Anda di halaman 1dari 6

PEMBAHASAN

Cakupan Pendidikan Politik Dalam Perspektif Pendidikan


Kewarganegaraan/ Civic Education

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran wajib diberbagai


tingkat pendidikan yang didalam pembahasannya memiliki korelasi yang erat
dengan unsur-unsur kajian politik. Sedangkan kajian dalam bidang ilmu politik
sangat dipengaruhi oleh perkembangan realitas politik di suatu negara baik yang
masuk dalam wilayah supra struktur politik maupun yang masuk dalam infra
struktur politik.

Pertimbangan Pemilihan Kasus/ Isu Politik Kontemporer dalam


Pendidikan Politik

Cakupan pembahasan aspek politik di dalam materi Pendidikan Kewarganegaraan


diatas perlu diberikan suatu sentuhan tambahan terkait kajian yang lebih
komprehensif dan dinamis. Kajian yang dimaksud dalam hal ini adalah adanya
penambahan tentang pendekatan teori dan konsep PKn dengan kasus dan isu faktual
kontemporer. Sehingga ada keterkaitan antara teori dan fakta yang aktual sesuai
dengan perkembangan zaman. Dengan demikian, diharapkan pembahasan materi
politik melalui Pendidikan Kewarganegaraan bersifat dinamis dan terjadi implikasi
terhadap ekspansi pembahasannya.

Penanganan kasus politik dalam pembelajaran PKn, yang dimaksudkan dalam hal ini
adalah bagaimana kasus-kasus politik itu dapat dipahami dengan konsepsi benar,
dapat disajikan dalam kegiatan belajar dengan benar serta menarik. Dalam konteks
persoalan ini seorang guru PKn dianjurkan untuk dapat menganalisis berbagai
persoalan perkembangan kehidupan politik melalui berbagai pendekatan yakni
pendekatan yuridis-formal dipadukan dengan pendekatan sosial (sosiologis)-politik.
Dengan pembahasan tersebut maka akan diraih dua hal sekaligus yakni pemahaman
yang benar secara teoritis tentang konflik politik dan juga memiliki instrumen
intelektual untuk menganalisis, mencermati konflik politik kontemporer dalam
kaitannya dengan pembelajaran PKn (baik di Sekolah Dasar, Menengah, maupun di
Perguruan Tinggi), (Nasiwan, 2006:88).

(Sunarso, 2006:64) Kasus/ Isu Politik yang dijadikan contoh dalam pembelajaran
PKn bidang politik hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Relevan dengan kompetensi yang diajarkan;


2. Aktual dan menarik perhatian publik;
3. Mampu memotivasi peserta didik untuk menggali informasi yang lebih
dalam;

4. Rujukan yang digunakan untuk mengurai kasus harus aktual dan bisa
dipertanggungjawabkan;

5. Penanganan kasus mampu menawarkan alternatif solusi yang


mencerahkan, bagi peserta didik, bila mungkin juga bagi masyarakat;

6. Alternatif solusi diharapkan bersifat obyektif, rasional, dan bermanfaat;


7. Analisis kasus dikaitkan dengan filosofi Pancasila.

Seorang guru PKn dituntut untuk berpikir kreatif dalam melakukan proses
pembelajaran PKn, karena mata pelajaran ini tidak bisa hanya dilakukan dengan
menggunakan metode yuridis-formal, pembelajaran PKn menuntut pendekatan yang
interdisipliner disamping yuridis-formal juga, perlu pendekatan social-legal, dan
social-kultur. Dengan model ini juga bisa menghindari dari model pembelajaran
pembelajaran PKn yang bersifat indoktrinasi kepada siswa. Suatu metode yang tidak
memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan cara berfikir yang merdeka.
Metode yang indoktrinasi tidak banyak membantu siswa untuk memiliki sikap yang
partisipatif (Nasiwan, 2006:92).

 Kajian Pendidikan Politik Dalam Isu-Isu Kontemporer

1. Demokrasi

Ide demokrasi ini erat kaitannya dengan penbembangan civic society di Indonesia,
khususnya dalam rangka perluasan fungsi dan optimalisasi peran aktif warga negara
yang harus dilakukan dengan cerdas dan baik dalam membangun masyarakat yang
benar-benar demokratis sesuai dengan konteks negaranya maka tidak dapat
dipungkiri pentingnya pendidikan politik khususnya mengenai pendidikan
demokrasi bagi warga negara.

Implikasi dari pandangan tersebut maka diperlukan pendidikan baik yang


memungkinkan warga negara mengerti, menghargai kesempatan dan tanggung
jawabnya sebagai warga negara yang demokratis. Pendidikan tersebut menurut
(Gandal Finn dalam Idrus Affandi, 2008:110) pendidikan yang bukan hanya sekedar
memberikan pengetahuan dan praktik demokrasi, akan tetapi juga menghasilakan
warga negara yang berpendirian teguh, mandiri, memiliki sikap selalu ingin tahu dan
berpandangan jauh ke depan (futuristik). Namun, hal tersebut bukan berarati
pendidikan demokrasi sebagai mata pelajaran yang terisolasi, akan tetapi harus
dikaitkan dengan pelajaran lainnya.

Berkenan dengan hal diatas maka menurut (Gandal Finn dalam Idrus Affandi,
2008:110) perlu dikembangkan model school-based democracy education. Model
tersebut, antara lain:

1. Perhatian cermat diberikan kepada the root and branches of the democratic
idea, atau landasan dalam bentuk-bentuk demokrasi.
2. Adanya kurikulum yang dapat memfasilitasi siswa untuk
mengekplorasi how the ideas of democracy have been translated into
institutions and practices around the world and trough the ages –
bagaimana ide demokrasi telah diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk
kelembagaan dan praktik di berbagai belahan dunia dalam berbagai kurun
waktu.
3. Adanya kurikulum yang memungkinkan siswa dapat mengeksplorasi
sejarah dmokrasi de negaranya untuk dapat menjawab persoalan apakah
kekuatan dan kelemahan demokrasi yang diterapkan di negaranya dalam
beberapa kurun waktu.
4. Tersedianya kesempatan bagi siswa untuk memahami kondisi demokrasi
yang diterapkan di negara-negara di dunia sehingga para siswa memiliki
wawasan yag luas tentang aneka ragam sistem sosial demokrasi dalam
berbagai konteks.

Ernest Gellner menyatakan (Syaifullah Syam dalam Idrus Affandi, 2008:111) bahwa
prakondisi yang harus diciptakan untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis
adalah melibatkan peran serta masyarakat dalam kehidupan demokrasi tersebut.
Untuk itu, peran pendidikan demokrasi sangat penting untuk mencapai kondisi ideal
kehidupan demokrasi tersebut.

Dalam pandangan (Huntington dalam Idrus Affandi, 2008:111) model demokrasi


terbaik meliputi 3 tahap substansial berikut ini:

1. Perumusan dan pengembangan identitas nasional.


2. Pengembangan pranata atau kelembagaan politik yang efektif.
3. Partisipasi politik.

Selain itu juga, menurut Albeet Hasibuan bahwa demokrasi yang hendak kita bangun
adalah demokrasi yang mengutamakan pembicaraan dan perundingan, bukan
tekanan-tekanan, di mana satu pihak bisa mengajukan pendapatnya serta
mendengarkan rasa kekhwatiran satu sama lain. Sasaran pendidikan demokratis
adalah menghasilkan warga negara yang bebas mau bertanya dan analitis dalam
pandangan mereka, tapi memahami ajaran dan praktik demokrasi.

2. Hak Asasi Manusia

Berbicara mengenai hak asasi manusia artinya kita masih juga membicarakan
demokrasi. Hak asasi manusia merupakan salah satu hal yang terpenting dalam
demokrasi. Isu mengenai hak asasi manusia merupakan isu yang selalu berkembang
dan menarik untuk  dibicarakan. Disinilah tugas pendidikan politik untuk
memahamkan kepada semua warga negara tentang hak asasi manusia, mulai dari
sejarah awal munculnya hak asasi manusia sampai perkembangan hak asasi manusia
saat sekarang.

Tidak sedikit terjadi perdebatan dan penolakan antara satu warga negara dan warga
negara lainnya dalam membicarakan hak asasi manusia, misalnya suatu tindakan
yang dilakukan oleh seseorang dianggap melanggar aturan atau norma-norma
tertentu, di sisi lain orang yang melakukan perbuatan tersebut menganggap apa yang
dilakukannya merupakan hak asasi yang dimiliki oleh dirinya. Pendidikan politik
dalam mengangkat isu hak asasi manusia setidaknya menjelaskan hak-hak dasar
yang harus dimiliki oleh setiap manusia, yang mau tidak mau harus dimiliki dan
tidak boleh ada yang menghalanginya, antara lain berikut ini.

1. Kebebasan berbicara dan berpendapat

Menurut Patrick Wilson (Idrus Affandi, 2008:112) (pencipta serial TV Kanada The
Struggle of Democracy) bahwa “demokrasi adalah komunikasi orang berbicara satu
sama lain tentang masalah bersama mereka dan membentuk suatu nasib bersama.
Sebelum rakyat dapat memerintah sendiri, mereka harus bebas menyatakan
pendapat mereka.

2. Kebebasan beragama dan berkeyakinan


Kebebasan beragama dan berkeyakinan maksydnya adalah tak seorang pung
diwajibkan mengakui adama tertentu atau kepercayaan lain manapun yang
bertentangan dengan kehendaknya sendiri. Banyak negara dmokratis telah  secara
resmi menetapkan agama atau kepercayaan tertentu denga dukungan negara,
namun kenyataannya hal tersebut tidak membebaskan pemerintah dari tanggung
jawab untuk melingungi indicidu yang agama dan kepercayaannya berbeda dengan
agama resmi yang didukung pemerintah.

3. Kebebasan berserikat
4. Mendapat perlindungan yang sama dalam pandanga hukum, termasuk di
dalamnya mendapatkan pengadilan yang jujur.
5. Gender dan Feminism

Perkembangan zaman memberikan banyak informasi, wacana atau isu-isu yang


kompleks dan pada era kontemporer ini terjadinya pergeseran-pergeseran ragam
konten sosial sangat pesat bahkan cukup mendasar. Dalam konteks global,
diantaranya terdapat perkembangan keberagaman isu tentang paham feminisme,
kesertaraan gender serta kaitannya dengan aspek kewarganegaraan. Lebih
menariknya isu tersebut mengalami kemajuan dalam proses kajian pembahasan
yang semakin meluas mencakup berbagai aspek sosial, lembaga pemerintah yang
bergerak pada bidang ekonomi, politik, kebijakan pemerintah hingga memberikan
pengaruh pada tataran implementasi kebijakan.

Selain itu pada praksis kehidupan bernegara, isu sosial diatas juga mulai
menunjukkan intervensinya terhadap hal keagamaan, kebebasan dari tindak
kekerasan, peluang dalam sektor ekonomi, pengembangan sumber daya manusia,
jenjang pendidikan, haknya dalam memilih, bersuara atau berpendapat hingga
kesempatan dalam mengejar jenjang karir dan menduduki kursi pemerintahan
dalam jabatan-jabatan publik. Isu feminisme dan kesetaraan gender dalam
perspektif global saat ini, memberi penekanan urgensi yang lebih mendalam
terhadap kaitannya dengan kajian dari sudut demokrasi, kewarganegaraan dan
pendidikan.

Isu-isu gender di panggung global, yang terkait dengan kewarganegaraan,


merupakan sumber keprihatinan yang mendalam bagi kaum perempuan dan laki-
laki, anak-anak dan keluarga. Konflik yang pada akhirnya mengakibatkan
pelanggaran hak asasi manusia, perpindahan populasi, peningkatan kemiskinan
hingga hilangnya nyawa adalah kenyataan di banyak wilayah di dunia. akses ke
sekolah, angka buta huruf, pelatihan untuk pekerjaan dan kebebasan dari pelecehan
seksual sementara di sekolah merupakan isu utama. Termasuk seperti masalah
dalam kurikulum pendidikan kewarganegaraan akan mewakili langkah penting
dalam reformasi (Jane Bernard-Powers, 2012).

4. Media Masa

Pada era kedaulatan rakyat mesin politik yang digerakkan oleh elit partai kurang
berjalan efektif, dan kekuatan pengerahan sumber daya politik lebih banyak di
gerakkan oleh mesin media komunikasi masa industri-industri media seperti televisi,
pers, ataupun media cyber interaktif internet. Sebagai primadona televisi tumbuh
sebagai kekuatan raksasa pembangun dan pembentuk opini publik yang paling
berpengaruh dalam kehidupan politik kita. Hegemoni budaya layar (screen-
culture) dalam ruang-ruang publik kita telah memungkinkan televisi menjadi
kekuatan utama media pendidikan politik sampai di ruang-ruang keluarga, terutama
disaat menjelang peristiwa penting politik seperti pemilihan umum.

Cepatnya perubahan konstelasi politik di Indonesia memaksa para pelaku dan aktor-
aktor politik yang mendambakan kekuasaan untuk merancang strategi komunikasi
dan penguasaan media masa secara tepat, efektif, dan efisien guna menjaring
semaksimal mungkin perolehan suaranya. Para pemilih dipandang sebagai sebagai
konsumen unsur terpenting dalam siklus kegiatan pemasaran. Laku dan gagalnya
“penjualan” sang kandidat dalam pasar pemilihan umum tergantung pada
kecanggihan dan kreativitas komunikasi pemasaran yang dilakukan.

Dalam pemasaran politik, pengelolaan dan penguasaan media komunikasi


pemasaran modern merupakan ujung tombak aktivitasnya. Penguasaan media
menjadi kunci kemenangan atas posisi politiknya. Acara-acara pembentuk opini
publik yang ditayangkan televisi nasional seperti talk show, debat kandidat, panel
diskusi, polling (jajak pendapat), bahkan sampai bentuk-bentuk yang lebih longgar
seperti program reality show yang banyak disukai kaum wanita dan anak muda
banyak dimanfaatkan oleh tim kampanye para kandidat presiden dan wakil presiden.
Pemilu 2004 ini telah memberikan kesadaran bagi para perancang komunikasi
politik untuk menggunakan bauran berbagai media serta menerapkan komunikasi
pemasaran terpadu (tidak hanya memanfaatkan iklan semata) demi keberhasilan
program-program kampanye yang dilakukan untuk mendukung kandidatnya.

5. Lingkungan Hidup

Berbicara masalah lingkungan hidup berarti membicarakan alam yang ada di sekitar
kita. Sungguh apabila memperhatikan alam sekitar kita sekarang sangat
memprihatinkan. Tidak jarang ada pihak-pihak yang hanya menyalahkan
pemerintah sang pengambil kebijakan sebagai penyebab kerukakan alam. Namun,
apabila kita secara objektif dalam melihat kerusakan alam ini bukan hanya tugas
pemerintah, melainkan tugas semua pihak yang ada di sekitar kita termasuk sebagai
pendidik. Pendidik bukan hanya yang berkaitan dengan pelajaran biologi, geografi
maupun pelajaran lain yang berkaitan dengan alam secara langsung. Pendidikan
poltik yang diberikan pun akan berperan penting dalam menyoroti permasalahan
lingkungan hidup yang terjadi di sekitar kita.

2.4. Kendala dan Tantangan Pendidikan Politik Kontemporer

Negara yang menjunjung prinsip demokrasi pada prosesnya memerlukan suatu


indikator adanya masyarakat yang terdidik (memiliki intelektualitas) dalam arti
terbentuknya warganegara yang sadar dan paham terhadap setiap dasar kebijakan-
kebijakan politik birokrasi pemerintah atau biasa disebut melek akan politik.
Kemampuan melek politik, bagi warga negara diperlukan dalam rangka kehidupan
berbangsa dan bernegara, baik secara hukum maupun dalam bentuk tataran praktis
dalam ruang perpolitikan suatu negara. Dalam hal ini pendidikan tentu memiliki
peran yang besar dalam upaya mewujudkan warganegara yang memiliki kesadaran,
kepekaan, intelektualitas dan paham atas politik-hukum yang berlaku dalam lingkup
sistem perpolitikan di negaranya.
Proses pendidikan melalui lembaga sekolah harus mampu memberikan perhatian
dan perbaikan terhadap kesadaran dan pemahaman politik pada peserta didik
dengan melakukan sebuah tindakan dan mempertimbangkan adanya sebuah
kesungguhan dalam memaparkan bagaimana sistem iklim birokrasi pemerintah
yang sebenarnya berjalan. Kemampuan dalam berpartisipasi dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat merupakan hal penting supaya
menjadi warga negara yang aktif berpartisipasi dalam sebuah proses rangkaian
politik suatu negara. Dalam proses pengajaran pendidikan tidak boleh mengalami
suatu ketimpangan atau keraguan dalam proses pembelajaran terhadap suatu
masyarakat. Meskipun terhadap pihak yang tergolong memiliki pandangan yang
bertolak belakang/ekstrim dan menjadi kaum apatis yang menolak dengan adanya
rangkaian proses perpolitikan. Dimana hal ini biasa terjadi atau terbentuk dengan
adanya perbedaan – perbedaan pandangan dalam setiap status sosial masyarakat.

Proses pendidikan politik harus mampu memberikan peluang kesempatan dalam


mengajarkan bagaimana peserta didik mampu berpartisipasi secara aktif dalam
politik. Pembelajaran dalam bentuk teori-teori pendidikan politik akan
bersinggungan atau memiliki korelasi terhadap asas – asas yang berkembang dalam
kehidupan sosial politik. Baik politik yang bervisi dalam bentuk partisipasi, politik
yang berasas pada pembangunan atau bahkan yang hanya bersifat mempertahankan
keadaan yang masih ada (konservatif). Konsep pembelajaran politik semestinya lebih
berorientasi pada tujuan daripada materi pendidikan politik itu sendiri.

Proses pembelajaran lebih ditekankan bagaimana peserta didik tidak hanya mampu
mengetahui substansi materi dari apa yang dikerjakan dalam bentuk materi yang
diajarkan maupun diujikan. Tetapi dalam hal ini peserta didik lebih diorientasikan
pada kemampuan memahami dan meningkatkan kepekaan terhadap ruang lingkup
politik dalam kehidupan yang nyata atau disebut sebagai istilah “melek politik”
(Bernard Crick, 2000:59). Dalam hal ini, pendidikan politik harus memiliki
perannya yang lebih dari sekedar alat atau sarana dalam mencapai tujuan politik
yang mampu memberikan perspektif dinamis dan demokratis.

Setiap warga negara semampu mungkin untuk merangkul mereka yang masih belum
memahami terhadap dinamika politik dengan memberikan pemahaman dasar atas
pengetahuan akan minat politik. Selain itu warga negara juga harus mampu berfikir
kritis dalam merancang suatu strategi-stragegi utama dan alternatif dalam
memberikan dampak atau pengaruh yang besar dalam mencipatakan perubahan
terhadap iklim politik yang berupaya mencengkram masyarakat dengan budaya
ortodoksnya.

Dengan demikian diharapkan terjadi perubahan dan pergesertan pola konservatif


terhadap pola yang lebih mencerminkan politik demokratis. Sehingga terbentuknya
pengaruh-pengaruh pola politik terhadap proses pembuatan kebijakan pemerintah
yang sangat akomodatif dan responsible terhadap aspirasi politik dari masyarakat
dan dapat tetap menjamin kehidupan masyarakat sebagai warga negara yang
memiliki haknya secara penuh (justice oriented citizen).

Anda mungkin juga menyukai