Anda di halaman 1dari 4

Pada saat transisi menuju demokrasi, terdapat refleksi dari

komponen masyarakat seperti sangat antusias, tidak setuju, dan


mendukung penuh demokrasi dengan tetap memahami realitas yang ada
(kondisi masyarakat). Mempersatukan ketiga refleksi tersebut kedalam
satu bahasan memang terdengar mudah. Karena demokrasi adalah sistem
pemerintahan yang relatif mengedepankan kebebasan. Seperti yang
dikemukakan oleh Abraham Lincoln Government of the people, by the
people, and for the people. Namun kata kebebasan itu sendiri memiliki
penjabaran yang tidak habis disuratkan dalam satu dua alinea saja.

Demokrasi mempunyai prinsip-prinsip yang secara general sudah


kita ketahui dan penerapannya sedang berlangsung hingga saat ini.
Adalah partai politik, pemilu, hak hak asasi manusia, hak pilih, pemisahan
kekuasaan, pemeritahan yang bersifat nasional, proses politik
berdasarkan etika dan norma, dan juga hak dan kedudukan yang sama.

Untuk mendapatkan kata demokrasi yang sebenarnya ialah


dengan membiasakan watak dan jiwa seperti memeahami perbeaan,
kemampuan komunikasi tentang berbagai perbedaan, kemampuan
memecahkan konflik sosial, kesadaraan hukum, tanggung jawab sebagai
citizen, berfikir kritis dan analitis, dan juga rasional tanpa meninggalkan
santun.

Menurut Robert Dahl, ciri utama demokrasi adalah keadilan


(equality) dan Kebebasan (freedom). Dalam artian setiap individu memiliki
hak hak yang sama didepan hukum dan memiliki kesempatan yang sama
untuk memeroleh kekuasaan. Lanjutnya, Dahl juga megemukakan norma
dan etika dalam kehidupan politik, seperti pemilihan yang periodik, hak
meyampaikan pendapat, kontrol kebijakan, hak dipilih dan memilih, hak
medapatkan informasi, pertaggungjawaban tugas negara, dan juga
kebebasan berpolitik.

Dalam peradaban yang modern seperti saat ini, ketika negara


disemua belahan dunia tidak sedikit yang menggunakan demokrasi
sebagai penggerak roda pemerintahan, dan juga masyarakat yang
beraneka ragam hidup dalam satu wilayah yang disebut negara. Semua
sedang berada dalam masa dimana proses menuju kata demokratis
sedang beranjak.

Terdapat tiga kata penting yang menggambarkan keberlangsungan


satu paragraf diatas. Adalah multikultural, pendidikan, dan demokrasi itu
sendiri. Kemudian ketiganya terangkum dalam dua bahasan yaitu
pendidikan demokrasi dan pendidikan multikultural.
Pendidikan Demokrasi

Pendidikan demokrasi merupakan suatu proses untuk


mengembangkan pegetahuan, kesadaran, sikap, ketrampilan, kemauan,
kemampuan peserta didik untuk perpartisipasi pada proses politik.
Sederhananya pendidikan demokrasi mencoba menerapkan sifat sifat
demokrasi didalam sebuah sekolah.

Seseorang akan merasa patuh pada peraturan jika ia ikut dalam


proses penyusunan peraturan tersebut. demokrasi memberikan ruang
untuk seseorang dapat masuk dan mengambil peran dalam penentuan
peraturan tersebut. Peran pendidikan demokasi adalah mengaplikasikan
definisi diatas kedalam dunia pendidikan.

Seperti yang telah dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles bahwa


kondisi sebuah negara tidak berbeda dengan kondisi didalam sekolah.
Artinya selaiknya demokrasi tidak dimulai dari masyarakat sipil melulu,
namun lebih awal yaitu dilingkungan sekolah.

Langkah pertama agar pendidikan yang demokratis dapat tercipta


adalah dengan menerapkan hal hal seperti

a. Mengagungkan kesetaraan dan keadilan.

b. Menghindari konsepsi mengenai suatu golongan berdasarkan


prasangka subjektif dan tidak tepat.

c. Mengembangkan kemampuan individu untuk menerima,


menghormati, dan bekerja sama dengan siapapun dalam perbedaan
(Kemampuan Kultural). Potensi ini akan didapatkan dengan cara
penguasaan pengetahuan, criitical thinking, lalu
mengembangkannya, dan berakhir dengan penerapan.

Pendidikan memiliki peran sentral dalam upaya pengembangan


demokrasi. Pendidikan yang mampu mengembangkan demokrasi adalah
pendidikan yang dalam kehidupannya memiliki roh dan spirit demokrasi
yang teraktualisasi dalam praktek sehari hari. Dengan kata lain
pendidikan yang mampu mengambangkan demokrasi adalah penddikan
yang memiliki kultur sekolah yang demokratis

sekolah perperan sebagai agent of social changes atau biasa yang


kita kenal dengan istilah mengubah nasib. Yaitu mobilitas sosial vertikal
dimana strata sosial yang bergerak keatas. Semakin besar cakupan
mobilitas sosial vertikal, semakin bersar pula cakupan perubahan sosial
yang terjadi. Pada masyarakat tradisional, mobilitas sosial vertikal rendah
seperti anak petani yang akan menjadi petani, anak buruh yang akan
menjadi buruh. Lain dengan masyarakat peralihan (transitional) yang
mobilitas sosial vertikal tinggi. Tidak sedikit anak sopir truk menjadi
direktur, anak TKI menjadi politisi, dan lainnya. Hal ini tidak lain karena
meluasnya partisipasi pendidikan.

Tidak hanya itu, sekolah dalam konteks pendidikan berlandaskan


pengembangan demokrasi, berperan merekatkan hubungan sosial.
Dengan begitu celah terjadinya sebuah konflik akan semakin susut. Yang
terakhir adalah mengembangkan pikiran yang belandaskan pada
rasionalitas, sehingga pengambilan keputusan yang nantinya diambil jauh
dari kata mleset.

Kemudian untuk merealisasikan pendidikan demokrasi diperlukanlah


struktur dengan beberapa aspek. Hal hal yang perlu dicatat dalam
penerapan demokrasi di sekolah adalah

a. Kurikulum dan pembelajaran denga substansi yang penting dan


bermakna

b. Bersifat teoretis tanpa mengenyahkan realitas sehingga sifat critical


thinking akan tercipta disetiap terdidik.

c. Kurikulum yang fleksibel danterbuka dengan maksud pembelajaraIn


yang optimal

d. Ekstra kurikuler bukan sekadar formalitas. Tujuan ekstrakurikuler


adalah memberikan kemampuan yang belum tercakup pada
kegiatan intra, seperti leadership, visioneritas, kemampuan
mengambil keputusan, rasa solidaritas, dan juga problem solving
yang tertanam sebagai kemampuan disetiap Individu.

e. Sinkronisasi apa yang ada disekolah dengan apa yang ada dalam
linkungan rumah

f. mempraktekkan apa yang ada dalam masyarakat kedalam


ligkungan sekolah

Pendidikan Multikultural

Nieto merumuskan pendidikan multikultural adalah Pendidikan yang


bertumpu pada keadilan sosial yang bersamaan dengan dedikasi tanpa
memandang latar belakang (ras, warna kulit, agama, suku) sehingga
setiap siswa mencapai perkembangan secara optimal.

Sebagai contoh untuk menjelaskan rumusan ini kita beranjak


sebentar ke Amerika Serikat dimasa pasca Perang Dunia ke-2. Ketika
perang dingin masih memanas dan kompetisi belum usai, Amerika
mencoba memberikan tanda-tanda kemenangannya. Adalah dikala Neil
Amstrong mendaratkan sepatu astronotnya ke muka bulan untuk yang
pertama kali. Tak lain yang menjadi penyebabnya adalah kebijakan
discovery and inquiry learning model, reformasi pendidikan oleh
pemerintah Amerika.

Kedua, kebijakan pendidikan multikultural yang perlahan


menghapus kebijakan terdahulu melting pot. melting pot adalah
kebijakan yang melumerkan kultur minoritas kepada kultur yang dominan
(man, white, christian, anglo saxon). Sehingga menimbilkan deskriminasi
terhadapa orang kulit putih, perempuan, dan sebagainya.

The point is ketika terdapat sebuah masalah kemanusiaan maupun


permasalahan lain, langkah yang dilakukan oleh Amerika adalah dengan
mencanangkan sebuah Pendidikan. Begitu juga dengan masyarakat
yang multikultur dan menemui sebuah kebuntuan, Pendidikan
Multikultural-lah jalan keluarnya.

Di Indonesia atau di negara negara yang multikulturalis lainnya,


pendidikan demokrasi tidak bisa beranjak dengan tidak melihat
pendidikan multikultural. Artinya keduanya adalah dua buah pelajaran
dalam satu kurikurum yang tidak dapat dipisahkan.

NAMA :Mahrus Dipo

NIM : 3312414074

PERIHAL : Review Buku Pendidikan Demokrasi pada Masyarakat


Multikultural

Karya Zamroni -

Anda mungkin juga menyukai