Penanganan kasus politik dalam pembelajaran PKn, yang dimaksudkan dalam hal ini
adalah bagaimana kasus-kasus politik itu dapat dipahami dengan konsepsi benar,
dapat disajikan dalam kegiatan belajar dengan benar serta menarik. Dalam konteks
persoalan ini seorang guru PKn dianjurkan untuk dapat menganalisis berbagai
persoalan perkembangan kehidupan politik melalui berbagai pendekatan yakni
pendekatan yuridis-formal dipadukan dengan pendekatan sosial (sosiologis)-politik.
Dengan pembahasan tersebut maka akan diraih dua hal sekaligus yakni pemahaman
yang benar secara teoritis tentang konflik politik dan juga memiliki instrumen
intelektual untuk menganalisis, mencermati konflik politik kontemporer dalam
kaitannya dengan pembelajaran PKn (baik di Sekolah Dasar, Menengah, maupun di
Perguruan Tinggi), (Nasiwan, 2006:88).
(Sunarso, 2006:64) Kasus/ Isu Politik yang dijadikan contoh dalam pembelajaran
PKn bidang politik hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
4. Rujukan yang digunakan untuk mengurai kasus harus aktual dan bisa
dipertanggungjawabkan;
Seorang guru PKn dituntut untuk berpikir kreatif dalam melakukan proses
pembelajaran PKn, karena mata pelajaran ini tidak bisa hanya dilakukan dengan
menggunakan metode yuridis-formal, pembelajaran PKn menuntut pendekatan yang
interdisipliner disamping yuridis-formal juga, perlu pendekatan social-legal, dan
social-kultur. Dengan model ini juga bisa menghindari dari model pembelajaran
pembelajaran PKn yang bersifat indoktrinasi kepada siswa. Suatu metode yang tidak
memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan cara berfikir yang merdeka.
Metode yang indoktrinasi tidak banyak membantu siswa untuk memiliki sikap yang
partisipatif (Nasiwan, 2006:92).
1. Demokrasi
Ide demokrasi ini erat kaitannya dengan penbembangan civic society di Indonesia,
khususnya dalam rangka perluasan fungsi dan optimalisasi peran aktif warga negara
yang harus dilakukan dengan cerdas dan baik dalam membangun masyarakat yang
benar-benar demokratis sesuai dengan konteks negaranya maka tidak dapat
dipungkiri pentingnya pendidikan politik khususnya mengenai pendidikan
demokrasi bagi warga negara.
Berkenan dengan hal diatas maka menurut (Gandal Finn dalam Idrus Affandi,
2008:110) perlu dikembangkan model school-based democracy education. Model
tersebut, antara lain:
1. Perhatian cermat diberikan kepada the root and branches of the democratic
idea, atau landasan dalam bentuk-bentuk demokrasi.
2. Adanya kurikulum yang dapat memfasilitasi siswa untuk
mengekplorasi how the ideas of democracy have been translated into
institutions and practices around the world and trough the ages –
bagaimana ide demokrasi telah diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk
kelembagaan dan praktik di berbagai belahan dunia dalam berbagai kurun
waktu.
3. Adanya kurikulum yang memungkinkan siswa dapat mengeksplorasi
sejarah dmokrasi de negaranya untuk dapat menjawab persoalan apakah
kekuatan dan kelemahan demokrasi yang diterapkan di negaranya dalam
beberapa kurun waktu.
4. Tersedianya kesempatan bagi siswa untuk memahami kondisi demokrasi
yang diterapkan di negara-negara di dunia sehingga para siswa memiliki
wawasan yag luas tentang aneka ragam sistem sosial demokrasi dalam
berbagai konteks.
Ernest Gellner menyatakan (Syaifullah Syam dalam Idrus Affandi, 2008:111) bahwa
prakondisi yang harus diciptakan untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis
adalah melibatkan peran serta masyarakat dalam kehidupan demokrasi tersebut.
Untuk itu, peran pendidikan demokrasi sangat penting untuk mencapai kondisi ideal
kehidupan demokrasi tersebut.
Selain itu juga, menurut Albeet Hasibuan bahwa demokrasi yang hendak kita bangun
adalah demokrasi yang mengutamakan pembicaraan dan perundingan, bukan
tekanan-tekanan, di mana satu pihak bisa mengajukan pendapatnya serta
mendengarkan rasa kekhwatiran satu sama lain. Sasaran pendidikan demokratis
adalah menghasilkan warga negara yang bebas mau bertanya dan analitis dalam
pandangan mereka, tapi memahami ajaran dan praktik demokrasi.
Berbicara mengenai hak asasi manusia artinya kita masih juga membicarakan
demokrasi. Hak asasi manusia merupakan salah satu hal yang terpenting dalam
demokrasi. Isu mengenai hak asasi manusia merupakan isu yang selalu berkembang
dan menarik untuk dibicarakan. Disinilah tugas pendidikan politik untuk
memahamkan kepada semua warga negara tentang hak asasi manusia, mulai dari
sejarah awal munculnya hak asasi manusia sampai perkembangan hak asasi manusia
saat sekarang.
Tidak sedikit terjadi perdebatan dan penolakan antara satu warga negara dan warga
negara lainnya dalam membicarakan hak asasi manusia, misalnya suatu tindakan
yang dilakukan oleh seseorang dianggap melanggar aturan atau norma-norma
tertentu, di sisi lain orang yang melakukan perbuatan tersebut menganggap apa yang
dilakukannya merupakan hak asasi yang dimiliki oleh dirinya. Pendidikan politik
dalam mengangkat isu hak asasi manusia setidaknya menjelaskan hak-hak dasar
yang harus dimiliki oleh setiap manusia, yang mau tidak mau harus dimiliki dan
tidak boleh ada yang menghalanginya, antara lain berikut ini.
Menurut Patrick Wilson (Idrus Affandi, 2008:112) (pencipta serial TV Kanada The
Struggle of Democracy) bahwa “demokrasi adalah komunikasi orang berbicara satu
sama lain tentang masalah bersama mereka dan membentuk suatu nasib bersama.
Sebelum rakyat dapat memerintah sendiri, mereka harus bebas menyatakan
pendapat mereka.
3. Kebebasan berserikat
4. Mendapat perlindungan yang sama dalam pandanga hukum, termasuk di
dalamnya mendapatkan pengadilan yang jujur.
5. Gender dan Feminism
Selain itu pada praksis kehidupan bernegara, isu sosial diatas juga mulai
menunjukkan intervensinya terhadap hal keagamaan, kebebasan dari tindak
kekerasan, peluang dalam sektor ekonomi, pengembangan sumber daya manusia,
jenjang pendidikan, haknya dalam memilih, bersuara atau berpendapat hingga
kesempatan dalam mengejar jenjang karir dan menduduki kursi pemerintahan
dalam jabatan-jabatan publik. Isu feminisme dan kesetaraan gender dalam
perspektif global saat ini, memberi penekanan urgensi yang lebih mendalam
terhadap kaitannya dengan kajian dari sudut demokrasi, kewarganegaraan dan
pendidikan.
4. Media Masa
Pada era kedaulatan rakyat mesin politik yang digerakkan oleh elit partai kurang
berjalan efektif, dan kekuatan pengerahan sumber daya politik lebih banyak di
gerakkan oleh mesin media komunikasi masa industri-industri media seperti televisi,
pers, ataupun media cyber interaktif internet. Sebagai primadona televisi tumbuh
sebagai kekuatan raksasa pembangun dan pembentuk opini publik yang paling
berpengaruh dalam kehidupan politik kita. Hegemoni budaya layar (screen-
culture) dalam ruang-ruang publik kita telah memungkinkan televisi menjadi
kekuatan utama media pendidikan politik sampai di ruang-ruang keluarga, terutama
disaat menjelang peristiwa penting politik seperti pemilihan umum.
Cepatnya perubahan konstelasi politik di Indonesia memaksa para pelaku dan aktor-
aktor politik yang mendambakan kekuasaan untuk merancang strategi komunikasi
dan penguasaan media masa secara tepat, efektif, dan efisien guna menjaring
semaksimal mungkin perolehan suaranya. Para pemilih dipandang sebagai sebagai
konsumen unsur terpenting dalam siklus kegiatan pemasaran. Laku dan gagalnya
“penjualan” sang kandidat dalam pasar pemilihan umum tergantung pada
kecanggihan dan kreativitas komunikasi pemasaran yang dilakukan.
5. Lingkungan Hidup
Berbicara masalah lingkungan hidup berarti membicarakan alam yang ada di sekitar
kita. Sungguh apabila memperhatikan alam sekitar kita sekarang sangat
memprihatinkan. Tidak jarang ada pihak-pihak yang hanya menyalahkan
pemerintah sang pengambil kebijakan sebagai penyebab kerukakan alam. Namun,
apabila kita secara objektif dalam melihat kerusakan alam ini bukan hanya tugas
pemerintah, melainkan tugas semua pihak yang ada di sekitar kita termasuk sebagai
pendidik. Pendidik bukan hanya yang berkaitan dengan pelajaran biologi, geografi
maupun pelajaran lain yang berkaitan dengan alam secara langsung. Pendidikan
poltik yang diberikan pun akan berperan penting dalam menyoroti permasalahan
lingkungan hidup yang terjadi di sekitar kita.
Proses pembelajaran lebih ditekankan bagaimana peserta didik tidak hanya mampu
mengetahui substansi materi dari apa yang dikerjakan dalam bentuk materi yang
diajarkan maupun diujikan. Tetapi dalam hal ini peserta didik lebih diorientasikan
pada kemampuan memahami dan meningkatkan kepekaan terhadap ruang lingkup
politik dalam kehidupan yang nyata atau disebut sebagai istilah “melek politik”
(Bernard Crick, 2000:59). Dalam hal ini, pendidikan politik harus memiliki
perannya yang lebih dari sekedar alat atau sarana dalam mencapai tujuan politik
yang mampu memberikan perspektif dinamis dan demokratis.
Setiap warga negara semampu mungkin untuk merangkul mereka yang masih belum
memahami terhadap dinamika politik dengan memberikan pemahaman dasar atas
pengetahuan akan minat politik. Selain itu warga negara juga harus mampu berfikir
kritis dalam merancang suatu strategi-stragegi utama dan alternatif dalam
memberikan dampak atau pengaruh yang besar dalam mencipatakan perubahan
terhadap iklim politik yang berupaya mencengkram masyarakat dengan budaya
ortodoksnya.