Anda di halaman 1dari 84

SKRIPSI

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK

PIDANA PENGOPLOSAN GAS ELPIJI DI WILAYAH

HUKUM KEPOLISIAN RESOR GIANYAR

OLEH :

I PUTU APRIAWAN

NIM : 20190110090

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NGURAH RAI
DENPASAR
2023
SKRIPSI

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK

PIDANA PENGOPLOSAN GAS ELPIJI DI WILAYAH

HUKUM KEPOLISIAN RESOR GIANYAR

OLEH :

I PUTU APRIAWAN

NIM : 20190110090

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NGURAH RAI
DENPASAR
2023
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK

PIDANA PENGOPLOSAN GAS ELPIJI DI WILAYAH

HUKUM KEPOLISIAN RESOR GIANYAR

OLEH:

I PUTU APRIAWAN

NIM : 20190110090

SKRIPSI INI DISUSUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR

SARJANA HUKUM

PADA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NGURAH RAI

DENPASAR
HALAMAN PERSETUJUAN

TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL: SENIN, 28 AGUSTUS 2023

PEMBIMBING

(Dr. COKORDA GEDE SWETASOMA, S.H., M.H.)


NIDN: 0026018101

MENGETAHUI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NGURAH RAI
DEKAN

(Dr. I WAYAN PUTU SUCANA ARYANA S.E., S.H., M.H.,CMC.)


NIDN: 0808106701
SKRIPSI INI TELAH DIUJI DAN DIPERBAIKI

DOSEN PENGUJI

HARI :

TANGGAL :

WAKTU :

TEMPAT :

DOSEN PENGUJI

KETUA SEKRETARIS

(_________________________)
(_________________________)
NIDN: NIDN:

ANGGOTA

(_________________________)
NIDN:

5
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : I PUTU APRIAWAN

NIM : 20190110090

Program Studi : HUKUM

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang saya buat adalah:

a. Asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik baik
di Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai maupun perguruan tinggi
lainnya;
b. Murni gagasan, rumusan dan hasil penelitian penulis dengan arahan dosen
pembimbing;
c. Di dalamnya tidak terdapat karya-karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang atau dicantumlan dalam pustaka.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebanarnya, apabila dikemudian
hari terdapat kekeliruan saya bersedia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

Denpasar, 28 Agustus 2023

Materai
10.000

I PUTU APRIAWAN
20190110090

6
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atau

Ida Sang Hyang Widhi Wasa, maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik

karena skripsi ini merupakan salah satu syarat guna menyelesaikan studi ilmu

hukum di Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai.

Penulis menyadari sepenuhnya skripsi ini tidak mungkin bisa

diselesaikan dengan baik tanpa mendapatkan bimbingan, arahan, bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ni Putu Tirka Widanti, M.M., M.Hum., Rektor Universitas

Ngurah Rai Denpasar, karena telah memberikan fasilitas yang mendukung

dalam proses pembuatan skripsi ini.

2. Bapak Dr. I Wayan Putu Sucana Aryana S.E., S.H., M.H., CMC. selaku

Dekan Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai Denpasar atas kesempatan

dan arahan serta bimbingan kepada Penulis.

3. Bapak Dr. Cokorda Gede Swetasoma, SH., MH selaku Wakil Dekan

Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai sekaligus sebagai dosen

pembimbing skripsi ini, yang telah banyak berkontribusi untuk

memberikan arahan, saran dan masukan kepada penulis selama proses

penyusunan skripsi ini.

7
4. Bapak Dr. I Made Artana S.H., M.H., selaku Ketua Program Studi Hukum

Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai Denpasar telah banyak

memberikan nasehat, masukan, petunjuk dan motivasi kepada Penulis.

5. Bapak/Ibu Dosen dan semua Staf Pegawai Universitas Ngurah Rai

Denpasar yang telah memberikan arahan dan bantuan dalam penyusunan

Skripsi ini.

6. Orang tua serta seluruh anggota keluarga yang telah senantiasa ada dan

memberikan dukungan moral serta bantuan materi dalam penyusunan

Skripsi ini.

7. Teman-teman seangkatan di Universitas Ngurah Rai dan semua pihak

yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberi

dukungan, motivasi, sumbangan pemikiran, bantuan materi maupun non

materi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

terdapat kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, oleh

karena itu kritik dan saran sangat diharapkan dan penulis terima dengan lapang

dada demi kesempurnaan tulisan ini, akhir kata penulis haturkan terima kasih.

Denpasar, 28 Agustus 2023

Penulis

8
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN....................................................................... i

HALAMAN SAMPUL DALAM ..................................................................... ii

HALAMAN PERSYARATAN SARJANA HUKUM............................. iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ................................................ v

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN..................................................... vi

KATA PENGANTAR................................................................................ vii

DAFTAR ISI............................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

1. Permasalahan .............................................................................

1.1 Latar Belakang Masalah....................................................

1.2 Rumusan Masalah..............................................................

1.3 Ruang Lingkup Masalah....................................................

2. Landasan Teori ...........................................................................

1.1. Landasan Teori..................................................................

1.2. Hipotesis............................................................................

3. Tujuan Penulisan.........................................................................

3.1 Tujuan Umum ...................................................................

9
3.2 Tujuan Khusus...................................................................

4. Manfaat Penulisan ......................................................................

4.1 Manfaat Teoritis ...............................................................

4.2 Manfaat Praktis .................................................................

5. Metode Penelitian ......................................................................

5.1 Jenis Penelitian .................................................................

5.2 Sifat Penelitian ..................................................................

5.3 Jenis Data...........................................................................

5.4 Teknik Pengumpulan Data................................................

5.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data...............................

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM,

TINDAK PIDANA, DAN KEPOLISIAN....................................

1. Pengertian Penegakan Hukum....................................................

2. Pengertian Tindak Pidana...........................................................

3. Pengertian Pengoplosan Gas Elpiji.............................................

4. Pengertian Tentang Kepolisian...................................................

BAB IIIPENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA

PENGOPLOSAN GAS ELPIJI DI WILAYAH HUKUM

KEPOLISIAN RESOR GIANYAR.............................................

1. Pengaturan hukum tentang tindak pidana pengoplosan Gas

Elpiji............................................................................................

2. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pengoplosan gas

elpiji di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar..................

10
BAB IV KENDALA DAN UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK

PENGOPLOSAN GAS ELPIJI DI WILAYAH HUKUM

KEPOLISIAN RESOR GIANYAR.............................................

1. Kendala yang dialami dalam penegakan hukum terhadap

tindak pengoplosan gas elpiji di Wilayah Hukum Kepolisian

Resor Gianyar.............................................................................

2. Upaya yang dilakukan dalam penegakan hukum terhadap

tindak pengoplosan gas elpiji di Wilayah Hukum Kepolisian

Resor Gianyar.............................................................................

BAB V PENUTUP........................................................................................

1. Simpulan.....................................................................................

2. Saran...........................................................................................

DAFTAR BACAAN

DAFTAR INFORMAN

LAMPIRAN

11
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kebutuhan manusia akan semakin meningkat seiring berjalan waktunya.

Kebutuhan manusia tidak akan terlepas dari kebutuhan sumber daya alam untuk

memenuhinya, dan apabila tidak termanfaatkan dengan baik maka sumber daya

alam akan semakin habis. Salah satunya ketersediaan sumber daya yang terbatas

di jaman modern ini adalah bahan bakar, khususnya adalah bahan bakar minyak.

Minyak bukanlah sumber daya alam yang dapat diperbaharui, kejadian ini dialami

oleh hampir seluruh negara di dunia, khusunya di Indonesia. Permasalahannya

bermula dari semakin tingginya harga minyak dunia. Dan salah satunya cara

adalah bagaimana Indonesia dapat mengelola minyak bumi yang ada di Indonesia

agar tidak ketergantungan dengan Negara pemasok seperti Negara Arab.

Memuat data statistik, cadangan minyak bumi Indonesia hanya sekitar 500

juta barel per tahun. Hal ini berarti minyak bumi jika terus dikonsumsi dan tidak

ditemukan cadangan minyak baru atau tidak ditemukan teknologi baru,

diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu dua puluh

tiga tahun mendatang. Ini merupakan konsekuensi logis dari pemakaian besar-

besaran bahan bakar fosil tanpa dibarengi ketersediaan bahan bakar fosil demi

memenuhi kebutuhan manusia. Berarti apabila sekarang tahun 2019 maka

menipisnya cadangan minyak bumi tersebut diestimasikan akan habis pada tahun

1
2

2030. Menurut catatan Pertamina, di tahun 2004 kebutuhan minyak tanah dalam

negeri sudah mencapai 10 juta kilo liter/tahun. Dari jumlah itu Indonesia

mengimpor setidaknya lebih dari 190.000 kilo liter per bulannya. Dalam setahun,

setidaknya 2,28 juta kilo liter, atau 19% kebutuhan minyak tanah domestik harus

di impor dari negara-negara seperti Singapura atau Timur Tengah.

Bila asumsi harga minyak tanah impor dipatok US $ 45 per barrelnya, uang

pemerintah yang harus dikeluarkan untuk biaya impor 2,28 juta kilo liter, lebih

kurang mencapai Rp. 5,8 trilyun per tahunnya. Dan jumlah ini sepertinya akan

terus meningkat mengingat harga minyak di pasaran dunia terus menanjak. Maka

dari hal diatas, menjadi latar belakang utama pemerintah menyiasati kelangkaan

minyak tanah dengan melakukan konversi minyak tanah ke gas LPG 3kg,

peluncurannya telah diresmikan oleh wakil presiden Indonesia M. Yusuf Kalla

pada tahun 2007 lalu, pada tahun tersebut menjadi puncak pemerintah untuk

melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait penggunaan gas LPG 3kg

sebagai pengganti dari minyak tanah untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-

hari. LPG merupakan gas hidrokarbon yang dicairkan dengan tekanan untuk

memudahkan penyimpanan, pengangkutan dan penanganannya yang pada

dasarnya terdiri atas Propana (C3), Butana (C4) atau campuran keduanya (Mix

LPG). LPG merupakan singkatan dari Liquified Petroleum Gas yang artinya gas

yang dicairkan pada tekanan tertentu yang diperoleh dari minyak bumi yang telah

difraksionasi.

LPG (Liquified Petroleum Gas) menjadi pilihan pengganti Minyak Tanah.

Salah satu tujuan dari Program Pemerintah tentang Konversi Minyak Tanah ke
3

Gas LPG pada tahun 2007 adalah menyediakan bahan bakar yang praktis, bersih

dan efisien. Dan alasan terpenting adalah biaya produksi LPG lebih murah

dibanding Minyak Tanah. LPG diproduksi untuk memenuhi kebutuhan bahan

bakar gas rumah tangga, namun kemudian juga berkembang untuk pemenuhan

kebutuhan lainnya seperti kebutuhan industri dan transportasi. Secara garis besar

pemanfaatan LPG sebagai sumber energi digunakan untuk pemenuhan kebutuhan

panas, penerangan dan sumber tenaga. Pemenuhan kebutuhan panas dari LPG

didorong oleh kebutuhan rumah tangga seperti memasak, pemanas ruangan,

pemanas air dan sebagainya. Kebutuhan inilah yang kemudian mendominasi pola

konsumsi LPG Indonesia.

Setelah gas LPG di resmikan, Pertamina mulai mendistribusikan ke seluruh

Indonesia. Dalam prakteknya, gas LPG di jual sesuai harga yang telah di tetapkan

oleh pemerintah dimana tidak boleh melebihi dari Harga Eceran Tertinggi (HET)

Rp 16.500. Namun seiring berjalannya waktu, banyak agen-agan penjual LPG

banyak yang melakukan kecurangan demi mendapatkan keuntungan yang berlipat

ganda. Persaingan tidak sehat yang dilakukan oleh pelaku tingkat Agen dan pihak

SPBE untuk melakukan permainan pada harga jual LPG dan isi volume gas elpiji,

dengan memasang harga yang lebih rendah dari yang telah ditetapkan pemerintah.

Dengan berbagai cara pelaku usaha memodifikasi cara penjualan, barang (Tabung

Gas) bahkan isi tabung gas itu sendri, semua itu dilakukan untuk mencapai satu

tujuan oleh karena itu, keinginan pelaku usaha berdampak pada pengguna tabung

gas elpiji.1

1
Erliza Hambali,2008 Teknologi Bionergi, Bogor Agro Media. h. 56
4

TABEL I

Tindak pidana Pengoplosan Gas Elpiji

Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar

Tahun 2021-2023

NO TAHUN JUMLAH

1 2021 1

2 2022 2

3 2023 0

TOTAL 3

Sumber: Satreskrim Polres Gianyar

Berdasarkan data diatas, bahwa pada tahun 2021 sampai tahun 2023 telah

terjadi 3 (tiga) kasus tindak pidana pengoplosan gas elpiji. Pada tahun 2021 telah

terjadi 1 kasus tindak pidana pengoplosan gas elpiji. Pada tahun 2022 telah terjadi

2 kasus tindak pidana pengoplosan gas elpiji, dimana terjadi peningkatan kasus.

Selanjutnya pada awal tahun 2023 tidak terdapat kasus tindak pidana pengoplosan

gas elpiji. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka menarik

dalam membahas tentang “Penegakan Hukum Terhadap Tindak pidana

Pengoplosan Gas Elpiji Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka ada

beberapa masalah penting yang perlu dibahas lebih lanjut antara lain:
5

1. Bagaimana penegakan hukum terhadap tindak pidana pengoplosan gas

elpiji di wilayah hukum Kepolisian Resor Gianyar?

2. Bagaimanakah kendala dan upaya yang dilakukan dalam penegakan

hukum terhadap pengoplosan gas elpiji di wilayah hukum Kepolisian

Resor Gianyar?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup pembahasan skripsi ini termasuk ke dalam hukum pidana,

dalam permasalahan tindak pidana pengoplosan gas elpiji di wilayah hukum

Kepolisian Resor Gianyar.

2. Landasan Teortisi

2.1 Landasan Teoritis

Untuk membahas permasalahan yang telah dipaparkan dalam penelitian

ini secara lebih mendalam, perlu kiranya dikemukakan landasan teoritis yang

antara lain berupa konsep-konsep, asas-asas, kaidah-kaidah, prinsip-prinsip, dan

pandangan para ahli terhadap permasalahan tersebut yang didasarkan pada

literatur-literatur yang dimungkinkan untuk menunjang pembahasan

permasalahan yang ada. Adapun landasan-landasan teoritis yang dipergunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Teori Penegakan Hukum

Penegakan hukum yang dikaitkan dengan perlindungan masyarakat

terhadap kejahatan tentunya berkaitan dengan masalah penegakan hukum

pidana. Tujuan ditetapkannya hukum pidana adalah sebagai salah satu sarana
6

politik kriminal yaitu untuk “perlindungan masyarakat” yang sering pula

dikenal dengan istilah “social defence”.2

Secara konsepsional, inti dari penegakan hukum terletak pada kegiatan

meyerasikan hubungan nilai-nilai terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang

mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk

menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Konsepsi yang mempunyai dasar filisofis tersebut memerlukan penjelasan

lebih lanjut sehingga akan tampak lebih konkrit.3

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku

dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum merupakan usaha untuk

mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang diharapakan rakyat

menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang

melibatkan banyak hal.4

Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan

yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.

1) Kepastian hukum (rechtssicherheit).

Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap

tindak pidana sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang

akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan


2
Barda Nawawi Arief, 2008, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. . 11.
3
Soerjono Soekanto 2011, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h. . 7
4
Dellyana, Shant. 2008, Konsep Penegakan Hukum. Liberty, Yogyakarta, h. . 32
7

tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum,

karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih

tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena

bertujuan untuk ketertiban masyarakat.5

2) Manfaat (zweckmassigkeit).

Masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau

penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka

pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi

manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai justru

karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul keresahan

di dalam masyarakat.

3) Keadilan (gerechtigkeit).

Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau

penegakan hukum keadilan diperhatikan. Dalam pelaksanaan dan

penegakan hukum harus adil. Hukum tidak identik dengan

keadilan. Hukum itu bersifat umum, mengikat setiap orang,

bersifat menyamaratakan. Barang siapa yang mencuri harus

dihukum: siapa yang mencuri harus dihukum, tanpa membeda-

bedakan siapa yang mencuri. Sebaliknya, keadilan bersifat

subjektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan.

5
Sudikno Mertokusumo, 2007, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,
h. . 160
8

Penegakan hukum di Indonesia memiliki faktor guna menunjang

berjalannya tujuan dari penegakan hukum tersebut. Faktor-faktor yang

mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia:

a. Faktor Hukum, Hal yang dimaksud dengan hukum adalah segala

sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai

kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu apabila dilanggar akan

mendapatkan sanksi yang tegas dan nyata.6 Sumber lain

menyebutkan bahwa hukum adalah seperangkat norma atau kaidah

yang berfungsi mengatur tingkah laku manusia dengan tujuan

untuk ketentraman masyarakat.7

b. Faktor Masyarakat, secara bentuk masyarakat dapat dibedakan

menjadi dua tingkat kedalaman yang berbeda. Pertama, masyarakat

yang langsung dan spontan sedangkan yang kedua adalah

masyarakat yang terorganisir dan direfleksikan. Masyarakat

dengan pola yang spontan dinilai lebih kreatif baik secara

pemikiran maupun pola tingkah laku sedangkan masyarakat yang

terorganisir memiliki pola pikir yang baku dan banyak

perencanaan yang disengaja.8 Penegakan hukum berasal dari

masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian didalam

masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu maka

masyarakat dapat mempengaruhi kepatuhan hukumnya.

6
Yulies Tina Masriani. 2004, PengantarHukum Indonesia.Sinar Grafika. Jakarta. H. .13
7
Ibid. h. . 13
8
Alvin S Johnson. 2004, Sosiologi Hukum. Rineka Cipta. Jakarta, h. . 194
9

Masyarakat Indonesia pada khususnya mempunyai pendapat-

pendapat tertentu mengenai hukum. Faktor Masyarakat, yakni

lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan

penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari

masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat.

Semakin tinggi kesadaran hukum maka akan semakin

memungkinkan penegakan hukum yang baik.

c. Faktor Kebudayaan, kebudayaan memiliki fungsi yang sangat

besar bagi masyarakat dan manusia. Masyarakat memiliki

kebutuhan dalam bidang materiil dan spiritual. Untuk memenuhi

kebutuhannya sebagian besar dipenuhi kebudayaan yang

bersumber pada masyarakat itu sendiri. Tapi kemampuan manusia

sangat terbatas, dengan demikian kemampuan kebudayaan yang

merupakan hasil ciptaannya juga terbatas dalam memenuhi segala

kebutuhan.9 Faktor Kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta

dan rasa yang didasarkan pada karya manusia di dalam pergaulan

hidup. Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya

hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan)

harus mencermikan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat.

Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara

9
Soerjono Soekanto. 1990, Sosiologi Sebagai Suatu Pengantar. Rajawali Persada. Jakarta.
H. . l 178
10

peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat,

maka akan semakin mudah menegakkannya.10

d. Faktor Sarana dan Fasilitas, tanpa adanya sarana dan fasilitas

tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung

dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup

tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang

baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan

seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak tepenuhi, maka mustahil

penegakan hukum akan mencapai tujuannya.11 Faktor Sarana atau

Fasilitas yang Mendukung Penegakan Hukum. Sarana dan fasilitas

yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan

dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai,

penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak

hukum tidak mungkin menjalankan peran semestinya.

e. Faktor Penegak Hukum, pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum. Salah satu kunci dari keberhasilan dalam

penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak

hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap

lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus

dinyatakan terasa, terlihat dan diaktualisasikan. Penegak hukum di

Indonesia ada beberapa jabatan untuk membantu dan mengurus

10
Soerjono Soekanto. 2008. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum”. PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. . 8
11
Ibid h. . 37
11

faktor-faktor penegakan hukum agar maksud dari suatu hukum

dapat berjalan dengan lancar dan adil. Diantaranya12:

a. Pejabat Kepolisian

b. Jaksa

c. Hakim

Kelima faktor diatas memang saling berkaitan dengan eratnya, karena

merupakan esensi dari penegakan hukum dan merupakan tolok ukur daripada

efektivitas penegakan hukum.

2. Teori Keadilan

John Borden Rawls atau biasa disebut dengan Rawls, berpendapat bahwa

keadilan hanya dapat ditegakkan apabila negara melaksanakan asas keadilan,

berupa setiap orang hendaknya memiliki hak yang sama untuk mendapatkan

kebebasan dasar (basic liberties). John Rawls memunculkan suatu ide dalam

bukunya A Theory of Justice atau teori keadilan yang bertujuan agar dapat

menjadi alternatif bagi doktrin-doktrin yang mendominasi tradisi filsafat

terdahulunya, dengan cara menyajikan konsep keadilan yang mengeneralisasikan

dan mengangkat teori kontrak sosial yang diungkap oleh, katakanlah, Locke,

Rousse-au dan Kant ke tingkat yang lebih tinggi. Oleh Rawls cara pandang

keadilan ini disebut keadilan sebagai fairness.13

3. Teori Kewenangan

Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan

12
Bambang Poernomo. 1988, Hukum Acara Pidana Indonesia. Amarta Buku. Yogyakarta.
H. . 25
13
Inge Dwisvimiar, 2011, Keadilan Dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hukum, 524 Jurnal
Dinamika Hukum Vol. 11 No. 3, h. . 526.
12

dalam lapangan hukum publik, namun ada perbedaan diantara keduanya.

Kewenangan adalah kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari atau yang

diberikan oleh undang-undang, yaitu kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif

atau administratif. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu

tindakan hukum publik. Menurut S.F.Marbun wewenang adalah kemampuan

untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah

kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk

melakukan hubungan-hubungan hukum.

Didalam hukum publik konsep wewenang berkaitan erat dengan

kekuasaan, namun menurut Bagir Manan wewenang tidak sama dengan

kekuasaan. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak

berbuat, sedangkan wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban. Hak berisi

kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut

pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat

keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu.

Secara yuridis pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan

oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.

Sedangkan pengertian wewenang menurut H.D.Stoud adalah “bevoegheid wet kan

worden omscrevenals het geheel van bestuurechttelijke bevoegheden door

publiekrechtelijke rechtssubjecten in het bestuurechttelijke rechtsverkeer” bahwa

wewenang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan

dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintah oleh subjek hukum

publik dalam hukum publik.


13

Kewenangan atau wewenang memiliki kedudukan penting dalam kajian

hukum tata Negara dan hukum administrasi. Sebegitu pentingnya kewenangan ini

sehingga F.A.M. Stroink dan J.G Steenbeek menyatakan: “Het Begrip

bevoegdheid is dan ook een kembegrip in he staats-enadministratief recht”. Dari

pernyataan ini dapat ditarik suatu pengertian bahwa wewenang merupakan konsep

inti dari hukum tata negara dan hukum administrasi.

Teori kewenangan adalah berkaitan dengan sumber kewenangan dari

pemerintah dalam melakukan perbuatan hukum dalam hubungannya dengan

hukum publik maupun dalam hubungannya dengan hukum privat. Indroharto,

mengemukakan tiga macam kewenangan yang bersumber dan peraturan

perundang-undangan. Kewenangan itu, meliputi: atribusi, delegasi, dan mandat.

1) Atribusi ialah pemberian kewenangan oleh pembuat undangundang sendiri

kepada suatu organ pemerintahan, baik yang sudah ada maupun yang baru

sama sekali. Legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi

wewenang itu, dibedakan antara: yang berkedudukan sebagai original

legislator di tingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk konstitusi

(konstituante) dan DPR bersama sama pemerintah sebagai yang

melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan

pemerintah daerah yang melahirkan peraturan daerah; yang bertindak

sebagai delegated legislator, seperti presiden yang berdasarkan pada suatu

ketentuan undang-undang mengeluarkan peraturan pemerintah di mana

diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan kepada Badan atau Jabatan

Tata usaha negara tertentu.


14

2) Delegasi adalah penyerahan wewenang yang dipunyai oleh organ

pemerintahan kepada organ yang lain. Dalam delegasi mengandung suatu

penyerahan, yaitu apa yang semula kewenangan si A, untuk selanjutnya

menjadi kewenangan si B. Kewenangan yang telah diberikan oleh pemberi

delegasi selanjutnya menjadi tanggung jawab penerima wewenang.

Mandat, di situ tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun

pelimpahan wewenang dan Badan atau Pejabat Tata usaha Negara yang

satu kepada yang lain. Tanggung jawab kewenangan atas dasar mandat

masih tetap pada pemberi mandat, tidak beralih kepada penerima mandat.

F.A,M. Stroink dan J.G. Steenbeek, seperti dikutip oleh Ridwan HR,

mengemukakan bahwa dua cara organ pemerintah memperoleh

kewenangan, yaitu: atribusi dan delegasi. Atribusi berkenaan dengan

penyerahan wewenang baru, sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan

wewenang yang telah ada (oleh organ yang telah memperoieh wewenang

secara atributif kepada organ lain; jadi secara logis selalu didahului oleh

atribusi).

3) Mandat diartikan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan.

Pelimpahari itu bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk

membuat keputusan a/n pejabat Tata Usaha Negara yang memberi mandat.

Tanggung jawab tidak berpindah ke mandataris, melainkan tanggungjawab

tetap berada di tangan pemberi mandat, hal ini dapat dilihat dan kata a.n

(atas nama). Dengan demikian, semua akibat hukum yang ditimbulkan

oleh adanya keputusan yang dikeluarkan oleh mandataris adalah tanggung


15

jawab si pemberi mandat. Sebagai suatu konsep hukum publik, wewenang

terdiri atas sekurang-kurangnya tiga komponen, yaitu: pengaruh, dasar

hukum dam konformitas hukum.

Komponen pengaruh ialah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan

untuk mengendalikan perilaku subjek hukum. Komponen dasar hukum ialah

bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya dan komponen

konformitas hukum mengandung makna adanya standar wewenang, yaitu standar

umum (semua jenis wewenang) dan standar khusus (untuk jenis wewenang

tertentu).

2.2 Hipotesis

Hipotesis atau anggapan dasar adalah jawaban sementara terhadap masalah

yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.

Dugaan jawaban tersebut merupakan kebenaran yang sifatnya sementara, yang

akan diuji kebenarannya dengan data yang dikumpulkan melalui penelitian. Pada

penelitian ini hipotesis dari kedua rumusan masalah yaitu:

1. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pengoplosan gas elpiji di wilayah

hukum Kepolisian Resor Gianyar berdasarkan teori penegakan hukum adalah

proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum

secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-

hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

2. Kendala yang dilakukan dalam penegakan hukum terhadap pengoplosan gas

elpiji di wilayah hukum kepolisian resor gianyar berupa kendala internal dan
16

kendala eksternal yaitu dipengaruhi oleh faktor penegak hukum, faktor

masyarakat, faktor sarana dan prasarana. Upaya yang dilakukan berupa upaya

preemtif, upaya preventif, dan upaya represif.

3. Tujuan Penulisan

3.1 Tujuan Umum

1) Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah

secara tertulis.

2) Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya

pada bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa.

3) Untuk perkembangan ilmu pengetahuan hukum.

4) Untuk mengembangkan diri pribadi mahasiswa ke dalam

kehidupan masyarakat.

5) Untuk pembulat studi mahasiswa di bidang ilmu hukum.

3.2 Tujuan Khusus

Dari tujuan umum yang telah disebutkan diatas, maka dapat dijabarkan

beberapa tujuan khusus antara lain meliputi:

1) Untuk mengetahui penegakan hukum terhadap tindak pidana pengoplosan

gas elpiji di wilayah hukum kepolisian resor gianyar.

2) Untuk mengetahui kendala dan upaya dalam penegakan hukum terhadal

pengoplosan gas elpiji di wilayah hukum kepolisian resor gianyar.


17

4. Manfaat Penulisan

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi yang memerlukan

sehingga penelitian ini mempunyai manfaat yang optimal baik secara teoritis

maupun praktis.

4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan akademik

bagi seluruh mahasiswa sebagai pengetahuan tambahan dan bahan masukan,

disamping itu penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dan sumber bacaan

serta informasi mengenai nilai-nilai penegakan hukum dalam penegakan hukum

terhadal pngoplosan gas elpiji di wilayah hukum Kepolisian Resor Gianyar.

4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat menyumbangkan

pemikiran terhadap pemecahan masalah yang berkaitan dengan bagaimana

penegakan hukum terhadap tindak pidana pengoplosan gas elpiji di wilayah

hukum kepolisian resor gianyar.

5. Metode Penelitian

Pada metode penelitian ini menggunakan metode penelitian empiris

dimana dalam metode ini dilaksanakan wawancara atau observasi secara

mendalam ke subjek penelitiannya. Karena penelitian empiris tidak

menggunakan perhitungan matematika, biasanya, proses pengumpulan datanya

memerlukan waktu lama demi hasil analisa yang akurat. Jenis pendekatan dalam

metode penelitian ini menggunakan pendekatan kasus/langsung dengan


18

menggunakan sumber data primer dan sekunder.

Penelitian Hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.

5.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Jenis

penelitian yuridis empiris merupakan penelitian yang mengkaji dan mengalisis

bekerjanya hukum dalam masyarakat (law in action) data utama yang digunakan

adalah data yang bersumber dari lapangan.

“Penelitian empiris juga digunakan untuk mengamati hasil dari perilaku

manusia yang berupa peninggalan fisik maupun arsip”.14 Hukum empiris

merupakan penelitian ilmiah yang menjelaskan fenomena hukum tentang

terjadinya kesenjangan antara norma dengan perilaku masyarakat (kesenjangan

antara das sollen dan das sein). “Penelitian hukum empiris tidak hanya tertuju

pada masyarakat tetapi pada penegak hukumnya juga dan fasilitas yang

diharapkan akan menunjang pelaksanaan peratuan tersebut”.15

5.2 Sifat Penelitian

Sifat Penelitian ini bersifat deskriptif yang merupakan sifat penelitian yang

menggambarkan secara tepat sifat-sifat, gejala dengan gejala lain di dalam

masyarakat. Sifat penelitian deskriptif juga dapat membentuk teori-teori baru atau
14
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Empiris &
Normatif, Pustaka Pelajar, Jakarta, h. 280.
15
Soerjono Soekanto, 2015, Pengantar Penelitian Hukum, UI Pers, Jakarta, h. 32.
19

dapat memperkuat teori yang sudah ada. Sifat penelitian deskriptif juga

merupakan penelitian, dimana pengumpulan data untuk membandingkan

pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan keadaan sekarang.

5.3 Jenis Data

Pada penelitian hukum empiris ini, data yang diperlukan adalah data primer

sebagai sumber data utama disamping data sekunder yang berupa bahan hukum

sebagai sumber data dan data tersier sebagai pendukung.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari

informan tentang objek yang sedang diteliti. Data ini dapat

diperoleh dengan wawancara langsung. Adapun sistem wawancara

yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas

terpimpin, artinya terlebih dahulu penulis mempersiapkan daftar

pertanyaan sebagai pedoman, tetapi dimungkinkan juga adanya

variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi pada

wawancara dilakukan. Sementara rencananya yang akan

diwawancarai dalam penelitian ini nantinya adalah pihak penyidik

kepolisian Resor Gianyar.

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari data kepustakaan

yang meliputi peraturan Perundang-undangan, jurnal ilmiah,


20

pendapat ahli hukum, buku-buku, literatur-literatur, makalah-

makalah, hasil-hasil penelitian yang akan dibahas

5.4 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini mempergunakan teknik pengumpulan data kepustakaan dan

teknik pengumpulan data lapangan, sebagai berikut:

1. Teknik Pengumpulan Data Lapangan

Teknik pengumpulan data lapangan berupa wawancara. Teknik

wawancara adalah nelalui tanya jawab dan pengumpulan data

melalui diskusi san permohonan data kepada informan untuk

mendapat keterangan dari pihak yang bersangkutan. Dalam

mengumpulkan data penulis menggunakan metode wawancara

semi terstruktur yaitu dengan membuat daftar pertanyaan

pokok dan pertanyaan lanjutan disusun sesuai perkembangan

wawancara.

2. Teknik Pengumpulan Data Kepustakaan

Teknik pengumpulan data kepustakaan yaitu teknik

pengumpulan data dengan pengumpulan buku-buku, bahan-

bahan tertulis serta referensi-referensi yang relevan dengan

penelitian yang sedang dilakukan.

5.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Berdasarkan data yang diperoleh dan dikumpulkan dari hasil

penelitian, keseluruhan data yang terkumpul baik data primer maupun data

sekunder, akan diolah, dianalisis dengan metode analisa kualitatif dan


21

dikumpulkan secara sistematis, sehingga diperoleh gambaran mengenai

masalah yang akan diteliti. Adapun metode berfikir yang digunakan adalah

metode indukatif, yaitu metode berfikir dari hal-hal yang bersifat khusus

kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum.


BAB II

TINJAUAN UMUM

1.Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum yang dikaitkan dengan perlindungan masyarakat terhad

ap kejahatan tentunya berkaitan dengan masalah penegakan hukum pidana. Tujua

n ditetapkannya hukum pidana adalah sebagai salah satu sarana politik kriminal y

aitu untuk “perlindungan masyarakat” yang sering pula dikenal dengan istilah “so

cial defence”.16

Secara konsepsional, inti dari penegakkan hukum terletak pada kegiatan m

eyerasikan hubungan nilai-nilai terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap d

an sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan

memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Konsepsi yang me

mpunyai dasar filisofis tersebut memerlukan penjelasan lebih lanjut sehingga akan

tampak lebih konkrit.17

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfun

gsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu linta

s atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-kons

ep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupa

kan suatu proses yang melibatkan banyak hal.18 Dalam menegakkan hukum ada ti

16
Barda Nawawi Arief, 2008, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 11.
17
Soerjono Soekanto 2011, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h. 7
18
Dellyana, Shant. 2008, Konsep Penegakan Hukum. Liberty, Yogyakarta, h. 32
22
23

ga unsur yang harus diperhatikan yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadi

lan.

1) Kepastian hukum (rechtssicherheit) Kepastian hukum merupakan

perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang,

yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu

yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat

mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya

kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas

menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban

masyarakat.19

2) Manfaat (zweckmassigkeit) Masyarakat mengharapkan manfaat

dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah untuk

manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus

memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai

justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul

keresahan di dalam masyarakat.

3) Keadilan (gerechtigkeit) Masyarakat sangat berkepentingan

bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum keadilan

diperhatikan. Dalam pelaksanaan dan penegakan hukum harus

adil. Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat

umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Barang

siapa yang mencuri harus dihukum : siapa yang mencuri harus

19
Sudikno Mertokusumo, 2007, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, h.
160
24

dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri.

Sebaliknya, keadilan bersifat subjektif, individualistis, dan tidak

menyamaratakan.

Penegakkan hukum di Indonesia memiliki faktor guna menunjang berjalan

nya tujuan dari penegakan hukum tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pen

egakan hukum di Indonesia:

a. Faktor Hukum, Hal yang dimaksud dengan hukum adalah segala

sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai

kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu apabila dilanggar akan

mendapatkan sanksi yang tegas dan nyata.20 Sumber lain

menyebutkan bahwa hukum adalah seperangkat norma atau kaidah

yang berfungsi mengatur tingkah laku manusia dengan tujuan

untuk ketentraman masyarakat.21

b. Faktor Masyarakat secara bentuk masyarakat dapat dibedakan

menjadi dua tingkat kedalaman yang berbeda. Pertama, masyarakat

yang langsung dan spontan sedangkan yang keduaadalah

masyarakat yang terorganisir dan direfleksikan. Masyarakat

dengan pola yang spontan dinilai lebih kreatif baik secara

pemikiran maupun pola tingkah laku sedangkan masyarakat yang

terorganisir memiliki pola pikir yang baku dan banyak

perencanaan yang disengaja.22 Penegakan hukum berasal dari

20
Yulies Tina Masriani. 2014, PengantarHukum Indonesia.Sinar Grafika. Jakarta. h. 13
21
Ibid. h. 13
22
Alvin S Johnson. 2014, Sosiologi Hukum. Rineka Cipta. Jakarta, h. 194
25

masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian didalam

masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu maka

masyarakat dapat mempengaruhi kepatuhan hukumnya.

Masyarakat Indonesia pada khususnya mempunyai pendapat-

pendapat tertentu mengenai hukum. Faktor Masyarakat, yakni

lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan

penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari

masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat.

Semakin tinggi kesadaran hukum maka akan semakin

memungkinkan penegakan hukum yang baik.

c. Faktor Kebudayaan, kebudayaan memiliki fungsi yang sangat

besar bagi masyarakat dan manusia. Masyarakat memiliki

kebutuahan dalam bidang materiil dan spiritual. Untuk memenuhi

kebutuhannya sebagian besar dipenuhi kebudayaan yang

bersumber pada masyarakat itu sendiri. Tapi kemampuan manusia

sangat terbatas, dengan demikian kemampuan kebudayaan yang

merupakan hasil ciptaannya juga terbatas dalam memenuhi segala

kebutuhan.23 Faktor Kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta

dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan

hidup. Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya

hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan)

23
Soerjono Soekanto. 1990, Sosiologi Sebagai Suatu Pengantar. Rajawali Persada. Jakarta.
h. l 178
26

harus mencermikan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat.

Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara

peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat,

maka akan semakin mudah menegakkannya.24

d. Faktor Sarana dan Fasilitas, tanpa adanya sarana dan fasilitas

tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung

dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup

tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang

baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan

seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak tepenuhi, maka mustahil

penegakan hukum akan mencapai tujuannya.25 Faktor Sarana atau

Fasilitas yang Mendukung Penegakan Hukum. Sarana dan fasilitas

yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan

dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai,

penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak

hukum tidak mungkin menjalankan peran semestinya.

e. Faktor Penegak Hukum, pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum. Salah satu kunci dari keberhasilan dalam

penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak

hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap

lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus

dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan. enegak hukum di


24
Soerjono Soekanto. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 8
25
Ibid h. 37
27

Indonesia ada beberapa jabatan untuk membantu danmengurus

faktor-faktor penegakan hukum agar maksud dari suatu hukum

dapat berjalan dengan lancar dan adil. Diantaranya:

d. Pejabat Kepolisian

e. Jaksa

f. Hakim26

Kelima faktor diatas memang saling berkaitan dengan eratnya, karena mer

upakan esensi dari penegakan hukum dan merupakan tolak ukur daripada efektivi

tas penegakan hukum

2.Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana adalah gambaran pokok dalam hukum pidana.

Tindak pidana adalah suatu pengetahuan yuridis, kecuali halnya memakai

istilah kelakuan jahat atau prilaku yang bertentangan dengan nilai norma

barang siapa yang menyalahi aturan hukum maka akan kena sanksi/pidana.

Hukum sebagai “social engineering atau social planing” berarti bahwa

hukum sebagai alat yang digunakan oleh agent of change atau pelopor

perubahan yang diberi kepercayaan oleh masyarakat seperti yang

dikehendaki atau direncanakan. Jadi perintah dan kewajiban itu sudah

pasti yang harus ditaati bagi semua warga negara. 27 Tindak pidana adalah

perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undangmelawan

hukum, yang patut dipidanakan apabila terbukti seseorang melakukan

kesalahan/pidana. Orang yang mengerjakan sesuatu kejahatan pidana akan


26
Bambang Poernomo. 2014, Hukum Acara Pidana Indonesia. Amarta Buku. Yogyakarta.
h. 25
27
A.F. Lamitang, 2011, Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Aditya, Bandung, h. 12
28

menaggung atas perbuatan yang ia lakukan dengan pidana jika ia terbukti

memiliki kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan jika pada saat

melakukan kesalahan atau kejahatan dilihat dari sisi masyarakat

melihatkan pandangan normatif mengenai perbuatan pidana yang

dilakukan.

Istilah tindak pidana berasal dari Bahasa Belanda yaitu

strafbaarfeit, namun demikian belum ada konsep yang secara utuh

menjelaskan definisi strafbaarfeit. Oleh karenanya masing-masing para

ahli hukum memberikan arti terhadap istilah strafbaarfeit menurut

persepsi dan sudut pandang mereka masing-masing.

Strafbaarfeit, terdiri dari tiga suku kata yakni, straf yang

diterjemahkan sebagai pidana dan hukum, kata baar diterjemahkan

sebagai dapat dan boleh sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan

tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.28

Delik dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit, yang terdiri atas

3 (tiga) kata yaitu straf, baar, dan feit. Dimana ketiganya memiliki arti

yaitu:

1) Straf diartikan sebagai pidana dan hukum;

2) Baar diartikan sebagai dapat dan boleh;

28
Adami Chazawi, 2001, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h. 69
29

3) Feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan

perbuatan.

Istilah Tindak Pidana adalah sebagai terjemahan dari istilah bahasa

belanda yaitu “Strafbaar feit”atau “Delict”. Di dalam bahasa indonesia

sebagai terjemahan dari strafbaarfeit atau delict terdapat beberapa istilah

seperti:

a. Tindak Pidana

b. Perbuatan Pidana

c. Peristiwa Pidana

d. Pelanggaran Pidana

e. Perbuatan yang boleh dihukum

f. Perbuatan yang dapat dihukum.29

Diantara keenam istilah di atas, menurut Prof. Sudarto bahwa

pembentukan undang-undang sudah tepat dalam pemakaian istilah tindak

pidana, dan beliau lebih condong memakai istilah tindak pidana seperti

yang telah dilakukan oleh pembentuk undang-undang. Pendapat Prof.

Sudarto diikuti oleh Teguh prasetyo karena pembentuk undang-undang

sekarang selalu menggunakan istilah tindak pidana sehingga istilah tindak

pidana itu sudah mempunyai pengertian yang dipahami oleh masyarakat. 30

Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan sederhana, bahwa

strafbaarfeit kiranya dapat dipahami sebagai sebuah tindak, peristiwa,

29
Ishaq dan Efendi, 2016, Pengantar Hukum Indonesia, PT Raja Grafindo , Jakarta, h. 136
30
Teguh Prasetyo, 2016, Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 49
30

pelanggaran atau perbuatan yang dapat atau boleh dipidana atau dikenakan

hukuman.

Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-

undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai

terjemahan istilah strafbaar feit adalah:

1. Tindak Pidana, dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam

perundang-undangan. Hampir seluruh peraturam perundang-

undangan menggunakan istilah tindak pidana.

2. Peristiwa Pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum,

misalnya MR. R Tresna dalam bukunya Asas-Asas Hukum

Pidana. Pembentukan perundang-undangan juga pernah

menggunakan istilah peristiwa pidana, yaitu dalam Undang-

Undang Dasar Sementara Tahun 1950 dalam Pasal 14 Ayat 1.

3. Delik, berasal dari bahasa latin delictum juga digunakan untuk

menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar

feit.

4. Pelanggaran Pidana, dapat dujumpai dalam buku Pokok-Pokok

Hukum Pidana yang ditulis oleh Mr. M.H. Tirtaamidjaja.

5. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Mr.

Karni dalam bukunya yang berjudul “Ringkasan Tentang

Hukum Pidana”.31

31
Adami Chazawi, Op. Cit, h. 67.
31

Adapun pendapat para sarjana dan beberapa ahli mengenai tindak

pidana sebagai berikut:

Simons, merumuskan bahwa strafbaarfeit itu sebenarnya adalah

tindakan yang menurut rumusan Undang-Undang telah dinyatakan sebagai

tindakan yang dapat dihukum.32 Menurut Prof. Dr. Wiryono prodjodikoro

bahwa “tindak pidana” adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat

dikenakan.33 Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang

didefinisikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum

larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi

barang siapa melanggar larangan tersebut.34 R. Tresna menggunakan

istilah peristiwa pidana, yaitu suatu perbuatan manusia yang bertentangan

dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya,

terhadap perbutan mana yang diadakan tindakan hukuman.35

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana

tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga

dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu

aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja pada itu diingat

bahwa larangan diajukan kepada perbuatan, (yaitu suatu keadaan atau

32
Simons, D, 2000, Kitab Pelajaran Hukum Pidana (judul asli : Leerboek van Het
Nederlandse Strafrecht) ditrjemahkan oleh P.A.F. Lamintang, Bandung : Pioner jaya, h. 72.
33
Dr. Mardani, 2008, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan
Hukum Pidana Nasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 59
34
Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta, Rineka Cipta, h. 54.
35
Chazawi, Adhami, 2002, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h. 34.
32

kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman

pidananya ditunjukan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu.36

Dalam ilmu hukum pidana, unsur-unsur tindak pidana itu di

bedakan dalam dua macam, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif.37

1. Unsur Objektif

Unsur objektif adalah unsur yang terdapat di luar diri si pelaku

tindak pidana. Menurut Lamintang, unsur objektif itu adalah unsur

yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam

keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus

dilakukan.38 Unsur Objektif ini meliputi:

a) Perbuatan atau kelakuan manusia

b) Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik

c) Unsur melawan hukum

d) Unsur lain yang menentukan sifat tindak pidana

e) Unsur yang memberatkan pidana

f) Unsur tambahan yang menentukan tindak pidana.39

2. Unsur Subjektif

Unsur subjektif adalah unsur yang terdapat dalam diri si pelaku

tindak pidana. Unsur subjektif ini meliputi:

36
Kansil, C.S.T., Op. Cit., h. 37
37
Sofjan Sastrawidjaja, 2005, Hukum Pidana (Asas Hukum Pidana Sampai Dengan Alasan
Peniadaan Pidana), Armico, Bandung, h. 117.
38
Lamintang, P.A.F., 2001, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, h. 184.
39
Sofjan Sastrawidjaja, Op. Cit., h. 118.
33

a) Kesengajaan (dolus)

b) Kealpaan (culpa)

c) Niat (voornemen)

d) Maksud (oogmerk)

e) Dengan rencana terlebih dahulu (met voorbedachte rade)

f) Perasaan takut (vrees)40

Berdasarkan pendapat para sarjana mengenai pengertian tindak

pidana/peristiwa pidana dapat diketahui unsur-unsur tindak pidana adalah harus

ada sesuatu kelakuan (gedraging), kelakuan itu harus sesuai dengan uraian

Undang-undang (wettelijkeomschrijving), kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak,

kelakuan itu dapat diberatkan kepada pelaku, dan kelakuan itu diancam dengan

hukuman

3. Pengertian Pengoplosan Gas Elpiji

Dari berbagai literatur yang ditelusuri, kata Oplos berasal dari bahasa

Belanda, yaitu “oplossen” yang berarti “larut”. Di Indonesia istilah “oplos” sering

dikonotasikan sebagai usaha mencampur dengan maksud untuk mengambil

keuntungan tanpa mengindahkan kualitas. Mencampur adalah memadupankan

satu benda dengan satu atau beberapa benda lainnya kemudian diolah dan

diproses menjadi benda dengan nama yang lain. 41 Rahardi Ramelan, menyatakan

mencampur dalam arti kata “blending”, merupakan usaha yang biasa dilakukan di

dalam perdagangan, khususnya komoditi pertama untuk mendapatkan komposisi

40
Ibid h. 121
41
Susi Moeimam dan Hein Steinhauer, 2005, Kamus Belanda-Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama Jakarta) h., 23
34

dan rasa khas maupun kualitas yang diinginkan konsumen, penggilangan besar

melakukan blending untuk mendapatkan kualitas dan harga yang tepat dan

memakai merek atau brander tertentu untuk memudahkan pemasarannya.

Demikian juga yang dilakukan oleh agen penjual gas 3 kg bersubsidi yang

dicampur ke dalam tabung gas yang ukurannya 12 kg non bersubsidi. Mereka

melakukan blending untuk mengasilkan isi gas yang lebih banyak dengan harga

yang terjangkau bagi konsumen walaupun dengan cara melanggar hukum.

Berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang

Minyak dan Gas Bumi yang diubah dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dinyatakan bahwa setiap orang yang

menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak, bahan bakar

gas, dan/atau Liquefied Petroleum Gas yang disubsidi Pemerintah, dipidana

dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.

4. Pengertian tentang Kepolisian

Menurut Harsya Bachtiar (alm) mengatakan bahwa ilmu pengetahuan terdiri

atas ilmu alamiah (natural science) ,ilmu mengkaji budaya (humanities) dan

ilmu social (social science). Ilmu-ilmu social adalah ilmu yang mengkaji

perilaku manusia yang mempunyai kepercayaan, ideology, pengetahuan,

nilai-nilai, aturan-aturan, motivasi dan banyak lagi yang menjadikanya

makhluk berbudaya dan mempunyai kemampuan untuk membuat keputusan

mengenai tindakan yang sebaiknya dilakukan.42

42
Harsya Bachtiar, 1988, Masyarakat dan Kebudayaan, Djambatan, Jakarta. h. . 12
35

H. Rycko Amelza Dahniel memandang bahwa ilmu kepolisian

merupakan sebuah bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari fungsi dan

lembaga kepolisian dalam mengelola masalah-masalah sosial guna

mewujudkan keteraturan sosial. Birokrasi kepolisian merupakan bagian dari

konsep dan teori ilmu kepolisian yang mempelajari dinamika struktur pada

lembaga kepolisian.43

Parsudi mengatakan pendekatan Harsya Bachtiar dengan bukunya ilmu

kepolisian (suatu cabang ilmu pengetahauan baru) adalah multi disciplinair)

Ilmu Kepolisian pada dasarnya adalah ilmu administrasi kepolisian yaitu ilmu

mengenai bagaimana membangun dan memantapkan organisasi dan pranata-

pranata kepolisian, kebudayaan dan etika kepolisian, managemen personil,

birokrasi dan keuangan sesuai kebutuhan masyarakat untuk dapat

menciptakan rasa aman dan keteraturan social, mengayomi dan melindungi

masyarakat dan warga serta harta benda mereka, mencegah terjadinya dan

memerangi kejahatan, menindak secara adil berbagai pelanggaran hukum dan

kejahatan yang dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok sesuai dengan

hukum yang berlaku.44 Menurut Muhammad Mustofa bila dikaitkan dengan

kebutuhan Polisi maka definisi ilmu kepolisian secara umum dapat dikatakan

sebagai ilmu pengetahuan yang diperlukan oleh seorang polisi dalam

melaksanakan tugas kepolisian secara professional. Definisi ini menunjukkan

43
Team PTIK. 2015. Ilmu Kepolisian. PTIK Press. Jakarta. h. . 62
44
Parsudi Suparlan, 2008, Ilmu Kepolisian, YPKIK, Jakarta, h. . 27
36

bahwa pekerjaan polisi adalah pekerjaan yang bersifat professional atau

merupakan profesi seseorang.45

45
https://tribratanews.kepri.polri.go.id/2019/06/28/pengertian-ilmu-kepolisian. Dieakses
pada 21 Maret 2022
BAB III

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGOPLOSAN

GAS ELPIJI DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESOR GIANYAR

1. Pengaturan hukum tentang tindak pidana pengoplosan Gas Elpiji

Pengertian pengaturan dalam ilmu hukum berarti perundang-undangan

yang berbentuk tertulis, Karena merupakan keputusan tertulis, maka peraturan

perundang-undangan sebagai kaidah hukum lazim disebut sebagai hukum tertulis.

Pengaturan hukum adalah pengaturan yang mengatur suatu tindak kejahatan

sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Pengaturan terhadap perbuatan

yang digolongkan sebagai perbuatan pidana dalam hukum Indonesia diatur di

dalam KUHP dan di beberapa Undang-Undang pidana khusus untuk perbuatan

yang digolongkan sebagai perbuatan pidana setelah penetapan atau pengesahan

KUHP di Indonesia pada tahun 1946. Indonesia melakukan pengaturan hukum

terhadap berbagai hal penting salah satunya mengenai minyak dan gas bumi.

Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak

terbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital yang

menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam

perekonomian nasional sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal

memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dalam kegiatan usaha

minyak dan gas bumi mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai

tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dan

berkelanjutan.

37
38

Bahan bakar adalah salah satu unsur vital yang diperlukan dalam

pelayanan masyarakat umum baik di negara-negara miskin, negara-negara

berkembang maupun di negara-negara yang telah berstatus negara maju

sekalipun46. Bahan Bakar adalah suatu materi apapun yang bisa diubah menjadi

energi. Biasanya bahan bakar mengandung energi panas yang dapat dilepaskan

dan dimanipulasi. Kebanyakan bahan bakar digunakan manusia melalui proses

pembakaran dimana bahan bakar tersebut akan melepaskan panas setelah

direaksikan dengan oksigen di udara.

Bahan bakar merupakan kebutuhan dasar dalam industri di seluruh dunia,

tetapi bahan bakar yang dalam konteks ini adalah gas Elpiji merupakan sumber

daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Kebutuhan gas elpiji baik dalam bidang

industri maupun transportasi semakin hari semakin meningkat karena setiap

rumah kebanyakan melakukan kegiatan memasak dan lain-lain menggunakan gas

elpiji tersebut, namun kebutuhan yang semakin tinggi terhadap gas elpiji tidak

didukung dengan sumber daya alam yang mengalami penurunan. Hal ini

menyebabkan beberapa pihak tidak bertanggung jawab melakukan segala cara

untuk mendapat keuntungan dari bahan bakar yang merupakan komoditi yang

sangat penting di dunia.

Seseorang akan dimintai pertanggungjawaban apabila telah melakukan

kesalahan yang dilarang oleh aturan apabila telah memenuhi unsur-unsur

pertanggungjawaban pidana yaitu seseorang telah melakukan perbuatan yang

dilarang, perbuatan dilakukan atas kemauan sendiri, dan pelaku mengetahui

46
BPH Migas, 2015, Komoditas Bahan Bakar Minyak (BBM), Penerbit BPH Migas RI,
Jakarta, h. 5
39

akibat dari perbuatan yang dilakukannya. Faktor utama terjadinya tindak pidana

tersebut adalah adanya disparitas (perbedaan jarak harga) dari elpiji subsidi

pemerintah dibanding elpiji non subsidi yang mengakibatkan timbulnya

kerawanan praktik pemalsuan serta ingin mendapatkan keuntungan lebih sehingga

sangat diperlukannya pengawasan pendistribusian gas. Dan juga terjadinya

masalah pidana yang banyak merugikan masyarakat khususnya terhadap bahan

bakar yanng di perlukan untuk kebutuhan sehari hari seperti bahan bakar elpiji.47

Mengenai banyaknya data-data kasus penjualan gas elpiji bersubsidi dari

hasil oplosan merupakan suatu tindak pidana. Yaitu perbuatan yang oleh aturan

hukum dilarang dan diancam pidana,48 tetapi walaupun sudah dianggap sebagai

tindak pidana masih saja tetap dilanggar. Dalam hal ini berarti telah melanggar

aturan subsidi oleh Pemerintah yang menimbulkan dampak negatif. Sebagai

contohnya salah satu dampak negatif yang dirasakan saat ini adalah meledaknya

tabung gas elpiji ukuran 3 kilogram yang cukup banyak menimbulkan korban

jiwa dan harta benda. Selain itu banyaknya kasus ledakan tabung gas elpiji 3

kilogram dikarenakan ketidak pahaman pelaku dalam melakukan oplosan, hingga

adanya dugaan tabung gas ilegal yang tidak sesuai standar yang ditetapkan oleh

Pemerintah.

Kata Oplos berasal dari bahasa Belanda, 49 yaitu “oplossen” yang berarti

“larut”. Di Indonesia istilah “oplos” sering dikonotasikan sebagai usaha

mencampur dengan maksud untuk mengambil keuntungan tanpa mengindahkan


47
Indriyanto Seno Adji, 2009, Humanisme dan Pembaharuan Penegakkan Hukum,
Kompas, Jakarta, hlm. 5.
48
Teguh Prasetyo, 2010, Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta, h. 48.
49
Susi Moeimam dan Hein Steinhauer, 2005, Kamus Belanda-Indonesia, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta. h, 23
40

kualitas. Mencampur adalah memadupankan satu benda dengan satu atau

beberapa benda lainnya kemudian diolah dan diproses menjadi benda dengan

nama yang lain. Rahardi Ramelan, menyatakan mencampur dalam arti kata

“blending”, merupakan usaha yang biasa dilakukan di dalam perdagangan,

khususnya komoditi pertama untuk mendapatkan komposisi dan rasa khas

maupun kualitas yang diinginkan konsumen, penggilangan besar melakukan

blending untuk mendapatkan kualitas dan harga yang tepat dan memakai merek

atau brander tertentu untuk memudahkan pemasarannya. Demikian juga yang

dilakukan oleh agen penjual gas 3 kg bersubsidi yang dicampur ke dalam tabung

gas yang ukurannya 12 kg non bersubsidi. Mereka melakukan blending untuk

mengasilkan isi gas yang lebih banyak dengan harga yang terjangkau bagi

konsumen walaupun dengan cara melanggar hukum.

Karena penjualan gas elpiji bersubsidi dari hasil oplosan sebagai suatu

tindak pidana, maka harus ada penegakan hukum. Yaitu peranan para Aparat atau

Lembaga Instansi dalam menegakkan hukum dan efektivitasnya Peraturan

Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Bahan

Bakar Minyak dan Gas Bumi. Bahan bakar bersubsidi adalah bahan bakar yang

diperuntukkan kepada rakyat yang telah mengalami proses subsidi. Dan juga

sebuah bantuan keuangan yang diberikan sebuah badan (dalam hal ini oleh

Pemerintah) kepada rakyat atau sebuah bentuk usaha. Tujuannya adalah untuk

mempertahankan atau meningkatkan daya beli. Sedangkan bahan bakar

nonsubsidi adalah bahan bakar yang tidak mendapatkan bantuan dana dari

Pemerintah dengan konsekuensi harganya tentu lebih mahal.


41

Berdasarkan penjelasan Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang dimaksud dengan

menyalahgunakan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan

perseorangan atau Badan Usaha dengan cara yang merugikan kepentingan

masyarakat banyak dan Negara seperti antara lain kegiatan penyimpangan alokasi

BBM, pengangkutan dan penjualan BBM keluar Negeri dan Pengoplosan BBM.50

Perbuatan yang dianggap sebagai perbuatan pidana dalam Undang-

Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Undang-Undang

No.8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, antara lain:

1. Melakukan pemindahan gas LPG ukuran 3 (tiga) Kg bersubsidi

ketabung gas berukuran 12 (dua belas) Kg non subsidi tanpa izin

selanjutnya dijual kepada pembeli/konsumen

2. Bahwa perbuatan terdakwa yang mengelabui atau menyesatkan

konsumen dari sisi kebenaran harga barang/gas, dan perbuatan

terdakwa telah melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8 ayat (1) huruf b “tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih

atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana dinyatakan dalam

label atau etiket barang tersebut”, serta tidak sesuai dengan ukuran,

takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang

sebenarnya.

50
Sri Wahyuni Tajuddin, 2016, Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana
Penyalahgunaan Pengangkutan Dan/Atau Niaga Bahan Bakar Minyak Bersubsidi (Studi Kasus
Putusan Nomor 81/Pid.Sus/2015/Pn.Tka), Jurusan Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas
Hasanuddin, Makassar. h. 35.
42

Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Pasal 54

Setiap orang yang meniru atau memalsukan Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi

dan hasil olahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi

Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).

Konsumen adalah menurut pengertian Pasal 1 angka 2 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen, “konsumen adalah setiap orang pemakai barang

dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan.51 Kondisi konsumen yang banyak dirugikan memerlukan

peningkatan upaya untuk melindunginya, sehingga hak-haknya dapat ditegakkan.

Namun disisi lain, perlindungan tersebut harus juga melindungi eksistensi

produsen yang sangat esensial dalam perekonomian negara. Oleh karena itu

diperlukan perundang-undangan yang dapat melindungi kedua belah pihak.

Permasalahan perlindungan konsumen ini tidak akan pernah habis dan akan selalu

menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen

yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas oleh karena itu masalah

perlindungan konsumen perlu diperhatikan. Hak konsumen yang diabaikan oleh

pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan

perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk

barang/pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen ditanah air, baik

melalui promosi iklan, maupun penawaran barang secara langsung.


51
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 1981, Perlindungan Konsumen Indonesia,
Suatu Sumbangan Pemikiran Tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
Yayasan Lembaga Konsumen, Jakarta. h. 2.
43

2. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pengoplosan gas elpiji di

Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar

Penegakan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari

kata tegak yang artinya berdiri, sigap (tidak lemas), dan lurus arah ke atas.

Sedangkan penegak adalah orang yang menegakkan (mendirikan) atau petugas

yang berhubungan dengan masalah peradilan. Menurut Satjipto Rahardjo,

Penegakan hukum merupakan suatu proses untuk mewujudkan keinginan –

keinginan hukum menjadi kenyataan. Keinginan – keinginan hukum yang

dimaksudkan disini yaitu yang merupakan pikiran – pikiran badan pembentuk

undang – undang yang dirumuskan dalam peraturan – peraturan hukum itu.

Perumusan pikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan

hukum, turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan. Dengan

demikian pada gilirannya, proses penegakan hukum itu memuncak pada

pelaksanaannya oleh para pejabat penegak hukum itu sendiri. 52 Penegakan hukum

menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat beserta elemen – elemen penegak

hukum lainnya yang terdiri dari lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan serta

lembaga advokasi yang termasuk kedalam aparatur penegak hukum.

Sebagai negara yang berdasar pada hukum (rechstaat) sebagaimana

diamanatkan pada pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Tahun 1945, Negara hukum merupakan terjemahan dari Konsep Rechstaat atau

52
Suwari Akhmaddhian, 2016. Penegakan Hukum Lingkungan dan Pengaruhnya
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia, Jurnal Unifikasi Vol. 3 No. 1 Januari 2016, FH
Universitas Kuningan, Kuningan. h. 5
44

Rule of law yang bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional di Eropa

abada ke-19 dan ke-20, mengemukakan Negara Hukum, yaitu “Negara yang

menyelenggarakan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum

didalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga lain dalam melaksanakan tindakan

apapun.53 Maka perilaku berbangsa, bernegara dan bermasyarakat haruslah diatur

oleh hukum, termasuk mengenai persaingan usaha. Dan di dalam negara hukum,

diatur mengenai persaingan usaha dengan tujuan agar pelaku usaha dapat

menjalankan usahanya dengan tertib dan tidak terjadi adanya perse illegal atau

suatu praktik bisinis pelaku usaha yang secara tegas dan mutlak dilarang, sehingga

tidak tersedia ruang untuk melakukan pembenaran atas praktik tersebut.54

Ketentuan tindak pidana penyalahgunaan pengangkutan dan tindak pidana

perniagaan, seacara tagas telah diatur didalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor

22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi (MIGAS). Dimana setiap orang

yang penyalahgunaan pengangkutan dan/ Niaga BBM, baik minyak bumi, bahan

bakar gas maupun yang merupakan hasil olahan yang disubsidi oleh Pemerintah,

tanpa adanya izin pengangkutan dan/atau izin dari pihak yang berwenang dapat

dipidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan penjelasan Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang dimaksud dengan

menyalahgunakan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan

perseorangan atau Badan Usaha dengan cara yang merugikan kepentingan


53
Andi Aco Agus, 2017. Eksistensi Masyarakat Adat Dalam Kerangka Negara Hukum Di
Indonesia Jurnal Sosialisasi Volume 4 edisi 1 Tahun 2017. FIS UNM, Makassar. h. 7
54
Muhammad Ilyas, 2017. Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Pengurangan Volume
Gas Elpiji 3 Kg Oleh Pengisian Bulk Elpiji Ditingkat Penyidikan Dihubungkan Dengan KUHAP,
Institutional repository Unpas, 2017. FH UNPAS, Bandung. h. 2
45

masyarakat banyak dan Negara seperti antara lain kegiatan penyimpangan alokasi

BBM, pengangkutan dan penjualan BBM keluar Negeri dan Pengoplosan BBM.

Ketentuan pidana pokok yang mengatur tentang penyalahgunaan dan/atau niaga

juga dikenal adanya pidana tambahan berupa pencabutan hak atau perampasan

barang yang digunakan untuk untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana dalam

kegiatan usaha minyak dan gas bumi.

Kemudian unsur-unsur tindak pidana penyalahgunaan pengangkutan

dan/atau niaga BBM bersubsidi menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001

tentang Minyak dan Gas Bumi Pasal 23 ayat 1 dijelaskan, bahwa kegiatan usaha

hilir yang dilakukan oleh badan usaha harus mendapat izin usaha dari pemerintah

yang meliputi kegiatan: pengangkutan, perniagaan, pengolahan dan penyimpanan

BBM. Begitu pula dengan kegiatan usaha hulu yang mencakup kegiatan

eksplorasi dan eksploitasi. Dari keempat jenis kegiatan usaha diatas, jika tidak

memiliki izin usaha untuk melakukan kegiatan usaha tersebut, maka kegiatan

usaha tersebut dianggap ilegal. Adapun unsur-unsur tindak pidana pengangkutan

dan/atau niaga BBM menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 adalah:

1) Pasal 52 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Bahwa setiap

orang yang melakukan kegiatan usaha:

a. Pengolahan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 23 tanpa

izin usaha pengolahan dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp.

50.000.000.000,00 (lima puluh milliar rupiah)


46

b. Pengangkutan sebagaimana dalam Pasal 23 tanpa izin usaha

dan pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama

4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp.

40.000.000.000,00 (empat puluh milliar rupiah)

c. Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa

izin usaha penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling

lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp.

30.000.000.000,00 (tiga puluh milliar rupiah)

d. Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin usaha

niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)

tahun dan denda paling tinggi Rp. 30.000.000.000,00 (tiga

puluh milliar rupiah)

2) Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001

Setiap orang yang menyalahgnakan dan/atau BBM yang disubsidi oleh

pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)

tahun dan denda paling tinggi Rp. 60.000.000.000,00 (enam puluh

milliar rupiah). Unsur-unsurnya terdiri atas:

a. Barang siapa

b. Menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM yang

disubsidi oleh pemerintah.

Perbuatan yang dapat dihukum dalam pasal ini adalah setiap orang atau

badan usaha yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM yang

disubsidi oleh pemerintah serta izin usaha untuk melakukan pengangkutan BBM
47

sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam ketentuan ini yang

dimaksudkan dengan menyalahgunakan adalah kegiatan yang bertujuan untuk

memperoleh keuntungan perseorangan atau badan usaha dengan cara merugikan

kepentingan masyarakat banyak dan negara seperti antara lain kegiatan

pengoplosan BBM, penyimpangan alokasi bahan bakar minyak, pengangkutan

dan penjualan bahan bakar minyak ke luar negeri. Begitu juga dalam hal ini yang

dimaksud dengan menguntungkan diri sendiri, merugikan orang lain termasuk

dalam tindak pidana yang telah diatur di dalam Pasal 378 KUHP (Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana) tentang Tindak Pidana Perbuatan Curang. barang siapa

dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara

melawan hukum.

Berdasarkan wawancara dengan I Kadek Kertayoga selaku Kanit IV

Satreskrim Polres Gianyar, beliau mengatakan bahwa Penegakan hukum terhadap

tindak pidana pengoplosan gas elpiji di Wilayah Hukum Kepolisian Resor

Gianyar adalah dilakukan melalui dua cara, yaitu:

1. Preventif, dimana penegakan hukum secara preventif dilakukan

dengan bekerja sama dengan para distributor gas elpiji yang ada di

wilayah hukum Kepolisian Resor Gianyar untuk mempermudah

melakukan pendataan dan pengawasan, sehingga apabila terjadi

indikasi terjadinya pengoplosan gas elpiji, maka pihak kepolisian

dapat melakukan penindakan dengan cepat dan terstruktur.


48

2. Represif, yaitu apabila berdasarkan pengawasan pihak kepolisian atau

apabila kepolisian menerima laporan mengenai pengoplosan gas elpiji,

maka kepolisian akan melakukan tahap-tahap yaitu:

1. Mendatangi TKP (Tempat Kejadian Perkara), dengan mendatangi

tempat kejadian perkara Kepolisian bisa secara langsung datang ke

tempat dimana pelaku melakukan tindak pidana dan kepolisian

akan melakukan olah TKP.

2. Melakukan olah TKP, mencari dan mengumpulkan keterangan,

petunjuk, barang bukti, identitas tersangka dan korban maupun

saksi untuk kepentingan penyelidikan selanjutnya, mencari

hubungan antara saksi/korban, tersangka, dan barang bukti,

memperoleh gambaran tindak pidana yang terjadi, Kepolisian

yang telah melakukan beberapa tahap penyelidikan dan telah

mengetahui perbuatan tersebut merupakan tindak pidana, pihak

kepolisian akan melakukan proses penyidikan.

3. Penangkapan, apabila penyidikan telah menyatakan bahwa kasus

tersebut merupakan tindak pidana, maka pihak kepolisian akan

melakukan penangkapan terhadap pelaku pengoplos gas elpiji

tersebut dimana penangkapan dilakukan sesuai dengan Pasal 1

butir 20 KUHAP.

4. Penahanan, penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu

oleh penyidik agar tersangka tidak bisa melarikan diri,

penahananyang dilakukan penyidik berguna untuk memeriksa


49

tersangka mengenai perbuatan pidana yang dilakukannya dan

tersangka tidak bisa menghilangkan barang bukti serta mengulangi

perbuatannya.

5. Pemberkasan, proses penyidikan dilakukan terhadap pelaku

hingga dibuatlah berkas perkara dan diserahkan kepada jaksa,

apabila berkas perkara dikembalikan untuk dilengkapi oleh jaksa

kepada penyidik yang disebut P-18 dengan petujuknya P-19.

Setelah berkas perkara sudah dilengkapi oleh penyidik dan

dianggap sudah lengkap oleh kejaksaan (P-21), penyidik

menyerahkan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU)

serta dilakukan serah terima barang bukti dan tersangka ke pihak

JPU. 55

Berdasarkan wawancara dengan I Made Suteja selaku Penyidik Pembantu

unit IV Reskrim Polres Gianyar, beliau mengatakan bahwa Penegakan hukum

terhadap tindak pidana pengoplosan gas elpiji di Wilayah Hukum Kepolisian

Resor Gianyar adalah dilakukan dalam bentuk pengawasan terhadap peredaran

elpiji yang di subsidi sehingga jika terjadi kasus pengoplosan elpiji, pihak

kepolisian bisa bertindak cepat dalam penindakan terhadap pelaku

penyalahgunaan sesuai dengan hukum yang berlaku, dimana anggota Kepolisian

Resor Gianyar akan melakukan penyelidikan terlebih dahulu terkait kasus

pengoplosan elpiji dan apabila menemukan suatu tindak Pidana tersebut, maka

proses akan dilanjutkan dengan klarifikasi terhadap terduga pelaku dan saksi

55
Hasil wawancara dengan Kertayoga, I Kadek selaku Kanit IV Satreskrim Polres Gianyar,
pada Hari Senin 23 Mei 2023 pukul 08.30 wita
50

yang ada. Dan jika berdasarkan bukti permulaan yang cukup ternyata terbukti

kegiatan tersebut merupakan kasus pengoplosan gas elpiji maka perkara tersebut

ditingkatkan ke proses penyidikan agar mengetahui tersangka.56

Berdasarkan analisa penulis dari hasil penelitian data yang didapatkan dari

Satreskrim Polres Gianyar bahwa pada tahun 2021 sampai tahun 2022 telah terjadi

3 (tiga) kasus tindak pidana pengoplosan gas elpiji. Pada tahun 2021 telah terjadi 1

kasus tindak pidana pengoplosan gas elpiji. Pada tahun 2022 telah terjadi 2 kasus

tindak pidana pengoplosan gas elpiji, dimana terjadi peningkatan kasus sehingga

sesuai dengan data tersebut maka penegakan hukum terhadap tindak pidana

pengoplosan gas elpiji di wilayah hukum Kepolisian Resor Gianyar masih belum

berjalan maksimal karena terdapat peningkatan kasus.

56
Hasil wawancara dengan Suteja, I Made selaku Penyidik Pembantu Unit IV Satreskrim
Polres Gianyar, pada Hari Senin 23 Mei 2023 pukul 10.30 wita
BAB IV

KENDALA DAN UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM PENEGAKAN

HUKUM TERHADAP TINDAK PENGOPLOSAN GAS ELPIJI DI

WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESOR GIANYAR

1. Kendala yang dialami dalam penegakan hukum terhadap tindak

pengoplosan gas elpiji di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar

Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak

terbarukan yang dikuasai Negara dan merupakan komuditas vital yang memegang

peranan penting dalam penyediaan bahan baku industri, pemenuhan kebutuhan

energi di dalam, dan pengasil devisa Negara yang penting, oleh karena itu

pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin agar dapat dimanfaatkan

sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat. Begitupun dengan pengelolaan

gas elpiji bersubsidi yang secara optimal dikelola oleh Negara dengan

mendapatkan perlindungan hukum agar mencapai kesejahteraan dan kemakmuran

bagi rakyat.

Mengenai banyaknya data-data kasus penjualan gas elpiji bersubsidi dari

hasil oplosan merupakan suatu tindak pidana. Yaitu perbuatan yang oleh aturan

hukum dilarang dan diancam pidana,57 tetapi walaupun sudah dianggap sebagai

tindak pidana masih saja tetap dilanggar. Dalam hal ini berarti telah melanggar

aturan subsidi oleh Pemerintah yang menimbulkan dampak negatif. Sebagai

contohnya salah satu dampak negatif yang dirasakan saat ini adalah meledaknya

tabung gas elpiji ukuran 3 kilogram yang cukup banyak menimbulkan korban
57
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Jakarta, Rajawali Pers, 2010, hlm. 48.
51
52

jiwa dan harta benda. Selain itu banyaknya kasus ledakan tabung gas elpiji 3

kilogram dikarenakan ketidak pahaman pelaku dalam melakukan oplosan, hingga

adanya dugaan tabung gas illegal yang tidak sesuai standar yang ditetapkan oleh

Pemerintah. Berdasarkan Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak

dan Gas Pasal 54 Setiap orang yang meniru atau memalsukan Bahan Bakar

Minyak dan Gas Bumi dan hasil olahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28

ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda

paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).

Berdasarkan wawancara dengan Kadek Kertayoga selaku Kanit IV

Satreskrim Polres Gianyar, beliau mengatakan bahwa Kendala yang dialami

dalam penegakan hukum terhadap tindak pengoplosan gas elpiji di Wilayah

Hukum Kepolisian Resor Gianyar yaitu:

1. Tindak pengoplosan gas elpiji yang sulit dilacak, Makin

berkembangnya Modus Operandi pengoplosan gas elpiji. Pengoplosan

benda yang berbentuk gas dan tidak berwujud sangat sulit untuk

dibedakan, belum lagi tindakan tersebut dilakukan dengan tersembunyi

dan terstruktur sehingga sulit untuk diungkap oleh pihak kepolisian,

dimana tempat-tempat terjadinya pengoplosan gas elpiji ini sulit dicari

karena ahli dalam menyembunyikan lokasi pengoplosan sehingga

penegakan hukum sulit dilakukan.

2. Masyarakat yang merasa menerima gas elpiji oplosan enggan

melaporkan indikasi terjadinya gas elpiji oplosan tersebut ke

kepolisian dan memilih untuk membeli gas elpiji di tempat lain.


53

Meskipun mengetahui terjadi kejanggalan dalam gas elpiji yang

diterima seperti contoh tabung gas yang tidak memenuhi standar dan

lain-lain, masyarakat memilih untuk membeli gas di tempat lain dan

tidak melapor kepada pihak kepolisian karena tidak mau repot dan

mementingkan pribadi masing-masing.

3. Banyak pihak pedagang yang tidak mengetahui bahkan tidak peduli

terhadap hukum yang mengatur mengenai pengoplosan gas elpiji.

Pihak pedagang tidak memedulikan bahaya dari pengoplosan gas dan

tidak menghiraukan hukum yang melarang pengoplosan tersebut

sehingga tindak pengoplosan gas elpiji terus terjadi dan dilakukan oleh

orang-orang baru meskipun yang sebelumnya telah tertangkap.58

Berdasarkan wawancara dengan I Made Suteja selaku Penyidik

Pembantu unit IV Reskrim Polres Gianyar, beliau mempertegas dan mengatakan

bahwa Kendala yang dialami dalam penegakan hukum terhadap tindak

pengoplosan gas elpiji di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar Kurangnya

Masyarakat yang mengetahui tentang bahaya gas elpiji oplosan. Mereka tidak

melaporkan atau tidak peka terhadap tindakan ilegal ini kemudian Pengusaha

yang tidak menyadari atau acuh terhadap aturan terkait gas elpiji oplosan dapat

membuat penegakan hukum lebih sulit.

Menurut anlisis penulis berdasarkan hasil wawancara di atas bahwa

banyaknya modus operandi baru, masyarakat yang kurang edukasi dan bahkan

tidak mau tau enggan untuk melaporkan, serta pedagang yang tidak mengetahui

58
Hasil wawancara dengan Kertayoga, I Kadek selaku Kanit IV Satreskrim Polres Gianyar,
pada Hari Senin 23 Mei 2023 pukul 10.30 wita
54

bahwa gas tersebut merupakan gas oplosan sehingga menghambat proses

penegakan hukum yang telah dilakukan dan diupayakan.

2. Upaya yang dilakukan dalam penegakan hukum terhadap tindak

pengoplosan gas elpiji di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar

Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan

secara rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka

menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat

diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum

pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya.59

Upaya penanggulangan terhadap tindak pidana penyalahgunaan Bahan

Bakar Minyak (BBM), dapat dilakukan dengan menggunakan kebijakan hukum

pidana atau jalur penanggulangan dengan menggunakan upaya penal dan non

penal. Upaya penal mengandung arti bagaimana mengusahakan atau membuat

suatu perundang-undangan pidana menjadi lebih baik.

Menurut A. Mulder kebijakan hukum pidana (upaya penal) adalah untuk

menentukan:

a. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu

diubah atau diperbaharui;

b. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak

pidana;
59
Ode, Tias Febrianti dan Dini Dewi Heniarti. 2021. Penegakan Hukum Tindak Pidana
Penimbunan Dan Penjualan Bahan Bakar Minyak Jenis Solar Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi Diwilayah Hukum Polisi Daerah
Manokwari Papua Barat. Prosiding Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung,
7(1), h. 129.
55

c. Cara bagaimana penyidik, penuntut, peradilan dan pelaksanan

pidana harus dilaksanakan.

Sarana non penal adalah upaya yang dilakukan untuk pencegahan atau

pengendalian atau penangkalan sebelum kejahatan terjadi. Upaya penanggulangan

tindak pidana terhadap penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan

menggunakan jalur penal memiliki keterbatasan karena adanya masalah dan

kondisi sosial yang menjadi faktor kondusif penyebab timbulnya kejahatan yang

tidak cukup dengan upaya penal saja melainkan harus ditunjang oleh upaya non

penal melalui jalur kebijakan sosial (social policy) yang pada dasarnya adalah

kebijakan atau upaya-upaya rasional untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan

masyarakat.

Upaya non penal menekankan pada segala upaya untuk menjadikan

masyarakat sebagai lingkungan sosial dan lingkungan hidup yang sehat dari

faktor-faktor kriminogen. Artinya masyarakat dengan seluruh potensinya harus

dijadikan sebagai faktor penangkal kejahatan, karenanya upaya non penal harus

terus menerus digali, dimanfaatkan serta dikembangkan untuk mengimbangi

kekurangan dan keterbatasan sarana penal. Mengingat upaya penanggulangan

kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat tindakan pencegahan untuk

terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor

kondusif penyebab terjadinya kejahatan.

Berdasarkan wawancara dengan I Made Suteja selaku Penyidik Pembantu

unit IV Reskrim Polres Gianyar, beliau mengatakan bahwa upaya yang dilakukan
56

dalam penegakan hukum terhadap tindak pengoplosan gas elpiji di Wilayah

Hukum Kepolisian Resor Gianyar yaitu:

1. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat langsung mengenai ciri-ciri

gas elpiji yang sudah dioplos, memberi tahu bahaya penggunaan gas

elpiji oplosan, serta menanamkan pengetahuan bahwa apabila terdapat

indikasi menerima gas elpiji oplosan, agar segera dilaporkan kepada

pihak berwajib untuk dapat segera ditindaklanjuti oleh pihak

kepolisian.

2. Bekerja sama dengan pedagang-pedagang gas elpiji di wilayah hukum

Kepolisian Resor Gianyar agar dapat mempermudah melakukan

pengawasan dan dapat mengetahui lebih detil mengenai jaringan

pengedaran serta penjualan gas elpiji tersebut

3. Memberdayakan satuan keamanan desa setempat seperti

Babinkamtibmas untuk membantu melakukan pengawasan terhadap

usaha penjualan gas elpiji di wilayahnya dan memberi pengetahuan

mengenai tindakan yang harus dilakukan apabila menemukan indikasi

tindak gas elpiji oplosan, yaitu dengan melaporkan kepada pihak

kepolisian.

4. Melakukan penindakan hukum yang sesuai dengan hukum yang

berlaku apabila ditemukan pelaku tindak pengoplosan gas elpiji. Hal

ini dilakukan sesuai dengan aturan hukum dalam menangani atau

melakukan penindakan terhadap laporan suatu kasus yang diterima


57

oleh kepolisian sehingga penindakan dapat dilakukan dengan baik dan

lancar.60

Berdasarkan wawancara dengan I Kadek Kertayoga selaku Kanit IV

Satreskrim Polres Gianyar, beliau mengatakan bahwa Upaya kepolisian dalam

mengatasi pengoplosan gas elpiji termasuk dalam upaya penegakan hukum dan

pengawasan terhadap kegiatan ilegal ini. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan

oleh kepolisian meliputi:

1. Penyelidikan dan Penangkapan: Kepolisian dapat melakukan

penyelidikan terhadap laporan atau informasi terkait pengoplosan gas

elpiji ilegal. Mereka juga dapat menangkap pelaku yang terlibat dalam

kegiatan ini.

2. Pengawasan dan Patroli: Kepolisian dapat melakukan patroli rutin di

wilayah-wilayah yang rawan terjadi pengoplosan gas elpiji ilegal

untuk mencegah kegiatan tersebut.

3. Kerja Sama dengan Instansi Terkait: Kepolisian dapat bekerja sama

dengan instansi terkait seperti Badan Pengawas Perdagangan

Berjangka Komoditi (Bappebti) dan pihak berwenang lainnya untuk

mengatasi pengoplosan gas elpiji ilegal.

4. Penyuluhan Masyarakat: Kepolisian juga dapat melakukan kegiatan

penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya pengoplosan gas elpiji

ilegal dan pentingnya menggunakan gas elpiji yang aman dan

berkualitas.

60
Hasil wawancara dengan Suteja, I Made selaku Penyidik Pembantu Unit IV Satreskrim
Polres Gianyar, pada Hari Senin 23 Mei 2023 pukul 10.30 wita
58

5. Mengadakan program Polres Gianyar yaitu Jumat Curhat dimana

dalam program tersebut Polres Gianyar menjajaki masyarakat untuk

menyerap aspirasi dan mendapatkan informasi terkait permasalahan

yang terjadi dilingkungan sekitarnya seperti salah satunya melaporkan

indikasi-indikasi terjadinya pengoplosan gas elpiji.

6. Pengawasan Distribusi: Kepolisian dapat mengawasi distribusi gas

elpiji dari pabrik atau distributor resmi untuk memastikan bahwa gas

elpiji tidak digunakan untuk kegiatan illegal. 61

Menurut analisa penulis berdasarkan hasil wawancara diatas maka upaya

yang dilakukan dalam penegakan hukum terhadap tindak pengoplosan gas elpiji

di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar adalah dapat dilakukan dan

disampaikan dalam Jumat Curhat oleh pihak Kepolisian Resor Gianyar kepada

masyarakat. Program Jumat Curhat adalah program komunikasi dua arah antara

Polri dengan masyarakat untuk membahas permasalahan seputar kamtibmas dan

pelayanan Polri terhadap masyarakat. upaya dari Kapolres gianyar yg mendatangi

masyarakat yang terindikasi takut melakukan pengaduan ke Polres gianyar

sehingga diharapkan dengan adanya giat Jumat curhat itu masyarakat menjadi

terbuka terkait dengan permasalahan yang terjadi di antarnya Oplosan gas elpiji.

61
Hasil wawancara dengan Kertayoga, I Kadek selaku Kanit IV Satreskrim Polres Gianyar,
pada Hari Senin 23 Mei 2023 pukul 08.30 wita
BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

1) Penegakan hukum terhadap tindak pengoplosan gas elpiji di Wilayah

Hukum Kepolisian Resor Gianyar dari hasil penelitian data yang

didapatkan dari Satreskrim Polres Gianyar bahwa pada tahun 2021 sampai

tahun 2022 telah terjadi 3 (tiga) kasus tindak pidana pengoplosan gas elpiji.

Pada tahun 2021 telah terjadi 1 kasus tindak pidana pengoplosan gas elpiji.

Pada tahun 2022 telah terjadi 2 kasus tindak pidana pengoplosan gas elpiji,

dimana terjadi peningkatan kasus sehingga sesuai dengan data tersebut

maka penegakan hukum terhadap tindak pidana pengoplosan gas elpiji di

wilayah hukum Kepolisian Resor Gianyar masih belum berjalan maksimal

karena terdapat peningkatan kasus.

2) Kendala yang dialami dalam penegakan hukum terhadap tindak

pengoplosan gas elpiji di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar yaitu

Tindak pengoplosan gas elpiji yang sulit dilacak, Masyarakat yang merasa

menerima gas elpiji oplosan enggan melaporkan, dan Banyak pihak

pedagang yang tidak mengetahui bahkan tidak peduli terhadap hukum

yang mengatur mengenai pengoplosan gas elpiji. Upaya yang dilakukan

dalam penegakan hukum terhadap tindak pengoplosan gas elpiji di

Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar yaitu Melakukan sosialisasi

kepada masyarakat, dan pedagang-pedagang gas elpiji di wilayah hukum

Kepolisian Resor Gianyar serta melakukan Program Jumat Curhat

59
60

Kapolres Gianyar yang merupakan program komunikasi dua arah antara

Polri dengan masyarakat untuk membahas permasalahan seputar

kamtibmas dan pelayanan Polri terhadap masyarakat. upaya dari Kapolres

gianyar yg mendatangi masyarakat yang terindikasi takut melakukan

pengaduan ke Polres gianyar sehingga diharapkan dengan adanya giat

Jumat curhat itu masyarakat menjadi terbuka terkait dengan permasalahan

yang terjadi di antarnya pengoplosan gas elpiji.

2. Saran

1) Kepada Kepolisian Resor Gianyar agar bekerjasama dengan pemerintah

desa, serta desa adat demi mengedukasi masyarakat terkait keberadaan

gas oplosan yang merugikan masyarakat dan negara, selain itu juga

memberikan himbauan kepada setiap masyarakat untuk berani dan mau

melaporkan bila ditemukan indikasi gas elpiji oplosan.

2) Kepada masyarakat agar agar lebih berhati-hati dan selalu mengecek gas

elpiji sebelum dibeli, serta bila ditemukan indikasi pengoplosan gas elpiji

agar melaporkan kepada pihak kepolisian.


DAFTAR BACAAN

BUKU

Alvin S Johnson. 2004, Sosiologi Hukum. Rineka Cipta. Jakarta.

Barda Nawawi Arief, 2008, Bunga Rampai Kebijkan Hukum Pidana,Citra Aditya
Bakti, Bandung Media

Barda Nawawi Arief, 2008, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan


Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

Bambang Poernomo. 1988, Hukum Acara Pidana Indonesia. Amarta Buku.


Yogyakarta.

Dellyana, Shant. 2008, Konsep Penegakan Hukum. Liberty, Yogyakarta.

Erliza Hambali,2008 Teknologi Bionergi, Bogor Agro Media.

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Empiris &
Normatif, Pustaka Pelajar, Jakarta,

Soerjono Soekanto 2011, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan


Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Sudikno Mertokusumo, 2007, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty.


Yogyakarta.

Soerjono Soekanto. 1990, Sosiologi Sebagai Suatu Pengantar. Rajawali Persada.


Jakarta.

__________. 2008. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum”.


PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

__________, 2015, Pengantar Penelitian Hukum, UI Pers, Jakarta

Yulies Tina Masriani. 2004, PengantarHukum Indonesia.Sinar Grafika. Jakarta

JURNAL

Inge Dwisvimiar, 2011, Keadilan Dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hukum, 524
Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 3,
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi

Undang-Undang Nomo 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja


DAFTAR INFORMAN

Nama : Kertayoga, I Kadek.

NRP : 84030164

Jabatan : Kanit IV Reskrim Polres Gianyar

Alamat : Asrama Polisi Polres Gianyar

Instansi : Kepolisian Resor Gianyar

Nama : Suteja, I Made

Pangkat : Aiptu

NRP : 77060374

Jabatan : Penyidik Pembantu unit IV Reskrim Polres Gianyar

Alamat : Asrama Polisi Polres Gianyar

Instansi : Kepolisian Resor Gianyar


PEDOMAN WAWANCARA

Nama : I Kadek Kertayoga, S.H.,M.H.

NRP : 84030164

Jabatan : Kanit IV Reskrim Polres Gianyar

PERTANYAAN :

Bagaimanakah Penegakan hukum terhadap tindak pidana pengoplosan gas elpiji

di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar?

JAWABAN :

Penegakan hukum terhadap tindak pidana pengoplosan gas elpiji di

Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar adalah dilakukan melalui dua cara,

yaitu:

1) Preventif, dimana penegakan hukum secara preventif dilakukan dengan

bekerja sama dengan para distributor gas elpiji yang ada di wilayah hukum

Kepolisian Resor Gianyar untuk mempermudah melakukan pendataan dan

pengawasan, sehingga apabila terjadi indikasi terjadinya pengoplosan gas

elpiji, maka pihak kepolisian dapat melakukan penindakan dengan cepat dan

terstruktur.

2) Represif, yaitu apabila berdasarkan pengawasan pihak kepolisian atau apabila

kepolisian menerima laporan mengenai pengoplosan gas elpiji, maka

kepolisian akan melakukan tahap-tahap yaitu:


3) Mendatangi TKP (Tempat Kejadian Perkara), dengan mendatangi tempat

kejadian perkara Kepolisian bisa secara langsung datang ke tempat dimana

pelaku melakukan tindak pidana dan kepolisian akan melakukan olah TKP.

4) Melakukan olah TKP, mencari dan mengumpulkan keterangan, petunjuk,

barang bukti, identitas tersangka dan korban maupun saksi untuk kepentingan

penyelidikan selanjutnya, mencari hubungan antara saksi/korban, tersangka,

dan barang bukti, memperoleh gambaran tindak pidana yang terjadi,

Kepolisian yang telah melakukan beberapa tahap penyelidikan dan telah

mengetahui perbuatan tersebut merupakan tindak pidana, pihak kepolisian

akan melakukan proses penyidikan.

5) Penangkapan, apabila penyidikan telah menyatakan bahwa kasus tersebut

merupakan tindak pidana, maka pihak kepolisian akan melakukan

penangkapan terhadap pelaku pengoplos gas elpiji tersebut dimana

penangkapan dilakukan sesuai dengan Pasal 1 butir 20 KUHAP.

6) Penahanan, penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh

penyidik agar tersangka tidak bisa melarikan diri, penahananyang dilakukan

penyidik berguna untuk memeriksa tersangka mengenai perbuatan pidana

yang dilakukannya dan tersangka tidak bisa menghilangkan barang bukti serta

mengulangi perbuatannya.

7) Pemberkasan, proses penyidikan dilakukan terhadap pelaku hingga dibuatlah

berkas perkara dan diserahkan kepada jaksa, apabila berkas perkara

dikembalikan untuk dilengkapi oleh jaksa kepada penyidik yang disebut P-18

dengan petujuknya P-19. Setelah berkas perkara sudah dilengkapi oleh


penyidik dan dianggap sudah lengkap oleh kejaksaan (P-21), penyidik

menyerahkan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) serta

dilakukan serah terima barang bukti dan tersangka ke pihak JPU.

PERTANYAAN:

Bagaimana Kendala yang dialami dalam penegakan hukum terhadap tindak

pengoplosan gas elpiji di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar?

JAWABAN:

Kendala yang dialami dalam penegakan hukum terhadap tindak

pengoplosan gas elpiji di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar yaitu:

1. Tindak pengoplosan gas elpiji yang sulit dilacak. Pengoplosan

benda yang berbentuk gas dan tidak berwujud sangat sulit untuk

dibedakan, belum lagi tindakan tersebut dilakukan dengan

tersembunyi dan terstruktur sehingga sulit untuk diungkap oleh

pihak kepolisian, dimana tempat-tempat terjadinya pengoplosan

gas elpiji ini sulit dicari karena ahli dalam menyembunyikan lokasi

pengoplosan sehingga penegakan hukum sulit dilakukan.

2. Masyarakat yang tidak mengetahui bahwa gas yang mereka beli

merupakan gas elpiji oplosan sehingga seolah olah tindakan

pengoplosan tersebut tidak terjadi dan tidak diketahui oleh masyarakat.

3. Masyarakat yang merasa menerima gas elpiji oplosan enggan

melaporkan indikasi terjadinya gas elpiji oplosan tersebut ke

kepolisian dan memilih untuk membeli gas elpiji di tempat lain.


Meskipun mengetahui terjadi kejanggalan dalam gas elpiji yang

diterima seperti contoh tabung gas yang tidak memenuhi standar dan

lain-lain, masyarakat memilih untuk membeli gas di tempat lain dan

tidak melapor kepada pihak kepolisian karena tidak mau repot dan

mementingkan pribadi masing-masing.

4. Banyak pihak pedagang yang tidak mengetahui bahkan tidak peduli

terhadap hukum yang mengatur mengenai pengoplosan gas elpiji.

Pihak pedagang tidak memedulikan bahaya dari pengoplosan gas dan

tidak menghiraukan hukum yang melarang pengoplosan tersebut

sehingga tindak pengoplosan gas elpiji terus terjadi dan dilakukan oleh

orang-orang baru meskipun yang sebelumnya telah tertangkap

PERTANYAAN:

Bagaimanakah Upaya yang dilakukan dalam penegakan hukum terhadap tindak

pengoplosan gas elpiji di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar?

JAWABAN:

Upaya kepolisian dalam mengatasi pengoplosan gas elpiji termasuk dalam

upaya penegakan hukum dan pengawasan terhadap kegiatan ilegal ini. Beberapa

tindakan yang dapat dilakukan oleh kepolisian meliputi:

1. Penyelidikan dan Penangkapan: Kepolisian dapat

melakukan penyelidikan terhadap laporan atau informasi

terkait pengoplosan gas elpiji ilegal. Mereka juga dapat

menangkap pelaku yang terlibat dalam kegiatan ini.


2. Pengawasan dan Patroli: Kepolisian dapat melakukan

patroli rutin di wilayah-wilayah yang rawan terjadi

pengoplosan gas elpiji ilegal untuk mencegah kegiatan

tersebut.

3. Kerja Sama dengan Instansi Terkait: Kepolisian dapat

bekerja sama dengan instansi terkait seperti Badan

Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti)

dan pihak berwenang lainnya untuk mengatasi pengoplosan

gas elpiji ilegal.

4. Penyuluhan Masyarakat: Kepolisian juga dapat melakukan

kegiatan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya

pengoplosan gas elpiji ilegal dan pentingnya menggunakan

gas elpiji yang aman dan berkualitas.

5. Pengawasan Distribusi: Kepolisian dapat mengawasi

distribusi gas elpiji dari pabrik atau distributor resmi untuk

memastikan bahwa gas elpiji tidak digunakan untuk

kegiatan illegal
PENANYA Denpasar, Agustus 2023
YANG DIWAWANCARAI

I PUTU APRIAWAN I KADEK KERTAYOGA, S.H., M.H.


Nama : Aiptu I Made Suteja, S.H.

NRP : 77060374

Jabatan : Penyidik Pembantu unit IV Reskrim Polres Gianyar

PERTANYAAN:

Bagaimanakah Penegakan hukum terhadap tindak pidana pengoplosan gas elpiji

di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar?

JAWABAN:

Penegakan hukum terhadap tindak pidana pengoplosan gas elpiji di Wilayah

Hukum Kepolisian Resor Gianyar adalah dilakukan dalam bentuk pengawasan

terhadap peredaran elpiji yang di subsidi sehingga jika terjadi kasus pengoplosan

elpiji, pihak kepolisian bisa bertindak cepat dalam penindakan terhadap pelaku

penyalahgunaan sesuai dengan hukum yang berlaku, dimana anggota Kepolisian

Resor Gianyar akan melakukan penyelidikan terlebih dahulu terkait kasus

pengoplosan elpiji dan apabila menemukan suatu tindak Pidana tersebut, maka

proses akan dilanjutkan dengan klarifikasi terhadap terduga pelaku dan saksi yang

ada. Dan jika berdasarkan bukti permulaan yang cukup ternyata terbukti kegiatan

tersebut merupakan kasus pengoplosan gas elpiji maka perkara tersebut

ditingkatkan ke proses penyidikan agar mengetahui tersangka.

PERTANYAAN:

Bagaimanakah Upaya yang dilakukan dalam penegakan hukum terhadap tindak

pengoplosan gas elpiji di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar?


JAWABAN:

Upaya yang dilakukan dalam penegakan hukum terhadap tindak

pengoplosan gas elpiji di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Gianyar yaitu:

1. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat langsung

mengenai ciri-ciri gas elpiji yang sudah dioplos, memberi

tahu bahaya penggunaan gas elpiji oplosan, serta

menanamkan pengetahuan bahwa apabila terdapat indikasi

menerima gas elpiji oplosan, agar segera dilaporkan kepada

pihak berwajib untuk dapat segera ditindaklanjuti oleh

pihak kepolisian.

2. Bekerja sama dengan pedagang-pedagang gas elpiji di

wilayah hukum Kepolisian Resor Gianyar agar dapat

mempermudah melakukan pengawasan dan dapat

mengetahui lebih detil mengenai jaringan pengedaran serta

penjualan gas elpiji tersebut

3. Memberdayakan satuan keamanan desa setempat seperti

Babinkamtibmas untuk membantu melakukan pengawasan

terhadap usaha penjualan gas elpiji di wilayahnya dan

memberi pengetahuan mengenai tindakan yang harus

dilakukan apabila menemukan indikasi tindak gas elpiji

oplosan, yaitu dengan melaporkan kepada pihak kepolisian.

4. Melakukan penindakan hukum yang sesuai dengan hukum

yang berlaku apabila ditemukan pelaku tindak pengoplosan


gas elpiji. Hal ini dilakukan sesuai dengan aturan hukum

dalam menangani atau melakukan penindakan terhadap

laporan suatu kasus yang diterima oleh kepolisian sehingga

penindakan dapat dilakukan dengan baik dan lancar.62

62
Hasil wawancara dengan Suteja, I Made selaku Penyidik Pembantu Unit IV Satreskrim
Polres Gianyar, pada Hari Senin 23 Mei 2023 pukul 10.30 wita
Denpasar, Agustus 2023
PENANYA YANG DIWAWANCARAI

I MADE SUTEJA, S.H.


I PUTU APRIAWAN

Anda mungkin juga menyukai