Anda di halaman 1dari 96

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK: SOSIALISASI SESI I dan SESI II TERHADAP KEMAMPUAN BERINTERAKSI KLIEN ISOLASI SOSIAL di RSJD

dr. AMINOGONDOHUTOMO SEMARANG

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh : Muhammad Mustaghfirin 1.08.047

PROGAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO SEMARANG 2013

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK: SOSIALISASI SESI I dan SESI II TERHADAP KEMAMPUAN BERINTERAKSI KLIEN ISOLASI SOSIAL di RSJD dr. AMINOGONDOHUTOMO SEMARANG

PROPOSAL SKRIPSI
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan

Oleh : Muhammad Mustaghfirin 1.08.047

PROGAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO SEMARANG 2013

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui, diperiksa untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang

Semarang,............... 2013

Pembimbing I,

(Ns. Sujarwo, S.Kep)

Pembimbing II,

(Supryadi,MN)

ii

PERNYATAAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang

Semarang, ................ 2013 Penguji I,

(NS. Sujarwo, S.kep)

Penguji II,

(Supriyadi,MN)

Penguji III

(NS. Fatkhul Mubin. M. kep. Sp. J)

iii

Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang


Penelitian, April 2012 Muhammad Mustaghfirin Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Sosialisai Sesi I dan II Terhadap Kemampuan Berinteraksi Klien Isolasi Sosial di RSJD dr. Amino Gondhohutomo Semarang. xiii + 59 Halaman + 4 Skema + 9 Tabel + 9 Lampiran ABSTRAK Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini, menurut data Departemen Kesehatan tahun 2007, mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 11,6 persen dari populasi dan 0,46 persen menderita gangguan jiwa berat. Jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah sendiri telah mencapai 0,67% pada tahun 2006. Data pasien isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo Semarang pada tahun 2012 sampai dengan bulan oktober sebesar 693 pasien, yaitu peringkat ke 4 di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo Semarang. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun 2011 yaitu jumlah penderita isolasi social sebanyak 457 pasien Salah satu cara dalam menangani pasien dengan isolasi sosial, adalah dengan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sosialisasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian pra-eksperimental menggunakan One group pre-post test design. Sampel dalam penelitian ini pasien dengan diagnosa medis isolasi sosial. Teknik Sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposivesampling dengan jumlah sampel sebanyak 53 responden. Analisis statistik yang digunakan adalah Uji Beda Sampel Berpasangan (Paired SampelT-Test) dengan hasil nilai sebesar 0,000 artinya terdapat perbedaan kemampuan berinteraksi pasien dengan isolasi sosial sebelum dan sesudah diberikan terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi I dan II. Maka diharapkan pelaksanaan TAKS dapat dilakukan secara rutin dan berkala, karena berdasarkan penelitian ini, pemberian TAKS mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan berinteraksi pasien isolasi sosial.

Kata kunci : Isolasi sosial, kemampuan berinteraksi, Terapi Aktivitas Kelompok (TAK): sosialisasi sesi I dan II DaftarPustaka : 41 (1998 2012)

iv

S1 Studies Program of Nursing STIKES Telogorejo Semarang


Research, April 2012 Muhammad Mustaghfirin Effect of Therapeutic Activity Group: Socialization Session I and II Interact Client Capabilities Against Social Isolation in RSJD dr. Amino Gondhohutomo Semarang. xiii + 59 Pages + 4 Scheme + 9 Table + 9 Attachment ABSTRACT Number of people with mental illness in Indonesia today, according to data from the Ministry of Health 2007, reaching more than 28 million people, with a mild mental disorder category 11.6 percent and 0.46 percent of the population suffers from severe mental disorder. The number of people with mental disorders in Central Java its own has reached 0.67% in 2006. Social isolation patient data at Regional Mental Hospital dr. Amino Gondohutomo Semarang in 2012 until the month of October was 693 patients, which is ranked 4th in the Regional Mental Hospital dr. Amino Gondohutomo Semarang. This was an increase from the year 2011 that the number of people with social isolation as many as 457 patients. One way to manage patients with social isolation, is the Therapeutic Activity Group (TAK) Socialization. This study used a pre-experimental research method using One group pre-post test design. The samples in this study were patients with a medical diagnosis of social isolation. Sampling techniques used in this study is purposive sampling with a total sample of 53 respondents. Statistical analysis used was a different test samples Couple (Paired SampelT-Test) with the value of 0.000 means that there are differences in the ability to interact with the social isolation of patients before and after therapy group socialization activity sessions I and II. It is expected that the implementation of the taks can be done routinely and regularly, because based on this research, giving taks have a significant impact on patient isolation increased ability to interact socially. Key Word : Social isolation, ability to interact, Therapeutic Activity Group (TAK): socialization sessions I and II Bibliography: 41 (1998 2012)

PRAKATA Alhamdulilah, dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, atas limpahan nikmat dan karunianya serta arahan dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi penelitian yang berjudul Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Sesi I dan Sesi II Terhadap Kemampuan Berinteraksi Pasien Isolasi Sosial di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan tulus ikhlas peneliti bermaksud menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. 2. Dr. Murti Wandrati, M.Kes Selaku Ketua STIKES Telogorejo Semarang. NS. Ismonah., M. Kep., Sp. MB selaku Ketua Progam Studi S1 Ilmu Keperawatan. 3. Direktur RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang yang telah memberikan ijin penelitian. 4. Ns. Sujarwo, S.Kep, selaku Pembimbing I yang selalu memberikan semangat, kritik, dan saran yang berguna bagi penulisan skripsi ini 5. Supriyadi, MN, selaku Pembimbing II yang selalu memberikan semangat, kritik, dan saran yang berguna bagi penulisan skripsi ini 6. Seluruh dosen STIKES Telogorejo semarang yang selalu memberikan doa, semangat dan motivasi. 7. Responden yang telah bersedia membantu selama berjalannya proses penelitian. 8. Kedua orang tua yang telah memberikan dorongan semangat, doa dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

vi

9.

Grisela F, dan Puryanto S.kep selaku teman-teman yang telah memberikan dorongan semangat dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

10. Adinda Malikhatun yang telah memberikan dorongan semangat dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. 11. Teman-teman semua yang sudah membantu dan memberikan dorongan semangat sehingga skripsi ini terselesaikan dengan sukses dan lancar. Pada skripsi ini peneliti menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu peneliti sangat mengharapkan saran dan kritikan untuk perbaikan dimasa mendatang. Akhir kata, semoga skripsi yang sederhana ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan dan bermanfaat bagi pembaca.

Semarang,

Juli 2013

Peneliti

vii

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii Abstak ................................................................................................................... iv Abstract ................................................................................................................. v PRAKATA ........................................................................................................... vi DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi DAFTAR SKEMA .............................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2 C. Tujuan .............................................................................................. 2 D. Manfaat ............................................................................................ 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 4 A. Isolasi Sosial .................................................................................... 4 1. Definisi ........................................................................................ 4 2. Penyebab ..................................................................................... 4 3. Tanda dan Gejala......................................................................... 6 4. Rentang Respon .......................................................................... 8 5. Penatalaksanaan .......................................................................... 9 B. Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) .............................. 13 1. Pengertian TAKS ........................................................................ 13 viii

2. Tujuan TAKS .............................................................................. 14 3. Indikasi Klien .............................................................................. 14 C. Interaksi ........................................................................................... 28 1. Pengertian .................................................................................... 28 2. Jenis interaksi .............................................................................. 28 3. Syarat terjadinya interaksi ........................................................... 29 D. Kerangka Teori ................................................................................ 31 BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI PERASIONAL .................................................................................................... 32 A. Kerangka Konsep ............................................................................. 32 B. Hipotesis .......................................................................................... 32 C. Definisi Operasional ........................................................................ 33 BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 34 A. Desain Penelitian ............................................................................. 34 B. Populasi dan Sampel ........................................................................ 35 C. Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 37 D. Etika Penelitian ................................................................................ 37 E. Alat Pengumpulan Data ................................................................... 38 F. Prosedur Pengumpulan Data ............................................................ 41 G. Rencana Analisis Data ..................................................................... 42 BAB V HASIL PENELITIAN .......................................................................... 46 A. Diskripsi Lokasi Penelitian ............................................................. 46 B. Analisis Univariat ........................................................................... 47 C. Analisis Bivariat ............................................................................. 50

ix

BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................... 51 A. Interpretasi dan Hasil Diskusi Penelitian ........................................ 51 B. Keterbatasan Penelitian ................................................................... 56 C. Implikaasi Penelitian Mendatang .................................................... 57 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 58 A. Simpulan ......................................................................................... 58 B. Saran ............................................................................................... 58 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Tabel 3.1 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel tanda dan gejala ....................................................................... 6 Tabel definisi operasional .................................................................. 33 Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin ....... 47 Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan usia ...................... 48 Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan ........... 48 Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan berdasarkan tingkat kemampuan Berinteraksi pada pasien isolasi sosial sebelum dilakukan TAKS ................................................................................. 49 Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan berdasarkan tingkat kemampuan berinteraksi pada pasien isolasi sosial sesudah dilakukan TAKS ................................................................................. 49 Tabel uji normalitas perbedaan tingkat kemampuan berinteraksi pasien isolasi sosial sebelum dan setelah diberikan TAKS ................ 50 Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan perbedaan kemampuan berinteraksi pasien isolasi soial sebelum dan sesudah dilakukan TAKS ................................................................................ 50

Tabel 5.5

Tabel 5.6

Tabel 5.7

xi

DAFTAR SKEMA Halaman Skema 2.1 Skema 2.2 Skema 3.1 Skema 4.1 Skema rentang respon ................................................................... 8 Skema kerangka teori ................................................................... 31 Skema kerangka konsep ............................................................... 32 Bentuk Rancangan Penelitian ........................................................ 34

xii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat permohonan pengambilan data dari STIKES Telogorejo Semarang Surat balasan permohonan pengambilan data dari RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang Surat permohonan penelitian dan Uji Validitas dari STIKES Telogorejo Semarang Surat balasan permohonan penelitian dan Uji Validitas dari RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang Surat penjelasan penelitian Lembar persetujuan responden lembar observasi kemampuan berinteraksi Standar operasional prosedur terapi aktivitas kelompok Plan Of Action Penyusunan Skripsi

Lampiran 2

Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9

xiii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Menurut World Health Organitation (WHO) masalah gangguan jiwa di dunia sudah sangat memprihatinkan. Menurut Uton Muchtar sebagai direktur WHO wilayah Asia Tenggara, hampir satu per tiga dari penduduk ini pernah mengalami ganguan neuropsikiatri (Yosep, 2009, hal.30). Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini, menurut data Departemen Kesehatan tahun 2007, mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 11,6 persen dari populasi dan 0,46 persen menderita gangguan jiwa berat (Kompas, 2010, 1). Jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah sendiri telah mencapai 0,67% pada tahun 2006. Data pasien isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo Semarang pada tahun 2012 sampai dengan bulan oktober sebesar 693 pasien, yaitu peringkat ke 4 di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo Semarang (Rekam medik RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang: 2012).

Hasil penelitian Pasaribu (2009) tentang Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Kemampuan Komunikasi Pasien Isolasi Sosial, menunjukkan adanya pengaruh yang sangat signifikan antara terapi aktifitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial sebelum dan sesudah terapi pada kelompok intervensi (p = 0,000). Hasil penilitian Setya (2009) tentang Pengaruh Terapi

2 Aktifitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Kemampuan Berinteraksi Pada Klien Isolasi Sosial. Menunjukkan bahwa rata-rata proporsi perbedaan kemampuan berinteraksi sebelum dan sesudah TAKS sebesar 11,65. Hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa TAKS mempunyai pengaruh yang sangat bermakna terhadap kemampuan berinteraksi pasien isolasi sosial.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh terapi aktifitas kelompok sosialisasi sesi I sampai dengan sesi II terhadap kemampuan berinteraksi klien isolasi sosial di Rumah Sakit Daerah dr. Amino Gondohutomo Semarang.

B. Rumusan masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian bagaimana pengaruh terapi aktifitas kelompok sosialisasi sesi I dan sesi II terhadap kemampuan berinteraksi klien isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo Semarang?.

C. Tujuan 1. Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi aktifitas kelompok sosialisasi sesi I dan sesi II terhadap kemampuan berinteraksi klien isolasi sosial.

2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gambaran kemampuan berinteraksi klien isolasi sosial sebelum dilakukan TAKS. b. Mengetahui gambaran kemampuan berinteraksi klien isolasi sosial sesudah dilakukan TAKS. c. Menganalisis pengaruh TAKS terhadap kemampuan

berinteraksi klien isolasi sosial.

D. Manfaat 1. Pelayanan keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan perawat mengenai pengaruh terapi aktifitas kelompok sosialisasi sesi I dan sesi II terhadap kemampuan sosialisasi klien isolasi sosial, sehingga dapat dijadikan salah satu acuan untuk perawatan pasien dengan isolasi sosial. 2. Pendidikan Sebagai bukti ilmiah dan sumber informasi ilmiah mengenai hubungan antara terapi aktifitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan sosialisasi klien isolasi sosial.

3. Penelitian selanjutnya Sebagai bahan referensi, sebagai masukan, dan untuk

mempermudah penilitian selanjutnya tentang pengaruh terapi aktifitas kelompok sosialisasi terhadap klien isolasi sosial.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Isolasi Sosial 1. Definisi Isolasi sosial merupakan keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya (Yosep, 2009, hal.229).

Isolasi sosial sangat tergantung terhadap diri pasien sendiri dan lingkungan di sekitar klien, karena isoslasi sosial merupakan proses pertahanan diri seseorang terhadap orang lain maupun lingkungan yang menyebabkan kecemasan pada diri sendiri dengan cara menarik diri secara fisik maupun psikis (Dalami et al., 2009, hal.2).

2. Penyebab Menurut Riyadi dan Purwanto (2009, hal.159) faktor predisposisi isolasi sosial adalah: a. Faktor perkembangan Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus terpenuhi. Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan mempengaruhi hubungan sosial.

5 b. Faktor biologis Organ tubuh dapat mempengaruhi terjadinya gangguan

hubungan sosial. Misalnya kelainan struktur otak dan struktur limbik diduga menyebabkan skizofrenia. c. Faktor sosial budaya Norma-norma yang salah dalam keluarga atau lingkungan dapat menyebabkan gangguan hubungan sosial. Misalkan pada lansia, cacat, dan penyakit kronis yang diasingkan dari lingkungan.

Sedangkan faktor prespitasi gangguan jiwa isolasi sosial menurut Erlinafsiah (2010, hal.102) adalah: a. Kehilangan ketertarikan, yang nyata atau yang dilayangkan, termasuk kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri, karena elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka persepsi pasien merupakan hal yang sangat penting. b. Peristiwa dalam kehidupan, sering dilporkan sebagai pendahulu episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalahmasalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan

menyelesaikan masalah. c. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi perkembangan depresi, terutama pada wanita. d. Perubahan psikologis diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik, seperti: infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat mencetuskan

6 gangguan alam perasaan diantara obat-obatan tersebut terdapat obat anti hipertensi dan penyalahgunaan zat yang menyebabkan kecanduan. Kebanyakan penyakit kronik yang melemahkan tubuh juga sering disertai dengan depresi.

3. Tanda dan gejala Tanda dan gejala klien isolasi sosial menurut Depkes RI (2000, hal.120) yaitu memiliki perilaku sebagai berikut: a. Kurang spontan b. Apatis (acuh terhadap lingkungan) c. Ekspresi wajah kurang berseri d. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri 2.1 Tabel tanda dan gejala

Jenis perilaku Menarik diri

Perilaku

1) Kurang spontan 2) Apatis (acuh terhadap lingkungan) 3) Ekspresi wajah kurang berseri 4) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri 5) Tidak ada atau kurang komunikasi verbal 6) Mengisolasi diri 7) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar

7 8) Masukan makanan dan minuman terganggu 9) Retensi urin dan feses 10)Aktivitas menurun 11)Kurang energi 12)Rendah diri 13)Postur tubuh berubah

Curiga

1) Tidak mampu mempercayai orang lain 2) Bermusuhan 3) Mengisolasi diri dalam lingkungan sosial 4) Paranoia

Manipulasi

1) Ekspresi perasaan yang tidak langsung pada tujuan 2) Kurang asertif 3) Mengisolasi diri dari hubungan sosial 4) Harga diri yang rendah 5) Sangat tergantung pada orang lain Sumber: Depkes RI (2000, hal.120)

8 4. Rentang respon Menurut Depkes RI (2000, hal.114) rentang respon pasien dengan isolasi sosial adalah: 2.1 Skema rentang respon Respon adaptif Respon maladaptif

1) Menyendiri 2) Otonomi 3) Kebersamaan 4) Saling ketergantungan

1) Kesepian 2) Menarik diri 3) Ketergantun gan 4)

1) Manipula si 2) Impulse 3) Narkisism e 4)

Keterangan rentang respon: a. Respon adaptif 1) Menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan juga suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya 2) Otonomi merupakan kemampuan individu dalam

menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial 3) Kebersamaan merupakan suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling memberi dan menerima

9 4) Saling ketergantungan merupakan suatu hubungan saling antar individu dengan orang lain dalam rangka membina hubungan interpersonal.

b. Respon maladaptive 1) Manipulasi Pada gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain 2) Impulsif Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan 3) Narkisisme Pada individu narkisisme terdapat harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung. 5. Penatalaksanaan a. Pengelolaan penatalaksanaan medis 1) Terapi psikofarmaka, menurut (Hawari, 2001). Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan

10 mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien. Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, antiinsomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif.

Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer, psikomimetika. 2) Terapi somatik Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat gannguan jiwa sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh lain. Salah satu bentuk terapi ini adalah Electro Convulsive Therapy. Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup neuroleptic, antidepressants dan

menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai.Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan biokimia didalam otak (Peningkatan kadar norepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti depresan.

11 b. Pengelolaan keperawatan Terapi modalitas adalah suatu kegiatan dalam memberikan asuhan keperawatan baik di institusi pelayanan maupun dimasyarakat, yang bermanfaat kesehatan dan berdampak terapeutik (Dalami, 2010, hal. 103). Jenis-jenis terapi modalitas menurut Videbeck (2008) adalah: 1) Psikoterapi individu Psikoterapi individu merupakan metode yang

menimbulkan perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan prilakunya. Komponen-komponen terapi individu (Yosep, 2009, hal.232). a) Membina hubungan saling percaya Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi sosial memerlukan waktu yang tidak singkat. Perawat harus konsisten bersikap terpeutik kepada pasien. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan hasil. Bila klien sudah percaya maka apapun yang akan diprogramkan, klien akan mengikutinya. b) Membantu klien menyadari perilaku isolasi sosial Mungkin perilaku isolasi sosial yang dialami klien dianggap sebagai perilaku yang normal. Agar klien menyadari bahwa perilaku tersebut perlu diatasi maka hal yang pertama dilakukan adalah menyadarkan klien

12 bahwa isolasi sosial merupakan masalah dan perlu diatasi. c) Melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap d) Diskusikan dengan klien tentang kekurangan dan kelebihan yang dimiliki e) Inventarisir kelebihan klien yang dapat dijadikan motivasi untuk membangun kepercayaan diri klien dalam pergaulan f) Ajarkan klien koping mekanisme yang konstruktif

g) Libatkan klien dalam interaksi dan terapi kelompok sosialisasi secara bertahap h) Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya interaksi klien yang dimulai dengan keluarga terdekat i) Eksplorasi keyakinan agama klien dalam

menumbuhkan sikap pentingnya sosialisasi dengan lingkungan sekitar 2) Terapi keluarga Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang mengikutsertakan Tujuannya adalah klien dan anggota keluarganya. dinamika

memahami

bagaimana

keluarga mempengaruhi psikopatologi klien, memobilisasi kekuatan dan sumber fungsional keluarga.

13 3) Terapi rehabilitasi Terapi rehabilitasi adalah serangkaian usaha yang

terkoordinasi yang terdiri dari upaya medis, social, edukasional, dan vokasional, untuk melihat kembali seseorang agar dapat mencapai kemampuan fungsional pada taraf setinggi mungkin (Dalami, 2010, hal.111). 4) Terapi aktifitas kelompok Terapi aktifitas kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung, dan mempunyai norma yang sama. Jenis-jenis terapi aktifitas kelompok menurut Dalami (2010, hal. 125). a) Terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi b) Terapi aktifitas kelompok stimulasi sensori c) Terapi aktifitas kelompok orientasi realita d) Terapi aktifitas kelompok sosialisasi

B. Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) Terapi aktifitas kelompok sosialisasi merupakan terapi modalitas kelompok untuk klien isolasi sosial. 1. TAKS merupakan Terapi Aktifitas Kelompok yang digunakan untuk membantu klien melakukan sosialisai dengan individu disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap darri interpersonal (satu dan satu), kelompok, dan massa. Aktifitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.

14 2. Tujuan a. Tujuan umum Menurut Keliat & Akemat (2005, hal.16).tujuan umum TAKS adalah meningkatkan hubungan sosial klien gangguan hubungan sosial b. Tujuan khusus Tujuan khusus dari TAKS menurut Keliat dan Akemat (2005, hal.16) adalah: 1) Klien mampu memperkenalkan diri 2) Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok 3) Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok 4) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan 5) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi dengan orang lain 6) Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok 7) Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan. 3. Indikasi klien Menurut Keliat & Akemat (2005, hal:17) indikasi klien untuk dilakukan TAKS adalah sebagai berikut a. Klien menarik diri yang telah mulai melakukan interaksi interpersonal

15 b. Klien kerusakan komunikasi verbal yang telah berespon sesuai dengan stimulus. Menurut (Keliat & Akemat, 2005, hal.18) Terapi aktifitas kelompok sosialisasi dapat dibagi menjadi beberapa sesi yaitu: a) Sesi 1 (Kemampuan memperkenalkan diri) 1) Tujuan Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama: nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi. 2) Setting
(a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran (b) Ruangan nyaman dan tenang

3) Alat (a) Tape recorder (b) Kaset (c) bola tenis (d) buku catatan dan pulpen (e) jadwal kegiatan pasien 4) Metode (a) Dinamika kelompok (b) diskusi dan tanya jawab (c) bermain peran 5) Langkan kegiatan
(a) Persiapan (1) Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu isolasi

sosial: menarik diri.

16
(2) Membuat kontrak dengan klien (3) Mempersiapkan alat dan tempat (b) Orientasi

Pada tahap ini terapis melakukan: (1) Memberi salam teraupetik: salam dari terapis (2) Evaluasi/validasi
(c) Kontrak

(1) Menjelaskan

tujuan

kegiatan,

yaitu

memperkenalkan diri (2) Menjelaskan aturan main berikut ((a)) Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus minta ijin kepada terapis ((b))Lama kegiatan 45 menit ((c)) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
(d) Tahap kerja

(1) Jelaskan kegiatan, yaitu kaset pada tape recorder akan dihidupkan serta pola diedarkan berlawanan arah jarum jam (yaitu kearah kiri) dan pada saat tape dimatiakn maka anggota kelompok yang memagang bola memperkenalkan dirinya. (2) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan jarum jam. (3) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk

17 menyebutkan: salam, nama lengkap, nama

panggialan, hobi dan asal dimulai oleh tertapis sebagai contoh. (4) Tulis nama panggilan pada kertas/papan nama dan tempel/ pakai. (5) Ulangi (1),(2) dan (3) sampai semua anggota mendapat giliran. (6) Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan
(e) Tahap terminasi (1) Evaluasi, menanyakan perasaan klien setelah

mengikuti TAK
(2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok (3) Rencana tindak lanjut:

((a)) Menganjurkan

tiap

kelompok

melatih

memperkenalkan diri kepada orang lain di kehidupan sehari-hari ((b)) Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatan harian pasien
(4) Kontrak yang akan datang

((a)) Menyepakati

kegiatan

berikut,

yaitu

berkenalan degan anggota kelompok ((b)) Menyepakati waktu dan tempat

18 b) Sesi 2 Kemampuan berkenalan 1) Tujuan Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok (a) memperkenalkan diri sendiri (b) menanyakan diri anggota kelompok yang lain 2) Setting (a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran (b) Ruang nyaman dan tenang 3) Alat (a) Tape recorder (b) Kaset (c) Bola tennis (d) Buku catatan dan pulpen (e) Jadwal kegiatan klien 4) Metode (a) Dinamika kelompok (b) Diskusi dan tanya jawab (c) Bermain peran / simulasi 5) Langkah kegiatan (a) Persiapan (1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi TAKS (2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

19 (b) Orientasi Pada tahap ini terapis melakukan:


(1) Memberi salam teraupetik

((a)) Salam dari terapis ((b)) Peserta dan terapis memakai papan nama (c) Evaluasi / validasi
(1) Menanyakan perasaan pasien saat ini (2) Menanyakan apakah telah mencoba memperkenalkan

diri pada orang lain. (d) Kontrak (1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu berkenalan dengan anggota kelompok (2) Menjelaskan aturan main berikut ((a)) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis. ((b)) Lama kegiatan 45 menit ((c)) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai (e) Tahap kerja
(1) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola

tenis berlawanan dengan jarum jam.


(2) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang

memegang bola mendapat giliran untuk berkenalan dengan anggota kelompok yang ada disebelah kanan dengan cara:

20 ((a)) Memberi salam ((b)) Menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi. ((c)) Menanyakan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi lawan bicara. ((d)) Dimulai oleh terapis sebagai contoh. ((e)) Ulang (a) dan (b) sampai semua anggota kelompok mendapat giliran ((f)) Hidupkan kembali kaset pasa tape recorder dan edarkan bola, pada saat tape di matikan , minta pada anggota kelompok yang memegang bola untuk memperkenalkan anggota kelompok yang disebelah kanannya kepada kelompok, yaitu nama lengkap, nama panggialn, asal dan hobi. Dimulai oleh terapis sebagai contoh. ((g)) Ulangi sampai semua anggota mendapat giliran. ((h)) Beri pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan. (f) Tahap terminasi
(1) Evaluasi

((a)) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. ((b)) Memberi pujian atas keberhasilan klien

21
(2) Rencana tindak lanjut

((a)) Menganjurkan semua anggota kelompok latihan berkenalan. ((b)) Memasukkan kegiatan berkenalan pada jadwal kegiatan harian klien.
(3) Kontrak yang akan datang

((a)) Menyepakati kegiatan berikut, yaitu dengan bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi. ((b)) Menyepakati waktu dan tempat. c) Sesi 3 Kemampuan bercakap-cakap 1) Tujuan Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok: (a) Menanyakan kehidupan pribadi kepada satu orang anggota kelompok. (b) Pertanyaan tentang kehidupan pribadi 2) Setting (a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran. (b) Ruangan nyaman dan tenang 3) Alat (a) Tape recorder (b) Kaset (c) Bola tenis (d) Buku catatan dan pulpen (e) Jadwal kegiatan klien

22 4) Metode (a) Dinamika kelompok (b) Diskusi dan tanya jawab (c) Bermain peran dan stimulasi 5) Langkah kegiatan (a) Persiapan
(1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok

pada sesi 2 TAKS


(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

(b) Orientasi
(1) Salam teraupetik

Pada tahap ini terapis melakukan: ((a)) Memberi salam teraupetik ((b)) Peserta dan terapis memakai papan nama (c) Evaluasi dan validasi
(1) Menanyakan perasaan klien saat ini (2) Menanyakan apakah telah mencoba berkenalan

dengan orang lain (d) Kontrak


(1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu bertanya dan

menjawab tentang kehidupan pribadi.


(2) Menjelaskan aturan main berikut:

((a)) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis. ((b)) Lama kegiatan 45 menit

23 ((c)) Selain klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. (e) Tahap kerja
(1) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola

tenis berlawanan dengan arah jarum jam.


(2) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang

memegang bola mendapat giliran untuk bertanya tentang kehidupan pribadi anggota kelompok yang ada disebelah kanan dengan cara: ((a)) Memberi salam ((b)) Memanggil panggilan ((c)) Menanyakan kehidupan pribadi: orang

terdekat/dipercayai disegani, pekerjaan. ((d)) Dimulai oleh terapis sebagai contoh. Ulangi sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.
(3)

Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.

(f) Tahap terminasi


(1) Evaluasi

((a)) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. ((b)) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.

24
(2) Rencana tindak lanjut:

((a)) Menganjurkan

tiap

anggota

kelompok

bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi dengan orang lain pada kehidupan sehari-hari. ((b)) Memasukkan kegiatan bercakap-cakap pada jadwal kegiatan harian pasien.
(3) Kontrak yang akan datang.

((a)) Menyepakati menyampaikan

kegiatan dan

berikut,

yaitu topik

membicarakan

pembicaraan tertentu. ((b)) Menyepakati waktu dan tempat. d) Sesi 4 Kemampuan bercakap-cakap dengan topik tertentu
1) Tujuan

Klien mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan anggota kelompok: (a) Menanyakan topik yang ingin dibicarakan (b) Memilih topik yang ingin dibicarakan (c) Memberi pendapat tentang topik yang dipilih
2) Setting

(a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran. (b) Ruangan nyaman dan tenang

25
3) Alat

(a) Tape recorder (b) Kaset (c) Bola tenis (d) Buku catatan dan pulpen (e) Jadwal kegiatan klien (f) Flipcart dan spidol
4) Metode

(a) Dinamika kelompok (b) Diskusi dan tanya jawab (c) Bermain peran dan stimulasi
5) Langkah kegiatan (a) Persiapan (1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok

pada sesi 3 TAKS


(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan (b) Orientasi (1) Salam teraupetik

Pada tahap ini terapis melakukan: ((a)) Memberikan salam teraupetik ((b)) Peserta dan terapis memakai papan nama
(c) Evaluasi dan validasi (1) Menanyakan perasaan klien saat ini (2) Menanyakan

apakah telah mencoba berkenalan

dengan orang lain

26
(d) Kontrak (1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menyampaikan,

memilih dan memberikan pendapat tentang topik percakapan


(2) Menjelaskan aturan main berikut

((a)) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis. ((b)) Lama kegiatan 45 menit ((c)) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.
(e) Tahap kerja (1) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola

tenis berlawanan dengan arah jarum jam.


(2) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang

memegang

bola

mendapat

giliran

untuk

menyampaikan satu topik yang ingin dibicarakan. Dimulai oleh terapis sebagai contoh. Misalnya cara bicara yang baik atau cara mencari teman
(3) Tuliskan pada flipcart topik yang disampaikan secara

berurutan
(4) Ulangi sampai semua anggota kelompok mendapat

giliran menyampaikan topik yang diinginkan


(5) Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tennis. Pada

saat dimatikan , anggota memegang bola memilih

27 topik yang disukai untuk dibicarakan dari daftar yang ada.


(6) Ulangi (5) sampai semua anggota kelompok memilih

topik.
(7) Terapis membantu menetapkan topik yang paling

banyak terpilih
(8) Hidupkan lagi kaset dan edarka bola tenis. Pada saat

dimatikan,

anggota

yang

memengang

bola

menyampaikan pendapat tentang topik yang terpilih.


(9) Ulangi

(8)

sampai

semua

anggota

kelompok

menyampaikan pendapat
(10) Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok

dengan memberi tepuk tangan.


(f) Tahap terminasi (1) Evaluasi

((a)) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. ((b)) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
(2) Rencana tindak lanjut

((a)) Menganjurkan tiap anggota kelompok bercakapcakap tentang kehidupan pribadi dengan orang lainpada kehidupan sehari-hari. ((b)) Memasukkan kegiatan bercakap-cakap pada jadwal kegiatan harian pasien.

28

(3) Kontrak yang akan datang.

((a)) Menyepakati menyampaikan

kegiatan dan

berikut,

yaitu topik

membicarakan

pembicaraan tertentu. ((b)) Menyepakati waktu dan tempat

C. Interaksi 1. Pengertian Interaksi sosial merupakan hubungan antar individu yang

menghasilkan helping mutualisme yaitu hubungan yang saling menguntungkan dan berkualitas, serta saling mempengaruhi dalam upaya tercapainya perubahan perilaku dan perubahan kondisi menjadi lebih baik (Nasir et al, 2009, hal.91). Interaksi sosial adalah hubungan antara dua individu atau lebih, ketika individu yang satu mempengaruhi, mengubah atu memperbaiki kelakuan individu yang lain (Bonner, dalam Santoso, 2009, hal.11). 2. Jenis interaksi Ada beberapa jenis interaksi sosial (Sunaryo, 2004, hal.274) yaitu: a. Interaksi antara individu dan individu Interksi ini terjadi pada saat dua individu bertemu, walaupun bisa juga pertemuan tersebut tanpa tindakan apa-apa. b. Interaksi antara individu dan kelompok c. Interaksi antara kelompok dan kelompok

29 Kelompok adalah sebagai kesatuan bukan pribadi. Ciri-ciri kelompok adalah:


1) Ada pelaku dengan jumlah lebih dari satu 2) Ada komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol 3) Ada dimensi waktu (masa lampau, masa kini, dan masa datang)

yang menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung


4) Ada tujuan tertentu

3. Syarat terjadinya interaksi Menurut TIM MITRA GURU (2007, hal.37) syarat terjadinya interaksi adalah: a. Kontak sosial Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu: 1) Antar individu, misalnya anak kecil mempelajari kebiasaankebiasaan keluarganya. Proses tersebut terjadi melalui sosialisasi, yaitu suatu proses anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma daan nilai-nilai masyarakat. 2) Antar individu ddan kelompok manusia, misalnya individu merasa bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat. 3) Antar kelompok manusia dengan kelompok manusia yang lian, dua buah perusahaan mengadakan suatu kontrak atau perjanjian tertentu.

30 b. Komunikasi Komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari satu pihak ke pihak lain, sehingga terjadi pengertian bersama. Arti terpenting dari komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Komunikasi merupakan dasar bagi persepsi seseorang, persepsi merupakan proses internal yang memungkinkan kita untuk memilih, mengorganisasi, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita (Mulyana, 2005, hal.167).

31 D. Kerangka teori Dari teori-teori diatas penulis mengambil kerangka teori sebagai berikut: 2.2 Skema kerangka teori

Faktor prespitasi: 1. Kehilangan ketertarikan 2. Peristiwa dalam kehidupan 3. Peran dan ketegangan peran 4. Perubahan psikologis

Faktor predispoposisi: 1. Faktor perkembangan 2. Faktor biologis 3. Faktor sosial budaya

Isolasi sosial

TAK SOSIALISASI

Kemampuan beinteraksi kliein

Sumber: Keliat & Akemat, 2005

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL


A. Kerangka konsep Berdasarkan tinjauan teori dan kerangka teori di BAB II maka, kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: 3.1 Skema kerangka konsep

Variable dependent TAK: SOSIALISASI (TAKS)

Variable independent Kemampuan berinteraksi

B. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010, hlm.72). Hipotesis pada penelitian ini adalah: Ha: Ada pengaruh TAK sosialisasi sesi 1 sampai dengan sesi 2 terhadap kemampuan berinteraksi klien isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

33

34 C. Definisi operasional

N o

Variabel

Definisi operasion al

1 .

Kemampu an berinterak si

hubungan yang saling menguntun gkan dan berkualitas, serta saling mempenga ruhi dalam upaya tercapainya perubahan perilaku dan perubahan kondisi menjadi lebih baik Terapi yang memakai metode dalam dinamika kelompok dimana bertujuan untuk meningkat kan kemampua n berinteraks i dengan lingkungan sekitar

Alat ukur dan Cara ukur Lembar kuesioner

Hasil ukur dan kategori

Skala

Untuk mendiskri psikan variable, di kategorika n baik: 19 30 Kurang baik: 18

Num erik

2 .

Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)

3.1 Tabel definisi operasional

BAB IV METODE PENELITIAN


A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian pra-eksperimental menggunakan One group pre-post test design yaitu: mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi pertama (pretest) yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen (Notoatmodjo, 2010, hlm.58). Bentuk rancangan penelitian ini sebagai berikut:

Pretest 01

perlakuan X

postest 02

Skema 4.1 Bentuk Rancangan Penelitian One Group Pretest and Postest Keterangan: 01= Pretest (sebelum diberi perlakuan) X= Perlakuan berupa terapi aktivitas kelompok 02= Posttest (setelah diberi perlakuan)

34

35

B. Populasi Dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Machfoedz, 2007, hlm.48). Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang mengalami gangguan isolasi sosial yang di rawat di Rumah Sakit Jiwa daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang dari populasi Januari- Oktober 2012 sebanyak 693, sehingga rata-rata tiap bulan adalah 69 pasien. 2. Sampel Menurut Notoadmodjo (2010, hlm. 79) sampel adalah sebagian yang diambil dari seluruh objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Menurut Hidayat (2007, hlm.32), dalam penelitian keperawatan, kriteria sampel harus meliputi kriteria inklusi dan eksklusi, dimana kriteria itu menentukan dapat dan tidaknya sampel tersebut digunakan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yang memenuhi kriteria, yaitu kriteria inklusi dan eksklusi (Notoatmodjo, 2005, hlm.79). a. Kriteria inklusi 1) Pasien gangguan isolasi sosial. 2) Belum pernah mengikuti TAK sosialisasi atau pernah mengikuti TAK sosialisasi tetapi tidak teratur 3) Berumur antara 18-40 tahun. 4) Dapat diajak berkomunikasi secara verbal. 5) Diijinkan untuk menjadi subyek penelitian oleh keluarga.

36

b. Kriteria eksklusi Pasien droup out (baik karena pulang, sakit fisik atau kondisi lain yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan kegiatan penelitian). Besarnya sampel ditentukan menggunakan rumus Slovin:

Dimana: n = Besar sampel N= Besar populasi d = Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan

Sempel dibagi menjadi 5 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 11-12 responden. karena adanya 5 responden yang mengundurkan diri saat TAKS dilakukan maka jumlah responden menjadi 53. 3. Teknik sampling Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2008, hal.93). Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian. Sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling yaitu suatu teknik penempatan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai yang dikehendaki peneliti,

37

sehingga sampel tersebut dapat mewakili sampel. Dimana sampel yang ditetapkan ada 53 responden (Nursalam, 2008, hlm. 94).

C. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Waktu dilakukan penelitian mulai dari bulan Oktober 2012 - Maret 2013.

D. Etika Penelitian Pada bagian ini, peneliti menjelaskan masalah etika dalam penelitian keperawatan seperti informed consent sebelum melakukan penelitian, anonimity atau tidak dicantumkan nama saat melakukan pengukuran, pengumpulan data, dan confidentiality atau kerahasiaan (Hidayat, 2007, hlm.92). 1. Lembar pesetujuan (Informed consent) Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed concent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed concent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed concent tersebut antara lain: partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang

38

dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang sudah dihubungi dan lain-lain. 2. Tanpa nama (Anonimity) Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. 3. Kerahasiaan infomasian (Confidentiality) Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

E. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner, alat tulis, dan software komputer untuk mengolah data. Kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan literatur yang ada, baik dari buku maupun dari jurnal-jurnal keperawatan. Dalam penelitian ini kuesioner yang digunakan terdiri dari: 1. Kuesioner A, yaitu mengetahui karakteristik responden antara lain umur, jenis kelamin, dan pendidikan. 2. Kuesioner B, yaitu cara berinteraksi. Penilaian diambil berdasarkan data yang diperoleh setelah dilakukan observasi. Pertanyaan terdiri

39

dari kemampuan berinteraksi dengan teman, kemampuan berinteraksi dengan perawat, dan sopan santun saat berinteraksi. Sistem skoring pada kuesioner adalah: menggunakan skala linkers dengan nilai 1-5 sehingga didapatkan rentang nilai 6-30: responden dikatakan memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik bila nilai 19-30 dan kurang baik dengan nilai 6-18.

a. Uji validitas Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2005, hlm.129). Karakteristik responden sesuai dengan kriteria inklusi responden. Uji validitas pada penelitian ini menggunakan rumus uji korelasi Pearson Product moment. { }{ }

Keterangan :

r
N x y xy

= Koefisien korelasi
= Jumlah Respoden = Skor Pertanyaan = Skor Total = Skor Pertanyaan dikali skor total

Uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan nili r dengan nilai r tabel untuk degree of freedom (df =n-k) dalam hal ini nilai n adalah jumlah sampel dan k adalah jumlah konstruk. Jika r

40

hitung lebih besar dari r tabel dan nilai r positif, maka butir atau pertanyaan tersebut dikatakan valid (Riwidikdo, 2009, hlm.153). Uji validitas dilaksanakan pada tanggal 7-14 Maret 2013, dari enam pertanyaan pada kuesioner kemampuan berinteraksi telah di ujicobakan dan didapatkan hasil nilai r > 0,3 sehingga pertanyaanpertanyaan tersebut dinyatakan valid pada taraf signifikansi 1%. b. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bisa dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2005, hlm.133). Untuk mengetahui reliabilitas alat ukurnya adalah dengan cara membandingkan nilai r hasil (r Alpha) dengan nilai konstanta (0,6) yaitu dengan ketentuan bila r Alpha > konstanta (0,6). Uji reliabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut (Arikunto, 2006, hlm.196):

)(

Keterangan : = Koefisien Alfa Cranbach k = Jumlah item pertanyaan = Varian Butir-butir pertanyaan

41

= Jumlah varian skor total Kriteria: Alpha > 0,6 artinya reliable Alpha < 0,6 artinya tidak reliable Enam pertanyaan pada kuesioner kemampuan berinteraksi telah diujicobakan dan didapatkan hasil nilai = 0,754. Karena nilai

> 0,6 maka pertanyaan-pertanyaan tersebut dinyatakan reliable pada taraf signifikansi 1%.

F. Prosedur Pengumpulan Data Cara yang digunakan untuk mendapatkan data adalah sebagai berikut: 1. Pengajuan izin penelitian dari Direktur STIKES Telogorejo Semarang pada tanggal 22 Februari 2013. 2. Pengajuan izin pengambilan data kepada Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo Semarang pada tanggal 5 Maret 2013. 3. Memilih responden yang memenuhi syarat penelitian pada tanggal 1116 Maret 2013. 4. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan peneliti kepada keluarga responden dan tidak ada unsur pemaksaan. Responden yang bersedia berpartisipasi secara suka rela dalam penelitian ini dimohon mengisi dan menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Pada penelitian ini responden dibagi menjadi 5 kelompok, dengan masingmasing kelompok terdiri antara 11-12 responden pada tanggal 11-16 April 2013.

42

5. Observasi kemampuan klien gangguan isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo Semarang dengan

mengobservasi cara berinteraksi responden sebelum TAKS pada tanggal 18-23 Maret 2013. 6. Memberikan TAK sosialisasi yang dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh innumerator. Sebelum melakukan TAKS innumertor diberikan penjelasan tentang TAKS pada tanggal 27 Maret 2013. 7. Jeda waktu yang diberikan setiap sesi adalah 2 hari 8. Observasi kemampuan klien gangguan isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo Semarang dengan

mengobservasi cara berinteraksi responden setelah TAKS pada tanggal 29 April-4 Mei 2013.

G. Rencana Analisis Data 1. Pengolahan data Menurut Hidayat (2007, hlm.121) dalam proses pengolahan data terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh, yaitu: a. Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. b. Coding Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan

43

komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu kode dari suatu variabel. Dalam penelitian ini pada kuesioner cara berinteraksi jika: 1) Pasien mampu berinteraksi diberi kode 1. 2) Pasien tidak mampu berinteraksi diberi kode 0. Jenis kelamin: 1) Laki-laki: diberi kode 1 2) Perempuan : diberi kode 2 Pendidikan: 1) Tidak sekolah : diberi kode 1 2) Sekolah dasar (SD): diberi kode 2 3) Sekolah menengah pertama (SMP): diberi kode 3 4) Sekolah menengah atas (SMA): diberi kode 4 5) Perguruan tinggi: diberi kode 5 c. Tabulating Tabulating adalah kegiatan memasukkan data hasil penelitian ke dalam tabel sesuai dengan kriteria. Setelah melewati perkordingan dan memproses data agar dapat di analisis. d. Cleaning Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah ditabulasi apakah ada kesalahan atau tidak.

44

2. Analisis data. Penelitian ini bersifat membuktikan hipotesis yang diajukan

sebelumnya, sehingga mengandung konsekuensi pembuktianya, serta memerlukan penganalisaan secara statistik. Namun demikian, untuk keperluan yang bersifat deskriptif, peneliti masih berusaha

memadukanya dengan metode kualitatif, yang dimaksudkan untuk memberikan penggambaran dan penjabaran atas hasil penelitian yang diperoleh. 1) Analisis Univariat Tabel univariant atau atau tabel frekuensi digunakan skor untuk

menggambarkan berinteraksi

mendeskripsikan dan

kemampuan TAKS, serta

pasien

sebelum

sesudah

karakteristik responden yang meliputi umur, jenis kelamin dan pendidikan. Tabel univariant akan menggunakan distribusi frekuensi dan persentase. 2) Analisis Bivariat Analisa bivariat yaitu analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan 2 variabel yang meliputi variabel bebas (terapi aktivitas kelompok) dan variabel terikat (kemampuan mengenal

berinteraksi sosial sosial). Sebelum dilakukan uji statistik pada variabel bebas dan variabel terikat dilakukan uji Kolmogrof Smirnov Test, setelah didapatkan nilai probabilitas > dari taraf signifikan 5% atau 0,05. Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan hasil sebelum TAKS ( = 0,833) dan sebelum TAKS

45

( = 0,711). Data tersebut tergolong berdistribusi normal, karena nilai probabilitasnya lebih dari dari 0,05. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan Uji Beda Sampel Berpasangan (Paired Sampel T-Test) dengan hasil Value 0,000. Nilai probabilitas yang kurang dari taraf signifikan 5% atau 0,05 tergolong terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua sampel berpasangan. Syarat Paired Sample : 1) 2) 3) Distribusi data normal Kedua kelompok data dependen/pair Jenis variabel adalah numeric dan kategori (dua kelompok)

Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : T= / n Keterangan : D sampel 2 SD_d /n : Standar deviasi dari deviasi/selisih sampel 1 dan sampel 2 : Rata-rata deviasi/selisih sampel 1 dengan d SD_d

Ada beda yang bermakna jika: 1. Hipotesa penelitian (Ha) diterima jika value lebih kecil dari (0,05), hal ini berarti terdapat hubungan yang bermakna

46

Guna mempermudah penghitungan statistik akan digunakan bantuan komputer melalui progam Statistik Product and service Solutions atau SPSS 13.00 for windows 7.

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang merupakan salah satu pusat layanan kesehatan jiwa di Semarang. Rumah sakit ini memberikan penanganan di bidang kesehatan jiwa dan penyalahgunaan narkoba untuk seluruh masyarakat Jawa Tengah. Rumah sakit jiwa tersebut terletak di Jln. Brigjend Sudiarto no 347 Semarang. Terdapat 14 ruang rawat inap di RSJD dr.AminoGondohutomo Semarang. Dua belas ruangan masingmasing berkapasitas 25 pasien, 1 ruangan untuk pasien yang membutuhkan penanganan intensif (UPIP), dan ruangan untuk kelas VIP.

RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang juga dilengkapi dengan instalasi Gawat Darurat jiwa dan umum 24 jam dan instalasi rawat jalan yang terdiri dari poliklinik spesialis jiwa, klinik spesialis syaraf, klinik gigi, klinik psikologi, ECT dengan anesthesia, klinikfisioterapi, serta rehabilitasi medic dan mental. Rumah sakit jiwa ini memiliki 139 perawat dengan pendidikan sarjana, DIII keperawatan, pendidikan S2, dan 28 dokter yang terdiri dari dokter spesialis kejiwaan, spesialis syaraf, spesialis anestesi, dokter umum, dokter gigi, spesialis radiologi, dan spesialis patologi klinik.

47

48 B. Analisis Univariat 1. Karakteristik responden a. Jenis kelamin Penelitian yang telah dilakukan terhadap responden yang mempunyai diagnosa medis isolasi sosial di RSJD dr. Amino Gondhohutomo Semarang, diperoleh data tentang usia responden yang disajikan seperti di bawah ini : Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di RSJD dr. Amino Gondhohutomo bulan April 2013(n=53)

Jeniskelamin Laki-laki Perempuan Jumlah

F 37 16 53

% 69,81 30,19 100

Berdasarkan table 5.3 dapat diketahui bahwa jumlah responden lakilaki lebih banyak dari pada responden perempuan yaitu, sebanyak 37 (69,81%) dan responden perempuan sebanyak 16 (30,19%).

b. Usia Penelitian yang telah dilakukan terhadap responden yang mempunyai diagnosa isolasi sosial di RSJD dr. Amino Gondhohutomo Semarang, diperoleh data tentang usia responden yang disajikan seperti di bawah ini :

49 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia di RSJD dr. Amino Gondhohutomo bulan April 2013(n=53) Usia 19-24 25-29 30-34 35-40 Jumlah F 7 16 18 12 53 (%) 13,20 30,20 33,96 22,64 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa usia responden terbanyak adalah usia 30-34 tahun yaitu sebanyak 18 (30,0%). Responden dengan usia paling sedikit adalah 19 - 24 tahun yaitu sebanyak 7 (13,2%).

c. Tingkat pendidikan Penelitian yang telah dilakukan terhadap responden yang memiliki diagnosa medis isolasi sosial di RSJD dr. Amono Gondhohutomo Semarang, diperoleh data tentang pendidikan responden yang disajikan seperti di bawah ini : Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan di RSJD dr. Amino Gondhohutomo bulan April 2013(n=53) Pendidikan SD SMP SMA S1 Jumlah F 10 13 22 8 53 (%) 18,87 24,53 41,50 15,10 100

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui tingkat pendidikan responden terbanyak adalah SMA sebanyak 22 (41,4%). Responden dengan tingkat pendidikan paling sedikit adalah S1 sebanyak 8 (15,1%)

50 2. Tingkat kemampuan berinteraksi sebelum dilakukan TAKS. Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat kemampuan Berinteraksi pada pasien isolasi sosial sebelum dilakukan TAKS di RSJD dr. Amino Gondhohutomo Semarang bulan April 2013 (n=53) Pre TAKS Kurang baik Baik Jumlah F 32 21 79 % 60,4 39,6 100

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 53 responden, didapatkan responden dengan kemampuan berinteraksi kurang baik sebanyak 32 (60,4 %), dan responden dengan kemampuan baik sebanyak 21 (39,6%).

3. Tingkat kemampuan berinteraksi setelah dilakukan TAKS. Tabel 5.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat kemampuan Berinteraksi pada pasien isolasi sosial sesudah dilakukan TAKS di RSJD dr. Amino Gondhohutomo Semarang bulan April 2013 (n=53) Post TAKS Kurangbaik Baik Jumlah F 11 42 53 % 20,8 79,2 100

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 53 responden, sebanyak 11 (20,8%) dengan kemampuan kurang baik, dan responden dengan kemampuan berinteraksi baik sebanyak 42 (79,2%). C. Analisis Bivariat 1. Perbedaan kemampuan berinteraksi pada pasien isolasi sosial sebelum dan sesudah dilakukan TAKS.

51 Penelitian yang telah dilakukan terhadap responden yang memiliki diagnosa medis isolasi sosial di RSJD dr. Amino Gondhohutomo Semarang, diperoleh data tentang perbedaan kemampuan berinteraksi pasien isolasi sosial sebelum dan sesudah TAKS, yang disusun dalam tabel seperti di bawah ini : Tabel 5.8 Perbedaan kemampuan berinteraksi pasien isolasi sosial Sebelum dan sesudah dilakukan TAKS diRSJD dr. Amino Gondhohutomo Semarang bulan April 2013(n=53) value 0,00 0 0,00 0

Variabel Sebelu m TAKS Setel ah TAK S

Rera ta 17, 20 20, 86

SD 2,8 26 2,7 11

SE 0,400

0,383

Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kemampuan berinteraksi pasien dengan isolasi sosial sebelum dilakukan TAKS 17,20 dengan standar deviasi 2,826. Pada kemampuan berinteraksi pasien isolasi sosial setelah diberikan TAKS didapatkan rata-rata 20,86 dengan standar deviasi 2,711. Didapatkan nilai mean perbedaan kemampuan berinteraksi sebelum dan setelah TAKS adalah 3,66 dengan standar deviasi 0,115. Hasil uji statistik didapatkan nilai < 0,05 maka Ho diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara tingkat kemampuan berinteraksi pasien isolasi sosial sebelum dan sesudah dilakukan TAKS.

BAB VI PEMBAHASAN

A. Interpretasi dan Diskusi Hasil Pada bab ini akan di bahas tentang karakteristik pengaruh TAK sosialisasi terhadap kemampuan berinteraksi pada pasien isolasi sosial. Berdasarkan teori dan hasil-hasil penelitian sebelumnya, keterbatasan dan implikasi hasil penelitian: 1. Gambaran tingkat kemampuan berinteraksi sebelum dilakukan TAKS Berdasarkan hasil peneiltian diketahui bahwa dari 53 responden, didapatkan 32 (60,4 %) mendapatkan nilai < 19 sehingga masuk dalam kategori kurang baik, dan 21 (39,6%) dengan nilai 19 sehingga masuk dalam kategori baik.

Menurut peniliti, masih banyaknya pasien isolasi sosial yang mempunyai kemampuan berinteraksi kurang disebabkan karena beberapa faktor. Beberapa diantaranya adalah lama dirawat, tindakan keperawatan yang sudah di terima dan berapa kali pasien berpartisipasi dalam kegiatan TAKS. Tingkat pendidikan juga berpengaruh, karena tingkat pendidikan akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam menanggapi setiap tindakan keperawatan.

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak 52

53 diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).

Gangguan isolasi sosial yang tidak mendapat perawatan lebih lanjut dapat menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain, sehingga klien menjadi regresi, mengalami penurunan dalam aktivitas, dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri bahkan bisa berlanjut menjadi halusinasi yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Stuart, 1998, hlm 153).

Upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan kejiwaan seseorang dapat dilakukan melalui pendekatan secara promotif, preventif dan rehabilitatif. Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama antar perawat dengan klien, keluarga dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Proses keperawatan yaitu terlaksananya asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi optimal.

Penatalaksanaan keperawatan klien dengan isolasi sosial selain dengan pengobatan psikofarmaka juga dengan pemberian terapi modalitas yang salah satunya adalah TAK. TAK merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat pada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktifitas

54 digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan

TAK dibagi sesuai dengan masalah keperawatan klien, salah satunya adalah TAK Sosialisasi. TAK Sosialisasi adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Dengan TAK sosialisasi maka klien dapat meningkatkan hubungan sosial secara bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok dan masyarakat (Keliat, 2005, hlm. 61).

Hasil penelitian ini didukung oleh peneitian yang dilakukan oleh Suhartini (2006, hlm. 79), penrlitian ini mendapatkan hasil 12 responden (60%) mempunyai nilai kurang dalam kemampuan berinteraksi, dan 8 responden (40%) masuk dalam kategori baik dalam kemampuan berinteraksi.

2. Gambaran tingkat kemampuan berinteraksi sesudah dilakukan TAKS Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 53 responden, sebanyak 11 responden (20,8%) dengan kemampuan kurang baik, dan 42 responden (79,2%) dengan kemampuan berinteraksi baik.

Menurut pendapat peneliti, setiap orang sebenarnya mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungannya, tetapi pada penderita isolasi sosial kemampuan itu berkurang atau hilang. Dengan

55 diberikannya TAKS, pasien diberikan kesempatan untuk menerapkan dan melatih kembali penderita kemampuan isolasi berinteraksinya untuk sehingga

memungkinkan

sosial

meningkatkan

kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya. TAKS menjadi media yang tepat sebagai intervensi keperawatan yang memfasilitasi pasien isolasi sosial dalam memulihkan atau meningkatkan

kemampuan berinteraksinya.

Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Isaacs (2005, hlm 39). Terapi Aktivitas Kelompok sangat efektif mengubah perilaku karena di dalam kelompok terjadi interaksi satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi. Dalam kelompok akan terbentuk satu sistem sosial yang saling berinteraksi dan menjadi tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif. Fokus dari peberian TAKS adalah membuat sadar diri, peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan atau ketiganya.

Pemberian TAKS juga membantu terapis dalam memantau tingkat perkembangan interaksi klien isolasi social sehingga memudahkan terapis dalam menentukan tindakan perawatan yang tepat bagi klien. Karena itu, pemberian TAKS pada pasien isolasi social merupakan salah satu tindakan keperawatan yang vital dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi. Penggunaan kelompok dalam praktek keperawatan jiwa memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi serta

56 pemulihan kesehatan seseorang. Meningkatnya penggunaan kelompok terapeutik, modalitas merupakan bagian dan memberikan hasil yang positif terhadap perubahan perilaku pasien atau klien, dan

meningkatkan perilaku adaptif dan mengurangi perilaku maladaptif. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh individu atau klien melalui terapi aktifitas kelompok meliputi dukungan (support), pendidikan meningkatkan pemecahan masalah, meningkatkan hubungan

interpersonal dan juga meningkatkan uji realitas (reality testing) pada klien dengan gangguan orientasi realitas (Maramis, 2005, hlm 66).

Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling

membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif. Sedangkan kelompok terapeutik memberi kesempatan untuk saling bertukar (Sharing) tujuan, umpamanya membantu individu yang berperilaku destruktif dalam berhubungan dengan orang lain, mengidentifikasi dan memberikan alternatif untuk membantu merubah perilaku destruktif menjadi konstruktif (Kusumawati dan Hartonno, 2010, hlm. 34).

57 Hasil penelitian ini didukung oleh peneitian yang dilakukan oleh Suhartini (2006, hlm. 82), penrlitian ini mendapatkan hasil 15 responden (60%) mempunyai nilai kurang dalam kemampuan berinteraksi, dan 5 responden (40%) masuk dalam kategori baik dalam kemampuan berinteraksi.

3. Perbandingan tingkat kemampuan berinteraksi sebelum dan sesudah dilakukan TAKS

Hasil analisis bivariat dengan uji Uji Beda Sampel Berpasangan (Paired Sampel T-Test), hasil analisis menunjukkan nilai p-value (0,000) < (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan hubungan yang signifikan antara kedua sampel berpasangan

Menurut peneliti, adanya peningkatan kemampuan berinteraksi pasien isolasi sosial sesudah diberikan TAKS karena TAKS adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Klien dibantu untuk melakukan sosialisai yang ada di sekitar klien. Sosialisasi dapat juga dilakukan secara bertahap dan interpersonal, kelompok dan massa. TAKS membantu memfasilitasi pasien untuk terus melatih kemampuan berinteraksinya, sehingga klien terpacu untuk meningkatkan atau memulihkan kemampuan

berinteraksinya.

58 Dengan pemberian TAKS efektif, didukung dengan lingkungan tempat terapi diberikan, dan kemauan klien untuk berpartisipasi dalam kegiatan, maka klien dapat diajarkan cara berkomunikasi dan berinteraksi yang baik.

Hal ini sejalan dengan pendapat Stuart dan Laraia (1998, hlm.451) bahwa jika hubungan teraupeutik antara perawat dan klien sudah terjalin, klien dapat belajar bagaimana mencari sebuah kepuasan dalam berinteraksi dengan orang lain. Peningkatan kemampuan berinteraksi klien juga dipengaruhi oleh adanya reinforcement positive yaitu penguatan untuk mempertahankan suatu perilaku. Reinforcement positive tersebut dapat berupa pujian, senyuman, persetujuan dan hadiah.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Setya (2009, hlm. 71). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan proporsi pengaruh TAKS tehadap kemampuan berinteraksi sebelum dan sesudah TAKS. Rata-rata kemampuan berinteraksi adalah 17,20. Pada pengukuran kedua didapat rata-rata kemampuan berinteraksi adalah 29,25. Dari kedua rata-rata proporsi hasil kemampuan

berinteraksi berbeda sebesar 11,65. Artinya kemampuan berinteraksi responden meningkat sebesar 66,19%. Dari uji statistik didapatkan adanya pengaruh TAKS terhadap kemampuan berinteraksi pada klien isolasi sosial dengan value = 0,00; CI = 95%.

59 B. Keterbatasan Peneliti Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 6) Peningkatan kemampuan berinteraksi pada pasien isolasi sosial, mungkin tidak hanya dikarenakan pemberian TAK sosialisasi saja tetapi juga karena dampak pengobatan, dukungan lingkungan, keluarga dan pelaksanaan ECT yang meningkatkan kemampuan dalam berinteraksi. 7) Responden yang diambil peneliti hanyalah kelompok yang diberi intervensi TAK sosialisai sesi I-II. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan atau menambahkan kelompok kontrol sebagai pembanding dari kelompok yang diberi perlakuan dan menambahkan sesi IV-V untuk lebih optimal lagi dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi pasien dengan isolasi sosial. 8) Tempat penelitian, hanya menggunakan satu rumah sakit saja yaitu RSJD Dr.Amino Gondohutomo Semarang, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan baik secara regional maupun nasional.

C. Implikasi Terhadap Pelayanan, Pendidikan, dan Penelitian 1. Implikasi terhadap pelayanan Hasil penelitian ini memempunyai implikasi yang bermanfaat khususnya bagi pelayanan kesehatan jiwa dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi dan mempercepat kesembuhan pasien dengan isolasi sosial. 2. Implikasi terhadap pendidikan

60 Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi institusi pendidikan dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pembelajaran untuk program studi keperawatan, khususnya

keperawatan jiwa dalam kaitannya terhadap penderita isolasi sosial. 3. Implikasi terhadap penelitian Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi oleh peneliti lain sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

1.

Simpulan Berdasarkan hasil-hasil penelitian dapat disimpulkan: a. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden sebelum

dilakukan TAKS mempunyai kemampuan berinteraksi kurang baik sebanyak 32 (60,4%) dan 21 (39,6%) baik. b. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden sesudah

dilakukan TAKS mempunyai kemampuan berinteraksi kurang baik sebanyak 11 (20,8%) dan 42 (79,2%) baik. c. Ada perbedaan tingkat kemampuan berinteraksi sebelum dan sesudah dilakukan TAKS dengan value 0,000

60

61 2. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka ada beberapa hal yang dapat peneliti sarankan, antara lain: c. Bagi RSJD Dr.Amino Gondohutomo Semarang. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam memberikan asuhan keperawatan klien dengan isolasi sosial, bahwa pemberian terapi aktivitas kelompok stimulasi yang dilakukan secara intensif dan efektif dapat meningkatan kemampuan klien dalam berinteraksi maka perlu diadakan pelatihan bagi tenaga kesehatan RSJD Dr. Amino Gondhohutomo Semarang untuk perawat yang belum pernah mengikuti pelatihan dan juga bagi perawat yang sudah pernah mengikuti pelatihan guna untuk mereview kembali tentang TAK sosialisasi, dibuatkan jadwal secara rutin tentang kegiatan TAK sosialisasi dan dievalusi dari kegiatan TAK sosialisasi. d. Bagi keperawatan. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi merupakan suatu wujud kemandirian perawat dalam melakukan intervensi pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif, yang jika dilakukan dengan intensif akan sangat membantu klien dalam

meningkatkan kemampuan berinteraksi. Sehingga diperlukan dalam melaksanakan terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi III.

62 e. Bagi pasien. Diharapkan melakukan latihan untuk berinteraksi, sehingga dapat menjaga dan meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan orang lain. d. Pada penelitian selanjutnya. Pada penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menambahkan beberapa variable misalnya tindakan ECT. Dan tindakan TAKS tidak hanya dilaukan pada sesi I-II saja, tetapi dilakukan secara menyeluruh. Tempat penelitian juga diharapkan dapat

dikembangkan secara regional dan nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E. (2010). Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta:Trans infomedika.

Dalami, E., Suliswati, Rochimah, Suryati, KR., Lestari, W. (2009). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan jiwa. Jakarta. Trans infomedika

DEPKES. R.I. (2000). Keperawatan jiwa teori dan tindakan keperawatan. Jakarta. DEPKES. R.I.

Erlinafsiah. (2010). Modal perawat dalam praktik keperawatan jiwa. Jakarta. CV. Trans info media.

Isaacs, A. (2005). Keperawatan kesehatan jiwa dan psikiatri (alih bahasa: Rahayuningsih). Jakarta. EGC

Hawari.(2001). Pendekatan Holistic Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.FKUI: Jakarta Hidayat, Aziz A. (2007). Metode penelitian kebidanan teknik analisis data. Jakarta: Salemba Medika.

Keliat, B A. dan Akemat. (2005). Keperawatan jiwa terapi aktivitas kelompok. Jakarta. EGC.

Kusumawati, F & Hartono, Y. (2010). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Kompas. (2010). Kasus gangguan jiwa meningkat. Sabtu 1 Mei 2010. http://health.kompas.com/read/2010/05/01/14401261/Kasus.Gangguan.Jiw a.Ringan.Meningkat. diperoleh tanggal 14 Mei 2011.

Machfoedz, Ircham. (2007). Metodologi penelitian, bidang keperawatan dan kebidanan.Yogyakarta. Fitramaya.

kesehatan,

Mulyana, D. (2005). Ilmu komunikasi suatu pengantar. Bandung. Rosda.

Nasir, A., Muhith, A., Sajidin, M., Mubarok, W A. (2009). Komunikasi dalam keperawatan teori dan aplikasi. Jakarta. Salemba medika.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologo penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Pasaribu, S. (2009). Pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap Kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial di ruang Cempaka RSJD Provsu Medan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17138/5/. Diperoleh tanggal 1 juli 2011.

Purba dkk. (2008). Kesehatan jiwa masyarakat. Jakarta. EGC

Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo Semarang. (2012).

Riwidikdo, Handoko. (2009). Statistik untuk penelitian kesehatan dengan aplikasi progam R dan spass. Yogyakarta: Pustaka Rihana.

Riyadi, S & Purwanto, T. (2009). Asuhan keperawatan jiwa Jogjakarta. Graha ilmu.

Santoso. (2009). Hubunagn antara stressor external dengan perilaku menarik diri pada pasien isolasi social di RSJD Surakarta. http://www.etd.eprint.ums.ac.id.pdf. Diperoleh tanggal 3 mei 2013.

Setya, Thomas Abdi. (2009). Pengaruh terapi aktifitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan berinteraksi pada klien isolasi sosial. http://www.scribd.com/doc/32713247/ Proposal - Terapi - Aktivitas Kelompok - Sosialisasi. Diperoleh tanggal 30 mei 2012.

Stuart, G & Laraia, M. (1998). Principles and practice of psychiatric nursing. Seventh edition. Missouri: Mosby, Inc. Sunaryo. (2004). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta. EGC

Suhartini. (2008). Hubungan antara TAKS terhadap tingkat kemandirian pasien isolasi social di RSJD Surakarta. http://www.etd.eprint.ums.ac.id.pdf. Diperoleh tanggal 30 mei 2013

Tim Mitra Guru. (2007). Ilmu pegetahuan sosiolosi untuk smp kelas VII . erlangga (http://books.google.co.id/books?id=PPRcrLj7HlgC&pg=PA35&dq=inter aksi+sosial&hl=id&ei=vu72TePuDMW4rAeR5YyrCA&sa=X&oi=book_r esult&ct=result&resnum=2&ved=0CCwQ6AEwAQ#v=onepage&q=intera ksi%20sosial&f=false). Diperoleh tanggal 14 juni 2011.

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta. EGC

Yosep, I. (2009). Keperawatan jiwa. Bandung. PT. rafika aditama.

. (2007). Keperawatan jiwa. Bandung. Refika aditama.

LAMPIRAN

Lampiran 5 SURAT PENJELASAN PENELITIAN

Kepada Yth. Calon Responden di Tempat

Semarang,

2013

Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Nim : Muhammad Mustaghfirin : 1.08.047

Alamat : Gg. Manggisan RT: 04, RW : IV, Langenharjo, KENDAL.

Adalah mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Telogorejo Semarang yang sedang melakukan penelitian dengan judul PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI SESI I DAN SESI II TERHADAP KEMAMPUAN BERINTERAKSI KLIEN ISOLASI SOSIAL DI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi anda sebagai responden. Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan di jaga dan di pergunakan untuk kepentingan penelitian. Dan jika anda sebagai responden dan telah terjadi hal-hal yang memungkinkan untuk mengundurkan diri maka diperbolehkan untuk tidak terlibat dalam penelitian. Dan jika anda sebagau responden dan telah terjadi hal-hal yang memungkinkan untuk mengundurkan diri maka diperbolehkan untuk

tidak terlibat dalam penelitian. Apabila responden setuju maka, saya mohon untuk menandatangi lembar persetujuan. Atas perhatian, kerjasama dan kesediaannya menjadi responden saya ucapkan banyak terima kasih. Hormat saya,

(Muhammad Mustaghfirin)

Lampiran 6 LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Mustaghfirin, Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Telogorejo Semarang dengan judul PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI

SESI I DAN SESI II TERHADAP KEMAMPUAN BERINTERAKSI KLIEN ISOLASI SOSIAL di RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG
Saya memahami penelitian ini tidak berakibat negatif dan merugikan. Oleh karena itu saya bersedia menjadi responden.

Semarang,.....

2013

(..........................................)

Lampiran 7

LEMBAR OBSERVASI KEMAMPUAN BERSOSIALISASI


( BERINTERAKSI ) A. Karakteristik responden No. responden : Nama Umur : :

Jenis kelamin : Pendidikan Pekerjaan : :

Petunjuk Pengisian: 1. Kuisioner diisi oleh perawat/ peneliti berdasarkan hasil wawancara ataupun obsrvasi terhadap responden. 2. Berilah tanda () pada pilihan jawaban yang sesuai dengan kondisi yang pasien alami pada saat ini.

1. 5

Kontak sosial terhadap teman: bertegur sapa Jika pasien bertegur sapa dengan temannya tanpa memilih-milih, dan atau menyebutkan nama dan asal.

4 3 2 1

Jika pasien bertegur sapa dengan temannya namun bersifat pilih-pilih. Jika pasien bertegur sapa dengan temannya namun sangat terbatas. Jika pasien bertegur sapa dengan temannya namun sangat jarang sekali. Jika pasien sama sekali tidak pernah bertegur sapa dengan temannya.

2. 5 4

Kontak sosial terhadap teman: berbicara Jika pasien berbicara dengan temannya tanpa pilih-pilih dengan berkenalan. Jika pasien berbicara dengan temannya namun bersifat pilih-pilih.

3 2 1

Jika pasien berbicara dengan temannya namun sangat terbatas. Jika pasien berbicara dengan temannya namun sangat jarang sekali. Jika pasien sama sekali tidak pernah berbicara dengan temannya.

3. 5

Kontak mata waktu berbicara: kontak mata Jika pasien setiap kali berbicara kepada semua orang selalu ada kontak mata.

Jika pasien setiap kali berbicara selalu ada kontak mata namun hanya pada orang yang disenanginya.

3 2 1

Jika pasien setiap kali berbicara ada kontak mata namun sangat terbatas. Jika pasien setiap kali berbicara ada kontak mata namun sangat jarang sekali. Jika pasien sama sekali tidak ada kontak mata setiap kali berbicara.

4. 5

Bergaul: dengan satu orang Jika pasien memiliki hubungan pertemanan yang sangat baik dan erat sekali dengan satu orang temannya

Jika pasien memiliki hubungan pertemanan yang baik dan erat dengan satu orang temannya.

Jika pasien memiliki hubungan pertemanan dengan satu orang teman namun kurang baik dan erat.

Jika pasien memiliki hubungan pertemanan dengan satu orang teman namun tidak terlalu erat. 1 Jika pasien tidak memiliki hubungan pertemanan yang baik dengan satu orang teman.

5. 5

Bergaul: berkelompok (lebih dari satu orang) Jika pasien memiliki hubungan dan mampu bergaul dengan teman kelompoknya.

Jika pasein memiliki hubungan pertemanan berkelompok namun kurang mampu bergaul.

Jika pasien memiliki hubungan pertemanan berkelompok namun tidak mampu bergaul.

2 1

Jika pasien kurang menyukai hubungan pertemanan berkelompok. Jika pasien tidak memiliki hubungan pertemanan berkelompok.

6. 5 4

Sopan santun: terhadap teman Jika pasien bersikap sopan santun dengan semua temannya. Jika pasien bersikap sopan santun hanya dengan teman yang dikenal atau disenanginya saja.

3 2 1

Jika pasien sangat terbatas dalam bersikap sopan santun dengan teman. Jika pasien sangat jarang sekali dalam bersikap sopan santun dengan teman. Jika pasien sama sekali tidak pernah bersikap sopan santun dengan teman.

Catatan:

Sistem skoring pada kuesioner adalah: menggunakan skala linkers dengan nilai 15 sehingga didapatkan rentang nilai 6-30: responden dikatakan memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik bila nilai 19-30 dan kurang baik dengan nilai 6-18.

Lampiran 8

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI SESI I : Kemampuan memperkenalkan diri

A. Tujuan Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama: nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi.

B. Setting
1. 2.

Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran Ruangan nyaman dan tenang

C. Alat 1. 2. 3. 4. 5. Tape recorder Kaset bola tenis buku catatan dan pulpen jadwal kegiatan pasien

D. Metode 1. 2. 3. Dinamika kelompok diskusi dan tanya jawab bermain peran

E. Langkah kegiatan 1. Persiapan


a.

Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu isolasi sosial: menarik diri.

b. c.

Membuat kontrak dengan klien Mempersiapkan alat dan tempat

2.

Orientasi Pada tahap ini terapis melakukan: a. b. c. Memberi salam teraupetik: salam dari terapis Evaluasi/validasi Kontrak 1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu memperkenalkan diri 2) Menjelaskan aturan main berikut a) Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus minta ijin kepada terapis b) Lama kegiatan 45 menit c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

3.

Tahap kerja a. Jelaskan kegiatan, yaitu kaset pada tape recorder akan dihidupkan serta pola diedarkan berlawanan arah jarum jam (yaitu kearah kiri)

dan pada saat tape dimatiakn maka anggota kelompok yang memagang bola memperkenalkan dirinya. b. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan jarum jam. c. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk menyebutkan: salam, nama lengkap, nama panggialan, hobi dan asal dimulai oleh tertapis sebagai contoh. d. e. f. Tulis nama panggilan pada kertas/papan nama dan tempel/ pakai. Ulangi (a),(b) dan (c) sampai semua anggota mendapat giliran. Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan 4. Tahap terminasi a. Evaluasi, menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK 1) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok b. Rencana tindak lanjut: 1) Menganjurkan tiap kelompok melatih memperkenalkan diri kepada orang lain di kehidupan sehari-hari 2) Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatan harian pasien c. Kontrak yang akan datang 1) Menyepakati kegiatan berikut, yaitu berkenalan degan anggota kelompok 2) Menyepakati waktu dan tempat

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI SESI II : Kemampuan berkenalan

A. Tujuan Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok: 1. Memperkenalkan diri sendiri: nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi 2. Menanyakan diri anggota kelompok yang lain: nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi

B. Setting 1. 2. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran Ruang nyaman dan tenang

C. Alat 1. 2. 3. 4. 5. Tape recorder Kaset Bola tennis Buku catatan dan pulpen Jadwal kegiatan klien

D. Metode 1. Dinamika kelompok

2. 3.

Diskusi dan tanya jawab Bermain peran / simulasi

E. Langkah kegiatan 1. Persiapan a) Mengingatkan kontrakn dengan anggota kelompok pada sesi TAKS b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. 2. Orientasi Pada tahap ini terapis melakukan: a) Memberi salam teraupetik 1) Salam dari terapis 2) Peserta dan terapis memakai papan nama b) Evaluasi / validasi
1) 2)

Menanyakan perasaan pasien saat ini Menanyakan apakah telah mencoba memperkenalkan diri pada orang lain.

c) Kontrak 1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu berkenalan dengan anggota kelompok 2) Menjelaskan aturan main berikut
(a) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok harus

meminta ijin kepada terapis.


(b) Lama kegiatan 45 menit (c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

3.

Tahap kerja

a.

Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan jarum jam.

b.

Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk berkenalan dengan anggota kelompok yang ada disebelah kanan dengan cara: 1) Memberi salam 2) Menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi. 3) Menanyakan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi lawan bicara. 4) Dimulai oleh terapis sebagai contoh.

c. d.

Ulang (a) dan (b) sampai semua anggota kelompok mendapat giliran Hidupkan kembali kaset pasa tape recorder dan edarkan bola, pada saat tape di matikan , minta pada anggota kelompok yang memegang bola untuk memperkenalkan anggota kelompok yang disebelah kanannya kepada kelompok, yaitu nama lengkap, nama panggialn, asal dan hobi. Dimulai oleh terapis sebagai contoh.

e. f.

Ulangi sampai semua anggota mendapat giliran. Beri pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.

4.

Tahap terminasi
a.

Evaluasi 1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. 2) Memberi pujian atas keberhasilan klien

b.

Rencana tindak lanjut 1) Menganjurkan semua anggota kelompok latihan berkenalan.

2) Memasukkan kegiatan berkenalan pada jadwal kegiatan harian klien.


c.

Kontrak yang akan datang 1) Menyepakati kegiatan berikut, yaitu dengan bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi. 2) Menyepakati waktu dan tempat.

Anda mungkin juga menyukai