Anda di halaman 1dari 100

SKRIPSI

PENGATURAN PERLINDUNGAN KARYA DIGITAL


NON-FUNGIBLE TOKEN (NFT) DALAM PERSPEKTIF
HUKUM HAK CIPTA

KADEK ARI ARMANDO SUTAMA


NIM. 1804551437

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2023
SKRIPSI

PENGATURAN PERLINDUNGAN KARYA DIGITAL


NON-FUNGIBLE TOKEN (NFT) DALAM PERSPEKTIF
HUKUM HAK CIPTA

KADEK ARI ARMANDO SUTAMA


NIM. 1804551437

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2023

ii
PENGATURAN PERLINDUNGAN KARYA DIGITAL
NON-FUNGIBLE TOKEN (NFT) DALAM PERSPEKTIF
HUKUM HAK CIPTA

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

KADEK ARI ARMANDO SUTAMA


NIM. 1804551437

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2023

iii
Lembar Persetujuan Pembimbing

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL ____ 2023

Pembimbing I

__________

NIP.___________

Pembimbing II

__________

NIP.___________

iv
SKRIPSI INI TELAH DIUJI

PADA TANGGAL :

Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Nomor ...............................................

v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah/ Penulisan


Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi
manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan


duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja
mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka
penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/ atau sanksi hukum yang berlaku.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban


ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, ______ 2023


Yang Menyatakan

Kadek Ari Armando Sutama


Nim. 1804551437

vi
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu guna

memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Udayana. Pada kesempatan kali ini penulis mengambul judul

“PENGATURAN PERLINDUNGAN KARYA DIGITAL NON-FUNGIBLE

TOKEN (NFT) DALAM PERSPEKTIF HUKUM HAK CIPTA”

Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tentunya atas bantuan dan dukungan

dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil. Untuk itu melalui

kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Putu Gede Arya Sumerta Yasa,S.H.,M.H., Dekan Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

2. Ibu Dr. Desak Putu Dewi Kasih,S.H.,M.H., Wakil Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

3. Ibu Dr. A.A Istri Ari Atu Dewi,S.H.,M.H., Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak Dr. I Made Sarjana,S.H.,M.H., Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Udayana.

5. Bapak Dr. Made Gede Subha Karma Resen,S.H.,M.Kn., Koordinator

Program Studi S1 Fakultas Hukum Universitas Udayana.

6. Bapak I Made Dedy Priyanto,S.H.,M.Kn., Ketua Bagian Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Udayana.

vii
Semoga mereka yang telah mendoakan, membantu dan memberikan

motivasi kepada penulis, mendapatkan imbalan dan kemudahan dari Tuhan Yang

Maha Esa. Penulis menyadari masih memiliki keterbatasan dan kekurangan dalam

penulisan hasil penelitian ini. Dengan kerendahan hati, penulis menghargai dan

menerima kritik dan saran guna menyempurnakan skripsi ini.

Denpasar, _____ 2023

Kadek Ari Armando Sutama

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN ....................................................................... i

HALAMAN SAMPUL DALAM ..................................................................... ii

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM..................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ............................ iv

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ..................... v

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ...................................... vi

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii

DAFTAR ISI...................................................................................................... ix

ABSTRAK ......................................................................................................... xii

ABSTRACT ....................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................7

1.3 Ruang Lingkup Masalah ...............................................................................7

1.4 Orisinalitas Penelitian ...................................................................................7

1.5 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 10

1.5.1 Tujuan Umum .....................................................................................10

1.5.2 Tujuan Khusus ...................................................................................10

1.6 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 10

1.6.1 Manfaat Teoritis ...........................................................................10

1.6.2 Manfaat Praktis .............................................................................10

ix
1.7 Landasan Teoritis .......................................................................................... 11

1.8 Metode Penelitian .........................................................................................14

1.8.1 Jenis Penelitian ............................................................................. 14

1.8.2 Jenis Pendekatan........................................................................... 14

1.8.3 Sumber Bahan Hukum ................................................................. 15

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum............................................ 15

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum .................................................... 15

BAB II TINJAUAN UMUM KEKAYAAN INTELEKTUAL, KARYA

CIPTA DIGITAL, NON-FUNGIBLE TOKEN (NFT)

2.1 Kekayaan Intelektual ......................................................................... 17

2.1.1Pengertian dan Sejarah Hak Kekayaan Intelektual ................... 17

2.1.2 Bentuk-bentuk Hak Kekayaan Intelektual................................ 23

2.1.3 Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual .................................. 26

2.2 Karya Cipta Digital............................................................................ 30

2.2.1 Pengertian Hak Cipta, Ciptaan, Pencipta dan Dasar

Hukumnya ........................................................................ …...30

2.2.2 Pengertian dan Sejarah Karya Cipta Digital .................. …...34

2.2.3 Jenis-jenis dan Objek Karya Cipta Digital ..................... …...36

2.3 Non-Fungible Token (NFT) .............................................................. 39

2.3.1 Pengertian dan Konsep Non-Fungible Token (NFT)………..39

2.3.2 Bentuk-bentuk Karya Cipta Digital Berbasis

Non-Fungible Token (NFT)... ...................................... …...40

2.3.3 Proses Pembuatan Mekanisme Karya NFT... ................. …...42

x
BAB III PERLINDUNGAN KARYA DIGITAL NON-FUNGIBLE

TOKEN DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR

28 TAHUN 2014

3.1 Pengaturan Karya Digital di Indonesia............................................51

3.2 Perlindungan Karya Digital Berbasis Non-Fungible Token ...........58

BAB IV TRANSFORMASI MEKANISME PERLINDUNGAN

LAHIRNYA KARYA CIPTA NON-FUNGIBLE TOKEN (NFT)

4.1 Proses Transformasi Perlindungan Hukum Terhadap

Non-Fungible Token (NFT) ............................................................. 70

4.2 Penegakan Hukum Atas Pelanggaran Karya Cipta Digital

Berbasis Non-Fungible Token (NFT) ............................................72

BAB V PENUTUP

xi
ABSTRAK
Seiring perkembangan teknologi dan informasi, muncul berbagai inovasi
dalam bidang karya seni dan ciptaan. Keberadaan NFT menjadi salah satu bentuk
konkrit dari perkembangan teknologi dalam karya seni dan ciptaan. Secara aktual
ternyata pengaturan NFT belum secara tegas diatur dalam hukum positif Indonesia
sehingga menimbulkan suatu permasalahan hukum. Menelaah ketentuan dalam
Pasal 40 UU HC, terdapat kekaburan pengaturan hukum (norma kabur) mengenai
termasuk atau tidaknya karya cipta digital berbasis NFT sebagai bagian dari objek
ciptaan. Mengingat, dalam ketentan Pasal 40 UU HC baik dalam batang tubuh UU
HC maupun bagian penjelasan UU HC tidak ada satupun yang secara jelas
menyatakan bahwa objek ciptaan sebagaimana yang dimaksud Pasal 40 UU HC
dapat dilindungi bilamana objek ciptaan tersebut diciptakan dalam bentuk gambar
NFT. Dikarenakan belum jelasnya norma yang mengatur terkait karya cipta digital
berbasis NFT tersebut maka terdapat keambiguan atau kerancuan juga tentang dapat
atau tidaknya pemilik karya cipta digital NFT suatu kepastian akan perlindungan
hukum hak cipta.
Metode yang dipilih untuk skripsi ini merupakan metode penelitian hukum
normatif, dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, yang
terkumpul melalui teknik Teknik deskripsi, evaluasi, interprestasi serta argumentasi
merupakan teknik analisis bahan hukum yang digunakan. Jenis pendekatan yang
digunakan yaitu pendekatan historis, pendekatan konsep dan pendekatan
perundang-undangan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Karya cipta NFT mendapatkan
perlindungan hukum sesuai dengan rujukan ketentuan Pasal 40 ayat (1) huruf n UU
HC dimana NFT dapat diinterpretasikan sebagai karya lain dari hasil transformasi
yakni sebuah ciptaan yang diubah formatnya menjadi bentuk lain dimana dalam hal
ini dari bentuk gambar/foto menjadi karya NFT melalui sistem blockchain. Proses
transformasi mekanisme perlindungan lahirnya karya cipta NFT dapat lahir dari
perubahan ciptaan gambar/foto yang diubah formatnya menjadi karya cipta NFT
pada sistem blockchain maupun penciptaan langsung karya digital yang dienskripsi
juga pada sistem blockchain dengan rujukan Pasal 40 ayat (1) huruf n UU HC
sehingga bilamana terhadap karya cipta NFT tersebut dilakukan proses transformasi
tanpa seizin pemegang hak cipta atau penciptanya maka dapat diajukan gugatan
keperdataan dan/atau tuntutan secara pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal
99 UU HC.
Kata Kunci: Karya Digital, Non-Fungible Token, Hak Cipta

xii
ABSTRACT
Along with the development of technology and information, various
innovations have emerged in the field of works of art and creations. The existence
of NFT is a concrete form of technological development in works of art and
creations. Actually, it turns out that NFT arrangements have not been explicitly
regulated in Indonesian positive law, thus creating a legal problem. Examining the
provisions in Article 40 of the HC Law, there is ambiguity in legal regulations
(blurring norms) regarding whether or not NFT-based digital copyright works are
included as part of the object of creation. Bearing in mind, in the provisions of
Article 40 of the HC Law, neither in the body of the HC Law nor in the elucidation
section of the HC Law, there is nothing that clearly states that a created object as
referred to in Article 40 of the HC Law can be protected if the created object is
created in the form of an NFT image. Due to the unclear norms governing this NFT-
based digital copyright work, there is ambiguity or confusion about whether or not
the owner of an NFT digital copyright work has certainty about copyright law
protection.
The method chosen for this thesis is a normative legal research method,
using primary legal materials, secondary legal materials, which are collected
through the techniques of description, evaluation, interpretation and argumentation
techniques which are the analysis techniques of the legal materials used. The types
of approaches used are historical approaches, conceptual approaches and statutory
approaches.
The results of the study show that NFT copyrighted works receive legal
protection in accordance with the provisions of Article 40 paragraph (1) letter n of
the HC Law where NFT can be interpreted as another work resulting from the
transformation, namely a work whose format has been changed to another form, in
this case from an image. /photos become NFT works through the blockchain system.
The process of transforming the mechanism for the protection of the birth of NFT
copyrighted works can be born from changing the format of an image/photo
creation to an NFT copyrighted work on the blockchain system as well as the direct
creation of encrypted digital works also on the blockchain system with reference to
Article 40 paragraph (1) letter n of the HC Law so that if the NFT copyrighted work
undergoes a transformation process without the permission of the copyright holder
or creator, a civil suit and/or criminal charge can be filed as provided for in Article
99 of the HC Law.
Keywords: Digital Creations, Non-Fungible Token, Copyright

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pemikiran masyarakat yang menginginkan kemudahan dan efisiensi dalam

berbagai hal mendorong pesatnya perkembangan teknologi khususnya di bidang

perdagangan digital. Tidak berhenti sampai disitu, perkembangan teknologi yang

begitu masif nyatanya juga dimaanfatkan oleh masyarakat untuk melakukan

digitalisasi terhadap karyanya untuk selanjutnya dijual. Salah satu fenomena yang

ada dimasyarakat saat ini adalah keberadaan karya cipta digital berbasis Non-

Fungible Token (NFT). Salah satu yang sempat mendapatkan sorotan publik adalah

NFT Sultan Gustaf Al Ghozali alias “Ghozali Everyday” berupa foto selfie yang

mampu bernilai hingga miliaran rupiah. 1

Pada dasarnya, NFT merupakan suatu aset berbentuk digital yang dapat

disimpan dalam buku kas public atau ledger terdistribusi yang mencatat transaksi

serta mempunyai kode identifikasi dan metadata unik yang membedakan antara satu

dengan lainnya pada suatu jaringan blockchain. Secara sederhana, pemahaman

terhadap NFT dapat dilihat sebagai aset digital yang mewakili layaknya objek dunia

nyata meliputi animasi, foto, gambar, tanda tangan, tiket, mural art maupun karya

seni lukisan dan berbagai bentuk karya lainnya. Dalam lintas sejarahnya,

kemunculan NFT mulai meluas sejak tahun 2014 dengan diperkenalkan oleh

platform “Counterparty” dengan karya pertamanya yaitu “Quantum” sebagai NFT

1
CNN Indonesia, “Fenomena Ghozali Everyday, Orang Jual NFT Selfie KTP Hingga
Lemari”, diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20220117111237-185-
747486/fenomena-ghozali-everyday-orang-jual-nft-selfie-ktp-hingga-lemari, diakses pada tanggal
30 Juni 2022.

1
2

pertama yang mempunyai nilai saat ini sebesar 7 juta dollar Amerika Serikat. 2

Faktor utama penyebaran karya cipta digital NFT adalah kemajuan teknologi yang

begitu pesat. Puncak kepopuleran NFT baru dimulai pada tahun 2017 hingga kini

yang disebabkan oleh kemudahan dan efisiensi yang ditawarkan dalam proses

transaksi terhadap karya cipta digital tersebut. Kendati demikian, sebenarnya proses

transaksi pada karya cipta digital berbasis NFT sebenarnya dilakukan secara terbatas

dengan menggunakan kode unik sebagai pengenal sekaligus pembeda dengan karya

NFT lainnya. Disamping itu, terdapat pula system otentifikasi yang ditujukan untuk

menjadi bukti kepemilikan dan jaminan keamanan kepada sang pemilik karya.

Adapun karakteristik dari NFT dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Setiap karya cipta digital berbasis NFT merupakan aset digital dengan

keunikan masing-masing

2. Adanya kode unik yang dapat membedakan antara satu karya NFT

dengan yang lainnya

3. Terekam pada suatu jaringan blockchain

4. Terdapatnya kejelasan terkait sumber dan kepemilikan karya NFT

secara real time dan transparan

5. Setiap karya memiliki token unik NFT dan tercatat pada buku besar

(ledger) digital yang tidak dapat diubah

6. Dapat diauthentikasi dengan menggunakan token yang

terdesentralisasi pada suatu jaringan

7. NFT dapat diperjual-belikan pada berbagai market place platform. 3

2
Sugiharto, Alexander, Muhammad Yusuf Musa, and Mochamad James Falahuddin. 2022.
NFT & Metaverse: Blockchain Dunia Virtual, & Regulasi. Jakarta: Indonesian Legal Study For
Crypto Asset and Blockchain (2).
3
Ibid.
3

Sebenarnya keberadaan NFT memberikan berbagai manfaat kepada

masyarakat khususnya para seniman atau pencipta karena dapat memasarkan

karyanya untuk memperoleh manfaat ekonomi lebih besar. Namun salah satu

karakteristik NFT yang memungkinkan diperjual-belikan secara bebas dan mudah

pada market place platform menjadi salah satu penyebab utamanya munculnya

persoalan terhadap penjaminan hak atas karya dari pihak yang menciptakan karya

digital NFT tersebut. Disamping itu, dalam proses transaksi yang dilakukan terdapat

kerancuan atas proses peralihan hak cipta atas karya cipta digital yang digital. Hal

ini dikarenakan adanya ketidakjelasan kedudukan karya cipta digital NFT sebagai

suatu hak Kekayaan Intelektual (KI). Adapun karya cipta NFT prosesnya dapat

diuraikan sebagai berikut:

Mengunggah
Item File
Naruto
Komik Film Karya Cipta (gambar) ke
Naruto (Anime) Naruto dalam
Naruto (Merchandise marketplace
dari gambar) NFT dan
memilih
blockchain

KI secara teoritis ialah suatu hak yang diberikan terhadap suatu cipta karya

yang dibuat melalui pendayagunaan pikiran dan mental dengan disertai pula

pengorbanan energy, biaya dan waktu. 4 Hak cipta sebagai salah satu bagian dari KI

merupakan hak yang diberikan atas karya yang diciptakan oleh seseorang dan

dilindungi berdasarkan hukum. 5 Merujuk dalam ketentuan perundang-undangan di

4
Sujana Donand. 2019. Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia (Intellectual Property
Rights Law in Indonesia). Yogyakarta: Deepublish (15)
5
Khoirul Hidayah. 2018. Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Malang: Setara Press. (26)
4

Indonesia pengaturan hak cipta di Indonesia diatur melalui UU No. 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta. Secara khusus, ditentukan dalam Pasal 1 angka 1 bahwa:

“Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam

bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.”

Selanjutnya berkenaan dengan objek ciptaan yang dilindungi ialah keseluruhan

ciptaan menyangkut bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra sebagaimana yang

disebutkan keseluruhannya dalam Pasal 40 UU HC sebagai berikut:

“(1) Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu

pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas:

a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil

karya tulis lainnya:

b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;

c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

d. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;

e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;

g. karya seni terapan;

h. karya arsitektur;

i. peta

j. karya seni batik atau seni motif lain;


5

k. karya fotografi;

l. Potret;

m. karya sinematograh;

n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,

aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

o. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modihkasi ekspresi

budaya tradisional;

p. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan

Program Komputer maupun media lainnya;

q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut

merupakan karya yang asli;

r. permainan video; dan

s. program Komputer.”

“(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dilindungi sebagai

Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.“

“(3) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk

pelindungan terhadap Ciptaan yang tidak atau belum dilakukan

Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang

memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.”

Kemudian, berkenaan peralihan suatu hak ekonomi atas hak cipta diatur dalam Pasal

16 yang menentukan bahwasannya:

“(1) Hak Cipta merupakan benda bergerak tidak berwujud.

“(2) Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian

karena:
6

a. pewarisan;

b. hibah;

c. wakaf;

d. wasiat;

e. perjanjian tertulis; atau

f. sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

“(3) Hak Cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia.”

“(4) Ketentuan mengenai Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.”

Fenomena perkembangan NFT tidak secara tegas diatur sehingga menimbulkan

kekaburan. Menelaah ketentuan dalam Pasal 40 UU HC, terdapat kekaburan

pengaturan hukum (norma kabur) mengenai termasuk atau tidaknya karya cipta

digital berbasis NFT sebagai bagian dari objek ciptaan. Mengingat, dalam ketentan

Pasal 40 UU HC baik dalam batang tubuh UU HC maupun bagian penjelasan UU

HC tidak ada satupun yang secara jelas menyatakan bahwa objek ciptaan

sebagaimana yang dimaksud Pasal 40 UU HC dapat dilindungi bilamana objek

ciptaan tersebut diciptakan dalam bentuk NFT. Dikarenakan belum jelasnya norma

yang mengatur terkait karya cipta digital berbasis NFT tersebut maka terdapat

keambiguan atau kerancuan juga tentang dapat atau tidaknya pemilik karya cipta

digital NFT suatu kepastian akan perlindungan hukum hak cipta.

Berdasarkan kepada permasalahan yang diuraikan diatas maka lebih lanjut

penulis merasa ada suatu urgensi dalam melakukan penulisan terhadap masalah
7

pengaturan karya cipta digital NFT dan perlindungan hukumnya melalui sebuah

judul yakni: “PENGATURAN PERLINDUNGAN KARYA DIGITAL NON-

FUNGIBLE TOKEN (NFT) DALAM PERSPEKTIF HUKUM HAK CIPTA”

1.2 Rumusan Masalah

1) Apakah karya cipta NFT mendapatkan perlindungan dari UU No. 28

Tahun 2014 tentang Hak Cipta?

2) Bagaimana proses transformasi mekanisme perlindungan lahirnya

karya cipta NFT?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup masalah dibutuhkan untuk memberikan pembatasan dalam

mengkaji masalah-masalah yang berkaitan dengan kaidah hukum yang diteliti. 6

Pertama, dilakukan analisa terhadap regulasi atau perundang-undangan yang

memiliki hubungan dengan karya cipta digital NFT untuk melihat apakah karya

cipta NFT mendapatkan perlindungan dari UU Hak Cipta. Kedua, dilanjutkan

dengan menelaah mekanisme perlindungan yang diberikan oleh perundang-

undangan yang ada terhadap karya cipta digital NFT di Indonesia.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Untuk menjamin orisinalitas dari penelitian yang dilakukan maka

selanjutnya disajikan beberapa penelitian sebelumnya yang mempunyai tema

masalah hukum yang serupa dengan masalah pengaturan perlindungan karya cipta

non-fungible token (NFT) dalam perspektif hukum hak cipta sesuai dengan UU Hak

Cipta mencakup pengaturan dan perlindungan hukumnya sebagaimana yang

6
Ali, Zainuddin. 2021. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. (20)
8

diangkat dalam penulisan ini. Adapun sebagai pembandung berikut disajikan

melalui table yaitu:

Tabel 1.1
Daftar Penulisan Sejenis

No Judul Nama Rumusan


Penelitian Penulis Masalah
1 Perlindungan Hukum Ni Putu Utami 1. Bagaimana bentuk
Terhadap Hak Indah Damayanti perlindungan hukum
Ekonomi Pencipta (Fakultas Hukum bagi pencipta karya cipta
Karya Cipta Electronic Universitas electronic book (e-
Book (E-Book) Udayana, 2014) book)?
Berdasarkan Undang-
Undang No 28 Tahun 2. Bagaimana akibat hukum
2014 Tentang Hak terhadap penggandaan
Cipta tanpa seizin pencipta
karya cipta electronic
book (e-book)
berdasarkan Undang –
Undang No 28 Tahun
2014?
2 Pelanggaran Hak Cipta Komang 1. Bagaimana akibat hukum
Program Komputer Rediawan Terhadap pelanggaran
Pada Softwareyang Seputra (Fakultas program komputer
Tidak Berlisensi (Studi Hukum menurut Undang-
Kasus Putusan Universitas Undang No 28 tahun
Mahkamah Agung Udayana, 2011) 2014 tentang Hak Cipta
Nomor
127/Pid.Sus/2015) 2. Bagaimana upaya
penyelesaian terhadap
pelanggaran hak cipta
program computer pada
software yang tidak
berlisensi berdasarkan
undang-undang nomor
28 tahun 2014 tentang
hak cipta
3 Perlindungan Hukum Gst. Ayu Putu 1. Bagaimana perlindungan
Karya Cipta Lagu Intan Permatasari hukum terhadap karya
Dalam Bentuk MP3 (Fakultas hukum cipta lagu dalam bentuk
Melalui Situs Website
9

Menurut Undang- Universitas MP3 yang diunduh


Undang Nomor 28 Udayana, 2012) melalui situs website?
Tahun 2014 Tentang 2. Bagaimana upaya
Hak Cipta perlindungan dan sanksi
terhadap pelanggaran
karya cipta lagu yang
diunduh dalam bentuk
MP3 melalui situs
website

4 Perlindungan Hak Anisah Luthfiyah 1. Apakah tindakan


Cipta Atas Konten S. Pajama pengunggahan konten
Video Youtube Dalam (Fakultas Hukum video YouTube dalam
Bentuk Podcast Pada Universitas bentuk podcast yang
Akun Spotify Hasanuddin, dilakukan oleh akun
Wavesuara 2021) Spotify Wavesuara
merupakan pelanggaran
hak cipta?

2. Apakah bentuk tindakan


hukum yang dapat
dilakukan terhadap
pengunggahan konten
video YouTube dalam
bentuk podcast oleh akun
Spotify Wavesuara?
5 Tinjauan Yuridis Khwarizmi 1. Bagaimana perlindungan
Perlindungan Hak Maulana hukum terhadap ciptaan
Cipta dalam Ranah Simatupang dalam era digital
Digital (Fakultas Hukum
Universitas 2. Bagaimana implikasi
Indonesia, 2021) pengaruh teknologi
pengaman terhadap
perlindungan hukum
karya cipta.

Berdasar pada tabel yang disajikan maka terlihat adanya perbedaan dan

unsur kebaharuan dari masalah hukum yang diangkat dimana penulisan ini secara

khusus menelaah berkenaan dengan permasalahan hukum karya cipta digital yang
10

lebih spesifik yakni berbasis NFT. Perbedaan konsep NFT ini memunculkan adanya

perbedaan dalam aspek pengaturan dan perlindungan hukumnya.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus.

1.5.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian adalah untuk berkontribusi pada upaya

pengembangan ilmu hukum terkhusus pada hal yang berhubungan dengan aspek

hukum karya cipta digital berbasis NFT baik dari perspektif pengaturan hukum

maupun perlindungan hukumnya.

1.5.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui berkaitan dengan dapat atau tidaknya karya cipta digital

berbasis NFT di Indonesia suatu perlindungan berdasarkan UU Hak Cipta

2) Untuk melakukan analisis dari proses transformasi mekanisme perlindungan

hukum yang diberikan atas karya cipta digital berbasis NFT

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penulisan ini ialah berupa sumbangsih pemikiran dalam

melihat masalah karya cipta digital berbasis NFT. Dari sini maka akan terdapat

perkembangan ilmu pengetahuan hukum yang terjadi saat penelitian ini telah

dilakukan.

1.6.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis atas penelitian yang dilangsungkan adalah sebagai bahan

masukan pemerintah terkhusus Dewan Perwakilan Rakyat dalam menyikapi dan


11

mengambil kebijakan yang berhubungan dengan pengaturan dan perlindungan

hukum karya cipta digital berbasis NFT di Indonesia.

1.7 Landasan Teoritis

Landasan teoritis terdiri dari berbagai asas hukum , konsep hukum serta teori

hukum umum dan khusus yang bertalian dengan permasalahan yang diangkat 7 lebih

lanjut diuraikan yaitu:

1) Teori Negara Hukum

Pada dasarnya istilah rechstaat atau negara hukum merupakan suatu istilah

yang muncul pada abad ke-19. Rudolf Von Gneist yakni seorang guru besar dari

Jerman melalui bukunya “das englische verweltunngerechte” menggunakan istilah

“rechstaat” untuk menyebut suatu negara berdasarkan hukum. 8 Dalam perspektif

lainnya, gagasan mengenai negara hukum sejatinya telah berkembang dari zaman

Yunan Kuno dimana Plato melalui “the republic” mengemukakan bahwa Negara

ideal ialah didasarkan pada nilai-nilai kebaikan sehingga kekuasaan mestilah

dipegang oleh seorang yang tidak sewenang-wenang dan mengetahui kebaikan. 9

Konsepsi Negara hukum dapat dikotomikan kedalam dua arti yakni secara

formal atau sempit (klasik) dan secara materiil atau luas (modern). Secara sempit ia

bermakna Negara hanya memiliki tugas untuk memastikan tidak adanya

pelanggaran terhadap kepentingan umum sebagaimana yang sebelumnya yang telah

ditentukan oleh hukum tertulis. Menurut Utrecht terkait hal ini ditekankan bahwa

Negara mempunya tugass utama dalam menjamin kedudukan ekonomi dari

7
Fakultas Hukum Universitas Udayana. 2020. Denpasar: Pedoman Pendidikan Fakultas
Hukum Universitas Udayana. (79).
8
Nurul Qamar. 2022. Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Demokrasi. Jakarta: Sinar
Grafika. (9)
9
Jimmly, Asshiddiqie. 2008. Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, Jakarta: Sekretariat
Jenderal Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. (687)
12

golongan penguasa (rulling class) dan keamanan. Sedangkan negara hukum dalam

arti luas lazim disebut juga dikaitkan dengan tugasnya untuk mensejahterakan atau

disebut welfare state dimana Negara bertugas menjaga keamanan seluas-luasnya

mencakup keamanan sosial masyarakat dan kesejahteraan umum berdasarkan

prinsip-prinsip hukum. Selanjutnya, Lawrence M. Friedman melalui bukunya yang

berjudul “law in changing society” mengatakan bahwa rule of law mesti dilihat

dalam arti formal sebagai “the organized public power atau suatu kekuasaan umum

yang teroganisir” dan dalam arti materiil kaitannya pada “ideology sense atau cita

ideologi”.

Menelaah konsep negara hukum Indonesia sendiri, pada dasarnya ialah

didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Adapun Pancasila ialah sumber materiil

atas perumusan negara hukum Indonesia menjadi sebuah cara pandang bangsa

terhadap nilai-nilai dasar yang dipegang teguh oleh bangsa. Sedangkan UUD 1945

mesti menjadi rujukan dalam proses perumusan undang-undang, mengingat UUD

1945 merupakan sumber hukum formal dalam merumuskan perundang-undangan

di Indonesia. 10

2) Teori Perlindungan Hukum

Secara teoritis perlindungan hukum menekankan pada adanya suatu

pengayoman terhadap hak asasi manusia agar tidak dirugikan oleh pihak lainnya.

Hal ini ditujukan agar setiap orang dapat menikmati hak-hak yang mereka miliki

tanpa terenggut atau terlanggar oleh pihak lainnya atau penguasa. Bilamana melihat

secara arti kata, sebenarnya istilah perlindungan hukum dalam bahasa inggris

disebut “legal protection” yang bermakna suatu perlindungan yang diberikan

10
Sugiarto. 2021. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, (315).
13

melalui sarana hukum. Muchsin mengatakan bahwa pada hakikatnya perlindungan

hukum ialah tindakan yang diambil untuk melindungi individu dengan

mengharmonisasikan kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap atau upaya

pewujudan ketertiban masyarakat. Selanjutnya, terkait pengertian perlindungan

hukum sendiri Setiono mengatakan adalah sebagai upaya dalam melindungi

masyarakat atas berbagai perbuatan yang sewenang-wenang oleh penguasa yang

tidak selaras dengan aturan hukum sehingga dapat menganggu ketentraman dalam

tata pergaulan hidup kemasyarakatan. 11

Lebih jauh, Muchsin menambahkan bahwa secara konsep perlindungan

hukum bisa dikotomikan ke dalam dua hal yaitu perlindungan hukum yang bersifat

preventif dan perlindungan hukum yang bersifat represif. Secara khusus,

perlindungan hukum preventif menekankan pada seluruh upaya pencegahan yang

dilakukan pemerintah atau penguasa untuk memastikan tidak terlanggarnya hak-hak

yang ada. Bentuk konkritnya terlihat dari ditetapkannya suatu produk hukum berupa

perundang-undangan yang mengatur batasan hak dan kewajiban. Sedangkan

perlindungan hukum represif menitikberatkan pada perlindungan pasca terjadinya

pelanggaran. Contohnya adalah dijatuhkannya sanksi seperti denda, penjara dan

hukum lainnya terhadap pihak yang melakukan pelanggaran atas hak-hak yang

dimiliki pihak lainnya, terkhusus di era digital seperti saat ini penjatuhan sanksi

diperlukan untuk menanggulangi pelanggaran hak yang semakin massif terjadi. 12

Berkenaan dengan pemahaman perlindungan hukum, Phillipun M.Hadjon

berpendapat bahwasannya itu merupakan tindakan yang ditujukan untuk melindungi

11
Ibid, (l3)
12
Budi Agus Riswandi. 2017. Pembatasan dan Pengecualian Hak Cipta Di Era Digital.
Bandung: Citra Aditya Bakti, (9)
14

atau memberikan pertolongan kepada subjek hukum dengan berbagai perangkat

hukum. 13 Kemudian, CST Kansil juga mengemukakan pandangannya yakni dengan

melihat perlindungan sebagai keseluruhan usaha yang diberikan aparat penegak

hukum guna memberikan persaaan aman secara fisik dan psikis dari berbagai

ancaman dan gangguan pihak manapun. 14 Senada dengan pandangan C.S.T Kansil,

Soedjono Dirdjosisworo juga menyampaikan bahwa terdapatnya berbagai institusi

penegak hukum dapat haruslah dilihat sebagai bentuk dari pengayoman negara

terhadap hak-hak warga negara. 15

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Penelitian dengan jenis hukum normatif adalah sebuah penelitian yang

mengkaji masalah hukum dengan berdasar pada persoalan norma yang terjadi baik

itu adalah norma kabur, kosong ataupun konflik. 16 Secara khusus masalah norma

yang diteliti adalah norma kabur (vague of norm) terkait aspek regulasi karya cipta

digital berbasis NFT dan perlindungan hukumnya.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Pendekatan yang digunakan terdiri atas pendekatan historis, pendekatan

konsep dan pendekatan perundang-undangan. Pertama, pendekatan historis

digunakan untuk melihat sejarah perkembangan karya cipta digital berbasis NFT di

Indonesia. Kedua, pendekatan konsep digunakan untuk melihat bagaimana karya

13
Philipus M. Hadjon. 2011. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, (10)
14
Utami, Nurani Ajeng Tri. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Pelayanan Kesehatan
Tradisional di Indonesia. Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan Konstitusi, Volume 1, Nomor. 1, (11-
20)
15
Wijaya, Putu Ary Suta. (2021). Penanganan Kelompok Radikalisme Di Wilayah Kecamatan
Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara. Journal of Law (Jurnal Ilmu Hukum) , Volume 7, Nomor.
1, (215-231).
16
Ali, Zainuddin.op.cit, (22)
15

cipta digital NFT pada konsepnya. Ketiga, pendekatan perundang-undangan

didasarkan dalam melihat keseluruhan aturan yang berhubungan dengan

penjaminan perlindungan hukum karya cipta digital berbasis NFT.

1.8.3 Sumber Bahan Hukum

Sumber-sumber hukum yang ada pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bahan Hukum Primer

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

c) UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

d) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

e) PP No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi

Elektronik

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang terkumpul dari berbagai buku dan artikel hukum

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum pada penelitian ini adalah studi kepustakaan

dimana teknik ini dilakukan melalui proses pengumpulan atas berbagai literature,

buku-buku dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah hukum yang

dianalisis

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik deskripsi, evaluasi, interprestasi serta argumentasi merupakan teknik

analisis bahan hukum yang digunakan. Pada dasarnya teknik deskripsi melakukan

proses analisis dengan berdasar pada kondisi dan peristiwa hukum yang ada.
16

Selanjutnya, teknik interprestasi dilakukan secara sistematikal, gramatikal, futuristis

dan komparatif. Adapun yang terakhir teknik evaluasi ialah berfokus pada

pandangan mengenai tepat atau tidaknya suatu konklusi atau benar atau tidaknya

konklusi yang ada terhadap keadaan hukum. 17

17
Diantha, I. Made Pasek, Ni Ketut Supasti Dharmawan, dan I. Gede Artha. 2018. Metode
Penelitian Hukum dan Penulisan Disertasi. Denpasar: Swastu Nulus, (65)
17

BAB II

TINJAUAN UMUM KEKAYAAN INTELEKTUAL,

KARYA CIPTA DIGITAL, NON-FUNGIBLE TOKEN (NFT)

2.1 Kekayaan Intelektual

2.1.1 Pengertian dan Sejarah Hak Kekayaan Intelektual

Istilah hak kekayaan intelektual (KI) dalam bahasa Inggris disebut dengan

Intellectual Property. KI berarti suatu hak yang timbul dari hasil olah pikir yang

menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. 18 KI dapat

pula dimaknai sebagai hak untuk menikmati secara ekonomis dari suatu kreativitas

intelektual. 19 Berkenaan dengan pengertia KI, Sri Mulyani mengatakan bahwa:

“Hak kekayaan intelektual merupakan hak eksklusif yang diberikan negara

kepada kreator, inventor, atau pendesain atas hasil kreasi atau temuannya yang

memiliki nilai komersial, baik langsung secara otomatis maupun melalui

pendaftaran pada instansi terkait, sebagai bentuk penghargaan atau pengakuan

hak yang patut diberikan perlindungan hukum.”

Secara sederhana KI juga mengarah pada pengertian hak untuk mendapatkan suatu

perlindungan atas kekayaan intelektual yang dimiliki oleh seseorang, kelompok

maupun perusahaan. Cita Citrawinda dalam bukunya yang berjudul “Mengenal

Lebih Jauh Hak Kekayaan Intelektual”, KI dimaksudkan sebagai bentuk

penghargaan dan pengakuan atas hasil karya atau kreativitas seseorang. Disamping

pertimbangan tersebut, KI ialah ditujukan untuk merangsang orang-orang agar

18
Nanda Dwi Rizkia. 2022. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung: Widina
Bhakti Persada Bandung (1)
19
Ibid.
18

20
berkehendak berinovasi dalam mengembangkan ide kreatifnya. Sedikitnya

terdapat tiga alasan utama dari diberikannya KI meliputi: 21

1. Sebagai bentuk penghargaan dan pengakuan atas hasil karya atau kreativitas

seseorang

2. Mendorong inovasi dan pengembangan kreativitas di masyarakat

3. Mendorong orang lain untuk terus berinovasi dan mengembangkan ide

kreatifnya

Menelisik sejarah KI, perjalanan panjang dalam memperjuangkan KI sebenarnya

telah dilakukan sejak abad ke-18. Saat itu, wacana untuk mengakomodasi

intelektualitas manusia ke dalam bentuk hak yang lebih hakiki dan terstruktur dalam

koridor hukum semakin mengemuka di Eropa. Momentum penyempurnaan dan

perluasan pengaturan KI tidak dapat dilepaskan dari adanya konvensi Paris dan

konvensi Berne. Keberadaan dua konvensi tersebut menjadi titik tolak awal

penyelarasan dan pengaturan KI secara terstruktur dan kompleks. 22

Konsepsi Paris dituangkan dan disahkan dengan nama Paris Convention or the

Proteciton of Industrial Property, Lazim dikenal juga dengan The Paris Union atau

Paris Convention (Konvensi Paris), konvensi ini dilaksanakan pada tanggal 20

Maret 1883 di Paris (Perancis). 23 Pada awalnya, konvensi ini ditandatangani oleh

11 negara, yaitu Belgia, Brasil, Perancis, Guatemala, Italia, Belanda, Portugal, El

Salvador, Serbia, Spanyol, dan Swiss. Seiring dengan berjalannya waktu dan peta

perkembangan dunia, konvensi Paris juga mengalami beberapa revisi di antaranya

20
Adrian Sutedi. 2009. Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar Grafika (39)
21
Nanda Dwi Rizkia. op.cit. (15)
22
Elyta Ras Ginting. 2012. Hukum Hak Cipta. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. (37)
23
Novianti. (2016). Implikasi Aksesi Protokol Madrid Bagi Indonesia. Jurnal Negara Hukum
Badan Keahlian DPR RI. 7 (2), 196.
19

di Brussels, Belgia pada 14 Desember 1900 di Washington, Amerika Serikat pada

tanggal 2 Juni 1911, di Den Haag, Belanda pada tanggal 6 November 1925, di

London, Inggris pada 2 Juni 1934, di Lisbon, Portugal pada tanggal 31 Oktober

1958, dan di Stockholm, Swedia pada tanggal 14 Juli 1967, dan telah diubah pada

tanggal 28 September 1979. 24 Hingga saat ini, konvensi Bern telah ditandatangani

oleh 173 negara anggota dan mempunyai anggota 173 negara yang menjadikannya

sebagai salah satu perjanjian yang paling banyak diadopsi di seluruh dunia.

Konvensi Paris mulai berlaku di Thailand pada tanggal 2 Agustus 2008, sehingga

menjadi negara ke 173 yang ikut melakukan penandatanganan konvensi Paris.

Berikut nama negara yang menjadi anggota konvensi Paris:

TABEL 1

NEGARA ANGGOTA KONVENSI PARIS SAMPAI TAHUN 2010

Albania, Aljazair, Guinea-Bissau, Guyana, Polandia, Portugal,

Andorra, Angola, Haiti, Honduras, Qatar, Republik Korea,

Antigua dan Barbuda, Hungaria, Islandia, India, Romania, Federasi Rusia,

Argentina, Armenia, Indonesia, Iran, Rwanda, Saint Kitts, dan

Australia, Austria, (Republik Islam) Irak, Nevis Saint Lucia Saint

Azerbaijan, Bahama, Irlandia, Israel, Italia, Vincent, dan Grenadines

Bahrain, Bangladesh, Jamaika, Jepang, Jordan, San Marino, Sao Tome,

Barbados, Belarus, Kazakhstan, Kenya, dan Principe Saudi

Belgia, Belize, Benin, Kyrgyzstan, Laos, Arabia, Senegal, Serbia,

Bhutan, Bolivia, Bosnia Latvia, Lebanon, Seychelles Sierra Leone,

24
Raditya Adi Nugraha. 2010. Hak Kekayaan Intelektual. Depok: FISIP Universitas
Indonesia, (46)
20

dan Herzegovina, Lesotho, Liberia, Libya, Singapura, Slovakia,

Botswana, Brasil, Liechtenstein, Lithuania, Slovenia, Afrika Selatan,

Bulgaria, Burkina Faso, Luxembourg, Spanyol, Sri Lanka,

Burundi, Kamboja, Makedonia, Madagaskar, Sudan, Suriname,

Kamerun, Kanada, Malawi, Malaysia, Mali, Swaziland, Swedia,

Republik Afrika Tengah, Malta, Mauritania Swiss, Republik Arab

Chad, Chile, Cina, Mauritius, Meksiko, Suriah, Tajikistan,

Kolombia, Komoro, Moldova, Monaco, Thailand, Togo, Tonga

Kongo, Kosta Rika, Mongolia, Maroko, Trinidad dan Tobago

Kroasia, Kuba, Siprus, Mozambik Namibia, Tunisia, Turki,

Republik Ceko, Pantai Nepal, Belanda, Selandia Turkmenistan, Uganda,

Gading, Republik Baru, Nikaragua Niger, Ukraina, Uni Emirat

Demokratik Rakyat Nigeria, Norwegia, Arab, Inggris, Republik

Korea, Republik Oman, Pakistan, Panama, Tanzania, Amerika

Demokratik Kongo, Papua New Guinea, Serikat, Uruguay,

Denmark, Djibouti Paraguay, Peru Filipina. Uzbekistan, Venezuela,

Dominica Republik, Vietnam, Yaman,

Dominika, Estonia, Zambia , Zimbabwe,

Finlandia, Perancis, Ekuador, Mesir, El

Gabon, Gambia, Salvador, Guinea,

Georgia, Jerman Ekuatorial, Ghana,

Yunani, Grenada,

Guatemala, Guinea,

Sumber: World Intellectual Property Organization


21

Pada dasarnya, konvensi Paris mengatur hak mengatur KI dari negara diakses

bagi warga negara pihak negara-negara lain untuk konvensi, yang memungkinkan

tingkat perlindungan yang sama dan solusi hukum yang sama terhadap pelanggaran.

Secara teoritis, letak penting Konvensi Paris bagi rezim perlindungan KI di dunia,

yaitu sebagai dasar legal global pertama yang berfokus pada perlindungan hak

kepemilikan/hak cipta. 25 Rezim hak cipta dalam WTO yang dikenal dengan nama

TRIPs mencakup konsep dasar Konvensi Paris. Bedanya, TRIPs membahas masalah

persengketaan dagang berikut penyelesaiannya, sementara dalam Konvensi Paris

belum dibahas dan bersifat belum mengikat. Setelah konvensi Paris digulirkan

sebagai momentum awal penghargaan hak intelektualitas manusia khususnya di

bidang hak milik, proses ini kemudian dilanjutkan dengan munculnya konvensi

Berne yang dibentuk pada tahun 1886. 26

Konvensi Berne mewajibkan negara-negara yang menandatanganinya

melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang

ikut menandatanganinya (yaitu negara-negara yang dikenal sebagai Uni Bern),

seolah-olah mereka adalah warga negaranya sendiri. 27 Hak cipta di bawah Konvensi

Bern bersifat otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara eksplisit. Konvensi

Berne pada saat pembentukannya dikenal sebagai Berne Covention for the

Protection of Literary and Artistic Works. 28 Pada mulanya, negara-negara Eropa

menjadi penandatanganan pertama untuk memberikan legitimasi pengaturan KI

secara lebih luas.

25
Nanda Dwi Rizkia. op.cit. (3)
26
Ibid. (4)
27
Ibid. (32)
28
World Intellectual Property Organization. “Organisasi Hak atas Kekayaan Intelektual
Dunia”, diakses melalui https://p2k.unkris.ac.id/ , pada tanggal 14 Januari 2023.
22

TABEL 2

JUMLAH PERKEMBANGAN ANGGOTA KONVENSI BERNE

Tahun Jumlah pihak

1970 58

1980 70

1990 83

2000 147

2010 164

Sumber: World Intellectual Property Organization

Dalam konvensi tersebut, para pencetus konvensi merumuskan sedikitnya tiga

prinsip dasar dan berisi serangkaian menentukan ketentuan perlindungan minimum

yang harus diberikan, serta ketentuan-ketentuan khusus yang tersedia untuk negara-

negara berkembang yang ingin memanfaatkanya. Adapun tiga prinsip dasar itu

antara lain: 29

1. Perlindungan tersebut tidak harus tergantung pada kepatuhan dengan

formalitas (asas otomatis “perlindungan).

2. Perlindungan tersebut tidak tergantung pada adanya perlindungan di negara

asal kerja (prinsip kemerdekaan perlindungan).

3. Pekerjaan yang berasal dari salah satu negara (contohnya karya penulis yang

adalah warga negara dari suatu negara atau perbuatan yang pertama kali

diumumkan dalam tersebut suatu negara) harus diberi perlindungan yang

sama di negara-negara lainnya (asas "national treatment").

29
Muhammad Djumhana. 2014. Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan Praktiknya di
Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, (215)
23

Pengaturan KI di Indonesia sendiri telah dilindungi dan diatur dalam beberapa

produk hukum yakni:

a. Hak Cipta (Copyrights) dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2002 tentang Hak Cipta sebagaimana diubah ke dalam Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

b. Hak Kekayaan Industri

1) Paten (patent) dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001

tentang Paten sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2016 tentang Paten

2) Merek (trademark) dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001

tentang 2001 tentang Merek sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

3) Rahasia Dagang (trade secrets) dilindungi oleh Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang

4) Desain Industri (Industrial Design) dilindungi oleh Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

5) Tata Letak Sirkuit Terpadu (circuit layout) dilindungi oleh Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

6) Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety) dilindungi oleh Undang-

Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman

2.1.2 Bentuk-bentuk Hak Kekayaan Intelektual


Objek yang diatur dalam KI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena

kemampuan intelektual manusia. KI ini baru ada bilamana kemampuan intelektual


24

manusia telah membentuk sesuatu baik yang bisa dilihat, didengar, dibaca ataupun

digunakan secara praktis. Menurut David I. Bainbridge KI merupakan: 30

“Intellectual Property is the collective nama given to legal rights which protect the

product of the human intellect.14 The term intellectual property seem to be the best

available to cover that body of legal rights which arise from mental and artistic

endeavor” (bilamana diterjemahkan secara bebas artinya Kekayaan Intelektual

adalah nama kolektif yang diberikan kepada hak-hak hukum yang melindungi

produk dari kecerdasan manusia.Istilah kekayaan intelektual tampaknya menjadi

yang terbaik yang tersedia untuk menutupi badan hak-hak hukum yang timbul dari

usaha mental dan artistik)

Berangkat dari pandangan tersebut dapat dipahami bahwasannya KI ini

merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir

manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuk yang

mempunyai guna dan maanfaat untuk menunjang kehidupan manusia juga

mempunyai nilai ekonomi. Adapun bentuk nyata dari kemampuan KI tersebut bisa

di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, ataupun seni dan sastra. Pengelompokan KI

(intellectual property rights) adalah sebagai berikut:

1. Hak Cipta (Copy Rights)

2. Hak Milik (hak kekayaan) Perindustrian (industrial property rights).

Kemudian hak atas kekayaan industri dapat diklasifikasikan yaitu:

1. Patent (paten)

2. Utility Models (Model Rancang Bangun) atau dalam hukum Indonesia

30
Rizqi Tsaniati Putr. (2021). Syarat Kebaruan Pada Desain Industri Sebagai Dasar Gugatan
Pembatalan Desain Industri. Junral Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas
Indonesia. 1 (4), 2111-2128
25

dikenal dengan istilah paten sederhana (simple patent)

3. Industrial Design (Desain Industri)

4. Trade Mark (Merek Dagang)

5. Trade Names (Nama Niaga atau Nama Dagang)

6. Indication of Source or Appleation of Origin (sumber tanda atau sebutan)

Uraian pengelompokan macam-macam bentuk KI diatas pada dasarnya

didasarkan pada Convention Establishing the World Intellectual Property

Organization. Dalam beberapa literatur bidang kekayaan perindustrian yang

dilindungi tersebut masih ditambah lagi beberap bidang lain mencakup trade secret,

service mark, dan unfair competition protection. 31 Sehingga ha katas kekayaan

perindustrian itu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Patent

2. Utility Models

3. Industrial Designs

4. Trade Secrets

5. Trade Marks

6. Service Marks

7. Trade Names or Commercial Names

8. Appelations of Origin

9. Indications of Origin

10. Unfair Competition Protection.

Berdasarkan kerangka World Trade Organization/ Trade Related Aspects of

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2017. Hari Kekayaan Intelektual Sedunia.


31

Volume XIV, Edisi II, (25)


26

Intellectual Property Rights (WTO/TRIPs) terdapat dua bidang lagi yang perlu

ditambahkan yakni: 32

1. Perlindungan Varietas Baru Tanaman

2. Integrated Circuits (rangkaian elektronika terpadu)

2.1.3 Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual


Perlindungan terhadap KI di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1961 dimana

diberikannya perlindungan terhadap Merek. Selanjutnya pada tahun 1982 diberikan

pula perlindungan terhadap hak cipta sedangkan sistem paten baru dimulai pada

tahun 1991. Adapun perlindungan terhadap KI lebih lanjut diuraikan sebagai

berikut:

a. Hak Cipta

Sebagai hak khusus bagi pencipta ataupun penerima hak untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu

dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan yang ditentukan berdasarkan

perundang-undangan. Pada dasarnya untuk memperoleh perlindungan hak cipta,

maka proses pendaftaran tidak menjadi suatu kewajiban. Dalam hal ini proses

pendaftaran hanya dianjurkan untuk dilakukan oleh pencipta. Hal ini dikarenakan

surat pendaftaran ciptaan tersebut dapat dijadikan sebagai alat buktu awal di

pengadilan bilamana timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut.

Adapun jangka waktu perlindungan terhadap suatu ciptaan berlaku selama pencipta

hidup dan ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Bila jumlah

pencipta adalah lebih dari satu orang maka selannjutnya hak tersebut diberikan

selama hidup pencipta terakhir dan ditambah selama 50 tahun sejak pencipta

32
Nanda Dwi Rizkia. op.cit. (13)
27

terakhir.

b. Hak Paten

Merujuk dalam Pasal 1 ayat 1 UU tentang Paten diatur bahwa hak eksklusif

yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang

teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau

memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Berkenaan

dengan perlindungan hukum atas paten maka terdapat dua macam sistem

pendaftaran paten yaitu:

a) Sistem First to File adalah suatu sistem yang memberikan hak paten bagi

mereka yang mendaftar pertama atas invensi baru sesuai dengan persyaratan.

b) Sistem First to Invent adalah suatu system yang memberikan hak paten bagi

mereka yang menemukan inovasi pertama kali sesuai dengan persyaratan

yang telah ditentukan Indonesia menggunakan sistem First To File.

Kemudian kepada penemuan yang tidak dapat diberikan perlindungan paten

merupakan penemuan-penemuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9 UU Paten

yakni:

a) Proses atau produk yang pengumuman, penggunaan, atau pelaksanaannya

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, agama, ketertiban

umum, atau kesusilaan;

b) Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang

diterapkan terhadap manusia dan/ atau hewan;

c) Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika;

d) Makhluk hidup, kecuali jasad renik; atau


28

e) Proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan,

kecuali proses nonbiologis atau proses mikrobiologis.

c. Merek (trademark)

Merek adalah tanda yang berupa nama, gambar, kata, huruf-huruf, angka-angka,

susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang mempunyai daya

pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Dalam hal

ini Jangka waktu perlindungan terhadap merek adalah sepuluh (10) tahun sejak

merek tersebut dan mendapatkan tanggal penerimaan. Adapun jangka waktu

perlindungan tersebut dapat diperpanjang

d. Desain Industri

Desain industri merupakan suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau

komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang

berbentuk tiga atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat

diwujudkan dalam pola tiga atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk

menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan Hak

desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia

kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan

sendiri atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak

tersebut. Dalam hal ini yang dimaksud dengan Pendesain adalah seseorang atau

beberapa orang yang menghasilkan desain industri. Sementara itu mengenai jangka

waktu perlindungan terhadap hak desain industri diberikan untuk jangka waktu 10

tahun terhitung sejak tanggal penerimaan.

e. Rahasia Dagang (trade secrets)


29

Rahasia dagang merupakan informasi pada bidang bisnis atau teknologi yang

tidak diketahui oleh umum, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam

kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaannya oleh pemiliknya. Unsur – Unsur Rahasia

Dagang mencakup:

1. Adanya informasi bisnis dan teknologi yang dirahasiakan

2. Mempunyai nilai ekonomi

3. Adanya upaya untuk menjaga kerahasiaan ketiga unsur tersebut harus ada

dalam rahasia dagang

Untuk mendapatkan perlindungan hukum, rahasia dagang tidak perlu di

daftarkan namun bilamana akan dilakukan pengalihan hak maka harus ada dokumen

pengalihan hak dan hal ini harus dicatatkan pada Ditjen HAKI dengan membayar

biaya administrasi sebagaimana diatur dalam UU Rahasia Dagang. Apabila tidak

dicatatkan pada Ditjen HAKI maka perlindungan hukum terhadap rahasia dagang

tersebut tidak berakibat hukum pada pihak ketiga d. Jangka Waktu Rahasia Dagang

Jangka waktu untuk hak rahasia dagang tidak terbatas, sepanjang rahasia itu dapat

dipegang oleh pemiliknya.

f. Desain Tata Letak Circuit Terpadu (Circuit Layout)

Sirkuit terpadu merupakan produk setengah atau dalam bentuk jadi yang

terdapat berbagai elemen dimana sekurang-kurangnya dari element tersebut adalah

elemen akitf yang saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu dalam sebuah

bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.

Adapun yang memperoleh perlindungan atas desain tata letak sirkuit terpadu adalah

yang bersifat orisinal. Pemaknaan orisinil ialah apabila desain tersebut merupakan

hasil karya mandiri pendesain, dan pada saat desain tata letak sirkuit terpadu tersebut
30

dibuat tidak merupakan sesuatu yang umum bagi para pendesain. Kemudian terkait

dengan jangka waktu perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu adalah sebagai

berikut:

1. Perlindungan terhadap hak desain tata letak sirkuit terpadu diberikan

kepada pemegang hak sejak pertama kali desain tersebut dieksploitasi

secara komersial dimanapun, atau sejak tanggal penerimaan. Jangka waktu

perlindungan adalah 10 tahun.

2. Jika desain tata letak sirkuit terpadu telah dieksploitasi secara komersial,

permohonan harus diajukan paling lama 2 tahun terhitung sejak tanggal

pertama kali dieksploitasi

g. Perlindungan Varietas Tanaman (plant variety)

Perlindungan diberikan terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia

tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Merujuk dalam Pasal 1 ayat (2) UU

No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman diatur bahwa

Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) adalah hak yang diberikan kepada pemulia

dan/atau pemegang hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas hasil

pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk

menggunakannya selama waktu tertentu. Adapun jangka waktu perlindungan yang

diberikan adalah selama 20 (dua puluh) tahun untuk tanaman semusim, dan 25 (dua

puluh lima) tahun untuk tanaman tahunan. 33

2.2 Karya Cipta Digital

2.2.1 Pengertian Hak Cipta, Ciptaan, Pencipta dan Dasar Hukumnya

Kelahiran dan perkembangan hak cipta dalam ranah hukum benda memiliki

33
Elyta RasGinting. 2012. Hukum Hak Cipta Indonesia, Bandung: PT. Citra Adtya Bakti, (31)
31

kronologis perjalanan yang panjang dan pernah mengalami masa-masa yang kelam

dalam sejarahnya. Secara umum sejarah kelahiran hak cipta dianggap bermula di

Inggris pada awal abad ke-17 dan di Prancis pada akhir abad ke-17. 34 Alasan

mengenai sejarah kelahiran hak cipta dimulai di Inggris dan Prancis adalah karena

Inggris dan Prancis dianggap mewakili dua rezim sistem hukum yang berlaku di

dunia pada saat ini. Kedua sistem hukum yang berbeda tersebut juga telah

melahirkan konsep economi right dan moral right dalam hak cipta. 35 Dari sejarah

kelahiran hak cipta kedua negara tersebut kita dapat memahami mengapa negara-

negara common law pada umumnya lebih mengedepankan aspek hak ekonomi

(economi right) dari suatu ciptaan daripada hak perorangan (personal right) dari

pencipta sebagaimana di praktikan di Negara civil law yang telah melahirkan hak

moral (moral right). 36

Perlindungan hak cipta tidak memadai dan tidak memberikan tujuan atau

manfaat bagi pengembangan bakat atau kreativitas pencipta. Oleh karena itu

diperlukan upaya-upaya untuk mendorong kemajuan di bidang karya cipta, sangat

masuk akal jika mendapat perlindungan yang dapat menjamin pencipta kapan saja

dan di mana saja, sehingga kepastian hukum yang nyata dapat tercapai. Pada

dasarnya pemberian perlindungan hak cipta secara internasional merupakan langkah

yang tepat untuk menjamin kualitas kreativitas pencipta. Perlindungan hak cipta

internasional meliputi Konvensi Berne, Konvensi, Konvensi Roma dan Konvensi

Jenewa 37 Konvensi Bern atau Konvensi Berne, merupakan persetujuan internasional

mengenai hak cipta, pertama kali disetujui di Bern, Swiss pada tahun 1886.Konvensi

34
Ibid. (32)
35
Ibid. (37)
36
Ibid.
37
Novianti, loc.cit.
32

Bern mengikuti langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dengan cara serupa

telah menetapkan kerangka perlindungan internasional atas jenis kekayaan

intelektual lainnya, yaitu paten, merek, dan desain industri. Selanjutnya terdapat

Universal Copyright Convention (UCC), yang mulai berlaku pada tanggal 16

September 1955. 38 Konvensi ini mengenai karya dari orang-orang yang tanpa

kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara

internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai

kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi.

Kemudian Konvensi Roma diprakarsai oleh Bern Union, dalam rangka untuk

lebih memajukan perlindungan hak cipta di seluruh dunia, khususnya perlindungan

hukum internasional terhadap mereka yang mempunyai hak-hak yang di kelompok

dengan nama hak-hak yang berkaitan (Neighboring Rights/Related Rights). 39

Tujuan diadakannya konvensi adalah menetapkan pengaturan secara internasional

perlindungan hukum tiga kelompok pemegang hak cipta atas hak- hak yang

berkaitan. Tiga kelompok pemegang hak cipta dimaksud adalah: 40

1. Artis-artis pelaku (Performance Artist), terdiri dari musisi, aktor, penari,

dan lain-lain. Pelaku yang menunjukkan karya-karya cipta sastra dan seni.

2. Produser-produser rekaman (producers of phonogram)

3. Lembaga-lembaga penyiaran

Di Indonesia, Hak Cipta diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta (UU HC). Merujuk dalam Pasal 1 angka 1 ditentukan definisi

38
Syahmin, AK. 2006. Hukum Dagang Internasional. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada,
(121)
39
Muhamad Djumhana dan Djubaedillah. 2014. Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori, dan
Praktiknya di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, (215 – 216)
40
Ibid.
33

dari hak cipta yakni:

“Hak Cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk

nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan”

Menurut Miller dan Davis pemberian hak cipta didasarkan pada kriteria keaslian

atau kemurnian (originality), yang penting ciptaan tersebut benar-benar berasal dari

pencipta yang sebenarnya, orisinal. Dalam UU HC kriteria keaslian ditegaskan

dalam pasal 1 angka 3 bahwa:

“Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya

dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Yang dihasilkan atas

inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecerdasan, keterampilan, atau

keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.”

Dalam Pasal 40 Ayat (1) huruf q UU HC ditegaskan bahwa: Ciptaan atau karya cipta

yang mendapatkan perlindungan Hak Cipta adalah karya cipta yang dalam

penuangannya harus memiliki bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian

(orisinal) sebagai ciptaan seseorang yang bersifat pribadi. Selanjutnya Pencipta

diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU HC bahwa:

“Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau

bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi”

Adapun mengenai Hak Cipta selanjutnya juga diatur melalui Peraturan Pemerintah

Nomor 16 Tahun 2020 tentang Pencatatan Ciptaan dan Produk Hak Terkait. Dalam

produk hukum ini ditentukan pada pokoknya mengenai prosedur pencatatan ciptaan

dan produk hak terkait secara komprehensif meliputi juga dokumen-dokumen


34

kelengkapan yang mesti disertakan dalam prosesnya.

2.2.2 Pengertian dan Sejarah Karya Cipta Digital

Karya cipta digital merupakan setiap ciptaan yang dihasilkan oleh penciptanya

dengan memiliki suatu keaslian tersendiri yang dihasilkan atas inspirasi,

kemampuan, pikiran, imajinasi, kecerdasan, keterampilan, atau keahlian dan

bantuan dari teknologi modern (internet). Karya cipta digital, pada dasarnya adalah

konsekuensi logis dari adanya perkembangan zaman dimana bermunculan berbagai

teknologi-teknologi baru, hal tersebut pun mempengaruhi perihal ciptaan. Secara

sederhana hak cipta digital memiliki pengertian yang serupa dengan karya cipta

pada umumnya namun yang membedakan adalah adanya proses digitalisasi atas

objek ciptaannya. Ciptaan yang dahulu bentuk tradisional kemudian dijadikan

dalam bentuk digital. Pada prinsipnya karya cipta dalam bentuk tradisional yang

dijadikan menjadi bentuk digital tidak akan kehilangannya perlindungan hak

ciptanya, begitu pula suatu karya cipta yang memang dibuat dalam bentuk digital

karya cipta tersebut juga melahirkan hak cipta, selama karya cipta tersebut

memenuhi kriteria-kriteria ciptaan. 41

Karya cipta digital memang mempunyai beberapa kelebihan bilamana

dibandingkan dengan karya cipta tradisional. Meresepon perkembangan tersebut

World Intellectual Property Organization (WIPO) menyelenggarakan konferesensi

di Jenewa pada Desember 1996, untuk memperbarui norma-norma kekayaan

intelektual dalam menghadapi lingkungan digital/ digital environtment. Konferensi

WIPO ini mengundang sebanyak 160 negara, lingkup yang menjadi pembahasan

Simatupang, Khwarizmi Maulana. (2021). Tinjauan Yuridis Perlindungan Hak Cipta Dalam
41

Ranah Digital. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 15 (1), 67-80


35

dalam konferensi tersebut ialah kreasi, adopsi, transmisi, dan distribusi karya

melalui medium digital. 42 Adapun hasil dari konfrensi tersebut adalah WIPO

Copyright Treaty (WCT) dan WIPO Performance and Phonogram Treaty (WPPT),

merupakan dua produk pengaturan hak cipta dalam merespon perkembangan

lingkungan digital/digital environtment. 43 Dua konvensi ini dikenal sebagai secara

internasional sebagai “WIPO Internet Triteas.” WCT dan WPPT didasarkan pada

dua alasan, yakni: Pertama, konvensi ini dibuat dalam rangka merespon realitas

yang berkembang di lingkungan digital berkaitan dengan perlindungan hak cipta;

dan Kedua, sebagai bentuk implementasi dari ketentuan Article 20 Berne

Convention. 44

Dalam perkembangannya setelah lahir dan ditanda tanganinya WIPO Internet

Treaties beberapa negara mulai melakukan harmonisasi hukum hak cipta negara

bersangkutan disesuaikan dengan ketentuan yang ada pada konvensi internasional

tersebut. (hasil cetak, ukiran, dsb) bertransformasi dalam bentuk digital tanpa

kehilangan hak ciptanya. Karya cipta digital tentunya memiliki beberapa kelebihan

dibandingkan karya cipta dalam bentuk fisik, contohnya perihal kemudahan

distribusi, penyampaian pesan, dan lainnya dalam bentuk data file. Khusus perihal

perlindungan hak cipta para ahli hak cipta dan ahli teknologi internet berupaya

menciptakan berbagai teknologi untuk memberikan perlindungan hak cipta di

internet, teknologi ini disebut sebagai teknologi pengaman. Teknologi pengaman

atau istilah lainnya dikenal sebagai Digital Rights Management (DRM) merupakan

42
Budi Agus Riswandi. (2016). Hukum Dan Teknologi: Model Kolaborasi Hukum Dan
Teknologi Dalam Kerangka Perlindungan Hak Cipta Di Internet. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM.
3, 23.
43
Ibid.
44
Budi Agus Riswandi. 2016. Doktrin Perlindungan Hak Cipta Di Era Digital. Yogyakarta:
FH UII Press.
36

suatu sistem keamanan atau enkripsi untuk melindungi karya cipta digital. DRM

adalah sistem komponen teknologi informasi dan layanan, bersama dengan hukum

yang sesuai, kebijakan dan model bisnis yang berusaha untuk mendistribusikan dan

mengontrol kekayaan intelektual dan haknya

2.2.2 Jenis-Jenis dan Objek Karya Cipta Digital

Pengaturan hukum terkait ruang lingkup dan objek karya cipta di Indonesia

dapat ditemukan dalam UU HC. Merujuk dalam ketentuan Pasal 40 (1) UU HC

diatur bahwasannya terdapat beberapa ciptaan yang dilindungi dalam bidang ilmu

pengetahuan, seni dan sastra yang mencakup:

a. Buku, pamplet, perwajahan, karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil

karya tulis lain

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis lainnya;

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan

d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks

e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim

f. Karya seni rupa dengan segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir,

seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase,

g. Karya seni terapan

h. Arsitektur

i. Peta

j. Karya Seni batik dan seni motif lain

k. Karya Fotografi

l. Potret
37

m. Karya Sinematografi

n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data adaptasi, aransemen,

modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi

o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi

budaya tradisional

p. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan

Program Komputer maupun media lainnya

q. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut

merupakan karya yang asli

r. Permainan video dan

s. Program Komputer

Ayat (2): Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam (I) huruf n dilindungi sebagai

ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli.

Ayat (3): perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

termasuk juga semua ciptaan yang tidak atau belum dilakukan

pengumuman, tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang

memungkinkan penggandaan ciptaan tersebut.

Selain ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta, ditentukan pula dalam pasal 41 UU

HC tentang karya ciptaan yang tidak dilindungi Hak Cipta, yaitu:

a. Hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata, sehingga karya

yang masih berada di pikiran tidak dapat dilindungi oleh hak cipta, karena

ide belum merupakan bentuk nyata

b. Setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data

walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau


38

digabungkan dalam sebuah Ciptaan; dan

c. Alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan

masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditunjukan untuk kebutuhan

fungsional. Yang dimaksud dengan kebutuhan fungsional adalah kebutuhan

manusia terhadap suatu alat benda, atau produk tertentu yang berdasarkan

bentuknya memiliki kegunaan dan fungsi tertentu.

Kemudian dalam Pasal 42 ditegaskan kembali tidak terdapat hak cipta terhadap

karya-karya sebagai berikut:

a. hasil rapat terbuka lembaga negara;

b.peraturan perundang-undangan;

b.pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah;

c. putusan pengadilan atau penetapan hakim; dan

d.kitab suci atau simbol keagamaan.

Pada dasarnya objek-objek karya cipta digital dapat berupa ciptaan sebagaimana

yang disebutkan dalam Pasal 40 ayat (1) UU HC namun letak perbedaannya adalah

adanya keterlibatan teknologi informasi (internet) dalam proses penciptaannya

sehingga ciptaan tersebut berbentuk digital. Menurut Asril Sitompul, ada 2 (dua)

kategori karya cipta digital di internet yakni Pertama, hak cipta atas isi (content)

yang terdapat di media internet yang berupa hasil karya berbentuk informasi, tulisan,

karangan, review, program atau bentuk lainnya yang sejenis. Kedua, hak cipta atas

nama alamat situs web dan alamat surat elektronik atau email dari pelanggan jasa

internet. Sedangkan menurut Suharno pelabelan atas karya cipta digital sebenarnya

dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi yakni:

a. Header Marking, dengan memberikan keterangan atau informasi hak


39

cipta pada header dari suatu data digital.

b. Visible Marking, dengan memberikan tanda hak cipta pada digital secara

eksplisit.

c. Encryption, mengkodekan data digital ke dalam representasi lain yang

berbeda dengan representasi aslinya dan memerlukan sebuah kunci dari

pemegang hak cipta untuk mengembalikan ke representasi aslinya.

d. Copy Protection, memberikan proteksi pada data digital dengan

membatasi atau dengan memberikan proteksi dengan sedemikian lupa

sehingga data digital tersebut tidak dapat dipublikasikan.

2.3 Non-Fungible Token (NFT)

2.3.1 Pengertian dan Konsep Non-Fungible Token (NFT)


Non-Fungible Token atau sering disebut dengan NFT adalah suatu aset dalam

bentuk digital yang disimpan pada buku kas publik (ledger) terdistribusi yang

mencatat transaksi dan memiliki kode indentifikasi serta metadata unik berbeda satu

sama lain yang berada pada jaringan blockchain. 45 Dalam sejarahnya NFT sudah

dikenal sejak tahun 2014 diperkenalkan oleh sebuah platform bernama

“counterparty” dan karya “quantum” merupakan karya NFT pertama di dunia.

Bilamana ditafsir kini harganya telah bernilai 7 juta dollar Amerika. 46 Pada tahun

2017, NFT mulai mendapatkan tempat di tengah masyarakat dan mendapat

kepopulerannya hingga saat ini. NFT merupakan platform digital baru yang

membantu para seniman untuk memberdayakan hasil karyanya dengan pengaksesan

45
Muhammad Yusuf Musa & Mochamad James Falahuddin. 2022. NFT & Metaverse:
Blockhain Dunia Virtual & Regulasi. Jakarta: Indonesia Legal Study for Crypto Asset and
Blockhain, (198).
46
Dewi Sulistianingsih & Aprialana Khomsa Kinanti. (2022). Hak Karya Cipta Non-Fungible
Token (NFT) Dalam Sudut Pandang Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Krtha Bhayangkara, 16 (1),
197-206
40

yang mudah serta alat dan metode yang aman sehingga dapat dengan mudah

digunakan. NFT adalah sertifikat keaslian unik pada blockchain yang biasanya

dikeluarkan oleh pencipta aset.

Aset tersebut umumnya dalam bentuk digital. Hal tersebut memungkinkan

seniman untuk memonetisasi karya mereka dalam proses yang lebih efisien. Akan

tetapi, tidak dipungkiri bahwa masih banyak masalah hukum dan teknis yang terjadi

pada NFT. Seperti pada kedudukan NFT pada hak kekayaan intelektual, dimana

pemilik NFT tidak secara langsung memiliki aset atau karya seni yang dibelinya,

karena yang dimiliki oleh pemilik hanyalah hash code dan catatan yang menunjukan

bahwa pemilik memiliki token yang unik dalam aset digital yang dibelinya. 47

Adapun karakteristik dari NFT adalah dapat digunakan untuk menciptakan

aset digital yang unik karena setiap token NFT tidak ada yang sama dan keunikan

lainnya dari NFT yaitu dapat terekam dalam jaringan blockchain, kemudian

kepemilikan, sumber, dan pergerakan NFT juga bisa dilacak secara real time karena

NFT bersifat transparan sehingga dapat dilihat pada jaringan blockchain. NFT tidak

dapat dipalsukan atau direplikasi, karena pada setiap token telah ada pada buku

besar (ledger) digital yang tidak dapat diubah dan jaringannya terdesentralisasi

sehingga memungkinkan adanya autentifikasi token. Dalam sifatnya, NFT mudah

beradaptasi dengan ekosistem digital pada dunia metaverse. Oleh karena sifat

tersebut, NFT mudah diperjual-belikan pada marketplace platform. 48

2.3.2 Bentuk-bentuk Karya Cipta Digital Berbasis Non-Fungible Token


(NFT)
Dalam lingkup Hak Kekayaan Intelektual (“KI”), NFT dianggap sebagai milik

47
Ibid.
48
Ibid.
41

pribadi yang tidak berwujud. Harta tidak berwujud adalah barang yang tidak dapat

disentuh atau dipegang, tetapi memiliki tingkat nilai tertentu yang ditetapkan

padanya. 49 Perlu digarisbawahi bahwa kepemilikan NFT tidak membuat pemilik

memiliki hak yang tidak terbatas atas properti tersebut. NFT ini dapat dikatakan aset

digital yang mewakili objek dunia nyata seperti karya seni lukisan, animasi, foto,

video, gambar, musik, tanda tangan, tiket, dan karya kreatif lainnya. Berbeda

dengan Cryptocurrencies karena setiap cryptocurrency dianggap sama dengan yang

lainnya sehingga dapat dipertukarkan tokennya atau disebut dengan fungible

tokens. 50

Pada dasarnya, transaksi pada NFT sama seperti membeli barang kolektor

dalam bentuk fisik, hanya saja seluruhnya bersifat digital. Dalam NFT

dimungkinkan bagi seorang pembeli untuk memiliki item asli dari NFT tersebut.

NFT juga memiliki sertifikasi bawaan, yang mana berfungsi untuk bukti

kepemilikan atas sebuah aset digital. NFT juga menggunakan teknologi blockchain,

yang mana pembeli NFT nantinya bisa terverifikasi bahwa pembeli nantinya bisa

terverifikasi bahwa pembeli merupakan pemilik tunggal dari NFT yang dibelinya.

Dengan membeli karya digital, pembeli juga mendapatkan hak digital, pembeli

juga mendapatkan hak kepemilikan eksklusif. NFT juga hanya dapat dimiliki oleh

satu orang pemilik dalam satu waktu tertentu. NFT tersebut diperjualbelikan secara

diperjualbelikan secara online dan dibeli menggunakan cryptocurrency (mata uang

crypto). Transaksi NFT dapat dilakukan melalui berbagai macam marketplace, salah

satunya Opensea. 51 Pada dasarnya, aset digital NFT sendiri bentuk dan jenisnya

49
Ibid.
50
Muhammad Yusuf Musa & Mochamad James Falahuddin. op.cit
51
Vinanda Prameswati, Nabillah Atika Sari, dan Kartika Yustina Nahariyanti. (2022). Data
Pribadi Sebagai Objek Transaksi Di NFT Pada Platform Opensea. Junal civic Hukum. 7 (1), 2
42

tidak terbatas pada karya seni digital saja, namun apapun bisa dijadikan NFT dengan

catatan harus bersifat digital. Akan tetapi, karya seni digital menjadi yang paling

banyak dijadikan NFT saat ini. NFT ini dapat dikatakan aset digital yang mewakili

objek dunia nyata seperti karya seni lukisan, animasi, foto, video, gambar, musik,

tanda tangan, tiket, dan karya kreatif lainnya.

Berbeda dengan Cryptocurrencies karena setiap cryptocurrency dianggap

sama dengan yang lainnya sehingga dapat dipertukarkan tokennya atau disebut

dengan fungible tokens. 52 Adapun secara khusus, karya cipta yang dapat dijadikan

NFT adalah foto, gambar, lukisan, music, seni visual dua dimensi, gambar bergerak

dan video. Berkaitan dengan cara menjual NFT bisa dilakukan melalui berbagai cara

sebagai berikut:

(1) Buka menu “My Collection” dengan klik ikon foto profil yang ada di kanan

atas.

(2) Setelah itu pilih NFT yang hendak di jual dan klik “sell”.

(3) Kemudian, pilih skema penjualan yang he ndak gunakan. Jika ingin

menjual langsung cukup klik “fixed price”. Sedangkan jika ingin

menggunakan skema lelang, bisa klik “time auction”.

(4) Input harga NFT dengan mata uang kripto Ethereum yang diinginkan.

(5) Kemudian kita dapat juga dapat mengatur durasi penjualan NFT dengan

klik kolom “duration”. Setelah itu klik “complete listing”. Terakhir,

OpenSea akan membuat extension MetaMask untuk melakukan

konfirmasi pendaftara penjualan NFT tersebut.

2.3.3 Proses Pembuatan Mekanisme Karya NFT

52
Ibid.
43

Proses transformasi karya cipta dalam bentuk NFT dilakukan dengan

menggunakan sistem transaksi elektronik. Secara khusus proses ini menggunakan

sistem blockchain yakni suatu sistem menyerupai buku yang mencatat semua

transaksi pada jaringan tersebut. 53 Blockchain ini memungkinkan transmisi data

rahasia melalui skema kriptografi. Sebelum dapat diperdagangkan maka NFT akan

melalui proses casting. 54 Yang dimaksud dengan casting adalah proses pengubahan

file digital menjadi koleksi kriptografi. Proses ini melibatkan pembuatan blok baru,

memvalidasi informasi, dan merekam ke blockchain. Proses casting dilakukan

dengan melibatkan pihak di NFT Marketplace. Misalnya, OpenSea, Ribble,

MakersPlace, ThetaDrop. Selengkapnya berikut diuraikan tahap-tahap pembuatan

karya cipta NFT pada marketplace Opensea:

1. Buka Profil dan Atur Akun

Pertama, calon pencipta karya cipta NFT mesti mengunjungi laman opensea yakni

pada https://opensea.io/ , dan mengklik tombol pilihan pilihan profile seperti gambar

dibawah:

Setelah itu perlu dilakukan pengaturan untuk menghubungkan akun crypto wallet

terlebih dahulu. Adapun tampilan pengaturannya adalah sebagai berikut:

53
Nadya Olga Aletha. 2021. Memahami Non-Fungible Tokens (NFT) di Industri Crypto Art.
Yogyakarta: Center for Digital Society. (3)
54
Ibid.
44

Selanjutnya akan muncul tulisan “connecting” dan setelah mengklik tulisan tersebut

maka proses menghubungkan akun cryptowallet akan selesai. Setelah proses

menghubungkan dilakukan, lebih lanjut user diarahkan untuk mengatur biodata,

alamat email, banner profile dan username yang ingin digunakan.

2. Memilih dan Membuat Karya Cipta NFT

Pada laman opensea klik pilihan collection dan setelahnya klik create collection,

lebih lanjut pada proses ini karya cipta yang telah disimpan dalam bentuk digital

(memiliki karya cipta dalam bentuk aset digital yang unik untuk diubah ke NFT.

Seperti gambar, foto, GIF, video, lukisan, musik atau sejenisnya) harus diunggah

untuk kemudian creator melakukan proses pengubahan karya cipta tersebut menjadi

NFT pada sistem blockchain dengan bantuan perangkat-perangkat pendukung.

Kemudian hasil dari pengubahan file digital tersebut menjadi NFT dapat diperiksa

pada tampilan pilihan my collection sebagai berikut:


45

3. Pemasaran dan Penjualan Karya Cipta NFT

Setelah menemukan NFT yang hendak dijual, maka perlu menekan opsi “sell” yang

tersedia di sudut kanan atas halaman untuk diantar ke listing page (laman dimana

daftar NFT yang dijual tersedia). Selanjutnya, pada listing page pengguna mesti

menentukan harga, jenis lelang, durasi penjualan dan target dari NFT yang

dinginkan. Secara khusus terkait lelang ini terdiri atas dua jenis yaitu Fixed Prize

dan Timed Auction. Lelang Fixed Prize adalah proses penjualan di mana harga NFT

yang dipertunjukkan tidak akan berubah. Sementara itu, pada skema Timed Auction

pengguna akan memiliki dua opsi, yakni untuk terus meningkatkan atau

menurunkan harga hingga ada yang membeli.

Setelah aset digital telah menjadi NFT (blockchain terenkripsi) maka

selanjutnya hanya pemilik asli yang dapat menggandakan file tersebut di dunia

maya. Dalam hal ini NFT hanya dapat dimiliki oleh satu pemilik dalam satu waktu.

Izin ini dikelola dengan menggunakan ID unik dan metadata yang tidak dapat ditiru

atau direplikasi oleh token lain. Adapun NFT diperdagangkan dan proses
46

perdagangan tergantung pada platform yang dipilih. Beberapa hanya dapat

digunakan dengan dolar dan Ethereum (ETH).

Keunikan data NFT memungkinkan pemilik memverifikasi kepemilikan dan

memfasilitasi transfer token antar pemilik. Dapat diibaratkan seperti lukisan asli

Monalisa karya Leonardo da Vinci. Meski replikanya ada banyak, tapi yang asli

hanya ada satu di dunia. Nilai obyektifnya mungkin sama antara lukisan orisinal

dengan replikanya, tapi ada nilai subyektif yang membedakan keduanya. Dalam

praktiknya NFT dibuat dengan didasarkan oleh suatu smart contract atau kontrak

pintar yang menetapkan kepemilikan dan mengelola transfer antar NFT.

4. Cara membeli NFT di opensea

Langkah untuk membeli NFT di opensea dimulai dengan mengklik opsi “explore”

seperti berikut:

Setelah menemukan NFT yang ingin dibeli maka selanjutnya tinggal mengklik NFT

yang diinginkan. Kemudian setelah muncu karya NFT yang diklik lebih lanjut,

calon pembeli tinggal mengklik “buy now”.


47

Setelah proses tersebut, calon pembeli akan diarahkan pada tampilan pop-up

checkout dimana terdapat detail biaya akhir pembelian. Terhadap proses pembelian

lelang NFT pada dasarnya hampir serupa hanya saja perbedaannya terletak pada

adanya tampilan penawaran harga (place bid). Disamping proses transformasi karya

cipta menjadi NFT melalui marketplace opensea, akan diuraikan pula selengkapnya

proses transformasi karya cipta menjadi NFT di marketplace Makersplace yaitu:

1.Pembuatan Akun dan Pembuatan Karya

Untuk dapat membuat akun, pengguna layanan mesti mengakses laman

makersplace (https://makersplace.com/register/) terlebih dahulu dan melalui proses

pembuatan akun dengan mengklik tampilan sign up dan tampilan create account.
48

Kemudian setelah berhasil melakukan pendaftaran akun sebagai creator NFT,

langkah yang harus dilakukan adalah dengan melakukan proses pengunggahan

karya cipta yang telah diubah dalam bentuk media digital. Selanjutnya creator

menggunakan sistem akan memproses enskripsi atas aset digital tersebut menjadi

karya cipta NFT.

2. Pemasaran Karya Cipta NFT di MakersPlace

Untuk memulai pembelian NFT di MakersPlace, hal yang harus dilakukan adalah

dengan mengunjungi laman “Marketplace” yang memiliki tampilan seperti di

bawah ini.
49

Seperti halnya di OpenSea, akan ditemukan banyak opsi karya cipta NFT, mulai

dari yang populer hingga penawaran karya terbaru. Bilamana terdapat karya NFT

yang ingin dibeli maka calon pembeli harus menyampaikan penawaran melalui

tampilan “make an offer”.

Apabila harga yang dimasukkan diterima oleh pemilik karya cipta NFT maka proses

transaksi dapat dilanjutkan.

Dalam segi Kekayaan Intelektual, NFT dapat dianggap sebagai alat

penyederhana sedangkan dalam lingkup Kekayaan Intelektual, NFT dianggap

sebagai milik pribadi yang tidak memiliki wujud, maksudnya barang tersebut tidak

bisa dipegang atau disentuh namun mempunyai tingkat nilai tertentu yang
55
ditetapkan pada barang tersebut. Dalam hal ini perlu dipertegas bahwa

kepemilikan NFT tidak menjadikan pemilik mempunyai hak yang tidak terbatas atas

karyanya. Apabila seniman akan memindah tangankan kepemilikannya atas hak

55
Serada, Alesja. (2021). Cryptokitties and the New Ludic Economy. Journal of Games and
Culture. 16 (4), 459
50

cipta maupun hak eksklusif tersebut kepada kolektor, maka harus dilakukan melalui

smart contract. Namun pada dasarnya penggunaan smart contrac. 56 Smart contract

merupakan protokol transaksi terkomputerisasi yang dengan otomatis menangani

persyaratan kontrak apabila situasi yang telah disepakati oleh para pihak

terpenuhi. 57 Secara sederhana smart contract adalah kontrak digital di mana

persyaratan perjanjian antara pengguna diatur dalam kontrak berbentuk kode.

Umumnya, smart contract dimiliki oleh jaringan blockchain yang bersifat

terdesentralisasi dan terdistribusi. Dalam konteks NFT, smart contract berperan

untuk menyimpan informasi unik NFT, seperti rincian kepemilikan dan

transaksi. 58Pembuat NFT dapat menambahkan detail seperti identitas, tautan aman

ke file, dan lainnya ke dalam kontrak pintar. Selain itu, juga dapat menentukan

aturan tertentu tentang trading NFT. Contohnya, persentase royalti yang mereka

terima untuk setiap penjualan berikutnya.

56
Dewi Sulistianingsih. Op.cit.
57
Ibid.
58
Ibid.
51

BAB III

PERLINDUNGAN KARYA DIGITAL NON-FUNGIBLE

TOKEN (NFT) DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO

28 TAHUN 2014

3.1 Pengaturan Karya Digital di Indonesia

Mencermati sifat NFT sebagai aset digital sebagaimana diuraikan pada BAB

sebelumnya maka NFT terikat pada ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Merujuk dalam Pasal 1 angka 4 UU

ITE diatur bahwa:

“Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat,

diteruskan, dikirimkan, diteriima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,

elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,

dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi

tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan foto atau sejenisnya,

huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau

arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”

Bilamana merujuk dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5

tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Lingkup Privat

(Permenkominfo 5/2020) pengaturan mengenai dokumen elektronik diatur dalam

Pasal 1 angka 2 bahwa:


52

“Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat,

diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,

elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,

dan/atau didengar melalui komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi

tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya,

huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna

atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. ”

Selanjutnya diatur pula terkait yang dimaksud dengan data elektronik melalui Pasal

1 angka 3 Permenkominfo 5/2020 bahwa:

“Data Elektronik adalah data berbentuk elektronik yang tidak terbatas pada

tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI),

surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya,

huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi. ”

Berdasarkan Pasal yang diuraikan sebelumnya, sebagai karya digital yang

terdistribusi dalam sistem transaksi elektronik, maka pada dasarnya NFT dapat

ditafsirkan sebagai suatu dokumen elektronik sebagaimana yang dimaksud dalam

UU ITE. Lebih lanjut penguraian terhadap pengertian informasi elektronik dapat

ditemukan dengan melihat ketentuan Pasal 1 angka 1 UU ITE yang menentukan

bahwa:

“Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk

tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic

data interchange (EDI), surat elektronik (electronic maill, telegram, teleks,

telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau

perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang
53

yang mampu memahaminya.”

Mengingat dalam proses transaksi NFT terdapat platform yang menjadi tempat

pertemuan digital yang terjadi (cyberspace) maka terhadap penyelenggara platform

tersebut berdasarkan UU ITE dapat dikatakan sebagai penyelenggara sistem


59
transaksi elektronik. Hal ini dikarenakan pengertian penyelenggara sistem

transaksi elektronik sesuai yang dimaksud dalam UU ITE memiliki unsur adanya

orang/penyelenggara Negara, badan usaha dan masyarakat yang menjadi pihak yang

mengoperasikan sistem elektronik itu untuk suatu keperluan, berikut diuraikan isi

ketentuan Pasal 1 angka 6 UU ITE bahwa:

“Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap Orang, penyelenggara

negara, Badan Usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/

atau mengoperasikan Sistem Elektronik, baik secara sendiri-sendiri maupun

bersama-sama kepada pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya

dan/atau keperluan pihak lain.”

Berdasar pada ketentuan tersebut maka pihak penyelenggara marketplace yang

memberikan tempat untuk melakukan transaksi NFT termasuk sebagai

penyelenggara sistem transaksi elektronik. Kemudian melalui Pasal 2 ayat (5) diatur

lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang

Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) berkaitan dengan

penyelenggara sistem transaksi elektronik lingkup privat bahwa:

“Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) huruf b meliputi:

59
Tasya Safiranita Ramli & Rika Ratna Permata. (2020). Aspek Hukum Atas Konten Hak
Cipta Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Jurnal Legislasi Indonesia. 17 (1), 65-66.
54

a. Penyelenggara Sistem Elektronik yang diatur atau diawasi oleh

Kementerian atau kmbaga berdasarkan ketentuan peraturan pemndang-

undangan; dan

b. Penyelenggara Sistem Elektronik yang memiliki portal, situs, atau

aplikasi dalam jaringan melalui internet yang dipergunakan untuk:

1. Menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan penawaran

dan/atau perdagangan barang dan/ atau jasa;

2. Menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan layanan

transaksi keuangan;

3. Pengiriman materi atau muatan digital berbayar melalui jaringan data

baik dengan cara unduh melalui portal atau situs, pengiriman lewat

surat elektronik, atau melalui aplikasi lain ke perangkat pengguna;

4. Menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan layanan

komunikasi meliputi namun tidak terbatas pada pesan singkat,

panggilan suara, panggilan video, surat elektronik, dan percakapan

dalam jaringan dalam bentuk platform digital, layanan jejaring dan

media sosial;

5. Layanan mesin pencari, layanan penyediaan Informasi Elektronik

yang berbentuk tulisan, suara, gambar, animasi, musik, video, frlm,

dan permainan atau kombinasi dari sebagian dan/ atau seluruhnya;

dan/ atau

6. Pemrosesan Data Pribadi untuk kegiatan operasional melayani

masyarakat yang terkait dengan aktivitas Transaksi Elektronik.”

Adapun sebagai pihak yang menyediakan platform NFT maka terdapat pula
55

kewajiban-kewajiban yang melekat sesuai yang ditentukan dalam Pasal 3 PP PSTE

bahwa:

(1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem

Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap

beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.

(2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap

penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal

dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau

kelalaian pihak Pengguna Sistem Elektronik.

Sehubungan dengan pengawasan kegiatan transaksi NFT, secara khusus

Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia telah menerbitkan

Siaran Pers No. 9/HM/KOMINFO/01/2022 pada Minggu 16 Januari 2022 tentang

Pengawasan Kementerian Kominfo terhadap Kegiatan Transaksi Non-Fungible

Token (NFT) di Indonesia yang berbunyi:

1. Menyikapi fenomena pemanfaatan teknologi Non-Fungible Token (NFT)

yang semakin populer beberapa waktu terakhir, Kementerian Kominfo

mengingatkan para platfom transaksi NFT untuk memastikan platformnya

tidak memfasilitasi penyebaran konten yang melanggar peraturan

perundang-undangan, baik berupa pelanggaran ketentuan pelindungan data

pribadi, hingga pelanggaran hak kekayaan intelektual.

2. Menteri Kominfo telah memerintahkan jajaran terkait di Kementerian

Kominfo untuk mengawasi kegiatan transaksi Non-Fungible Token (NFT)

yang berjalan di Indonesia, serta melakukan koordinasi dengan Badan


56

Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Kementerian Perdagangan

(Bappebti) selaku Lembaga berwenang dalam tata kelola perdagangan aset

kripto.

3. UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta

perubahannya dan peraturan pelaksananya, mewajibkan seluruh PSE untuk

memastikan platformnya tidak digunakan untuk tindakan yang melanggar

peraturan perundang-undangan. Pelanggaran terhadap kewajiban yang ada

dapat dikenakan sanksi administratif termasuk di antaranya pemutusan

akses platform bagi pengguna dari Indonesia.

4. Kementerian Kominfo mengimbau masyarakat untuk dapat merespon tren

transaksi NFT dengan lebih bijak sehingga potensi ekonomi dari

pemanfaatan NFT tidak menimbulkan dampak negatif maupun melanggar

hukum, serta terus meningkatkan literasi digital agar semakin cakap dalam

memanfaatkan teknologi digital secara produktif, dan kondusif.

5. Kementerian Kominfo akan mengambil tindakan tegas dengan melakukan

koordinasi bersama Bappebti, Kepolisian, dan Kementerian/Lembaga

lainnya untuk melakukan tindakan hukum bagi pengguna platform

transaksi NFT yang menggunakan tersebut untuk melanggar hukum. 60

Disamping meninjau NFT dari aspek transaksi elektronik, NFT juga dapat dilihat

pada perspektif hukum keperdataan. Mengingat bahwa NFT merupakan aset digital

atau benda digital (virtual property), menggunakan sistem komputer dan internet

60
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. “Pengawasan Kementerian
Kominfo Terhadap Kegiatan Transaksi Non-Fungible Token (NFT) di Indonesia, diakses melalui:
https://www.kominfo.go.id/content/detail/39402/siaran-pers-no-9hmkominfo012022-tentang-
pengawasan-kementerian-kominfo-terhadap-kegiatan-transaksi-non-fungible-token-nft-di-
indonesia/0/siaran_pers , diakses pada tanggal 27 Januari 2022.
57

yang terletak dalam cyberspace (dunia siber), yang dibuat sedemikian rupa serta

diperlakukan seperti benda-benda yang ada di dunia nyata. Menurutnya virtual

property memiliki tiga sifat yakni; Rivalrous (eksklusif), Persistent (tetap), dan

Interconnected (saling berhubungan). 61Selanjutnya, Charles Blazer mengemukakan

bahwa NFT merupakan benda yang berada pada tempat maya cyberspace yang

dapat dimiliki oleh seseorang dengan pembedaan tertentu. 62

Dalam undang-undang nasional, properti ditunjukkan dalam Pasal 570

KUHPerdata, yaitu. Hak Kepemilikan berarti hak untuk dengan bebas menikmati

penggunaan suatu benda berwujud dan dengan bebas mengurusnya semaksimal

mungkin, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum

yang berhak memutuskannya, dan tidak dengan cara hak orang lain diintervensi,

semua ini tanpa membatasi kemungkinan perampasan hak tersebut untuk

kepentingan umum, berdasarkan ketentuan undang-undang tentang pembayaran

ganti rugi. Kemudian, Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, hak kebendaan (hak milik)

adalah hak mutlak atas suatu benda, dimana hak itu memberikan kekuasaan

langsung atas benda itu dan dapat dipertahankan. 63 Berdasarkan pasal tersebut,

NFT yang merupakan aset virtual telah masuk dalam perundang-undangan nasional.

Maka kepemilikan NFT menjadi milik rakyat yang menguasainya dengan

kedaulatannya. Seperti yang dijelaskan Joshua Fairfield, yaitu:

“Will be that NFTs should be treated as full personal property, that sales of

NFTs should follow the law of sales of personal property, and that the sooner

those legal metaphors are firmly ensconced in caselaw, the sooner NFTs will

61
Joshua Fairfield. (2005). Virtual Property, Boston University Law Review. 85 (1048)
62
Charles Blazer. (2006). The Five Indicia of Virtual Property. Pierce Law Review. 5 (1), 142
63
PNH Simanjuntak. 2007. Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Djambatan (29)
58

reach their full potential as a way of satisfying the human need for digital

rareness.” 64

Menurutnya, NFT harus diperlakukan sebagai milik pribadi sepenuhnya,

sehingga penjualan NFT harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku sehingga

NFT pada awalnya dimasukkan sebagai barang yang dimiliki sepenuhnya. Bentuk

kepemilikan NFT bukanlah penjualan arsip digital, melainkan penjualan sertifikat

arsip, sedangkan arsip yang beredar masih dapat dilihat, didengar bahkan dapat

diunduh oleh masyarakat. 65 NFT dimaksudkan sebagai benda tidak berwujud, tidak

hanya sebagai bentuk objek NFT itu sendiri, tetapi untuk kode terverifikasi poin

NFT. Dengan demikian, pasar perdagangan NFT seharusnya mengintegrasikan

sistem perdagangannya dengan hukum dan peraturan yang berlaku untuk

melindungi pembeli atau pemilik NFT. 66 Hal lainnya yang penting untuk dipahami

berkenaan dengan karya cipta NFT adalah mesti dipenuhinya ketentuan Pasal 53

UUHC berkenaan dengan Sarana Kontrol Teknologi bahwa:

(1) Ciptaan atau produk Hak Terkait yang menggunakan sarana produksi

dan/atau penyimpanan data berbasis teknologi informasi dan/atau

teknologi tinggi, wajib memenuhi aturan perizinan dan persyaratan

produksi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana produksi dan/atau penyimpanan

data berbasis teknologi informasi dan/atau teknologi tinggi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

3.2 Perlindungan Karya Cipta Digital Berbasis Non-Fungible Token (NFT)

64
Joshua Fairfield, op.cit.
65
Aufar Abdul Aziz. (2022). Pembangunan Hukum Nasional Menghadapi Non-Fungible
Tokens Dalam Revolusi Digital. Lex Renaissance. 7 (2), 358-371.
66
Ibid.
59

Perlindungan hukum karya cipta digital NFT didasarkan pada UU HC dimana

hak cipta sebagai hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta secara otomatis

berdasarkan atas prinsip deklaratif sesudah suatu karya atau ciptaan diwujudkan

dalam bentuk nyata tanpa mengurangi akan pembatasan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. 67 Hak eksklusif yang dimaksud ini

merupakan hak dimana pihak lain dilarang memanfaatkan hak tersebut kecuali atas

izin dari pemilik hak atau penciptanya atau dibenarkan menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. 68 Adapun berkaitan dengan pengaturan hak

ekslusif yang melekat terhadap pencipta atau pemegang hak cipta selengkapnya

dapat ditemukan dalam UU HC bahwa:

Pasal 4 UU HC

“Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak

eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.”

Pasal 5 UU HC

“(1) Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang

melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk:

a. tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan

sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;

b. menggunakan nama aliasnya atau samarannya;

b. mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;

c. mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan

d. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi

Budi Agus Riswandi, op.cit


67

Simatupang, Khwarizmi Maulana. (2021). Tinjauan Yuridis Perlindungan Hak Cipta dalam
68

Ranah Digital. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum. 15 (1), 67-80


60

Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan

kehormatan diri atau reputasinya.

(2) Hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak (2) dapat dialihkan

selama Pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan

dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan setelah Pencipta meninggal dunia.

(3) Dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral (3) sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan

haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak tersebut

dinyatakan secara tertulis.”

Pasal 8 UU HC

“Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau mendapatkan manfaat

ekonomi Pemegang Hak Cipta untuk atas Ciptaan.”

Pasal 9 UU HC

“(1) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

memiliki hak ekonomi untuk meiakukan:

a. penerbitan Ciptaan;

b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;

b. penerjemahan Ciptaan;

c. pengadaplasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;

d. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;

e. pertunjukanCiptaan;

b. Pengumuman Ciptaan;

c. Komunikasi Ciptaan; dan


61

d. penyewaan Ciptaan”

Ketentuan mengenai izin dari pemilik hak cipta sering kali tidak dipedulikan oleh

para plagiator karena menurutnya hal tersebut tidak terlalu penting untuk dilakukan.

Perlindungan atas hak cipta adalah suatu sistem hukum yang terdiri atas unsur-unsur

yakni:

1. Subyek perlindungan merupakan pihak pemilik atau pemegang Hak Cipta,

aparat penegak hukum, pejabat pendaftaran dan pelanggar hukum.

2. Obyek perlindungan adalah semua jenis Hak Cipta yang diatur dalam

undang-undang.

3. Pendaftaran perlindungan Hak Cipta yang dilindungi hanya yang sudah

terdaftar dan dibuktikan pula dengan adanya sertifikat pendaftaran, kecuali

apabila undang-undang mengatur lain.

4. Jangka waktu adalah adanya Hak Cipta dilindungi oleh UU Hak Cipta,

yakni selama hidup ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia.

5. Tindakan hukum perlindungan Bentuk hukuman secara pidana maupun

perdata terhadap pelanggar yang terbukti melakukan pelanggaran. 69

Hukum kekayaan intelektual menentukan bahwa kreasi tak berwujud dari

pikiran manusian dan mencakup hak cipta (melindungi seni), paten (melindungi

penemuan), dan merek dagang (melindungi merek). Terhadap NFT maka cabang KI

yang paling relevan adalah hak cipta yang memberikan pemegang hak cipta klaim

yang dapat diberlakukan secara hukum guna mengontrol penggunaan dan

reproduksi karya sastra, seni, sastra, musik asli, atau drama. 70 Pada dasarnya, hak

69
Rotinsulu, Lucia Ursula. (2016). Penegakkan Hukum Atas Pelanggaran Hak Ekonomi
Pencipta Lagu Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Lex Crimen. 5,(3), 18
70
Cahyani. N. (2020). Perlindungan Hak Cipta Terhadap Pencipta Lagu Yang Dapat Diunduh
Secara Bebas Di Internet. Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum. 26, (1), 37-49
62

cipta muncul dengan otomatis setelah sebuah karya asli dibuat dan sesuai dengan

pencipta asli dari karya tersebut dengan tunduk pada beberapa pengecualian terbatas.

Adapun hak-hak ini bisa dialihkan ke pemilik berikutnya dari sebuah karya pada

masa pakai hak cipta yang tidak untuk selamanya. Mencermati karya cipta dalam

bentuk NFT mempunyai persamaan dengan karya cipta lainnya namun wadah

atau media yang digunakan merupakan sistem transaksi elektronik dengan

kata lain bahwa hak eksklusif yang melekat pada karya seni dalam bentuk

NFT ialah sama dengan karya seni konvensional yang memilki hak eksklusif.

Bilamana dianalisa lebih dalam yang menjadi bagian dari hak eksklusif tersebut

adalah:

a. Hak untuk mendistribuksikan karya cipta kepada public. Pada dasarnya

UU Hak Cipta memberikan hak eksklusif kepada pemilik hak untuk

melakukan pendistribusian atau menyebarkan hasil karya ciptanya. Dalam

hal karya seni dalam bentuk NFT pemilik hak cipta dapat mendistribusikan

hasil karyanya melalui komputer ke komputer lainnya yang mana dalam

bentuknya adalah dokumen digital.

b. Hak mempertunjukkan karya cipta kepada publik Pemilik karya juga

mempunyai hak eksklusif dalam mempublikasikan karya mereka

dihadapan masyarkat. Hak ini terkait dengan segala jenis karya yang dapat

dipublikasikan atau diperagakan, seperti karya sastra, musik, drama, dan

lain sebagainya. Oleh karena itu, dengan sifat publikasi yang dilakukan

wajib di halayak banyak atau publik maka pertunjukan yang bersifat

pribadi tidak berlaku dalam hal ini.

c. Hak menunjukan atau memamerkan karya cipta kepada publik Suatu hak
63

cipta identik dengan karya yang dapat dilihat dan dinikmati oleh umum.

Pada Undang-Undang Hak Cipta hak tersebut di kenal dengan

“Pengumuman”. Konsep memamerkan ini mencakup segala tindakan yang

memperlihatkan suatu karya, baik secara langsung maupun tidak langsung

dihadapan publik.

d. Hak karya derivatif Karya derivatif merupakan karya turunan atau karya

baru yang tercipta yang berdasarkan pada karya yang sudah ada

sebelumnya. Dalam hak cipta ini juga mengakomodir hak eksklusif bagi

pencipta atau pemilik karya terhadap karya turunan yang dibuatnya. Karya

turunan yang dimaksud yaitu dapat berupa karya perbaikan dari karya

sebelumnya, terjemahan dari satu bahasa ke bahasa lainnya maupun karya

yang disusun, diadopsi, hingga diubah dalam bentuk lain.

e. Hak untuk menggandakan karya cipta. Hak Cipta mengakomodasi hak

eksklusif terhadap pencipta dalam menggandakan dan memberikan izin

kepada pihak lain melakukan hal yang sama. Menurut Undang-Undang

Hak Cipta, dalam hal melakukan kegiatan produksi kembali terhadap suatu

karya cipta yang bersifat sangat substansial dengan menggunakan bahan-

bahan yang sama atau pun tidak sama, baik secara keseluruhan maupun

sebagian, hal tersebut dikategorikan sebagai bentuk mengalihwujudkan

secara permanen atau temporer. 71

Secara khusus perlindungan terhadap karya cipta NFT sebagai ciptaan sebenarnya

merujuk pada bagian penjelasan ketentuan Pasal 40 ayat (1) huruf n bahwa:

71
Ni Kadek Risma Setya Cahyani Dewi. (2022). Perlindungan Hukum Terhadap Karya Seni
Dalam Bentuk Non-Fungible Token (NFT). Kertha Wicara. 11 (4), 906-918.
64

“Yang dimaksud dengan “karya lain dari hasil transformasi” adalah merubah

format Ciptaan menjadi format bentuk lain. Sebagai contoh musik pop

menjadi musik dangdut.”

Merujuk pada ketentuan tersebut diatas dapat dipahami bahwasannya perubahan

gambar foto menjadi karya cipta NFT merupakan suatu bentuk perubahan

format ciptaan menjadi format bentuk lain yang dimana hal tersebut dapat

diinterpretasikan sebagai karya lain dari hasil transformasi. Kemudian, lebih

lanjut berkenaan dengan adanya penggunaan sistem informasi elektronik maka

ketentuan Pasal 40 ayat (1) huruf p dapat juga dijadikan dasar rujukan perlindungan

yaitu:

“Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan

Program Komputer maupun media lainnya”

Selanjutnya sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa penjaminan

perlindungan hukum atas hak cipta ialah mengandung prinsip deklaratif sehingga

perlindungan terhadap ciptaan tersebut dapat timbul secara otomatis dan tidak

bergantuk pada belum atau telahnya suatu ciptaan tersebut didaftarkan. Merujuk

dalam Pasal 64 UU HC diatur bahwa:

“Pencatatan ciptaan dan produk hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) bukan merupakan syarat untuk mendapatkan hak cipta dan hak terkait.”

Berdasar pada ketentuan tersebut maka dapat dipahami tidak adanya kewajiban

untuk melakukan pendaftaran melalui pencatatan ciptaan agar suatu karya cipta

memperoleh perlindungan hukum. Kendati demikian untuk memperoleh suatu

kepastian hukum dalam hal terjadinya sengketa KI kaitannya pada claim hak cipta,
65

membuat munculnya urgensitas untuk melakukan pencatatan terhadap karya cipta

NFT sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UU HC bahwa:

(1) Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait diajukan dengan Permohonan

secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta,

pemilik Hak Terkait, atau Kuasanya kepada Menteri.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara

elektronik dan/atau non elektronik dengan: menyertakan contoh Ciptaan,

produk Hak Terkait, atau penggantinya; melampirkan surat pernyataan

kepemilikan Ciptaan dan Hak Terkait; dan membayar biaya.

Pasal 67 UU HC

(1) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1)

diajukan oleh:

a. beberapa orang yang secara bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan

atau produk Hak Terkait, Permohonan dilampiri keterangan tertulis

yang membuktikan hak tersebut; atau

b. badan hukum, Permohonan dilampiri salinan resmi akta pendirian

badan hukum yang telah disahkan oleh pejabat berwenang.

(2) Dalam hal Permohonan diajukan oleh beberapa orang, nama pemohon

harus dituliskan semua dengan menetapkan satu alamat pemohon yang

terpilih.

(3) Dalam hal Permohonan diajukan oleh pemohon yang berasal dari luar

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Permohonan wajib


66

dilakukan melalui konsultan kekayaan intelektual yang terdaftar sebagai

Kuasa.

Pasal 68 UU HC

(1) Menteri melakukan pemeriksaan terhadap Permohonan yang telah

memenuhi persyaratan sebagaimarra dima-ksud dalam Pasal 66 dan Pasal

67.

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk

mengetahui Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dimohonkan tersebut

secara esensial sama atau tidak sama dengan Ciptaan yang tercatat dalam

daftar umum Ciptaan atau objek kekayaan intelektual lainnya.

(3) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan

sebagai bahan pertimbangan Menteri untuk menerima atau menolak

Permohonan.

(4) Menteri memberikan keputusan menerima atau menolak permohonan

dalam waktu paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal

diterimanya Permohonan yang memenuhi persyaratan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 66 dan Pasal 67

Pasal 69 UU HC

(1) Dalam hal Menteri menerima Permohonan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 68 ayat (4), Menteri menerbitkan surat pencatatan Ciptaan dan

mencatat dalam daftar umum Ciptaan.

(2) Daftar umum Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

a. nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, atau nama pemilik produk Hak

Terkait ;
67

b. tanggal penerimaan surat Permohonan;

c. tanggal lengkapnya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66

dan Pasal 67; dan

d. nomor pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait.

(3) Daftar umum Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilihat

oleh setiap Orang tanpa dikenai biaya.

(4) Kecuali terbukti sebaliknya, surat pencatatan Ciptaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti awal kepemilikan suatu Ciptaan

atau produk Hak Terkait.

Pasal 70 UU HC

Dalam hal Menteri menolak Permohonan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 68 ayat (4), Menteri memberitahukan penolakan tersebut secara

tertulis kepada pemohon disertai alasan.

Oleh karena karya cipta NFT ialah berhubungan erat dengan pemanfaatan

teknologi informasi maka telah ditentukan pula pengaturan hukum mengenai konten

hak cipta dan hak terkait dalam teknologi informasi dan komunikasi melalui Pasal

54 sampai Pasal 56 UU HC bahwa:

Pasal 54 UU HC

Untuk mencegah pelanggaran Hak Cipta dan Hak Terkait melalui sarana

berbasis teknologi informasi, Pemerintah berwenang melakukan:

a. pengawasan terhadap pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran

Hak Cipta dan Hak Terkait;


68

b. kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar

negeri dalam pencegahan pembuatan dan penyebarluasan konten

pelanggaran Hak Cipta dan Hak Terkait; dan

c. pengawasan terhadap tindakan perekaman dengan menggunakan media

apapun terhadap Ciptaan dan produk Hak Terkait di tempat pertunjukan.

Pasal 55 UU HC

(1) Setiap Orang yang mengetahui pelanggaran Hak Cipta dan / atau Hak

Terkait melalui sistem elektronik untuk Penggunaan Secara Komersial

dapat melaporkan kepada Menteri.

(2) Menteri memverifikasi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Dalam hal ditemukan bukti yang cukup berdasarkan hasil verifikasi

laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atas permintaan pelapor

Menteri merekomendasikan kepada menteri yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang telekomunikasi dan informatika untuk

menutup sebagian atau seluruh konten yang melanggar Hak Cipta dalam

sistem elektronik atau menjadikan layanan sistem elektronik tidak dapat

diakses.

(4) Dalam hal penutupan situs internet sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dilakukan secara keseluruhan, dalam waktu paling lama 14 (empat belas)

Hari setelah penutupan Menteri wajib meminta penetapan pengadilan.

Pasal 56 UU HC

(1) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

telekomunikasi dan informatika berdasarkan rekomendasi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) dapat menutup konten, dan/atau hak akses
69

pengguna yang melanggar Hak Cipta dan/atau Hak terkait dalam sistem

elektronik dan menjadikan layanan sistem elektronik tidak dapat diakses.

(2) Ketentuan lebih Ianjut tentang pelaksanaan penutupan konten dan/atau hak

akses pengguna yang melanggar Hak Cipta dan/atau Hak Terkait dalam

sistem elektronik atau menjadikan layanan sistem elektronik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh peraturan bersama Menteri dan

menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang komunikasi dan

informatika.
70

BAB IV

TRANSFORMASI MEKANISME PERLINDUNGAN

LAHIRNYA KARYA CIPTA NON-FUNGIBLE TOKEN (NFT)

4.1 Proses Transformasi Mekanisme Perlindungan Hukum Terhadap Non-

Fungible Token (NFT)

Transformasi perlindungan hukum terhadap NFT berkaitan dengan adanya

smart contract. Pada dasarnya, smart contract merupakan teknologi yang membuat

setiap NFT unik dan berharga. Di ekosistem NFT, pembuat atau developer NFT

dapat menentukan apa saja yang mereka inginkan dalam kontrak. Misalnya,

beberapa proyek NFT dapat memberikan hak khusus kepada sekelompok orang

tertentu. Termasuk akses eksklusif ke drop untuk pendukung awal, hadiah untuk

berpartisipasi dalam kontes, biaya minting yang lebih rendah untuk drop berikutnya,

dan lain-lain.

Metode smart contract juga memungkinkan penjual dapat mempertahankan

hak tertentu contohnya terkait pembayaran royalti dari setiap transaksi yang terjadi

atas NFT tersebut. Transaksi melalui smart contract ditandatangani secara digital

oleh creator menggunakan enkripsi asimetris untuk membuktikan keaslian NFT

tersebut sebagai objek transaksi dan hubunga nnya dengan pihak creator sebagai

subjek kemudian akan didistribusikan melalui jaringan Inter Planetary File System

(“IPFS”) secara peer to peer menggunakan NFT sebagai kode unik yang dapat
71

mengidentifikasi karya tersebut sebagai sumber daya tunggal. 72 Hal ini bertujuan

untuk meminimalisir terjadinya perbuatan buruk yang dilakukan oleh pihak-pihak

yang tidak bertanggungjawab kemudian untuk mengurangi biaya administrasi dan

layanan karena dapat dikhawatirkan secara otomatis melalui cara terdesentralisasi

pada sistem blockchain serta guna memperbaiki efisiensi pada jalannya bisnis

karena penyelesaian keuangan perdagangan bisa dilaksanakan secara otomatis

menggunakan sistem. 73 Merujuk dalam penjelasan umum UU HC dijelaskan

bahwasannya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi

salah satu variable, mengingat teknologi informasi dan komunikasi di satu sisi

memiliki peran strategis dalam pengembangan hak cipta, tetapi di sisi lain juga

menjadi alat untuk pelanggaran hukum di bidang ini.

Salah satu upaya perlindungan hukum terhadap proses transformasi karya

cipta NFT adalah dengan Technology Protection Measure yaitu sebuah perangkat

lunak ataupun komponen yang digunakan oleh pemilik hak cipta untuk melindungi

materi dari hak cipta, seperti misalnya menggunakan enkripsi kode software dan

password. Technology Protection Measure diciptakan untuk mengamankan

integritas, menjaga kerahasiaan, dan otentifikasi dari sebuah karya cipta yang

berbentuk internet. Technology Protection Measure digunakan oleh pemilik hasil

ciptaan intelektual untuk melindungi ciptaannya dari pelanggaran dan penggunakan

yang tidak semestinya. Di Indonesia, pengaturan mengenai Technology Protection

Measure sebagai sebuah teknologi yang dapat memberikan perlindungan terhadap

72
Ranti Fauza Mayana. (2022). Intellectual Property Development dan Komersialisasi Non-
Fungible Token (NFT): Peluang, Tantangan, dan Problematika Hukum Dalam Praktik. Jurnal Ilmu
Hukum. 5 (2), 216.
73
Zibin Zheng et.at. (2020). An Overview on Smart Contracts: Challenge, Advances and
Platforms. Journal of Future Generation Computer system, 105, 475-491
72

ciptaan dapat dilihat di dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Meskipun

dalam Undang-undang Hak Cipta tersebut belum dijelaskan secara eksplisit

mengenai metode dan penggunaannya, namun dapat dikualifikasikan kedalam

pengaturan tentang sarana kontrol teknologinya. Sarana kontrol teknologi adalah

setiap teknologi, perangkat atau komponen yang dirancang untuk mencegah atau

membatasi tindakan yang tidak diizinkan pleh pencipta, pemegang hak cipta,

pemilik hak terkait dan yang dilarang oleh perundang-undangan. Adapun bilamana

pemegang hak cipta menerapkan Technology Protection Measure dengan metode

ini, maka seseorang tidak dapat melakukan internet copying atau tindakan lain

dengan maksud buruk, bahkan untuk kegiatan yang komersial. Sehingga hak

eksklusif bagi pemegang hak cipta dapat lebih terjamin perlindungannya.

4.2 Penegakan Hukum Atas Pelanggaran Karya Cipta Digital Berbasis Non-

Fungible Token (NFT)

Pelanggaran hak cipta merupakan suatu tindakan pemanfaatan karya cipta

milik orang lain yang dilindungi berdasarkan UU HC tanpa seizin pencipta atau

pemegang hak cipta sehingga mengakibatkan terlanggarnya hak eksklusif

pemegang hak cipta seperti menggandakan, mendistribusikan, menampilkan,


74
merepoduksi, memamerkan ciptaa atau membuat ciptaan turunan. Dalam

perspektif lainnya, pelanggaran hak cipta dapat pula dimaknai sebagai suatu

tindakan yang melanggar hak moral dan/atau hak ekonomi pencipta karya serta

mendapatkan keuntungan atas penggunaan ciptaan tersebut. Secara umum,

pelanggaran terhadap hak cipta yang kerap ditemuai adalah pelanggaran atas karya

74
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 2013. Buku Panduan
Hak Kekayaan Intelektual. Tanggerang: Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia. (6).
73

cipta film yang disebut pembajakan film, pelanggaran hak cipta lagu, hak cipta atas

foto, hak cipta buku dll. Pada dasarnya pemahaman atas pelanggaran hak cipta ialah

mengarah pada pelanggaran yang dilakukan terhadap ciptaan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 40 UU HC bahwa:

(1) Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni,

dan sastra, terdiri atas:

a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil

karya tulis lainnya;

b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;

c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

d. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;

e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;

g. karya seni terapan;

h. karya arsitektur;

i. peta;

j. karya seni batik atau seni motif lain;

k. karya fotografi;

l. Potret;

m. karya sinematografi;

n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,

modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;


74

o. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi

budaya tradisional;

p. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan

Program Komputer maupun media lainnya;

q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut

merupakan karya yang asli;

r. permainan video

s. Program Komputer.

(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dilindungi sebagai

Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.

(3) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk

pelindungan terhadap Ciptaan yang tidak atau belum dilakukan

Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang

memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.

Pelanggaran terhadap hak moral dari pencipta bilamana mencermati ketentuan

dalam Pasal 5 ayat (1) UU HC ialah:

PELANGGARAN HAK MORAL PENCIPTA

1 Tidak mencantumkan nama atau Contohnya: mengupload foto hasil

pencipta atau nama alias pencipta jepretan milik orang lain tanpa

atas penggunaan ciptaannya menyertakan sumber dan/atau nama

pemilik foto;

2 Mengubah judul dan anak judul Contohnya seorang penyanyi yang

ciptaan mendapatkan izin untuk mennyayikan


75

kembali lagu lawas, tetapi ia melakukan

perubahan judul lagu;

3 Mengubah ciptaan sesuai dengan Contohnya: seorang pengrajin batik

kebutuhan masyarakat baik yang menjiplak produk karya orang lain

melalui distorsi, mutilasi, namun ternyata dengan kualitas yang

modifikasi ciptaan, atau hal yang tidak sesuai.

bersifat merugikan diri atau

reputasi pencipta;

4 Distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, Contohnya: seseorang memodifikasi

modifikasi ciptaan, atau hal yang karya cipta dengan mengubah

bersifat merugikan kehormatan bentuknya hingga berujuang pada

diri atau reputasi sang pencipta buruknya reputasi pencipta

Sumber: diolah oleh Penulis

Kemudian bentuk-bentuk pelanggaran hak ekonomi terhadap pencipta berdasarkan

Pasal 9 UU HC selanjutnya diuraikan ke dalam bentuk tabel yakni:

PELANGGARAN HAK EKONOMI

1 Penerbitan Ciptaan Contohnya: Penerbitan buku yang

dilakukan oleh percetakan buku tanpa

seizin pencipta

2 Penggadaan Ciptaan dalam segala Contohnya: Penggadaan ciptaan lagu,

bentuknya dengan membuat album musik bajakan

3 Penerjemahan Ciptaan; Contohnya: penerjamahan atas karya

tulis tanpa seizin pencipta


76

4 Pengadaptasian, Contohnya: Seorang sutradara yang

pengaransemenan atau mengadaptasi sebuah cerita novel ke

pentransformasian Ciptaan; dalam film tanpa seizin pencipta atau

pemegang hak cipta novel tersebut

5 Pendistribusian Ciptaan atau Contohnya: Pendistribusian

salinannya; kumpulan foto-foto dan salinannya

tanpa izin pencipta atau pemegang hak

cipta

6 Pertunjukan Ciptaan; Contohnya: Petunjukan terhadap

karya cipta drama yang dilakukan

tanpa seizing sang pencipta atau

pemegang hak cipta

7 Pengumuman Ciptaan; Contohnya: Dilakukannya pameran

karya cipta seperti lukisan tanpa izin

dari sang pelukis selaku pencipta atau

pemegang hak ciptanya

8 Komunikasi Ciptaan Contohnya: Pentransmisian kepada

publik atas suatu ciptaan tanpa seizin

pencipta atau pemegang hak cipta

9 Penyewaan Ciptaan Contohnya: Diberikannya penyewaan

atas novel secara komersial tanpa izin

pencipta atau pemegang hak cipta

Sumber: diolah oleh Penulis


77

Mencermati kembali proses transformasi karya cipta NFT sebagaimana diuraikan

pada bab sebelumnya bahwa pada dasarnya karya cipta NFT merupakan karya cipta

digital yang dienskripsi dalam sistem blockchain. Letak perbedaan karya cipta NFY

hanyalah terletak pada penggunaan sistem transaksi elektronik dalam

menstransformasi atau membuat karya cipta NFT tersebut bilamana dibandingkan

dengan karya cipta konvensional. Menelaah lebih dalam, perlindungan terhadap

karya cipta NFT adalah bentuk perlindungan terhadap karya hasil transformasi

sebagaimana telah diuraikan juga sebelumnya bahwa karya gambar NFT merupakan

bentuk perubahan format dari suatu gambar atau foto menggunakan sistem

blockchain (perubahan format karya cipta). Berkaitan dengan penegakan hukum

karya cipta NFT yang dilanggar dapat dilakukan beberapa penegakan hukum

melalui penyelesaian sengketa deng. Adapun hal ini secara tegas diatur dalam BAB

XIV Penyelesaian Sengketa bahwa:

Pasal 95 UU HC

(1) Penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat dilakukan melalui alternatif

penyelesaian sengketa, arbitrase, atau pengadilan.

(2) Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah

Pengadilan Niaga.

(3) Pengadilan lainnya selain Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud ayat

(2) tidak berwenang menangani penyelesaian sengketa Hak Cipta.

(4) Selain pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait dalam bentuk

Pembajakan, sepanjang para pihak yang bersengketa diketahui

keberadaannya dan/atau berada di wilayah Negara Kesatuan Republik


78

Indonesia harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa

melalui mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana.

Selanjutnya terkait dengan pengajuan gugatan ganti rugi didasarkan pada beberapa

keadaan sebagaimana telah ditentukan juga dalam UU HC yakni:

Pasal 96 UU HC

(1) Pencipta, pemegang Hak Cipta dan / atau pemegang Hak Terkait atau ahli

warisnya yang mengalami kerugian hak ekonomi berhak memperoleh

Ganti Rugi.

(2) Ganti Rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dan

dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan tentang perkara

tindak pidana Hak Cipta dan/atau Hak Terkait

(3) Pembayaran Ganti Rugi kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/atau

pemilik Hak Terkait dibayarkan paling lama 6 (enam) bulan setelah

putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Pasal 97 UU HC

(1) Dalam hal Ciptaan telah dicatat menurut ketentuan Pasa1 69 ayat (1),

pihak lain yang berkepentingan dapat mengajukan gugatan pembatalan

pencatatan Ciptaan dalam daftar umum Ciptaan melalui Pengadilan Niaga.

(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada Pencipta

dan/atau Pemegang Hak Cipta terdaftar.

Pasal 98 UU HC

(1) Pengalihan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak iain tidak

mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat setiap


79

Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak dan tanpa persetujuan Pencipta

yang melanggar hak moral Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

ayat (1).

(2) Pengalihan hak ekonomi Pelaku Pertunjukan kepada pihak lain tidak

mengurangi hak Pelaku Pertunjukan atau ahli warisnya untuk menggugat

setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak dan tanpa persetujuan

Pelaku Pertunjukan yang melanggar hak moral Pelaku Pertunjukan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.

Pasal 99 UU HC
(1) Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait berhak

mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran

Hak Cipta atau produk Hak Terkait.

(2) Gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

permintaan untuk menye rahkan seluruh atau sebagian penghasilan yang

diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan

atau pameran karya yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta atau

produk Hak Terkait .

(3) Selain gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ), Pencipta, Pemegang

Hak Cipta, atau pemiiik Hak Terkait dapat memohon putusan provisi atau

putusan sela kepada Pengadilan Niaga untuk:

a. meminta penyitaan Ciptaan yang dilakukan Pengumuman atau

Penggandaan, dan/atau alat Penggandaan yang digunakan untuk

menghasilkan Ciptaan hasil pelanggaran Hak Cipta dan produk

Hak Terkait; dan / atau


80

b. menghentikan kegiatan Pengumuman, pendistribusian,

Komunikasi, dan/atau Penggandaan Ciptaan yang merupakan hasil

pelanggaran Hak Cipta dan produk Hak Terkait

Kemudian terhadap pencipta atau pemegang hak cipta yang merasa dirugikan

atas pelanggaran yang dilakukan oleh pihak lainnya dapat mengajukan gugatan

dengan mengikuti ketentuan tata cara gugatan sebagaimana berikut ini:

Pasal 100 UU HC
(1) Gugatan atas pelanggaran Hak Cipta diajukan kepada ketua Pengadilan

Niaga.

(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat oleh panitera

Pengadilan Niaga dalam register perkara pengadilan pada tanggal gugatan

tersebut didaftarkan.

(3) Panitera Pengadilan Niaga memberikan tanda terima yang telah

ditandatangani pada tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran.

(4) Panitera Pengadilan Niaga menyampaikan permohonan gugatan kepada

ketua Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 2 (dua) Hari terhitung

sejak tanggal gugatan didaftarkan.

(5) Dalam waktu paling lama 3 (tiga) Hari terhitung sejak gugatan didaftarkan,

Pengadilan Niaga menetapkan Hari sidang.

(6) Pemberitahuan dan pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita dalam

waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.

Pasal 101 UU HC

(1) Putusan atas gugatan harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh)

Hari sejak gugatan didaftarkan.


81

(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat

dipenuhi, atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung jangka waktu tersebut

dapat diperpanjang selama 30 (tiga puluh) Hari.

(3) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diucapkan dalam

sidang terbuka untuk umum.

(4) Putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus

disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas)

Hari terhitung sejak putusan diucapkan.

Menelaah dalam perspektif UU HC, diatur juga bahwasannya hak pencipta

atau pemegang hak cipta untuk mengajukan gugatan keperdataan atas pelanggaran

hak cipta tidak mengurangi haknya untuk menuntut secara pidana sesuai bunyi

ketentuan Pasal 105 UU HC bahwa “Hak untuk mengajukan gugatan keperdataan

atas pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait tidak mengurangi Hak Pencipta

dan/atau pemilik Hak Terkait untuk menuntut secara pidana.”


82

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya,

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Karya cipta NFT mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan rujukan

ketentuan Pasal 40 ayat (1) huruf n UU HC dimana NFT dapat

diinterpretasikan sebagai karya lain dari hasil transformasi yakni sebuah

ciptaan yang diubah formatnya menjadi bentuk lain dimana dalam hal ini dari

bentuk gambar/foto menjadi karya NFT melalui sistem blockchain.

2. Proses transformasi mekanisme perlindungan lahirnya karya cipta NFT dapat

dilihat dalam proses penciptaan NFT itu sendiri sebelum dipasarkan pada

marketplace NFT dimana proses penciptaan karya cipta NFT dapat lahir dari

perubahan ciptaan gambar/foto yang diubah formatnya menjadi karya cipta

NFT pada sistem blockchain maupun penciptaan langsung karya digital yang

dienskripsi juga pada sistem blockchain dengan rujukan Pasal 40 ayat (1)

huruf n UU HC sehingga bilamana terhadap karya cipta NFT tersebut

dilakukan proses transformasi tanpa seizin pemegang hak cipta atau

penciptanya maka dapat diajukan gugatan keperdataan dan/atau tuntutan

secara pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 99 UU HC

5.2 Saran

1.Sebaiknya dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta dengan menentukan secara lebih lanjut berkenaan dengan
83

keberadaan karya cipta digital melalui sistem transaksi elektronik.

2.Sebaiknya diatur pula lebih lanjut berkenaan dengan pengawasan dan

perlindungan hukum terkait karya cipta NFT dalam UU No. 28 Tahun 2014

dan peraturan pelaksanaannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Hal ini

agar keberadaan karya cipta NFT memiliki payung hukum yang jelas dalam

memberikan perlindungan kepada penciptanya dan/atau pemegang hak

ciptanya. Tidak ada kejelasan tentang pengawasan, perlindungan hukum yang

tidak jelas, belum cukup memadai terhadap itu, terutama di bidang

pengawasannya.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU

Adrian Sutedi. 2009. Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar Grafika

Ali, Zainuddin. 2021. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Bambang Sunggono. 2011. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Budi Agus Riswandi. 2016. Doktrin Perlindungan Hak Cipta Di Era Digital.
Yogyakarta: FH UII Press.

________________________. 2017. Pembatasan dan Pengecualian Hak Cipta Di


Era Digital. Bandung: Citra Aditya Bakti

Diantha, I. Made Pasek, Ni Ketut Supasti Dharmawan, dan I. Gede Artha. 2018.
Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Disertasi. Denpasar: Swastu Nulus

Elyta Ras Ginting. 2012. Hukum Hak Cipta. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Fakultas Hukum Universitas Udayana. 2020. Denpasar: Pedoman Pendidikan


Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Jimmly, Asshiddiqie. 2008. Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, Jakarta:


Sekretariat Jenderal Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 2013. Buku
Panduan Hak Kekayaan Intelektual. Tanggerang: Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Khoirul Hidayah. 2018. Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Malang: Setara Press.

Muhammad Djumhana. 2014. Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan Praktiknya
di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti

Muhammad Yusuf Musa & Mochamad James Falahuddin. 2022. NFT & Metaverse:
Blockhain Dunia Virtual & Regulasi. Jakarta: Indonesia Legal Study for
Crypto Asset and Blockhain

Nadya Olga Aletha. 2021. Memahami Non-Fungible Tokens (NFT) di Industri


Crypto Art. Yogyakarta: Center for Digital Society
Nanda Dwi Rizkia. 2022. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung:
Widina Bhakti Persada Bandung

Nurul Qamar. 2022. Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Demokrasi. Jakarta:
Sinar Grafika.

Philipus M. Hadjon. 2011. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta:


Gajah Mada University Press

PNH Simanjuntak. 2007. Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta:


Djambatan

Raditya Adi Nugraha. 2010. Hak Kekayaan Intelektual. Depok: FISIP Universitas
Indonesia

Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji. 2010. Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers.

Sugiarto. 2021. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

Sugiharto, Alexander, Muhammad Yusuf Musa, and Mochamad James Falahuddin.


2022. NFT & Metaverse: Blockchain Dunia Virtual, & Regulasi. Jakarta:
Indonesian Legal Study For Crypto Asset and Blockchain

Sujana Donand. 2019. Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia (Intellectual


Property Rights Law in Indonesia). Yogyakarta: Deepublish

Syahmin, AK. 2006. Hukum Dagang Internasional. Jakarta: PT Raja Gravindo


Persada

Jurnal
Aufar Abdul Aziz. (2022). Pembangunan Hukum Nasional Menghadapi Non-
Fungible Tokens Dalam Revolusi Digital. Lex Renaissance. 7 (2)

Budi Agus Riswandi. (2016). Hukum Dan Teknologi: Model Kolaborasi Hukum
Dan Teknologi Dalam Kerangka Perlindungan Hak Cipta Di Internet. Jurnal
Hukum IUS QUIA IUSTUM.3 (23).

Charles Blazer. (2006). The Five Indicia of Virtual Property. Pierce Law Review. 5
(1)

Cahyani. N. (2020). Perlindungan Hak Cipta Terhadap Pencipta Lagu Yang Dapat
Diunduh Secara Bebas Di Internet. Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum. 26
(1)
Dewi Sulistianingsih & Aprialana Khomsa Kinanti. (2022). Hak Karya Cipta Non-
Fungible Token (NFT) Dalam Sudut Pandang Hukum Hak Kekayaan
Intelektual. Krtha Bhayangkara, 16 (1)

Febiansah, and Ratnasari. (2020). Studi Kasus Personal Branding Konten Kreator
Pada Akun Twitter, Wacana: Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, 19 (1)

Joshua Fairfield. (2005). Virtual Property, Boston University Law Review. 85

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2017. Hari Kekayaan Intelektual


Sedunia. Volume XIV, Edisi II

Ni Kadek Risma Setya Cahyani Dewi. (2022). Perlindungan Hukum Terhadap


Karya Seni Dalam Bentuk Non-Fungible Token (NFT). Kertha Wicara. 11 (4)

Novianti. (2016). Implikasi Aksesi Protokol Madrid Bagi Indonesia. Jurnal Negara
Hukum Badan Keahlian DPR RI. 7 (2)

Ranti Fauza Mayana. (2022). Intellectual Property Development dan Komersialisasi


Non-Fungible Token (NFT): Peluang, Tantangan, dan Problematika Hukum
Dalam Praktik. Jurnal Ilmu Hukum. 5 (2)

Rizqi Tsaniati Putr. (2021). Syarat Kebaruan Pada Desain Industri Sebagai Dasar
Gugatan Pembatalan Desain Industri. Junral Program Magister Hukum
Fakultas Hukum Universitas Indonesia.1 (4)

Rotinsulu, Lucia Ursula. (2016). Penegakkan Hukum Atas Pelanggaran Hak


Ekonomi Pencipta Lagu Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.
Lex Crimen. 5 (3)

Serada, Alesja. (2021). Cryptokitties and the New Ludic Economy. Journal of
Games and Culture.16 (4)

Simatupang, Khwarizmi Maulana. (2021). Tinjauan Yuridis Perlindungan Hak


Cipta Dalam Ranah Digital. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 15 (1)

Tasya Safiranita Ramli & Rika Ratna Permata. (2020). Aspek Hukum Atas Konten
Hak Cipta Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik. Jurnal Legislasi Indonesia. 17 (1)

Utami, Nurani Ajeng Tri. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Pelayanan


Kesehatan Tradisional di Indonesia. Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan
Konstitusi, 1 (1)
Vinanda Prameswati, Nabillah Atika Sari, dan Kartika Yustina Nahariyanti. (2022).
Data Pribadi Sebagai Objek Transaksi Di NFT Pada Platform Opensea. Junal
civic Hukum. 7 (1)

Wijaya, Putu Ary Suta. (2021). Penanganan Kelompok Radikalisme Di Wilayah


Kecamatan Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara. Journal of Law
(Jurnal Ilmu Hukum), 7 (1)

Zibin Zheng et.at. (2020). An Overview on Smart Contracts: Challenge, Advances


and Platforms. Journal of Future Generation Computer system, 105

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang


Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan


Transaksi Eleketronik

Website

CNN Indonesia, “Fenomena Ghozali Everyday, Orang Jual NFT Selfie KTP Hingga
Lemari”, diakses melalui
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20220117111237-185-
747486/fenomena-ghozali-everyday-orang-jual-nft-selfie-ktp-hingga-lemari ,
diakses pada tanggal 30 Juni 2022.

Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. “Pengawasan


Kementerian Kominfo Terhadap Kegiatan Transaksi Non-Fungible Token
(NFT) di Indonesia, diakses melalui:
https://www.kominfo.go.id/content/detail/39402/siaran-pers-no-
9hmkominfo012022-tentang-pengawasan-kementerian-kominfo-terhadap-
kegiatan-transaksi-non-fungible-token-nft-di-indonesia/0/siaran_pers ,
diakses pada tanggal 27 Januari 2022.

World Intellectual Property Organization. “Organisasi Hak atas Kekayaan


Intelektual Dunia”, diakses melalui https://p2k.unkris.ac.id/ , pada tanggal 14
Januari 2023.

Anda mungkin juga menyukai