Anda di halaman 1dari 8

JURNAL PEMBELAJARAN

Mingguan
Nama : Mohammad Huzaefa
Nim : E1B021168
Tanggal
Mengerjakan : 7 September 2022

JUDUL : PARADIGMA CIVIC EDUCATION YANG POTENSIAL UNTUK NEGARA


BERKEMBANG

1. Pokok-Pokok Materi

1. Proses demokratisasi yang semakin mengglobal sejak memasuki abad


ke 21, merupakan tantangan konseptual dan kontekstual civic
education atau citizenship education.
2. Baik sebagai “method” maupun sebagai “content”, sepanjang
sejarahnya demokrasi telah dan akan terus mengalami
perkembangan yang dinamis sejalan dengan dinamika perkembangan
pemikiran manusia mengenai kehidupan Bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat global.
3. Hubungan antara budaya politik dan demokratisasi sangat erat.
Budaya politik memiliki pengaruh penting dalam perkembangan
demokrasi. Demokratisasi tidak berjalan baik apabila tidak ditunjang
oleh terbangunnya budaya politik yang sesuai dengan prinsip-prinsip
demokrasi. Dalam merespons tuntutan perubahan, kemungkinan
munculnya dua sikap yang secara diametral bertentangan, yaitu
“mendukung “ (positif) dan kemungkinan pula “menentang “
(negatif), sulit dielakkan. Sebagai sebuah proses perubahan dalam
menciptakan kehidupan politik yang demokratis, realisasi
demokratisasi juga dihadapkan pada kedua kutub yang bertentangan
itu, yaitu budaya politik masyarakat yang mendukung (positif) dan
yang menghambat (negatif) proses demokratisasi. Budaya politik
yang matang termanifestasi melalui orientasi, pandangan, dan sikap
individu terhadap sistem politiknya. Budaya politik yang demokratis
akan mendukung terciptanya sistem politik yang demokratis. Budaya
politik demokratis adalah suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap,
norma, persepsi dan sejenisnya yang menopang terwujudnya
partisipasi (Almond dan Verba). Budaya politik yang demokratis
merupakan budaya politik yang partisipatif, yang diistilahkan oleh
Almond dan Verba sebagai civic culture. Karena itu, hubungan antara
budaya politik dan demokrasi (demokratisasi) dalam konteks civic
culture tidak dapat dipisahkan. Adanya fenomena demokrasi atau
tidak dalam budaya politik yang berkembang di suatu masyarakat
tidak hanya dapat dilihat dari interaksi individu dengan sistem
politiknya, tetapi juga interaksi individu dalam konteks kelompok
atau golongan dengan kelompok dan golongan sosial lainnya. Dengan
kata lain, budaya politik dapat dilihat manifestasinya dalam
hubungan antara masyarakat dan struktur politiknya, dan dalam
hubungan antarkelompok dan golongan dalam masyarakat itu. Dalam
konteks Indonesia, kiranya jelas bahwa yang dihadapi tidak hanya
kemajemukan etnik dan daerah, tetapi pada saat yang bersamaan
adalah “sub-budaya etnik dan daerah “ yang majemuk pula.
Keanekaragaman tersebut akan membawa pengaruh terhadap
budaya politik bangsa. Dalam interaksi di antara sub-sub budaya
politik, kemungkinan terjadinya jarak tidak hanya antarbudaya politik
daerah dan etnik, tetapi juga antarbudaya politik tingkat nasional dan
daerah. Apabila pada tingkat nasional yang tampak lebih menonjol
adalah pandangan dan sikap di antara sub-subbudaya politik yang
berinteraksi, pada tingkat daerah yang masih berkembang adalah “
sub-budaya politik “ yang lebih kuat dalam arti primordial. Sistem
politik yang demokratis itu telah berkembang secara bergelombang
sepanjang sejarah dan bukan hanya ada dalam jaman modern saja.
Adapun yang dimaksud dengan demokrasi modern bukansemata-
mata demokrasi dalam konteks desa, suku bangsa, atau suatau
negara kota Lebih jauh dari itu .demokrasi modern merupakan
demokrasi dalam konteks negara-kebangsaan Yang berkembang
secara historis.
4. Diyakini bahwa ethos demokrasi sesungguhnya tidaklah diwariskan,
tetapi dipelajari dan dialami. Oleh karena itu pendidikan
kewarganegaraan sebagai wahana pendidikan demokrasi dalam arti
yang luas memegang peran yang strategis, karena secara langsung
menyentuh sasaran potensial kewarganegaraan yang demokratis
untuk berbagai usia. Proses demokratisasi yang harus dikembangkan
bukanlah hanya untuk berdemokrasi hari ini, tetapi lebih jauh lagi
untuk berdemokrasi di hari esok.
5. Siapa di antara kamu yang sering dimarahin guru di kelas saat
menyampaikan pendapat? Misalnya kaya kamu bosen belajar di kelas
terus, atau kamu nggak setuju dengan penjelasan yang disampaikan
guru, atau karena kamu nggak setuju dengan peraturan yang dibuat
oleh guru. Hayo siapa? Atau jangan-jangan nggak ada satupun dari
kamu yang berani menyampaikan pendapat? Wah gawat berarti
Squad. Kenapa kok bisa gawat kalau nggak berani menyampaikan
pendapat? Iya dong gawat, soalnya negara kita ini kan menganut
sistem demokrasi. Kamu tahu nggak demokrasi itu apa? Nah
demokrasi itu secara terminologi atau istilah adalah suatu sistem
pemerintahan negara, di mana kekuasaan tertinggi ada pada tangan
rakyat. Kalau secara etimologi atau bahasa, demokrasi itu berasal dari
bahasa Yunani yaitu demos yang artinya rakyat.
6. Secara formal konstitusional demokrasi Indonesia sedang mengalami
proses penyempurnaan dalam tataran ideal dan instrumentasinya,
yang pada gilirannya diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap tataran praksis kehidupan demokrasi dalam kehidupan
nyata.
7. Partisipasi aktif sebagai warganegara, perhatian yang besar terhadap
masalah publik sebagai kebajikan warganegara, hubungan
kesejawatan atas dasar persamaan dan bukan karena hirarki, saling
percaya, solidaritas dan toleransi antar warganegara, kehidupan
persahabaatan yang tertanam dalam bentuk kerja sama, solidaritas,
dan semangat pengabdian kepada masyarakat, merupakan ciri dari
civic community atau masyarakat kewargaan atau masyarakat
madani.
8. Pendidikan demokrasi sangat penting bagi warganegara sebagai
wahana untuk memungkinkan setiap warganegara dapat belajar
demokrasi melalui praktek kehidupan yang demokratis, dan untuk
membangun tatanan dan praksis kehidupan demokrasi yang lebih
baik di masa mendatang.
9. Pendidikan demokrasi memiliki visi sebagai wahana substantif,
pedagogis, dan sosial-kultural untuk membangun cita-cita,nilai,
konsep, prinsip, skap, dan keterampilan demokrasi dalam diri
warganegara melalui pengalaman hidup dan berkehidupan
demokrasi dalam berbagai konteks. Dengan wawasan dan
pengalamannya itu baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-
sama warganegara mampu memberikan kontribusi yang bermakna
bagi peningkatan kualitas demokrasi dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara Indonesia.
10.Civic culture berperan memberi kontribusi dalam membangun
identitas kewarganegaraan atau ke-Indonesiaan setiap warga negara,
termasuk para pelaku politik dalam berbagai latar. Dengan demikian
prilaku politik dari para pelaku politik seperti anggota dewan
perwakilan rakyat, para pejabat negara dan organisasi non-
pemerintah secara substantif dan praksis menggambarkan karakter
ke Indonesiaan, bukan karakter komunitarian suku, agama, golongan
dan partai politik.
11.Secara konseptual pendidikan untuk kewarganegaraan yang
demokratis diterima sebagai dasar pertimbangan utama bagi
pendidikan di Indonesia. Ikhtiar kependidikan ini pada dasarnya harus
ditujukan untuk mengembangan kecerdasan sipritual, rasional,
emosional, dan sosial warganegara baik sebagai aktor sosial maupun
sebagai pemimpin/khalifah pada hari ini dan hari esok.
12.Pendidikan demokrasi dan HAM seyogyanya mengorganisasikan
pengalaman belajar secara beragam untuk berbagai jalur, jenis,
jenjang dan situasi pendidikan, dan dengan cara melibatkan siswa
dalam prosen pengambilan keputusan dalam masyarakat. Oleh
karena itu disyarankan agar dalam pendidikan demokrasi dan HAM
dikembangkan berbagai strategi belajar yang berorientasi pada
pengembangan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah
sosial yang secara bertujuan memfasilitasi siswa untuk menjadi
warganegara yang dewasa.

Latihan....
1. Bagaimana partisipasi aktif sebagai warganegara sebagai ciri pokok Dari
civic community atau masyarakat kewargaan atau masyarakat madani.
Dapat mewadahi prilaku warga negara untuk memberi perhatian yang
besar terhadap: (a) masalah publik sebagai kebajikan warganegara, (b)
hubungan kesejawatan atas dasar persamaan dan bukan karena hirarki,
(c) saling percaya, (d) solidaritas dan toleransi antar warganegara, (e)
kehidupan persahabaatan yang tertanam dalam bentuk kerja sama, dan
solidaritas, dan (f) semangat pengabdian kepada masyarakat..
2. Berikan alasan mengapa pendidikan demokrasi dinilai sangat penting
bagi warganegara sebagai wahana untuk memungkinkan setiap
warganegara dapat belajar demokrasi melalui praktek kehidupan yang
Demokratis, dan untuk membangun tatanan dan praksis kehidupan
Demokrasi yang lebih baik di masa mendatang.
3. Jelaskan makna dari visi pendidikan demokrasi sebagai wahana
Substantif, pedagogis, dan sosial-kultural untuk membangun cita-
cita,nilai, konsep, prinsip, skap, dan keterampilan demokrasi dalam diri
warganegara melalui pengalaman hidup dan berkehidupan demokrasi
dalam berbagai konteks.
4. Bagaimana Civic culture dapat memberik ontribusi dalam membangun
identitas kewarganegaraan atau ke-Indonesiaan setiap warga negara,
termasuk para pelaku politik dalam berbagai latar?

Jawab...

1.Wahdi Sayuti bSelayang Pandang Civic Education oleh: Wahdi


SayutiSayuti Post date: 19-Oct-2009 20:17:50 Pengantar Demokrasi-oleh
banyak pihak-dianggap sebagai suatu sistem yang kehidupan yang dapat
menjamin warga masyarakat mencapai kehidupan yang sejahtera. Sejalan
dengan keyakinan tersebut, dewasa ini banyak bangsa-bangsa di dunia,
termasuk di Indonesia tengah melakukan transformasi dan transisi menuju
masyarakat demokratis setelah lebih dari 30 tahun berada dalam kekuasaan
otoriter. Demokratisasi bukanlah sesuatu “barang” yang mudah diperoleh dan
sederhana untuk direalisasikan, melainkan suatu proses yang sangat rumit dan
membutuhkan kesiapan dan dukungan semua pihak untuk merealisasikannya,
termasuk di dalamnya bagaimana membangun struktur dan kultur yang
demokratis. Proses demokrasi tanpai dibarengi dengan struktur dan kultur
yang demokratis hanya akan menjadikan proses tersebut sebagai sebuah
reaksi atas trauma politik masa lalu yang tidak memiliki arah. Dengan kata lain,
untuk membangun masyarakat yang demokratis harus dibarengi dengan suatu
rekayasa sistemik untuk membangun struktur sosial politik dan kultur yang
demokratis. Upaya membangun kultur demokrasi tersebut, menurut Almond
harus melewati 3 (tiga) tahap. Pertama, pengembangan institusi yang
demokratis. Kedua, menciptakan kondisi sosial dan personalitas individu yang
mendukung terwujudnya demokrasi. Ketiga, mewujudkan struktur sosial dan
kultur politik yang demokratis (Almond; 1996). Dalam konteks itu semua, maka
pendidikan dianggap sebagai salah satu instrumen (sekalipun bukan satu-
satunya) untuk membangun kultur demokrasi tersebut, melalui pembinaan
dan pengembangan sumber daya manusia dalam proses pendidikan, utamanya
melalui pembelajaran Civic Education, mulai tingkat dasar, menengah sampai
pada jenjang perguruan tinggi. Beberapa Terminologi Civic Education, sejatinya
dipahami sebagai wahana pendidikan yang didesain untuk membina dan
mengembangkan sikap warganegara yang baik, cerdas, kritis dan partisipatif
(smart and good citizen) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, baik dalam konteks lokal, regional maupun internasional. Secara
lebih sederhana, Civic Education dipahami sebagai wahana pendidikan
demokrasi (democracy education) bagi warganegara. Menurut Azra,
Pendidikan Demokrasi secara substantif menyangkut soisalisasi, diseminasi,
aktualisasi dan implementasi konsep, sistem, nilai, budaya dan praktik
demokrasi melalui pendidikan (Azra, 2002: 166). Dalam praktiknya, Pendidikan
Kewargaan (Civic Education) tersebut memiliki peristilahan yang berbeda,
seperti Citizenship Education, Humanright Education dan Democracy
Education. Di Inggris misalnya, menyebut Pendidikan Kewargaan (Civic
Education) dengan Citizenship Education, yang pada tahun 2002 ini menjadi
mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah di
Inggris. Bahkan di negara-negara Arab-seperti Yordania dan Sudan-istilah Civic
Education diterjemahkan dengan al-tarbiyah almuwathanah dan altarbiyah al-
wathaniyah. Pendidikan Kewargaan yang diidentikkan dengan pendidikan HAM
(Humanright Education) mengandung pengertian aktivitas
mentransformasikan nilai-nilai HAM kepada masyarakat agar tumbuh
kesadaran akan penghormatan, perlindungan dan penjaminan HAM sebagai
sesuatu yang kodrati dan dimiliki setiap manusia. Menurut Azra, Pendidikan
Kewargaan (Civic Education) adalah pendidikan yang cakupannya lebih luas
dari pendidikan demokrasi dan pendidikan HAM karena mencakup kajian dan
pembahasan tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi,
rule of law, hak dan kewajiban warganegara, proses demokrasi, partisipasi aktif
dan keterlibatan warganegara dalam masyarakat madani, pengetahuan
tentang lembaga-lembaga dan sistem yang terdapat dalam pemerintahan,
warisan politik, administrasi publik dan sistem hukum, pengetahuan tentang
proses seperti kewarganegaraan aktif, refleksi kritis, penyelidikan dan
kerjasama, keadilan sosial, pengertian antarbudaya dan kelestarian lingkungan
hidup dan hak asasi manusia (Azra, 2001) Di Indonesia, penerjemahan Civic
Education mengalami beberapa penerjemahan, yakni istilah Pendidikan
Kewargaan dan Pendidikan Kewrganegaraan, Istilah Pendidikan Kewargaan
pada satu sisi identik dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Namun disisi lain
istilah Pendidikan Kewargaan secara substantif tidak saja mendidik generasi
muda menjadi warganegara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya
dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang merupakan
penekanan dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan, melainkan juga
membangun kesiapan warganegara menjadi warga dunia (global society).
Dengan demikian orientasi Pendidikan Kewargaan secara substantif lebih luas
cakupannya dari istilah Pendidikan Kewarganegaraan. Sementara itu,
Pendidikan Kewarganegaraan menurut Zamroni adalah pendidikan demokrasi
yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan
bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kepada generasi baru
kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling
menjamin hak-hak warga masyarakat; demokrasi adalah suatu learning proses
yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain; kelangsungan
demokrasi tergantung pada kemampuan mentransformasikan nilai-nilai
demokrasi. Selain itu Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu proses yang
dilakukan oleh lembaga pendidikan di mana seseorang mempelajari orientasi,
sikap dan prilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki political
knowledge, awareness, attitude, political efficacy dan political participation
serta kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional dan
menguntungkan bagi dirinya juga bagi masyarakat. Menurut Merphin
Panjaitan Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang
bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga negara yang
demokratis dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang dialogal. Sementara
menurut Soedijarto, Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan politik
yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga negara
yang secara politik dewasa; dan ikut serta membangun sistem politik yang
demokratis. Istilah-istilah lain yang pernah ada dalam sejarah kurikulum
pendidikan di Indonesia, antara lain adalah Kewarganegaraan (1957), Civics
(1961), dan Pendidikan Kewarganegaraan (1968). Perkembangan arti Civics
yang kemudian meluas menjadi Civic Education, menyangkut dan mengambil
bahan-bahannya dari cabang ilmu-ilmu sosial, sehingga Civic Education
kadang-kadang sukar dibedakan dari pengertian social studies, yaitu sebagai
istilah program pembelajaran sosial.
2. Pendidikan demokrasi pada hakekatnya membimbing peserta didik agar
semakin dewasa dalam berdemokrasi dengan cara mensosialisasikan nilai-
nilai demokrasi, agar perilakunya mencerminkan kehidupan yang demokratis.
Dalam pendidikan demokrasi ada dua hal yang harus ditekankan, demokrasi
sebagai konsep dan demokrasi sebagai praksis.
Sebagai konsep berbicara mengenai arti, makna dan sikap perilaku yang
tergolong demokratis. Sedang sebagai praksis sesungguhnya demokrasi sudah
menjadi sistem. Sebagai suatu sistem kinerja demokrasi terikat suatu
peraturan main tertentu, apabila dalam sistem itu ada orang yang tidak
mentaati aturan main yang telah disepakati bersama, maka aktivitas itu akan
merusak demokrasi dan menjadi anti demokrasi .
3.

Anda mungkin juga menyukai