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah serta

perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa

termasuk untuk pembangunan rumah umum dan rumah khusus;

16. Prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah Pusat atau Pemerintah

Daerah;

17. Prasarana olahraga Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;

18. Pasar umum dan lapangan parkir umum;

19. Kawasan industri hulu dan hilir minyak dan gas yang diprakarsai

dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan

usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah;


20

20. Kawasan ekonomi khusus yang diprakarsar dan/atau dikuasai oleh

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, atau

badan usaha milik daerah;

21. Kawasan industri yang diprakarsai danlatau dikuasai oleh Pemerintah

Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, atau badan usaha

milik daerah;

22. Kawasan pariwisata yang diprakarsai danlatau dikuasai oleh Pemerintah

Fusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, atau badan usaha

milik daerah;

23. Kawasan ketahanan pangan yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, atau

badan usaha milik daerah; dan

24. Kawasan pengembangan teknologi yang diprakarsai dan/atau dikuasai

oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara,

atau badan usaha milik daerah.10

Kepentingan umum identik dengan kepentingan negara, dengan kata lain

bahwa setiap kepentingan negara adalah kepentingan umum.

Ada tiga prinsip bahwa suatu kegiatan benar-benar untuk kepentingan

umum, yaitu :

1. Kegiatan tersebut benar-benar dimiliki oleh pemerintah. Mengandung

batasan bahwa kegiatan kepentingan umum tidak dimiliki oleh

perorangan atau swasta. Dengan kata lain, swasta dan perorangan tidak

10
Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 2
21

dapat memiliki jenis-jenis kegiatan kepentingan umum yang

membutuhkan pembebasan tanah-tanah hak maupun negara.

2. Kegaiatan pembangunan terkait dilakukan oleh pemerintah, Memberikan

batasan bahwa proses pelaksanaan dan pengelolaan suatu kegiatan untuk

kepentingan umum hanya dapat diperankan oleh pemerintah.

3. Tidak mencari keuntungan Membatasi fungsi suatu kegiatan untuk

kepentingan umum sehingga benar-benar berbeda dengan kepentingan

swasta yang bertujuan mencari keuntungan sehingga terkualifikasi bahwa

kegiatan untuk kepentingan umum sama sekali tidak boleh mencari

keuntungan.

E. Musyawarah

Waktu musyawarah diatur dalam Pepres Nomor 36 Tahun 2005 yaitu 90

hari kalender terhitung tanggal undangan pertama disempurnakan menjadi

120 hari pada Perpres Nomor 65 Tahun 2006.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 Pelaksana Pengadaan

Tanah melaksanakan musyawarah didampingi penilai atau penilai publik dan

instansi yang memerlukan tanah dengan pihak yang berhak dalam waktu

paling lama 30 Hari sejak hasil penilaian dari penilai diterima oleh ketua

pelaksana pengadaan tanah.

Musyawarah adalah proses atau kegiatan saling mendengar dengan sikap

saling menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan

antara pihak pemegang ha katas tanah dengan pihak yang memerlukan tanah

untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi.


22

Dalam pelaksanaanya, kegiatan musyawarah dilakukan seperti berikut.

1. Musyawarah dilakukan secara langsung antara tim pembebasan tanah

dengan para pemegang hak atas tanah dan pemilik bangunan, tanaman

dan atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah yang bersangkutan

yang sebaiknya didampingi oleh kepala Desa atau camat.

2. Dalam hal jumlah pemegang hak atas tanah dan pemilik bangunan,

tanaman dan atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah yang

bersangkutan tidak memungkinkan terselenggaranya musyawarah secara

efektif, musyawarah dapat dilaksanakan bergiliran secara parsial atau

dengan wakil yang ditunjuk diantara dan oleh mereka.

3. Dalam hak musyawarah dilaksanakan melalui perwakilan penunjukan

wakil dibuat dalam bentuk surat kuasa yang diketahui oleh lurah kepala

desa setempat.

Mengenai ganti kerugian harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1. Nilai tanah berdasarkan nilai nyata atau sebernarnya dengan

memperhatikan Nilai Jual objek Pajak dan Bangunan (NJOP) tahu

terarkhir untuk tanah yang bersangkutan.

2. Faktor yang mempengaruhi harga tanah

a. Latak/lokasi tanah

b. Jenis hak atas tanah

c. Status penguasaan tanah

d. Peruntukkan tanah

e. Kesesuaian penggunaan tanah yang direncanakan tata ruang wilayah


23

f. Prasarana yang tersedia

g. Fasilitas dan utilitas

h. Lingkungan

i. Lain-lain yang mempengaruhi harga tananh.

3. Nilai taksiran bangunan, tanaman, benda-benda lain yang berkaitan

dengan tanah.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1975,

untuk setiap daerah kabupaten/kotamadya dapat menetapkan harga dasar

tanah untuk daerahnya sendiri oleh suatu panitia yang diketuai oleh

bupati/walikotamadya, dengan anggota-anggotanya yang terdiri dari pejabat-

pejabat dari kantor agraria wilayah kabupaten/kotamadya dinas pekerja

umum kabupaten/kotamadya (kalau mengenai tanah tanah bangunan) dan

dinas pertanian kabupaten/kotamadya (kalau mengenai tanah-tanah

pertanian).

Dari peraturan bupati/kepala daerah harga dasar tanah dapat dibedakan

dalam pengelompokan wilayah kecamatan yang dikaitkan dengan

penggunaan tanahnya seperti baik sedang, dan kurang yang selanjutnya dapat

dirinci lagi menjadi harga dasar tanah menurut jenis penggunaan tanahnya

yang dibedakan atas:

1. Untuk tanah non pertanian digunakan untuk perumahan, perdagangan

industri rekreasi dan lain-lain yang tidak merupakan kegiatan pertanian;

2. Untuk pertanian basah/sawah ialah tanah pertanian yang tidak

memerlukan pengairan atau irigasi;


24

3. Untuk pertanian kering/darat ialah tanah pertanian yang tidak

memerlukan pengairan/irigasi:

4. Untuk ke rawa ialah tanah yang tidak dapat dimanfaatkan untuk musim

hujan (benarawa).

Selain itu, harga dasar tanah dapat dibedakan juga oleh:

1. Prasarana jalan, yang terdiri dari jalan aspal, jalan makadama, dan jalam

bertanah serta dengan mempertimbangkan ruas jalan;

2. Prasarana listrik;

3. Prasarana telpon;

4. Prasarana air termasuk air irigasi untuk tanah pertanian dan prasarana air

minum bagi non-pertanian;

5. Prasarana daluran pembuangan air (riool);

6. Prasarana umum seperti pasarm lapangan, sekolah, dan lain-lain.

Ganti kerugian diupayakan dalam bentuk yang tidak menyebabkan

perubahan terhadap pola hidup masyarakat dan bentuk ganti rugi dapat

berupa:

1. Uang;

2. Tanah pengganti;

3. Pemukiman kembali;

4. Gabungan dari dua atau lebih bentu ganti kerugian sebagaimana dalam

huruf b dan huruf c dan;

5. Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.


25

Persoalan yang dihadapi oleh masyarakat adalah persoalan sesudah

pembayaran ganti kerugian dimana setelah menerima ganti kerugian

terkadang muncul sifat konsumerisme dalam memanfaatkan uang dan lupa

akan masa depan sehingga dengan penggantian ini hidupnya bukan lebih baik

tetapi tetapi malah semakin jelek.

Dengan adanya pembangunan suatu proyek tidak akan menyengsarakan

rakyat tetapi sebaliknya harus memberi kemakmuran kepada rakyat. Dengan

keikutsertaan bekerja dalam proyek baik sebelum atau sesudah proyek

tersebut selesai atau memberi kemungkinan penduduk untuk membuka

warung/tokoh serta kemungkinan penciptaan lapangan kerja yang baru

lainnya.11

F. Ganti Rugi

Pengertian ganti kerugian menurut Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun

1993 dalam Pasal 1 angka 7 adalah penggantian atas nilai tanah berikut

bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah

sebagai akibat pelepasan atau penyerahan tanah. Pengertian ini kemudian

diperlengkap dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jo. Peraturan

Presiden Nomor 65 Tahun 2006. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 11 ganti

rugi adalah penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik dan/atau non

fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah,

bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah

yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat
11
Petunjuk Praktis Tata Cara Perolehan Tanah Untuk Industri Hal 17-20 pencipta
D.Soetrisno, S.H. Tahun 2004 cetakan pertama, Jakarta: Rineka Cipta
26

kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah. Pengertian ini

kemudian diubah lagi di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dalam

ketentuan Pasal 1 angka 10 Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak

dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Dan yang

terakhir adalah perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 ke

Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 yang memberi pengertian bahwa

Ganti Rugi adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang

Berhak, Pengelola, dan/atau pengguna barang dalam proses Pengadaan

Tanah.

Menurut Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 dalam pasal 84 ayat

(1) menyatkan bahwa pelepasan hak objek pengadaan tanah yang

dimiliki/dikuasai Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah/badan usaha milik

negara, badan usaha milik daerah/badan usadah milik desa tidak diberikan

ganti kerugian, kecuali:

1. Objek Pengadaan Tanah yang dipergunakan sesuai dengan tugas dan

fungsi pemerintah;

2. Objek pengadaan Tanah yang dimiliki/dikuasai oleh badan usaha milik

negara/badan usaha milik daerah/badan usaha milik desa;

3. Objek Pengadaan Tanah kas desa; dan/atau

4. Objek Pengadaan Tanah dalam Pengadaan Tanah bagi pembangunan

untuk Kepentingan Umun yang dilaksanakan oleh Badan Usaha.

Selain itu, pada pasal 84 ayat (6) disebutkan juga bahwa nilai ganti

kerugian atas Objek Pengadaan tanah berupa harta benda wakaf ditentukan
27

sama dengan nilai hasil penilaian penilaian atas harta benda wakaf yang

diganti.12

Setelah musyawarah diadakan dan tercapai kesepakatan harga atau

besarnya ganti rugi, maka proses selanjutnya adalah pembayaran uang muka

yang pelaksanaannya harus dilakukan secara langsung antara perusahaan

sebagai pembeli kepada pemilik tanah sebagai penjual. Besarnya adalah

berkisar 40% sampai 50% dari harga tanah yang telah disepakati dikalikan

dengan luas tanah yang dijual. Pembayaran uang muka ini dimaksudkan

sebagai ikatan proses jual beli selama proses jual-beli tanah ini berlangsung

sampai selesai. Pembayaran uang muka ini dapat dilakukan setelah dokumen

dokumen kepemilikan tanah sudah lengkap seperti:

1. Sertifikat ha katas tanah;

2. Akta jual beli;

3. Kutipan buku C di desa;

4. Surat keterangan waris/kewarisan yang diketahui oleh kepala desa/camat;

5. Kartu penduduk/tanda pengenal dari pemilik tanah;

6. Surat kuasa yang diketahui oleh kepala desa dan camat;

7. Surat keterangan/pernyataan kepemilikan;

8. Daftar pemilik tanah/penjual;

9. SPPT pembayaran pajak bumi dan bangunan dari tahun terakhir.

Selanjutnya setelah dilakukan pembayaran uang muka, perusahaan

mengajukan permohonan pengukuran ke kantor pertahanan kabupaten dengan

12
Peratura Presiden Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 84
28

mengisi form A dan membayar biaya ukur yang telah ditetapkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku. Tim pengukuran tanah dari kantor pertahanan

kabupaten melakukan pengukuran atas tanah-tanah yang dimohon sesuai

dengan gambaran situasi dari SKPT. Dari data hasil pengukuran tersebut oleh

bagian administrasi hak atas nama kantor pertahanan kabupaten melakukan

pendataan waris serta persetujuan dari ahli waris atas tanah yang telah dibeli

oleh perusahaan yang selanjutnya membuat daftar nominatif nama para

pemilik tanah dan berita acara pesan hak atas tanah.

Pelunasan pembayaran ganti rugi dilakukan bersamaan dengan

penyerahan/pelepasan hak atas tanah serta tertulis di hadapan lurah/kepala

desa dan camat setempat dan sebagai buktinya dibuatkan berita acara

penyerahan/pelepasan hak atas tanah dan pembayaran ganti rugi sesuai

dengan lampiran V Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertahanan Nasional nomor: 21 tahun 1991.

Dengan adanya pernyataan penyerahan/pelepasan hak atas tanah tersebut

maka orang yang bersangkutan menyatakan menyerahkan tanah

milik/melepaskan hak atas tanahnya kepada negara dan selanjutnya tidak

berkeberatan apabila atas tanah tersebut dimohon dengan sesuatu hak atas

tanah oleh perusahaan. Sebagai pihak yang menyerahkan tanah hak

milik/melepaskan hak atas tanah tersebut dan menjamin, bahwa:

1. Atas tanah tersebut tidak terkena sitaan dan tidak tersangkut dala suatu

perkara;
29

2. Tanah tersebut tidak dibebani dengan hak tanggungan/tidak dijadika

jaminan hutang dengan cara apapun;

3. Tanah tersebut belum pernah diserahkan kepada pihak lain dengan cara

apapun;

4. Tidak ada pihak lain yang turut mempunyai hak atas tanah tersebut.

Apabila diperlukan sebelum dilaksanakan penyerahan atau pelepasan hak

atas tanah dapat diadakan perjanjian kesediaan menyerahkan atau melepaskan

hak atas tanah dengan mempergunakan formulir yang telah ada. Jika tanah

yang diperlukan perusahaan merupakan tanah negara yang dipakai oleh pihak

ketiga maka pihak yang memakai tanah tersebut melepaskan semua

hubungannya dengan tanah yang bersangkutan, sehingga tanah itu menjadi

tanah negara yang dapat diberikan dengan hak atas tanah yang sesuai kepada

perusahaan. Penyerahan atau pelepasan hak atas tanah dilakukan setelah

diserahkannya kepada kantor pertahanan setempat dengan menyerahkan

sertifikat tanah yang bersangkutan atau jika tanah yang bersangkutan belum

bersertifikat, setelah dilakukan inventarisasi dan pengumuman dan

penyerahan surat-surat asli bukti kepemilikan tanah yang bersangkutan.

Dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sudah dibuat pernyataan penyerahan

atau pelepasan hak kepada kantor pertahanan mencatat hapusnya hak atas

tanah tersebut pada buku tanah dan sertifikatnya maupun daftar umum

lainnya.

Pembayaran ganti rugi sebaiknya dilakukan di kantor kepala Desa, tetapi

lebih baik apabila dilakukan di bank yang terdekat, untuk mendorong


30

masyarakat menabung di bank agar uangnya tidak habis dipakai untuk

keperluan-keperluan yang bersifat konsumerisme, selain mencegah terjadinya

perampokan atau perampokan di perjalanan. Untuk pembayaran pelunasan

selain penjual menandatangani bukti pembayaran yang diketahui oleh Kepala

Desa untuk orang tersebut dibuatkan foto diri dengan tulisan nama, luas tanah

yang dijual, harga tanah, serta nama desa yang diletakkan di dadanya. Ini

penting untuk dokumen apabila ada gugatan kemudian hari terutama bagi

mereka yang menyatakan bahwa tanahnya merasa tidak pernah dijual yang

biasanya digunakan oleh ahli warisnya.13

13
tunjuk Praktis Tata Cara Perolehan Tanah Untuk Industri Hal 17-20 pencipta
D.Soetrisno, S.H. Tahun 2004 cetakan pertama, Jakarta: Rineka Cipta
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode merupakan proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu

permasalahan. Metode penelitian berfungsi sebagai alat atau cara untuk pedoman

untuk melakukan penelitian. Sedangkan, penelitian menurut Soerjono Soekanto

merupakan suatu sarana dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis

dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut perlu diadakan analisa dan

konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan tentang

suatu gejala sehingga dapat merumuskan masalah serta memperoleh pengetahuan

yang lebih mendalam tentang suatu gejala sehingga dapat merumuskan hipotesa.

Oleh karena itu penulisan dalam skripsi ini, penulis menggunakan metodelogi

penulisan sebagai berikut:

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan tipe penelitian empiris. Karena melihat

bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat dalam menyelesaikan suatu

masalah. Penelitiaan ini dilakukan dengan mengkombinasikan data primer

yang berupa hasil wawancara dengan data sekunder guna mengidentifikasi

permasalahan serta mencari dasar hukum yang berkaitan dengan penyelesaian

permasalahan tersebut. Data yang diperoleh dari Dinas Perumahan Kawasan

Permukiman kota Bontang dan Masyarakat yang terlibat dalam pengadaan

tanah tersebut.
32

B. Jenis Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 jenis

terdiri dari :

1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh penulis secara langsung

dari sumbernya yaitu melalui wawancara dengan pihak yang mempunyai

kewenangan dan pihak yang terkait dalam Pengadaan Tanah tersebut.

B. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh penulis melalui studi

kepustakaan yaitu memperoleh data dokumendokumen resmi, buku-buku

yang berhubungan dengan objek penelitian, jurnal dan peraturan-

peraturan perundang-undangan. Tujuan dan kegunaan studi kepustakaan

adalah untuk menunjukan jalan pemecahan masalah penelitian. Data

sekunder itu kemudian dibagi lagi menjadi:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang berkaitan

dengan proses Ganti Rugi Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan

Umum antara lain:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok – Pokok Agraria

3) Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Kepentingan Umum.
33

4) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pelaksaan Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum.

5) Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum

6) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

7) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum

8) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 5

Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan

Tanah.

9) Peraturan Walikota Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pedoman

Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Skala Kecil.

10) Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 tentang

penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

Kepentingan Umum

11) Peraturan walikota nomor 2 tahun 2020 tentang Pedoman

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Skala Kecil


34

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder adalah bahan-bahan yang erat

hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu

memberi penjelasan dan memahami bahan hukum primer, meliputi:

1) Buku-buku yang membahas mengenai hukum agraria dan

masalah pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan

umum.

2) Buku buku tentang ganti rugi pengadaan tanah

3) Buku-buku tentang pendaftaran tanah

4) Buku-buku tetang tata cara pengadaan tanah

5) Buku-buku yang membahas tentang penyelesaian sengketa

6) Hasil penelitian tentang pengadaan tanah dan pembebasan tanah

7) Hasil penelitian tentang ganti rugi pengadaan tanah

8) Hasil penelitian tentang tata cara atau tahapan pengadaan tanah

9) Hasil penelitian tentang bentuk-bentuk ganti rugi pengadaan

tanah

10) Makalah, tesis, skripsi lainnya yang berhubungan dengan

permasalahan penelitian ini.

c. Data Hukum Tersier

Data Hukum Tersier adalah bahan-bahan yang memberi

petunjuk dan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan hukum

sekunder, dalam penelitian ini bahan penelitian tersier yang menjadi


35

acuan penulis dalam menulis skripsi ini adalah Kamus Ensiklopedia

hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumupulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah Wawancara. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang

bersumber langsung dari responden penelitian di lapangan. Dalam penulisan

skripsi ini, penulis akan mewawancarai pihak yang berkompenten pada Dinas

Perumahan Kawasan Permukiman Kota Bontang dengan masalah yang akan

dibahas dalam skripsi ini dan kemudian hasilnya akan ditunjang dengan data

sekunder yang di dapat dengan melakukan studi kepustakaan.

D. Metode Analisis Data

Terdapat 2 jenis analisis data, yaitu Analisis Data Kuantitatif yang

ditujukan untuk memproses atau mengolah data dalam bentuk angka. Dan

analisis data Kualitatif yang ideal digunakan para peneliti untuk memproses

data bukan angka.  Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan

adalah dengan metode analisis kualitatif.

E. Sistematika Penulisan

Bab satu merupakan Bab Pendahuluan. Bab ini adalah bab awal yang

sangat penting kedudukannya didalamnya akan menjelaskan mengenai latar

belakang masalah, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisannya.

Bab dua adalah mengenai tinjauan pustaka, didalamnya akan dibahas

mengenai landasan teori dan konsep yang mendasari dalam penulisan skripsi
36

ini yang akan menjelaskan Suatu Tinjauan Tata Cara Ganti Rugi Pengadaan

Tanah di Kota Bontang.

Bab tiga adalah metode penelitian. Saat mengerjakan skripsi, akan

dihadapkan pada dua pilihan metode penelitian yaitu Penelitian Hukum

Normatif dan Penelitian Hukum Empiris. Penyusunan skripsi ini peneliti

menerapkan metode penelitian hukum empiris-normatif. Hal ini disebabkan

peneliti menggunakan penelitian hukum dengan data primer atau suatu data

yang diperoleh langsung dari sumbernya dan menggunakan bahan-bahan

kepustakaan sebagai data untuk menganalisis kasus dalam penyusunan

proposal skripsi ini.

Bab empat adalah Pembahasan. Penyajian pembahasan ini meliputi

analisis hasil penelitian yang dihubungkan dengan kajian teoritis yang

mendukung Bab II (dua). Dengan demikian peneliti dapat mengemukakan

hasil-hasil penelitian secara apa adanya dengan tetap bersandar pada tata

krama ilmiah.

Bab lima adalah kesimpulan dan saran. Sistematika penulisan skripsi

dibab kesimpulan peneliti wajib membuat kesimpulan dari hasil penelitian.

Kesimpulan tidak perlu ditulis secara panjang lebar. Cukup ditulis secara

singkat, padat dan jelas. Selain kesimpulan, juga perlu yang namanya plan of

treatment.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Tata Cara Ganti Rugi Pengadaan Tanah Untuk Tempat

Pemakaman Umum Kelurahan Guntung Kota Bontang Ditinjau Dari

Peraturan Walikota Nomor 3 Tahun 2018

1. Tata Cara Ganti Rugi Pengadaan Tanah Untuk Tempat Pemakaman

Umum Kelurahan Guntung Kota Bontang Menurut Peraturan Walikota

Nomor 3 Tahun 201814

Tata cara ganti rugi pengadaan tanah untuk tempat pemakaman

umum kelurahan guntung kota bontang sesuai dengan peraturan walikota

nomor 3 tahun 2018 tersebut dilandaskan pada Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum. Berikut adalah tahapan pelaksanaan ganti rugi

pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

a. Perencanaan Pengadaan Tanah

Instansi yang memerlukan tanah membuat perencanaan

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan. Perencanaan Pengadaan Tanah untuk

Kepentingan Umum didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah

dan prioritas pembangunan yang tercantum dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja

Pemerintah Instansi yang bersangkutan. Perencanaan Pengadaan


14
Peraturan Wali Kota Bontang Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengadaan Tanah
untuk Kepentingan Umum Skala Kecil
38

Tanah untuk Kepentingan Umum disusun dalam bentuk dokumen

perencanaan Pengadaan Tanah, yang paling sedikit memuat:

1) Maksud dan tujuan rencana pembangunan

2) Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana

Pembangunan Nasional dan Daerah

3) Letak tanah

4) Luas tanah yang dibutuhkan

5) Gambaran umum status tanah

6) Perkiraan waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah

7) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan

8) Perkiraan nilai tanah

9) Rencana penganggaran

Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah disusun berdasarkan

studi kelayakan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Setelah itu dokumen tersebut ditetapkan oleh

instansi yang memerlukan dan diserahkan kepada pemerintah

provinsi.

b. Persiapan Pengadaan Tanah

Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi

berdasarkan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah melaksanakan:

1) Pemberitahuan rencana pembangunan secara langsung atau tidak

langsung
39

2) Pendataan awal lokasi rencana pembangunan yang meliputi

kegiatan pengumpulan data awal Pihak yang Berhak dan Objek

Pengadaan Tanah dan dilaksanakan dalam waktu paling lama 30

(tiga puluh) hari kerja sejak pemberitahuan rencana

pembangunan.

3) Konsultasi Publik rencana pembangunan yang dilaksanakan untuk

mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari

Pihak yang Berhak yaitu dengan melibatkan Pihak yang Berhak

dan masyarakat yang terkena dampak serta dilaksanakan di

tempat rencana pembangunan Kepentingan Umum atau di tempat

yang disepakati. Pelibatan Pihak yang Berhak dapat dilakukan

melalui perwakilan dengan surat kuasa dari dan oleh Pihak yang

Berhak atas lokasi rencana pembangunan. Kesepakatan tersebut

dituangkan dalam bentuk berita acara kesepakatan. Atas dasar

kesepakatan tersebut Instansi yang memerlukan tanah

mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada gubernur.

Gubernur menetapkan lokasi dalam waktu paling lama 14 (empat

belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan

permohonan penetapan oleh Instansi yang memerlukan tanah.

Apabila sampai dengan jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja

pelaksanaan Konsultasi Publik rencana pembangunan terdapat

pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan,

dilaksanakan Konsultasi Publik ulang dengan pihak yang


40

keberatan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. Apabila masih

terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi

pembangunan, Instansi yang memerlukan tanah melaporkan

keberatan dimaksud kepada gubernur setempat. Gubernur akan

membentuk tim untuk melakukan kajian atas keberatan rencana

lokasi pembangunan yang terdiri atas:

a) sekretaris daerah provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai

ketua merangkap anggota

b) Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai

sekretaris merangkap anggota

c) instansi yang menangani urusan di bidang perencanaan

pembangunan daerah sebagai anggota

d) Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia sebagai anggota

e) bupati/wali kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota

f) dan akademisi sebagai anggota.

Tim sebagaimana tersebut bertugas:

a) menginventarisasi masalah yang menjadi alasan keberatan

b) melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang

keberatan

c) dan membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya

keberatan
41

Setelah itu hasil kajian tim tersebut akan berupa rekomendasi

diterima atau ditolaknya keberatan rencana lokasi pembangunan

tersebut dalam waktu paling lama 14 (Empat Belas) hari kerja

terhitung sejak diterimanya permohonan oleh gubernur. Setelah

itu gubernur akan mengeluarkan surat keputusan diterima atau

ditolaknya permohonan keberatan atas rencana lokasi

pembangunan. Dalam hal ditolaknya permohonan keberatan maka

Rencana Pembangunan akan terus dilaksanakan, namun jika

diterima maka Rencana Lokasi Pembangunan akan dibatalkan

dan diberi saran untuk melakukan Pembangunan di Lokasi Lain.

Dalam Hal Penetapan Lokasi jika masih terjadi keberatan maka

bisa mengajukan lagi gugatan kepada Pengaadilan Tata Usaha

Negara dan Putusan Pengadilan Tata usaha Negara inilah yang

mempunyai kekuatan hukum tetap yang berisikan diterima atau

ditolaknya penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Untuk

Kepentingan Umum. Dan Jika Penetapan Lokasi telah ditetapkan

maka Gubernur dan Intansi yang memerlukan tanah tersebut akan

memberi pengumuman kepada masyarakat bahwa dilokasi

tersebut akan dilakukan Pembangunan untuk Kepentingan

Umum.

c. Pelaksanaan Pengadaan Tanah

Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan

Umum, Instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan


42

Pengadaan Tanah kepada Lembaga Pertanahan. Pelaksanaan

Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud meliputi:

1) Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan,

dan pemanfaatan tanah. Inventarisasi dan identifikasi penguasaan,

pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sebagaimana

dimaksud meliputi kegiatan yaitu pengukuran dan pemetaan

bidang per bidang tanah, lalu pengumpulan data Pihak yang

Berhak dan Objek Pengadaan Tanah. Inventarisasi dan

identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan

tanah dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari

kerja. Hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan,

penggunaan, dan pemanfaatan tanah wajib diumumkan di kantor

desa/kelurahan, kantor kecamatan, dan tempat Pengadaan Tanah

dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja,

diumumkan secara bertahap, parsial, atau keseluruhan.

Pengumuman hasil inventarisasi dan identifikasi meliputi subjek

hak, luas, letak, dan peta bidang tanah Objek Pengadaan Tanah.

Dalam hal tidak menerima hasil inventarisasi, Pihak yang Berhak

dapat mengajukan keberatan kepada Lembaga Pertanahan dalam

waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak

diumumkan hasil inventarisasi. Hasil pengumuman atau verifikasi

dan perbaikan ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan dan


43

selanjutnya menjadi dasar penentuan Pihak yang Berhak dalam

pemberian Ganti Kerugian.

2) Penilaian Ganti Kerugian

Lembaga Pertanahan menetapkan Penilai sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Lembaga Pertanahan

mengumumkan Penilai yang telah ditetapkan melaksanakan

penilaian Objek Pengadaan Tanah. Penilaian besarnya nilai Ganti

Kerugian oleh Penilai dilakukan bidang per bidang tanah yaitu

meliputi tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan,

tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, dan/atau kerugian

lain yang dapat dinilai. Besarnya nilai Ganti Kerugian

berdasarkan hasil penilaian Penilai disampaikan kepada Lembaga

Pertanahan dengan berita acara. Nilai Ganti Kerugian berdasarkan

hasil penilaian Penilai menjadi dasar musyawarah penetapan

Ganti Kerugian. Dalam hal bidang tanah tertentu yang terkena

Pengadaan Tanah terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan

sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya, Pihak yang

Berhak dapat meminta penggantian secara utuh atas bidang

tanahnya. Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam

bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan

saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Pada ketentuannya, Ganti Kerugian diberikan kepada

pemegang Hak atas Tanah. Untuk hak guna bangunan atau hak
44

pakai yang berada di atas tanah yang bukan miliknya, Ganti

Kerugian diberikan kepada pemegang hak guna bangunan atau

hak pakai atas bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan

dengan tanah yang dimiliki atau dipunyainya, sedangkan Ganti

Kerugian atas tanahnya diberikan kepada pemegang hak milik

atau hak pengelolaan. Ganti Kerugian atas tanah hak ulayat

diberikan dalam bentuk tanah pengganti, permukiman kembali,

atau bentuk lain yang disepakati oleh masyarakat hukum adat

yang bersangkutan. Pihak yang menguasai tanah negara yang

dapat diberikan Ganti Kerugian adalah pemakai tanah negara

yang sesuai dengan atau tidak melanggar ketentuan peraturan

perundang-undangan. Misalnya, bekas pemegang hak yang telah

habis jangka waktunya yang masih menggunakan atau

memanfaatkan tanah yang bersangkutan, pihak yang menguasai

tanah negara berdasarkan sewa-menyewa, atau pihak lain yang

menggunakan atau memanfaatkan tanah negara bebas dengan

tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang

dimaksud dengan “pemegang dasar penguasaan atas tanah”

adalah pihak yang memiliki alat bukti yang diterbitkan oleh

pejabat yang berwenang yang membuktikan adanya penguasaan

yang bersangkutan atas tanah yang bersangkutan, misalnya

pemegang akta jual beli atas Hak atas Tanah yang belum dibalik

nama, pemegang akta jual beli atas hak milik adat yang belum
45

diterbitkan sertifikat, dan pemegang surat izin menghuni.

Bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah

yang belum atau tidak dipunyai dengan Hak atas Tanah, Ganti

Kerugian diberikan kepada pemilik bangunan, tanaman, atau

benda lain yang berkaitan dengan tanah.

3) Musyawarah penetapan Ganti Kerugian

Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan Pihak

yang Berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja

sejak hasil penilaian dari Penilai disampaikan kepada Lembaga

Pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya Ganti

Kerugian berdasarkan hasil penilaian Ganti Kerugian. Hasil

kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian Ganti

Kerugian kepada Pihak yang Berhak yang dimuat dalam berita

acara kesepakatan. Jika Pihak yang berhak tidak menerima hasil

musyawarah penetapan ganti rugi kerugian maka diperbolehkan

mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri. Pengadilan negeri

memutus bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian dalam waktu

paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya

pengajuan keberatan. Putusan pengadilan negeri/Mahkamah

Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi

dasar pembayaran Ganti Kerugian kepada pihak yang

mengajukan keberatan. Dalam hal Pihak yang Berhak menolak

bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian, tetapi tidak


46

mengajukan keberatan dalam waktu yang ditentukan, karena

hukum Pihak yang Berhak dianggap menerima bentuk dan

besarnya Ganti Kerugian.

4) Pemberian Ganti Kerugian

Pemberian Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah

diberikan langsung kepada Pihak yang Berhak. Ganti Kerugian

diberikan kepada Pihak yang Berhak berdasarkan hasil penilaian

yang ditetapkan dalam musyawarah. Pada saat pemberian Ganti

Kerugian Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian wajib

melakukan pelepasan hak dan menyerahkan bukti penguasaan

atau kepemilikan Objek Pengadaan Tanah kepada Instansi yang

memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan. Pihak yang

Berhak menerima Ganti Kerugian bertanggung jawab atas

kebenaran dan keabsahan bukti penguasaan atau kepemilikan

yang diserahkan. Tuntutan pihak lain atas Objek Pengadaan

Tanah yang telah diserahkan kepada Instansi yang memerlukan

tanah akan menjadi tanggung jawab Pihak yang Berhak menerima

Ganti Kerugian. Jika Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau

besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil musyawarah, atau

putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung, Ganti Kerugian

dititipkan di pengadilan negeri setempat. Penitipan ganti Rugi

juga dilakukan jika Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian

tidak diketahui keberadaannya atau Objek Pengadaan Tanah yang


47

akan diberikan Ganti Kerugian sedang menjadi objek perkara di

pengadilan, masih dipersengketakan kepemilikannya, diletakkan

sita oleh pejabat yang berwenang, dan menjadi jaminan di bank.

Pemberian Ganti Kerugian pada prinsipnya harus diserahkan

langsung kepada Pihak yang Berhak atas Ganti Kerugian. Apabila

berhalangan, Pihak yang Berhak karena hukum dapat

memberikan kuasa kepada pihak lain atau ahli waris. Penerima

kuasa hanya dapat menerima kuasa dari satu orang yang berhak

atas Ganti Kerugian. Yang berhak antara lain adalah pemegang

hak atas tanah, pemegang hak pengelolaan, nadzir, untuk tanah

wakaf, pemilik tanah bekas milik adat, masyarakat hukum adat,

dan pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik.

5) Pelepasan Tanah Instansi.

Pelepasan Objek Pengadaan Tanah untuk Kepentingan

Umum yang dimiliki pemerintah dilakukan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur

pengelolaan barang milik negara/daerah.

Setelah penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan

Umum, Pihak yang Berhak hanya dapat mengalihkan hak atas

tanahnya kepada Instansi yang memerlukan tanah melalui

Lembaga Pertanahan. Beralihnya hak dilakukan dengan

memberikan Ganti Kerugian yang nilainya ditetapkan saat nilai

pengumuman penetapan lokasi. Pelepasan Objek Pengadaan


48

Tanah untuk Kepentingan Umum yang dikuasai oleh pemerintah

atau dikuasai/dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara/Badan

Usaha Milik Daerah dilakukan berdasarkan Undang-Undang ini.

d. Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah

Instansi yang memperoleh tanah wajib mendaftarkan tanah yang

telah diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Berikut adalah tata cara ganti rugi pengadaan tanah untuk tempat

pemakaman umum kelurahan Guntung untuk tahapan pelaksanaannya:

1) Perencanaan Pengadaan Tanah

Instansi yang memerlukan tanah adalah Dinas Perumahan

Kawasan Permukiman Dan Pertanahan Kota Bontang. Perencanaan

pengadaan tanah di tujukan untuk Tempat Pemakaman Umum

Kelurahan Guntung Kecamatan Bontang Utara Kota Bontang.

Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Kota Bontang Telah

membuat dokumen perencanaan Pengadaan Tanah Perluasan

Tempat Pemakaman Umum Kelurahan Guntung Kecamatan

Bontang Utara Kota Bontang yang berisikan :

a) Maksud perencanaan pengadaan tanah untuk Perluasan Tempat

Pemakaman Umum Kelurahan Guntung dikarenakan lahan

yang ada saat ini sudah hampir penuh. Dan mempunyai tujuan

untuk teridentifikasinya kondisi eksisting kawasan lahan yang

akan dibebaskan dan tersedianya lokasi pemakaman yang


49

memadai di Kota Bontang, tersedianya informasi yang

menggambarkan luasan tanah yang diperlukan dalam perluasan

tempat pemakaman Umum, dan teridentifikasinya pemilik

tanah atau Pihak yang berhak dan status kepemilikan tanah

yang nantinya menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi

rencana Pengadaan Tanah baik secara teknis maupun secara

administrasi.

b) Kesesuaian tata ruang mempunyai hasil survei dan sudah

diverifikasi sesuai dengan Perda Nomor 1 Tahun 2016 tentang

Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota

Bontang Tahun 2016-2036. Pemanfaatan tata ruang sebagai

TPU pada subzone Perumahan Kepadatan Penduduk Rendah

dapat diizinkan.

c) Letak Tanah adalah perluasan Tempat Pemakaman Umum

Kelurahan Guntung Kecamatan Bontang Utara Kota Bontang,

Provinsi Kalimantan Timur.

d) Luas Tanah yang dibtutuhkan dalam Kegiatan Perluasan

Tempat Pemakaman Umum Kelurahan Guntung seluas kurang

lebih 13.021 m2 dengan pemilik lahan berjumlah 9 Orang.

e) Status Tanah berupa SPPFBT, Surat Hibah, dan SPPTG.

f) Perkiraan Waktu Pelaksanaan Pengadaan Tanah yang

diperkirakan dilaksanakan selama 3 (Tiga) Bulan.


50

g) Perkiraan Nilai Tanah dalam Kegiatan Perluasan Tempat

Pemakaman Umum Kelurahan Guntung Kota Bontang akan

dilakukan penilaian terlebih dahulu oleh Penilai sebagaimana

telah diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang

pengadaan tanah bagi Kepentingan Umum. Berdasarkan Harga

Pasaran nilai lahan yang berada di sekitar Tempat Pemakaman

Umum Kelurahan Guntung yang terletak di Jl.Enggang RT 06

berkisar kurang lebih Rp.500.000,-.

h) Sumber dan Rencana Penganggaran dalam Kegiatan

Pengadaan Tanah Perluasan Tempat Pemakaman Umum

Kelurahan Guntung berasal dari APBD-P Kota Bontang Tahun

Anggaran 2017.

2) Persiapan Pengadaan Tanah

a) Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Kota Bontang telah

memberitahu atau memberi pengumuman secara tidak

langsung melalui surat Undangan Negosiasi Perluasan Lahan

Tempat Pemakaman Umum Kelurahan Guntung dan dihadiri

oleh beberapa instansi terkait.

b) Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Kota Bontang

melakukan pengumpulan data awal Pihak yang berhak dan

Objek Pengadaan Tanah dan mengumpulkan ada 9 (Sembilan)

Pihak yang berhak.


51

c) Setelah itu Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Kota

Bontang dengan bantuan Tim Badan Pertanahan Nasional Kota

Bontang melakukan Penetapan Lokasi dan terbitlah surat

Keputusan Kepala Dinas Nomor 32 Tahun 2018 Tentang

Penetapan Lokasi Untuk Keperluan Perluasan Tempat

Pemakaman Umum Guntung di Kelurahan Guntung

Kecamatan Bontang Utara , dan dalam hal ini mencapai

kesepakatan dan dituangkan dalam berita acara kesepakatan.

3) Pelaksanaan Pengadaan Tanah

a) Inventarisasi dan Identifikasi

Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Kota Bontang

membuat Undangan secara tertulis dengan nomor

622/389/DPKP2.03 kepada Pihak Yang Berhak untuk

kepentingan Inventarisasi dan Identifikasi data Yuridis serta

Fisik Tanah Perluasan Kuburan Guntung dengan jumlah akhir

atau total luasan tanah kurang lebih 13.021 m2.

b) Penilaian Ganti Kerugian

Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Kota Bontang

dan Pihak yang Berhak mencapai kesepakatan pada harga nilai

Rp 500.000,-/m2. Pihak yang Berhak mendapatkan

penggantian secara utuh atas bidang tanahnya. Pihak yang

berhak dalam hal ini juga mendapatkan bentuk ganti rugi

kerugian berupa uang sesuai yang telah disepakati oleh Para


52

Pihak pada tahap musyawarah. Berdasarkan hasil penilaian

konsultan dari Kantor Jasa Penilaian Publik Pung’s Zulkarnain

dan Rekan pada 16 Desember 2018 dengan pertimbangan

seluruh informasi yang relevan dan kondisi pasar yang berlaku,

mereka berpendapat total nilai penggantian wajar yang

diberikan sebanyak Rp. 2.551.310.000,- kepada 11 pemilik

tanah dengan total jumlah luas tanah 11.857 m2 15


. Harga

tersebut merupakan batas maksimal yang dapat diberikan

kepada pemilik tanah dengan ketentuan boleh kurang dari

harga tersebut dan tidak boleh melebihi batas maksimal harga

yang telah di ajukan jasa penilai.

Tabel 4.1 Selisih Pemberian Ganti Rugi dengan Saran Jasa


Penilai Ganti Rugi
Yang di
Pemilik
Yang diberikan Sarankan Selisih
Tanah
Penilai
Abd. Malik Rp 199,884,005 Rp 199,880,000 Rp 4,005
Abd. Malik Rp 928,832,564 Rp 928,830,000 Rp 2,564
Asis Saputra Rp 106,803,022 Rp 106,800,000 Rp 3,022
Asis Saputra Rp 715,988,846 Rp 715,980,000 Rp 8,846
Rasnah Rp 214,718,848 Rp 214,710,000 Rp 8,848
Taswin Rp 99,296,507 Rp 99,290,000 Rp 6,507
M. Norsidi
Rp 78,155,246 Rp 78,150,000 Rp 5,246
Amzah
Jais Rp 85,474,506 Rp 85,470,000 Rp 4,506
Martiyah Rp 75,879,358 Rp 75,870,000 Rp 9,358
Rianti Rp 23,755,844 Rp 23,750,000 Rp 5,844
Rubyah Rp 22,524,131 Rp 22,520,000 Rp 4,131
Rp
Total Jumlah Rp 2,551,312,877 Rp 62,877
2,551,250,000

c) Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian

15
Laporan Penilaian Pengadaan Tanah untuk Lokasi Tempat Pemakaman Umum, No.
353/LP-YGY/KJPP.PSZ/XII/2018
53

Dalam Hal ini Dinas Perumahan Kawasan Permukiman

Kota Bontang dan Pihak yang Berhak mencapai kesepakatan

dan telah dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan.

d) Pemberian Ganti Rugi Kerugian

Dalam Hal ini Dinas Perumahan Kawasan Permukiman

Kota Bontang memberikan langsung pada Pihak yang Berhak.

Hanya ada salah satu Pihak yang Berhak yang memiliki

alas hak tanah berupa Surat Hibah. Namun dalam hal ini tidak

terjadi sengketa dan Surat Hibah tersebut dianggap sah sesuai

ketentuan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2012.

Berdasarkan Berita Acara Pemberian Ganti Kerugian

Dalam Bentuk Uang Nomor 03-06/BA.PL/XII/2018 pemberian

ganti rugi Pengadaan Tanah Peruasan Lahan Tempat

Pemakaman Umum Guntung yang berlokasi di RT 05/15 Kel.

Guntung, Bontang Utara kepada 11 pemilik tanah adalah

sebesar Rp. 2.551.321.877,- yang mana semua pemilik sudah

menyetujui dan menerima Ganti Kerugian dalam bentuk

uang16.

e) Pelepasan Tanah Instansi.

Setelah penetapan lokasi, Pihak yang Berhak hanya dapat

mengalihkan hak atas tanahnya kepada Dinas Perumahan

Kawasan Permukiman Kota Bontang yang memerlukan tanah

16
Berita Acara Nomor 03-06/BA.PL/XII/2018 Tentang Pemberian Ganti Kerugian
Dalam Bentuk Uang, Guntung, Bontang Utara
54

melalui Lembaga Pertanahan. Beralihnya hak dilakukan

dengan memberikan Ganti Kerugian yang nilainya ditetapkan

saat nilai pengumuman penetapan lokasi. Dalam hal ini Dinas

Perumahan Kawasan Permukiman Kota Bontang membuat

Surat Berita Acara Pelepasan hak sesuai dengan jumlah Pihak

Yang berhak.

4) Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah

Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Kota Bontang

mendaftarkan tanah yang diperoleh sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Menurut peneliti dalam hal ini Dinas Perumahan Kawasan

Permukiman Kota Bontang sebagai instansi yang memerlukan

tanah dalam hal tata cara ganti rugi pengadaan tanah untuk

Tempat Pemakaman Umum Kelurahan Guntung ditinjau dari

Peraturan Walikota Nomor 3 Tahun 2018 sudah sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yaitu berdasarkan Landasan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Tanah

Untuk Kepentingan Umum.


55

B. Faktor yang Menjadi Hambatan Dalam Proses Pelaksanaan Tata Cara

Ganti Rugi Pengadaan Tanah untuk Tempat Pemakaman Umum

Kelurahan Guntung Kota Bontang

Di dalam pasal 42 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 yang

menjadi faktor penghambat atau kendala dalam proses pelaksanaan tata cara

ganti rugi pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah17:

1. Sedang Menjadi Objek Perkara Di Pengadilan. Hal Ini Dinamakan Cacat

Hukum Administrative

2. Masih Dipersengketakan Kepemilikannya. Hal Ini Bisa Berupa Alas Hak

Yang Tumpang Tindih Kepemilikan

3. Diletakkan Sita Oleh Pejabat Yang Berwenang

4. Menjadi Jaminan Di Bank

Dan tentunya menurut peneliti hal utama yang menjadi faktor

penghambat penghambat atau kendala dalam proses pelaksanaan tata cara

ganti rugi pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah Tidak adanya

Kesepakatan Nilai Ganti Rugi. Hal ini akan sangat menghambat.

Pada pasal 32 uu No. 2 Tahun 2012 menyebutkan bahwa Penilai Objek

pengadaan tanah merupakan Penilai yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan dan harus mendapatkan penetapan dari Lembaga Pertanahan.

Proses penentuan besarnya ganti rugi kerugian dalam UU No. 2 Tahun 2012

Cenderung mengedepankan peran penilai pertanahan sebelum pelaksanaan

penetapan besarnya ganti kerugian melalui proses musyawarah antara

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Pasal 42 ayat 2 tentang Pengadaan Tanah Bagi
17

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum


56

pemegang hak atas tanah dan lembaga yang berwenang melakukan

pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Permasalahan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan

umum terletak pada kemampuan penyelenggara pengadaan tanah untuk

menentukan nilai atau harga tanah sebagai acuan dalam menetapkan bentuk

dan besarnya ganti kerugian.

Namun dalam hal ini menurut Narasumber peneliti yaitu Lembaga

Pertanahan dan Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Kota Bontang untuk

kendala atau hambatan dalam proses pelaksanaan tata cara ganti rugi

pengadaan tanah untuk Tempat Pemakaman Umum Kelurahan Guntung di

Kota Bontang tidak ditemukan atau dengan kata lain bahwa tidak terdapat

hambatan atau kendala dalam proses tersebut. Dikarenakan proses

perencanaan awal yang jelas dan memiliki kepentingan. Dan juga masyarakat

kelurahan Guntung membutuhkan lahan Tempat Pemakaman umum. Hal ini

dikarenakan sebelumnya masyarakat umum kelurahan guntung harus

memakamkan justru didaerah wilayah Kutai Timur. Hal ini memberatkan

masyarakat umum kelurahan Guntung.

Menurut narasumber kendala dan hambatan terjadi di dalam proses

pelaksanaan apabila dari awal proses perencanaan belum jelas dan tidak

memiliki kepentingan, dan Tidak melakukan survei untuk kepentingan

tersebut.
57

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Di Kota Bontang, Proses tata cara ganti rugi Pengadaan Tanah Untuk

Tempat Pemakaman Umum Kelurahan Guntung menurut Peraturan

Wailkota Nomor 3 Tahun 2018 tentang pedoman pengadaan tanah untuk

kepentingan umum skala kecil sudah sesuai penerapannya dengan

landasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah

untuk kepentingan Umum. Dengan melakukan beberapa tahapan

pelaksanaan yaitu :

a. Perencanaan Pengadaan Tanah

b. Persiapan Pengadaan Tanah

c. Pelaksanaan Pengadaan Tanah

d. Dan Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah.

Dalam hal ganti rugi kerugian ada pada tahap pelaksanaan pengadaan

tanah yang akan memuat inventarisasi dan identifikasi, penilaian ganti

rugi yang dilakukan Penilai dari Lembaga Pertanahan sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk

kepentingan umum, musyawarah penetapan ganti rugi antara Dinas

Perumahan Kawasan Permukiman Kota Bontang dengan Pihak yang

Berhak, dan Pemberian Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah.


58

2. Di dalam pasal 42 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 yang

menjadi faktor penghambat atau kendala dalam proses pelaksanaan tata

cara ganti rugi pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah :

a. Sedang Menjadi Objek Perkara Di Pengadilan

b. Masih Dipersengketakan Kepemilikannya

c. Diletakkan Sita Oleh Pejabat Yang Berwenang

d. Menjadi Jaminan Di Bank

Namun, dalam hal Proses Tata Cara Ganti Rugi Pengadaan Tanah Untuk

Tempat Pemakaman Umum Kelurahan Guntung Kota Bontang, tidak

terjadi kendala atau tidak ada hambatan dalam proses pelaksanaannya.

B. SARAN

1. Mengingat urgensi dalam setiap Kepentingan umum yang digunakan

instansi Pemerintahan, maka dalam hal ini penulis memberi saran

terhadap Pihak Yang Berhak agar mendaftarkan tanahnya ke lembaga

pertanahan, dan mempunyai alas hak atas objek tanah yang sah melalui

pendaftaran tanah.

2. Dalam hal asas keadilan maka penulis memberi saran kepada instansi

Pemerintahan agar memberi atau menilai harga Objek Pengadaan Tanah

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan harga nilai pasaran agar

prosesnya tidak terhambat hanya karena tidak adanya kesepakatan nilai

objek pengadaan tanah.

3. Dalam hal perencanaan awal, agar instansi yang membutuhkan

Pengadaan tanah lebih memikirkan lagi untuk urgensi apa fasilitas umum
59

tersebut dan penetapan lokasi perencanaannya apakah sudah sesuai

dengan kebutuhan masyarakat sekitarnya.


60

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

D.Soetrisno, S.H. 2004, Petunjuk Praktis Tata Cara Perolehan Tanah Untuk Industri,
Cetakan ke 1, Rineka Cipta, Jakarta.

H.Mohammad Hatta, S.H., Mkn. 2005. Hukum Tanah Nasional Dalam Perspektif Negara
Kesatuan, Cetakan ke 1, Media Abadi, Yogyakarta.

Urip Santoso, S.H., M.H. 2009. Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah, Cetakan Ke 1,
Predana Media Group, Jakarta.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional ( BPN ) Nomor 5 Tahun 2012
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.
Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Peraturan walikota nomor 2 tahun 2020 tentang Pedoman Pengadaan Tanah untuk
Kepentingan Umum Skala Kecil
Peraturan Walikota nomor 3 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengadaan Tanah
Untuk Kepentingan umum Skala Kecil
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok
Agraria
WEBSITE

Ekonomi.bisnis.com/read/20210806147/142704/tanah/kementerian-atr-luncurkan-
aplikasi-pengurusan-tanah-begini-cara-pakainya
61

Berita Acara Nomor 03-06/BA.PL/XII/2018 Tentang Pemberian Ganti Kerugian Dalam


Bentuk Uang, Guntung, Bontang Utara

Laporan Penilaian Pengadaan Tanah untuk Lokasi Tempat Pemakaman Umum, No.
353/LP-YGY/KJPP.PSZ/XII/2018
62

LAMPIRAN

I. Jadwal Penelitian

Tabel 4.2 Jadwal Penelitian


Waktu Pelaksanaan
No. Uraian Kegiatan (Tahun 2022) Keterangan
Jan Feb Mar April Mei
1. Tahap Persiapan
Penelitian
a. Penyusunan dan √
Pengajuan Judul
b. Pengajuan √ 8 Januari
Proposal 2022
c. Perijinan √ 23 Januari
Penelitian 2022
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pengumpulan Data √
b. Wawancara √
c. Analisis Data √
3. Tahap Penyusunan √
Laporan Hasil
Penelitian
4. Seminar Proposal √ 15 – 16
Skripsi Januari 2022
5. Seminar Hasil √ 15 – 16
Penelitian Maret 2022
6. Pelaksanaan Ujian √ 14 – 15 Mei
Skripsi 2022
7. Perbaikan Hasil √
Sidang Skripsi
8. Pengumpulan Skripsi √

Anda mungkin juga menyukai