Anda di halaman 1dari 39

KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat

KONSEP DASAR PENDIDIKAN


BERBASISMASYARAKAT
Oleh:muhammad nor halis
sekolah tinggi agama islam rasyidiah khalidiah
amuntai

Abstract
Democratization of education can be actualized through,
amongothers, the application of the concept of community-based
education.This article is philosophically aimed at exploring the basic
ideas andconceptsimpliedincommunity-
basededucation.Whatiscommunity-based education? Why does the
concept need to be implemented
ineducationalmanagement?Theproblemofcommunity-
basededucationis a new subject of discourse appearing in the
educational world andespeciallyin Indonesiansociety.
Community-
basededucationisasystemofeducationinwhichthecommunitymakesahi
ghproportionofdecisionsconcerningeducation,starting from matters of
the input, process, and output through to thefinancing of education.
The concept of community-based educationappears urgent to be
implemented for the sake of democratization
ofeducation.Community-
basededucationrepresentsapoliticalstruggleforsocialtransformation.T
hus,community-basededucationispartofan agenda of critical
pedagogy which attempts to liberate
educationfromtheshacklesofpoliticalpower.Wheneducationhasbeenli
bera-ted from the domination and hegemony of such power, it means
thatdemocratization of education has been actualized.
Key words: democratization of education, community-based educa-
tion, critical pedagogy

323
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3

Pendahuluan

P
endidikanpadahakikatnyamerupakanpencerminankondisinega-
radankekuatansosial-
politikyangtengahberkuasa.Pendidikandengansendirinyamerup
akanrefleksidariordepenguasayang
ada (Kartono, 1997:77). Masalah pendidikan akan menjadi
masalahpolitik apabila pemerintah ikut terlibat di dalamnya. Bahkan
menurutMichael W. Apple sebagaimana dikutip H.A.R. Tilaar
(2003: 94-
94),kurikulumpendidikanyangberlakusebenarnyamerupakansaranain-
doktrinasidarisuatusistemkekuasaan.Melaluikurikulum,pemerintahtel
ah menjadikan pendidikan sebagai sarana rekayasa dalam
rangkamengekalkanstrukturkekuasaannya.Olehkarenaitu,masalahpendi
dik-
ansesungguhnyaadalahmasalahpolitik,tapibukandalamartianyangprak
tis. Diakui Paulo Freire (2000:195), sekolah memang merupakanalat
kontrol sosial yang efesien bagi upaya menjaga status qua. Dinegara
otoriter yang menganut paham pemerintahan totalitarianisme,pe-
merintah akan membatasi kebebasan individu dengan mengeluar-kan
kebijakan pendidikan yang uniform bagi semua anak didik.
Baginegarasemacamini,pendidikanadalahkekuatanpolitikuntukmendo
-minasi rakyat. Pemerintah secara mutlak mengatur pendidikan,
sebabtujuanpendidikanbaginyaadalahmembuatrakyatmenjadialatnega
ra(Kartono, 1997:78). Sebagai respon terhadap pandangan ini,
munculpahampemerintahanyangmenerapkankonsepnegarademokrasi,
yangmenghendaki adanya demokratisasi dalam pendidikan.
Demokrasidalambidangpendidikanmerupakansuatukeharusan,ag
ardapatmelahirkanmanusia-manusiayangberwatakdemokra-tis.
Reformasi pendidikan melalui demokrasi pendidikan,
menurutZamroni(t.t.:127-
130),dapatdilakukandalamtigaaspekpendidikan,yaitu regulatori,
profesionalitas, dan manajemen. Aspek regulatoridititikberatkan
pada reformasi kurikulum yang berkaitan dengan pe-
rumusantujuanpendidikan,penerapankurikulumberbasiskompetensi(c
324
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat
ompetency-
basedcurriculum),pergeseranparadigmakerjagurudariresponsibilityke
arahaccountabilitydanpelaksanaanevaluasidengan

325
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3

eseidanportofolio.Aspekprofesionalitasditujukanuntukmengemba-
likanhak-
hakdanwewenangkepadagurudalammelaksanakantugaskependidikan
nya. Aspek ini dapat ditempuh melalui pengembangankesadaranhak-
hakpolitikgurudanpemberiankesempatankepadaguruuntukmengemban
gkandirinya.Sedangkanaspekmanajemenpendidik-an ditujukan untuk
mengubah pusat-pusat pengambilan dan kendalipendidikan.
Reformasi aspek manajemen ini dapat dilakukan dengandua cara.
Pertama, memberikan kesempatan yang lebih luas kepadalembaga
pendidikan untuk mengambil keputusan berkaitan
denganpendidikan. Bentuk kebijakan ini adalah menumbuhkan
manajemenberbasis sekolah (school-based management). Kedua,
memberikankesempatan yang luas kepada warga masyarakat untuk
berpartisipasidalam penyelenggaraan pendidikan. Kebijakan ini
dapat
diwujudkandalambentukpendidikanberbasismasyarakat(community-
basededucation).
Tulisan ini dengan telaah filosofis bermaksud mengungkap ide-
idedankonsep-
konsepdasaryangterkandungdalampendidikanberbasismasyarakat.
Apa dan bagaimana pendidikan berbasis masyarakat
itu?Mengapaiaperludilakukandalamsebuahpenyelenggaraanpendidik-
an?Masalahpendidikanberbasismasyarakatsesungguhnyamerupakanw
acanabaruyangmunculdalamduniapendidikan,terutamabagima-
syarakatIndonesia.Iamunculberkaitandenganreformasipendidikanyan
gmenghendakiadanyapergeseranparadigmapendidikandarisen-
tralistikkedesentralistik,bergeserdaripraktikpendidikanyangotoriterkep
raktikpendidikandemokratisyangmembebaskan,sertadarikonseppendid
ikan yang berorientasi pemerintah (state oriented) ke
konseppendidikanyang berorientasi masyarakat (community
oriented).

DemokrasidanPendidikan
DemokrasiberasaldaribahasaYunani,demos(rakyat)dankratos(pe
326
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat
merintahan).Demokrasiadalahsuatubentukpemerintahandengankekua
saanditanganrakyat.Demokrasidewasainitelahditerimaoleh

327
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3

hampirseluruhbentukpemerintahandidunia.DemokrasimenurutMa-
sykuriAbdillah(dalamhttp://kompas.com/kompas%2Dcetak/9902/27/o
pini/isla04.htm.,diakses3Mei2003)memilikitigaunsurutama,yaitu:adan
yakemauanpolitikdarinegara(state),adanyakomitmenyangkuatdarimas
yarakatpolitik(politicalsociety)danadanyacivilsocietyyangkuatdanman
diri.Ketigaunsurinidiprosesdalamsebuahnegarayangmenjamin
adanya kekuasaan mayoritas, suara rakyat dan pemilihanumum yang
bebas dan bertanggung jawab (lihat Abdillah, 1999: 73).Selain itu,
demokrasi juga memiliki dua norma baku yang berlakubagi setiap
bentuk “demokrasi”, yaitu public accountability (pertang-
gungjawabankepadarakyat)dancontestability(ujikesahihanapakahdem
okrasi itu bercermin kepada kehendak bersama atau atas
namakepentingan lain) (Wirosardjono dalam Magnis-Suseno dkk.,
1994:14-15). Oleh karena itu, demokrasi dalam arti modern,
sebagaimanadikemukakan Magnis-Suseno (dalam Tamara dan
Taher, 1996:125),sering dipahami sebagai sebuah sistem politik yang
melembagakankontrolterhadappemerintaholehrakyat(kedaulatanraky
at),sertake-
wajibanpemerintahuntukmemberipertanggungjawaban(accountabi-
lity)kepadarakyatmelaluisistemperwakilan.Jadi,didalamdemokrasimod
ern terdapat dua kategori prinsip, yaitu prinsip kedaulatan rakyatdan
prinsip pertanggungjawaban melalui perwakilan.
Demokratisasi artinya proses menuju demokrasi. Dalam
konteksini, pendidikan merupakan sarana paling strategis bagi
penciptaandemokratisasi.DalampandanganAzyumardiAzra(dalamhttp
://www.kompas.com/%2Dcetak/0103/14/opini/pend04.htm., diakses
14
Maret2001),carapalingstrategisuntuk“mengalamidemokrasi”(experie
nc-ing democracy) adalah melalui apa yang disebut sebagai
democracyeducation. Pendidikan demokrasi dapat dipahami sebagai
sosialisasi,diseminasi dan aktualisasi konsep, sistem, nilai, budaya,
dan praktikdemokrasi melalui pendidikan. Selanjutnya Azra
menegaskan, dalambanyak hal, pendidikan demokrasi identik dengan
“pendidikan ke-
328
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat
wargaan”(civiceducation),meskipunpendidikankewargaanlebih

329
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3

luas cakupannya daripada pendidikan demokrasi. Namun yang


jelas,keduanya berupaya menumbuhkan civic culture dan civilitydi
ling-kungan pendidikan, yang pada gilirannya akan menjadi
kontribusipentingbagipengembangandemokrasiyanggenuinedanotent
ikpadanegara-
bangsaIndonesia.SejalandenganpendapatdenganAzra,Sya-fii Maarif
(dalam Zamroni, t.t.:viii-ix) mengemukakan bahwa prosespenciptaan
mentalitas dan kultur demokrasi kiranya dapat dilakukanmelalui
proses pendidikan. Dalam kaitan ini, perwujudan sistem pen-didikan
yang demokratis merupakan keniscayaan yang harus disikapisecara
positif oleh seluruh komponen yang terlibat dalam proses pen-
didikan.
Demokratisasipendidikanmengandungartiprosesmenujudemokra
sidalambidangpendidikan.Demokratisasipendidikandapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu “demokrasi pendidikan” dan“pendidikan
demokrasi”. Demokrasi pendidikan, sebagaimana telahdisinggung
pada awal tulisan ini, dapat diwujudkan di antaranya me-
laluipenerapankonseppendidikanberbasismasyarakatdalamsebuahpen
yelenggaraan pendidikan nasional. Demokrasi pendidikan
lebihbersifat politis, menyangkut kebijakan pemerintah dalam bidang
pen-
didikanditingkatnasional.Apabilademokrasimulaiditerapkandalampen
didikan,makapendidikantidakakanmenjadialatpenguasa.Rakyatatauma
syarakatdiberikanhaknyasecarapenuhuntukikutmenentukankebijakan
pendidikan nasional. Semua pihak yang berkepentingandengan
pendidikan diharapkan dapat berpartisipasi dalam
penentuankebijakanpendidikan.Inilahyangdisebutdemokrasipendidika
nmenu-rutKartono(1997:196-197).
Adapunpendidikandemokrasiberkaitandenganbagaimanaprosespe
ndidikanitudilaksanakanditingkatlokal(Usmandalamhttp://www.depdi
knas.go.id/Jurnal/28/menuju_masyarakat_madani_melalui.htm,diaks
es 13 Agustus 2004). Di dalam pendidikan demokrasi,
prosespembelajaran di kelas dapat diarahkan pada pembaharuan
kultur
330
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat
dannormakeadaban.Fungsipendidikdalamprosespembelajaranyang

331
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3

demokratis adalah sebagai fasilitator, dinamisator, mediator, dan mo-


tivator. Sebagai fasilitator, pendidik harus memberikan
kesempatankepadapesertadidikuntukmencobamenemukansendirimak
nainfor-
masiyangditerimanya.Sebagaidinamisator,pendidikharusberusahame
nciptakan iklim pembelajaran yang dialogis dan berorientasi
padaproses. Sebagai mediator, pendidik harus memberikan rambu-
rambuatauarahanagarpesertadidikbebasbelajar.Sebagaimotivator,pendi
dikharusselalumemberikandoronganagarpesertadidiknyabersemangat
dalam menuntut ilmu.
Pendidikan demokrasi menuntut adanya perubahan asas
subjectmatter oriented menjadi student oriented. Proses pendidikan
selamaini terkesan menganut asas subject matter oriented, yaitu
bagaimanamembebani peserta didik dengan informasi-informasi
kognitif danmotorik yang kadang-kadang kurang relevan dengan
kebutuhan
dantingkatperkembanganpsikologismereka.Denganorientasisepertiini
dapat dihasilkan lulusan yang pandai, cerdas, dan terampil, tetapi ke-
pandaiandankecerdasanintelektualtersebutkurangdiimbangidengankec
erdasan emosional. Keadaan demikian terjadi karena
kurangnyaperhatian terhadap ranah afektif. Padahal ranah afektif
sama pentingperanannya dalam membentuk perilaku peserta didik.
Suasana pendidikan yang demokratis senantiasa
memperhatikanaspekegalitarian(kesetaraanatausederajatdalamkebersa
maan)antarapendidikdenganpesertadidik.Pengajarantidakharustopdow
n,namundiimbangidenganbottomup.Tidakadalagipemaksaankehenda
kdaripendidik,tetapiakanterjaditawar-
menawardiantarakeduabelahpihakdalammenentukantujuan,materi,me
dia,danevaluasihasilbelajarnya.Dengankomunikasistrukturaldankultur
alantarapendidikdanpesertadidik, maka akan terjadi interaksi yang
sehat, wajar, dan bertanggungjawab. Peserta didik boleh saja
berpendapat, berperasaan, dan bertin-dak sesuai dengan langkahnya
sendiri, asalkan ada argumentasi yangdapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Peserta didik bukan
332
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat
sajamemahamidemokrasitetapijugamenjalanilatihansepertiberdebat,

333
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3

menghargaipandangandanhargadirioranglain,sertamematuhiaturanhuk
umyang diaplikasikan dalam setting diskusi.

KonsepCommunitydalamPendidikanBerbasisMasyarakat
Sebagaimanatelahdisebutkanpadabagianawaltulisanini,demokrati
sasipendidikandiantaranyadapatdiwujudkanmelaluipene-
rapankonseppendidikanberbasismasyarakat.Konsepinimenghendakiad
anyaketerlibatanmasyarakatdalamupayapengambilankebijakan-
kebijakanpendidikan.Keterlibatanataupartisipasimasyarakatdalampen
didikandiIndonesia,menurutSuyata(1996:2),bukanlahhalyangbaru. Ia
telah dilaksanakan oleh yayasan-yayasan swasta,
kelompoksukarelawan, organisasi-organisasi non-pemerintah, dan
bahkan olehperseorangan.SecarakhususAzra(2002:5-
6)menyebutkan,dikalang-
anmasyarakatMuslimIndonesia,partisipasimasyarakatdalamrangkape
ndidikan berbasis masyarakat telah dilaksanakan lebih lama
lagi,yaitu setua sejarah perkembangan Islam di bumi Nusantara.
HampirseluruhlembagapendidikanIslamdiIndonesia,mulaidarirangka
ng,dayah, meunasah (Aceh), surau (Minangkabau), pesantren
(Jawa),bustanulatfal,diniyahdansekolah-
sekolahIslamlainnyadidirikandandikembangkanolehmasyarakatMusli
m.Lembaga-lembagainihanyasekedar contoh bagaimana konsep
pendidikan berbasis masyarakatditerapkan oleh masyarakat
Indonesia dalam lintasan sejarah. Per-masalahannya, apa itu
masyarakat dalam konsep pendidikan berbasismasyarakat?
Terma “masyarakat” merupakan alih bahasa dari society
ataucommunity. Society sering diartikan sebagai “masyarakat
umum”, se-
dangkancommunityadalah“masyarakatsetempat”atau“paguyuban”(Sh
adily,1983:60-61).DictionaryofSociologymencobamendefinisi-
kancommunitysebagaiberikut.
Community merupakan sub-kelompok yang mempunyai
karakteristiksepertisociety,tetapipadaskalayanglebihkecil,dandenganke

334
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat
pen-

335
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3

tingan yang kurang luas dan terkoordinir. Tersembunyi dalam


konsepcommunity adalah adanya suatu wilayah teritorial, sebuah
derajat yangdapatdipertimbangkan mengenai perkenalan dan kontak
antar
pribadi,danadanyabeberapabasiskoherensikhususyangmemisahkannya
darikelompokyangberdekatan.Communitymempunyaiperbekalandiriter
-batasdibandingsociety,tetapidalambatas-
batasitumempunyaiasosiasiyangakrabdansimpatiyanglebihdalam.Mung
kinadabeberapaikatankesatuan khusus dalam community, seperti ras,
asal-usul bangsa atauafiliasikeagamaan (Fairchild, 1977:52).
Pengertianleksikaldiatasmengisyaratkanbahwacommunitybiasany
a dimaknai sebagai suatu kelompok manusia yang mendiamisuatu
wilayah tertentu dengan segala ikatan dan norma di
dalamnya.Denganredaksiberbeda,Smucker(dalamBrookover,1955:37
3)men-
cobamendekatipendidikandenganperspektifmasyarakat(communityap
proach to education). Ia mendefinisikan community sebagai
suatukumpulanpopulasi,tinggalpadasuatuwilayahyangberdekatan,terint
e-
grasimelaluipengalamanumum,memilikisejumlahinstitusipelayanandas
ar,menyadariakankesatuanlokalnya,danmampubertindakdalamkapasit
asnyasebagaisuatukorporasi.
Untukmempermudahpemahamanorangtentangcommunity,Gerhar
d Emmanuel Lenski membagi community dalam dua
kategori,yaitugeografik dankultural. Lenski(1978:55) menulis:

Basically,therearetwotypesofcommunities,geographicalandcultural.Geo
graphical communities are those whose members are united prima-rily
by ties of spatial proximity, such as neighborhoods, villages, town,and
cities. Cultural communities are those whose members are
unitedbytiesofacommonculturaltradition,suchasracialandethnicgroups.
A religious groups may also be considered a cultural community if
itsmembersarecloselyintegratedbytiesofkinshipandmarriageandifthegro
uphasdevelopedadistinctivesubcultureofitsown.(Padadasarnya,ada dua
jenis masyarakat, geografis dan kultural. Masyarakat
336
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat
geografisadalahmasyarakatyanganggotanyadipersatukanterutamasemat
a-mata

337
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3

olehikatantempatyangberdekatan,sepertilingkungan,desa,kota,dankota
besar.Masyarakatkulturaladalahmasyarakatyanganggotanyadi-
persatukanolehikatantradisibudayaumum,sepertikelompokrasialdankes
ukuan. Suatu kelompok agama boleh juga dipertimbangkan
sebagaimasyarakatkulturaljikaanggotanyaterintegrasisecaralekatolehik
atankekerabatandanperkawinan,danjikakelompokitutelahmengembang
-kansubkulturyang berbeda dari kulturmiliknya).
Berbeda dengan Lenski yang agak antropologis, Tonnies
(dalamSoemardjan dan Soemardi:461-484) secara sosiologis
menggunakanistilahgemeinschaft(community)dangesellschaft(society)
untukmeng-uraikan bagaimana manusia berhubungan dengan
manusia
lainnya.KeduaistilahiniditerjemahkanolehSoekanto(1999:143-
148)menjadi“paguyuban”dan“patembayan”.MenurutTonnies,teorige
meinschaft(community) dimulai dari asumsi tentang adanya kesatuan
kehendakmanusia (unity of human wills) sebagai suatu kondisi asli
atau alamiyang perlu dipelihara, walaupun terkadang terjadi
pemisahan
yangnyata.Akarkondisialamiiniberasaldarikoherensikehendakmanusi
ayangdihubungkanolehtigaikatan,yaituikatandarah(gemeinschaftbyblo
od), ikatan tempat (gemeinschaft of place) atau oleh ikatan
karenapersamaanjiwa-
pikiran(gemeinschaftofmind).Ikatandarahmelahir-kan pertalian
keluarga (kinship), ikatan tempat melahirkan pertalianlingkungan
(neighborhood), dan ikatan pikiran memunculkan persa-habatan
(friendship). Ciri pokok yang membedakan sebuah gemein-
schaft(community)denganlainnyaadalahintimate(hubunganmesra),pri
vate (bersifat pribadi), exclusive (hubungan berlaku untuk
anggotasaja, bukan untuk di luar anggota), adanya common will
(kehendakbersama), consensus (kesepakatan) serta adanya natural
law (kaidahalami) yang dibuat para anggotanya. Dengan ciri-ciri
pokok ini, Ton-
niesmenyatakanbahwastrukturhubunganpadasebuahgemeinschaft(co
mmunity)adalahnyatadanorganik(realandorganic),sebagaimanadiump

338
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat
amakanorgan tubuh manusia atau hewan.
Adapungesellschaft(society),masihmenurutTonnies,merupakan

339
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3

konstruksi dari suatu kumpulan manusia yang tinggal dan hidup ber-
sama secara damai. Kalau dalam gemeinschaft mereka
dipersatukanolehsemuafaktorpemisah,makadalamgesellschaft,merek
adipisah-kan oleh semua faktor pemersatu, artinya darah, tempat dan
pikiranbukanlahmenjadipengikatkesatuanmereka.Intinya,suatugesellsc
haftadalahpubliklife,dalamartihubungannyaberlakubagisemuaorang.S
eorang yang memasuki gesellschaft ibarat orang yang
memasukisuatunegeriasing.Halinikarenasuatugesellschaftbersifatima
ginary(dalampikiranbelaka)danstrukurhubunganyangdigunakannyaada
lahmechanicalstrucure,sebagaimanadiumpamakansebuahmesin.
Kecenderungan baru menunjukkan bahwa konseptualisasi com-
munitydenganmenggunakanperspektifgeografis-
lokasionalkinimulaiditinggalkanorang.Halini,sepertidiungkapkanGal
braith(dalam
http://www.ed.gov/pubs/PLLIConf95/comm.html,diakses 3Mei
2003), telah membuat intersecting dan overlapping antara com-
munity dengan masyarakat dalam pengertian yang luas.
Menurutnya,ada beberapa perspektif lain yang mencoba memahami
masyarakatsebagaisebuahkonsep.Pertama,perspektif“kepentingan”y
angtelahmelahirkan konsep community of interest. Perspektif ini
memahamimasyarakat sebagai kelompok individu yang diikat oleh
satu ataubeberapa satuan kepentingan dari banyak orang, seperti
kesenangan,kepentingan kewarganegaraan dan politik, atau
kepercayaan
religiusdanspiritual.Menjadi“KlubPenggemarBolaBasket“,ataubarang
kalimenjadi“KelompokPecintaOpera”merupakancontohdarimasyaraka
tkepentingan. Kedua, perspektif “fungsi” yang memunculkan
konsepcommunity of function. Kelompok yang dikenali berdasarkan
fungsiperan dalam kehidupan, seperti profesor, pekerja sosial,
konsultan,pengacara, dokter, petani, kuli bangunan, orangtua, dan
sebagainya,dapatdipertimbangkansebagaicommunityoffunction.Ketig
a,persepktif demografis, yaitu memandang masyarakat sebagai
kelom-pok yang diikat oleh karakteristik demografis umum seperti
ras,
340
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat
jeniskelamin,danumur.Contohmasyarakatsepertiiniadalah“Masyaraka
t

341
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3

Afrika-Amerika” atau “Kelompok Usia Lanjut”. Keempat,


perspektifpsikografik, yaitu melihat community sebagai kelompok yang
dibentukberdasarkankomponen-
komponensistemnilai,kelassosial,dangayahidup.Contohnyaadalah“Ma
syarakatGay”atau“MasyarakatPertanianDesaKelasMenengah”.
Daripembahasandiatas,konsepcommunitykiranyadapatdilihat dari
tiga pendekatan; geografis, antropologis dan sosiologis.Ketiga
pendekatan ini melihat community berdasarkan perspektifnyamasing-
masing. Pertanyaannya, dari ketiga pendekatan ini,
konsepcommunitymanakahyangdapatdigunakandalampendidikanberb
asismasyarakat? Menurut Cunningham (dalam Husen dan
Postlethwite,1994:900), community dalam artian yang geografis-
sosiologis
yangdapatditerapkandalampendidikanberbasismasyarakat.Denganme
ngutip Harvard Education Review yang terbit 1989 dan
1990,Cunningham mencoba mendefinisikan masyarakat bagi
pendidikanberbasis masyarakat, yaitu suatu konfigurasi dari orang-
orang yangkita hampir hidup di dalamnya, seperti halnya orang-
orang dengansiapa kita berbagi ikatan-ikatan umum, dalam bekerja,
mencintai,berideologi, bakat artistik, dalam suatu agama, suatu
kultur, suatupilihan seksual, suatu perjuangan, suatu gerakan, suatu
sejarah, danseterusnya.

Pendidikan Berbasis Masyarakat: Beberapa Perspektif


PendidikanberbasismasyarakatmenurutSihombing(dalamJalaldan
Supriadi,2001:186)merupakanpendidikanyangdirancang,dilak-
sanakan, dinilai dan dikembangkan oleh masyarakat yang
mengarahpada usaha menjawab tantangan dan peluang yang ada di
lingkunganmasyarakat tertentu dengan berorientasi pada masa
depan. Dengankata lain, pendidikan berbasis masyarakat adalah
konsep
pendidikan“darimasyarakat,olehmasyarakatdanuntukmasyarakat”.De
nganiniSihombingmenegaskanbahwayangmenjadiacuandalammema
hamipendidikanberbasismasyarakatadalahpendidikanluarsekolah,kare
342
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat
na

343
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3

pendidikan luar sekolah itu bertumpu pada masyarakat, bukan


padapemerintah.IadapatmengambilbentukPusatKegiatanBelajar-
Meng-ajar(PKBM)yangtumbuhsuburdanmasyarakatberlomba-
lombauntukmendirikannaya. Di seluruh Indonesia hingga tahun
2000-an
terdapatsekitar760PKBM.HalsenadajugadiungkapkanolehSupriadi(2
000:365-368) yang mengkaji fenomena TKA/TPA yang muncul di
Indo-nesia semenjak 1980-an. Ia menyebutkan bahwa pendidikan
berbasismasyarakat merupakan proses pendidikan yang lahir dari
kebutuhanmasyarakat. Oleh karenanya ia tak perlu dikekang oleh
aturan-aturanformal dari pemerintah. Dari sini, fenomena TKA/TPA
kiranya dapatdijadikan model alternasi bagi pengembangan
pendidikan berbasismasyarakat, terutama dari segi keterlepasannya
dari birokrasi peme-
rintah.Iasenantiasaterwujudsebagaibuktidariakomodasikehendakmas
yarakat untuk membelajarkan anak-anaknya.
Pendidikanberbasismasyarakatsesungguhnyabukanhanyadapatdil
aksanakanmelaluijalurpendidikanluarsekolah(nonformal),sebagaima
nadiungkapkanSihombingdanSupriadidiatas.UUNo.20Tahun 2003
pasal 13 ayat (1) menyebutkan bahwa “Jalur pendidikanterdiri atas
pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapatsaling
melengkapi dan memperkaya”. Oleh karena itu,
pendidikanberbasismasyarakatdapatjugamengambiljalurformal,nonfor
maldaninformal.Dalamkaitanini,Gilbraith(dalamhttp://www.ed.gov/p
ubs/PLLIConf95/comm.html)menyebutkan:“theconceptsofcommunit
y-based education and lifelong learning, when merged, utilizes
formal,nonformal, and informal educational processes”. Pendidikan
berbasismasyarakatdenganprosesformalbiasanyamerupakanpendidika
nyangdiselenggarakanolehorganisasibirokrasiformalsemisalsekolahat
auuniversitas.Pendidikanberbasismasyarakatdenganprosesnonformal
dapat mengambil bentuk pendidikan di luar kerangka sistem
formalyang menyediakan jenis pelajaran terpilih, seperti di
perpustakaanataumuseum.Adapunpendidikanberbasismasyarakatden
ganprosesinformalmerupakanpendidikanyangdiperolehindividumelal
344
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat
uiin-

345
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3

teraksinya dengan orang lain di tempat kerja, dengan keluraga,


ataudengan teman.
Adabeberapaperspektifyangmencobamencarilandasankonsep-
tual bagi pendidikan berbasis masyarakat. Perspektif historis
melihatpendidikan berbasis masyarakat sebagai sebuah
perkembangan lanjutdari pendidikan berbasis sekolah. Perspektif ini
dikemukakan olehSurakhmad (2000:20) yang menyatakan bahwa
pendidikan berbasismasyarakat merupakan perkembangan lebih
lanjut dari pendidikanberbasis sekolah. Dalam pandangannya,
“konsep pengelolaan pen-didikan berbasis sekolah (PBS) adalah
konsep yang sangat
mungkinperlukitadahulukansebagaititiktumbuhkonseppendidikanber
basismasyarakat”. Diakui Shiddiqi (1996:12), analisis historis selalu
me-nelurkan dua unsur pokok, yaitu periodisasi dan rekonstruksi
prosesasal-usul (origin), perubahan (change) dan perkembangan
(develop-ment). Unsur yang ditekankan Surakhmad dalam
analisisnya
tentangpendidikanberbasismasyarakatiniadalahmasalahperkembanga
nnya,yaitu sebuah perkembangan yang muncul kemudian setelah
lahirnyapendidikanberbasis sekolah.
DenganperspektifituSurakhmadselanjutnyamenegaskanbahwaya
ngdimaksudpendidikanberbasismasyarakatadalahpendidikanyangdeng
ansadarmenjadikanmasyarakatsebagaipersemaiandasarperkem-
bangan. Konsep pendidikan berbasis masyarakat merupakan
usahapeningkatan rasa kesadaran, kepedulian, kepemilikan,
keterlibatan,dantanggungjawabmasyarakat.SelanjutnyaSurakhmadme
nawarkanenamkondisiyangdapatmenentukanterlaksananyakonseppen
didikanberbasis masyarakat.
1) Masyarakatsendirimemilikikepeduliandankepekaanmengenaipen
didikan.
2) Masyarakatsendiritelahmenyadaripentingnyapendidikanbagikem
ajuan masyarakat.
3) Masyarakatsendiritelahmerasamemilikipendidikansebagai
346
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat

potensi kemajauan mereka.


4) Masyarakatsendiritelahmampumenentukantujuan-tujuanpen-
didikan yang relevan bagi mereka.
5) Masyarakatsendiritelahaktifberpartisipasididalampenyeleng-
garaan pendidikan.
6) Masyarakatsendiriyangmenjadipendukungpembiayaandanpenga
daansaranapendidikan.
Berbeda dengan Surakhmad yang melihat pendidikan
berbasismasyarakat dari aspek titik-tumbuhnya, P.M. Cunningham
(dalamHusendanPostlethwaite,1994:900-
901)memandangpendidikanberbasismasyarakatdariperspektifsosiolog
is.Menurutnya,pendidik-an berbasis masyarakat (community-based
education) merupakan halyang kontras dengan pendidikan
masyarakat (community
education)yangdiselenggarakannegara.Kalaupendidikanmasyarakatd
iartikansebagai proses pendidikan untuk membangun potensi dan
partisipasimasyarakatdidalamupayaprosespengambilankeputusansecar
alokal,makapendidikanberbasismasyarakatmerupakanrespondariketid
ak-
mampuannegaradalammelayanipenduduknyauntukmenyelesaikanber
bagai aktivitas pembangunan, baik dalam bidang ekonomi, reha-
bilitasiperumahan,pelayanankesehatan,latihankerja,pemberantasanbu
ta huruf, dan maupun bidang pendidikan. Premis yang
digunakandalam pendidikan berbasis masyarakat adalah bahwa
pendidikan itutidak dapat dipisahkan dari kultur dan masyarakat
tempat pendidikanitu terjadi. Ia senantiasa berkaitan dengan
pemberdayaan masyarakat(empowerment of communities). Jarang
terjadi pendidikan berbasismasyarakat dilakukan oleh sekolah-
sekolahnegeri. Hal ini karenamasalah pendidikan berbasis
masyarakat itu menyangkut hubunganantara kekuasaan (negara) dan
kemiskinan (masyarakat), bukan par-tisipasi warganegara (citizen
participation) dalam pendidikan.
Olehkarenaitu,paradigmayangdigunakanpendidikanberbasismasyarak

347
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3
atadalahparadigmakonflik.Sedangkanpendidikanmasyarakatsenantiasa

348
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat

berasaskanpadaparadigmafungsionalime.Paradigmainimengasum-
sikanadanya“sekolahnegeri”dankeinginanuntukmenggunakannyasec
ara efisien. Sekolah-sekolah ini dibuat agar menjadi sumber
dayamasyarakat,dalamrangkameningkatkanpartisipasimasyarakatdala
mbidang pendidikan.

Paradigma Paradigma
No.
Fungsionalisme/Dev Konflik/Chan
elopment ge
1.Karakteristik Konsensus-ReformasiIntegrasi Konflik-Transformasi
2. MasyarakatGeografis MasyarakatGeografis-Sosiolo-
Pengertian gis
Masyarakat
3.FormatPendidikan LembagaFormal LembagaFormaldanNonformal
4.ProgramPendidikan Pendidikan Masyarakat, Pem- PendidikanBerbasisMasyarakat,
bangunanMasyarakatdanCom- PendidikanPopulardanSocialMo
munityCollege vementLearning
5.ProdukPengetahuan PositivistikLogis Partisipatori-Transformasi
6.Kultur HighCulture,sepertiMuseumda PopularCulture,sepertiTeaterdan
nPerpustakaan SeniPopular
7.AkarHistoris Henry Morris (Inggris) FatherCoady(Kanada),PauloFrei
danFrankManley(USA) re(Brasil),RajeshTandon(India),
MylesHorton(USA)danJuliusNy
erere(Tanzania)

Tabel Cunningham di atas secara sepintas menjelaskan


bahwaparadigmapendidikanfungsionalissenantiasamelaksanakanprog
rampendidikannyadenganapayangdisebutpendidikanmasyarakat(com
-munityeducation)danpembangunanmasyarakat(communitydevelop-
ment).Olehkarenateorifungsionalisyangdijadikanlandasanparadig-
manya, maka program pendidikan semacam ini senantiasa
berupayamempertahankanstatusquo.Pendidikandalamteorifungsionali
stelahdijadikan instrumen untuk mencapai stabilitas atau equlibrium
di ataskonsensus para anggota masyarakatnya (Nasikun, 1995:9-15).
Selainitu, tabel di atas juga menjelaskan bahwa berbeda dengan
paradigmafungsionalis,paradigmakonfliktelahmenekankanprogrampen
didikan-
nyapadaapayangdisebutpendidikanberbasismasyarakat(community-
349
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3

based education). Paradigma konflik menurut Nasikun (1995:16-


25)mengindikasikanbahwaperubahansosialterjadikarenaadanyaunsur-
unsur yang bertentangan di dalam masyarakat secara terus-
menerus,karenaperbedaanotoritas.Otoritasyangberbedatelahmelahirk
anduakepentingan yang berlawanan. Suatu kelompok senantiasa
memper-tahankan status quo, dan kelompok yang lain berupaya
menghendakiperubahandanperombakan.Duakelompokinisenantiasab
eradapadaposisi konflik, demi mempertahankan kepentingannya. Ada
tiga bentukpengendalian konflik, yaitu konsiliasi, mediasi dan
arbitrasi. Ketigabentuk ini dipandang efektif bagi mekanisme
pengendalian
konflik,yangpadagilirannyakonflikyangadamerupakansebuahkekuatan
yangdapatmendorongterjadinyaperubahansosialtanpaakhir.Pendidika
nberbasis masyarakat menurut Cunningham senantiasa
menghendakiadanya perubahan sosial yang dihasilkan dari konflik
yang terjadiantara kelompok pro status quo (pemerintah) dengan
kelompok
yangantistatusquo(masyarakat).Konfliksemacaminikiranyadiperluka
ndalam rangka penciptaan masyarakat transformatif.
Perspektif lain yang digunakan dalam melihat konsep
pendidikanberbasis masyarakat adalah perspektif politik. Di antara
tokohnyaadalah Dean Nielsen. Nielsen (dalam Jalal dan Supriadi,
2001:175)menekankanbahwapendidikanberbasismasyarakat(commun
ity-
basededucation)merupakanhalyangberlawanandenganpendidikanber
basis negara (state-based education). Hal ini karena
masyarakatdenganmaknacommunitybiasanyadilawankandengannegar
a.DalamkonteksIndonesia,pendidikanberbasismasyarakatmenunjukk
epadatujuhpengertian,yaitu(1)peransertamasyarakatdalampendidikan,(
2)pengambilankeputusanberbasissekolah,(3)pendidikanyangdiberikano
leh sekolah swasta atau yayasan, (4) pendidikan dan pelatihan
yangdiberikanolehpusatpelatihanmilikswasta,(5)pendidikanluarsekola
hyang disediakan Pemerintah, (6) pusat kegiatan belajar
masyarakat,dan (7) pendidikan luar sekolah yang diberikan oleh
350
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat
organisasi
akarrumput(grassrootorganizations),sepertiLSMdanpesantren.Dari

351
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3

pengertianpendidikanberbasismasyarakatyangluasdanberagamitu,Nie
lsen memplot dan memetakannya berdasarkan dua dimensi,
yaituketerlibatan pemerintah terhadap swasta dan derajat
kepemilikan ma-
syarakat.Dilihatdaridimensipertama,pendidikanberbasismasyarakatada
lahpendidikanyangsebagianbesarkeputusan-keputusannyadibuatoleh
masyarakat (education in which a high proportion of decisionsare
made by community). Berdasarkan pengertian ini,
sebagaimanaterlihat pada Gambar 1, “satu-satunya pendidikan yang
sepenuhnyaberbasismasyarakatadalahpesantrenyangmemilikikurikulu
msendiri,mengusahakanpendanaansendiridanmelayanikebutuhanmasy
arakat-
nya”,demikiantulisNielsen.Sedangkandimensikeduadaripemetaanpen
didikan berbasis masyarakat ala Nielsenian ini dilakukan
denganjalan memplot tingkat pengendalian masyarakat terhadap
programpendidikannya. Berdasarkan dimensi kedua ini, seperti
ditunjukkanolehGambar2,pesantrenmerupakancontohkepemilikanma
syarakatsecarapenuh(fullownership).Didalamlembagapesantren,masy
ara-
katbukanhanyasekedarmendukung(support),terlibat(involvement)ata
u menjadi mitra (partnership), tapi masyarakat sepenuhnya
adalahmenjadi pemilik pesantren.

352
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat

Gambar 1. Pendidikan Berbasis Masyarakat Berdasarkan


KeterlibatanPemerintahTerhadapSwasta

Pemerintah

….…………………………………….……….……………
1. Dukungan
…………………………………………….…. …………..
2. Keterlibatan
………………………………………………….…..…….
3. Kemitraan
……………………………………………………….….
4. Kepemilikan
…………………………………………………………..

Masyarakat

Gambar2.PendidikanBerbasisMasyarakatBerdasarkanTingkatKepemili
kanMasyarakat

353
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3

Implikasi penerapan konsep pendidikan berbasis masyarakat


alaNielsen di atas adalah munculnya public school dan private
school.DalampandanganSoedijarto(1997:314)dalamduniapendidikan
dikenal istilah public school dan private school. Di negara-
negaraseperti Amerika, Jerman dan Kanada, “sekolah pemerintah”
lebihdikenalsebagaipublicschool(sekolahumum).Halinikarenasekola
hpemerintah itu diabdikan untuk kepentingan umum, dan dibiayai
daridanamasyarakatyangdiperolehmelaluisistemperpajakan.Kondisiini
berbedadenganprivateschoolyangdiperuntukkandandiselenggarakanole
h masyarakat tertentu. Masih menurut Soedijarto, sekolah-
sekolahswasta masuk pada kategori private school, karena
diselenggarakanoleh kelompok masyarakat untuk kepentingan
kelompoknya. Dalamhal ini, sekolah-sekolah swasta di Indonesia
terbagi dalam empat ke-
lompok,yaitu(1)sekolahswastayangkeberadaannyauntukkepenting-an
agama, (2) sekolah swasta yang keberadaannya mengabdi
kepadakepentingan mutu, (3) sekolah swasta yang keberadaannya
mengabdikepadapendidikanbagikelompokmasyarakatyangbelumterja
ngkauolehpelayananpendidikanyangdisediakanpemerintah,dan(4)sekol
ahswasta yang penyelenggaraannya karena kepentingan lain dari
parapenyelenggaranya.
Dari beberapa perspektif di atas, penulis kiranya lebih
cenderungkepada perspektif politik untuk membahas pendidikan
berbasis ma-syarakat. Mengapa? Pendidikan berbasis masyarakat,
sebagaimanadiungkapkan Sharon Murphy (2001:16), senantiasa
didasarkan
padateoridanpedagogikkritis(groundedincriticaltheoryandpedagogy).
Di dalam pedagogik kritis, pendidikan merupakan arena
perjuanganpolitik.Jikadalamparadigmapendidikankonservatifpendidi
kanbertujuanuntukmenjagastatusquo,sementarabagiparadigmapendi-
dikan liberal untuk perubahan kaum moderat, maka dalam
pedagogikkritis,pendidikandiarahkanpadaterjadinyaperubahanstruktu
rsecarafundamental dalam politik ekonomi masyarakat di mana
pendidikanberada.
354
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat

Dalamperspektifpedagogikkritis,urusanpendidikanadalahmelaku
kan refleksi kritis terhadap the dominant ideology ke
arahtransformasi sosial. Tugas utama pendidikan adalah
menciptakan ru-ang untuk bersikap kritis terhadap sistem dan
struktur
ketidakadilan,sertamelakukandekonstruksidanadvokasimenujusistem
sosialyanglebih adil. Pendidikan tidak mungkin dan tidak bisa
bersikap
netral,bersikapobyektifmaupunberjarakdenganmasyarakat.Visipendidi
kanadalahmelakukankritikterhadapsistemdominansebagaipemihakant
erhadap rakyat kecil dan yang tertindas untuk menciptakan
sistemsosial baru yang lebih adil. Dalam perspektif kritis, pendidikan
harusmampu menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan
menganalisissecarabebasdankritisdalamrangkatransformasisosial.De
ngankatalain,tugasutamapendidikanadalah‘memanusiakan’kembalim
anusiayang mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur
yang tidakadil (Fakih dan Rahardjo dalam
http://www.fppm.org/Info%20Anda/pendidikan%20yang%20membe
baskan.htmdiakses9 April2005).Pedagogik kritis dengan tokoh
seperti Antonio Gramsci dan PauloFreire(DianaCoben,1998:9-
115)selalumenekankanbahwamasalahpendidikan merupakan masalah
politik. Hubungan pedagogis meli-batkan hubungan kekuasaan dan
dominasi. Di sinilah letak perlunyapenerapan konsep pendidikan
berbasis masyarakat, agar pendidikansenantiasabebas daridominasi
dan hegemonikekuasaan.

Penutup
Dari beberapa uraian di atas kiranya dapat disimpulkan
bahwapendidikanberbasismasyarakatmerupakanpendidikanyangseba
gianbesar keputusan kependidikannya ditentukan oleh masyarakat,
mulaidari masalah input, proses dan output pendidikan, hingga
masalahpendanaan. Sebuah model yang dapat dijadikan contoh bagi
pendi-dikan berbasis masyarakat adalah lembaga pesantren yang
memilikikurikulum sendiri, mengusahakan pendanaan sendiri dan
355
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3
melayanikebutuhanmasyarakatnya sendiri. Sayangnya, tidak semua
pesantren

356
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat

mampu melakukan hal ini.


Konsep pendidikan berbasis masyarakat kiranya merupakan
halyang urgen untuk dilakukan dalam rangka demokratisasi
pendidikan.Pendidikanberbasismasyarakatmerupakanperjuanganpolit
ikmenujutransformasisosial.Pendidikanberbasismasyarakatmerupakan
bagiandari agenda pedagogik kritis yang senantisa berupaya
membebaskanpendidikan dari belenggu kekuasaan. Manakala
pendidikan telah ter-
bebasdaridominasidanhegemonikekuasaan,ituberartidemokratisasipen
didikan dapat diwujudkan.

DaftarPustaka
Abdillah,Masykuri.“IslamdanMasyarakatMadani”dalamhttp://kom-
pas.com/kompas%2Dcetak/9902/27/opini/isla04.htm.
(diakses3Mei2003).
--------.DemokrasidiPersimpanganMakna:ResponsIntelektualMuslim
Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi (1966-1993),alih
bahasa Wahib Wahab. Cet. I; Yogyakarta: Tiara
Wacana,1999.
Azra, Azyumardi. “Masalah dan Kebijakan Pendidikan Islam di
EraOtonomi Daerah” Makalah disampaikan pada Konferensi
Na-sionalManajemenPendidikandiHotelIndonesia,Jakarta8-
10Agustus 2002, kerjasama Universitas Negeri Jakarta
denganHimpunan SarjanaAdministrasi Pendidikan Indonesia.
--------. “Pendidikan Kewargaan dan Demokrasi” dalam
http://www.kompas.com/%2Dcetak/0103/14/opini/pend04.ht
m.Artikelinitelah dimuat pada harian Kompas, 14 Maret
2001. (Diakses 3Mei2003).
Coben,Diana.RadicalHeroes:Gramsci,FreireandthePoliticsofAdultEdu
cation.NewYork:GarlandPublishingInc.,1998.
Cunningham,P.M.“CommunityEducationandCommunityDevelop-

357
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3

ment” dalam The International Encyclopedia of


Education,editorkepalaTorstenHusendanT.NevillePostlethwai
te,Vol.
II.Oxford:Pergamon,1994.
Fairchild,HenryPratt(ed.).DictionaryofSociology.Totowa,New
Jersey:Littlefield,Adams&Co.,1977.
Fakih,MansourdanTotoRahardjo,“PendidikanYangMembebaskan”dal
am
http://www.fppm.org/Info%20Anda/pendidikan%20yang%20
membebaskan.htm(diakses 9April2005).
Freire,Paulo.PolitikPendidikan:Kebudayaan,KekuasaandanPem-
bebasan, alih bahasa Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudi-
yartanto.Cet.II;Yogyakarta:PustakaPelajar,2000.
Kartono, Kartini. Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Na-
sional: Beberapa Kritik dan Sugesti. Cet. I; Jakarta:
PradnyaParamita,1997.
Lenski, Gerhard Emmanuel. Human Societies: an Introduction
toMacrosociology.Kogakusha:McGraw-Hill,1978.
Maarif, Ahmad Syafii. “Ketika Pendidikan Tidak Membangun
KulturDemokrasi”prawacanauntukZamroni,PendidikanUntuk
De-
mokrasi:TantanganMenujuCivilSociety.Cet.I;Yogyakarta:Big
raf, t.t.
Magnis-Suseno, Franz. “Demokrasi: Tantangan Universal” dalam
M.NasirTamaradanElzaPeldiTaher(Eds.),AgamadanDialogA
ntarPeradaban.Cet.I;Jakarta:Paramadina,1996.
MichaelW.“Community-BasedOrganizationsandtheDeliveryofLi-
felongLearningOpportunities”dalamhttp://www.ed.gov/pubs/P
LLIConf95/comm.html,TulisaninimerupakanKertasKerjaKo
misiyangdisampaikanpadaLembagaNasionalPendidikanTingg
i, Perpustakaan, dan Pendidikan Seumur Hidup,
KantorRisetdanPeningkatanPendidikanAS,DepartemenPendid
358
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat
ikan,Washington, D.C.,April1995.(Diakses3Mei2003).

359
CakrawalaPendidikan,November2005,Th.XXIV,No.3

Murphy,Sharon“InformingOurPractice:ACaseStudytoInterrogateand
Seek Critical Foundation for Community-Based Educa-
tion”,DisertasiPh.D.yangdiajukanpadaClaremontGraduateUni
versitydanSanDiegoStateUniversity,2001.
Nasikun. Sistem Sosial Indonesia. Cet. IX; Jakarta: Rajawali
Pers,1995.
Nielsen,Dean.“MemetakanKonsepPendidikanBerbasisMasyarakatdi
Indonesia” dalam Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (Eds.), Re-
formasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Cet.
I;Yogyakarta:AdicitaKaryaNusa,2001.
Shadily, Hassan. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Cet.
IX;Jakarta:BinaAksara,1983.
Shiddiqi, Nourouzzaman. Jeram-Jeram Peradaban Muslim. Cet.
I;Yogyakarta:PustakaPelajar,1996.
Sihombing, Umberto. “Konsep dan Pengembangan Pendidikan Ber-
basis Masyarakat” dalam Fasli Jalal dan Dedi Supriadi
(Eds.),Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi
Daerah. Cet.I;Yogyakarta:AdicitaKaryaNusa.2001.
Smucker, Orden C. “The Community Approach to Education”
dalamWilbur B. Brookover (Ed.), A Sociology of Education.
NewYork:AmericanBookCompany,1955.
Soedijarto.MemantapkanKinerjaSistemPendidikanNasionaldalamMe
nyiapkanManusiaIndonesiaMemasukiAbadke-
21.Jakarta:Proyek Perencanaan Terpadu dan Ketenagaan
Diklusepora,1997.
Soekanto,Soerjono. Sosiologi:SuatuPengantar. EdisiKeempatCet.
XXVII;Jakarta:RajawaliPers,1999.
Supriadi, Dedi. “Antara Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar:
DiBalikKebijakanAdaKonstrukBerpikir”,AnalisisCSIS,Tahun
XXIX/2000,No.3.

360
KonsepDasarPendidikanBerbasisMasyarakat

Surakhmad, Winarno. “Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah da-


lamRangkaPengembanganPendidikanBerbasisMasyarakat”,m
akalahdisampaikanpadaRakerKepalaSekolahSLTP-
SLTANegeridanSwastaSe-
PropinsiJawaTengah,KanwilDepdiknasAgustus-
September2000.
Suyata.CommunityParticipationinSchoolDevelopment:
Acces,Demand,andSchoolConstruction.Jakarta:Directorateof
SecondayEducation,DirectorateGeneralofPrimayandSecondar
yEducation,MinistryofEducationandCulture,1996.
Tilaar,H.A.R.KekuasaandanPendidikan:SuatuTinjauandariPers-
pektifStudiKultural.Cet.I;Magelang:Indonesiatera,2003.
Tonnies,Ferdinand.“GemeinschaftandGesellschaft”dalamSeloSoema
rdjandanSoelaemanSoemardi(Eds.),SetangkaiBungaSosiologi,
Edisi I. Jakarta: Lembaga Penerbit Fak.
EkonomiUniversitasIndonesia, 1964.
Undang-UndangNo.20Tahun2003tentangSistemPendidikanNasional.
Usman,Husaini.“MenujuMasyarakatMadaniMelaluiDemokratisasiPe
ndidikan”dalamhttp://www.depdiknas.go.id/Jurnal/28/me-
nuju_masyarakat_madani_melalui.htm(diakses13
Agustus2004).
Wirosardjono, Soetjipto. “Demokrasi” dalam Frans Magnis-
Susenodkk., Dari Seminar Sehari Agama dan Demokrasi.
Cet. II;Jakarta:P3M-FNS,1994.
Zamroni. Pendidikan Untuk Demokrasi: Tantangan Menuju
CivilSociety.Cet.I;Yogyakarta:Bigraf, t.t.

361

Anda mungkin juga menyukai