Anda di halaman 1dari 18

MODUL 5

Pembelajaran Berwawasan Demokrasi


dan Hak Asasi Manusia

KELOMPOK 3
DISUSUN OLEH:
DEVI NURAYUNI
FADLATUN THOYYIBAH SIREGAR
LIA ANDANI
MAYAMI
Kegiatan Belajar 1
Paradigma pendidikan demokrasi dan HAM

A. POSISI PENDIDIKAN DEMOKRASI

Pendidikan demokrasi seyogianya ditempatkan sebagai bagian integral dari


sistem pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan demokrasi dilihat dalam
dua konteks atau keseluruhan yaitu school-based democracy education
yaitu pendidikan demokrasi dalam konteks pendidikan formal.Dan
society-based democracy education yaitu pendidikan demokrasi dalam
konteks kehidupan masyarakat.(Halaman 5.4 dan 5.5 alinea 1)
Dalam tatanan instrumentasi kurikuler secara historis kurikulum sekolah mempunyai mata
pelajaran yang secara khusus mengemban misi Pendidikan demokrasi yaitu mata pelajaran
civics (kurikulum 1957/1962),

pendidikan kemasyarakatan yang merupakan integrasi dari sejarah ilmu bumi dan
kewarganegaraan (kurikulum 1964), Pendidikan kewarganegaraan yang merupakan
perpaduan antara ilmu bumi sejarah Indonesia. Civics (kurikulum 1968/1969), pendidikan
kewarganegara. Civics & hukum 1973), pendidikan moral Pancasila atau PMP (kurikulum
1975 dan 1984), sementara itu di perguruan tinggi pernah ada mata kuliah manipol dan
USDEK, Pancasila dan UUD 1945 (tahun 1960-an), kemudian filsafat Pancasila (1970-
1990-an), dan pendidikan Pancasila (1980-1990-an), dalam mata pelajaran atau mata kuliah
tersebut baik secara tersurat maupun tersirat terdapat materi tentang pendidikan demokrasi
dan HAM. (Halaman 5.6 alinea 5)
B. TANTANGAN PENDIDIKAN DEMOKRASI DAN
HAM

Unsur akhlak kewarganegaraan itu diyakini akan saling mengisi dengan kehidupan
Civic community dan civil society atau masyarakat madani untuk Indonesia. Dengan
kata lain tumbuh dan berkembangnya masyarakat madani bersifat interaktif dengan
tumbuh dan berkembangnya akhlak kewarganegaraan. Yang merupakan unsur utama
dari budaya kewarganegaraan. Oleh karena itu diperlukan adanya dan berperannya
pendidikan demokrasi yang mampu mengembangkan akhlak kewarganegaraan yang
dalam waktu bersamaan mampu memberi kontribusi terhadap berkembangnya budaya
kewarganegaraan yang menjadi inti dari masyarakat madani. Inilah tantangan
konseptual Dan operasional bagi pendidikan demokrasi dan HAM di
Indonesia.(Halaman 5.7 alinea 3)
Tantangan konseptual tersebut mengimplikasi terhadap perlu dibangunnya paradigma
pendidikan demokrasi dan HAM yang merupakan bagian integral dari proses
pendidikan secara keseluruhan dan proses kehidupan masyarakat, berbangsa, dan
bernegara sebagai suatu keutuhan. Oleh karena itu pada tataran instrumental makro
school-based democracy education dan society based democracy education
seyogianya dirancang secara sistematik dengan sistem pendidikan nasional secara
keseluruhan dan secara praktis sejak yang diciptakan jaringan dan iklim sosial kultural
yang memungkinkan terjadinya interaksi fungsional pedagogis kegiatan-kegiatan di
sekolah dan di luar sekolah.(Halaman 5.8 alinea 5)
C. PARADIGMA BARU PENDIDIKAN
DEMOKRASI DAN HAM

Konseptual pendidikan untuk kewarganegaraan yang demokratis diterima sebagai dasar


pertimbangan utama bagi pendidikan di Indonesia. Ikhtiar kependidikan ini pada dasarnya harus
ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan spiritual, rasional emosional dan sosial warga negara
baik sebagai aktor sosial maupun sebagai pemimpin pada hari ini dan hari esok. Warga negara
Indonesia yang cerdas dan baik itu adalah mereka yang secara ajeg memelihara dan
mengembangkan cita-cita dan nilai demokrasi sesuai perkembangan zaman, dan secara efektif dan
langgeng menangani dan mengelola krisis yang selalu muncul untuk kemaslahatan masyarakat
Indonesia sebagai bagian integral dari masyarakat global yang damai dan sejahtera. Paradigma
pendidikan demokrasi yang digagaskan adalah pendidikan demokrasi yang bersifat
multidimensional dan atau multidimensional citizenship education.
Sifat multidimensionalitas itu terletak dalam asumsi positif dan proklamatiknya yang
menyangkut individu, negara dan masyarakat global. Tujuannya yang diarahkan pada
semua dimensi kecerdasan (spiritual, rasional, emosional dan sosial), latarnya yang
mencakup seluruh jalur dan jenjang pendidikan dan pengalaman belajarnya yang
terbuka fleksibel dan bervariasi merujuk kepada dimensi tujuannya. Paradigma ini
berbeda dengan paradigma pendidikan demokrasi yang pernah ada sampai saat ini
yang didasarkan pada asumsi normatif kepentingan politik, tujuan yang
monodimensional dan atau mistik tidak ada interaksi antar latar pendidikan serta
pengalaman belajar yang serba terbatas antara lain bersifat test driven atau hanya
digiring untuk lulus tes dan bukan untuk mampu hidup yang demokratis di
masyarakat.(Halaman 5.9 alinea 1)
D. GERAKAN PENDIDIKAN DEMOKRASI DAN HAM

Gerakan yang diikuti oleh negara-negara di Afrika seperti Nigeria dan Mesir di
Asia seperti Filipina, Hongkong dan Korea Selatan dan Amerika latin seperti
Columbia yang bermaksud untuk memperbaiki kehidupan demokrasi yang telah
dirintisnya selama ini. Sementara itu berbagai civic education center di Amerika
serikat, baik yang merupakan NGO maupun yang berafiliasi di perguruan tinggi
yang selama ini sudah aktif melakukan penelitian dan pengembangan model-
model pendidikan demokrasi untuk dunia pendidikan di Amerika serikat
kemudian memperluas daerah diseminasinya ke negara-negara yang termasuk
emerging democracies.(Halaman 5.10 alinea 1)
Sebagai dampaknya di negara-negara tersebut berdiri juga sejenis
center for Civic education dalam berbagai versi yang berperan sebagai
initiator atau katalisator gerakan demokratisasi melalui wahana
pendidikan yang pada tahun 1965 dikoordinasikan oleh suatu
konsorsium yang diberi nama CIVITAS international dengan program
jaringannya CITIVAS : an internasional Civic education exchange
program yang secara teknis diorganisasikan oleh center for Civic
education (CCE) Calabasas, California
E. ALTERNATIF METODOLOGI PENDIDIKAN DEMOKRASI DAN HAM

Paradigma baru Pendidikan kewarganegaraan yang didalamnya tercakup pendidikan demokrasi dan
HAM secara metodologis menuntut perbaikan dalam tiga dimensinya
1. Diyakini bahwa isi kurikulum dan strategi pembelajarannya. Implikasinya bahwa kurikulum dan
strategi pembelajaran Pendidikan demokrasi seyogyanya dikembangkan secara sistematik (lintas
jenjang jalur dan bidang), dengan konsep dasar demokrasi yang komprehensif (utuh dan lengkap). Dan
dengan organisasi kurikulum yang berdiversifikasi merujuk kepada life cycle (perkembangan kognitif,
afektif, sosial moral dan skill), serta lingkungan belajar setempat (desa kota), kurikulum pendidikan
demokrasi seyogyanya mengandung aspek ideal yang bersifat nasional, aspek instrumental yang
bercorak ragam dan aspek praktis yang ada aktif terhadap lingkungan setempat. Oleh karena itu
pengembangan kurikulum dan strategi pembelajaran Pendidikan demokrasi dan HAM seyogyanya
melibatkan para ahli dan praktisi Pendidikan kewarganegaraan para ahli dan praktisi disiplin sosial
terkait seperti politik, hukum, sejarah, sosiologi antropologi, geografi dan wakil birokrat pemerintah
daerah dan tokoh masyarakat setempat dan LSM terkait. Isi inti kurikulum saja mengandung muatan
nasional muatan regional, dan muatan lokal..(Halaman 5.11 alinea 3)
2. Kelas pendidikan kewarganegaraan.Konseptual kelas pendidikan
kewarganegaraan harus dikembangkan untuk menggantikan kelas
pendidikan kewarganegaraan atau pendidikan demokrasi saat ini yang
bersifat lebih dominatif dan indoktrinatif. Perlu digarisbawahi bahwa
perwujudan semangat kewarganegaraan dan kemanusiaan yakni Civic virtus
yang menjadi inti nilai demokrasi dalam perilaku interaktif guru-siswa dan
siswa-siswa, dan penciptaan iklim demokratis dalam rangka pengambilan
keputusan.(Halaman 5.12 Aline 5)
3. Pada saat bersamaan di lingkungan masyarakat sekolah dan masyarakat yang
lebih luas seyogyanya juga dikondisikan untuk menjadi spiral global
classroom. Kesenjangan yang melahirkan kontroversi atau paradoksal antara
yang dipelajari di sekolah dengan yang sungguh-sungguh terjadi dalam
kehidupan masyarakat secara sistematis dapat di minimumkan.(Halaman
5.13 Aline 7)
• Jika ketiga unsur baru dalam paradigma pendidikan kewarganegaraan itu
diterapkan di Indonesia diperkirakan pendidikan demokrasi yang
diprogramkan dalam wadah Pendidikan kewarganegaraan secara perlahan
akan meningkat lebih menantang, lebih efektif dan lebih bermanfaat bagi
pengembangan demokrasi dalam dan melalui pendidikan. Tentu saja hal ini
menuntut perubahan cara berpikir terutama dari para pengambilan
keputusan pendidikan di pusat dan di daerah, para pengembang kurikulum,
para penulis buku, para administrator pendidikan, para guru, para pejabat
daerah dalam menyikapi dan memprogramkan pendidikan demokrasi dan
HAM sebagai bagian integral dari pendidikan kewarganegaraan dan proses
demokratisasi secara keseluruhan.(Halaman 5.14 alinea 8)
Kegiatan Belajar 2
Pendidikan Demokrasi dan HAM melalui Proses Pembelajaran yang
Demokratis

• A. PROFIL DASAR MODEL PEMBELAJARAN DEMOKRASI DAN


HAM
Model pembelajarann yang "praktik-belajar kewarganegaraan kami bangsa
indonesia (PKKBI) yang memiliki karakteristik subtantif dan psikopedagogis
sebagai berikut:
1. Bergerak dalam konteks substantif dan sosial kultural kebijakan publik
2. Menerapkan model portofolio-based learning dan portofolio assisted
3. Kerangka operasional pedagogis dasar Terdapat di hal 5.19 alinea 1,2,3, dan
4
Strategi instruksional (belajar melalui penelitian,penyingkapan,pemecahan
masalah) yang dikemas dalam model project ala John Dewey. Dalam hal ini
ditetapkan langkah-langkah sebagi berikut:
1.Mengidentifikasi masalah kebijakan publik dalam masyarakat
2. Memilih suatu masalah untuk dikaji oleh kelas
3. Mengumpulkan informasi yang terkait pada masalah itu
4. Memgembangkan portofolio kelas
5. Menyajikan portofolio
6. Melakukan refleksi pengalaman belajarTerdapat di hal 5.19 alinea terakhir
dan 5.20 alinea 1
B. PROFIL UTUH MODEL PKKBI

• 1. Maksud dan tujuan PKKBI Dalam pelajaran PPKn khususnya dalam pembahasan tentang tata
negara republik indonesia telah disebutkan bahwa negara kita termasuk negara demokrasi pada
dasarnya merupakan negara yang pemerintahannya didasarkan pada konsep pemerintahan dari
rakyat oleh rakyat, dan untuk rakyat. Hal berarti bahwa rakyat memiliki hak untuk berpartisipasi
dalam pemerintahan hak tersebut, antara lain meliputi partisipasi dalam melindungi hak-hak
mereka dan partisipasi dalam meningkatkan kesejahteraan umum. (Hal 5.22 aline 2)
Tujuan yang akan dicapai Secara khusus kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan komitmen
peserta didik terhadap kewarganegaraan dan pemerintahan dengan cara: a) memfasilitasi peserta
didik untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan agar dapat berpartisipasi
secara efektif dan bermakna.b) memberikan pengalaman praktis yang dirancang untuk
mengembangkan kompetensi kewarganegaraan yang demokratisc) mengembangkan pemahaman
tentang pentingnya partisipasi warga negara secara demokratis(Hal 5.20 alinea 3)
• 2. Persiapan kelas A. Memahami arti kebijakan publikB. Proses pembuatan
kebijakan publikC. Warga negara dan proses pembuatan keputusanD.
Memberikan gambaran program pembelajaran dan kompetisi portofolioE.
Memanfaatkan narasumber sukarelaF. Membatasi bantuan sukarelawanG.
Menyelenggarakan sebuah kompetisi H. Menilai portofolio atau menilai suatu
kompetisi (Hal 5.23 sampai 5.26) 3. Catatan tentang portofolio4. Spesifikasi
portofolio (Hal 5.30 alinea 1 dan 3)
C. SRATEGI IMPLEMENTASI DI DAERAH

Berkaitan dengan hal tersebut maka strategi perluasan implementasi model PKKBI yang relevan dengan etos bari itu,
antara lain sebagai berikut:
1. Membangun kelompok guru pionir dan memantapkannya secara seimbang sehingga menjadi guru model
2. 2. Kelompok ini disamping menjadi early adopters (pengadopsi terdiri) di sekolahnya, juga menjadi civic education
opinion leaders (narasumber) bagi sekolah lain
3. 3. Memantapkan beberapa sekolah dalam satu wilayah sebagai sekolah pionir PKKBI yang dibina secara
kolaboratif oleh Kadin Depdiknas setempat.
4. 4. Sambil terus memantapkan sekolahnya masing-masing, sekolah pioneer ditugasi untuk mengembangkan
jaringan kerja PKKBI yang melibatkan SD/SLTP/SMU di lingkungannya.
5. 5. Apabila memungkinkan, sekolah pionir tersebut dapat merintis jaringan sister school atau sekolah sahabat yakni
sebuah SD/SLTP/SMU lain yang ada diluar gugus atau lingkungan kecematan
6. 6. Sekolah pionir, sekolah imbas, sekolah sahabat, setiap tahun diusahakan untuk bertemu dalam satu konferensi
daerah PKKBI untuk secara bersama mebahas berbagai persoalan tentang pelaksanaan dan pengembangan lebih
lanjut dari PKKBI. (Hal 5.32 alinea 2 sampai hal 5.33)
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai