Anda di halaman 1dari 101

PENGARUH BRANDT DAROFF TERHADAP KESEIMBANGAN

TUBUH PADA LANSIA DENGAN VERTIGO DI PANTI


SOSIAL TRESNA WREDHA JARA MARA
PATI SINGARAJA

SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh :
Agin Ginanjar Novianto
NIM: ST16 2003

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

PENGARUH BRANDT DAROFF TERHADAP KESEIMBANGAN


TUBUH PADA LANSIA DENGAN VERTIGO DI PANTI
SOSIAL TRESNA WREDHA JARA MARA
PATI SINGARAJA

Oleh:
Agin Ginanjar Novianto
NIM. ST. ST162003

Telah disetujui untuk dapat dipertahankan dihadapan Tim Penguji.

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Wahyuningsih Safitri, S.Kep., Ns., M.Kep Rufaida Nur Fitriana S.Kep,Ns, M.Kep
NIK.200679022 NIK. 201187098
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Agin Ginanjar Novianto

NIM : ST162003

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di

Universitas Kusuma Husada Surakarta maupun di Perguruan Tinggi lain.

2. Skripsi ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan

dari Tim Pembimbing dan masukan dari Tim Penguji.

3. Dalam Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan ornag lain,

kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama

pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan

ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia mnerima sanksi akademik berupa pencatutan

gelar yang telah diperoleh karena karya ini, seta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di

perguruan tinggi ini.

Surakata, 20 Februari 2021


Yang membuat pernyataan

Agin Ginanjar Novianto


ST162003
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yangberjudul “Pengaruh

Latihan Brandt Daroff Terhadap Keseimbangan Tubuh pada Lansia dengan Vertigo di

Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja”.

Skripsi ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah

satu syarat kelulusan Universitas Kusuma Husada Surakarta. Peneliti menyadari bahwa

tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak diselesaikan dengan

baik. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Setiyawan, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Rektor Universitas Kusuma Husada Surakarta.

2. Atiek Murharyati, S.Kep., Ns.,M.Kep., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Kusuma Husada Surakarta.

3. Wahyuningsih Safitri, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Prodi Sarjana Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kusuma Husada Surakarta sekaligus sebagai

Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk memberi arahan dan

bimbingan kepada peneliti.

4. Rufaida Nur Fitriana S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Pembimbing II, yang telah

meluangkan waktunya untuk memberi arahan dan bimbingan kepada peneliti.


5. I Nyoman Wijaksa, selaku Pimpinan Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati

Singaraja, yang telah memberi ijin kepada peneliti untuk pengambilan data awal

dalam pembuatan skripsi.

6. Seluruh Dosen dan Staff Universitas Kusuma Husada Surakarta terima kasih atas

segala bantuan yang telah diberikan untuk penulisan dan pengurusan skripsi.

7. Seluruh responden yang telah bersedia membantu dan berpartisipasi dalam penulisan

skripsi ini

8. Semua teman-teman yang telah membantu dalam penulisan skripsi.

9. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsiini masih banyak kekurangan,

oleh karena itu peneliti membuka kritik dan saran demi kemajuan penelitian selanjutnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, 20 Februari 2021

Peneliti
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................i

SURAT PERNYATAAN................................................................................ ii

HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN SIDANG ..................................................... iv

KATA PENGANTAR ..................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL .........................................................................................vii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................ix

ABSTRAK ...................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 5

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 8

2.1 Tinjauan Teori ............................................................................... 8

2.2 Kerangka Teori ............................................................................. 31

2.3 Kerangka Konsep ......................................................................... 32

2.4 Hipotesis ...................................................................................... 32

2.5 Keaslian Penelitian ....................................................................... 33


BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 35

3.1. Jenis Penelitian ............................................................................. 35

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 35

3.3. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ...................... 36

3.4. Variabel Penelitian Definisi Operasional Variabel ........................ 37

3.5. Alat dan Cara Pengumpulan Data ................................................. 39

3.6. Pengolahan Data dan analisa data ................................................. 41

3.7. Etika Penelitian............................................................................. 44

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Analisis univariat ........................................................................... 52

4.2 Analisis bivariat ............................................................................. 54

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Analisis univariat ........................................................................... 54

5.2 Analisis bivariat ............................................................................. 57

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ................................................................................... 60

6.2 Saran ............................................................................................. 61

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman


Tabel
2.3 Keaslian Penelitian 38

3.1 Definisi Operasional 43

4.1 Distribusi frekuensi umur responden 53

4.2 Distribusi frekuensi jenis kelamin 53

4.3 Hasil uji normalitas data 54

4.4 Uji analisis Paired T-Test 54


DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman


2.2 Kerangka Teori 36
2.3 Kerangka Konsep 37
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
Lampiran
1. Jadwal Penelitian
2. Usulan Topik Penelitian (F01)
3. Pernyataan Pengajuan judul Skripsi (F02)
4. Pengajuan ijin Studi Pendahuluan (F04)
5. Sertifikat pengujian alat
6. Surat Pernyataan Kesanggupan Menjadi Responden
7. Surat Permohonan Menjadi Responden
8. Surat Pengantar Ijin Penelitian
9. Surat Ijin Penelitian
10. Tabulasi Hasil Peneliti
11. Hasil Analisis Data
12. Lembar Konsultasi
Pengaruh Latihan Brandt Daroff Terhadap Keseimbangan Tubuh pada
Lansia dengan Vertigo di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara
Pati Singaraja

Abstrak

Vertigo dan gangguan keseimbangan merupakan kelainan yang sering


dijumpai pada usia tua. Salah satu terapi non farmakologi menggunakan
pendekatan teori keperawatan yang dapat diberikan perawat untuk membantu
pasien yang mengalami gangguan keseimbangan dan risiko jatuh pada kasus
BPPV adalah teknik manuver brandt daroff. Tujuan umum penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh latihan brandt daroff terhadap keseimbangan tubuh
pada lansia dengan vertigo di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati
Singaraja
Jenis penelitian yang digunakan penelitian kuantitatif dengan rancangan
penelitian pre eksperimen design dengan desain one group pre test-post test
design. Teknik pengambilan sampel menggunakan Total sampling. Sampel
sebanyak 23 responden. Uji analisis non parametrik dengan uji Paired t-test.
Keseimbangan tubuh pretest yaitu 12,52 nilai rata-rata minimum sebesar
7,00, nilai rata-rata maksimum 16,00, nilai median sebesar 13,00, nilai modus
sebesar 14,00 dan standar deviasi 2,27. Keseimbangan tubuh posttest dengan rata-
rata sebesar 28,43, rata-rata minimum sebesar 23,00, rata maksimum dan nilai
modus sebesar 28,00 dengan standar deviasi 2,88. Hasil ada pengaruh latihan
brandt daroff terhadap keseimbangan tubuh pada lansia dengan vertigo di Panti
Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja dengan signifikan sebesar 0,006 <
0,05

Kata Kunci : Latihan Brandt Darof, lansia


Dafta Pustaka : 31 literatur (2011-2018)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penuaan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan

secara terus menerus, dan berkesinambungan yang selanjutnya akan

menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia pada tubuh,

sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara

keseluruhan (Azizah, 2011). Penduduk lanjut usia beberapa tahun terakhir

mengalami peningkatan yang signifikan. Tahun 2014, jumlah penduduk

lanjut usia sebesar 22,17 juta jiwa dan meningkat menjadi 24,82 juta pada

tahun 2015 dan diperkirakan mencapai 28,8 juta pada tahun 2020 atau

11,34% dengan usia harapan hidup sekitar 71,1 (Sam & Egan, 2015). Insiden

vertigo dan ketidakseimbangan sebanyak 5-10%, dan mencapai 40% pada

pasien yang berusia lebih tua dari 40 tahun. Laporan emergency departments

(EDs) di Amerika dari tahun 1998 – 2009 menunjukkan bahwa vertigo dan

pusing 2,5% menyebabkan pasien jatuh (Samy et. al, 2012).

Jumlah kejadian vertigo pada lansia menduduki peringkat pertama yaitu

Yogyakarta sebesar 14,04% peringkat ke 2 yaitu Jawa Tengah sebesar

11,16%, setelah (Dinkes Prov. Jawa Tengah, 2014). Data Dinas Kesehatan

Kabupaten Wonogiri dilaporkan bahwa pada tahun 2015 terdapat sebanyak

39.114 lansia, adapun lansia dengan vertigo sebanyak 6.172 lansia di seluruh

wilayah kabupaten Wonogiri (Dinkes Kab. Wonogiri, 2016).


2

Menua adalah proses alami yang terjadi dalam kehidupan

manusia.Penuaan akan terjadi hampir pada semua sistem tubuh, namun tidak

semuasistem tubuh mengalami kemunduran fungsi pada waktu yang sama.

Salah satu contoh kemunduran yang terjadi adalah munculnya

gangguansistem vestibular, gangguan ini menjadi salah satu faktor

meningkatnya rasapusing.Pusing pada lanjut usiamerupakansuatu fenomena

yang normalterjadi, tetapi faktor usiaini bukan merupakansatu-satunya

alasanuntukmenjelaskan terjadinya pusingataupun jatuh.Hal ini juga dapat

terjadi karenakeadaan psikologis. Dari 75 pasien yang melaporkanadanya

keluhan pusing,didapatkan sekitar 60% pasien wanita dan 40% pasien laki-

laki (Farida, 2017).

Pengobatan gangguan keseimbangan selain obat-obat yang diminum,

yaitu rehabilitasi atau fisioterapi dalam hal ini latihan gerakan kepala dan

badan. Pertama kali umumnya harus dibantu oleh dokter atau perawat untuk

melakukannya. Tujuan terapi ini adalah untuk mengurangi pusing,

meningkatkan keseimbangan, dan mencegah seseorang jatuh dengan

mengembalikan fungsi sistem vestibuler. Salah satu bentuk terapi non

farmakologis yang sering kita dengar adalah senam vertigo (Racmad, 2010).

Vertigo dan gangguan keseimbangan merupakan kelainan yang sering

dijumpai pada usia tua. Kelainan tersebut seringkali menyebabkan jatuh dan

mengakibatkan berbagai morbiditas, seperti patah tulang, cedera otak bahkan

bisa fatal. Hal ini bisa dimengerti oleh karen apada usia tua terjadi degenerasi

pada sistem vestibuler, disamping faktor-faktor eksternal, seperti trauma, efek

samping obat, misalnya sedativa, tranquilizer, atau obat yang ototoksik


3

(Andriani, S. 2012). Gangguan keseimbangan yang ditandai dengan adanya

sensasi berputar dari dunia sekelilingnya atau dirinya sendiri yang berputar

dan bersifat episodik yang diprovokasi oleh gerakan kepala. Kondisi ini

terjadi ketika kristal kalsium karbonat di utrikulus terlepas dan masuk ke

dalam salah satu atau lebih kanalis semi sirkularis vestibuler sehingga terjadi

rangsangan gangguan keseimbangan (Restuti, 2016).

Anatomi sistem keseimbangan, saluran atau kanal semisirkularis dan

vestibula yang berfungsi sebagai alat keseimbangan dan coklea yang

berfungsi sebagai pendengaran terletak di telinga bagian dalam. Sistem-

sistem ini bekerja dengan cara menghubungkan saraf vestibulococlear dengan

pusat vestibular yang terletak di otak dan sistem keseimbangan. Selain sistem

vestibular, terdapat juga sistem propiosepsi yang terdiri dari sensor-sensor

gerakan, posisi dan tekanan yang berada pada otot, kulit dan sendi yang

berfungsi memberikan stimulus berupa sentuhan dan objek ruang yang sangat

penting untuk menjaga posisi tetap seimbang (Novia dkk, 2017).

Penanganan yang diberikan pada vertigo selama ini dapat dilakukan

dengan farmakologi, non-farmakologi maupun operasi. Pada farmakologi,

penderita biasanya akan diberikan golongan antihistamin dan benzodiazepine.

Salah satu terapi non farmakologi menggunakan pendekatan teori

keperawatan yang dapat diberikan perawat untuk membantu pasien yang

mengalami gangguan keseimbangan dan risiko jatuh pada kasus BPPV adalah

teknik manuver brandt daroff (Hastuti, 2017).


4

Penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningsih, dkk (2015)

menjelaskan bahwa dengan melakukan latihan Brandt Daroff dan modifikasi

manuver empley pada vertigo posisi paroksismal jinak dapat menjaga

keseimbangan tubuh, artinya dengan latihan gerak brandt daroff dan

modifikasi manuver empley dapat meningkatkan efek adaptasi dan habituasi

sistem vestibular, dan pengulangan yang lebih sering pada latihan tersebut

berpengaruh dalam proses adaptasi pada tingkat integrasi sensori yang menata

keseimbangan tubuh. Latihan Brandt Daroff merupakan latihan fisik yang

bertujuan untuk melakukan habituasi terhadap system vestibuler sentral.

Selain itu, sebagian ahli berpendapat bahwa gerakan pada latihan Brandt

Daroff dapat melepaskan otokonia dari kupula berdasarkan teori

cupulolithiasis

Penelitian yang dilakukan oleh Victorya, dkk (2016), yang meneliti

tentang vertigo perifer pada wanita usia 52 tahun dengan hipertensi tidak

terkontrol, penelitian ini menjelaskan bahwa pada pemeriksaan fisik

didapatkan kesadaran komposmentis dan tampak sakit sedang, pasien merasa

lingkungan di sekitarnya berputar, klien terasa keluhan bertambah berat saat

berubah posisi dari tidur ke bangun dan lebih enak jika ia memejamkan mata,

keluhan ini juga disertai mual dan muntah. Dalam penelitian ini dijelaskan

bahwa tatalaksana yang diberikan pada pasien berupa tirah baring,

pemantauan tanda vital, infus ringer lactat 15 tetes/menit, dan injeksi

ranitidin.
5

Penelitian yang dilakukan Ferdiansah (2018), CRT dan latihan Brandt

Daroff yang dilakukan dua hari setelah CRT. Hasil penelitian ini menunjukkan

(65%) mengalami kesembuhan pada pemeriksaan satu minggu setelah terapi

CRT. Latihan Brandt Daroff merupakan latihan fisik yang bertujuan untuk

melepaskan otokonia yang diduga melekat pada kupula dan habituasi pada

sistem vestibuler sentral sehingga timbul kompensasi.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 11

November 2020 diketahui bahwa peneliti menemukan 23 sampel orang

dengan vertigo yang dibuktikan dengan catatan medis. Hasil wawancara

diketahui bahwa keluhan yang sering dialami 11 lansia yaitu ketika mau

bangun tidur sering pusing-pusing dan seakan-akan bumi ini berputar, dan 7

lansia menyatakan bahwa ketika pusing-pusing seperti benda-benda di

sekitarnya berputar disertai mual dan kadang-kadang muntah. Hal ini berarti

lansia tersebut telah terkena vertigo. Usaha-usaha yang selama ini dilakukan

untuk mengurangi keseimbangan kepala adalah dengan memejamkan mata,

dengan tidur sejenak dan menggerak-gerakkan tubuh ke kanan dan ke kiri.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Pengaruh Latihan Brandt Daroff Terhadap

Keseimbangan Tubuh pada Lansia dengan Vertigo di Panti Sosial Tresna

Wredha Jara Mara Pati Singaraja”.


6

1.2 Rumusan Masalah

Latihan Brandt Daroff merupakan latihan fisik yang bertujuan untuk

melakukan habituasi terhadap system vestibuler sentral. Selain itu, sebagian

ahli berpendapat bahwa gerakan pada latihan Brandt Daroff dapat melepaskan

otokonia dari kupula berdasarkan teori cupulolithiasis. Untuk mengatasi hal

tersebut, latihan brandt daroff pada lansia dengan keluhan vertigo perlu

dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti merumuskan

masalah bahwa “Apakah ada pengaruh latihan brandt daroff terhadap

keseimbangan tubuh pada lansia dengan Vertigo di Panti Sosial Tresna

Wredha Jara Mara Pati Singaraja?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh latihan

brandt daroff terhadap keseimbangan tubuh pada lansia dengan vertigo

di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan Khusus dari penelitian ini antara lain:

1. Mendeskripsikan karakteristik lansia dengan vertigo di Panti

Wredha Dharma Bhakti Wonogiri, yaitu jenis kelamin dan umur di

Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja.

2. Mendiskripsikan keseimbangan tubuh sebelum diberikan latihan

brandt daroff pada lansia dengan vertigo di Panti Sosial Tresna

Wredha Jara Mara Pati Singaraja.


7

3. Mendiskripsikan keseimbangan tubuh sesudah diberikan latihan

brandt daroff pada lansia dengan vertigo di Panti Sosial Tresna

Wredha Jara Mara Pati Singaraja.

4. Menganalisis pengaruh latihan brandt daroff terhadap

keseimbangan tubuh pada lansia dengan vertigo di Panti Sosial

Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Pasien

Hasil penelitan diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

penderita vertigo dalam melakukan terapi berupa latihan brandt daroff

terhadap keseimbangan tubuh pada lansia dengan vertigo di Panti Sosial

Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja.

1.4.2 Bagi Perawat

Keperawatan sebagai profesi perlu mengembangkan latihan teknik

brandt daroff sebagai salah satu terapi non farmakologi serta bersama-

sama dengan institusi pelayanan kesehatan mencoba melaksanakan terapi

dengan latihan brandt droff sebagai landasan keilmuan terkait dampak

penuaan dan vertigo.

1.4.3 Bagi Panti Wreda Dharma Bhakti Wonogiri

Hasil penelitan diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk

meningkatkan pelayanan kesehatan lansia dengan vertigo dengan


8

melakukan tindakan non farmakologi yaitu berupa latihan brandt daroff

untuk meningkatkan keseimbangan tubuh.

1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan

Dijadikan sebagai bahan bacaan dan referensi guna meningkatkan

mutu pendidikan terutama berkenaan dengan penatalaksanaan vertigo serta

tindakannya khususnya dengan latihan brandt daroff dalam rangka

meningkatkan keseimbangan tubuh pada lansia yang terindikasi vertigo.

1.4.5 Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan yang kuat untuk

penelitian-penelitian berikutnya terkait efektivitas latihan brandt daroff

sebagai usaha untuk menjaga keseimbangan pada lansia vertigo dengan

tindakan lain yang dapat meningkatkan keseimbangan tubuh pada lansia

dengan teknik non farmokologi lain seperti aktivitas fisik danlatihan gerak

lain selain latihan brandt daroff.

1.4.6 Bagi Peneliti

Dijadikan sebagai media atau sarana dalam menerapkan ilmu yang

didapatkan dari hasil studi untuk diaplikasikan di dunia nyata keperawatan

khususnya keperawatan non farmakologi yaitu tindakan latihan brandt

daroff untuk meningkatkan keseimbangan tubuh lansia dengan vertigo.

.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Lansia

1. Pengertian Lansia

Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I

pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang

mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas (Azizah, 2011).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO/World Health Organization)

merumuskan batasan lanjut usia sebagai berikut: 1) Usia pertengahan

(middle age) yaitu antara usia 45 – 59 tahun; 2) Lanjut usia (elderly)

yaitu antara usia 60 – 74 tahun; 3) Lanjut usia tua (old) yaitu antara

usia 75 – 90 tahun; 4) Usia sangat tua (very old) yaitu di atas usia 90

tahun (Hardywinoto, 2012).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan lansia adalah

lanjut usia dengan rentang umur 45 – 90 tahun.

2. Perubahan yang terjadi pada Lansia

Menurut Azizah (2011), semakin bertambahnya umur manusia

terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada

perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik

tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual. Perubahan-perubahan

yang terjadi pada lansia, yaitu:

9
10

a. Perubahan fisik

1) Sistem indera

Perubahan sistem penglihatan pada lansia erat kaitannya

dengan presbiopi. Lensa kehilngan elastisitas dan kaku otot

penyangga lensa lemah, ketajaman penglihatan dan daya

akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang, penggunaan

kacamata dan sistem penerangan yang baik dapat digunakan.

Sistem integumen karena hilangnya kemampuan atau daa

pendengaran pada telinga dalam terutama tehadap bunyi suara

atau nada-nada yang tinggi suara yang tidak jelas, sulit

dimengerti kata-kata 50% terjadi pada usia di atas 60 tahun.

2) Sistem musculoskeletal

Jaringan penghubung (kolagen dan elastin), kolagen sebagai

pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago dan

jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan

yang tidak teratur Kartilago, pada persendian lunak dan

mengalami granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi

rata kemudian kemampuan kartilago untuk regenerasi

berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah

kongestif. Berkurangnya kepadatan tulang setelah observasi

adalah bagian dari penuaan fisiologis. Perubahan struktur otot

pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah dan ukuran

serabut otot, peningaktan jaringan penghubung dan jaringan

lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Dampak

perubahan morfologis pada otot adalah penurunan kekuatan,


11

penurunan fleksibilitas. Sendi pada lansia jaringan ikat sekitar

sendi seperti tendon, ligament dan fasia mengalami penurunan

elektabilitas.

3) Sistem kardiovaskuler dan respirasi

Masa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi

dan kemampan peregangan jantung berkurang karena

perubahan pada jaringan ikat. Sistem respirasi pada penuaan

terjadi perubahan jaringan ikat paru.

4) Pencernaan dan metabolism

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan seperti

penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata.

Kehilangan gigi, penyeba utama adalah periodental yang bisa

terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan

gigi yang buruk dan gizi yang buruk.

5) Sistem perkemihan

Sistem perkemihan terjadi perubahan yan signifikan. Banyak

fungsi yang mengalami kemuduran. Contohnya laju filtrasi,

ekskresi dan reabsorbsi oleh ginjal.

6) Sistem saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi yang atrofi

yang progresif pada serabut saraf lansia.

7) Sistem reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutna

ovari dan uterus.


12

b. Perubahan mental

Perubahan mental lansia dapat berupa perubahan sikap yang

semakin egosentrik, mudah curiga, dan bertambah pelit atau tamak

bila memiliki sesuatu. Lansia mengharapkan tetap diberi peranan

dalam masyarakat. Sikap umum yang ditemukan pada hampir

setiap lansia yaitu keinginan untuk berumur panjang. Jika

meninggal pun, mereka ingin meninggal secara terhormat dan

masuk surga. Faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu

perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan

dan lingkungan.

c. Perubahan psikososial

Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dikaitkan

dengan peranan dalam pekerjaan. Bila mengalami pensiun,

seseorang akan mengalami kehilangan, yaitu kehilangan finansial,

kehilangan status, kehilangan teman dan kehilangan pekerjaan.

Perubahan psikososial yang dialami lansia seperti : pensiunan, pada

masa pensiunan akan mengalami kehilangan-kehilangan antara

lain:

1) Kehilangan finansial, kehilangan materi karena sudah tidak bisa

bekerja lagi.

2) Kehilangan status, yang dulunya punya jabatan dan lengkap

dengan fasilitasnya, sekarang sudah hilang karena sudah tidak

bekerja lagi.
13

3) Kehilangan teman atau relasi, semasa masih bekerja

mempunyai banyak teman dan relasi, karena faktor usia yang

sudah tua, jadi tidak mungkin untuk bekerja sehingga otomatis

semuanya hilang.

1) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan, faktor usia yang sudah

lanjut tidak mungkin lagi bisa bekerja di perusahaan atau

tempat lainnya, karena keterbatasan tenaga dan pikiran.

2) Perubahan dalam cara hidup, memasuki rumah perawatan

bergerak lebih sempit

3) Perubahan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan

(kesusahan ekonomi) akibat meningkatnya biaya hidup

4) Gangguan saraf panca indera, sehingga timbul kebutaan dan

ketulian

5) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan sehingga ekonomi

menjadi masalah.

2.1.2 Vertigo

1. Pengertian Vertigo

Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin,

vertere, yang berarti memutar. Secara umum, vertigo dikenal sebagai

ilusi bergerak atau halusinasi gerakan. Vertigo ditemukan dalam bentuk

keluhan berupa rasa berputar – putar atau rasa bergerak dari lingkungan

sekitar (vertigo sirkuler) namun kadang – kadang ditemukan juga

keluhan berupa rasa didorong atau ditarik menjauhi bidang vertikal

(vertikal linier) (Setiawati, 2016).


14

Vertigo sesuai dengan akar katanya, dari bahasa Yunani „vetere‟,

yang berarti berputar, vertigo mengacu pada adanya sensasi di mana

penderitanya merasa bergerak atau perputar, puyeng, atau merasa

seolah-olah benda-benda di sekitar penderita bergerak atau berputar.

Biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo

dapat berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai

beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang-kadang merasa lebih baik

jika berbaring, tetapi vertigo dapat terus berlanjut meskipun

penderitanya tidak bergerak sama sekali (Fransisca, 2013).

2. Etiologi vertigo

Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat

keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi

tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf

pusat. Pada anamnesis ditanyakan bentuk vertigonya (apakah melayang,

goyang, berputar tujuh keliling, rasa seperti naik perahu, dan

sebagainya), keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo

(perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan dan ketegangan), profil

waktu (apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul,

paroksismal, kronik, progresif, atau membaik). Pada anamnesis juga

ditanyakan apakah ada gangguan pendengaran yang biasanya menyertai

atau ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis, penggunaan

obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan

lain-lain yang diketahui ototoksik atau vestibulotoksik, dan adanya

penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi,


15

hipotensi, penyakit paru dan kemungkinan trauma akustik (Setiawati,

2016).

Sutarni, dkk (2012) menjelakan penyebab umum vertigo antara

lain:

a. Keadaan lingkungan : Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)

b. Obat-obatan : Alkohol, Gentamisin

c. Kelainan sirkulasi :Transient ischemic attack (gangguan fungsi

otak sementara karena berkurangnya aliran darah ke salah satu

bagian otak) pada arteri vertebral dan arteri basiler

d. Kelainan di telinga:

1) Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam

telinga bagian dalam (menyebabkan benign paroxysmal

positional vertigo)

2) Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri

3) Herpes zoster

4) Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)

5) Peradangan saraf vestibuler

e. Kelainan neurologis

1) Sklerosis multiple

2) Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin,

persarafannya atau keduanya

3) Tumor otak

4) Tumor yang menekan saraf vestibularis.

3. Patofisiologi Vertigo
16

Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat

keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi

tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf

pusat. Jusuf (2014), menjelaskan bahwa ada beberapa teori yang dapat

menerangkan terjadinya vertigo, yaitu:

a. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan

menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya

terganggu akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan

muntah.

b. Teori Konflik Sensorik

Dalam keadaan normal, informasi untuk alat keseimbangan

tubuh ditangkap oleh tiga jenis reseptor, yaitu reseptor vestibuler,

penglihatan, dan propioseptik. Menurut teori ini terjadi

ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai

reseptor sensorik perifer yaitu antara mata, vestibulum dan

proprioseptik, atau ketidak-seimbangan masukan sensorik dari sisi

kiri dan kanan.

Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik

di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus

(usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan

vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal

dari sensasi kortikal).


17

c. Teori neural mismatch

Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik.

Menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola

gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan

yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan,

timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang

baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme

adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.

d. Teori Otonomik

Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom

sebagai usaha adaptasi gerakan atau perubahan posisi gejala klinis

timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika

sistim parasimpatis mulai berperan.

e. Teori Sinap

Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau

peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler

yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang

gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF

(Corticotropin Releasing Factor). Peningkatan kadar CRF

selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang

selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya

aktivitas sistem saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan

gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal

serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang


18

menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat

akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

4. Diagnosis Vertigo

Fransisca (2013) menjelaskan bahwa dalam mendiagnosis vertigo

dapat dilakukan beberapa hal, meliputi :

a. Sebelum memulai pengobatan, harus ditentukan sifat dan penyebab

vertigo.

b. Gerakan mata abnormal menunjukkan adanya kelainan fungsi di

telinga bagian dalam atau saraf yang menghubungkan dengan otak.

c. Nistagmus atau juling adalah gerakan mata yang cepat dari kiri ke

kanan atau dari atas ke bawah. Arah gerakan tersebut dapat

membantu dalam menegakkan diagnosis. Nistagmus dapat

dirangsang dengan menggerakkan kepala penderita secara tiba-tiba

atau dengan meneteskan air dingin kedalam lubang telinga.

d. Untuk menguji keseimbangan, penderita diminta berdiri dan

kemudian berjalan dengan satu garis lurus, awalnya dengan mata

terbuka, kemudian dengan mata tertutup.

e. Tes pendengaran kerap kali dapat menentukan ada/tidaknya

kelainan telingan yang mempengaruhi keseimbangan dan

pendengaran.

f. Pemeriksaan lainnya adalah dengan CT-scan atau MRI kepala yang

dapat menunjukkan kelainan tulang atau tumor yang menekan saraf.

g. Jika ada dugaan dapat suatu infeksi, bias diambil contoh cairan dari

telingan atau sinus, atau dari tulang belakang (pungsi lumbal).


19

h. Jika ada dugaan terdapat penurunan aliran darah ke otak, dilakukan

pemeriksaan angiogram untuk melihat ada/atau tidaknya sumbatan

pada pembuluh darah yang menuju otak.

5. Klasifikasi Vertigo

Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu :

a. Berdasarkan Penyebabnya

Israr (2008) menjelaskan bahwa ada beberapa jenis vertigo

berdasarkan penyebabnya, yaitu:

1) Vertigo epileptica yaitu pusing yang mengiringi atau terjadi

sesudah serangan ayan.

2) Vertigo laringea yaitu pusing karena serangan batuk.

3) Vertigo nocturna yaitu rasa seolah – olah akan terjatuh pada

permulaan tidur.

4) Vertigo ocularis yaitu pusing karena penyakit mata khususnya

karena kelumpuhan atau ketidakseimbangan kegiatan otot –

otot bola mata,

5) Vertigo rotatoria yaitu pusing seolah – olah semua disekitar

badan berputar–putar.

1. Berdasarkan Saluran Vestibular

Israr (2008) menjelaskan bahwa vertigo diklasifikasikan menjadi

dua kategori berdasarkan saluran vestibular yang mengalami

kerusakan, yaitu vertigo periferaldanvertigo sentral. Saluran vestibular

adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa


20

mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga

keseimbangan.

a. Vertigo periferalterjadi jika terdapat gangguan di saluran yang

disebut kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang

bertugas mengontrol keseimbangan.Gangguan kesehatan yang

berhubungan dengan vertigo periferal antara lain penyakit penyakit

seperti benign parozysmal positional vertigo (gangguan akibat

kesalahan pengiriman pesan), penyakit meniere (gangguan

keseimbangan yang sering kali menyebabkan hilang pendengaran),

vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel saraf keseimbangan),

dan labyrinthitis (radang di bagian dalam pendengaran).

Etiologi dari vertigo perifer diantaranya:

1) Telinga bagian luar : serumen, benda asing

2) Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media

purulenta akuta, otitis media dengan efusi, labirintitis,

kolesteatoma, rudapaksa dengan perdarahan

3) Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma,

serangan vaskular, alergi, hidrops labirin (morbus meniere),

mabuk gerakan, vertigo postural.

4) Nervus VIII. : infeksi, trauma, tumor

5) Inti Vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteria

serebeli posterior inferior, tumor, sklerosis multipleks (Pirawati

dan Siboe, 2009).


21

b. Vertigo sentralterjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam

otak, khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah

percabangan otak dan serebelum (otak kecil).

6. Penatalaksanaan Vertigo

Penatalaksanaan vertigo menurut Kusumaningsih (2015), yaitu

a. Non-Farmakologi

Tatalaksana non farmakologi dapat dilakukan dengan

pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel / Particle

Repositioning Maneuver (PRM) yang dapat secara efektif

menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup,

dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-

manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%. Efek samping

yang dapat terjadi dari melakukan manuver seperti mual, muntah,

vertigo, dan nistagmus. Hal ini terjadi karena adanya debris otolitith

yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit

misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah

melakukan manuver hendaknya pasien tetap berada pada posisi

duduk minimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh. Tujuan

dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel

ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus.

b. Farmakologi

Penatalaksanaan farmakologi untuk tidak secara rutin

dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka

pendek untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat


22

yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan

terapi PRM. Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga

pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah golongan

benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan antihistamine

(meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat mengurangi

sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada

kondisi vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek supresif

pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah

karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine

dan antihistamine dapat mengganggu kompensasi sentral pada

kerusakan vestibular sehingga penggunaannya diminimalkan.

c. Operasi

Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi

kronik dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat,

bahkan setelah melakukan manuver-manuver yang telah disebutkan

di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk melakukan operasi

adalah pada intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis

penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa. Terdapat

dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih,

yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan

oklusi kanal posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik

dengan oklusi karena teknik neurectomi mempunyai risiko

kehilangan pendengaran yang tinggi.


23

2.1.3 Keseimbangan Tubuh

1. Pengertian

Keseimbangan adalah proses pengaturan yang kompleks untuk

mempertahankan posisi, penyesuaian tubuh dalam beraktivitas dan

berespon terhadap gangguan dari luar (Berg, 1989 dalam Piotrowski,

2014).

Keseimbangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia

agar dapat hidup mandiri. Keseimbangan adalah istilah umum yang

menjelaskan kedinamisan postur tubuh untuk mencegah seseorang

terjatuh. Secara garis besar keseimbangan dapat diartikan sebagai

kemampuan untuk mengontrol pusat massa tubuh atau pusat gravitasi

terhadap titik atau bidang tumpu, maupun kemampuan untuk berdiri

tegak dengan dua kaki penting dalam diri seseorang dan sebagai

prekursor untuk inisiasi kegiatan lain hidup sehari-hari, terutama bagi

manula (Risangditya, 2016).

Pengertian keseimbangan di atas, dapat disimpulkan bahwa

keseimbangan adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan

posisi tubuhnya saat melakukan berbagai aktivitas dan dapat

mengantisipasi apabila terjadi pergerakan dari basis penyangga tubuh.

2. Macam-macam Keseimbangan

a. Keseimbangan Statis

Keseimbangan statis yang merupakan kemampuan untuk

mempertahankan posisi tubuh dimana Center of Gravity (COG)

tidak berubah atau menjaga kesetimbangan pada posisi tetap.


24

Contoh keseimbangan statis saat berdiri dengan satu kaki

menggunakan papan keseimbangan,

b. Keseimbangan Dinamis

Keseimbangan dinamis tubuh merupakan suatu kemampuan

untuk mempertahankan keseimbangan ketika bergerak.

Keseimbangan dinamis adalah pemeliharaan pada tubuh

melakukan gerakan atau saat berdiri pada landasan yang bergerak

(dynamic standing) yang akan menempatkan ke dalam kondisi

yang tidak stabil. Keseimbangan merupakan interaksi yang

kempleks dari integrasi sistem sensorik (vestibular, visual, dan

somatosensorik termasuk proprioceptor) dan muskuloskleletal

(otot, sendi, dan jaringan lunak lain) yang dimodifikasi atau diatur

dalam otak (control motoric, sensorik, basal ganglia, cerebellum,

area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi internal

dan eksternal. Dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti usia,

motivasi, kondisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh obat dan

pengalaman tedahulu (Mekayanti, dkk, 2015):

3. Tes Keseimbangan

Terdapat banyak tes untuk menguji keseimbangan baik statis

maupun dinamis, salah satu tes tersebut adalah Standing Stork Test

(SST). Standing Stork Test atau yang biasa disebut one leg stand

(berdiri dengan satu kaki) adalah alat ukur untuk mengetes

kemampuan keseimbangan statik atlet saat berdiri satu kaki dengan

mata tertutup. Untuk tes keseimbangan fungsional Standing Stork Test


25

umumnya dipakai sebagai gold standart dibandingkan test

keseimbangan lainnya pada usia 15-30 tahun seseorang mampu berdiri

dengan satu kaki dengan rata-rata tertinggi 26-39 detik. Subjek

memulai Standing Stork Test dengan berdiri secara nyaman dengan

dua kaki dengan tangan di pinggang dan diinstruksikan untuk

mengangkat satu kaki dan meletakkan jari kaki di kaki yang diangkat

tersebut pada lutut kaki sebelahnya. Subjek kemudian diminta untuk

mengangkat tumit dan berjinjit jika diperintah. Penghitung waktu

dijalankan ketika subjek mulai berjinjit. Penghitung waktu dihentikan

jika salah satu atau kedua tangan terlepas dari pinggang, kaki

penopang bergeser atau berpindah ke arah manapun, kaki yang tidak

menopang terlepas dari lutut kaki penopang, maupun bila tumit kaki

penopang menyentuh tanah. Tes ini dilakukan sebanyak 3 kali untuk

mendapatkan nilai rata-rata dan meminimalisir terjadinya kesalahan

(Risangdiptya, 2016).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan

Menurut Risangdiptya (2016), Faktor-faktor yang

mempengaruhi keseimbangan, yaitu:

a. Usia

Letak titik berat tubuh berkaitan dengan pertambahan usia. Pada

anakanak letaknya lebih tinggi karena ukuran kepala anak relatif

lebih besar dari kakinya yang lebih kecil. Keadaan ini akan

berpengaruh pada keseimbangan tubuh, dimana semakin rendah


26

letak titik berat terhadap bidang tumpu akan semakin mantap atau

stabil posisi tubuh.25

b. Jenis Kelamin

Meski banyak sumber yang menyatakan bahwa jenis kelamin tidak

berpengaruh pada keseimbangan, ada yang harus dipertimbangkan

terkait pengaruh jenis kelamin pada keseimbangan. Perbedaan

keseimbangan tubuh berdasarkan jenis kelamin antara pria dan

wanita disebabkan oleh adanya perbedaan letak titik berat. Pada

pria letaknya kira-kira 56% dari tinggi badannya sedangkan pada

wanita letaknya kira-kira 55% dari tinggi badannya. Pada wanita

letak titik beratnya rendah karena panggul dan paha wanita relatif

lebih berat dan tungkainya pendek.

c. Kekuatan Otot

Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau grup otot menghasilkan

tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis

maupun secara statis. Kekuatan otot dihasilkan oleh kontraksi otot

yang maksimal. Otot yang kuat merupakan otot yang dapat

berkontraksi dan relaksasi dengan baik, jika otot kuat maka

keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik

seperti berjalan, lari, bekerja ke kantor, dan lain sebagainya.13

d. Index Massa Tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh merupakan alat atau cara yang sederhana untuk

memantau status gizi orang dewasa. IMT tidak bisa digunakan


27

untuk anak-anak, bayi baru lahir, dan wanita hamil khususnya yang

berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.

e. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah suatu gerakan fisik yang dapat menyebabkan

terjadinya kontraksi otot. Aktivitas fisik dapat meningkatkan

kebugaran jasmani, koordinasi, kekuatan otot yang berdampak

pada perbaikan keseimbangan tubuh.

2.14 Terapi Rehabilitasi pada Pasien Vertigo

Tujuan terapi mi adalah untuk menimbulkan dan meningkatkan

kompensasi sentral dan habituasi pada pasien dengan gangguan vestibular.

Mekanisme kerja terapi ini adalah melalui :

1. Substitusi Sentral oleh sistem visual dan somatosensori untuk fungsi

vestibular yang terganggu.

2. Mengaktifkan kendali pada tonus inti vestibular oleh sereblum, sistem

visual, dan somatsensori.

3. Menimbulkan habituasi, yaitu berkurangnya respon terhadap stimulasi

sensorik yang diberikan berulang-ulang.

Untuk terapi rehabilitatif ini, penderita diberikan latihan yang

disebut latihan vestibular (Vestibular Exercise) :

1. Metode Brandt-Daroff

Latihan vestibular untuk pengobatan Benign Paroxysmal

Positional Vertigo (BPPV) caranya adalah pasien duduk tegak di tepi

tempat tidur dengan kaki tergantung. Lalu tutup kedua mata dan
28

berbaring dengan cepat pada salah satu sisi tubuh selama 30 detik,

kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik, baringkan tubuh lain

ke sisi lain dengan cara yang sama, tunggu 30 detik, setelah itu duduk

tegak kembali. Lakukan latihan ini 5 kali pada pagi hari dan 5 kali pada

malam hari sampai 2 hari berturut-turut tidak timbul vertigo lagi

(Kurniati, 2017).

Gambar 2.1 Terapi Metode Brandt-Daroff (Sutarni, dkk, 2016)

Pada penderita gangguan vestibular lain selain BPPV, setelah

lewat fase akut, dimana rasa mual dan muntahnya sudah menghilang,

diberikan latihan vestibular lain, diantaranya :


29

2. Latihan Visual-Vestibular

a. Pada pasien yang harus berbaring :

1) Melirik ke atas, ke bawah, ke samping kanan, ke samping kiri.

Selanjutnya gerakan serupa sambil menatap jari yang digerakkan

pada jarak 30 cm, mula-mula gerakkannya lambat, makin lama

makin cepat.

2) Gerakkan kepala fleksi dan ekstensi, makin lama makin cepat.

Lalu diulangi dengan mata tertutup. Setelah itu, gerakkan

kepala ke kiri dan ke kanan dengan urutan yang sama. b. Untuk

pasien yang sudah bisa duduk :

1) Gerakkan kepala dengan cepat ke atas dan ke bawah, seperti

sedang manggut, sebanyak 5 kali, lalu tunggu 10 detik atau lebih

lama sampai vertigo menghilang. Ulangi latihan tersebut

sebanyak 5 kali.

2) Gerakkan kepala menatap ke kiri atau ke kanan atas selama 30

detik, kembali ke posisi biasa selama 30 detik, lalu menatap ke

atas sisi lain selama 30 detik dan seterusnya. Ulangi latihan

sebanyak 3 kali.

3) Sambil duduk membungkuk dan mengambil benda yang

diletakkan di lantai.

b. Untuk pasien yang sudah bisa berdiri (berjalan) :

1) Sambil berdiri gerakkan mata, kepala seperti pada latihan a-a), a-

b), b-a), dan b-b).

2) Duduk di kursi lalu berdiri dengan mata terbuka dan tertutup.


30

3. Latihan berjalan (Gait Exercise)

a. Jalan menyebrang ruangan dengan mata terbuka dan tertutup

bergantian.

b. Berjalan tandem dengan mata terbuka dan tertutup bergantian. Lalu

jalan tandem dengan kepala menghadap ke atas.

c. Jalan turun-naik pada lantai miring atau undakan dengan mata

terbuka dan tertutup bergantian.

d. Jalan mengelilingi seseorang sambil melempar bola dengannya.

e. Physical conditioning dengan melakukan olahraga bowling, basket,

jogging, dan rowing.


31

2.2. Kerangka Teori

Secara skematis kerangka teori dalam penelitian ini dapat digambarkan

sebagai berikut :
Perubahan fisik pada lansia:
1. Sistem persarafan
2. Sistem pendengaran
3. Sistem penglihatan
4. Sistem kardiovaskuler
5. Sistem pernapasan
6. Sistem genitourinaria
7. Sistem integumen

LANSIA Vertigo

Penanganan
Vertigo

Non Farmakologis pada lansia penderita Vertigo: Farmakologi :


1. Menurunkan berat badan apabila terjadi
berlebihan 1. Deuretik
2. Mengurangi asupan lemak jenuh dan 2. Vasodilator
megurangi konsumsi garam natrium
3. Membatasi alkohol dan berhenti merokok.
4. Latihan fisik (Brandt Daroff).

Keseimbangan
Tubuh

Faktor yang mempengaruhi


keseimbangan:
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Kekuatan Otot
d. Index Massa Tubuh (IMT)
Keterangan : e. Aktivitas Fisik
: Yang diteliti
: Yang tidak diteliti

Gambar 2.2. Kerangka Teori


Sumber: Triyanto (2014) dan Marya (2013) dan Risandiptya (2016)
32

2.3. Kerangka konsep

Berdasarkan kerangka teori di atas maka dapat digambarkan kerangka

konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Keseimbangan Tubuh
Brandt Daroff lansia dengan vertigo

Gambar 2.2.
Kerangka Konsep

2.4. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari penelitian, patokan duga, atau

dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian

(Notoatmodjo, 2010). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ho : Brandt Daroff tidak berpengaruh terhadap keseimbangan tubuh pada

lansia dengan vertigo di Panti Wredha Wonogiri.

Ha : Brandt Daroff berpengaruh terhadap keseimbangan tubuh pada lansia

dengan vertigo di Panti Wredha Wonogiri.

2.5. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, belum pernah ditemukan

pada penelitian yang sama, namun ada beberapa penelitian terdahulu yang

dapat dijadikan acuan, hal ini dapat disajikan dalam Tabel 2.1 berikut.
33

Tabel 2.1.
Keaslian Penelitian
No Nama Judul Metode Hasil Perbedaan
Peneliti
1. Kusuma Pengaruh Desain yang di- Terdapat Pada penelitian
ningsih, latihan gunakan kuasi perbaikan terdahulu menggu-
dkk Brandt eksperimen bermakna nakan modifikasi
(2015). Daroff dan pada 23 subjek nilai SSS yang manufer empley
modifikasi VPPJ yang lebih cepat sebagai variabel
diperoleh secara pada
manuver independen, namun
consecutive kelompok
empley sampling, secara yang diberi pada penelitian saat
pada vertigo random dibagi latihan ini hanya
posisi menjadi dua brandt daroff menggunakan latihan
paroksismal kelompok yaitu dibanding brandt daroff,
jinak. kelompok BD dengan adapun variabel
(n=12) dan kelompok dependennya adalah
kelompok MME MME (p- keseimbangan
(n=11) untuk value= penderita vertigo.
latihan mandiri 0,000).
di rumah. Nilai
Symptoms
Severity Score
(SSS) dianalisis
menggunakan
uji McNemar dan
nilai posturografi
dianalisis dengan
uji t berpasang.
2. Victorya, Vertigo Desain Hasil Pada penelitian
dkk Perifer pada penelitian studi penelitain: terdahulu
(2016) wanita usia kasus. Populasi Diagnosis jensipeneltian studi
52 tahun hanya pada vertigo perifer kasus pada lansia
dengan wanita usia 52 juga hipertensi usia 52 tahun
grade 1 dan
hipertensi tahun. Alat sedangkan pada
intervensi yang
tidak analisis dengan dilakukan pada penelitian saat ini
terkontrol. deskriptif kasus ini telah dengan jenis quasy
kuantitatfi dan sesuai dengan eksperimen. Adapun
kualitatif. beberapa analisis datanya
literatur. pada penelitan
Penatalaksana- terdahulu dengan
an vertigo dan studi kasus dengan
hipertensi analisis kuantitatif
dapat berupa dan kualitatif.
penatalaksana-
Adapun pada
an umum dan
medikamento- penelitian saat ini
sa yang disesu- dengan uji paired
aikan dengan simple t-test.
keadaan
pasien.
34

3. Herlina, Efektifitas Desain Hasil Pada penelitian


Andika, latihan penelitian quasy penelitian terdahulu melakukan
Ibrahim, brandt experiment. menunjukkan latihan brandt daroff
dan daroff Rancangan ada perbedaan sebagai variabel
Nofia terhadap penelitian pretest bermakna pada independen, namun
(2016) kejadian and post test latihan brandt pada penelitian saat
vertigo pada group design daroff yang ini variabel
subjek kontrol. Sampel deberikan dependen
penderita 24 orang. Teknik untuk menu- menggunakan
vertigo. analisis data runkan gang- variabel
dengan uji t-test. guan keseim- keseimbangan tubuh
bangan pende- pada lansia dengan
rita vertigo vertigo.
dengan nilai
(p<0,05).

4. Farida Pengaruh Desain Hasil uji Pada penelitian


(2017) brandt penelitian quasy statistik terdahulu meng-
daroff experiment. menunjuk- gunakan latihan
exercise Rancangan kan p-value brandt daroff
terhadap penelitian pretest 0,007<0,05 penagruhnya
Keluhan and post test maka Ho terhadap keluhan
Pusing pada group design ditolak pusing sebagai
Lanjut Usia tanpa kelompok artinya bahwa variabel independen
dengan kontrol. Sampel ada pengaruh dan dependen,
Vertigo. 21 orang. Teknik brandt daroff namun pada
analisis data exercise ter- penelitian saat ini
dengan Wilcoxon hadap menggunakan
test. keluhan variabel brandt
pusing pada daroff pengaruhnya
lanjut usia terhadap keseim-
dengan bangan lansia
vertigo. dengan vertigo.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian pre eksperimental dengan

rancangan penelitian One Group Pretest-Postest Design yaitu sebelum

dilakukan perlakuan, peneliti melakukan observasi yang pertama (pretest)

(Sugiyono, 2010) yaitu untuk mengetahui pengaruh brandt daroff terhadap

keseimbangan tubuh pada lansia vertigo di Panti Wreda Dharma Bhekti

Wonogiri. Pre dan post test design digunakan karena adanya

pengukuran/penilaian terlebih dahulu sebelum diberikan treatment dan

penilaian ulang setelah diberikan treatment, sehingga sudah bisa mencari

selisih antara sebelum dan sesudah percobaan/ treatment (Setiadi, 2010).

Pretest X Posttest
01 X 02

Gambar 3.1. Desain Penelitian

Keterangan :

01 : Pengukuran keseimbangan tubuh sebelum dilakukan brandt daroff

X : Tindakan brandt daroff

02 : Pengukuran keseimbangan tubuh sesudah dilakukan brandt daroff

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati

Singaraja.

34
36

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2020.

3.3 Populasi, Sampel, dan Sampling

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti

(Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia di

Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja yaitu sebanyak 23

orang, adapun dari sejumlah tersebut diambil lansia yang mempunyai

keluhan vertigo.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang dapat digunakan

sebagai subyek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2013). Sampel

adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut (Sugiyono, 2010). Besar sampel dalam penelitian ditentukan

berdasarkan besar kecilnya jumlah populasi. Menurut Arikunto (2010),

apabila jumlah populasi kurang dari 100 maka sebaiknya diambil semua.

Oleh karena jumlah populasi kurang dari 100 maka ditentukan jumlah

sampel sebanyak 23 orang.

3.3.3 Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

total sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan mengambil

seluruh populasi (Setiadi, 2010). Jadi, dalam penelitian ini mengambil


37

seluruh lansia yang mempunyai keluhan seperti tanda dan gejala vertigo

yang ada di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja.

Pertimbangan peneliti harus memenuhi kriteria penelitian, yaitu:

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik subyek penelitian dari suatu target

yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2013). Kriteria inklusi

dalam penelitian ini adalah:

a. Bersedia menjadi responden

b. Lansia yang masih bisa melakukan aktivitas mandiri

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek

yang memenuhi kriteri inklusi dari penelitian karena berbagai sebab

(Nursalam, 2013).

a. Lansia yang menggunakan alat bantu dalam beratktivitas (tongkat

atau kursi roda)

b. Lansia dengan hipertensi

3.4 Variabel Penelitian, definisi operasional dan skala pengukuran

3.4.1 Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan berubahnya nilai dari

variabel terikat dan merupakan variabel bebas, dalam penelitian ini adalah

tindakan brandt daroff.


38

3.4.2 Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang diduga nilainya akan berubah

karena pengaruh dari variabel bebas. Variabel terikat dalam hal ini adalah

keseimbangan tubuh.

3.4.3 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan

bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel,

sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang

akan membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama

(Setiadi, 2014). Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter

yang dijadikan ukuran dalam penelitian, sedangkan cara pengukuran

merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan ditentukan

karakteristiknya. Definisi operasional dalam penelitian ini dapat

dikemukakan dalam tabel berikut :


39

Tabel 3.1. Definisi Operasional Brandt Daroff dan Keseimbangan Tubuh

No Variabel Definisi Operasional Kategori Skala Alat Ukur


1 Latihan Latihan vestibular yang - - Panduan
Brandt Daroff dimulai dari posisi Latihan
duduk di tempat tidur, Brandt Daroff
berbaring dan duduk
kembali yang dilakukan
sebanyak 15 x/hari
yaitu 5 kali pengula-
ngan pada pagi hari, 5
kali pada siang hari, dan
5 kali pada sore malam
hari dengan setiap
waktunya berdurasi (5 x
2 menit = 10 menit).
Pelaksanaan latihan
dilakukan selama 2
minggu.
1 Keseimbangan Keseimbangan tubuh 0 – 56 , yang Interval Alat ukur
tubuh merupakan kemampuan mana skor Skala
untuk mempertahankan lebih tinggi Keseimbanga
posisi tubuh saat menunjukkan n Berg (Berg
aktivitas pada lansia Balance Scale
bahwa
yang diukur (BBS).
dengan menggunakan
keseimbangan
Skala Keseimbangan dinamis
Berg Balance Scale
(BBS).

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

3.5.1 Alat Penelitian

Penelitian ini menggunakan alat penelitian yaitu berupa instrumen

untuk mengukur keseimbangan tubuh yaitu lembar observasi dengan skala

keseimbangan Berg (Berg Balance Scale (BBS), yang terdiri dari 14 item

instrumen dengan penilaian: 0 = Tidak dapat berdiri atau duduk; 1 = dapat

berdiri atau duduk dengan bantuan selama 2 menit; 2 = dapat berdiri atau

duduk tanpa bantuan selama 30 detik; 3 = dapat berdiri atau duduk tanpa

bantuan selama 2 menit dengan pengawasan; dan 4 = dapat berdiri atau

duduk dengan aman selama 2 menit. Pengukuran keseimbangan tubuh


40

dilakukan sebelum dan sesudah diberikan latihan brandt daroff. Brandt

Daroff dipandu oleh peneliti dan dibantu oleh petugas Panti Wredha

Dharma Bhakti Wonogiri.

Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas yang pernah dilakukan

dalam penelitian Maryam (2009), dengan judul “Pengaruh Latihan

Keseimbangan Fisik terhadap Keseimbangan Tubuh Lansia di Panti Sosial

Tresna Werdha Wilayah Pemda DKI Jakarta”, didapatkan hasil uji

validitas dengan pearson product moment dengan nilai rhitung 0,401 - 0,886

lebih besar dari rtabel 0,361 dan uji reliabilitas dengan nilai alpha cronbach

sebesar 0,939 lebih besar dari 0,60, sehingga instrument cukup dapat

dipercaya sebagai alat penelitian.

Selain itu, alat penelitian yang lain adalah Standar Operasional

Prosedur (SOP) terhadap pelaksanaan latihan Brandt Daroff sebagaimana

yang dibuat oleh Kurniati (2017).

3.5.2 Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut:

1. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian dari STIKes

Kusuma Husada Surakarta yang ditujukan ke Kantor Dinas Sosial di

Pati Singaraja.

2. Mengajukan ijin penelitian ke Kantor Dinas Sosial Kabupaten

Wonogiri. Setelah mendapatkan ijin mengantarkan surat tembusan ke

di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja.

3. Peneliti melakukan pendekatan kepada calon responden.

4. Peneliti memberikan penjelasan terkait dengan penelitian yang akan

dilakukan mulai dari maksud dan tujuan, manfaat, langkah-langkah

penelitian.
41

5. Calon responden yang bersedia menjadi responden, untuk menanda-

tangani surat pernyataan yang berisi tentang ketersediaan untuk

menjadi responden.

6. Peneliti melakukan menyampaikan maksud dan tujuan tentang

pelaksanaan latihan brandt daroff.

7. Pemberian latihan brandt daroff dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada

waktu pagi, siang dan malam. Setiap gerakan latihan brandt daroff

dibutuhkan waktu selama 10 menit dan dilakukan pengulangan

sebanyak 5 kali. Latihan brandt daroff dilakukan selama dua minggu,

setelah 2 minggu maka dilakukan pengukurankeseimbangan tubuh.

8. Peneliti memeriksa kelengkapan data yang sudah didapatkan.

9. Peneliti kemudian mengolah hasil data yang sudah didapatkan dari

responden dengan menggunakan program komputer.

3.6 Teknik Pengolahan Data dan analisa data

3.6.1 Teknik pengolahan data

Nursalam (2013) memaparkan bahwa pengolahan data merupakan

salah satu bagian rangkaian kegiatan setelah pengumpulan data. Agar

analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, paling tidak ada

empat tahapan dalam pengolahan data yang peneliti harus lalui yaitu

editing, coding, processing, dan cleaning. Data yang telah dikumpulkan

pada penelitian ini selanjutnya diolah dengan menggunakan program

komputer dengan beberapa tahapan yaitu merekapitulasi hasil penelitian

dari pengukuran keseimbangan tubuh yang diisi oleh peneliti dan petugas

panti kemudian dilakukan:


42

1. Editing

Dilakukan untuk memeriksa ulang kelengkapan pengisian formulir

apakah sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten, yaitu dengan

mengecek kelengkapan instrumen dan data yang sudah dikumpulkan

yaitu mengecek kelengkapan data yang telah dikumpulkan berupa

catatan keseimbangan pretest dan postest

2. Coding

Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi

data berbentuk angka/bilangan Nursalam (2013). Peneliti memberi

kode pada setiap responden untuk memudahkan dalam pengolahan

data dan analisis data. Kegiatan yang dilakukan, setelah data diedit

kemudian diberi kode. Misalnya memberi koding pada jenis kelamin

jika laki-laki diberi kode angka 1 dan jika perempuan diberi kode

angka 2 nilai keseimbangan tubuh pada lansia dengan vertigo dengan

angka 4 jika dapat mengangkat satu kaki secara independen selama >

10 detik, 3 jika dapat mengangkat satu kaki secara independen selama

5-10 detik, 2 jika dapat mengangkat satu kaki secara independen

selama 3-5 detik, 1 jika berusaha mengangkat satu kaki dan tidak dapat

bertahan selama 3 detik tetapi tetap berdiri secara independen dan 0

jika tidak dapat mencoba atau memerlukan bantuan untuk mencegah

jatuh.
43

3. Processing

Setelah semua lebar observasi terisi penuh serta sudah melewati

pengkodean maka langkah peneliti selanjutnya adalah memproses data

agar data yang sudah di-entry dapat dianalisis. Pemrosesan data

dilakukan dengan cara meng-entry dari data kuesioner/observasi ke

paket program komputer.

4. Cleaning

Suatu kegiatan pembersihan seluruh data agar terbebas dari kesalahan

sebelum dilakukan analisa data, baik kesalahan dalam pengkodean

maupun dalam membaca kode, kesalahan juga dimungkinkan terjadi

pada saat kita memasukkan data kekomputer. Setelah data didapat

kemudian dilakukan pengecekan kembali apakah data yang ada salah

atau tidak. Pengelompokan data yang salah diperbaiki hingga tidak

ditemukan kembali data yang tidak sesuai sehingga data siap

dianalisis.

3.6.2 Analisa Data

Untuk melakukan pengujian hipotesis, analisis data yang dilakukan adalah:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang bertujuan untuk

menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik masing-masing

variabel yang diteliti. Variabel yang dianalisis secara univariat dalam

penelitian ini adalah keseimbangan tubuh sebelum dan sesudah

dilakukan tindakan latihan brandt daroff pada lansia dengan vertigo.


44

Data akan disajikan dalam bentuk tabel rerata keseimbangan tubuh

lansia dengan vertigo Nursalam (2013). Analisis univariat ini untuk

mendeskripsikan karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin

dan pendidikan akhir serta mendeskripkan keseimbangan tubuh lansia.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis untuk menguji pengaruh,

perbedaan antara dua variabel. Pemilihan uji statistik yang akan

digunakan untuk melakukan analisis didasarkan pada skala data,

jumlah populasi atau sampel dan jumlah variabel yang diteliti.

Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesis penelitian

yaitu melihat ada pengaruh brandt daroff terhadap keseimbangan

tubuh pada lansia vertigo di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara

Pati Singaraja.

Berdasarkan hasil uji normalitas dengan Shapiro wilk diperoleh

nilai signifikansi pretes pada variabel keseimbangan tubuh sebesar

0,094 dan nilai signfikansi variabel posttest kesimbangan tubuh

sebesar 0,758, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai signifikansi

kedua variabel lebih besar dari 0,05 sehingga data berdistribusi

normal dan selanjutnya analisis bivariat menggunakan analisis uji

paired t test.

3.7 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapatkan rekomendasi

dari institusi tempat penelitian yang dalam penelitian ini adalah di Panti

Wreda Wonogiri. Kemudian setelah mendapat persetujuan barulah melakukan


45

penelitian dengan memperhatikan etika penelitian sebagai berikut : (Nursalam,

2013).

3.7.1 Inform Concent (Lembar persetujuan menjadi responden)

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian

dengan memberikan lembar persetujuan (Inform concent). Tujuannya

adalah supaya responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian.

Setelah objek bersedia, maka harus menandatangani lembar persetujuan

menjadi responden, sebaliknya subjek yang tidak bersedia menjadi

responden penelitian, maka peneliti harus menghormati haknya.

3.7.2 Anonimity (Tanpa nama)

Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur,

tetapi hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data berupa

angka sesuai dengan jumlah responden.

3.7.3 Confidentaly (Kerahasiaan)

Peneliti menjamin kerahasiaan dan hasil penelitian baik informasi maupun

masalah-masalah lainnya, semua informasi yang telah dikumpulkan

dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tersebut yang

akan dilaporkan pada hasil riset.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Analisis Univariat

4.1.1 Karakteristik Responden

4.1.1.1 Karakteristik Umur responden

Hasil karakteristik umur responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi umur responden (n= 23)

Variabel Mean Min Max Median Modus Std. Deviasi


Umur 66,60 60,00 76,00 66 60 4,84
Sumber: Data Primer (2020)

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui responden rata-rata umur responden

66,60 tahun, umur minimum 60 tahun dan umur maximum 76 tahun serta

median sebesar 66, nilai modus sebesar 60 dan standar deviasi 4,84.

4.1.1.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Karakteristik responden berdasarakan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel

di bawah ini:

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi jenis kelamin (n = 23)

No Jenis Kelamin Frekuensi (F) Persentase (%)


1 Laki-laki 10 43,5
2 Perempuan 13 56,5
Total 23 100
Sumber: Data Primer (2020)

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui lebih dari separo responden adalah

perempuan sebanyak 13 responden (56,5%).

46
47

4.1.1.3 Keseimbangan tubuh pretest

Keseimbangan tubuh pretest dapat diketahui sebagai sebagai berikut:

Tabel 4.3 Keseimbangan Pretest


(n= 23)
Variabel Mean Min Max Median Modus Std. Deviasi
Keseimbangan 12,52 7,00 16,00 13,00 14,00 2,27
pretest
Sumber: Data Primer (2020)

Berdasarkan tabel 4.3 keseimbangan tubuh pretest yaitu 12,52 nilai rata-

rata minimum sebesar 7,00, nilai rata-rata maksimum 16,00, nilai median

sebesar 13,00, nilai modus sebesar 14,00 dan standar deviasi 2,27.

4.1.1.4 Keseimbangan tubuh posttest

Keseimbangan tubuh posttest dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.4 Keseimbangan posttest (n= 27)

Variabel Mean Min Max Median Modus Std. Deviasi


Keseimbangan 28,43 23,00 35,00 28,00 28,00 2,88
tubuh posttest
Sumber: Data Primer (2020)

Berdasarkan table 4.4 keseimbangan tubuh posttest dengan rata-rata

sebesar 28,43, rata-rata minimum sebesar 23,00, rata maksimum dan nilai

modus sebesar 28,00 dengan standar deviasi 2,88

4.1.1.5 Uji Normalitas data

Penelitian ini uji normalitas data menggunakan analisis Shapiro wilk

dikarenakan sampel dalam penelitian ini kurang dari 50 responden, hasil uji

normalitas dapat dilihat pada table di bawah ini:


48

Tabel 4.5 Hasil uji normalitas data

Variabel S-W Signifikan


Keseimbangan tubuh pretest 0,927 0,094
Keseimbangan tubuh posttest 0,973 0,758

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai Shapiro wilk sebesar pada

keseimbangan tubuh pretest sebesar 0,927 dengan signifikan 0,094 > 0,000

dan nilai keseimbangan tubuh posttest sebesar 0,973 dengan signifikan 0,758,

sehingga kedua variabel berdistribusi normal dan analisis bivariate yang

digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji analisis Paired t-test.

4.2 Analisis bivariate

Analisis bivariate dalam penelitian ini meneliti pengaruh jus buah pisang

ambon terhadap kadar asam urat pada lansia. di Panti Sosial Tresna Wredha Jara

Mara Pati Singaraja dengan menggunakan analisis paired t-test dapat dilihat pada

tabel di bawah ini:

Table 4.5 Pengaruh jus buah pisang ambon terhadap kadar asam urat pada
lansia.di panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta
(N=27)

Rata-rata keseimbangan tubuh


Korelasi Signifikan
Pretest Posttest
12,52 28,43 0,559 0,006
Sumber: Data Primer (2020)

Berdasarkan uji Paired t-test didapatkan nilai mean pretes sebesar 12,52

dan nilai posttest sebesar 28,43 dengan nilai korelasi sebesar 0,559 yang

berarti mempunyai arah hubungan yang positif dengan kekuatan korelasi


49

sedang yaitu sebesar 0,559 dan nilai signifikan sebesar 0,006 < 0,05 yang

berarti ada pengaruh latihan brandt daroff terhadap keseimbangan tubuh pada

lansia dengan vertigo di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja.
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

5.1.1 Umur responden

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata umur responden 66,60 tahun,

umur minimum 60 tahun dan umur maximum 76 tahun serta median sebesar

66, nilai modus sebesar 60 dan standar deviasi 4,84. Menurut Fauziah

(2015), pada lansia terjadi perubahan sistem neurologi terjadi kematian sel

dan fragmentasi secara progresif dari statokonia utrikulus dan sakulus,

dimana fungsi utrikulus mengisyaratkan posisi kepala relatif terhadap

gravitasi. Sehingga saat sakulus mengalami kerusakan akan menyebabkan

respon terhadap akselerasi gravitasi dan liniar berkurang, fungsi sakulus

memberikan reaksi terhadap percepatan vertikal tingkat tinggi.

Menurut Maryam (2017), meningkatnya usia diiringi dengan

menurunnya sistem muskolokeletal akibat proses menua dapat berpengaruh

terhadap keseimbagnan tubuh karena pada ekstremitas bawah terjadi

penurunan kekuatan otot sehingga mengakibatkan perubahan keseimbangan

untuk menopoang berat tubuh dan berisiko untuk jatuh. Hasil ini penelitian

ini didukung penelitian yang dilakukan Tambunan (2018), bahwa frekuensi

terbanyak terjadinya Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah

pada pasien dengan kelompok usia > 60 tahun. Data tersebut memiliki

50
51

kesamaan dengan penelitian Guilemany et al. (2014), yang melaporkan rata-

rata usia penderita vertigo adalah pada usia 61 tahun.

Menurut analisa peneliti penuaan merupakan proses alami yang tidak

dapat dihindari, bahwa lansia mengalami kendala pengaturan keseimbangan

karena menurunnya persepsi terhadap kedalaman, menurunnya penglihatan

perifer, menurunnya kemampuan untuk mendeteksi informasi spatial karena

sudah mengalami penurunan kognitif. Sedangkan pada Benign Paroxismal

Positional Vertigo mengalami penurunan sistem vestibular sehingga

menyebabkan terganggunya keseimbangan.

5.1.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separo responden adalah

perempuan sebanyak 13 responden (56,5%). Hasil penelitian ini didukung

penelitian yang dilakukan Hastuti (2017), persentase responden perempuan

lebih banyak daripada laki – laki pada penelitian ini. Penelitian ini

menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungannya antara jenis kelamin

dengan keseimbangan dan risiko jatuh.

Penelitian yang dilakukan didukung juga dari penelitian Fauziah (2015),

vertigo merupakan variabel yang diteliti oleh peneliti didalam penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitian, responden lansia perempuan yang memiliki

gejala vertigo dengan kategori positif sebanyak 16 orang dengan persentase

80,0% dan lansia laki-laki sebanyak 4 orang dengan persentase 20,0%. Hasil

tersebut menujukkan bahwa responden dengan jenis kelamin perempuan

empat kali lipat lebih rentan terkena vertigo dibanding laki-laki. Hasil ini
52

didukung penelitian yang dilakukan Kurniati (2017), bahwa angka kejadian

vertigo lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki yang

menunjukkan angka kejadian rasio vertigo dalam satu tahun didapatkan

perbandingan laki-laki dan perempuan yaitu 1:2,7.

Menurut analisa peneliti hasil tersebut memperlihatkan bahwa

perempuan memiliki riwayat vertigo lebih banyak daripada laki-laki. Hal

tersebut menunjukkan bahwa lansia perempuan lebih rentan terkena vertigo

daripada laki-laki.

5.1.3 Keseimbangan tubuh pretest

Keseimbangan pretest yaitu 12,52 nilai rata-rata minimum sebesar 7,00,

nilai rata-rata maksimum 16,00, nilai median sebesar 13,00, nilai modus

sebesar 14,00 dan standar deviasi 2,27.

Hasil penelitian yang dilakukan Setyoadi (2016), lansia yang tidak

mengikuti senam yang banyak masuk pada kategori medium fall

risk,sehingga dapat disimpulkan bahwa lansia yang tidak mengikuti senam

dominan mempunyai resiko jatuh sedang. Berdasarkan data tersebut dapat

diketahui bahwa senam lansia berpengaruh terhadap peningkatan

keseimbangan lansia.

Menurut Kurniati (2017), pasien diatas 40 tahun sering mengeluhkan

sakit kepala yaitu vertigo, sedangkan vertigo timbul jika terdapat ketidak

cocokan informasi aferen yang di sampaikan ke pusat kesadaran, susunan

aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibular


53

keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan implusnya ke pusat

keseimbangan.

5.1.4 Keseimbangan tubuh posttest

Hasil penelitian menunjukkan keseimbangan tubuh posttest dengan rata-

rata sebesar 28,43, rata-rata minimum sebesar 23,00, rata maksimum dan nilai

modus sebesar 28,00 dengan standar deviasi 2,88.

Hasil ini didukung penelitian yang dilakukan Herlina (2017), analisa

perbandingan dari rata-rata skor pemeriksaan awal sebelum diberikan terapi

latihan brandt daroff selama empat minggu didapatkan rerat derajat klinis

keluhan vertigo yang dialami subjek penelitian adalah 2,64. Rerata hasil

penilaian skor derajat klinis gangguan keseimbangan vertigo setelah

diberikan terapi latihan brandt daroff. Menurut Kusumaningsih dkk (2015),

latihan brandt daroff berperan meningkatkan efek adaptasi dan habituasi

sistem vestibular, dan pengulangan yang lebih sering pada latihan BD

berpengaruh dalam proses adaptasi pada tingkat integrasi sensorik. Integrasi

sensorik juga bekerja dalam penataan kembali ketidakseimbangan input

antara sistem organ vestibular dan persepsi sensorik lainnya. Tahapan

gerakan latihan BD mendispersikan gumpalan otolit menjadi partikel yang

kecil sehingga menurunkan keluhan vertigo dan kejadian nistagmus.

Menurut peneliti Metode latihan Brandt-Daroff adalah metode

rehabilitasi untuk kasus vertigo yang dapat dilakukan di rumah, berbeda

dengan metode latihan lain yang harus dikerjakan dengan pengawasan dokter

atau tenaga medis. Metode latihan Brandt-Daroff biasanya digunakan bila sisi
54

vertigo tidak jelas. Senam vertigo ini memberikan efek meningkatkan darah

ke otak sehingga dapat memperbaiki fungsi alat keseimbangan tubuh dan

memaksimalkan kerja dari sistem sensori.

5.2 Pengaruh latihan brandt daroff terhadap keseimbangan tubuh pada lansia

dengan vertigo di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja

Hasil penelitian didapatkan nilai mean pretes sebesar 12,52 dan nilai

posttest sebesar 28,43 dengan nilai korelasi sebesar 0,559 yang berarti

mempunyai arah hubungan yang positif dengan kekuatan korelasi sedang yaitu

sebesar 0,559 dan nilai signifikan sebesar 0,006 < 0,05 yang berarti ada pengaruh

latihan brandt daroff terhadap keseimbangan tubuh pada lansia dengan vertigo di

Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja.

Hasil ini didukung penelitian yang dilakukan Triyani (2018), Hasil

penelitian menunjukkan adanya pengaruh pemberian terapi fisik brandt daroff

terhadap vertigo (p value = 0,000 < 0,05). Hasil yang sama diperoleh dari

penelitian Halimah (2017), menunjukan gangguan keseimbangan menurun secara

signifikan setelah dilakukan latihan brandt daroff (P-Value=0,000 < (0,05). Dari

hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa latihan fisik brandt daroff berpengaruh

terhadap penurunan gangguan keseimbangan pada pasien vertigo.

Hasil penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan Herlina (2017),

setelah latihan brandt daroff dilakukan selama lima minggu didapatkan rerata

hasil derajat klinis yang dialami oleh subjek 2,05, hal ini terjadi perubahan

keseimbngan pada kejadian vertigo dan meningkatkan aliran darah ke otak


55

sehingga terjadi perbaikan fungsi alat keseimbangan tubuh dan memaksimalkan

kerja dari system sensori dengan diberikan latihan maneuver ini. Hal ini juga

dibuktikan dengan nilai secara statistic bermakna (p<0,005) yaitu 0,000.

Penelitian yang dilakukan Kusumaningsih (2017), kesimpulan dari

penelitian ini adalah terdapat perbaikan bermakna yang lebih cepat pada nilai SSS

pada kelompok yang diberi latihan Brandt Daroff. Lebih separuh dari nilai

variabel posturografi menunjukkan perbaikan bermakna pada kelompok dengan

latihan Brandt Daroff.

Hasil penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan Farida (2019)

dengan hasil uji statistik diketahui bahwa nilai p-value 0,007<0,05 maka H0

ditolak dan Hα diterima. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa ada pengaruh

brandt daroff exercise terhadap keluhan pusing pada lanjut usia dengan vertigo.

Latihan brandt daroff merupakan latihan fisik yang akan melepaskan

otokonia yang diduga melekat pada kupula dan habituasi pada sistem vestibuler

sentral sehingga timbul kompensasi. Otokonia yang terlepas diharapkan akan

keluar dari kanalis semisirkularis, sehingga tidak mencetuskan gejala vertigo.

Latihan brandt daroff dapat membantu responden untuk meningkatkan

keseimbangan tubuh dan meminimalkan risiko vertigo yang dialami responden

penelitian.
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

6.1.1 Mayoritas responden rata-rata umur responden 66,60 tahun, umur minimum

60 tahun dan umur maximum 76 tahun serta median sebesar 66, nilai modus

sebesar 60 dan standar deviasi 4,84. Lebih dari separo responden adalah

perempuan sebanyak 13 responden (56,5%).

6.1.2 Keseimbangan tubuh pretest yaitu 12,52 nilai rata-rata minimum sebesar

7,00, nilai rata-rata maksimum 16,00, nilai median sebesar 13,00, nilai modus

sebesar 14,00 dan standar deviasi 2,27.

6.1.3 Keseimbangan tubuh posttest dengan rata-rata sebesar 28,43, rata-rata

minimum sebesar 23,00, rata maksimum dan nilai modus sebesar 28,00

dengan standar deviasi 2,88

6.1.4 Ada pengaruh latihan brandt daroff terhadap keseimbangan tubuh pada lansia

dengan vertigo di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja

dengan signifikan sebesar 0,006 < 0,05.

6.2 Saran

6.2.1 Bagi pasien

Hasil penelitan diharapkan dapat melakukan secara mandiri dalam

melakukan terapi berupa latihan brandt daroff pada saat pasien mengalami

gangguan

56
57

6.2.2 Bagi Perawat

Diharapkan bagi perawat dapat mengembangkan latihan teknik brandt

daroff sebagai salah satu terapi non farmakologi serta Brandt Daroff

merupakan rehabilitasi vestibular sebagai terapi latihan mandiri bagi

penderita vertigo.

6.2.3 Bagi panti wreda

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan tentang

pentingnya latihan brand daroff yang diterapkan secara rutin pada lansia

vertigo agar keseimbangan tubuh lansia terjaga dan dapat menurunkan

penyakit vertigo.

6.2.4 Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dengan menambahkan

jumlah sampel dan alat analisis sehingga didapatkan efektivitas latihan brandt

daroff sebagai usaha untuk menjaga keseimbangan pada lansia dengan

vertigo
58

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L.M, 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta : GrahaIlmu.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2014. Statistik Indonesia. Statistical Yearbook of


Indonesia. Jakarta: BPS.
Dahlan, S. 2015. Satistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Epidemiologi
Indonesia.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2014. Profil Kesehatan Jawa Tengah
2013. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten


Wonogiri 2013. Wonogiri: Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri.

Eni, Saputro, Hadi. 2015. Effect Of Gymnastics Vertigo (Canalit Reposition


Treatment) To Balance Of Body In Patients Vertigo. Jurnal Publikasi.
Surabaya: FIK UMSU.

Farida. 2017. Pengaruh Brandt Daroff Exercise terhadap Keluhan Pusing pada
Lanjut usia dengan Vertigo. Jurnal Naskah Publikasi. Surakarta: FIK.
UMS.

Fransisca, Kristiana. 2013. Awas! Sakit Kepala Jangan Dianggap Sepele.


Cetakan 2. Jakarta: Cerdas Sehat.

Halimah, Nur. 2017 Pengaruh Latihan Brand Daroff terhadap Penurunan


Gangguan Keseimbangan Pasien Vertigo di RSUD Prof. DR. H. Aloei
Saboe Kota Gorontalo.

Hardywinoto dan Setiabudhi, T. 2012. Panduan Gerontologi. Jakarta: Pustaka


Utama.

Hastuti, Puji Tri. 2012. Pengaruh Latihan Brandt Daroff Terhadap Keseimbangan
Dan Risiko Jatuh Pada Pasien Benign Paroxismal Positional Vertigo di
RSUD dr. Soedono Madiun. Program Magister Keperawatan Program
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Herlina, A, Ibrahim, Nofia V.R. 2016. Efektifitas Latihan Brandt Daroff terhadap
Kejadian Bertigo pada Subjek Penderita Vertigo. Jurnal Medika Saintika.
Vol 8 (2).

Hidayat, A.A. 2010. Metode Penelitian Keperawatan dan teknik Analisa Data,.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
59

Hutapea. 2008. Asuhan Keperawatan Lansia, Jakarta: Trans Info Medika.

Jusuf, Muhammad Isman. 2014. Bunga Rampai Kedokteran. Pengurus IDI


Cabang Kota Gorontalo

Junaidi, I. 2013. Sakit Kepala, Migrain Dan Vertigo. Edisi Revisi. Jakarta:
Bhuana Ilmu Populer

Kemenkes, RI., 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Pusat


Data dan Informasi Kemenkes RI. Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI.

Kurniati. 2017. Perbedaan Pengaruh Brandt Daroff dan Manuver Epley terhadap
peningkatan Fungsional pada Vertigo. Jurnal Publikasi. Yogyakarta:
Unsyiah Yogyakarta.

Kusumaningsih, W, Mamahit AR, dan Bashiruddin J. 2015. Pengaruh Latihan


Brandt Daroff dan Modifikasi Manuver Empley pada Vertigo Posisi
Paroksismal Jinak. Laporan Penelitian. ORLI. Vol. 45 No. 1. Tahun 2015.

Nursalam. 2015. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan : Jakarta: Salemba Medika.

Purnamasari, Putu P 2014. Diagnosis Dan Tata Laksana Benign Paroxysmal


Positional Vertigo (BPPV). Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar. https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/5625/4269

Pirawati P dan Siboe L. Yvonne, 2009. Terapi Akupunktur untuk Vertigo.


Cermin Dunia Kedokteran. 144:47-5

Restuti, Ratna D 2016. Panduan Praktik Klinis Panduan Praktik Klinis Tindakan
Clinical Pathway Di Bidang Telinga Hidung Tenggorok- Kepala Leher.
Volume 2. Jakarta: Tim Editor PPK/PPKT/CP PP PERHATI-KL

Risangdiptya, Gerry. 2016. Perbedaan Antara Keseimbangan Tubuh Sebelum Dan


Sesudah Senam Pilates pada Wanita Usia Muda. Jurnal kedokteran
diponegoro Volume 5, Nomor 4, Oktober 2016. Online : http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/medico. ISSN Online : 2540-8844

Setiawati, M. 2016. Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo Setiawati MAJORITY I


Volume 5 I Nomor 4 I Oktober 2016 I 91. Fakultas Kedokteran,
Universitas Lampung
60

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Sutarni S, Malueka RW, dan Ghofir, A. 2016. Bunga Rampai Vertigo.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tambunan, Winda Sere Elisabeth. 2018. Karakteristik Dan Angka Kejadian


Benign Paroxysmal Positional Vertigo di Poliklinik Neurologi RSUP H.
Adam Malik. Jurnal Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan

Victorya, RM, Wibawa FS, Susianti, Juanita P. 2016. Vertigo Perifer pada
Wanaita Usia 52 Tahun dengan Hipertensi Tidak Terkontrol. Jurnal
Medula Unila. Volume 6, Nomor 1. Desember 2016.

Wiranita, H. A. 2010. Hubungan Antara Otitis Media Supuratif Kronis Dengan


Terjadinya Vertigo Di RSUD DR. Moewardi Surakarta. Jurnal
Kedokteran. Surakarta: FK UNS.

Wreksoatmodjo, Budi R. 2009. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia


Kedokteran. Vol. 3. No. 144.
61

LAMPIRAN
62

F 01

USULAN TOPIK PENELITIAN

Nama : Agin Ginanjar Novianto


NIM : ST162003
Topik Penelitian : Pengaruh Brandt Daroff Terhadap Keseimbangan Tubuh
Pada Lansia Dengan Vertigo Di Panti Sosial Tresna Wredha
Jara Mara Pati Singaraja

Latar belakang penelitian secara singkat.


Pusing pada lanjut usia merupakan suatu fenomena yang normal terjadi,
tetapi faktor usia ini bukan merupakan satu-satunya alasan untuk menjelaskan
terjadinya pusing ataupun jatuh. Hal ini juga dapat terjadi karena keadaan
psikologis. Dari 75 pasien yang melaporkan adanya keluhan pusing,
didapatkan sekitar 60% pasien wanita dan 40% pasien laki-laki (Walther,
2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sielski et.al (2015), di
Amerika Serikat pusing yang dirasakan secara permanen maupun sementara
di derita oleh sekitar 8 juta orang. Di Poland, masalah ini diderita sekitar 1 juta
orang. Dan menurut studi di Jerman, satu dari lima orang tua menderita
pusing selama setahun. Meskipun pusing dapat diseabkan oleh berbagai
macam gangguan kesehatan, namun diperkirakan sebanyak 45% terjadi karena
gangguan vestibular.
Vertigo bukanlah suatu penyakit, melainkan gejala dari penyakit
penyebabnya. Vertigo ialah ilusi bergerak dan ada juga yang menyebutnya
halusinasi gerakan yaitu, penderita seperti merasakan atau melihat
lingkungannya bergerak, padahal lingkungannya diam, atau penderita
mrasakan dirinya bergerak, padahal tidak (Lumbantobing, 2013). Pada tahun
2009 dan 2010 di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi sekitar 50%
dari usia 40-50 sampai orang tua yang berumur 75 tahun. Angka kejadian
vertigo terkait migrain sebanyak 0,89% dan benign paroxysmal positional
vertigo (BPPV) sebanyak 1,6%. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Breven et.al (2007), di Jerman dalam jangka waktu satu tahun diperkirakan
sebanyak 1,1 juta orang dewasa menderita BPPV.
63

Banyak dari penderita vertigo memilih mengkonsumsi obat untuk


meringankan vertigo namun obat yang dikonsumsi tentu saja memiliki efek
samping. Banyak pula terapi-terapi lain selain terapi farmakologi, salah satunya
terapi rehabilitasi vestibular yaitu epley manuever, semount manuver dan
brandt daroff exercise. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode
brandt daroff karena metode ini sangat muah dipraktekkan secara mandiri
dirumah oleh pasien atau penderita vertigo. Brandt daroff exercise adalah
sebuah latihan atau rehabilitasi pada subjek vertigo, yang bertujuan untuk
mengeluarkan debris dari kanal semisirkularia yang merupakan penyebab dari
vertigo. Latihan brandt daroff diberikan setiap sehari dan dilakukan selama
dua minggu berturut-turut. Menurut Sumarliyah (2011). Latihan brandt daroff
dapat melancarkan aliran darah ke otak yang mana dapat memperbaiki tiga
sistem sensori yaitu sistem sensori umum yang meliputi sensor gerak tekanan
dan posisi.
Salah satu penelitian di RSUP Dr. Kariadi Semarang, vertigo berada pada
\

urutan kelima dari gangguan atau penyakit yang dirawat di bangsal saraf. Dari
pasien vertigo yang dikirim ke unit EMG untuk pemeriksaan ABR, 20 persen
memperlihatkan gangguan fungsi batang otak: mungkin suatu insufisiensi
vertebro basiler (gangguan sistem peredaran darah dasar otak) (Pudjonarko,
2009). Sedangkan berdasarkan hasil studi pendahuluan di Panti Wredha
Wonogiri didapatkan data jumlah lansia dengan rentang umur 45 sampai dengan
59 yang menderita keluhan vertigo pada Nopember 2017 sebanyak 11 orang.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dalam penelitian ini ditentukan
judul " Pengaruh Brandt Daroff Terhadap Keseimbangan Tubuh Pada Lansia
Dengan Vertigo Di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja".

Rumusan Masalah

Berdasarkan data di atas maka penulis merumuskan masalah tentang:


Apakah ada pengaruh Brandt Daroff terhadap keseimbangan tubuh pada lansia
dengan vertigo di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja?
64

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pengaruh Brandt Daroff
Terhadap Keseimbangan Tubuh Pada Lansia Dengan Vertigo di Panti Sosial
Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja.
Tujuan Khusus :
a. Mendeskripsikan keseimbangan tubuh sebelum dilakukan latihan Brand
Daroff pada lansia dengan vertigo di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara
Pati Singaraja.
b. Mendeskripsikan keseimbangan tubuh sesudah dilakukan latihan Brand
Daroff pada lansia dengan vertigo di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara
Pati Singaraja..
Pembimbing utama : Wahyuningsih Safitri, S.Kep., Ns., M.Kep.
c. Untuk menganalisis pengaruh latihan Brand Daroff terhadap keseimbangan
tubuh pada lansia dengan vertigo di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara
Pati Singaraja..

Pembimbing Utama : Wahyuningsih Safitri, S.Kep., Ns., M.Kep.


Pembimbing pendamping : Rufaida Nur Fitriana, S.Kep., Ns., M.Kep.
Judul penelitian yang sudah disetujui oleh kedua pembimbing.

Pengaruh Brandt Daroff terhadap keseimbangan tubuh pada lansia dengan


vertigo di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja
65

F 02

PENGAJUAN JUDUL SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama Mahasiswa : Agin Ginanjar Novianto
NIM : ST.162003
Judul Skripsi yang telah disetujui oleh pembimbing :

Pengaruh Brandt Daroff Terhadap Keseimbangan Tubuh Pada Lansia Dengan


Vertigo Di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja

Menyatakan bahwa benar-benar akan melakukan penelitian dengan judul


tersebut di atas dengan persetujuan Pembimbing Utama dan Pendamping.

Surakarta, 14 Mei 2018

Mahasiswa

(Agin Ginanjar Noviyanto)

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(Wahyuningsih Safitri, S.Kep., Ns., M.Kep.) (Rufaida Nur Fitriana, S.Kep., Ns., M.Kes.)
NIK. 200679022 NIK. 201187098
66
67
68

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.
Bp/Ibu Calon Responden
Di tempat

Dengan segala kerendahan hati, perkenankanlah saya memohon bantuan


untuk dapat mengisi kuesioner penelitian yagn sedang saya lakukan dalam rangka
penyusunan Skripsi pada Jurusan Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
(STIKES) Kusuma Husada Surakata, dengan judul “Pengaruh Brandt Daroff
Terhadap Keseimbangan Tubuh Pada Lansia Dengan Vertigo Di Panti Sosial
Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja”.
Penelitian ini saya lakukan semata-mata untuk kepentingan ilmu
pengetauan, dan tidak memberikan konsekuensi atau akibat apapun bagi
Bapak/Ibu, serta data-data yang telah diisikan saya jamin kerahasiannya.
Atas kesediaannya, saya sampaikan banyak terima kasih, semoga amal
baik Ibu/Saudari mendapat imbalan dari Allah Tuhan Yang Maha Esa.

Singaraja, 24 Januari 2020


Peneliti

AGIN GINANJAR N.
NIM. ST. 162003
69

Lampiran

SURAT PERNYATAAN
BERSEDIA BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Jenis kelamin :

Umur :

Saya telah membaca surat permohonan dan mendapatkan penjelasan tentang


penelitian yang akan dilakukan

Nama :

NIM :

Institusi : Universitas Kusuma Husada Surakarta


Judul : Pengaruh Brandt Daroff Terhadap Keseimbangan Tubuh Pada Lansia
Dengan Vertigo Di Panti Sosial Tresna Wredha Jara Mara Pati Singaraja

Saya telah mengerti dan memahami tujuan, manfaat serta dampak yang mungkin
terjadi dari penelitian yang akan dilakukan. Saya mengerti dan yakin bahwa
peneliti akan menghormati hak-hak saya dan menjaga kerahasiaan identitas saya
dan informasi yang saya berikan. Dengan pertimbangan di atas, maka dengan
penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun, saya memutuskan untuk
bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini. Demikian
pernyataan ini saya buat untuk dapat digunakan seperlunya.

Singaraja, 24 Januari 2020


70

PANDUAN LATIHAN BRANDT DAROFF

Latihan Brandt Daroff merupakan latihan fisik yang ditambahkan pada klien
dengan vertigo setelah menjalani terapi standar di praktek dokter. Latihan Brandt
Daroff ini dapat dilakukan sendiri oleh klien, sehingga klien bisa mengulanginya
setiap hari di rumah.
Dibawah ini adalah tahapan latihan Brandt Daroff dan langkah-langkahnya :
Jadwal yang dianjurkan untuk latihan Brandt Daroff
Waktu Latihan Durasi
Pagi 5 x pengulangan 10 menit
Siang 5 x pengulangan 10 menit
Malam 5 x pengulangan 10 menit

Langkah-langkah dari latihan Brandt Daroff :


71

1. Mulailah dengan duduk tegak di sisi tempat tidur anda


2. Berbaringlah ke samping. Jangan lebih dari 1 atau 2 detik untuk mencapai
posisi ini
3. Tetap pada posisi ini selama 30 detik atau sampai dizziness anda reda
4. Kembali ke posisi tegak dan tunggu selama 30 detik
5. Sekarang, baringkan tubuh ke samping – berlawanan arah dari sebelumnya.
6. Jangan lebih dari 1 atau 2 detik untuk mencapai posisi ini
7. Tetap pada posisi ini selama 30 detik atau sampai dizziness anda reda
8. Kembali ke posisi tegak dan tunggu sampai 30 detik

Anda sekarang telah menyelesaikan satu pengulangan dari latihan Brandt Daroff.
1 set latihan terdiri dari 5 kali pengulangan. Anda harus melakukan 1 set latihan
sebanyak 3 kali, sekali pada pagi hari, kemudian pada siang hari dan terakhir pada
malam hari. Lakukan latihan ini selama 2 minggu. Kebanyakan pasien merasakan
keluhan hilang setelah 10 hari. Pada sekitar 30 % pasien dalam 1 tahun, BPPV
akan berulang. Jika hal itu terjadi, anda bisa menambahkan 1 latihan selama 10
menit latihan kedalam latihan rutin anda.
72

No. Responden
INSTRUMEN OBSERVASI ……..

PENILAIAN FUNGSI KESEIMBANGAN


(SKALA KESEIMBANGAN BERG/BERG BALANCE SCALE/BBS)

Petunjuk:
Berilah tanda ceklist (√) pada lembar observasi di bawah ini:
0 : Tidak dapat berdiri atau duduk
1 : Dapat berdiri atau duduk dengan bantuan selama 2 menit
2 : Dapat berdiri atau duduk tanpa bantuan selama 30 detik
3 : Dapat berdiri atau duduk tanpa bantuan selama 2 menit dengan pengawasan
4 : Dapat berdiri atau duduk dengan aman selama 2 menit.
Pre Test Post test
No Deskripsi Tes
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
1 Berdiri dari posisi duduk
2 Berdiri tanpa bantuan
3 Duduk tanpa bersandar dengan kaki
bertumpu ke lantai
4 Duduk dari posisi berdiri
5 Berpindah tempat
6 Berdiri tanpa bantuan dengan mata tertutup
7 Berdiri tanpa bantuan dengan kaki
dirapatkan
8 Menjangkau kayu/ sedotan dengan tangan
lurus ke depanpada posisi berdiri
9 Mengambil barang di lantai dari posisi
berdiri
10 Menengok ke belakang melewati bahu kiri
dan kanan ketika berdiri
11 Berputar 360 derajat
12 Menempatkan kaki bergantian pada anak
tangga/ bangku kecilketika berdiri
13 Berdiri dengan satu kaki di depan kaki lain
14 Berdiri dengan satu kaki
73

TOTAL

No. Responden : Intervensi / Kontrol

Deskripsi Tes Skor (0-4)

1. Berdiri dari posisi duduk


2. Berdiri tanpa bantuan
3. Duduk tanpa bersandar dengan kaki bertumpu ke lantai
4. Duduk dari posisi berdiri
5. Berpindah tempat
6. Berdiri tanpa bantuan dengan mata tertutup
7. Berdiri tanpa bantuan dengan kaki dirapatkan
8. Menjangkau kayu/ sedotan dengan tangan lurus ke depan
pada posisi berdiri
9. Mengambil barang di lantai dari posisi berdiri
10. Menengok ke belakang melewati bahu kiri dan kanan ketika
berdiri
11. Berputar 360 derajat
12. Menempatkan kaki bergantian pada anak tangga/ bangku kecil
ketika berdiri
13. Berdiri dengan satu kaki di depan kaki lain
14. Berdiri dengan satu kaki

TOTAL
74

KETERANGAN SKOR DAN INSTRUKSI TIAP ITEM

1. BERDIRI DARI POSISI DUDUK


INSTRUKSI : Silahkan berdiri. Coba untuk tidak menggunakan tangan.

4 : dapat berdiri tanpa menggunakan tangan dan mantap secara independen


3 : dapat berdiri secara independen dan menggunakan tangan
2 : dapat berdiri menggunakan tangan setelah mencoba beberapa kali
1 : memerlukan bantuan satu tangan untuk berdiri
0 : memerlukan bantuan dua tangan untuk berdiri

2. BERDIRI TANPA BANTUAN


INSTRUKSI : Silahkan berdiri selama 2 menit tanpa berpegangan

4 : dapat berdiri dengan aman selama 2 menit


3 : dapat berdiri selama 2 menit dengan pengawasan
2 : dapat berdiri selama 30 detik tanpa bantuan
1 : memerlukan beberapa kali usaha untuk berdiri selama 30 detik tanpa bantuan
0 : tidak dapat berdiri selama 30 detik tanpa dibantu
Jika lansia dapat berdiri selama 2 menit tanpa bantuan, berikan nilai penuh
untukduduk tanpa bantuan dan langsung ke item no. 4.

3. DUDUK TANPA BERSANDAR TETAPI KAKI BERTUMPU KE LANTAI


INSTRUKSI : Silahkan duduk dengan tangan terlipat di perut.

4 : dapat duduk dengan aman selama 2 menit


3 : dapat duduk selama 2 menit dengan pengawasan
2 : dapat duduk selama 30 detik
1 : dapat duduk selama 10 detik
0 : tidak dapat duduk selama 10 detik tanpa bantuan

4. DUDUK DARI POSISI BERDIRI


INSTRUKSI : Silahkan duduk

4 : duduk secara aman dengan menggunakan satu tangan


3 : mengontrol gerakan duduk dengan menggunakan dua tangan
2 : menggunakan bagian belakang kursi untuk mengontrol gerakan duduk
1 : duduk secara independen tetapi dengan gerakan duduk yang tidak terkontrol
0 : memerlukan bantuan untuk duduk

5. BERPINDAH TEMPAT
INSTRUKSI : Kursi diatur berderet kemudian perintahkan lansia untuk
pindahdari satu kursi yang ada pegangan ke kursi tanpa pegangan atau
bisamenggunakan tempat tidur.
75

4 : dapat pindah secara aman dengan penggunaan satu tangan


3 : dapat pindah secara aman tapi harus menggunakan dua tangan
2 : dapat pindah dengan pengawasan
1 : memerlukan bantuan satu orang untuk pindah
0 : memerlukan bantuan dua orang agar aman

6. BERDIRI TANPA BANTUAN DENGAN MATA TERTUTUP


INSTRUKSI : Silahkan tutup mata dan berdiri dengan tenang

4 : dapat berdiri dengan aman selama 10 detik


3 : dapat berdiri selama 10 detik dengan pengawasan
2 : dapat berdiri selama 3 detik
1 : tidak dapat berdiri selama 3 detik sambil menutup mata tetapi tetap stabil
0 : memerlukan bantuan supaya tidak jatuh

7. BERDIRI TANPA BANTUAN DENGAN KAKI DIRAPATKAN


INSTRUKSI : Silahkan rapatkan kedua kaki dan berdiri tanpa berpegangan

4 : dapat merapatkan kedua kaki dan berdiri dengan aman selama 1 menit
3 : dapat merapatkan kedua kaki dan berdiri selama 1 menit dengan pengawasan
2 : dapat merapatkan kedua kaki dan bertahan selama 30 detik
1 : memerlukan bantuan untuk mencapai posisi tetapi dapat berdiriselama 15
detik dengan kaki dirapatkan
0 : memerlukan bantuan untuk mencapai posisi dan tidak dapat bertahan
selama15 detik

8. MENJANGKAU KAYU/ SEDOTAN DENGAN TANGAN LURUS KE


DEPAN PADA POSISI BERDIRI
INSTRUKSI : Angkat tangan sampai 90 derajat. Rentangkan jari-jari tangan
danjangkau kayu/ sedotan sejauh mungkin. (Pemeriksa menempatkan kayu/
sedotansesuai ukuran dan dapat menggunakan kedua tangan ketika enjangkau
kayu/sedotan untuk mencegah rotasi tubuh).

4 : dapat menjangkau ke depan dengan mantap > 25 cm


3 : dapat menjangkau ke depan > 12,5 cm dengan aman
2 : dapat menjangkau ke depan > 5 cm dengan aman
1 : menjangkau ke depan tetapi butuh pengawasan
0 : hilang keseimbangan ketika mencoba/ memerlukan bantuan orang lain

9. MENGAMBIL BARANG DI LANTAI DARI POSISI BERDIRI


INSTRUKSI : Ambil sepatu/ sandal yang diletakkan di depan kaki.

4 : dapat mengambil sepatu/ sandal dengan mudah dan aman


3 : dapat mengambil sepatu/ sandal tetapi butuh pengawasan
2 : tidak dapat mengambil sandal tapi mendekati 2-5 cm dari sandal sambil
76

tetapmenjaga keseimbangannya
1 : tidak dapat mengambil sandal dan butuh pengawasan saat mencoba
0 : tidak dapat mencoba/ perlu bantuan agar tidak hilang keseimbangan atau jatuh

10. MENENGOK KE BELAKANG MELEWATI BAHU KIRI DAN KANAN


KETIKA BERDIRI
INSTRUKSI : Silahkan melihat ke belakang melewati bahu kiri.
Ulangigerakannya melewati bahu kanan (Pemeriksa dapat memilih sebuah
benda yangdiletakkan di belakang untuk dilihat agar lansia dapat berputar
dengan baik).

4 : dapat melihat ke belakang dari kedua sisi dengan perpindahan yang baik
3 : dapat melihat ke belakang hanya dari satu sisi dengan
menunjukkanperpindahan yang kurang baik
2 : hanya dapat melihat ke samping tetapi dapat menjaga keseimbangan
1 : memerlukan pengawasan ketika melihat ke belakang
0 : memerlukan bantuan agar tidak hilang keseimbangan atau jatuh

11. BERPUTAR 360 DERAJAT


INSTRUKSI : Berputar satu lingkaran penuh. Berhenti sebentar.
Kemudianberputar ke arah yang berlawanan.

4 : dapat berputar 360 derajat dengan aman ≤ 4 detik


3 : dapat berputar 360 derajat hanya pada satu arah dengan aman ≤ 4 detik
2 : dapat berputar 360 derajat dengan aman tetapi perlahan-lahan
1 : memerlukan pengawasan yang ketat
0 : memerlukan bantuan ketika berputar

12. MENEMPATKAN KAKI BERGANTIAN PADA ANAK TANGGA/BANGKU


KECIL KETIKA BERDIRI TANPA BANTUAN
INSTRUKSI : Tempatkan kaki secara bergantian pada anak tangga/ bangku
kecil

4 : dapat berdiri stabil dan aman serta melengkapi 8 kali penempatan kaki
dalam20 detik
3 : dapat berdiri stabil dan melengkapi 8 kali penempatan kaki > 20 detik
2 : dapat melengkapi sampai 4 kali tanpa bantuan dengan pengawasan
1 : dapat melengkapi > 2 kali penempatan dengan bantuan tangan
0 : memerlukan bantuan agar tidak jatuh atau tidak dapat mencoba

13. BERDIRI TANPA BANTUAN DENGAN SATU KAKI DI DEPAN KAKI


LAIN
INSTRUKSI : Demonstrasikan terlebih dahulu. Tempatkan satu kaki di
depankaki yang lain. Jika tidak dapat menempatkannya persis di depan kaki
lain,cobalah untuk menempatkan cukup jauh tumit kaki di depan jari kaki
yang lain.
77

4 : dapat menempatkan kaki secara bersamaan dengan stabil selama 30 detik


3 : dapat menempatkan kaki di depan kaki lain dengan stabil selama 30
detik(dimana jaraknya tidak melebihi panjang kaki dan lebar kedua kaki
tidakmelebihi lebar langkah normal)
2 : dapat mengambil langkah kecil dengan stabil selama 30 detik
1 : memerlukan bantuan untuk melangkah dan bertahan selama 15 detik
0 : hilang keseimbangan ketika melangkah atau berdiri

14. BERDIRI DENGAN SATU KAKI


INSTRUKSI : Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan

4: dapat mengangkat satu kaki secara independen selama > 10 detik


3: dapat mengangkat satu kaki secara independen selama 5-10 detik
2: dapat mengangkat satu kaki secara independen selama 3-5 detik
1: berusaha mengangkat satu kaki dan tidak dapat bertahan selama 3 detik
tetapitetap berdiri secara independen
0 : tidak dapat mencoba atau memerlukan bantuan untuk mencegah jatuh.

Alat-alat yang dibutuhkan dalam menilai fungsi keseimbangan adalah :


1. Stopwatch atau jam tangan
2. Kayu/ sedotan ukuran 5 cm; 12,5 cm dan 25 cm (sebagai penanda)
3. Anak tangga/ bangku kecil
4. Kursi yang ada pegangan dan tidak ada pegangan tangan/ tempat tidur
78

SOP (Standar Operasional Prosedur)


LATIHAN BRANDT DAROF

No. Aspek yang Dinilai Bobot Ya Tidak


A FASE ORIENTASI
1. Memberi salam / menyapa klien 2
2. Memperkenalkan diri 2
3. Menjelaskan tujuan tindakan 5
4. Menjelasakn langkah prosedur 5
5. Menanyakan persetujuan/kesiapan klien dan 5
keluarga
B. FASE KERJA
1 Mulailah dengan duduk tegak di sisi tempat tidur 5
anda.
2 Berbaringlah ke samping sambil menutup mata. 5
Jangan lebih dari 1 atau 2 detik untuk mencapai
posisi ini.
3 Tetap pada posisi ini selama 30 detik atau 5
sampai vertigo anda reda.
4 Kembali ke posisi tegak dan tunggu selama 30 5
detik
5 Sekarang, baringkan tubuh ke samping – 5
berlawanan arah dari sebelumnya.
6 Jangan lebih dari 1 atau 2 detik untuk mencapai 5
posisi ini
7 Tetap pada posisi ini selama 30 detik atau 5
sampai vertigo anda reda
8. Kembali ke posisi tegak. 5

C. FASE TERMINASI
1 Melakukan evaluasi tindakan 5
2 Menyampaikan rencana tindakan lanjut 5
3 Berpamitan dan berterima kasih atas kerja 5
samanya
D PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN
1 Ketenangan selama melakukan tindakan 2
2 Melakukan komunikasi terapeutik 3
3 Menjaga keamanan klien 3
4 Menjaga keamanan perawat 2
TOTAL NILAI
79
80
81

HASIL PENELITIAN

Karakteristik
No. Responden DESKRIPSI TEST PRETEST
Total
Resp Jenis
Umur
Kelamin 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 63 th L 0 1 1 1 1 0 1 2 1 1 0 1 0 1 11
2 60 th L 0 0 0 2 1 1 1 2 1 1 1 1 0 1 12
3 64 th L 0 2 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 2 14
4 73 th L 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 15
5 70 th P 0 0 0 0 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 11
6 68 th L 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 2 1 1 14
7 67 th L 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 0 16
8 63 th P 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 8
9 68 th P 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 2 13
10 76 th P 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 2 2 14
11 60 th P 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 13
12 62 th P 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 10
13 74 th L 2 2 2 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 15
14 69 th P 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 2 0 12
15 64 th P 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 11
16 65 th P 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 11
17 70 th P 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 2 13
18 75 th L 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14
19 60 th L 2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 2 0 14
20 64 th P 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 15
21 69 th L 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7
22 62 th P 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 2 1 14
23 66 th P 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 11
82

HASIL ANALISIS DATA

KARATERISTIK RESPONDEN

Statistics

Umur

N Valid 23

Missing 0

Mean 66.6087

Median 66.0000

Mode 60.00a

Std. Deviation 4.84054

Minimum 60.00

Maximum 76.00

a. Multiple modes exist. The smallest


value is shown

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 10 43.5 43.5 43.5

Perempuan 13 56.5 56.5 100.0

Total 23 100.0 100.0


83

Statistics

Keseimbangan Pretest Posttest

N Valid 23 23

Missing 0 0

Mean 12.5217 28.4348

Median 13.0000 28.0000

Mode 14.00 28.00

Std. Deviation 2.27375 2.88926

Minimum 7.00 23.00

Maximum 16.00 35.00

UJI NORMALITAS DATA

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pretest 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%

Posttest 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


84

Pretest .177 23 .060 .927 23 .094

Posttest .136 23 .200* .973 23 .758

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

UJI PAIRED T-TEST

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Pretest 12.5217 23 2.27375 .47411

Posttest 28.4348 23 2.88926 .60245

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Pretest & Posttest 23 .559 .006

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Difference

Std. Std. Error


Mean Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 Pretest -
-1.59130E1 2.48474 .51810 -16.98752 -14.83856 -30.714 22 .000
Posttest
85
86
87
88

bn Hari/ tgl Materi konsultasi TTD Dosen Ket


1 12 februari 2021 Bab 1-6 Bu Rufaida Perubahan teori
Revisi kerangka
teori
2 12 februari 2021 Bab 1-6 Bu Wahyuningsih Revisi penulisan
3 13 april 2021 Bab 4-6 Bu Rufaida Acc bab 4-6
4 27 april 2021 Draft skripsi Bu Wahyuningsih Lengkapi abstrak
Lengkapi daftar
pustaka
Lengkapi lembar
konsultasi
5 06 juni 2021 Draft skripsi Bu Wahyuningsih Lengkapi lembar
konsultasi
Segera ujian
89
90

Anda mungkin juga menyukai