Anda di halaman 1dari 8

VALIDASI KIT RADIOIMMUNOASSAY AFLATOKSIN 81

Puji Widayati1, Agus Ariyanto\ Triningsih\ Veronika Yulianti Susilo\ Wening Lestari1

IPusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka - BATANSerpong

IAbstrak
VALIDASI KIT RADIOIMMUNOASSAY AFLATOKSIN 81• Aflatoksin merupakan senyawa mikotoksin
yang bersifat sangat toksik sehingga dapat menjadi penyebab terjadinya kanker pad a manusia.
Aflatoksin berpotensi karsinogenik, mutagenik, teratogenik, dan bersifat imunosupresif oleh karena
itu kandungan aflatoksin B1 dalam bahan dan prod uk pangan harus dibatasi. Salah satu teknik
penentuan kadar aflatoksin B1 adalah radioimmunoassay (RIA) yang didasarkan pada reaksi
immunologi antara antigen dan antibodi yang spesifik hanya untuk antigen tertentu saja, serta
menggunakan antigen yang ditandai zat radioaktif sebagai peru nut. Pusat Teknologi Radioisotop dan
Radiofarmaka BATAN telah berhasil mengembangkan kit RIA Aflatoksin B1 yang dapat digunakan
untuk penentuan kandungan Aflatoksin B1 dalam bahan dan produk pangan. Sebelum digunakan di
lapangan kit aflatoksin B1 harus divalidasi meliputi penentuan batas deteksi, kepekaan (sensitivitas),
ketelitian (presisi) dan parameter assay (Non Spesific Binding, NSB dan Maximum Binding, MB)
sehingga dapat digunakan untuk menentukan kadar aflatoksin B1• Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan batas deteksi, ketelitian intra assay dan inter assay serta parameter assay. Telah
dilakukan validasi kit RIA aflatoksin yang menghasilkan batas deteksi 0,35 ng/mL dengan ketelitian
intra assay memberikan koefisien variasi (%CV) QC 9,80% sedangkan ketelitian inter assay untuk QC
12,39%. Kit RIA aflatoksin B1 ini disimpulkan memberikan unjuk kerja yang baik karena
menghasilkan %NSB sebesar 6,6 dan B/T sebesar 47,18.

VALIDATION OF RADIOIMMUNOASSAY AFLATOKSIN 81 KIT. Aflatoxins are mycotoxins compounds


that are highly toxic and carcinogenic. Aflatoxins are potentially carcinogenic, mutagenic,
teratogenic, and immunosuppressive so that the content of aflatoxin B1 in food products should be
limited. One technique of determining the level of aflatoxin B1 is a radioimmunoassay (RIA) which is
based on immunological reactions between antigens and antibodies, and using radioactive
substances as a tracer. Center for Radioisotopes and Radiopharmaceuticals Technology (PTRR) has
successfully developed Aflatoxin B1 RIA kit that can be used to determine the aflatoxin B1 in food
products. Aflatoxin B1 RIA kit must be validated, which includes determining the limits of detection,
sensitivity, accuracy (precision) and assay parameters (Non Specific Binding, NSB and Maximum
Binding, MB) that can be used to determine the level of aflatoxin B1. This study aims to determine
the limit of detection, accuracy intra-assay and inter-assay and assay parameters. The Aflatoxin B1
RIA kit validation results in the detection limit of 0.35 ng / mL with coefficient of variation (% CV) QC
9.80%, while the inter-assay precision for QC 12.39%. RIA Kit Aflatoxin B1 is inferred provide good
performance because it produces 6.6% for NSB and 47.18 for B/T.

21
PENDAHULUAN jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda,
biasanya dilakukan dalam laboratorium-
Validasi metode analisis bertujuan laboratorium yang berbeda menggunakan
untuk memastikan dan mengkonfirmasi peralatan, pereaksi, pelarut dan analis yang
bahwa metode analisis tersebut sudah sesuai berbeda serta sampel yang dianalisa diduga
untuk peruntukannya. Validasi biasanya identik sama dari batch yang sama, tetapi
diperuntukkan untuk metode analisa yang dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang
baru dibuat dan dikembangkan, sedangkan sama dengan menggunakan peralatan,
untuk metode yang memang telah tersedia pereaksi dan analis yang berbeda (inter assay)
dan baku (misal: AOAC, ASTM dan lainnya) [1,2,3].
tidak perlu dilakukan validasi, hanya verifikasi.
Beberapa parameter analisis yang harus Selektifitas suatu metode adalah
dipertimbangkan dalam validasi metode kemampuannya yang hanya mengukur zat
analisis adalah accuracy (kepekaan), precision tertentu saja secara cermat dan seksama
(ketelitian), selektivitas (spesifisitas), linieritas, dengan adanya komponen lain yang mungkin
rentang, batas deteksi dan kekuatan ada dalam matriks sampel, dinyatakan sebagai
(robustness) [1,2,3]. derajat penyimpangan (degree of bias).
Selektivitas metode ditentukan dengan
Kepekaan adalah ukuran yang membandingkan hasil analisis sampel yang
menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis mengandung cemaran, hasil urai, senyawa
dengan kadar analit yang sebenarnya. sejenis, senyawa asing lainnya dengan analisis
Kepekaan dinyatakan sebagai persen sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi
perolehan kembali (recovery) analit yang [1,2,3].
ditambahkan. Kepekaan dapat ditentukan
melalui dua cara, yaitu metode simulasi Linieritas adalah kemampuan metode
(spiked-placebo recovery) atau metode analisis memberikan respon proporsional
penambahan baku (standard addition terhadap konsentrasi analit dalam sampel.
method) [1,2,3]. Rentang metode adalah pernyataan batas
rendah dan tertinggi analit yang sudah
Ketelitian adalah ukuran yang ditunjukkan dapat ditetapkan dengan
menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil kecermatan, keseksamaan dan linieritas yang
uji individual, diukur melalui penyebaran hasil dapat diterima. Batas deteksi adalah jumlah
individual dari rata-rata jika prosedur terkecil analit dalam sampel yang dapat
diterapkan secara berulang pada sampel- dideteksi yang masih memberikan respon
sampel yang diambil dari campuran yang signifikan dibandingkan dengan blangko
homogen. Ketelitian diukur sebagai [1,2,3].
simpangan baku atau simpangan relatif
(koefisient variasi). Ketelitian dapat Radioimmunoassay (RIA) merupakan
dinyatakan sebagai keterulangan salah satu teknik immunochemical assay yaitu
(repeatability) atau ketertiruan teknik pengukuran yang didasarkan pada
(reproducibility). Keterulangan adalah reaksi imunologi yang menggunakan
ketelitian metode jika dilakukan berulang kali radioisotop sebagai perunut. Teknik RIA dapat
oleh analis yang sama pada kondisi yang sama digunakan untuk mengukur kandungan
dan dalam interval waktu yang pendek (intra cemaran mikotoksin seperti aflatoksin B1
assay). Ketertiruan adalah ketelitian metode dalam bahan dan produk pangan [4].

22
Dalam rangka penyediaan bahan dan antibodi yang spesifik hanya untuk
pangan dan pakan ternak yang sehat dan antigen tertentu saja. Oleh sebab itu analit
tidak membahayakan kesehatan manusia yang akan dianalisa dengan teknik
Food and Drug Administration (FDA) telah pengukuran ini tidak memerlukan prosedur
menetapkan kadar aflatoksin yang pemisahan yang panjang dan rumit yang
diperbolehkan dalam makanan dan pakan memerlukan berbagai jenis pelarut organik
ternak. Misalnya kadar aflatoksin yang yang mahal dan dalam jumlah yang banyak
diperbolehkan dalam semua bahan makanan untuk mengekstraksi dan memurni analit.
kecuali susu adalah < 20 ng/g, sementara Sebagai konsekuensinya biaya analisa akan
untuk susu adalah < 0,5 ng/g. Demikian pula lebih murah dan waktu analisa akan jadi lebih
untuk pakan ternak selain jagung kadar cepat [5].
aflatoksin yang diperbolehkan adalah < 20
ng/g. Kandungan aflatoksin yang Validasi kit RIA AfB1 yang akan

diperbolehkan pada jagung sebagai pakan dilakukan meliputi batas deteksi ketelitian dan
ternak adalah antara 20-300 ng/g, tergantung parameter assay. Batas deteksi adalah jumlah
jenis dan tujuan penggunaan ternak [5]. terkecil analit dalam sampel yang dapat
diukur yang memberikan respon signifikan
Aflatoksin merupakan senyawa dibandingkan dengan blanko. Ketelitian
mikotoksin yang bersifat sangat toksik, adalah ukuran yang menunjukkan derajat
sehingga diperlukan monitoring kadar kesesuaian antara hasil uji individual, diukur
aflatoksin dalam bahan pangan atau pakan melalui penyebaran hasil individual dari rata-
ternak sehingga dapat mencegah rata jika prosedur diterapkan secara berulang
terkonsumsinya bahan pangan atau pakan pada sampel-sampel yang diambil dari
ternak yang terkontaminasi aflatoksin. Dalam campuran yang homogen. Pengujian
pencegahan kontaminasi aflatoksin yang parameter assay meliputi nilai blanko, nilai
lebih buruk maka dilakukan pemilihan bahan ikatan maksimum (Maximum Binding, MB)
pangan dan pakan yang utuh, menurunkan dan nilai serum kontrol. Nilai blanko atau
kandungan air sampai dengan <14%, dikenal dengan istilah persen ikatan tidak
menyimpan pada tempat yang kelembaban spesifik (% NSB)dan nilai ikatan maksimum (%
dan suhunya terkendali, menambahkan CO2 BIT) akan menentukan kurva standar yang
atau N2, pemanasan sampai dengan didapat. Parameter assay ditentukan dengan
pengunaan fungisida dan bahan kimia (2). Di melakukan pengujian sesuai protokol
Indonesia dengan iklim yang sangat pengujian meliputi nilai Non Specific Binding
mendukung tumbuhnya aspergillus yang (NSB), Maximum Binding (% BIT) dan daerah
mengakibatkan gangguan kesehatan yang kerja (rentang kerja). Persyaratan kit yang
buruk pada masyarakat yang baik adalah % CV di bawah 10 % untuk intra
mengkunsumsinya akan dibutuhkan assay dan % CV di bawah 15 % untuk inter
pemantauan dan penentuan kadar aflatoksin assay [4].
khususnya aflatoksin B1 pada bahan pangan
dan pakan [5]. Pusat Teknologi Radioisotop dan
Radiofarmaka (PTRR) BATAN telah berhasil
Penentuan kadar aflatoksin B1 (AfBd mengembangkan Kit RIA AfB1 yang dapat
dapat dilakukan menggunakan teknik digunakan untuk penentuan kandungan AfB1
radioimmunoassay (RIA) didasarkan pada dalam bahan dan produk pangan. Adapun
reaksi immunologi yaitu reaksi antara antigen tahapan proses pembuatan kit RIA Af B1

23
adalah pembuatan komponen kit [6], optimasi selama 3 jam pada suhu ruangan dengan
assay kit [8] dan validasi kit serta uji banding shaker kecepatan 400 rpm. Cairan dibuang
menggunakan kit komersil yang ada dan tabung CT dikeringkan kemudian
dipasaran. Tujuan dari kegiatan ini adalah radioaktivitas yang tertinggal di dalam tabung
untuk menjamin kehandalan kit RIA AfB1 yang diukur dengan alat pencacah Gamma selama
meliputi penentuan batas deteksi, ketelitian satu menit [8].
dan parameter assay sehingga kit tersebut
dapat digunakan untuk assay in-vitro dengan Batas Deteksi (Limit of Detection)

persen ikatan yang tinggi serta ikatan tidak


Batas deteksi suatu kit ditunjukkan
spesifik yang rendah, dengan demikian kit RIA
oleh konsentrasi minimum antigen yang tidak
AfB1 dapat digunakan untuk menganalisis AfB1
bertanda yang dapat dibedakan dari sampel
pada industri pengolahan bahan dan produk
makanan. yang tidak mengandung antigen. Perbedaan
ini berdasarkan batas deteksi (Confidence
TATA KERJA Limit) sama dengan ± 250 dari nilai rata-rata
standar 0 dengan 10 kali pengulangan.
Bahan yang digunakan dalam Protokol pengujian diatas digunakan untuk
penelitian ini di antaranya adalah larutan menetukan batas deteksi dengan
standar AfB1, tabung reaksi polistiren dasar menambahkan larutan standar AfB1 0 ng/ml
bintang bersalut monoklonal antibodi AfB1, pada tabung CT nomer urut selanjutnya
larutan monoklonal antibodi AfBl bertanda sebanyak 10 kali (17,18,19 .... 26). Kepekaan
1251 yang selanjutnya disebut larutan perunut, dihitung berdasarkan nilai ± 2 Standar Oeviasi
AfB1 dengan konsentrasi tertentu, dan (SO) dari rata-rata nilai larutan standar AfB1 0
aqudemin. Alat yang digunakan dalam (nol) dalam satuan konsentrasi (ng/ml).
penelitian ini di antaranya adalah pencacah
Penentuan Ketelitian
Gamma (600 Gammatec /I The Nucleus),
Gamma Management System OPC, berbagai
Ketelitian (precision) merupakan
ukuran pipet mikro beserta tipnya, pH meter
aspek metode yang memberikan informasi
(Fisher Accumet model 810), pengaduk
batas (limitasi) pengujian klinis yang relevan,
(Vortex), inkubator (Soft Incubator SL 1-6000),
yang menentukan derajat kepercayaan.
timbangan analitik (Mettler AE 160).
Ketelitian dinyatakan dalam persen coeficient
Protokol Pengujian variation (% CV) pengamatan pada
pengulangan pengujian pada sampel yang
Enam belas tabung reaksi polistiren sama, umumnya digunakan pengulangan
dasar bintang bersalut antibodi AfB1 (coated sampel AfB1 yang sudah diketahui
tube, CT) diberi nom or urut (1,2 3, dst). konsentrasinya. Protokol pengujian diatas
Sejumlah 200 III larutan AfB1 standar 0, 1, digunakan untuk menentukan ketelitian
2,5, 5, 10, 20, 40 dan 80 ng/ml ditambahkan dengan menambahkan sampel AfB1 yang
ke masing-masing tabung CT secara sudah diketahui konsentrasinya (12,98 ng/ml)
berurutan. Sejumlah 300 III larutan peru nut pada tabung CT urutan berikutnya (17, 18).
Na1251 dengan aktivitas ::: 30.000 cpm Pengujian dilakukan minimal 6 (enam) kali
ditambahkan ke masing-masing tabung CT, pengulangan [1] untuk penentuan ketelitian
larutan perunut 1251 dan standar AfB1 yang intra assay dan inter assay. Ketelitian
berada didalam tabung CT dihomogenkan ditentukan oleh persen koefisien variasi (%
dengan alat vortex kemudian diinkubasi CV)yang dihasilkan dari analisis.

24
Rumus perhitungan % CV dengan rumus Rumus perhitungan % BIT dengan rumus
sebagai berikut: sebagai berikut:

~cv --x
SL>
x
1 OO~ (1)
Cacahan fasa terikat-BG

Oimana : % BIT =_m m m m_m X 100% (3)


% CV : Coeficient Variation Cacahan total-BG

SO : Standar Oeviasi
X : X rata-rata HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, validasi kit


Penentuan Parameter Assay
Aflatoksin Bl dilakukan dengan menentukan
batas deteksi, penentuan ketelitian yang
Parameter assay ditentukan dengan
melakukan pengujian sesuai protokol meliputi ketelitian intra assay dan inter assay
serta parameter assay. Kit Aflatoksin Bl
pengujian meliputi nilai Non Specific Binding
mempunyai batas deteksi Xrerata±2S0
(NSB), Maximum Binding (% B/T) dan daerah
sebesar 0,35±0,23 seperti terlihat pada Tabel
kerja (rentang kerja).
1. Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah
Rumus perhitungan NSB dengan rumus
terkecil analit dalam sampel yang dapat
sebagai berikut:
diukur dan memberikan respon signifikan

Cacahan NSB-BG dibandingkan dengan blanko adalah

% NSB= mmmn_m_mm_nn __X 100% (2) 0,35±0,23 ng/mL.


Cacahan Total - BG

Tabell. Penentuan batas deteksi

== 0,117 SO Konsentrasi
0,234
0,396
0,552
0,355= 0,355±0,234
0,458
0,375
0,428
0,358
0,131
0,39
0,232 AfB1 (ng/mL)
Pengulangan(n=10)
Nilai 4.
10.
6.
7.
8.
9.
2.
5.
3. Xrerata±
1. 2S0Xrerata

25
Pengujian ketelitian kit RIA AfB1 intra dikerjakan pada kondisi yang berbeda, pad a
assay dilakukan dengan 9 kali pengulangan laboratorium berbeda menggunakan
dengan satu orang operator. Nilai % CV hasil peralatan, pereaksi, pelarut dan analis yang
pengujian ini adalah 9,80% yang berbeda serta sampel yang dianalisa dari
menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil batch yang sama, tetapi dapat juga dilakukan
uji individual secara berulang pada sampel dalam laboratorium yang sama dengan
campuran yang homogen, dengan kondisi menggunakan peralatan, pereaksi dan ana lis
yang sama dan dalam interval waktu yang yang berbeda seperti. Oari kedua pengujian
pendek, dapat dilihat pada Tabel 2. Pengujian ketelitian intra assay dan inter assay tersebut
ketelitian inter assay dilakukan 9 kali kit RIA AfB1 memenuhi persyaratan kit yang
pengulangan dengan 9 orang operator. Nilai % baik yaitu % CV <10% untuk intra assay
CV hasil pengujian adalah 12,39% terlihat sedangkan % CV <15% untuk inter assay [4].
pada Tabel 3 yang berarti pengujian

Tabel 2. Hasil Perhitungan konsentrasi AfBl untuk intra assay

= 9,802
=3,505
Pengulangan(n=9) SOKonsentrasi
38,456
37,631
37,812
30,835
40,027
38,705
32,138
34,723
31,52 AfB1 ( ng/mL)
5.
7.
9.
6.
3. Nilai 1.
2.
4.
8. %CV Xrerata =35,761

Tabel 3. Hasil Perhitungan konsentrasi AfB1 untuk inter assay

= 12,39
pengulangan 11,18
15,97
16,53
13,68
14,52
12,28
15,13
12,06
13,57
SD = 1,72
Konsentrasi AfB1 (ng/mL)
5.
3.
2.
4.
6.
7.
8.
9. Nilai(n=9) %CV
X rerata1.= 13,88

26
Kurva Standar Aflatoksin B1
50
45
40
35
I-
....
30
'" 25
'* 20 -+-5eriesl
15
-- Log. {Seriesl)
10
5
o
10 100

konsentrasi slandar ng/mL

Gambar 1. Kurva kalibrasi standar AfB1

Parameter assay ditentukan dengan penyediaan radioisotop Na125J sebagai bahan


melakukan pengujian sesuai protokol utama pembuatan perunut Aflatoksin B1, staf
pengujian meliputi nilai Non Specific Binding bidang Radiofarmaka PT Kacang Garuda yang
(NSB), Maximum Binding (%B/T) dengan hasil telah menyediakan sampel yang sudah
pengujian parameter assay berturut-turut diketahui kadar Aflatoksin B-1 dan tim KPTP
didapatkan nilai NSB 6,6% dan nilai %B(r yang memberi masukan sehingga penelitian
47,18% nilai ini memenu hi persyaratan kit berjalan sesuai yang direncanakan.
yang baik [4] sehingga kit ini dapat digunakan
untuk menentukan kadar aflatoksin B1 pada DAFTAR PUSTAKA

bahan pangan dan produk pangan dengan


kurva standar aflatoksin pada Gambar 1. 1. Harmita, Petunjuk Validasi Metoda dan
Cara Perhitungan, Majalah J/mu Kefarmasian,
KESIMPULAN Volume I (3) 2004, pp. 117-130.

Validasi kit RIA AfB1 yang diproduksi 2. Biddlecombe RA, Brian L, Validation of an
secara lokal di PTRR ini mempunyai batas immunoassay, in Immunoassay A Practical
deteksi 0,35 ng/mL dengan ketelitian intra Guide, Taylor&Francis, 1798, pp. 179-198.
assay yang memberikan koefisien variasi
(%CV) 9,802 sedangkan ketelitian inter assay 3. Huber L., "Validation and Qualification in
12.39 serta mempunyai parameter assay Analytical Laboratories", Second Edition,
dengan %NSB dan %B(r berturut-turut 6,6% 1948, pp. 125-154.
dan 47,18% Dengan demikian kit RIA AfB1
4. Rediatning W., IQC dan EQAs dalam RIA,
hasil penelitian ini telah memenuhi
Diklat Opereator RIA PRR-BATAN Serpong,
persyaratan kit yang baik, sehingga dapat
Pusat Pendidikan dan Latihan, 1993
digunakan untuk menentukan kadar aflatoksin
Bl pada bahan pangan dan produk pangan.
5. Rediatning W., Sukiyati Dj,
UCAPAN TERIMA KASIH Immunoraiometricassay (IRMA) Dalam
Deteksi Dan pemantauan Kanker, Jurnal
Penulis mengucapkan terimakasih Radioisotop dan Radiofarmaka, Volume 3,
kepada staf bidang Radioisotop dalam Nomor 1,2000, pp. 55-70.

27
6. Agus A., Puji W., Wening L., Vulianti 5., Radioimmunoassay Afltoksin B1 , Prosiding
et.al., Preparasi Kit Radioimmunoassay Seminar Penelitian dan Pengelolaan
Aflatoksin B1 Untuk Pengukuran Kandungan Perangkat Nuklir, Pusat Sains dan Teknologi
Aflatoksin B1 Pada Bahan Pangan dan Produk Akselerator, Vogyakarta, ISSN:1410-8178,
Pangan, Prosiding Seminar Nasional buku II, 2014, pp. 379-384.
Universitas Negeri Yogyakarta, ISBN:978-602-
9. Susilo V.V, Ariyanto A., Lestari W., et.al.,
14548-0-0, 2013, pp, 379-385.
Penyiapan dan Karakterisasi Konjugat
Aflatoksin B1-O-(Karboksimetil)-Oksim dengan
7. Mondrida G., Triningsih, Sutari, et.al.,.
Metode Kromatografi dan Spektrometri,
Optimasi Pembuatan Perunut Aflatoksin B1'
Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014, F
Prosiding Pertemuan dan Presentasi IImiah
MIPA-UNY, Yogyakarta, ISBN:978-602-14548-
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses
1-7,2014, pp. 347-353.
Bahan, Vogyakarta, 2013

8. Sutari, Triningsih, Mondrida G., et.al.,


Optimasi Rancangan Assay Kit

28

Anda mungkin juga menyukai