Anda di halaman 1dari 7

Buaya yang Serakah

Suatu hari terdapat buaya yang sedang kelaparan di pinggir sungai karena belum makan
selama 3 hari. Sang buaya melihat seekor bebek yang sedang berenang, kemudian
menangkapnya untuk dijadikan mangsa.

Bebek berkata “Tolong jangan makan aku, dagingku sangat sedikit. Sebaiknya kamu memakan
kambing saja”. Buaya pun terpengaruh perkataan bebek, lalu menyuruh bebek untuk
mengantarkan dimana keberadaan kambing.

Kambing yang ditangkap buaya juga berkata kepada buaya “Lebih baik kamu memakan gajah
yang dagingnya lebih banyak”. Akhirnya buaya menyuruh kambing untuk menunjukkan
keberadaan gajah.

Sesampainya di persembunyian gajah, buaya berhasil menangkap anak gajah. Kemudian anak
gajah itu teriak “Tolong…tolong”. Segerombolan gajah dewasa pun datang dan menghampiri
buaya tersebut.

Gajah-gajah dewasa menginjak tubuh buaya secara bersamaan hingga buaya tidak bisa bernafas.
Apalagi tubuh buaya lemas Karena belum makan sama sekali dan akhirnya mati.
Sang Merpati

Pada suatu ketika ada seekor Merpati yang merasa iri hati kepada Tekukur. Hal tersebut
dikarenakan Tekukur mendapat jatah jagung yang lebih banyak dibandingkan Merpati. Sang
Merpati merasa bahwa pemiliknya sudah tidak sayang lagi kepadanya.

Merpati melihat seekor Kancil yang ingin mencuri mentimun di kebun belakang rumah.
“Kancil…” Panggil Merpati. Sang Kancil pun terkejut karena aksinya ketahuan dan berkata
“Maafkan aku Merpati, aku sedang lapar, nanti akan aku bawakan biji mentimun ini sebagai
gantinya”. “Bukan seperti itu maksudku, aku hanya kau memberiku saran Kancil.” Kata Merpati.
Setelah itu Merpati menceritakan seluruh kesedihannya dan meminta saran apakah kabur
merupakan jalan yang benar.

Awalnya Kancil menasihati Merpati agar ia tidak merasa iri hati, Namun Merpati tetap merasa
sedih. Kancil berkata “Mungkin pemilikmu sengaja memberi makan sedikit agar kamu tidak
gemuk dan dapat cepat terbang di perlombaan tadi.”

Merpati tetap menyangkal apa yang dikatakan Kancil dan tetap ingin makan biji jagung
sebanyak mungkin. Kancil pun memberi ide agar Merpati bertukar kandang dengan Tekukur
supaya bisa makan biji jagung sebanyak mungkin.

Setelah mendengar ide Kancil, Merpati pun membujuk Tekukur untuk bertukar tempat. Akhirnya
bujukan Merpati berhasil dan ia berhasil masuk kandang Tekukur serta langsung memakan biji
jagung.

Karena Merpati makan dalam jumlah banyak maka ia menjadi kekenyangan. Keesokannya sang
pemilik membawa Merpati ke tempat perlombaan. Akan tetapi, Merpati tidak dapat
memenangkan lomba karena ia sedang kekenyangan sehingga tidak bisa terbang cepat.

Kemudian sang pemilik kembali ke rumah dengan hati yang sedih. Merpati pun menyesali
perbuatannya.
Keharuan Seekor Anjing

Pagi hari yang cerah si Anjing sedang menjaga rumah majikannya, yakni Pak Bolot. Si
Anjing merasa sedih saat melihat kupu-kupu yang sedang menari dengan indah di taman.
Kesedihan Anjing tersebut dikarenakan ia tidak bisa menirukan tarian kupu-kupu.

Si Anjing pun merasa kesal dan menangis. Kemudian kupu-kupu datang menghampiri Anjing
dan berkata “Anjing, kenapa kamu sedih hingga menangis?”. Si Anjing pun menjawab “Kata
majikanku aku ini cantik, tapi kenapa aku tidak bisa menari di taman dengan indah sepertimu?”

Setelah itu, hujan turun dan kupu-kupu bergegas pergi untuk mencari tempat berteduh. Beberapa
hari kemudian si Anjing memutuskan untuk merusak taman majikannya supaya tidak ada kupu-
kupu yang datang lagi.

Melihat kelakukan si Anjing, Kupu-kupu pun marah dan terjadilah pertengkaran antar keduanya.
Tidak lama kemudian Pak Bolot datang dengan wajah yang marah karena mendapati tamannya
yang rusak dan berantakan.

“Siapakah yang telah membuat tamanku menjadi rusak seperti ini?” tanya Pak Bolot dengan
nada tegas. Si Anjing pun mengaku bahwa dia yang telah merusak taman dan memberikan
alasannya. Ternyata si Anjing mengira bahwa kupu-kupu telah mencuri madu bunga yang ada di
taman.

Mendengar alasan si Anjing, Pak Bolot pun tersenyum. Kemudian Pak Bolot menjelaskan
kepada si Anjing bahwa menghisap madu bunga, terbang, dan menari sudah menjadi kodrat
seekor kupu-kupu. Si Anjing pun menyadari dan segera meminta maaf kepada kupu-kupu.
Cici dan Serigala

Sore itu tiga kelinci kecil, Cici, Pusi, dan Upi bermain bersama di hutan. Tiba-tiba Cici
melihat sesuatu tergeletak dalam bungkus plastik.

“Hai Teman-teman … lihatlah! Cici berteriak sambil menunjuk ke arah bungkusan plastik. “Wah
… makanan teman-teman.” teriak Upi. “Asyik! sore ini kita makan enak.” Pusi bersorak
kegirangan. Cici mengambil kue itu, membuka bungkusnya dan tercium aroma harum dari kue
itu. Tiba-tiba muncul niat liciknya.

“Ah … kue ini pasti nikmat sekali apalagi jika ku makan sendiri tanpa berbagi dengan mereka,”
gumamnya dalam hati.  “Teman-teman sepertinya kue ini bekal Pak Tukang Kayu yang sering ke
hutan ini, mungkin dia baru saja ke sini  dan belum pergi terlalu jauh. bagaimana jika
kususulkan  kue ini, bukankah menolong orang juga perbuatan mulia?” Cici meyakinkan
temannya.

Raut kecewa tergambar di wajah Upi dan Pusi, mereka gagal makan kue yang beraroma lezat itu.
Cici berlari menjauhi temannya dan memakan kue itu sendiri. Tiba-tiba ... buukk!! “Aaahhgg …
tolooong …” Cici menjerit keras. 

Seekor Serigala muncul dari balik semak dan langsung menerkam tubuh mungil Cici.
Cici pun menangis dan terus berteriak minta tolong. Cici pun memutar otak mencari cara,
bagaimana agar ia bisa bebas dari cengkeraman Serigala itu. Akhirnya, ia mendapatkan ide.

“Pak serigala, aku punya dua teman di sana. Bagaimana jika mereka kujemput ke sini, supaya
kamu dapat makan lebih banyak lagi?” Cici berusaha mengelabui Serigala itu. 

“Baiklah, segera panggil mereka, tapi aku harus ikut di belakangmu,” jawab Serigala. “Pelan-
pelan saja ya, jalanmu, supaya mereka tidak mendengar langkah kakimu. Aku khawatir mereka
akan lari ketakutan.” 

Cici pun berlari ke arah teman-temannya yang ditinggalkan tadi. Sementara Serigala
mengikutinya dengan langkah pelan. Menyadari hal itu, Cici berlari sekuat tenaga sambil
sesekali memanggil temannya. 

“Ups …!” kaki Cici tiba-tiba terasa ada yang menarik. Ia pun menjerit dan bahkan tidak berani
membuka mata. “Jangan Pak Serigala … jangan makan aku, ampuni aku..”  “Sst … ini aku Ci,
bukalah matamu, ini Upi dan Pusi.”  “Ayo cepat Ci!” dengan rasa kebersamaan mereka pun
akhirnya selamat. Napas mereka tersengal-sengal, keringat mereka bercucuran. Cici menangis
tersedu-sedu.

“Hik ... hik ... maafkan aku teman-teman, aku bersalah pada kalian. Aku telah berbohong.” Cici
akhirnya menceritakan kejadian yang sebenarnya.  Temannya tidak marah apalagi membencinya.
Cici pun berjanji tidak akan mengulanginya lagi. “Sudahlah Cici,  kami memaafkanmu,” kata
Pusi dengan bijak. “Terima kasih kawan, aku janji tidak akan mengulanginya lagi,” jawab Cici
dengan tulus.
Kupu-Kupu Berhati Mulia

Pada suatu hari ada seekor semut yang sedang bermain di sekitar taman. Seekor semut
tersebut hatinya sedang sangat bahagia karena dapat berjalan-jalan di taman yang indah. Sang
semut tersebut sama sekali tidak merasa bosan walaupun sudah berkeliling berkali-kali.

Tidak hanya sekedar berkeliling, sang Semut juga sesekali menyapa beberapa binatang
yang ia jumpai di taman. Dia selalu berkata kepada binatang yang dijumpainya bahwa dirinya
bangga karena dapat pergi ke tempat yang ia suka.

Semut juga membanggakan dirinya karena ia kuat mengangkat beban yang beratnya lebih besar
dibandingkan tubuhnya. Ia selalu menganggap bahwa dirinya yang paling hebat diantara
binatang-binatang yang ada di taman. 

Sedangkan kepompong hanya diam saja mendengarkan cerita semut. Pada suatu pagi semut
kembali berjalan-jalan di taman dan cuaca saat itu sedang hujan. Karena jalanan licin, sang
semut tergelincir dan masuk ke dalam lumpur.

Datanglah seekor kupu-kupu yang menyelamatkan nyawa semut. Kemudian sang semut pun
mengucapkan terima kasih kepada kupu-kupu. Tidak lupa semut memuji kehebatan yang
dimiliki kupu-kupu.

Pada akhirnya semut menyadari bahwa binatang yang paling hebat bukan lah dia. Semut
pun berjanji untuk tidak akan menyombongkan diri dan menghina binatang lain lagi.
Buaya yang Serakah

Pada disebuah pinggiran sungai, hidup seekor buaya yang tengah kelaparan. Sudah
selama tiga hari ia tidak makan apapun. Dan kini perutnya sangat lapar dan jika ia tidak makan,
maka bisa-bisa ia mati.

Kemudian ia pun masuk ke dalam sungai dan berenang di dalamnya untuk mecari makanan.
Akhirnya, sang buaya melihat ada seekor bebek yang tengah berenang. Ketika sang bebek tahu
sedang diincar oleh buaya, ia pun akhirnya menepi.

Melihat bebek yang hendak dimangsa tersebut kabur, akhirnya buaya pun mengejarnya dan
alhasil bebek tertangkap olehnya. Sembari menangis ketakutan sang bebek berkata, “Ampun
buaya, lepaskanlah aku. Dagingku hanya sedikit. Mengapa engkau tidak memangsa kambing saja
di hutan”.

Sembari menunjukkan taring tajamnya, sang buaya berkata,”Baiklah kalau begitu antarkan aku
ke tempat persembunyian kambing di hutan sekarang”.

Kemudian tidak jauh dari tempat itu, ada lapangan hijau dimana banyak kambing yang sedang
mencari rumput untuk dimakan. “Pergi sana, aku akan memangsa kambing saja”.

Akhirnya bebek merasa sangat senang dan berlari dengan kecepatan yang penuh.

Akhirnya buaya pun mendapati seekor anak kambing yang berhasil ia tangkap sesudah beberapa
lama. Karena saking takutnya, anak kambing tersebut berkata,”Tolong jangan makan aku.

Aku masih sangat kecil sehingga dagingku tidaklah banyak. Mengapa engkau tidak memakan
gajah saja yang dagingnya lebih banyak dariku. Aku akan mengantarmu kesana”.

“Baiklah, antarkan aku kesana sekarang juga!” Pinta gajah. Akhirnya, buaya diajak ke tepian
danau yang sangat luas oleh anak kambing tersebut. Dan benar saja, di sana sudah ada anak
gajah yang besar.

Akhirnya, buaya langsung mengejar dan kemudian menggigit kaki anak gajah tersebut. Namun,
kulit gajah sangat tebal sehingga itu tidak dapat melukainya.

Anak gajah pun berteriak dan meminta tolong kepada sang ibu. Sedangkan buaya terus saja
berusaha untuk menjatuhkan gajah tersebut.

Namun sayangnya tidak bisa. Mendengar teriakan sang anak, sekumpulan gajahpun akhirnya
mendatangi dan menginjak buaya hingga ia tidak bisa bernapas.

Akhirnya, sang buaya tetap saja tidak mampu melawan karena ukuran ibu gajah yang amat besar.
Belum lagi ia dalam keadaan lemas karena belum makan. Setelah itu, buaya pun mati karena
sudah kehabisan tenaga.

Anda mungkin juga menyukai