Anda di halaman 1dari 13

MODEL PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT MELALUI PUSAT

KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM)

oleh Sarah Aileen Noor*


*
Manajemen Pendidikan 2020 C

ABSTRAK

Kekuatan masyarakat dalam realisasi reformasi pendidikan perlu dilakukan. Model pendidikan berbasis
masyarakat yang dapat direalisasikan yaitu pendidikan nonformal yang memberikan peluang kepada partisipasi
masyarakat untuk meningkatkan potensi dan wawasan, salah satunya melalui lembaga pusat kegiatan belajar
masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pusat kegiatan belajar masyarakat berpengaruh pada
perkembangan kualitas program dan ketercapaian keberhasilan program tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk
membahas upaya pemberdayaan program di pusat kegiatan belajar masyarakat dan indikator penentu
keberhasilan dalam pemberdayaan tersebut. Pemberdayaan pusat kegiatan belajar masyarakat sebagai model
pendidikan berbasis masyarakat dengan 1) memprioritaskan warga belajar, 2) adanya perkembangan perspektif
kritis dalam program belajar, 3) lokasi lembaga harus tergabung dengan masyarakat sekitar, 4) aktivitas belajar
masyarakat dilakukan secara berkelompok dan bersamaan serta mengelola kecakapan melalui pendekatan
integratif, dan 5) aktivitas belajar masyarakat memerlukan keterampilan kerja sama secara sinergis dan
kolaboratif dengan lembaga lain. Indikator penentu keberhasilan dalam pemberdayaan pusat kegiatan belajar
masyarakat dengan terjadinya pengembangan kesadaran akan pendidikan, wawasan dan kemampuan dari
warga belajar dan masyarakat, serta terlaksanakannya fungsi-fungsi manajemen secara optimal dan
menghasilkan tenaga berpengalaman yang dapat disalurkan.

Kata kunci: pendidikan berbasis masyarakat, pemberdayaan masyarakat, pusat kegiatan belajar masyarakat

LATAR BELAKANG

Sejarah peradaban dari berbagai bangsa modern tidak pernah luput dari sistem pendidikan yang
dilalui bangsanya, terutama wacana pendidikan selalu saja menjadi perhatian dalam masyarakat.
Karena itu, komplimen yang tinggi sering diberikan oleh masyarakat di berbagai golongan dalam
menanggapi sejumlah permasalahan pendidikan yang dirasa menarik. Pendidikan dapat diartikan
sebagai salah satu bahan dasar penentu kemajuan peradaban pada masa depan dan berperan
sebagai laboratorium dalam merancang nilai kemanusiaan untuk persiapan menuju masyarakat
yang memiliki peradaban tinggi (Gema, 1999). Berdasarkan hal ini, memberikan hal baru bahwa
pendidikan yang berlandaskan pada masyarakat mempunyai kekuatan yang luar biasa, karena
didukung oleh masyarakat sebagai bagian dari pendidikan tersebut. Namun, untuk mengembalikan
kekuatan masyarakat diperlukan suatu paradigma reformasi pendidikan nasional baru serta
pemikiran mengenai pendidikan berbasis masyarakat dapat dijadikan pilihan untuk dikaji.

Pendidikan berbasis masyarakat atau PBM merupakan salah satu langkah nyata inovasi dalam
realisasi reformasi pendidikan khusunya di Indonesia. PBM yaitu suatu gagasan dari manajemen
pendidikan yang ingin menyediakan peluang yang luas kepada masyarakat, stakeholders, dan
orang tua. Untuk itu, diharapkan dapat menunjang pengembangan dalam mutu pendidikan, dan
melalui kesesuaian itu, institusi pendidikan lebih difokuskan pada usaha untuk membuat output
yang dapat berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan stakeholders. Dalam menghimpun
kepentingan masyarakat terhadap pendidikan, pemerintah memfasilitasi peluang bagi masyarakat
untuk membuat institusi pendidikan nonformal di lingkungan sekitarnya. Pendidikan nonformal
atau pendidikan di luar sekolah bertujuan untuk menyiapkan hidup yang berkualitas (Shofwan,
Ghanis, dan Tristanti, 2019). Selain itu, pengelolaan lembaga pendidikan nonformal dilaksanakan
dengan maksud untuk mengembangkan kualitas kelompok di masyarakat melalui pengamatan
karakteristik setiap masyarakat, kondisi empiris setiap masyarakat yang bermacam-macam,
sehingga dapat membuat pendidikan yang peka dan kritis terhadap permasalahan-permasalahan di
masyarakat, serta dapat menjadi penyelesaian di tengah permasalahan tersebut.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional memutuskan bahwa
PKBM sebagai salah satu penjelmaan dari pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal dalam hal ini
PKBM menekankan pemberian pendidikan kepada masyarakat yang tidak terbatas pada akademik
semata, tetapi lebih pada pemberdayaan masyarakat agar nantinya dapat mandiri secara materil
dan nonmateril. Sudjana (2004) menjelaskan PKBM adalah tempat yang memfasilitasi
pembelajaran masyarakat dan ditunjukkan pada pemberdayaan berbagai potensi di wilayah
perkotaan maupun pedesaan dalam rangka mengorganisasikan peningkatan di bidang budaya,
bidang sosial, bidang pendidikan, maupun bidang ekonomi. Penelitian terdahulu oleh
Rachmatulloh (2000), menemukan informasi terkait lintas sektoral dan partisipasi masyarakat
adalah faktor substansi berpengaruh pada pengembangkan mutu program pendidikan luar sekolah
atau PBM. Dalam hal ini, pencapaian keberhasilan pada penyelenggaraan pendidikan berbasis
masyarakat melalui PKBM memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi pada keikutsertaan dan
keterlibatan aktif dari masyarakat.

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan sebelumnya, dipandang cukup penting
untuk melaksanakan penelitian lebih mendalam mengenai bagaimana pemberdayaan PKBM
sebagai model pendidikan berbasis masyarakat dan apa saja indikator penentuan dalam
keberhasilan pemberdayaan di PKBM.

KAJIAN TEORI

Model Pendidikan Berbasis Masyarakat (PBM)

Pendapat Smith dalam Zubaedi (2005), mengemukakan terkait PBM sebagai suatu proses yang
didesain untuk memperbanyak hal-hal dalam lingkup kehidupan indvidual maupun kelompok
dengan memberdayakan masyarakat yang berada di sekitar wilayah geografi, di mana pembagian
mengenai keperluan umum ini dilakukan secara sukarela dengan ditunjukkan pada peningkatan
peluang refleksi, tindakan, dan tempat pembelajaran, disesuaikan dengan, sosial, pribadi,
kepentingan politik dan ekonomi masyarakat tersebut. Sedangkan Zubaedi (2005) mendefinisikan
PBM sebagai pembelajaran seumur hidup yang dalam prosesnya yang mengutarakan kesempatan
dari setiap orang dengan tujuan memperbanyak pemahaman mengenai teknologi dan ilmu
pengetahuan dalam bermasyarakat. Artinya, pemberdayaan masyarakat dilakukan agar masyarakat
terampil dalam meningkatkan perubahan kemampuan dan potensinya yang nantinya dapat
memenuhi segala kepentingan dan kebutuhan yang terjadi pada masyarakat.

Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Sulistyorini (2009) mengutarakan bahwa PBM ialah
suatu bentuk manajemen pendidikan yang memposisikan fungsi masyarakat yang bersifat otonom
dalam rangka menetapkan, mengelola, dan menjalankan rangkaian pendidikan tersebut dengan
kesesuaian ide-ide dan kebutuhannya. Perspektif lain berdasarkan historis diungkapkan oleh
Surakhmad (2000) yaitu PBM pada dasarnya sebagai bentuk berkesinambungan dari pelaksanaan
Pendidikan Berbasis Sekolah (PBS), karena itu PBS sebagai acuan atau dasar dari pelaksanaan
konsep PBM dan seharusnya didahulukan. Surakhmad (2000) menambahkan definisi terkait PBM
yaitu proses upaya dalam pengembangan rasa kesadaran, rasa keikutsertaan, rasa kepunyaan, rasa
kepedulian dan rasa tanggung jawab terhadap masyarakat.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli yang dijabarkan sebelumnya, dapat dibuat sintesa bahwa
PBM adalah alur perolehan dalam rangka memperbanyak informasi, meningkatkan potensi, dan
menumbuhkan nilai-nilai pribadi ataupun partisipasi aktif di lingkungan sekitar dengan peran
masyarakat sebagai dominasi di setiap pelaksanaan. Bentuk pendidikan seperti ini dimaksudkan
untuk mencapai masyarakat yang unggul dengan memenuhi kebutuhan dan kepentingan dirinya,
serta pendidikan ini dilakukan sepanjang hayat.

Pendidikan berbasis masyarakat yang lahir dari kebutuhan masyarakat ini, pada dasarnya
bukan hanya dilalui berdasarkan jalur pendidikan luar sekolah (nonformal) saja, tetapi
sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 13 ayat (1) perihal
Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan
nonformal, formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya”. Implikasi dari
hal tersebut yakni berbagai model pendidikan berbasis masyarakat dapat didasarkan pada jalur
nonformal, jalur formal, maupun jalur informal. Masih berkaitan dengan hal ini, Gilbraith
mengutarakan sebenarnya PBM dari segi formal yaitu pengelolaan pendidikan oleh institusi formal
seperti sekolah, taman kanak-kanak atau universitas. Selanjutnya, PBM dari segi informal
didapatkan melalui interaksi seseorang dengan individu lainnya, seperti dengan keluarga, di tempat
kerja ataupun dengan kerabat terdekat. Adapun PBM dari segi nonformal berkaitan dengan jenis
pendidikan yang berbeda dengan sistem formal dan biasanya mengadakan berbagai pembelajaran
di bidang khusus, seperti melalui perpustakaan, Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), museum atau
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) (http://www.ed.gov/pubs/PLLIConf95/com.html).

Penelitian dari Center for Community and Civic Engagement (CCCE) of Elizabethtown
College menyampaikan mengenai model PBM berdasarkan kategori partisipasi masyarakat, yaitu:

a. PBM berbasis keagamaan, yaitu berorientasi pada peningkatan nilai-nilai keagamaan atau
tertentu.
b. Layanan penelitian berbasis masyarakat, yaitu alur kemitraan diantara masyarakat dengan
peserta pendidik dari institusi pendidikan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi
masyarakat secara sistematis.
c. Layanan advokasi, yaitu peluang yang diberikan kepada peserta didik untuk merasakan
pengalaman dari layanan dalam usaha mengatasi persoalan.
d. Layanan langsung, dengan cara mempersiapkan berbagai aktivitas layanan secara langsung
yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
e. Layanan tidak langsung, dengan cara mengatur kegiatan-kegiatan dalam rangka penyelesaian
persoalan.

Masyarakat maupun pemerintah sebagai penyandang peran sentra dan strategis dalam
pelaksanaan dan penataan berbagai upaya PBM. Salah satu perwujudan peranan ini dengan
menjalankan semangat solidaritas untuk dapat saling melengkapi secara harmonis dan juga
bertanggung jawab. Menurut Masdudi (2014), beberapa peran dan kategori dalam bermasyarakat
sebagai penyelenggaraan PBM dapat dikategorikan menjadi:

1. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), memiliki peran dalam penyalur tenaga ahli, pemberian
motivasi, penggelora dan penyalur aspirasi masyarakat, pengembang, penyalur teknologi,
pendamping masyarakat, penyandang dana, pengelola program, dan penyalur informasi pasar.
2. Organisasi kemasyarakatan, memiliki peran dalam penyalur fasilitas dan penyandang dana,
pemecah masalah, pencetus, pembina kegiatan, perencana, pengayom kegiatan, pengatur
kegiatan, pemberian motivasi, organisator, dan penyelenggara.
3. Tokoh masyarakat, memiliki peran dalam motivator, pengelola, pemrakarsa, tutor, mediator,
serta sebagai penyalur fasilitas pendidikan dan penyandang dana. Tokoh masyarakat terdiri
dari tokoh pendidik, adat, dan agama.

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)

Pendapat ahli dari Sihombing (2010) mengungkapkan bahwa PKBM ialah suatu institusi yang
dibangun dan diselenggarakan oleh masyarakat itu sendiri dengan tujuan untuk pengembangan
bakat, keahlian, dan pengetahuan, serta merealisasikan warga-warga menjadi lebih mandiri dalam
pemenuhan kebutuhan hidup dirinya, sehingga terjadi peningkatan dari segi pendapatan.
Sedangkan kutipan berdasarkan Petunjuk Teknis Program PKBM (2014), PKBM dijalankan
dengan maksud menyediakan layanan pendidikan dari segi nonformal yang dalam penerapannya
sebagai pelengkap, pengganti, dan penambah pendidikan dari segi formal bagi orang-orang yang
membutuhkan peningkatan individu untuk terus berusaha mandiri, peningkatan sikap dan
kepribadian, kecakapan dalam hidup, membutuhkan pengetahuan ataupun mereka yang ingin
melanjutkan pembelajaran lebih lanjut untuk memberdayakan masyarakat.

Sementara itu, menurut Tohani yang diambil dari Lukman (2021) PKBM didefinisikan sebagai
tempat dalam menjalankan aktivitas pembelajaran yang berorientasi pada pemberdayaan
masyarakat serta berkaitan dengan bakat dan harapan belajar masyarakat, untuk itu pencapaian
perubahan lebih baik terjadi pada sosial budaya, ekonomi, pendidikan, dan unsur-unsur kehidupan
lainnya. Lain halnya dengan Rumanto (2006), mengutarakan eksistensi PKBM sebagai agen
perubahan tingkat operasional (di kelurahan atau desa) dalam pengelolaan program pendidikan
berlandaskan masyarakat. Selama ini pengelolaan pendidikan tersebut masih dilaksanakan di
beraneka tempat dan beredar dari satu tempat ke tempat yang lain, dengan begitu diusahakan pusat
pembelajaran dilakukan pada sebuah tempat yang disebut PKBM. Maka dari itu, melalui
bermacam layanan pendidikan berlandaskan masyarakat yang diadakan di desa atau kelurahan
diperlukan pengendalian terhadap hasil pembelajaran dengan cara yang terencana, dan terprogram
melalui penelusuran hasil dan kesediaan, yang pada nantinya diharapkan dapat
dipertanggungjawabkan dan kemandirian dalam jiwa masyarakat dapat melonjak, sehingga tidak
lagi terikat dengan pemerintah.

Melalui beragam pendapat ahli di atas, PKBM dapat disintesakan sebagai suatu organisasi
yang mengelola pembelajaran masyarakat dan sebagai lanjutan pembelajaran di institusi formal
dalam rangka mengubah kompetensi masyarakat sekitar menjadi lebih unggul dan dapat
menerapkannya di berbagai aspek kehidupan. Usaha menyesuaikan pemahaman dan pengelolaan
PKBM berdasarkan gagasan awal PKBM sebagai sentra aktivitas pendidikan di luar sistem
sekolah serta PKBM yang muncul dan meningkat didasarkan pada keinginan dan bakat
masyarakat, dalam hal ini diperlukan inovasi alat ukur atau standar kelayakan dalam pengelolaan
PKBM (PKBM Sungai Sambas, 2010).

PKBM diperlihatkan dalam sebutan ”center” atau pusat dimana masyarakat yang berada pada
jarak jauh maupun dekat dapat berpartisipasi dalam berbagai program pendidikan nonformal yang
sesuai dengan keperluan belajar. Melalui keikutsertaan dalam PKBM ini dapat juga melahirkan
berbagai penyelesaian untuk pemenuhan kebutuhan, seperti pemberian keterampilan melalui
pelatihan kepada masyarakat dalam menjalankan dan mendayagunakan sumber daya lokal yang
ada di suatu wilayah. Menurut Rusikawati (2010), jenis-jenis program yang diatur dalam PKBM
terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

a) Kesetaraan, meliputi program kelompok belajar paket A setingkat SD (Sekolah Dasar) atau
sederajat, paket B setingkat SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) dan paket C setingkat
SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas).
b) Keaksaraan, meliputi program keaksaraan fungsional disertai tindak lanjut pelaksanaannya
yang dapat berupa taman bacaan masyarakat.
c) Keterampilan, meliputi program kursus tata boga atau menulis naskah drama.
d) Untuk pengembangan pendapatan, meliputi program Kelompok Belajar Usaha (KBU)
e) Untuk pengembangan mutu hidup, meliputi program pendidikan dalam pengembangan gizi
atau pengembangan kesehatan.

Elemen penyelenggaran PKBM bukan hanya peran serta dari pengelola dan warga belajar saja,
tetapi lebih kompleks dari pada itu. Berikut ini dijelaskan peran penting beberapa elemen tersebut
(Departemen Pendidikan Nasional, 2006), yaitu:

1. Mitra PKBM, yakni orang-orang yang sadar dan rela untuk ikut serta dalam berkontribusi bagi
percepatan dan peningkatan pengelolaan PKBM. Pada tiap institusi pendidikan nonformal
menjalin kerja sama dengan institusi lain yang terkait, baik dari swasta ataupun pemerintah.
2. Pendidik, yakni sebagai bagian dari warga di suatu komunitas atau dari luar komunitas, yang
memiliki tanggung jawab atas alur pelaksanaan pembelajaran yang akan dilakukan. Tipe
pendidik dalam penyelenggaran PKBM meliputi narasumber teknis, instruktur atau tutor.
3. Komunitas bimbingan. Pada setiap institusi PKBM mempunyai komunitas untuk pencapaian
tujuan pembangunannya. Komunitas dapat terpaku pada daerah geografis ataupun terpaku
pada persoalan dalam situasi ekonomi dan sosial tertentu, seperti komunitas anak-anak jalanan
di sekitar Jakarta Timur, komunitas warga di suatu kecamatan tertentu, dan lainnya.
4. Pelaksana dan pengatur PKBM, terdiri dari satu atau lebih perwakilan dari orang-orang
masyarakat di sekitar, yang memiliki tugas dalam menjaga dan meningkatkan pengelolaan
PKBM.
5. Warga belajar, yakni sebagai bagian dari komunitas bimbingan maupun komunitas lainnya
yang memiliki keinginan tinggi untuk ikut serta dalam program pembelajaran yang diadakan.
PEMBAHASAN

Pemberdayaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sebagai Pendidikan Berbasis


Masyarakat

Pemberdayaan merupakan usaha yang dijalankan agar suatu objek menjadi berkompeten atau
memiliki kegigihan (Maryani dan Ruth, 2019). Melalui hal ini, PKBM diharapkan memiliki daya
saing dan berdaya guna dalam bermacam aspek kehidupan, termasuk dalam aspek ekonomi, aspek
sosial, aspek budaya, dan lainnya. Menurut Watson melalui kutipan Sihombing (2001)
menyatakan terkait upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan PKBM, yaitu:

Pertama, PKBM memprioritaskan warga belajar. Hal ini mempunyai penegasan untuk
mendengar gagasan yang disampaikan oleh warga belajar, memakai gagasan tersebut sebagai
acuan dalam mengoptimalkan program pembelajaran, meyakini setiap warga belajar memiliki
keahlian belajar. Pada dasarnya warga belajar memiliki komponen pendukung dalam pembelajaran
di PKBM berupa kesetaraan di antara warga belajar dan pembina program, pengalaman, kegigihan,
wawasan, dan kemampuan. Langkah terakhir dengan memotivasi warga belajar dalam keterlibatan
program belajar, karena bahwasannya mereka menyadari apa yang diinginkan mereka. Program
di PKBM menolong masyarakat sebagai subjek didik dengan ilmu, peluang, dan sumber daya
lainnya dalam mengembangkan kompetensinya, hal ini bisa dikembangkan melalui program
keterampilan berupa kursus atau program lainnya. Program pembelajaran ini dilakukan
berdasarkan keperluan konkret yang dialami warga masyarakat, peluang dalam memasarkan hasil
belajar dan sumber daya dari lingkungan sekitar (Krisnamughni, 2020).

Kedua, program di PKBM harus dimulai dari perspektif kritis. Menurut Fakih dalam
Sihombing (2001), terdapat beberapa sudut pandang dalam menjangkau masyarakat, yakni terdiri
dari sisi kritis, sisi liberal dan sisi konservatif. PKBM sebagai pendidikan berbasis masyarakat
memakai strategi kritis yang berorientasi pada peran esensial dalam perbaikan keterampilan basis
masyarakat, ikut serta dalam aktivitas kemasyarakatan tertentu, dan meningkatkan kemampuan
yang sudah ada. Hal ini berbeda dengan strategi liberal dan strategi konservatif yang lebih
berorientasi pada keberserahan diri dan pendorong pada prestasi diri. Keberadaan PKBM memiliki
kekuatan dalam memberdayakan masyarakat secara komprehensif. Artinya, beragam komunitas
marginal harus mampu mempunyai sumber daya yang selaras dengan beragam komunitas lainnya
yang lebih stabil dari segi ekonomi dan sosial, hal ini dapat dilakukan melalui pengadaan layanan
pendidikan dengan menjangkau masyarakat yang lebih luas sehingga naik tingkatannya dan hak-
hak yang menaunginya (Napu, 2012).

Ketiga, pemberdayaan masyarakat berorientasi pada situasi program belajar di PKBM yaitu
harus bertempat dan bergabung dengan masyarakat sekitar, menghasilkan rasa kepemilikan,
menanggapi keperluan belajar, serta program belajar tersebut harus disusun, ditetapkan dan
dijalankan oleh masyarakat sehingga nantinya merancang penghimpunan yang lebih besar.

Selain itu, ada pula dua upaya lainnya yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan PKBM
untuk melanjutkan pembahasan sebelumnya (Napu, 2012), yaitu:

Pertama, pengelolaan aktivitas belajar masyarakat melalui PKBM menjalankan asas


pembelajaran secara berkelompok dan bersamaan oleh suatu kelompok warga belajar dengan
kelompok lainnya. Selain itu, mengelola kecakapan dalam pembelajaran melalui pendekatan
integratif, yaitu menggabungan berbagai macam bidang kehidupan di masyarakat ke dalam satu
program layanan pembelajaran berkaitan dengan pendidikan di luar sistem sekolah.

Kedua, pengelolaan aktivitas belajar masyarakat melalui PKBM menjalankan keterampilan


bekerja sama secara sinergis dan kolaboratif dengan beragam lembaga lain terkait kegiatan
pendidikan maupun yang lainnya di masyarakat. Lembaga kemitraan tersebut sudah seharusnya
mempunyai maksud yang searah dengan PKBM yakni meningkatkan keterampilan masyarakat
dari adanya ketertinggalan yang terjadi. Maka dari itu, PKBM harus bisa menelusuri kesempatan
kemitraan dengan bermacam institusi untuk mengembangkan kualitas pengelolaan. PKBM juga
harus bisa sejalan dengan institusi lain yang memiliki program dengan mengakomodasi kebutuhan
peserta didik (Krisnamughni, 2020).

Landasan Keberhasilan Pemberdayaan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)

Keberhasilan pengaturan dalam PKBM tak luput peran beragam golongan masyarakat, baik
dari tenaga pendidik, masyarakat sebagai warga belajar itu sendiri, hingga pemerintah yang turut
ikut menyuplai sumber daya yang dibutuhkan. Menurut Mardikanto (2013) terdapat beberapa
tujuan pemberdayaan yang dapat dijadikan landasan keberhasilan PKBM dalam memandirikan
masyarakat, yaitu adanya perbaikan dari segi pendidikan, segi aksesibilitas, segi tindakan, segi
kelembagaan, segi usaha, segi pendapatan, segi lingkungan, segi kehidupan keluarga, dan segi
masyarakat itu sendiri.

Selain itu, ada beberapa indikator landasan keberhasilan dalam menjalankan program-program
berbasis masyarakat di PKBM (Almaidah, 2017), yaitu:

1. Terjadinya pengembangan kesadaran pada warga belajar serta masyarakat yang berada di
sekitar PKBM akan peran penting dari pendidikan. Dalam hal ini, yang menjadi parameter
dengan adanya kenaikan partisipasi pada kuantitas warga belajar dalam kegiatan program
pendidikan yang ada di PKBM, walaupun peningkatannya masih terbilang rendah. Contohnya
terjadi perkembangan pada kuantitas warga belajar yang mengikuti kelas di jenjang kelompok
belajar paket B dan C ataupun di TK/PAUD.
2. PKBM telah menerapkan berbagai fungsi manajemen dalam melaksanakan manfaat dan
tanggung jawabnya. Parameter ini melihat pada keberlangsungan terjadinya berbagai program
pendidikan yang telah ditingkatkan.
3. Tenaga-tenaga berpengalaman yang datang dari PKBM disalurkan untuk bertugas pada
beragam mitra PKBM, termasuk mereka yang belum cakap buat menjalankan usahanya sendiri
karena adanya keterbatasan dari segi dana.
4. Terjadi pengembangan wawasan dan kemampuan dari warga belajar serta masyarakat. Melalui
hal tersebut yang menjadi parameternya ialah adanya kenaikan hasil pada kuantitas lulusan,
termasuk warga belajar yang ikut berpartisipasi pada program pendidikan kejuruan agar dapat
menjumpai kegunaannya. Contohnya warga belajar yang ikut serta pada kursus tata boga,
menjahit, atau perbaikan komputer, dapat mendayagunakan keahlian tersebut untuk
berwirausaha.

KESIMPULAN

Pendidikan Berbasis Masyarakat (PBM) merupakan bentuk inovasi dalam realisasi reformasi
pendidikan. Model PBM yang bisa digunakan yaitu pendidikan nonformal yang memberikan
peluang kepada partisipasi masyarakat untuk meningkatkan potensi dan wawasannya. Untuk
memaksimalkan pendidikan nonformal itu, pemerintah menetapkan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKMB) sebagai wadah pengelolaan PBM.

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKMB)


berpengaruh pada perkembangan kualitas program dan ketercapaian keberhasilan program
tersebut. Oleh karena itu, upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan program di
PKBM, yaitu 1) Memprioritaskan warga belajar dalam penyampaian dan penggunaan gagasannya,
keyakinan akan keahliannya, serta memotivasi keterlibatan dalam program belajar; 2) Adanya
perspektif kritis terhadap program belajar, meliputi perbaikan keterampilan berbasis masyarakat,
mengikuti kegiatan kemasyarakatan tertentu, dan meningkatkan kemampuan warga belajar; 3)
Lokasi PKBM harus bergabung dengan masyarakat sekitar untuk menghasilkan rasa kepemilikan,
menanggapi keperluan belajar, dan program belajar harus sepenuhnya dikelola oleh masyarakat;
4) Aktivitas belajar masyarakat dilakukan secara berkelompok dan bersamaan serta mengelola
kecakapan melalui pendekatan integratif; 5) Aktivitas belajar masyarakat memerlukan
keterampilan kerja sama secara sinergis dan kolaboratif dengan lembaga lain. Selain itu, indikator
landasan keberhasilan dalam menjalankan program berbasis masyarakat di PKBM, yaitu dengan
terjadinya pengembangan kesadaran akan pendidikan, wawasan dan kemampuan dari warga
belajar dan masyarakat, serta dengan terlaksanakannya fungsi-fungsi manajemen secara optimal
dan menghasilkan tenaga berpengalaman yang dapat disalurkan.

Pemberdayaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) hendaknya diterapkan untuk


menjalankan pendidikan berbasis masyarakat yang sesuai dengan maksud memenuhi kebutuhan
dan kepentingan masyarakat. Melalui penelitian ini, diharapkan para pembaca dapat memahami
materi sebagai penambah pengetahuan dari sumber-sumber perspektif yang lebih komprehensif
dan bagi para peneliti lain dapat menjadi bahan tumpuan dalam melaksanakan dan
mengembangkan penelitian yang hampir serupa. Selain itu, penelitian ini bagi para praktisi
pendidikan diharapkan menjadi pertimbangan perbaikan dalam pelaksanaan program-program di
PKBM dan pemberdayaan peran masyarakat lebih baik lagi.

REFERENSI
Almaidah, S. (2017). Analisis Efektivitas Kinerja Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
dalam Menyelenggarakan Program Pendidikan Berbasis Masyarakat. Media Ekonomi dan
Manajemen, 32 (2).
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan. (2006). Konsep
dan Strategi Pengembangan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Jakarta.
Gema. (Agustus 1999). Edisi 1.
Krisnamughni. (2020). Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Berbasis Masyarakat. Retrieved
from https://krisnamughni24.medium.com/pendidikan-luar-sekolah-dan-pendidikan-
berbasis-masyarakat-1df483ab48b1 pada tanggal 3 April 2023
Lukman, A. I. (2021). Pemberdayaan Masyarakat melalui Pendidikan Nonformal di PKBM Tiara
Dezzy Samarinda. Diklus: Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, 5 (2).
Mardikanto, T. (2013). Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan Publik. Bandung:
Allfabeta.
Masdudi. (2014). Demokratisasi Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat. Jurnal Edueksos,
3 (2).
Napu, S. (2012). Keterlaksanaan Pengelolaan Program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) Di Kawasan Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. Universitas Negeri
Gorontalo.
PKBM Sungai Sambas. (2010). Apa Tujuan PKBM. Retrieved from
http://pkbmsungaisambas.wordpress.com/ 2010/01/08/apa-tujuan-pkbm/ pada tanggal 3
April 2023
Rachmatulloh, H. M. (2000). Pengaruh Pelibatan Masvarakat dan Lintas Sektoral dalam
Manajemen Pengembangan/Pembinaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
terhadap Peningkatan Kualitas Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Tesis.
Universitas Pendidikan Indonesia.
Roselin, R., & Maryani. (2019). Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Deepublish.
Rumanto, A. (2006). Keefektifan Manajemen Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Sumber Kawruh Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali. PPs-UNY.
Rusikawati, T. (2010). Efektivitas Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Usaha Mulya
dalam Meningkatkan Pendidikan Masyarakat di Kecamatan Cangkringan Kabupaten
Sleman. Universitas Sebelas Maret.
Shofwan, I., Ghanis, P., & Tristanti. (2019). Implementasi Pembelajaran Nonformal pada Sekolah
Dasar Quran Hanifah di Kota Semarang. JPPM: Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan
Masyarakat, 6 (1).
Sihombing, U. (2010). Profil PKBM di Indonesia Pada Masa Perintisan. Jakarta: PD. Mahkota.
Sudjana. (2004). Pendidikan Nonformal: Wawasan, Sejarah Perkembangan, Filsafat, Teori
Pendukung, dan Asas. Bandung: Falah Production.
Sulistyorini. (2009). Manajemen Pendidikan Islam; Konsep, Strategi dan Aplikasi. Yogyakarta:
Penerbit Teras.
Surakhmad, W. (2000). Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah dalam Rangka Pengembangan
Pendidikan Berbasis Masyarakat. Makalah disampaikan pada Raker Kepala Sekolah
SLTP-SLTA Negeri dan Swasta Se-Propinsi Jawa Tengah, Kanwil Depdiknas.
Zubaedi. (2005). Pendidikan Berbasis Masyarakat: Upaya Menawarkan: Upaya Menawarkan
Solusi terhadap Berbagai Problem Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai