Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

K USIA 6 TAHUN DENGAN


THALASEMIA

Disusun oleh :

Ajeung Nuraeni Rossadi

Dhemia Nurjanah

Esa Gemilang sakti

Lira Anggraila

Lulu Lusiana

Reni Anggraeni

Yegi Widiansyah

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

STIKes KARSA HUSADA GARUT

Tahun Ajaran 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami diberikan kemudahan dalam
menyelesaikan makalah ini.
Tiada gading yang tak retak. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang telah memberikan bantuan baik secara materi maupun moril atas
penyelesaian makalah ini. Makalah kami pun masih jauh dari sempurna. Oleh
sebab itu kami terbuka terhadap saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Harapan kami makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan pembaca. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Garut, Nopember 2018

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................i
DAFTAR ISI......................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................1
A. Latar Belakang.........................................1
B. Tujuan.................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................8
A.  Pengkajian..............................................................................................8
B.  Analisa Data............................................................................................9
C. Konsep Asuhan Keperawatan.............................................................11
BAB IV..........................................................15
BAB V PENUTUP...................................................25
A. Kesimpulan Dan Saran..................................25
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

2 Latar Belakang
Hematologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang mempelajari darah,
organ pembentuk darah dan jaringan limforetikuler serta kelainan-kelainan yang
timbul darinya. Thalassemia merupakan kelainan hematologi yang jarang
dijumpai baik di klinik maupun di lapangan. Thalassemia adalah sekelompok
penyakit atau keadaan herediter dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis
rantai polipeptida terganggu. Secara laboratorik, anemia dijabarkan sebagai
kelainan letak salah satu asam amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau
ditukar dengan jenis asam amino lain. Anemia dapat dilasifikasikan berdasarkan
defek genetik molekuler dan beratnya gejala klinis
Dalam skenario 2, dijelaskan bahwa ada seorang anak laki-laki 2 tahun
datang dengan keluhan lemas. Dari heteroanamnesis, sejak 6 bulan ini, anak
terlihat lemas, pucat, dan mudah capek, serta sering panas dan batuk pilek
(sebulan bisa 2 kali sakit). Sudah 2 kali mendapat obat tambah darah tapi tidak
membaik. Pasien adalah anak pertama, ibu pasien sedang hamil anak kedua(2
bulan). Pasien berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi kurang. Dalam
keluarga, salah satu sepupunya juga menderita penyakit yang sama dan sering
mendapat transfusi darah. Pada pemeriksaan fisik didapat keadaan umum : anak
tampak kurus (BB 10 kg, TB 75 cm), anemis, lemas. Tanda vital : frekuensi nadi
120 kali/menit, respirasi 24 kali/menit, suhu badan 38o C. Tonsil membesar dan
kemerahan, faring kemerahan.teraba splenomegali sebesar 1 shuffner dan
hepatomegali sebesar 2 jari di bawah arcus costarum. Pengetahuan khusus
mengenai thalassemia dan sintesis hemoglobin memberi wawasan mengenai dasar
hematologi dalam skenario ini. Oleh karena itu, dalam laporan ini penulis akan
membahas mengenai klasifikasi, etiologi, patogenesis, penatalaksanaan, dan hal-
hal yang berkaitan dengan thalassemia dengan menerapkan prinsip-prinsip ilmu
dasar hematologi yang relevan.

1
3 Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk mengetahui sintesis, fungsi, dan tahapan perkembangan
hemoglobin dalam tubuh.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis hemoglobin patologis.
3. Untuk mengetahui pengertian dari thalassemia, anemia hemolitik, dan
hemoglobinopathy.
4. Untuk mengetahui gejala klinis, patogenesis, dan patofisiologi dari
ketiganya.
5. Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosis sesuai dengan skenario 2
ini.
6. Untuk mengetahui jenis-jenis pemeriksaan penunjang yang relevan dengan
sekenario kali ini.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan prognosis pada penyakit yang
didiagnosis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang


diturunkan secara resesif (Mansjoer, 2000:397).
Thalasemia adalah sekelompok penyakit/kelainan herediter yang heterogen
disebabkan oleh adanya defek produksi hemoglobin normal, akibat kelainan
sintesis rantai globin dan biasanya disertai kelainan morfologi eritrosit dan indeks-
indeks eritrosit (Soeparman 1999).
Secara molekuler thalassemia dibedakan atas thalassemia α dan
thalassemia β. Namun berdasarkan gejala klinisnya, thalassemia terbagi menjadi
thalassemia minor, thalassemia mayor dan thalasemmia intermedia.
Macam-macam Thalasemia
1. Thalasemia beta.
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek
yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
A. Thalasemia beta mayor.
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat
dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama
kehidupan. Kedua orang tua merupakan pembawa “ciri”.
Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah
yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada
kranium, ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali.
B. Thalasemia Intermedia dan minor.
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan
splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb
bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia).
Thalasemia alpa 
              Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a.

3
2. Etiologi
Faktor genetik.
   Thalasemia bersifat primer dan sekunder:
 Primer: Berkurangnya sintesis Hb A dan Eritropoesis yang tidak efektif
disertai penghancuran sel-sel eritrosit intra medular.
 Skunder: Defisiensi asam solat, bertambahnya volume plasma intra
vaskular yang mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh
sistem retikulo endotellal.
3. Patogenesis/patofisiologi
Berkurangnya sitensis Hb dan eritropoesis yang telah efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intra medular. Juga bisa disebabkan karena
defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskuler yang
mengakibatkan hemodilusi dan distruksi eritrosit oleh sistem
retikuloendotelial dalam limpa hati.
Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen
sehingga produksi rantai alfa/beta hemoglobin berkurang.
Terjadinya hemosidrosis merupakan hasil kombinasi antara transufi
berulang peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak
efektif, anemiakronis, serta proses hemolisis. (Mansjoer:2000:497)
Akibat penurunan pembentukan hemoglobin sel darah merah menjadi
mikrosistik dan hipokronik.
Pada keadaan normal disintesis hemoglobin A yang terdiri dari 2 rantai
alfa dan 2 rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh
hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2 rantai
alfa dan 2 rantai sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2% pada keadaan
normal. Hemoglobin F setelah lahirnya feotus senantiasa menurun dan pada
usia 6 bulan mencapai kadar seperti orang dewasa yaitu tidak lebih dari 4%.
Pada keadaan normal, hemoglobin F terdiri dari 2 ranti alfa dan 2 rantai gama.
   Pada Thalasemia satu atau lebih dari satu rantai globin kurang
diproduksi sehingga terdapat pembentukan hemoglobin normal orang dewasa
(Hb A). Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada

4
dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan
eritrosit memberikan gambaran anemia hipokrok mikrosfer.
   Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan
kadar Hb menurun sedangkan Hb A2 atau Hb F tidak terganggu karena tidak
mengandung rantai beta dan berproduksi lebih banyak dari keadaan normal,
mungkin sebagai kompensasi.
   Eritropoesis sangat giat, baik didalam sumsum tulang maupun
ekstramedular hati dan limpa. Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam
sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif) dan masa hidup eritrosit
mendadak serta didapat pula tanda-tanda anemia hemolitik ringan. Walaupun
eritropoesis sangat giat. Hal ini tidak mampu mendewasakan eritrosit secara
efektif mungkin karena adanya presipitasi didalam eritrosit.
   Defek gen-gen yang bersangkutan dalam produksi rantai globin
berbeda-beda dan kombinasi defek juga munkin. Maka dari itu ada fariasi
yang luas penyakit heterogen ini dan penggolongannya tidak semudah konsep
homozigot atau heterozigot. (Soeparman: 1999)
4. Manifestasi Klinik
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala
awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun
pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada
setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang
masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare,
kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat
infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi
perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka
mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan
korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis.
Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan
perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit,
koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi

5
terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah
mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul
pensitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan
gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati
(sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan
pericardium (perikerditis).
5. Penatalaksanaan
a. Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl.
Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan.
b. Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan.
Desferiprone merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun
manfaatnya lebih rendah dari desferal dan memberikan bahaya fibrosis
hati.
c. Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada tanda –
tanda hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau karena
sangat besarnya limpa.
d. Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.
6. Komplikasi
       Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi
pembawa sifat. Sedangkan pada thalasemia mayor, tidak dapat membentuk
hemoglobin yang cukup sehingga harus mendapatkan tranfusi darah seumur
hidup. Ironisnya, transfusi darah pun bukan tanpa risiko. "Risikonya terjadi
pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima, misalnya, penyakit
Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi transfusi juga bisa membuat
penderita menggigil dan panas.
Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah seumur hidup,
maka anak bisa menderita kelebihan zat besi karena transfusi yang terus
menerus tadi. Akibatnya, terjadi deposit zat besi. "Karena jumlahnya yang
berlebih, maka zat besi ini akhirnya ditempatkan di mana-mana." Misalnya, di
kulit yang mengakibatkan kulit penderita menjadi hitam. Deposit zat besi juga

6
bisa merembet ke jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder,
sehingga terjadi gangguan fungsi organ. Misalnya, tak bisa menstruasi pada
anak perempuan karena ovariumnya terganggu. Jika mengenai kelenjar ginjal,
maka anak akan menderita diabetes atau kencing manis. Tumpukan zat besi
juga bisa terjadi di lever yang bisa mengakibatkan kematian. "Jadi, ironisnya,
penderita diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga.
7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
      Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik,
anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak
sel normoblas). Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat
serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol.
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%,
kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45%
pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS. Kadar bilirubin
dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena
kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis. Penyelidikan sintesis
alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata
ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.
b. Pemeriksaan radiologis
      Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang labor,
korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-
on-end” yang disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam tulang
korteks.

7
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.  Pengkajian
1. Identitas Pasien
            Nama pasien anak K lahir di Garut 10 november 2018, umur 6
tahun, agama Islam, alamat kp. Lembur pqnjang Rt/Rw 02.01 Kecamatan
Pangatikan Kabupaten Garut. Nomor RM 104283 dengan diagnosa medis
Thalasemia, masuk pada tanggal 10 november 2018
            Sebagai penanggung jawab pasien adalah Ayahnya yang bernama 
Tn. A dengan pendidikan terakhir SMA, pekerjaan wiraswasta agama
islam. Alamat Kp. Lembur panjang Rt/Rw 02/01 Kecamatan. Pangatikan
Kabupaten. Garut
2. Riwayat Keperawatan
            Pasien datang ke Poli anak RSUD Garut pada tanggal 10 november
2018, dengan keluhan lemas dan terlihat pucat. Pasien pernah mempunyai
riwayat transfusi dengan penyakit yang sama 1 tahun yang lalu di Jogja.
Pada saat dikaji tanggal 10 november 2018 pasien terlihat lemas dan pucat,
kapileri refiil 3 detik, konjungtiva anemis, ekstrensitas dingin, pasien
sudah ditransfusi PRC 1 Kolf (200 mL) pada tanggal 11 november 2018
pukul 17.00 WIB. Tanda-tanda vital N = 106 kali/menit, R = 20
kali/menit, Suhu = 35,60C. Gigi pasien terlihat kotor, mukosa bibir kering,
rambut tak rapi. Ekstremitas atas terpasang infus NaCl 12 tmp, pasien
mendapatkan terapi oral paracetamol sirup ¼ sendok kalau perlu. Berat
badan 13 kg, golongan darah B, Hb = 5 g/dl, Tinggi badan 95 cm.
            Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara, Ayah pasien
merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara dan ibu pasien merupakan anak ke
2 dari 2 bersaudara. Pasien diasuh oleh orang tuanya. Dalam keluarga
tersebut tidak mempunyai riwayat penyakit menurun atau menular.
            Berikut pasien tinggal 1 rumah dengan kedua orang tuanya dan
satu orang kakak perempuannya.

8
3. Pengkajian Fokus
   Pada tanggal 11 november 2018, pada Pola Aktivitas dan pola
latihan sebelum sakit pasien biasa bermain masak-masakan dengan orang
tuanya dan teman-temannya, bisa mandi sendiri. Pada saat dikaji pasien
terlihat lemas, ekstremitas kanan atas terpasang infus NaCl 12 tpm, pasien
baru diseka tadi pagi tetapi belum gosok gigi.
   Pada pengkajian pola kognitif persepsi ditemukan data orang tua
pasien sering bertanya tentang proses penyakit anaknya dan kondisinya
saat ini. Pada pengkajian koping pada toleransi stress ditemukan data anak
takut saat didekati oleh perawat, anak k nangis dan digendong orang
tuanya.

B.     Analisa Data
N MASALAH
DATA ETIOLOGI
O KEPERAWATAN
1 DO Faktor genetik Mk : perubahan perfusi b.d
 Penurunan Thalasemia bersifat primer dan sekunder: penurunan komponen seluler
Penurunan badan di  Primer: Berkurangnya sintesis Hb A yang diperlukan untuk
bawah normal. danEritropoesisyang tidak efektif peniriman oksigen ke sel
 Penurunan toleransi disertai penghancuran sel-sel Mk : Intoleransi aktivitas b.d
untuk eritrositintra medular ketidakseimbangan antara
aktivitas,kelemahan  SEkunder: Defisiensi asam solat, kebutuhan dan suplai O2
dan kehilangan bertambahnya volume plasma intra Mk : resiko infeksi b.d
tanus otot vaskular yang pertahanan sekunder tidak
mengakibatkanhemodilusi dan adekuat : penurunan Hb,
destruksi eritrosit oleh sistem retikulo penurunan granulosit
endotellal
 

9
  Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen ke sel
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai
O2 resiko infeksi b.d pertahanan sekunder tidak adekuat : penurunan Hb,
penurunan granulosit

10
4 Konsep Asuhan Keperawatan
Diagnosa Rencana Keperawatan
No
Keperawatan Tujuan & Kritera Rencana Intervensi Rasional
1 Perubahan perfusi Setelah tindakan 1. Awas tanda-tanda 1. Memberikan informasi
jaringan berhubungan keperawatan selama 3x24 vital, kaji pengisian tentang
dengan penurunan jam perfusi jaringan baik kapiler, warna derajat/keadekuatan
komponen seluler yang Kriteria hasil : kulit/membran perfusi jaringan dan
diperlukan untuk 1. Tidak terjadi palpitasi mukosa, dasar kuku membantu menentukan
pengiriman oksigen ke sel 2. Kulit tidak pucat 2. Tinggikan kepala kebutuhan intervensi
3. Membranmukosa lembab tempat tidur sesuai 2. Meningkatkan ekspansi
4. Keluaran urine adekuat toleransi (kontra paru dan memaksimalkan
5. Tidak terjadi indikasi pada pasien oksigenisasi untuk
mual/muntah dan distensi dengan hipotensi kebutuhan seluler.Catatan
abdomen 3. Sedikit keluhan nyeri : kontra indikasi bila ada
6. Tidak terjadi perubahan dada hipotensi
tekanan darah 4. Kaji respon verbal 3. Perubahan dapat
7. Orientasi klien baik melambat,mudah menimbulkan
terangsang,agitasi penunjukkan peningkatan
gangguan memori, sel sabit/penurunan
bingung sirkulasi dengan
5. Catat keluhan rasa keterlibatan organ lebih
dingin, pertahankan lanjut.
suhu lingkungan dan 4. Dapat mengindikasikan
tubuh hangat sesuai gangguan fungsi serebral
6. Kolaborasi karena hipoksia/defisiensi
pemeriksaan vit B12
laboratorium Hb, 5. Vasokonstriksi
Hmt, AGD menurunkan sirkulasi
7. Kolaborasi dalam perifir. Kenyamanan

11
pemberian transfuse. pasien/kebutuhan rasa
8. Awasi ketat untuk hangat harus seimbang
terjadinya komplikasi dengan kebutuhan  untuk
transfuse. menghindari panas
berlebihan pencetus
vasokontriksi.
6. Mengindentifikasi
defisiensi dan kebutuhan
pengobatan/respon
terhadap terapi.
7. Meningkatkan jumlah sel
pembawa oksigen:
memerbaiki defisiensi
untuk menurunkan resiko
pendarahan.
2 Introleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kemampuan 1. Mempengarui pilihan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 pasien untuk intervensi/bantuan
ketidak seimbangan antara jam toleransi terhadap melakukan aktivitas, 2. Member informasi
suplai oksigen dan aktivitas meningkat. catat kelelahan dan tentang
kebutuhan KrIteria hasil: kesulitan dalam derajat/keadekuatan
Menunjukan penurunan beraktivitas berfusi jaringan dan
tanda fisiologi intoleransi, 2. Awasi tanda-tanda membantu menentukan
misalnya nadi, pernafasan, vital selama dan kebutuhan intervensi
dan tekanan darah masih sesudah beraktivitas 3. Manifestasi
dalam rentang normal pasien. 3. Catat respon terhadap kardiopulmonal dari
tingkat aktivitas. upaya jantung dan paru
4. Berikan lingkungan untuk membawa jumlah
yang tenang oksugen adekuat ke
5. Pertahankan tirah jaringan

12
baring jika di 4. Meningkatkan istirahat
indikasikan untuk menurunkan
6. Ubah posisi pasien kebutuhan oksigen tubuh
dengan perlahan dan dan menurunkan
pantau terhadap regangan jantung dan
pusing. paru
7. Prioritaskan jadwal 5. Untuk mencegah
asuhan keperawatan komplikasi lebih lanjut
untuk meningkatkan dan istirahat cukup
istirahat 6. Hipotensi postural atau
8. Pilih priode istirahat hipoksia serebral dapat
dengan priode menyebabkan pusing,
aktivitas berdenyut dan resiko
9. Beri bantuan dalam cedera
beraktivitas bila 7. Mempertahankan tingkat
diperlukan energi dan meningkatkan
10.Rencanakan regangan pada sistem
kemajuan aktivitas jantung dan paru
dengan pasien, 8. Membantu bila perlu,
tingkatkan aktivitas harga diri ditingkatkan
sesuai toleransi bila pasien melakukan
11.Gunakan teknik sesuatu sendiri
penghematan energy 9. Meningkatkan secara
misalnya mandi bertahap tingkat aktivitas
dengan duduk sampai normal dan
memperbaiki tonus
otot/stamina tanpa
kelemahan

13
3 Resiko infeksi Seteah dilakukan asuhan 1. Pertahanan teknik 1. Menurunkan resiko
berhubungan dengan keperawatan selama 524 jam septic antiseptic pada kolonisasi/infeksi
pertahanan sekunder tidak tidak  terjadi infeksi. prosedur perawatan 2. Meningkatkan ventilasi
adekuat : penurunan Hb, Kreteria hasil: 2. Dorong perubahan semua segmen paru dan
leokopenia atau 1. Tidak ada teman ambulasi yang sering membantu memobilitas
penurunan granolosit 2. Tidak ada drainage 3. Tingkatkan masukan sekresi untuk mencegah
purulen atau erotema cairan yang adekuat peneumonia
3. Ada peningkatan 4. Pantau dan batasi 3. Membantu dalam
penyembuhan luka pengunjung pencernaan secret
5. Pantau tanda-tanda pernapasan untuk
vital mempermudah
6. Kolaborasi dalam pengeluaran dan
pemberian antiseptic mencegah stasis cairan
dan antipiretik tubuh.
4. Membatasi pemajanan
(pada bakteri)
5. Adanya proses
infeksi/inflamasi
membutuhkan
evaluasi/pengobatan.
6. Mungkin digunakan
secara propilatip untuk
menurunkan kolonisasi
atau untuk pengobatan
proses infeksi local.

14
BAB IV

A. Pengertian dan Tujuan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit (KPRS)


Menurut The national patient safety (2003), keselamatan pasien
adalah proses yang dijalankan oleh organisasi yang bertujuan membuat
layanan kepada pasien menjadi lebih aman. Proses tersebut mencakup
pengkajian risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien,
pelaporan dan analisa insiden, dan kemampuan belajar dari suatu
kejadian, menindaklanjuti suatu kejadian, dan menerapkan solusi
untuk meminimalkan risiko berulangnya kejadian serupa.
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) adalah suatu sistem
dimana RS membuat asuhan pasien lebih aman.(KKP-RS PERSI 2005).
Sedangkan menurut penjelasan UU 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 43
yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah
proses dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang
lebih aman.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/KKP-RS (2008)
mendefinisikan bahwa keselamatan (safety) adalah bebas dari bahaya
atau risiko (hazard). Keselamatan pasien (Patientsafety) adalah
pasien bebas dari harm/cedera yang tidak seharusnya terjadi atau
bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik,
sosial, psikologi, cacat, kematian dan lain-lain), terkait dengan
pelayanan kesehatan.
Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit adalah
agar terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit,
meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat, menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah

15
sakit dan terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak
terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan (Depkes RI,2008)

B. Sasaran KPRS
1. SASARAN I    :  KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN
Standar SKP I Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/
meningkatkan ketelitian identifikasi pasien
Elemen Penilaian Sasaran I :
 Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
 Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk
darah.
 Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis.
 Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan/prosedur.
2. SASARAN II   :  PENINGKATAN KOMUNIKASI EFEKTIF
Standar SKP II Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk
meningkatkan efektifitas komunikasi antar para pemberi pelayanan
Elemen Penilaian Sasaran II :
 Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
 Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dibacakan secara lengkap oleh penerima perintah.
 Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah
atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan.

16
 Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi
keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.

3. SASARAN III  :  PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU


DIWASPADAI (HIGH ALERT)
Standar SKP III Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert)
Elemen Penilaian Sasaran III :
 Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan agar memuat proses
identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label dan penyimpanan
elektrolit konsentrat.
 Implementasi kebijakan dan prosedur.
 Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
4. SASARAN IV  : KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR,
TEPAT-PASIEN OPERASI
Standar SKP IV Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
memastikan tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien.
Elemen Penilaian Sasaran IV :
 Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam proses
penandaan.
 Rumah sakit menggunakan suatu cheklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat pre operasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-
pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat
dan fungsional.

17
 Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur sebelum
"incisi/time out" tepat sebelum dimulainya suatu prosedur tindakan
pembedahan.
 Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung suatu proses
yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-
pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar
kamar operasi.
5. SASARAN V   : PENGURANGAN RESIKO INFEKSI TERKAIT
PELAYANAN KESEHATAN
Standar SKP V Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
mengurangi resiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. 
Elemen Penilaian SasaranV :
 Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand
hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (a.l
dari WHO Guidelines on Patient Safety.
 Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
 Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan resiko dari infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.
6. SASARAN VI  : PENGURANGAN RESIKO PASIEN JATUH
Standar SKP VI Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
mengurangi resiko pasien dari cidera karena jatuh.
Elemen Penilaian Sasaran VI :
 Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap
resiko jatuh dan melakukan asesmen ulang bila pasien diindikasikan
terjadi perubahan kondisi atau pengobatan dan lain-lain.
 Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka
yang pada hasil asesmen dianggap beresiko jatuh.

18
 Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan, pengurangan
cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.
 Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan berkelanjutan resiko pasien cedera akibat jatuh di rumah
sakit.

Peningkatan keamanan obat


Bila obat – obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien manajemen
harus berperan secar kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat – obatan yang
perlu diwaspadai (High Alert Medications) adalah obat yang sering menyebabkan
terjadi kesalahan - kesalahan serius (Sentinel Event), obat yang berisiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverseoutcome) seperti obat – obat
yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat, Rupa, dan Ucapan Mirip/
NORUM, atau Look AlikeSoundAlike/LASA). Obat – obatan yang sering disebutkan
dalam isu keselamatan pasienadalah pemberian elektrolit konsentrat. Secara tidak
sengaja (misalnya, kalium klorida 2 meq/ ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat,
natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat sama dengan 50% atau
lebih pekat).
Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan
baik diunit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih
dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling
efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan
meningkatkan proses pengelolaan obat – obat yang perlu diwaspadai termasuk
memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah
sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/ atau prosedur untuk
membuat daftar obat – obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada
dirumah sakit. Kebijakan dan/ atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja
yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di Instalasi Gawat Darurat atau
kamar operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit yang benar dan

19
bagaimana penyimpanannya di area tersebut sehingga membatasi akses, untuk
mencegah pemberian yang tidak sengaja/ kurang hati – hati

Tindakan KPRS Pasien THALASEMIA


Pengobatan tergantung pada jenis dan tingkat keparahan thalassemia yang
diderita masing-masing pasien. Pasien dengan alpha atau beta thalassemia trait
menunjukkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama sekali. Pasien ini
mungkin hanya memerlukan sedikit atau tanpa pengobatan.
Untuk kasus thalassemia berat maupun ringan, dokter menganjurkan tiga jenis
pengobatan standar, yaitu transfusi darah, terapi khelasi zat besi (iron chelation
therapy), dan suplemen asam folat. Pengobatan jenis lain yang telah dikembangkan
atau masih dalam proses pengujian lebih jarang digunakan.
Pengobatan standar untuk thalassemia
Transfusi darah
Transfusi sel darah merah adalah pengobatan utama untuk orang yang memiliki
thalassemia sedang atau berat. Perawatan ini dapat meningkatkan jumlah sel darah
merah yang sehat dengan hemoglobin yang normal.
Selama transfusi darah, jarum digunakan untuk menyisipkan intravena (IV) ke
salah satu pembuluh darah, hingga darah yang sehat masuk ke dalam tubuh. Prosedur
biasanya memakan waktu 1-4 jam.
Sel darah merah hanya bertahan sekitar 120 hari. Oleh karena itu, Anda mungkin
perlu menjalani transfusi berulang untuk menjaga pasokan sel darah merah sehat.
Bagi penderita penyakit hemoglobin H atau beta thalassemia intermedia, Anda
mungkin perlu transfusi darah pada kondisi tertentu, misalnya ketika terserang infeksi
atau penyakit lainnya, atau ketika Anda terserang anemia parah yang menyebabkan
kelelahan.

20
Bagi penderita beta thalassemia mayor (anemia Cooley), Anda mungkin akan
membutuhkan transfusi darah secara teratur (setiap 2-4 minggu sekali). Transfusi ini
akan membantu Anda mempertahankan tingkat normal hemoglobin dan sel darah
merah.
Transfusi darah dapat membantu Anda merasa lebih baik, menikmati aktivitas
sehari-hari, dan hidup normal. Walaupun sangat berguna bagi keselamatan jiwa,
perawatan ini tergolong mahal dan membawa risiko penularan infeksi dan virus
(seperti hepatitis). Namun, risiko penularan infeksi dan virus sangat rendah di
Amerika Serikat karena sudah melalui skrining darah yang ketat.
Iron chelation therapy
Hemoglobin dalam sel darah merah merupakan protein yang kaya zat besi.
Melalui tranfusi secara teratur, zat besi dalam darah akan menumpuk pada organ-
organ tertentu, seperti hati, jantung, dan organ tubuh lain. Kondisi ini disebut
kelebihan zat besi atau iron overload.
Untuk mencegah kerusakan ini, dokter menggunakan terapi khelasi zat besi
untuk membuang kelebihan zat besi dari tubuh. Dua obat utama yang digunakan
dalam terapi khelasi besi adalah:
Deferoxamine adalah obat cair yang diberikan perlahan-lahan di bawah kulit,
biasanya melalui pompa portabel kecil yang digunakan semalaman. Terapi ini
membutuhkan waktu dan sedikit menyakitkan. Efek samping obat ini adalah
gangguan penglihatan dan pendengaran.
Deferasirox adalah pil yang diminum 1 kali sehari. Efek samping obat ini adalah
sakit kepala, mual (perut tidak nyaman), muntah, diare, nyeri sendi, dan kelelahan.
Suplemen asam folat
Asam folat merupakan vitamin B yang membantu membangun sel-sel darah
merah yang sehat. Dokter mungkin merekomendasikan suplemen asam folat di
samping pengobatan transfusi darah dan/atau terapi khelasi zat besi.
Perawatan lain

21
Berikut ini akan dipaparkan perawatan lain untuk thalassemia yang telah
dikembangkan atau sedang melalui tahap pengujian diuji (tetapi lebih jarang
dilakukan).
Blood and marrow stem cell transplant
Transplantasi darah dan sel induk sumsum dilakukan untuk mengganti sel-sel
induk yang rusak dengan yang sehat dari pendonor. Sel induk adalah sel-sel di dalam
sumsum tulang yang berperan dalam produksi sel-sel darah merah dan jenis-jenis sel
darah lainnya.
Transplantasi sel induk merupakan satu-satunya pengobatan yang dapat
menyembuhkan thalassemia. Tetapi hanya sedikit pasien thalassemia berat yang
mampu menemukan donor yang cocok.
Pengobatan di masa mendatang
Para peneliti terus mengembangkan pengobatan baru untuk thalassemia.
Mungkin di masa yang akan datang, ada terapi untuk menyisipkan gen hemoglobin
normal menjadi sel induk dalam sumsum tulang. Terapi ini memungkinkan tubuh
pasien thalassemia membuat sel-sel darah merah dan hemoglobin sendiri.
Para peneliti juga sedang mempelajari cara-cara untuk merangsang kemampuan
seseorang untuk membuat hemoglobin janin setelah lahir. Jenis hemoglobin ini
ditemukan pada janin dan bayi yang baru lahir. Setelah lahir, tubuh beralih untuk
membuat hemoglobin dewasa. Membuat lebih banyak hemoglobin janin mungkin
dapat menutupi kurangnya hemoglobin dewasa yang sehat.
Mengobati komplikasi
Pengobatan terkini memungkinkan pasien thalassemia sedang dan berat untuk
hidup lebih lama. Namun, mereka harus menghadapi komplikasi yang mungkin
terjadi dari waktu ke waktu.
Bagian penting dari pengobatan thalassemia adalah mengobati komplikasinya.
Pengobatan komplikasi mungkin diperlukan untuk menangani masalah jantung atau
penyakit hati, infeksi, osteoporosis, dan masalah kesehatan lainnya.

22
Nama : an. K
No. RM : 104283
L/P :P
Usia : 6 tahun
Alamat : Kp. Lembur panjang Rt/Rw 02/01
Kecamatan. Pangatikan Kabupaten. Garut

Tanggal Masuk Rawat : 10 Nopember


Pukul : 08.00 WIB
Ruang Rawat : Poli anak RSUD Garut
PEMANTAUAN RESIKO JATUH PADA PASIEN ANAK
BERDASARKAN PENILAIAN Skala Humpty Dumpty (SHD)
Parameter Kriteria Nila Skor
i
Usia - <3 tahun 4 3
- 3-7 tahun 3

- 7-13 tahun 2

- ≥ 13 tahun 1

Jenis - Laki-laki 2 1
- Perempuan 1

Diagnosis - Diagnosis neurologis 4 3


- Perubahan oksigenasi 3
( diagnosis respiratorik,
dehidrasi, anemia, syncope,
2
pusing, dsb.)
1
- Gangguan perilaku
- Diagnosis lainnya
Gangguan kognitif - Tidak menyadari keterbatasan 3 1

23
dirinya 2
- Lupa akan adanya 1
keterbatasan
- Orientasi baik terhadap diri
sendiri
Faktor lingkungan - Riwayat jatuh / anak 4 2
diletakkan di tempat tidur
dewasa 3
- Pasien menggunakan alat
bantu / anak diletakkan di
2
tempat tidur anak / perabot
1
rumah
- Pasien diletakkan di tempat
tidur
- Area di luar rumah sakit
Respon terhadap : - Dalam 24 jam 3 3
1. Pembedahan - Dalam 48 jam 2
/sedasi / anestesi - > 48 jam atau tidak 1

menjalani prosedur
pembedahan/ sedasi/ anestesi
2. Penggunaan 3
- Penggunaan multiple :
medikamentosa
sedative, obat hypnosis,
barbiturate, fenotiazin,
antidepresan, pencahar, 2
diuretic, narkose
- Penggunaan pada salah satu 1
obat diatas
- Penggunaan medikasi

24
lainnya / tidak ada medikasi

Jumlah skor Humpty Dumpty 13


Keterangan :
Tingkatan resiko Nilai MFS Tindakan
Resiko rendah 6-11 Pelaksanaan intervensi pencegahan
jatuh standar
Resiko tinggi >12 Pelaksanaan intervensi pencegahan
jatuh resiko tinggi

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan Dan Saran
1. Dari hasil heteroanamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium,
anak tersebut didiagnosa menderita thalassemia.
2. Thalassemia merupakan bagian dari hemoglobinopati yang merupakan salah
satu dari jenis anemia hemolitik.
3. Thalassemia pada anak tersebut belum pasti diketahui jenisnya. Untuk itu,
perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut agar nantinya dalam penatalaksanaan
penanganan yang dilakukan dapat tepat sesuai dengan jenis thalassemianya.
Akan tetapi, kemungkinan besar thalassemia beta mayor. Hal ini dikarenakan
terdapat gejala hepatosplenomegali.

25
4. Penatalaksanaan pada thalassemia diberikan kelasi besi (desferoxamine),
Vitamin C 100-250 mg perhari, Asam folat 2-5 mg perhari, dan Vitamin E
200-400 IU (International Unit) perhari.
5. Prognosis dari thalassemia pada umumnya baik apabila diberi
penatalaksanaan yang sesuai. Tetapi pada skenario 2 ini, terdapat gejala
hepatosplenomegali yang mengindikasikan bahwa penderita yang masih
berusia 2 bulan telah sampai pada stadium berat. Dalam hal ini, prognosisnya
buruk.
6. Di samping terapi medikamentosa, juga diberikan edukasi dan program
prevensi.

26
DAFTAR PUSTAKA
 
http://www.medicastore.com.//Apotik Online dan Media Informasi Obat-Penyakit/
http://dokumen.tips/amp/documents/formulir-resiko-humpty-dumpty.html

http://www.googlecendikia.com.//thalasemia

Anda mungkin juga menyukai