Anda di halaman 1dari 25

KELEMPOK III

ANGGOTA:
1. AGUS LIDAR
2. NURAJI
3. NAZARIAH
4. NANDA IDUL FITRAH
5. NISFUA NABILLA

VALIDASI METODE ANALISIS (VMA)

Validasi metode analisis di laboratorium

Validasi metode analisis (VMA) adalah suatu tindakan penilaian terhadap


parameter tertentuberdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa
parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya,validasi merupakan
suatu proses evaluasi kecermatan dankeseksamaan yang dihasilkan oleh suatu
prosedur dengan nilai yang dapat diterima. Sebagaitambahan, validasi memastikan
bahwa suatu prosedur tertulis memiliki detail yang cukup jelas sehingga dapat
dilaksanakan oleh analis atau laboratorium yang berbeda dengan hasil yang
sebanding.

Validasi metode analisis (VMA) dilakukan dengan tujuan menjamin bahwa


metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan
dianalisis. Tujuan lain dari pelaksanaan Validasi Metode Analisa (VMA) adalah
untuk menunjukkan bahwa semua metode tetap yang digunakan sesuai dengan tujuan
penggunaannya dan selalu memberikan hasil yang dapat dipercaya. Dalam validasi
metode analisis yang dilakukan validasi adalah prosedur tetap atau SOP (standar
Operationa Procedure) nya. Misalnya, “Validasi Metode Analisa Penetapan Kadar
Zat Aktif Atorvastatin dalam Tablet Lipitor® dengan Metode Spektrofotometri
HPLC”, maka yang divalidasi atau diuji validitasnya adalah Prosedur Tetap
“Penetapan Kadar Zat Aktif Atorvastatin dalam Tablet Lipitor® dengan Metode
HPLC (High Performance Liquid Chromatography”.

Jadi untuk melakukan validasi metode analisis maka syarat pertama adalah
prosedur tetap metode analisisnya sudah ada terlebih dahulu. Prosedur tetap ini dibuat
oleh bagian QC (Quality Control) atau bagian pengembangan metode analisis RnD
(Research and Development). Metode ini dibuat dengan :

 Diadopsi dari kompendial resmi seperti Farmakope Indonesia, USP (United


States Pharmacopeia), EP (European Pharmacopeia), JP (Japan
Pharmacopeia) atau farmakope lain
 Metode analisis yang didapatkan dari pengembangan sendiri
 Modifikasi metode analisis yang sudah ada.

Validasi metode analisis dilakukan idealnya pada semua metode analisis yang
digunakan untuk pemeriksaan. Metode analisis ini diaplikasikan baik pada metode
analisis untuk produk jadi, bahan baku dan produk antara. Metode analisis ini juga
diaplikasikan pada pemeriksaan mikrobiologi.

Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa


parameter-parameter kerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis,
karenanya suatu metode harus divalidasi ketika :
1. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu.
2. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau
karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku tersebut
harus direvisi.
a. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah
seiring dengan berjalannya waktu.
b. Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh analis
yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda.
c. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode, seperti antara metode
baru dan metode baku.  

Terdapat parameter-parameter dalam validasi metode analisis (VMA) baik dari versi
USP (united States Pharmacopeia) dan ICH (International Conference on
Harmonization), berikut perbedaanya:

No Parameter USP ICH

1 Presisi / Precision ✓ ✓

2 Akurasi / Accuration ✓ ✓

3 Batas Deteksi / Limit Of Detection ✓ ✓

4 Batas Kuantifikasi / Limit Of Quantification ✓ ✓

5 Spesifitas / Specifity ✓ ✓

6 Linearitas dan Kisaran / Linearity and range ✓ –

7 Linearitas / Linearity – ✓

8 Kekasaran / Ruggedness ✓ –

9 Ketahanan / Robustness ✓ ✓

10 Kesesuaian sistem / System suitability – ✓


Parameter-parameter Validasi Metode Analisis
Dapat dilihat pada tabel diatas pada ICH tidak ada parameter validasi metode
analisis kekasaran (rudgedness) . Sedangkan pada USP tidak ada parameter validasi
metode analisis kesesuaian sistem.

Parameter-parameter validasi metode analisis (VMA) adalah parameter uji


yaitu:

1. Akurasi / Accuracy

Akurasi atau ketepatan merupakan kemampuan suatu metode analisa untuk


memperoleh nilai yang sebenarnya (ketepatan pengukuran). Akurasi merupakan
ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang
diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. Akurasi merupakan
tingkat keyakinan hasil pengujian dengan hasil sebenarnya. Akurasi harus dilakukan
pada range spesifik pada prosedur pengujian.

Akurasi diukur dengan melakukan “spiking” dari matriks sampel dengan konsentrasi
analit standar dan menganalisis sampel menggunakan metode yang divalidasi. Pada
prosedur dan dilakukan perhitungan akurasi (% recovery juga) akan bervariasi dari
satu matriks ke matriks lainnya. Untuk mendokumentasikan akurasi, ICH
merekomendasikan pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3
konsentrasi yang berbeda (misal 3 konsentrasi dengan 3 kali replikasi). Data harus
dilaporkan sebagai persentase perolehan kembali. Akurasi dinyatakan sebagai
presentase (%) perolehan kembali (recovery). Ketepatan metode analisis dihitung dari
bersarnya rata-rata kadar yang diperoleh dari serangkaian pengukuran dibandingakn
dengan kadar sebenarnya.

Terdapat lima metode dalam penentuan akurasi dari metode analisis yaitu:
 Menggunakan metode analisis untuk penentuan kadar analit dalam bahan
baku aktif yang telah diketahui kadar kemurniannya
 Bahan baku aktif atau cemaran dalam jumlah yang diketahui. Jumlah
diketahui ditambahkan dalam plasebo. Cara ini untuk penerapan kadar baku
aktif/cemaran dalam produk obat
 Verifikasi akutas metode dapat dilakukan dengan penambahan standar adisi
dalam jumlah tertentu pada produk obat yang telah diketahui kadarnya. Ini
dilakukan bila plasebo tidak dapat diperoleh.
 Menambahkan cemran dalam jumlah tertentu yang telah diketahui ke dalam
produk obat. Metode analis ini digunakan untuk penerapan kadar cemaran
dalam bahan baku aktif dan produk obat
 Membandingkan dua metode analisis untuk mengetahui ekivalensinya. Ini
dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh dari metode
analisis yang divalidasi terhadapa hasil yang diperoleh dari metode analis
yang valid. Metode analisis ini digunakan untuk penetapan kadar bahan baku
aktif dalam bahan baku aktif, produk obat dan penetapan kadar cemaran.

2. Presisi /Precision

Presisi atau ketelitian merupakan kemampuan suatu metode analisis


menunjukkan kedekatan suatu seri pengukuran yang diperoleh dari sampel yang
homogen. Presisi adalah ukuran keterulangan metode analisis. Nilainya ditunjukkan
dengan simpangan baku relatif (Relative Standar Deviation) atau RSD dari sejumlah
sampel yang berbeda signigikan secara statistik. Presisia diukur dengan injeksi seri
standar atau menganalisis seri sampel dari mutiple sampling dari lot yang homogen,
Dari beberapa sampel tersebut akan didapatkan rata-rata dan dihitung nilai RSD-nya.

%rsd atau CV= SD/Mean×100%


Presisi dapat dihitung menggunakan persamaan Horwitz. Persentase hasil
RSD untk presisi berdasarkan persamaan Horwitz. Persamaan ini merupakan
hubungan eksponensial antara RSD lab (RSDR) dan konsentrasi (C).

Terdapat tiga kategori dalam pengujian nilai presisi, yaitu:

 Keterulangan, nilai ini ditentukan dengan menggunakan minimum 9


penentuan dalam rentang penggunaan metode analisis (misalnya 3
konsentrasi/3 replikasi)
 Presisi antara, merupakan perbedaam antar analis dengan sumbern reagen dan
hari yang berbeda
 Reprodusibilitas, didapatkan dengan menggunakan beberapa laboratorium
untuk validasi metode analisis. Ini dilakukan dengan tujuan mengetahui
lingkungan yang berbeda terhadap kinerja metode analisis.

Pengujian presisi pada saat awal validasi metode seringkali hanya


menggunakan 2 parameter yang pertama, yaitu keterulangan dan presisi antara.
Reprodusibilitas biasanya dilakukan ketika akan melakukan uji banding antar
laboratorium.

Persyaratan RSD sebagai berikut ini:

No Tipe Metode Analisis Persyaratan RSD (misal)

1. Prosedu Penetapan Kadar Bahan Aktif Obat tidak lebih dari 2%

Metode analisis untuk penetapan kadar impuritas: tidak lebih dari 2%


2. Batas impuritas : 1-10% tidak lebih dari 10%
0,01% (1ppm) tidak lebih dari 20%
3. Spesifisitas

Spesifisitas atau selektifitas adalah kemampuan metode analisi untuk


mengukur secara akurat suatu analit dengan keberadaan pengganggu yang berada
dalam matriks sampel. Pengganggu merupakan komponen-komponen lain dalam
matriks semisal ketidakmurnian, produk degradasi dan komponen dalam matriks
sendiri. Spesifisitas ditunjukkan dengan adanya perbedaan nyata antara resolusi
antara dua puncak yang berdampingan dan kemurnian tiap puncak dalam
kromatogram. Untuk instrument HPLC adalah Rs:1,2-1,5. Untuk instrument
spektofotometer UV/VIS adalah jarak antara dua puncak yang berdampingan dengan
resolution factor (Rf) > 2,5.

Dalam ICH dibagi spesifitas menjadi 2 kategori yaitu uji identifikasi dan uji
kemurnian. Uji identifikasi ditunjukkan dengan kemampuan metode analisis
membedakan antar senyawa yang mempunyai stuktur molekul yang mirip. Uji
kemurnian ditunjukkan oleh adanya daya pisah 2 senyawa yang berdekatan (dalam
kromatografi). Senyawa-senyawa tersebut merupakan komponen utama atau
komponen aktif suatu pengotor. Jika dalam suatu uji terdapat pengorot maka metode
uji seharusnya tidak terpengaruh.

4. Batas Deteksi / Limit Of Detection (LOD)

Batas deteksi adalah kuantitas terkecil dari analit yang dapat dideteksi dan
tidak perlu sampai ditentukan nilainya secara kuantitatif. Pendekatan instrumental
dan non instrumental dapat digunakan, seperti :

 Evaluasivisual
Evaluasi ini digunakan untuk metode analisis non instumental, tapi dapat juga
untuk metode analisis instumental. Batas deteksi ditentukan dengan
melakukan analisis terhadap sampel yang diketahui konsentrasinya dan
menetapkan kadar terendah yang dapat dideteksi dengan baik.
 Singan to noise ratio, rasio signal dengan noise
Pendekatan ini diterapkan pada metode analisi yang memberikan baseline
noise. Penentuan signal to noise dilakukan dengan membandingkan
pengukuran signal sampel yang diketahui mengandung analit dalam
konsentrasi rendah dan blanko, kemudian dapat ditetapkan konsentrasi
minimum analit yang dapat dideteksi dengan baik. Rasio signal to noise sama
dengan 3 atau 2 : 1 umumnya dianggap dapat diterima untuk memperkirakan
batas deteksi.
 Standar Deviasi dari respon terhadap slope (tingkat kemiringan)
 Standar Deviasi dari blanko
Mengukur beberapa respon dari larutan blanko dan hitung simpangan baku
dari respon.
 Kurva kalibrasi
Kurva kalibrasi dibuat dengan contoh yang mempunyai rentang di sekitar
batas deteksi. Residu simpangan baku (residual standard deviation) atau
simpangan baku dari y-intercepts dari garis regresi adalah σ (simpangan baku)

LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas
atau di bawah nilai tertentu. Rasio noise dengan signal untuk LOD harus 1 banding 3.

5. Batas Kuantifikasi (Limit Of Quantitation) / LOQ

Batas kuantifikasi adalah konsentrasi terendah dimana instument dapat


mendeteksi dan mengkuantifikasi. Batas kuantifikasi merupakan jumlah konsentrasi
analit paling kecil yang masih dapat diukur dengan akurat (tepat) dan presisi (teliti)
yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. Perbandingan
noise terhadap signal adalah 1 : 10. Pendekatan LOQ adalah prosedur instrumental
dan non instrumental yang didasarkan pada:
 Evaluasi visual
Ini digunakan untuk metode analisis non instumental, akan tetapi juga dapat
digunkan untuk metode analisis instumental. Batas Kuantifikasi ditentukan
dengan melakukan analisis terhadap sampel yang diketahui konsentrasinya
dan menetapkan kadar terendah analit yanf dapat ditentukan secara kuantitatif
dengan akurasi dan preseisi yang dapat diterima

 Signal to noise ratio, perbandingan noise dengan signal


Pendekatan ini hanya dapat digunakan pada metode analisis yang memberikan
baseline noise. Penentuan rasio signal terhadap noise dilakukan dengan
membandingkan signal yang diukur dari sampel yang mempunyai konsentrasi
analit yang rendah dan blankonya, kemudian ditentukan konsentrasi terendah
analit yang dapat ditetapkan secara kuantitatif dengan baik, umumnya pada
rasio signal terhadap noise 10:1.
 Standar Deviasi dari respon dengan slope (kemiringan)

 Standar Deviasi dari blanko


Mengukur beberapa respon dari larutan blanko dan hirung simpangan baku
dari respon.

 Kurva Kalibrasi
Kurva kalibrasi dibuat dengan contoh yang mempunyai rentang di sekitar
batas deteksi. Residu simpangan baku (residual standard deviation) atau
simpangan baku dari y-intercepts dari garis regresi.

 Evaluasi visual
Ini digunakan untuk metode analisis non instumental, akan tetapi juga dapat
digunkan untuk metode analisis instumental. Batas Kuantifikasi ditentukan
dengan melakukan analisis terhadap sampel yang diketahui konsentrasinya
dan menetapkan kadar terendah analit yanf dapat ditentukan secara kuantitatif
dengan akurasi dan preseisi yang dapat diterima

6. Kisaran (Range)

Kisaran adalah konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode
analisis menunjukkan akurasi, presisi dan linearitas yang mencukupi. Kisaran
konsentrasi yang diuji tergantung pada jenis metodenya. Kisaran diukur
menggunakan baku dengan kisaran 25. 50, 75, 100, 125 dan 150% dari konsentrasi
analit yang diharapkan. Kisaran konsentrasi adalah kisaran dimana linearitas
dilakukan.

7. Kekasaran (Ruggedness)

Kekasaran merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh dibawah


kondisi yang bermacam-macam. Ini ditunjukkan sebagai % RSD. Kondisi-kondisi ini
meliputi laboratorium, analisis, alat, reagen, dan waktu percobaan yang berbeda.

8. Ketahanan (Robustness) /Ketegaran

Ketahanan merupakan kapsitas suatu metode analisi untuk tidak terpengaruh


oleh variasi-variasi kecil dalam parameter metode analisis. Contoh variasi-variasi
kecil dalam pengujian dengan HPLC antara lain : pH fase gerak, suhu, tekanan,
stabilitas, konsentrasi buffer, flow rate, suhu kolom dan lain-lain. Dalam metode
analisis ada tahap-tahap kritis dimana bila tidak dikerjakan secara hati-hati akan
menimbulkan kesalahan yang besar. Dilakukan dengan memvariasikan kondisi
analisis sedemikian rupa dan mengukur pengaruhnya terhadap presisi dan akurasi
yang dicapai. Parameter ini bertujuan untuk membantu dalam mengantisipasi dan
mengeliminasi sumber kesalahan yang mungkin terjadi. Parameter ini juga
mendemonstrasikan bahwa metode stabil terhadap perubahan kondisi metode yang
kecil. Untuk uji robustness tidak perlu menghitung akurasi dan presisi dikarenakan
akurasi dan presisi utuk perbandingan kedua metode sudah ditentukan dengan
menggunakan uji beda nyata yakni uji f dan uji t. Dimana hasil uji F digunakan untuk
presisi dan hasil uji T digunakan untuk akurasi. Hasil perhitungan kedua uji tersebut
kemudian akan dibandingkan dengan tabel masing-masing. Dimana hasil yang
diharapkan adalah F data T hitung < dari pada F atau T tabel, hal ini menunjukkan
bahwa akurasi dan presisi dari kedua metode tersebut tidak berbeda nyata.

9. Kesesuaian Sistem
Seorang analis harus memastikan bahwa sistem pengujian yang dilakukan
setiap haru memberikan data yang dapat diterima. Dalam USP parameter-
parameternya untuk mennetukan kesesuaian sistem antara lain:

 Jumlah lempeng teori (N)


 Tailing factor
 Kapasitas
 Nilai RSD tinggi puncak
 Luas puncak dari serangkaian injeksi

Elemen-elemen Data yang dibutuhkan untuk Uji Validasi


Baik USP maupun ICH keduanya menerangkan bahwa tidak selamanya parameter
untuk mengevaluasi validasi metode perlu diuji. 
USP membagi metode-metode analisis ke dalam kategori yang terpisah, yaitu :

1.Penentuan kuantitatif komponen-komponen utama atau bahan aktif.


2.Penentuan pengotor (impurities) atau produk-produk hasil degradasi.
3.Penentuankarakteristik-karakteristikkinerja
4.Pengujian identifikasi
Untuk mengetahui elemen-elemen data yang dibutuhkan untuk uji validasi metode
menurut USP dapat dilihat pada tabel berikut :

ELEMEN-ELEMEN VALIDASI METODE


PengiujanKategori1

Metode analisis untuk menentukan eksipien dan atau bahan aktif obat dan
pengawet dalam produk jadi.

Pengujian Kategori 2

Metode analisis untuk menetukan impurities/pengotor atau degradasi


komponen dalam produk jadi. Metode ini termasuk penentuan kadar dan tes batas,
titrimetri dan tes bakteri endotoksin.

Pengujian Kategori 3

Metode analisis untuk menentukan performa karakteristik misalnya tes


sterilitas, disolusi dan rilis obat pada produk farmasi.

Untuk pengujian kategori 1, evaluasi nilai LOD dan LOQ tidak begitu penting
karena komponen utama atau bahan aktif pada umumnya berada dalam jumlah yang
besar. Pengujian kategori 2 dapat dibagi lagi menjadi 2 sub kategori, yaitu analisis
kuantitatif dan uji batas. Jika yang diharapkan adalah informasi kuantitatifnya maka
parameter LOD tidak begitu penting, tetapi parameter yang lain dibutuhkan. Keadaan
yang berlawanan berlaku untuk uji batas, karena informasi kuantitatifnya tidak
dibutuhkan, maka pengukuran LOD, spesifisitas, dan kekasaran sudah mencukupi.
Karakteristik validasi menurut ICH dan jenis prosedur analisisnya dapat dilihat pada
tabel berikut :

Validasi Metode Analisa

Dalam melakukan validasi metode analisa diperlukan perangkat untuk melakukannya,


yaitu:

 Sample uji
sampel ini diuji untuk memberikan presisi dan interferensi yang dihitung setiap
kali dilakukan pengujian. Hasil pengujian akan menghasilkan penyimpangan dari
hasil presisi sampel yang diuji secara rutin. Sampel rutin yang digunakan adalah
sampel yang biasa digunakan dalam pengujian

 Spking Material
Spiking material digunakan untuk melihat working range suatu sampel yang
memiliki konsentrasi dibawah limit deteksi dari instument. Ini tidak harus
dilakukan pada semua metode, hanya metode tertentu yang memang di dalamnya
mengharuskan untuk adanya spiking material. Spiking dilakukan jika kadar dalam
sampel dibawah limit deteksinya.
 Incured Material
Incured material adalah penggunaan sampel yang tidak mengandung analit.

 Standar
Standar atau CRM (Certified Reference Material) digunakan berdasarkan
kebutuhan.

 Blanko
Blanko digunakan untuk menjadi kontrol chart dalam pengujian. Blanko ada 2
yaitu blako sampel dan blanko reagen. Blanko sampel adalah sampel murni tanpa
danya analit. Blanko sampel dibuat dengan cara dilakukan pengenceran sebanyak-
banyaknya hingga analit hilang. Blanko reagen adalah blanko yang didalamnya
hanya ada pereaksi dilakukan dalam pengujian tersebut.

 Statistika
Ilmu statistika digunakan untuk menghitung dan menetapkan parameter
keberterimaan. Statistika dasar yang dihitung adalah rata-rata, RSD, % RSD, uji T
dan Uji F.

Revalidasi Metode Analisa

Metode analisis harus dipelihara sehingga selalu dalam keadaan tervalidasi selama
digunakan rutin dalam pengujian. Revalidasi metode analisis dari sebuah prosedur
pengujian dilakukan bila terdapat perubahan-perubahan antara lain:

 Perubahan pada fase gerak

 Perubahan pada kolom HPLC

 Perubahan suhu pada kolom HPLC

 Perubahan konsentrasi/komposisi dari sampel dan standar

 Perubahan detektor (misalnya berubah dari detektor UV-Visibel menjadi detektor


fluorimetri atau perubahan rentang gelombang)
Periode revalidasi metode analisis harus ditentukan dengan ilmiah atau bisa juga
dengan kajian risiko mutu. Revalidasi dilakukan untuk memastikan performa
karakteristik penting seperti spesifitas, presisi, akurasi dan yang lain-lain tetap
memenuhi syarat. Tingkat dari revalidasi tergnatung dari sejauh apa perubahan
tersebut.

Perpektif Silus Hidup untuk Prosedur Analisis

Setelah prosedur analisis termasuk metode kompendial telah berhasil divalidasi dan
dimplementasikan maka prosedur harus mengikuti siklus hidup dari produk. Trend
analisis kinerja dari metode analisis secara periodik dan kontinus harus dievaluasi
untuk melihat perlunya dioptimasi. Selama siklus hidup dari produk, informasi baru
dan kajian risiko mutu harus dilakukan.

Transfer Metode Analisa

Metode analisis pengujian dibuat oleh bagian RnD kemudian dilakukan transfer
metode analisis ke bagian Laboratorium QC di industri farmasi. Selama transfer
metode analisis, dokumen dan bukti harus terdokumentasi dengan baik. Bukti harus
menujukkan performa metode analisis tidak berbeda antar lab RnD dan lab QC.
Secara umum, ini dibutikan dengan membandingkan hasil pengujian yang didapat
oleh analis di lab RnD dengan analis pada lab QC dimana metode ini ditransfer.
Kedua hasil pengujian di Rnd vs Lab QC harus dibandingkan dengan metode statistik
dimana hasilnya harus berada pada range yang telah ditentukan. Semua kegiatan dan
bukti transfer metode dituangkan dalam protokol dan laporan transfer metode
analisis.
Mengenal Sistem Tata Udara HVAC (Heating Ventilanting Air Conditioning) di
Pabrik Farmasi

Industri farmasi dituntut untuk menghasilkan obat yang berkualitas, aman, dan


memiliki efek yang sesuai. Sehingga dalam proses pemuatan harus dikendalikan
dengan udara yang ada dalam ruangan. Oleh sebab itu hal ini dapat memberikan
kenyamanan, keseragaman kerja, serta keamanan dalam semua proses. Pengendalian
udara diperlukan untuk memenuhi kondusi ruangan yang dipersyaratkan oleh CPOB.
Dalam peraturan POPP jilid 1 disebutkan  bahwa udara di ruangan pengolahan yaitu
area dengan kondisi lingkungan spesifik yang ditetapkan, dikendalikan dan dipantau
untuk mencegah kontaminasi silang (dalam fasilitas produk multi produk) atau
degradasi ke lingkungan ruangan, serta ruang kunci alat dan ruang penyimpnan
bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk yang disirkulasi balik, akan
dilewatkan susunan sistem terdiri dari filter  EN 889 G4 + F8 + HEPA Filter EN
1822.
Sistem tata udara adalah sistem penanganan tata udara yang
disyaratkan CPOB pada saat pabrik melakukan aktivitas. Persyaratan tersebut
meliputi, kualitas, udara, suhu, kelembapan, dan pergantian udara/jam. Sistem tata
udara untuk keperluan industri dibagi menjadi dua golongan yaitu untuk memberikan
kenyamanan lingkungan kerja dan mengendalikan suhu, kelembapan dari udara yang
dipergunakan dalam proses produksi, penyimpanan, dan lingkungan kerja dari mesin.
Di industri Farmasi biasanya menggunakan sistem tata udara Air Handling
Unit (AHU) dengan sistem HVAC. Sistem pengaturan tata udara menggunakan AHU
dengan Air Condition (AC) sentral. AHU merupakan cerminan CPOB dan
merupakan salah satu sarana penunjang kritis yang membedakan antara industri
farmasi dengan industri lainnya. Penyebutan sistem disini disebabkan oleh AHU,
yang terdiri dari beberapa mesin/alat yang masing- masing memiliki fungsi berbeda,
serta terintegrasi sedemikian rupa, sehingga membentuk  suatu sistem  tata udara 
yang dapat  mengontrol  suhu,   kelembapan, tekanan udara, tingkat kebersihan, pola
aliran udara, serta jumlah pergantian udara di ruang produksi sesuai dengan
persyaratan ruangan yang telah ditentukan.
PERSYARATAN UKURAN PARTIKEL DI RUANG PEMBUATAN OBAT
SISTEM TATA UDARA UNTUK KELAS KEBERSIHAN

Sistem pengaturan udara (AHU) merupakan unit terpenting yang beroperasi untuk
menghasilkan udara udara bersih ke ruanga produksi, dimana temperatur RH, jumlah
partikel, jumlah mikroba, pola aliran  udara,  dan perputaran udara dapat terkontrol
dengan baik. AHU dilengkapi dengan baik. AHU dilengkapi dengan filter yang
digabungkan dengan AC. Khusus untuk ruang steril digabungkan dengan HEPA
filter. Dalam AHU diperhatikan tentang:

 Jumlah volume udara


Adalah selisih volume udara yang dicapai dari fresh air, blower, dengan volume
udara yang dihisap oleh dash collector dan balancing fan. Frekuensi pertukaran udara
sangat mempengaruhi kebersihan udara diruang
 Perbedaan tekanan udara
Untuk aliran udara harus ada perbedaan tekanan antara ruang koridor dan
ruang produksi. Sistem HVAC memiliki hubungan dengan proses untuk mengatur
kondisi udara di dalam bangunan. Prinsip kerja HVAC adalah dengan  memindahkan
udara ke daerah-daerah yang diinginkan, baik dalam ruangan, suhu, kelembapan,
ventilasi, maupun dalam kemurnian udara. Hal ini tergantung dalam lokasi geografis 
dan  konstruksi  bangunan,  serta  berbagai  jenis  iklim  interior  sistem kontrol yamg
membahntu dan memastikan bahwa ruang interior dapat dipertahankan pada tingkat
yang nyaman. Sebuah sistem HVAC dioperasikan dengan benar untuk menemukan
keseimbangan. Sistem HVAC mengendalikan tentang:

1. Jumlah partikel di udara lingkungan


2. Jumlah mikroba di udara lingkungan dan di permukaan objek
3. Jumlah pergantian udara
4. Pola aliran udara
5. Perbedaan tekanan udara
6. Suhu
7. Kelembapan

Gambar Komponen HVAC secara horizontal :


 Evaporator

Alat untuk mengontrol suhu (temperatur) dan kelembapan (RH)  udara yang
akan didistribusikan ke ruang produksi dimaksudkan agar dapat menghasilkan output
udara sesuai spesifikasi ruangan yang telah ditetapkan. Proses udara yang dilakukan
dengan cara mengalirkan udara yang berasal dari campuran udara baluk dan udara
luar melalui kisi-kisi evaporator yang bersuhu rendah. Proses tersebut menyebabkan
terjadinya kontak antar udara dan permukaan kisi evaporator yang akan menghasilkan
udara dengan suhu yang lebih rendah, proses ini juga akan menyebabkan jalur yang
berada dalam uap air yang terdapat dalam udara ikut berpindah ke kisi evaporator
sehingga uap air akan mengalami kondensasi menyebabkan udara yang keluar dari
evaporator, berkurang.

 Kipas Udara (Blower)

Blower merupakan bagian dari AHU yang berfungsi untuk menggerakkan


udara disepanjang sistem distribusi udara yang terhubung dengannya.  Blower yang
digunakan dalam AHU merupakan blower radial yang memiliki kisi-kisi penggerak
udara yang terhubung dengan motor penggerak. Motor tersebut berfungsi mengubah
energi menjadi energi gerak.

 Filter

Filter untuk kontrol jumlah partikel dan mikro organisme yang dapat
mengkontaminasi udara yang masuk ke ruangan produksi. Bagian filter terbagi
menjadi 3, yaitu :

 Pre filter (efisiensi penyaringan: 35%)


pre filter merupakan filter yang bersentuhan langsung dengan udara luar.
Perawatan dilakukan dengan penggantian seminggu sekali melalui cek visual.
 Medium Filter (efisiensi penyaringan: 95%)
Medium filter merupakan filter kedua setelah prefilter, yang ditujukan
menyaring udara sebelum masuk HEPA filter. Cek kondisi filter dilakukan dengan
alat Magnetih selama 2-3 tahun sekali. Alat ini mengukur Different Pressure (DP) 
yang dihasilkan dimana DP yang disyaratkan adalah sebesar 100-150 Pa, maka jika
nilai DO di luar range tersebut dilakukan penggantian filter atau filter dapat
dibersihkan jika kondisinya masih bagus.

 HEPA Filter (efisiensi penyaringan: 99,997 %)


HEPA filter merupakan final filter dimana udara akan langsung masuk ke dalam
ruangan produksi. HEPA filter terdiri dari elemen saringan di dalamnya. Apabila
saringan tersebut sudah penuh debu atau buntu, maka DP akan menurun, sirkulasi
udara akan tidak lancar, hambatan pengaliran udaranya semakin besar sehingga
kemampuan penyaringannya akan berkurang dan dapat menyebabkan kontaminasi
silang. Untuk  HEPA filter menggunakan magnehelic dimana  DP  yang  diijinkan
untuk HEPA filter adalah 350-500 Pa. Apabila DP diluar range tersebut maka HEPA
pada AHU filter harus diganti dan umumnya dilakukan selama 5 tahun sekali.

 Saluran udara (Ducting)

Bagian dari AHU yang berfungasi saluran tertutup tempat mengalirnya udara
yang menghubungkan blower dan ruang produksi terdiri dari saluran udara yang
masuk (Ducting Supply) dan saluran udara yang keluar dari ruang produksi (Ducting
Return) yang masuk kembali ke AHU

 Lubang Hisap/ Pengeluaran Udara/Grill

Tujuan penggunaan grill adalah sebagai pintu hisap atau keluar udara, untuk
pengendalian jumlah aliran udara serta memperkecil tingkat kebisingan akibat aliran
udara.
 Refrigerant Unit (AC)
AC merupakan peralatan yang dipakai untuk mengendalikan temperatur udara
ruang dan kelembapan udara ruang. Dalam AC terdapat bagian chilling, yang
merupakan alat untuk mendinginkan udara sebelum masuk ke dalam ruang produksi.
Chilling dapat menurunkan suhu sekaligus kelembapan dari udara dengan bantuan
heater.

 Dust Collector

Setiap ruangan produksi dilengkapi dengan dust collector unit sehingga sistem
sirkulasi udara dapat menyaring partikel, terutama debu dalam ruangan selalu
dipertahankan steril dari konaminasi yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu
produk.

 Dumper

Dumper merupakan bagian dari ducting, yang mengatur jumlah  udara yang
dipindahkan ke dalam ruang produksi.

Sistem HVAC yang biasa diterapkan adalah sistem udara full fresh air dan sistem
resirkulasi. Pada dasarnya ada 3 kategori untuk sistem tata udara, yakni sistem
udara full fresh air, sistem resirkulasi, dan sistem ekstraksi.
Gambar Alur sistem Sistem full fresh air

Sistem ini menyuplai udara luar yang sudah diolah hingga memenuhi persyaratan
kondisi suatu ruangan. Kemudian diekstrak dan dibuang ke atmosfer. Sistem ini
digunakan pada fasilitas yang menangani produk/pelarut beracun untuk mencegah
udara tercemar disirkulasikan kembali.

SISTEM RESIRKULASI

Gambar Alur sistem resirkulasi

Sistem resirkulasi harus tidak menyebabkan resiko kontaminasi atau kontaminasi


silang (termasuk uap dan bahan yang mudah menguap). Kemungkinan penggunaan
udara resirkulasi  ini  dapat diterima, bergantung  pada jenis kontaminan udara pada
sistem udara balik. Hal ini diterima bila filter HEPA dipasang pada aliran udara
pasokan (atau aliran udara balik) untuk menghilangkan kontaminan sehingga
mencegah kontaminasi silang.
SISTEM EKSTRAKSI/EKSHAUST

Gambar. Alur Sistem ekstraksi/ekshaust

Titik tempat ekstraksi diletakkan sedekat mungkin dengan sumber keluarnya debu.
Dapat digunakan ventilasi setempat atau tudung penangkap debu yang sesuai. Contoh
aplikasi sistem adalah Area: ruangan, gloves boxes, atau lemari yang dilengkapi
dengan tudung buangan. Demikian pengenalan dan gambaran umum sistem tata udara
di pabrik farmasi.

Anda mungkin juga menyukai