Anda di halaman 1dari 21

Nama : Ayu Apriani

NIM : 0502193188
Matkul : Akuntansi Syariah
TUGAS RESUME

AKUNTANSI DALAM KHAZANAH ISLAM DAN PENGEMBANGAN AKUNTANSI


SYARIAH DI INDONESIA

1. Sejarah Gagasan Akuntansi Islam


1.1 Sejarah Gagasan Akuntansi Islam
Setelah munculnya Islam di Semenanjung Arab dibawah pimpinan Rosululloh
SAW, serta telah terbentuknya Daulah Islamiyan di Madinah, mulailah
perhatian Rosululloh untuk membersihkan muamalah (keuangan) dari unsure riba,
dan dari segala bentuk penipuan, pembodohan, perjudian, pemerasan, monopoli, dan
segala usaha untuk mengambil harta orang lain secara batil. Bahkan, Rosululloh
menitikberatkan pada pencatatan keuanagn.Rosululloh mendidik secara khusus
beberapa orang sahabat untuk menangani profesi ini dan mereka diberikan sebutan
khusus, yaitu hafazhatulamwal (pengawas keuangan).
Di dalam Al-Qur‟an, Allah sudah menggariskan bahwa konsep akuntansinya
dalah penekanan pada pertanggung jawaban atau accaountability. Hal ini dapat
dilihat dalam surat Al-Baqarah : 282, yaitu sebagai berikut:Artinya:“Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah
orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah
ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada
hutangnya.Jika yang berhutang ituorang yang lemah akalnya atau lemah
(keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah
walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
orang-orang lelaki (di antaramu) . . .”(QS. Al-Baqarah : 282).Nurhayati dan Wasilah
mencatat bahwa ketika ada kewajiban Zakat,Ushr,Jizyahdan Kharaj maka Rasul
mendirikan Baitul Mal. Ini terjadi pada awal abad ke 7.Pada ketika itu seluruh
penerimaan dikumpulkan dan disalurkan untuk kepentingan negara.Pengelolaan
Baitul Mal masih sederhana, namun telah terdapat jabatan Qadi, Sekretaris dan
pencatat administrasi pemerintahan. Jumlah mereka mencapai 42 orang yang
terbagai kepada empat bagian, yaitu sekretaris pernyataan, sekretaris hubungan
dan pencatatan tanah, sekretaris perjanjian dan sekretaris peperangan.Zaid mengutip
dari Hawary, bahwa jumlah 42 orang itu memiliki tugas masing-masing
menyangkut penggajian pegawai pemerintah dan pajak-pajak. Khalifah yang
melakukan pencatatan:
a) a.Abu Bakar.
b) b.Umarbin Khattab
c) c.Utsman bin Affand.
d) d.Ali Bin Abi Thalib

Dari gambar diatas bisa dijelaskan bahwa tujuan manusia adalah untuk
mencapai Falah atau kesejahteraan dunia dan akhirat, maka dapat dilakukan
melalui keadilan, keseimbangan dankemaslahatan.Jika 3 hal tersebut dapat
dilakukan maka tahap selanjutnya manusia akan mencapai ukhuwah yang
mempertimbangkan syariah dan akhlaq. Kemudian terbentuklah suatu aqidah
yang menjadi dasar kehidupan manusia.

1.2 AKUNTANSI DALAM SEJARAH ISLAM


Menurut Iwan Triwiyono seperti yang dikutip oleh (Harahap 1997, 144)
menjelaskan bahwa temuan mengenai pencatatan dengan sistem buku berpasangan yang
merupakan bangunan dasar akuntansi modern tidak terlepas dari berkembangnya ilmu
aritmatika, yaitu yang dikembangkan dari persamaan Al Jabar (sebuah ilmu hasil ijtihad
pemikir muslim ternama yaitu Al Jabar), aritmatika dan temuan angka nol oleh Al
Khawarizmi (logaritma) pada abad ke 9 M. Ia menulis tentang Al Jabr Wa‟l Mughabalah
atau yang lebih dikenal dengan Aljabar atau Algebra, yang telah menjadi dasar kesamaan
akuntansi. Dari sisi budaya, Bangsa Arab waktu itu pun sudah memiliki administrasi
yang cukup maju, praktik pembukuan telah menggunakan buku besar umum, jurnal
umum, buku kas, laporan periodik dan penutupan buku.
Sejarah membuktikan beberapa sistem pencatatan perdagangan sebenarnya telah
berkembang di Madinah Al Munawarah pada tahun 622 M atau bertepatan dengan tahun
1 Hijriyah. Petugas yang melakukan pencatatan dan pemeriksaan serta menjaga
pencatatan disebut Diwan (yang mengalami morfologi bahsa menjadi Dewan) Dewan ini
telah ada pada masa Khalifah Umar Ibnu Khattab pada tahun 634 M dengan Baitul
Maalnya. Istilah awal dalam pembukuan saat itu dikenal dengan Jaridah atau berkembang
menjadi istilah di dalam bahasa Inggris Journal yang secara harfiah berarti berita. Pada
tahun 750 M di zaman pemerintahan Abbasiyah jurnal ini dikembangkan lebih sempurna
menjadi 12 jurnal khusus di antaranya adalah: Al Jaridah Annafakat (Jurnal Pengeluaran
atau Expenditure Journal), Jaridah Al Mal (Jurnal Penerimaan Dana atau Baitul Mall),
Jaridah Al Musadarin (Jurnal Dana Sitaan dari harta petinggi Negara), Al Awraj yang
mencatat akun-akun khusus atau buku jurnal pembantu, misalnya buku jurnal khusus
piutang. Buku harian yang saat ini dikenal dengan Daily Book atau Daftar Al Yawmiyah.
Daftar Al Yawmiyah ini digunakan oleh Dewan dalam setiap pencatatan transaksi dengan
pihak ketiga. Selain itu juga terdapat Ash Shad atau voucher. Selain berbagai jurnal juga
dikenal berbagai laporan atau report yang dikenal dengan Al Khitmah yang bersifat
bulanan, ada pula yang tahunan. (Adnan 1997)
Perkembangan akuntansi tidak berhenti pada zaman khalifah, tetapi juga
dikembangkan oleh filsuf Islam antara lain Imam Syafi‟I (768 – 820 M) dengan
menjelaskan fungsi akuntansi sebagai Review Book atau Auditing. Menurut Imam
Syafi‟I, seorang auditor harus memiliki kualifikasi tertentu yaitu orang yang hafidz
Alquran (sebagai value judgement), intelektual, dapat dipercaya, bijaksana, dan kualitas
manusia yang baik lainnya. (Harahap 197, 147)
Akuntansi Islam jauh lebih luas dari hanya perhitungan angka, informasi
keuangan atau pertanggungjawaban. Dia menyangkut semua penegakan hukum sehingga
tidak ada pelanggaran hukum baik hukum sipil atau hukum yang berkaitan dengan
hukum ibadah. Kalau ini yang kita anggap sebagai domainnya akuntansi maka lebih
“compatible” dengan sistem akuntansi Ilahiyah dan akuntansi amal yang kita kenal dalam
Alquran. Atau lebih dekat dengan “Auditor” dalam bahasa akuntansi kontemporer.
(Harahap 197, 152)
Kesimpulan dari berbagai fakta sejarah ini sudah cukup kuat untuk menyatakan
akuntansi sudah dikenal pada masa kejayaan Islam artinya peradaban Islam tidak
mungkin tidak memiliki akuntansi. Permasalahannya adalah pemalsuan sejarah yang
dilakukan beberapa oknum di Barat dan ketidakmampuan ummat muslin untuk menggali
khazanah ilmu pengetahuan dan teknologinya sendiri.

2. Pengertian Akuntansi dalam Islam

1.1 Pengertian Akuntansi dalam Islam


Akuntansi syariah dapat dijelaskan melalui akar kata dimilikinya yakni akuntansi
dan syariah. Akuntansi memiliki banyak definisi diantaranya pada tahun 1953,
Committeon Accountung Terminology dari American Instuteof Certified Public
Accountants (AICPA) menyatakan bahwa “akuntansi adalah seni mencatatat,
mengklasidikasikan dan meringkas dalam bentuk yang berararti dan dalam unit uang
tentang transaksi-transaksi dan kejadian-keadian, yang paling tidak memiliki sidat
keuangan dan meningterprestasikan hasil-hasilnya”.
Akuntansi dalam bahasa arabnya adalah Al-Muhasabah berasal dari kata
masdar hassaba-yuhasbu yang artinya menghitung atau mengukur. Secara istilah,
al-Muhasabah memiliki berbagai asal kata yaitu ahsaba yang berarti “menjaga”
atau “mencoba mendapatkan” juga berasal dari kata Ihtiasaba yang berarti
“mengharapkan pahala di akhirat dengan diterimanaya kitab seseorang dari Tuhan”, juga
berarti “menjadikan perhatian” atau“mempertanggungjawabkannya”2. Jilka kata
muhasabah dikaitkan dengan ihtisab dan citranyadikaitkan pencatatan, maka artinya
adalah perbuatan seseorang secara terus-menerus sampai pada pengadilan
akhirat dan melalui timbangan (mizan) sebagai alat pengukurnya, serta Tuhan
sebagai akuntannya. Selain itu, jika kita cermati surat al-Baqarah ayat 282,
Allah SWT memerintahkan untuk melakukan penulisan secara benar atas
segala transaksi yang pernah terjadi selama melakukan muamalah. Dari hasil
penulisan tersebut, dapat digunakan sebagai informasi untukmenentukan apa yang
akan diperbuatkan oleh seseorang. Sehubungan dengan ini, beberapa definisi
akuntansi secara umum dapat disajikan, di antaranya:Tujuan dari Akuntansi Syariah :
a. Tujuan utama dari akuntansi (Littleton) adalah untuk melaksananperhitungan
periodik antara biaya (usaha) dan hasil (prestasi).
b. APB (Accounting Priciple Board) “Akuntansi adalah suatu kegiatanjasa.
Fungsinya adalah memberikan informasi Kuantitatif, umumnyadalam
ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yangdimaksudkan
untukdigunakan dalam pengambilan keputusanekonomi, yang digunakan dalam
memilih diantara beberapaalternatif”.
c. AICPA (Amercan Institute of Certified public Accountant) “Akuntansiadalah
seni pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran dengancara tertentu dan
dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadiankejadianyang umumnya bersifat
keuangan dan termasukmenafsirkan hasil-hasilnya”.
d. Dalam buku SBAT (A Statement of Bank Accounting
Theory)“Akuntansi adalah proses mengidentifikasikan mengukur,
danmenyampaikan informasi ekonomi sebagai olahan informasi dalamhal
pertimbangan dalam mengambil kesimpulan oleh parapemakainya”.

Kesimpulanya, bahwa Akuntansi adalah suatu seni untuk:


a. Mencatat
b. Mengklasifikasika
c. Meringkas
d. Melaporkan, dan
e. Menganalisa
Sedangkan fungsi Akuntansi adalah:a.Memberi informasi kuantitatifb.Yang
bersifat financialc.Mengenai suatu usaha / businessd.Sebagai dasar pengambila
keputusan (Wiroso, 2009).Prinsip Dasar Akuntansi Syariah3Berikut adalah ciri-ciri
pelaporan keuangan dalam bingkaisyariah:
181.Dilaporkan secara benar (Q.S 10:5)2.Cepat laporannya (Q.S 2:202; 3:19; 5:4;
13:41)3.Dibuat oleh ahlinya (akuntan) (Q.S 13:21; 13:40; 23:117;
88:26)4.Terang, jelas, tegas dan informatif (Q.S 17:12; 14:41; 84:3)5.Memuat
informasi yang menyeluruh(Q.S 6:52; 39:10)6.Informasi ditujukan kepada semua pihak
yang terlibat secarahorizontal maupun vertikal (Q.S 2:212; 3:27; 3:37; 13:18;
13:40;24:38; 38:39; 69:62)7.Terperinci dan teliti (Q.S 65:8)8.Tidak teradi manipulasi
(Q.S 69:20; 78:27)9. Dilakukan secara kontinu (tidak lalai) (Q.S 21:1)
Kemudianpadatahun1970,AmericanInstituteofCertifiedPublicAccountants(AICP
A)membuatStatementoftheAccounting Principle Board, No. 4 yang menyatakan bahwa:
“Akuntansi adalah aktivitas jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi kualitatif,
terutama informasi keuangan, tentang bisnis yang dimaksudkan dapat berguna dalam
membuat keputusan-keputusan ekonomi dalam membuat pilihan-pilihan yang rasional
diantara beberapa alternatif tindakan”. “Akuntansi sebagai sebuah aktivitas yang
dirancang untuk mengindentifikasi, mengukur, dan mengkomunikasikan informasi
tentang entitas ekonomi yang dimaksud dapat berguna dalam membuat keputusan-
keputusan ekonom.” Adapun kosa kata syariah dalam bahasa Arab memiliki arti jalan
yang ditempuh atau garis yang seharusnya dilalui. Dari sisi terminilogi bermakna pokok-
pokok aturan hukum yang digariskan oleh Allah SWT untuk dipatuhi dan dilalui oleh
seorang muslim dalam menjalani segala aktivitas hidupnya (ibadah) di dunia.
Sementara itu Zaid menyatakan definisi akuntansi syariah sebagai berikut
„muhasabah (akuntansi syariah), yaitu suatu aktivitas yang teratur berkaitan dengan
pencatatan transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, keputusan-keputusan yang sesuai
dengan syariat, dan jumlah-jumlahnya di dalam catatan-catatan representatif, serta
berkaitan dengan pengukuran hasil-hasil keuangan berimplikasi pada transaksi-transaksi,
tindakan-tindakan, keputusan-keputusan tersebut untuk membantu pengambilan
keputusan yang tepat”.
Adapun Nurhayati menyatakan bahwa akuntansi syariah diartikan sebagai proses
akuntansi transakti-transaksi yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan Allah
SWT.
1.2 AKUNTANSI (AL-MUHASABAH) DALAM ISLAM
Islam adalah kata bahasa Arab yang terambil dari kata salima yang berarti
selamat, damai, tunduk, pasrah dan berserah diri. Objek penyerahan diri ini adalah
Pencipta seluruh alam semesta, yakni Allah Swt. Dengan demikian, Islam berarti
penyerahan diri kepada Allah Swt., sebagaimana tercantum dalam Alquran surat Ali
Imran (3) ayat 19:

Artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah adalah Islam…”

Ajaran Islam itu tidak hanya terbatas pada masalah hubungan pribadi antara
seorang individu dengan penciptanya (hablum minallah), namun juga mencakup masalah
hubungan antar sesama manusia (hablum minannas), bahkan juga hubungan antara
manusia dengan makhluk lainnya termasuk dengan alam dan lingkungannya. Jadi, Islam
adalah suatu cara hidup (way of life) yang membimbing seluruh aspek kehidupan
manusia”
Menurut ajaran Islam, syariat itu berasal dari Allah. Sebab itu maka sumber
syariat, sumber hukum dan sumber undang-undang datang dari Allah sendiri, yang
disampaikan kepada manusia dengan perantaraan rasul dan termaktub di dalam kitab-
kitab suci (Syalthut 1995, 68). Karena itu, syariat yang berlaku di zaman Nabi Nuh AS.,
berbeda dengan syariat Nabi Ibrahim AS., Isa AS., dan Nabi Muhammad SAW.
Sebabnya ialah setiap umat tentu menghadapi situasi dan kondisi yang khas dan
unik, sesuai dengan keadaan mereka sendiri, hal ihwal pikirannya serta perkembangan
keruhaniannya (Sabiq 2001, 18). Jadi penerapan syariat itu mengikuti evolusi peradaban
manusia.
Menurut (Rahardjo 1996, 3), “pelaksanaan agama tersebut, secara disengaja atau
tidak, membentuk dan mempengaruhi perkembangan Islam sebagai masyarakat,
kebudayaan dan peradaban”.
Dengan latar belakang di atas, para ulama telah merumuskan suatu kaidah dasar
dalam syariat, yang disebut dengan dua hukum asal, yakni hukum asal ibadat dan hukum
asal muamalat. Hukum asal ibadat menyatakan bahwa segala sesuatunya dilarang
dikerjakan, kecuali yang ada petunjuknya dalam Alquran atau Sunnah. Di lain pihak,
hukum asal muamalat menyatakan bahwa segala sesuatunya dibolehkan, kecuali ada
larangan dalam Alquran atau Sunnah. Jadi sebenarnya terdapat lapangan yang luas sekali
dalam bidang muamalah. Yang perlu dilakukan hanyalah mengidentifikasi hal-hal yang
dilarang (haram), kemudian menghindarinya. Selain yang haram-haram tersebut, kita
boleh melakukan apa saja, menambah, menciptakan, mengembangkan, dan lain-lain,
harus ada kreativitas dalam bidang muamalah. Kreativitas inilah yang akan terus-menerus
mengakomodasi perubahan-perubahan dalam berbagai bidang yang terjadi di masyarakat
(Karim 2004, 9). Jadi, bidang politik, sosial, ekonomi, termasuk di dalamnya adalah
instrumen-instrumen bidang tersebut, seperti: manajemen, akuntansi, dan lainnya,
merupakan bagian dalam muamalah yang bersumber pada syariat Islam.
Dalam menghadapi masalah muamalah kontemporer yang harus dilakukan
hanyalah mengidentifikasi prinsip-prinsip dan filosofi dasar ajaran Islam dalam bidang
akuntansi, dan kemudian mengidentifikasi semua hal yang dilarang. Setelah kedua hal ini
dilakukan, maka kita dapat melakukan inovasi dan kreativitas (ijtihad) seluas-luasnya
untuk memecahkan segala persoalan muamalah kontemporer, termasuk persoalan
akuntansi.
Namun, sebelum “proses ijtihad” dalam persoalan akuntansi ini kita lakukan, kita
sebaiknya meneliti terlebih dahulu apakah persoalan akuntansi ini benar-benar
merupakan suatu persoalan yang baru bagi umat Islam atau bukan. Apakah konsep
“akuntansi” merupakan konsep yang asing dalam sejarah perekonomian umat Islam?
Pertanyaan ini amat penting untuk dijawab karena akan menentukan langkah kita
selanjutnya. Bila konsep akuntansi adalah konsep yang baru bagi umat Islam, maka kita
harus memulai langkah ijtihad kita dari nol. Namun, bila konsep akuntansi bukan konsep
yang baru, artinya umat Islam sudah mengenal bahkan mempraktikkan prinsip-prinsip
akuntansi dalam kehidupan perekonomiannya, maka proses ijtihad yang harus kita
lakukan tentunya akan menjadi lebih mudah.
Gambar 1
“Proses Ijtihad” Apakah Akuntansi Islam Merupakan Konsep yang Baru?

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa syariah Islam memberikan perhatian besar
terhadap masalah hisab. Hisab adalah salah satu proses perhitungan amal selama hidup
manusia di dunia oleh Allah. Oleh karena itu, setiap manusia dalam hidupnya harus
selalu dalam keadaan amanah, jujur dan komitmen tinggi terhadap janji yang telah
diucapkan kepada Allah. Hal demikian ini merupakan bagian dari prilaku manusia yang
Islami. Sehubungan dengan ini, (Mahdi 1997) mengatakan bahwa: “Perilaku yang Islami,
adalah perilaku yang pelakunya, selalu merasakan adanya pengawasan oleh Allah baik
dalam keadaan tersembunyi maupun terlihat orang dan selalu melakukan muhasabah
(menghitung-hitung atau mengevaluasi) diri, terhadap kaum muslimin maupun terhadap
yang lain, merupakan jalan dakwah kepada Islam yang terbaik”.
Berkaitan dengan kata muhasabah di atas, menurut („Atiya 2002, 56) dinyatakan,
bahwa kata Arab yang berarti akuntansi adalah muhasabah (hisab). Kata ini muncul 48
kali dalam Alquran. Sementara Muhammad Khir yang dikutip oleh Harahap disebutkan
bahwa istilah hisab ditemukan 109 kali dalam Alquran (Harahap 1997, 56). Akar kata
muhasabah adalah h.s.b. ( ‫ ح‬,‫ س‬,‫ ) ب‬dengan bentuk
verbalnya hasaba dan bentuk lainnya yahsaba yang berarti menghitung (to compute) atau
mengukur (to measure). Lebih jauh perubahan kata hisab menjadi muhasabah adalah
sebagai berikut Al-Muhasabah berasal dari perubahan kata “Al-hisab”, yaitu perhitungan.
Dari segi bahasa, munculnya kata Al-muhasabah terjadi karena adanya perubahan isim,
yaitu hisab/hisaban atau hasaba sebagai isim masdar termasuk fiil madli, kemudian
yuhasibu sebagai isim masdar mim termasuk dalam fiil mudhari‟.
Penggunaan kata hisab akan mengalami perubahan sesuai dengan konteks dan
bentuk kalimat. Sehingga hisab akan berubah menjadi hasaba, jika kalimat yang dibentuk
berarti “selesaikan tanggung jawab” atau “agar netral”. Kemudian akan berubah menjadi
tahasaba yang berarti “menjaga” atau “mencoba mendapatkan”. Juga dapat berubah
menjadi ihtisaba yang berarti “mengharapkan pahala di akhirat dengan diterimanya kitab
seseorang dari Tuhan”, juga berarti “menjadikannya perhatian” atau “mempertanggung-
jawabkannya”. (Harahap 1997, 276-278)
Istilah lain yang memiliki makna sama dengan kata muhasaba adalah Al-hisba,
namun kata Al-hisbah menunjuk pada penerapan atau operasi suatu lembaga.
Sehubungan dengan itu, (Taymiyah 1982, 2; Muhammad 2002, 56) menyebutkan, bahwa
“Al-Hisbah adalah lembaga publik yang telah ada pada masyarakat Islam sejak awal
periode Islam sampai masa pendudukan Barat”. Personil yang mengelola lembaga Hisba
disebut muhtasib. Kegiatan lembaga ini mencakup tugas yang luas, yaitu mulai dari hal-
hal yang bersifat ekonomi sampai pada yang bersifat etika.
Berkaitan dengan seorang muhtasib, secara sistematis (Taymiyah 1982, 2;
Muhammad 2002, 57) menguraikan tugas seorang muhtasib, adalah sebagai berikut:
1. Memastikan masyarakat mendapat hak atas timbangan dari ukuran yang benar.
2. Untuk mencek kecurangan bisnis. Dilarang menyembunyikan kerusakan dan
menyebutkan informasi yang salah tentang barang yang dijual.
3. Mengaudit kontarak-kontrak yang tidak benar, seperti kontrak tentang riba, judi atau
aktivitas yang dilarang Allah dan Rasul-Nya.
4. Menjaga terlaksananya pasar bebas, juga dianggap melawan hukum, membeli barang
dagangan harga murah dari pedagang karena ketidaktahuannya situasi harga di pasar.
5. Mencegah penimbunan barang kebutuhan masyarakat. Dia berwenang memaksa
seseorang menjual barang kebutuhan masyarakat seperti roti, dalam harga wajar jika
sangat dibutuhkan.
Uraian di atas, menunjukkan bahwa kata hisab atau muhasaba dan pelaku
muhasab atau muhtasib adalah kata dan fungsi yang berkaitan dengan upaya untuk
menghitung, mengukur atau mengendalikan seluruh aktivitas manusia selama hidup di
dunia untuk dapat dipertanggungjawabkan di akhirat. Selanjutnya (Taymiyah 1982, 2;
Muhammad 2002, 57) menyebutkan, bahwa kewajiban muhtasib menjadi tiga katagori :
1. Berhubungan dengan Allah
2. Berhubungan dengan sosial
3. Berhubungan dengan keduanya.
Fungsi pertama berkaitan dengan kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti
pelaksanaan shalat wajib, pelaksanaan shalat jum‟at, dan pemeliharaan masjid.
Kemudian fungsi kedua adalah berkaitan dengan masalah sosial dan perilaku di pasar
seperti: kebenaran dalam timbangan dan ukuran serta kejujuran dalam bisnis. Fungsi
ketiga adalah berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut administrasi kota seperti
menjaga kebersihan jalan, lampu malam, bangunan yang dapat mengganggu masyarakat.

1.3 AKUNTANSI DALAM ISLAM AKUNTANSI DITINJAU DARI AL-QUR’AN


Dalam surat Al-Baqarah ayat 282, disebutkan kewajiban bagi umat mukmin
untuk menulis setiap transaksi yang masih belum tuntas (not completed atau non-
cash).
“Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya………”.
Dalam ayat ini jelas sekali tujuan perintah ini untuk menjaga keadilan dan
kebenaran, artinya perintah itu ditekankan pada kepentingan pertanggung jawaban
(accountability) agar pihak yang terlibat dalam transaksi itu tidak dirugikan, tidak
menimbulkan konflik, serta adil merata. Al-Qur‟an melindungi kepentingan
masyarakat dengan menjaga terciptanya keadilan, dan kebenaran. Untuk itu, tekanan
dari akuntansi bukanlah pengambilan keputusan (decision making) melainkan
pertang gungjawaban (accountability).
Dalam Al Quran juga disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil,
jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan
ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya.
Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah
Asy-Syu‟ara ayat 181-184 yang berbunyi:
”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu
merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi
dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan
kamu dan umat-umat yang dahulu.”
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus
menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam
Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa‟ ayat 35 yang berbunyi:
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan
neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

1.4 AKUNTANSI DITINJAU DARI AL-HADIST


Setelah munculnya Islam di semenanjung arab dibawah kepemimpinan
Rasulullah saw, serta telah terbentuknya daulah Islamiyah di Madinah, mulailah
perhatian Rasulullah untuk membersihkan muamalah maaliah (keuangan) dari unsur-
unsur riba dan dari segala bentuk penipuan, pembodohan, perjudian, pemerasan,
monopoli, dan segala usaha pengambilan harta orang lain secara batil. Bahkan
Rasulullah lebih menekankan pada pencatatan keuangan. Rasulullah mendidik secara
khusus beberapa orang sahabat untuk menangani profesi ini dan mereka diberi
sebutan khusus, yaitu hafazhatul amwal (pengawas keuangan). Pada zaman
Rasulullah cikal bakal akuntansi di mulai dari fungsi-fungsi pemerintahan untuk
mencapai tujuan nya dan penunjukan orang-orang yang kompeten. Dimana
pemerintahan Rasulullah memiliki 42 pejabat yang digaji, terspesialisasi dalam peran
dan tugas tersendiri
3. Tujuan Akuntansi dalam Islam
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada
tercapainya kebaikan kesejahteraan. Keutamaan serta menghapuskan kejahatan,
kesengsaraan dan kerugian pada seluruh ciptaannya. Pada bidang ekonomi adalah untuk
mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Tiga (3) sasaran hukum Islam yang
menunjukan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta dan isinya.
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat
dan Lingkungannya,
2. Tegaknya keadilan didalam masarakat,
3. ercapainya maslahah (puncak sasaran): Selamat agama, jiwa, akal, keluarga dan
keturunannya, harta benda.
Dengan demikian, tujuan akuntansi syariah adalah merealisasikan kecintaan
utama kepada Allah swt, dengan melaksanakan akuntabilitas ketundukan dan
kreativitas, atas transaksi-transaksi, kejadian-kejadian ekonomi serta proses produksi
dalam organisasi, yang penyampaian informasinya bersifat material, batin maupun
spiritual, sesuai nilai-nilai Islam dan tujuan syariah. Secara umum tujuan akuntansi
syariah mencakup: (1) membantu mencapai keadilan sosio-ekonomi (Al Falah) dan (2)
mengenal sepenuhnya kewajiban kepada Tuhan, masyarakat, individu sehubungan
dengan pihak-pihak yang terkait pada aktivitas ekonomi yaitu akuntan, auditor, manajer,
pemilik, pemerintah dsb sebagai bentuk ibadah.

Kajian Akuntansi Islam dimaksudkan untuk mengungkapkan inti konsep


akuntansi Islam serta menjelaskan kemampuan dan perannya dalam berbagai
krisis yang terus-menerus.Juga, untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
akuntansi yang meluas di masyarakat.Dengan kajian ini, terlihat bahwa syari‟at
Islam telah mencakup kaidah-kaidah akuntansi yang selama ini belum
diketahui oleh pakar akuntansi modern.Kalupun ada yang mereka ketahui dan
kebetulan itu cocok dengan Islam, itu hanya sedikit sekali. Hal ini bias dianggap
sebagai salah satu mukjizat Islam.Tujuan yang diharapkan dari system Akuntansi
Islam adalah melahirkan konsep-konsep dan praktek akuntansi yang sesuai denagn
syari‟at Islam, sehingga dapat memberikan kontribusi kepada kemajuan ekonomi dan
praktek bisnis dan perdagangan yang lebih jujur, adil, bebas dari praktek kecurangan
dan riba, kolusi, kezaliman, dan penipuan lainnya.
Berkenaan dengan tujuan Akuntansi Islam, terdapat beberapa pendapat dari
ahli-ahli akuntansi, antara lain adalah Muhammad Akram Khan (1992) mengemukakan
bahwa Akuntansi Islam itu adalah menghitung laba rugi yang tepat,
mendorong dan mengikuti syariat Islam, menilai efesiensi manajemen, melaporkan
yang baik, dan keterikatan padakeadilan dan kebenaran.Munculnya akuntansi islam
ini di dorong oleh berbagai hal seperti :
1) Meningkatnya religiousity masyarakat.
2) Meningkatnya tuntutankepada etika dan tanggung jawabsosial yang selama
ini tampak diabaikan oleh akuntansi konvensional.
3) Semakin lambanya akuntansi konvensional mengantisipasi tuntutanmasyarakat
khususnya mengenai penekanan pada keadilan, kebenaran, dan kejujuran.
4) Kebangkitan umat islam khususnya kaum terpelajar yang merasakan
kekurangan yang terdapat dalam kapitalisme barat.
5) Perkembangan atau anatomi disiplin akuntansi itu sendiri.
6) Kebutuhan akan sistem akuntansi dalam lembaga bisnis syariah seperti
bank, asuransi, pasar modal, trading, dll.
7) Kebutuhan yang semakin besar pada norma perhitunganzakat
dengan menggunakan norma akuntansi ysng sudah mapan sebagai dasar
perhitungan.
8) Kebutuhan akan pencatatan, pertanggungjawaban, dan pengawasan harta umat
misalnya dalam Baitul Mal atau kekeyaan milik umat islam atau organisasinya
4. Jenis Akuntansi dalam Islam

A. Bank Syari‟ah.
Memang Bank Syari‟ah ini tergolong baru bagi kalangan kita,
Malaysia mengenal sejak 10 tahun yang lalu. Di Negara lain seperti Arab
Saudi, Mesir, Jordan, Pakistan, Kuwait, Luxemburg, bahkan sudah dulu
mempraktekkannya.Cara operasi Bank Syari‟ah ini hakikatnya sama dengan
Bank Konvensional, yang berbeda hanya dalam masalah bunga dan
praktek lainnya dalam Islam tidak dibenarkan. Bank ini memang tidak
memakai system bunga seperti Bank Konvensional.Namun bukan berarti
bank ini tidak mengenakan beban kepada mereka yang menggunakan jasanya.
Beban tetap ada namun konsep dan cara perhitungannya tidak seperti
perhitungan bunga dalam bank konvensional.
Kedudukan Bank Syari‟ah dalam system perbankan nasional
mendapat pijakan yang kukuh setelahadanya deregulasi sector perbankan
pada tahun 1983.dengan deregulasi sector perbankan tersebut, kepada
lembaga keuangan bank diberikan keleluasan, termasuk dalam hal penentuan
tingkat suku bunga (hingga nol persen) bahkan peniadaan bunga
sekaligus.
i. Produk Bank Syari‟ah.
1) Pembiayaandengan Marjin (Murabahah).
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati bersama. Dalam bai‟ al-
murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia
beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan yang
disepakati.Dalam produk ini terjadi jual beli antara pembeli
(nasabah) dan penjual (Bank).Bank membelikan barang yang telah
ditentukanspesifikasinya oleh nasabah dan menjualnya kepada
kepada nasabah dengan harga plus keuntungan.
2) Mudharabah.Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama
usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal)
menyediakan seluruh modal (100 %), sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola. Dan keuntungan usaha secara mudharabah
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,
sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan kelalaian si pengelola.Seandainya kerugian
itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola,
si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
3) Musyarakah.
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan.Dua pola terakhir sangat riskan dan perlu
pengusaha yang benar-benar pengusaha yang jujur yang
diyakini bank yang melaporkan laba ruginya dengan benar, dan
menyegerakan membayar utangnya.Dan untuk sementara
tampaknya Bank Syari‟ah masih sukar menemukan pengusaha di
kancah ekonomi sosial dengan kondisi sekarang ini.
4) Bai‟ Bithaman Ajil (Trasaksi jual beli dengan harga
tangguh).Dalam konsep ini harga barang yang dijual kepada
nasabah telah memperhitungkan pembayaran yang akan dilakukan
kemudian baik secara angsuran maupun tangguh bayar.
Harga yang ditetapkan adalah berdasarkan persetujuan
bersama kedua belah pihak.Harga ini tidak dibenarkan diubah
kendatipun keadaan ekonomi berubah.Jangka waktu pembayaran
didasarkan pada kesepakatan bersama.Kalau dilihat dari dari Bank
Konvensional, maka bai‟ Bithaman ajil ini dapat disetarakan dengan
kredit investasi.Karena kredit yang diberikan adalah kredit investasi,
maka bai‟ bithaman ajil bersifat long run financing. Prinsi ini
dapat diterapkan pada semua jenis pembiayaan penuh yang
merupakan talangan dana untuk pengadaan barang ditambah
keuntungan yang disepakati dengan pembayaran cicilan.
5) Al-Ijarah.Al-ijarah adalah akad peminahan hak guna atas barang
atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu
sendiri.
6) Al-Qardhul hasan (Pembiyaan Kebajikan).Produk ini merupakan
produk Bank Syari‟ah yang sangat khusus. Produk ini hanya bisa
diberikan jika Bank Syari‟ah sudah menerima zakat, infaq,
shadaqah masyarakat yang menempatannya tidak mengharapkan
bagi hasil dan ditempatkan di bank untuk dikelola dengan
maksud meningkatkan kesejahteraan ummat khususnya yang
mustahaq terhadap ZIS itu.

5. Inti Dasar Konsep Akuntansi Islam


Karena akuntansi ini sifatnya urusan muamalah maka pengembangannya
diserahkan pada kebijakan manusia. Al-Qur‟an dan sunnah hanya membekalinya
dengan beberapa system nilai seperti landasan etika moral, kebenaran, keadilan,
kejujuran, terpercaya, bertanggung jawab, dan sebagainya.
Dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah kita melihat bahwa tekanan Islam dalam
kewajiban melakukan pencatatan adalah:
1. Menjadi bukti dilakukannya transaksi (muamalah) yang menjadi dasar nantinya dalam
menyelesaikan persoalan selanjutnya.
2. Menjaga agar tidak terjadi manipulasi, atau penipuan baik dalam transaksi
maupun hasil dari transaksi itu (laba).

Penekanan ini didukung lagi oleh ayat-ayat yang dapat dijadikan sumber moral
akuntansi seperti kewajiban bertaqwa, berlaku adil, jujur, menyatakan yang benar,
memilih yang terbaik, berguna, menghindari yang haram, jangan boros, jangan merusak,
jangan menipu, dan lain sebagainya. Dan yang sifatnya tekhnis diserahkan
sepenuhnya kepada ummatnya untuk merumuskannya sesuai kebtuhannya.
Scott (Harahap, 1993, 1995) adalah seorang penulis yang banyak
memperhatikan masalah etika dan moral dalam melahirkan teori akuntansi.Ia selalu
menggunakan criteria keadilan dan kebenaran dalam merumuskan setiap teori
akuntansi, model ini disebut Ethical Theory of Accaounting. Menurut beliau dalam
penyajian laporan 38keuangan, akuntan harus memperhatikan semua pihak (user) dan
memperlakukannya secara adil dan benar.Dan memberikan data yang akurat jangan
menimbulkan salah tafsir dan jangan pula bias.Shaari Hamid, Russel Craig dan Frank
Clarke (1993) dalam artikel mereka berjudul:
”Religion:ACounfoundingCulturalElementintheInternationalHarmonizationofAcco
untig” mengemukakan dua hal:
1. Bahwa Islam sebagai agama yang memiliki aturan-aturan khusus dalam
system ekonomi keuangan (misalnya free interest banking system) pasti
memerlukan teori ekuntansi yang khusus pula yang dapat mengakomodasi
ketentuan syariah itu.
2. Kalau dalam berbagai studi disimpulkan bahwa aspek budaya yang bersifat
local sangat banyak mempengaruhi perkembangan akuntansi, maka Islam
sebagai agama yang melampaui batas negara tidak boleh diabaikan. Islam
dapat mendorong internasionalisasi dan harmonisasi akuntansi.
Muhammad Akram Khan (harahap, 19932\2) merumuskan sifat akuntansi islam
sebagai berikut:
1. Penentuan laba rugi yang tepat
2. Mempromosikan dan menilai efisiensi kepemimpinan.
3. Ketaatan kepada hukum syari‟ah.
4. Keterikatan pada keadilan.
5. Melaporkan dengan baik.
6. Perubahan dalam praktek akuntansi.
DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, S. (2009). Akuntansi syariah di Indonesia. Penerbit Salemba.


Khadaffi, M., Siregar, S., Noch, M. Y., Nurlaila, N., Harmain, H., & Sumartono, S. (2017).
Akuntansi Syariah.
Batubara, Z. (2019). Akuntansi dalam pandangan islam. JAS (Jurnal Akuntansi Syariah), 3(1),
66-77.
Rahmawati, I. D. (2017). Buku Ajar Akuntansi Islam. Umsida Press, 1-211.

Batubara, Z. (2019). Akuntansi dalam pandangan islam. JAS (Jurnal Akuntansi Syariah), 3(1),
66-77.
Wardani, H. K. (2017). Akuntansi Dari Kacamata Syariah Dan Ekonomi Islam. Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam, 3(03), 181-185.
Junery, M. F. (2019). Paradigma Perkembangan Akuntansi Islam. JAS (Jurnal Akuntansi
Syariah), 3(1), 78-86.
Kurlaili, A. (2019). MENGUNGKAP KONSEP AKUNTANSI DALAM PERSEPEKTIF
SYARIAH ISLAM (Doctoral dissertation, Universitas Wiraraja).
Hasnidar, H. (2017). Akuntansi Syariah: Pendekatan Sejarah. Jurnal Akuntansi Barelang, 2(1),
36-46.
Ibrahim, A. (2009). Akuntansi Konvensional vs Akuntansi Syariah: Islamisasi Konsep-Konsep
Dasar Akuntansi. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam Vol, 1(1).
RYZKY, A., & Rini, R. I. N. I. (2018). Trend penelitian akuntansi syariah di indonesia. Al-
Masraf (Jurnal Lembaga Keuangan Dan Perbankan), 3(2).
Abdullah, M. W. (2020). Akuntansi Syariah: Isu, Konsep, dan Refleksi.
Wartoyo, W. (2013). Sejarah Pemikiran Akuntansi Syariah. Adzkiya: Jurnal Hukum dan
Ekonomi Syariah, 1(1), 35-47.
Vetriyani, A. M. (2020). Menguak Makna Praktik Akuntansi Syariah Berbasis Ukhuwah
(Sebuah Studi Kasus 212 Mart Al-Fatih) (Doctoral dissertation, Universitas
Hasanuddin).
Fitriana, D., & SusilowatiI, L. (2021). Akuntansi Lingkungan Dalam Pandangan Islam.
Zulhelmy, S. E., Ak, C. A., & Suhendi, S. E. (2021). DASAR–DASAR AKUNTANSI
ISLAMIC VIEW. Penerbit Adab.

Anda mungkin juga menyukai