Diterbitkan oleh
Penerbit Lembaga Studi Islam dan Pengembangan Kepribadian
Universitas Islam Bandung (LSIPK Unisba)
Lantai 4, Gedung Rektorat, Jl. Tamansari No. 20
Bandung 40116
e-mail: lsipk@unisba.ac.id
978-602-9148-16-9
I. Al-Quran – Tafsir 1 Judul
II. Seri.
Ayat 1 : Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masiing paling singkat (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Ayat 2 : Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Panitia 1 v
Penanggung jawab
Rektor Universitas Islam Bandung
Prof. Dr. H. Edi Setiadi, S.H., M.H.(ex of cio)
Anggota
Wakil Rektor I (ex of cio)
Wakil Rektor II (ex of cio)
Wakil Rektor III (ex of cio)
Sekretaris
H. Agus Halimi, Drs., M.Ag. (merangkap anggota)
Bendahara
Parihat, Dra., M.Si.
Ayip Saiful Bahri, S.Kom.I
Kata Pengantar
atau bukti kebenaran yang luar biasa dengan disertai tantangan, namun
tidak pernah terkalahkan oleh tantangan sebesar apapun kehebatannya.
Menurut Jumhur ulama, mukjizat dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu
mukjizat yang bersifat indrawi (hissî) dan mukjizat yang bersifat rasional
('aqlî). Para nabi terdahulu, sebelum datangnya Nabi Muhammad Saw,
pada umumnya memperoleh mukjizat dalam bentuk indrawi, sebab
kecerdasan dan pemahaman umat yang belum begitu maju pada saat
itu. Untuk membuktikan kebenaran yang dibawanya, diperlukan bukti fisik
yang dapat dilihat, diraba dan dirasakan secara indrawi. Nabi Muhammad
Saw memproleh mukjizat bentuk yang kedua (Al-Quran), bersifat rasional.
Sebab, umat yang dihadapinya telah memiliki kecerdasan dan pemahaman
yang lebih tinggi. Mukjizat yang dibawanya menuntut dan menantang akal
untuk memahaminya. Hal ini dimaksudkan agar bukti-bukti kebenaran
ajarannya dapat dirasakan dan dimengerti oleh akal dan hati, serta dapat
dibuktikan sepanjang masa, sesuai dengan perkembangan pemikiran umat
manusia.
Sejalan dengan keterangan di atas, Rasulullah Saw bersabda:
Setiap nabi Bani Israil diberi mukjizat yang apabila ditampakkan, maka
berimanlah mereka. Sementara yang diberikan kepadaku adalah wahyu
(Al-Quran). Maka, aku berharap akan memiliki pengikut yang lebih banyak
(HR Al-Bukhari). Makna yang tersirat dari hadis ini adalah bahwa mukjizat
yang berbentuk indrawi (hissî) bersifat kontemporer, akan redup bersamaan
dengan berlalunya waktu. Adapun mukjizat yang berbentuk rasional ('aqlî)
bersifat abadi, akan terus bersinar sepanjang waktu bersamaan dengan
perkembangan sosial dan sains.
Al-Quran merupakan mukjizat, baik lafadz maupun inti pesannya,
yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw Salah satu bukti kemukjizatan
Al-Quran adalah keindahan redaksi dan kesempurnaan tata bahasanya,
luasnya pengetahuan dan kedalaman isinya. Penjelasannya merespons
persoalan setiap zaman yang dihadapinya. Hal ini dapat dirasakan melalui
pemikiran yang cerdas serta hati terbuka. Kemukjizatan Al-Quran akan
terus dapat dirasakan dan dipahami oleh setiap generasi yang dilaluinya,
sesuai dengan sifatnya yang abadi.
Merajut hari esok yang lebih baik melalui anyaman ayat-ayat-Nya
merupakan pangkal tolak berlabuhnya penulisan tafsir ini. Secercah butiran
karya ini diharapkan dapat menjadi cahaya terindah yang bisa mengurai
makna dan menerangi jalan kehidupan.
Kata Pengantar 1 xi
Rektor,
Selayang Pandang
Kauniyyah, terjadi hubungan yang asimetris. Hal ini juga terjadi pada hal-
hal yang bersifat metodologis. Tatkala Allah Swt memerintahkan hamba-
Nya untuk menyingkap kebenaran realita, maka digunakanlah bahasa:
afalâ tubshirûn (tidakkah kalian cermati), afalâ tasy’ûrun (tidakkah kalian
rasakan/alami/ujicoba), afalâ ta’qilûn (tidakkah kalian pahami), afalâ
tatadabbarûn (tidakkah kalian renungi), dan masih banyak lagi yang
lainnya. Dalam penelitian ilmiah modern juga digunakan bahasa: observasi,
eksperimentasi, inventori, komperasi, dsb. Berbeda bahasa, substansinya
berkait.
Tafsir Al-Quran yang disusun Unisba merupakan sumbangan yang
sangat berharga dalam upaya memerkaya khazanah pemahaman umat
Islam Indonesia terhadap wahyu yang telah Allah Swt turunkan. Terdapat
corak dan warna penafsiran yang khas, dengan mempertimbangkan
pola-pola penulisan ilmiah. Alur penulisannya mudah dipahami, di setiap
kajiannya memasukkan pembahasan latar dan konteks serta implikasinya
dalam kehidupan sehari-hari. Suatu kekayaan penafsiran yang patut
dihargai, dan sangat perlu dibaca oleh umat Islam.
KH. Ma’ruf Amin
(Ketua Umum MUI Pusat)
Mukadimah
Bismillahirrahmanirrahim
(65) Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang
mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui
bila mereka akan dibangkitkan' (66) Sebenarnya pengetahuan mereka
tentang akhirat tidak sampai (kesana) malahan mereka ragu-ragu tentang
akhirat itu, lebih-lebih lagi mereka buta daripadanya. (QS Al-Naml [26]:
65-66)
Segala puji dan syukur patut dipersembahkan ke Hadirat Allah Swt
atas limpahahan rahmat dan inayah-Nya kepada Tim Penyusun Tafsir,
sehingga dapat menyelesaikan Juz XX ini , tanpa halangan yang berarti.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad
Saw, tiada nabi sesudahnya, dan kepada keluarga, sahabat, serta para
pengikutnya, hingga akhir zaman.
Dilihat dari susunan surat yang terdapat Juz XX ini, maka ia terdiri
atas tiga surat: surat Al-Naml (ayat 56-93), surat Al-Qashash (dari ayat 1
-88), dan surat Al-Ankabût (dari ayat 1-45). Semua surat yang terhimpun
dalam Juz XX ini termasuk golongan Makkiyyah, yang dapat diprakirakan
ciri-cirinya, antara lain berbicara soal akidah, akhlak, dan kisah-kisah umat
terdahulu serta keadaan umat pada saat Nabi Saw masih hidup.
xxvi Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Wassalam.
Bandung, Desember 2020 M / Rabi’ul Akhir 1441 H
Tim Penyusun Tafsir JUZ XX UNISBA,
Daftar Isi 1 xxvii
Daftar Isi
Akhir Kisah Nabi Luth dan Kaumnya (QS Al-Naml [27]: 56-58) ........... 3
Musa Kecil Dihanyutkan ke Sungai Nil (QS Al-Qashash [28]: 7-14) .... 82
Musa Melarikan Diri dari Mesir (QS Al-Qashash [28]: 15-21) ............ 94
Musa Menikahi Putri Nabi Syu’aib (QS Al-Qashash [28]: 22-28) ...... 103
Diangkatnya Musa Menjadi Nabi (QS Al-Qashash [28]: 29-32) ........ 113
Pelajaran dari Kisah Qarun (QS Al-Qashash [28]: 83-84) ............... 197
Daftar Isi 1 xxix
Cobaan dan Anugerah bagi Manusia (QS Al-Ankabût [29]: 1-7) ...... 219
Kisah Nabi Nuh dan Kaumnya (QS Al-Ankabût [29]: 14-15) ............ 247
Kisah Nabi Ibrahim dan Kaumnya (QS Al-Ankabût [29]: 16-23) ....... 251
Kisah Nabi Luth dan Kaumnya (QS Al-Ankabût [29]: 28-35) ........... 267
27
Al-Naml
2 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
27
Al-Naml
Akhir Kisah Nabi Luth dan Kaumnya (QS Al-Naml [27]: 56-58)
3
4 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Penjelasan Ayat
Nabi Luth as berdakwah sebagaimana para nabi sebelumnya.
Kaumnya menyikapi beliau sebagaimana sikap orang-orang sebelum
mereka yang mendustakan para rasul, hati mereka sama dalam kekafiran
sehingga ucapannya pun sama.
Di samping syirik, mereka juga mengerjakan perbuatan keji yang
belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum mereka. Mereka lebih
menyukai sesama laki-laki, dan tidak suka kepada wanita.
Sikap kaumnya melampaui batas. Tapi, Nabi Luth senantiasa
mendakwahi mereka agar mentauhidkan Allah dan tidak berbuat keji
itu. Mereka menentang dakwah Nabi Luth. Wahai Luth, jika engkau tidak
berhenti, engkau termasuk orang-orang yang terusir.
Ayat-ayat ini merupakan pelengkap dan akhir dari kisah Nabi Luth
as beserta kaumnya dan menerangkan jawaban kaum Luth as terhadap
dakwah dan seruannya. Allah Swt berfirman,
….
Jawaban kaumnya tidak lain hanya dengan mengatakan, “Usirlah Luth dan
keluarganya dari negerimu …” (QS Al-Naml [27]: 56)
Kaum Luth telah menyatakan ketetapan dan keteguhan mereka
untuk tetap melakukan kemungkaran. Mereka bermusyawarah dan
menyampaikan sikap untuk mengusir Luth dengan orang-orang yang setia
bersamanya dari negeri mereka.
Luth dianggap tidaklah pantas mendiami negeri mereka, dan hidup
berdampingan bersama mereka. Dengan demikian, mereka pun dapat
terhindar dari nasihat Luth dan seruan dakwahnya. Negeri itu menurut
mereka ialah negeri mereka dan Luth serta kaumnya ialah kelompok
terasing di negeri itu.
Allah Swt menceritakan tentang hamba dan rasul-Nya, yaitu Luth
bahwa beliau memberikan peringatan kepada kaumnya akan azab Allah
yang akan menimpa mereka, disebabkan mereka mengerjakan perbuatan
yang keji. Perbuatan itu belum pernah dilakukan oleh seorang manusia
pun sebelumnya, yaitu melakukan hubungan seksual dengan sesama
jenisnya, bukan kaum wanita. Itu merupakan perbuatan keji yang sangat
berat; lelaki dengan lelaki, dan wanita dengan wanita.
Surah Al-Naml (27): 56-58 5
Maka Kami selamatkan dia dan keluarganya, kecuali istrinya. Kami telah
menentukan dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). (QS
Al-Naml [27]: 57)
Kami selamatkan Luth beserta orang-orang yang beriman dari
keluarganya. Istri Luth menyetujui perbuatan buruk kaumnya dan berpihak
pada mereka dengan menunjukkan tamu-tamu Luth yang rupawan. Allah
menetapkan istri Luth sebagai orang-orang yang terkena azab yang
membinasakan itu. Karena, sesungguhnya orang yang senang dengan
kemungkaran sekalipun ia tidak melakukan kemungkaran itu, maka ia
termasuk orang-orang yang menyetujui kemungkaran dan baginya balasan
seperti para pelaku kemungkaran itu sendiri.
Setelah berulang kali diperingatkan dan ternyata usaha tersebut sia-
sia belaka, berdoalah Luth kepada Allah.
Dia (Luth) berdoa, “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab)
atas golongan yang berbuat kerusakan itu.” (QS Al-Ankabût [29]: 30)
Doa Nabi Luth diterima Allah Swt. Allah mengutus beberapa malaikat
untuk menimpakan azab kepada kaum Nabi Luth yang sangat durhaka dan
ingkar itu.
Datang berita dari Allah, melalui Nabi Ibrahim bahwa negeri Sodom
Surah Al-Naml (27): 56-58 7
Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu), maka sangat buruklah
hujan (yang ditimpakan) pada orang-orang yang diberi peringatan itu
(tetapi tidak mengindahkan). (QS Al-Naml [27]: 58)
Maksudnya, Kami turunkan hujan batu kepada mereka, bumi pun
menenggelamkan mereka. Amat buruklah hujan yang diturunkan kepada
orang-orang yang telah diberikan peringatan itu, yaitu orang-orang yang
telah disampaikan hujjah, peringatan ilahi, namun mereka menentang
rasul dan mendustakannya. Terlebih lagi, mereka hendak mengusir rasul
dari negeri mereka.
Itulah balasan bagi orang-orang fasik.
***
(59) Katakanlah (Muhammad), “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera
atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya. Apakah Allah yang lebih baik,
ataukah apa yang mereka persekutukan (dengan Dia)?”; (60) Bukankah
Dia (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air
dari langit untukmu, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang
berpemandangan indah? Kamu tidak akan mampu menumbuhkan pohon-
pohonnya. Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Sebenarnya
mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran); (61)
Bukankah Dia (Allah) yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam,
yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, yang menjadikan
gunung-gunung untuk (mengokohkan)nya dan yang menjadikan suatu
pemisah antara dua laut? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?
Sebenarnya kebanyakan mereka tidak mengetahui; (62) Bukankah Dia
(Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila
dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan dan menjadikan
kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah di samping
Allah ada tuhan (yang lain)? Sedikit sekali (nikmat Allah) yang kamu ingat;
(63) Bukankah Dia (Allah) yang memberi petunjuk kepada kamu dalam
kegelapan di daratan dan lautan dan yang mendatangkan angin sebagai
kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apakah di samping
Allah ada tuhan (yang lain)? Mahatinggi Allah terhadap apa yang mereka
persekutukan; (64) Bukankah Dia (Allah) yang menciptakan (makhluk)
dari permulaannya, kemudian mengulanginya (lagi) dan yang memberikan
rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan
(yang lain)? Katakanlah, “Kemukakanlah bukti kebenaranmu, jika kamu
orang yang benar.” (QS Al-Naml [27]: 59-64)
Penjelasan Ayat
Allah Swt berfirman,
Ayat ini memberikan isyarat dan pelajaran bagi kita untuk selalu
memuji Allah dalam segala perbuatan-Nya, dan mengucapkan salawat
serta salam untuk hamba-hamba Allah terpilih, yaitu para nabi dan rasul.
Selanjutnya pada penghujung ayat, Allah Swt berfirman,
… Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan
(dengan Dia)?” (QS Al-Naml [27]: 59)
Apakah Allah yang memiliki sifat-sifat yang Maha Tinggi, Maha
Agung, Maha Kuasa itu lebih baik ataukah berhala-berhala yang mereka
persekutukan dengan Allah?
Ayat tersebut menggunakan uslûb istifhâm inkârî atau gaya
kalimat pertanyaan yang tidak menghendaki jawaban. Atau, berupa
pengingkaran dan bantahan terhadap perbuatan orang-orang musyrik
yang menyekutukan Allah dengan sesembahan lainnya dalam beribadah.
Gaya kalimat ini merupakan peringatan atas kesesatan dan kejahilan
mereka, sehingga tampak jelas perbandingan antara sesembahan
mereka dengan Allah yang Maha Pencipta dan Pemilik segala kebaikan.
Perbandingan ini ditujukan untuk memperlihatkan buruknya keyakinan
mereka yang meyakini adanya manfaat dari sesembahan mereka.
Dalam suatu riwayat diterangkan bahwa ketika Rasulullah Saw
membaca ayat tersebut, beliau mengatakan,
ﷲ َﻋﺰ َو َ ﻞ َو َﻣ ْﻦ ْﻇ َ ُﲅ ِﻣﻤ ْﻦ َذﻫ ََﺐ َ ْﳜﻠُ ُﻖ ﻛَ َ ﻠْ ِﻘﻲ ﻓَﻠْ َﯿ ْ ﻠُ ُﻘﻮا ُذر ًة ْو ُ ﻗَﺎ َل
ِﻟ َﯿ ْ ﻠُ ُﻘ ْﻮا َﺣ ًﺔ ْو َﺷ ِﻌ ْ َﲑ ًة
Allah Swt berf rman, ‘Siapakah yang lebih zalim daripada orang
yang membuat ciptaan seperti ciptaan-Ku. Hendaklah dia membuat
(menggambar) benih atau biji, atau membuat biji gandum'. (HR Muslim)
Mayoritas ulama berpendapat bahwa menggambar sesuatu yang
tidak bernyawa diperbolehkan, dan mengambil upah dari pekerjaan
tersebut.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah Ibnu Abbas. Ia berkata
kepada seseorang yang membuat gambar, “Jika kamu memang perlu
membuat gambar itu, maka buatlah gambar pepohonan dan benda-benda
yang tidak bernyawa lainnya.”
Sungguh, orang-orang musyrik itu ialah kaum yang menyimpang
dari kebenaran kepada kebatilan, sehingga mereka menjadikan sekutu-
sekutu bagi Allah. Ayat tersebut di atas senada dengan firman-Nya,
Maka apakah (Allah) yang menciptakan sama dengan yang tidak dapat
menciptakan (sesuatu)? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS
Al-Nahl [16]: 17)
Dan juga firman-Nya,
Dan jika engkau bertanya kepada mereka, siapakah yang menciptakan
mereka, niscaya mereka menjawab, Allah; jadi bagaimana mereka dapat
dipalingkan (dari menyembah Allah). (QS Al-Zukhruf [43]: 87)
Demikian pula firman Allah,
Dan jika kamu bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menurunkan air
dari langit lalu dengan (air) itu dihidupkannya bumi yang sudah mati?”
Pasti mereka akan menjawab, “Allah.” Katakanlah, “Segala puji bagi Allah,”
tetapi kebanyakan mereka tidak mengerti. (QS Al-Ankabût [29]: 63)
Surah Al-Naml (27): 59-64 15
Bukankah Dia (Allah) yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam,
yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, yang menjadikan
gunung-gunung untuk (mengokohkan)nya dan yang menjadikan suatu
pemisah antara dua laut? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?
Sebenarnya kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS Al-Naml [27]: 61)
Maksudnya, apakah menyembah berhala yang tidak mendatangkan
manfaat dan mencegah mudarat itu lebih baik atau menyembah Allah
yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam bagi manusia dan
makhluk lainnya.
Allah pula yang menjadikan sungai-sungai dengan airnya yang
tawar untuk air minum manusia, hewan, dan tumbuhan. Allah juga yang
menciptakan gunung-gunung yang kokoh, sehingga bumi tidak terus
berguncang.
Dia-lah yang memisahkan antara air tawar dan air laut yang asin serta
menjadikan batas di antara keduanya yang mencegah percampuran satu
sama lain, baik air tawar maupun laut tidak merusak unsur yang lainnya.
Air tawar digunakan manusia dan ternak untuk minum dan menyirami
tumbuh-tumbuhan. Air laut berguna dalam proses pembentukan air hujan,
sehingga menghasilkan udara yang bersih di langit, bukan udara tercemar
yang kadang-kadang terbentuk dari kumpulan air yang tawar.
Adakah tuhan lain yang dianggap sekutu Allah yang sanggup
menciptakan dan membuat alam semesta ini? Banyak orang musyrik yang
tidak mengetahui kebenaran dan kebesaran Tuhan yang berhak untuk
disembah ini.
Senada dengan ayat tersebut, Allah Swt berfirman,
16 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
***
22 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Hanya Allah yang Mengetahui Perkara Gaib (QS Al-Naml [27]: 65-
66)
Penjelasan Ayat
Allah Swt berfirman,
....
sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir
biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau
yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfûzh).
(QS Al-An'âm [6]: 59)
Senada juga dengan firman Allah lainnya,
Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang
menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak
ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui
di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha
Mengenal. (QS Luqmân [31]: 34)
Imam Muslim dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Aisyah,
“Barang siapa yang menyangka bahwa Muhammad Saw mengetahui apa
yang akan terjadi esok, maka sungguh ia telah membuat kedustaan yang
besar kepada Allah.” Karena Allah Swt berfirman,
....
Katakanlah (Muhammad), “Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi
yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah.…” (QS Al-Naml [27]:
65)
Pada ayat 65 tersebut, Allah Swt menafikkan pengetahuan perkara
gaib dari seorang pun secara umum, tak seorang pun mengetahui
masalah gaib, kemudian diiringi dengan menafikan secara khusus
tentang pengetahuan terjadinya hari kiamat. Tidak ada seorang pun yang
mengetahui bilamana dan kapan hari kiamat itu berlaku.
Allah Swt berfirman,
ada pada Tuhanku; tidak ada (seorang pun) yang dapat menjelaskan
waktu terjadinya selain Dia. (Kiamat) itu sangat berat (huru-haranya
bagi makhluk) yang di langit dan di bumi, tidak akan datang kepadamu,
kecuali secara tiba-tiba.” Mereka bertanya kepadamu seakan-akan engkau
mengetahuinya. Katakanlah (Muhammad), ”Sesungguhnya pengetahuan
tentang (hari Kiamat) ada pada Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.” (QS Al-A’râf [7]: 187)
Betapa berat dan besarnya pengetahuan tentang hari kiamat itu
bagi penduduk langit dan bumi. Orang kafir dan orang-orang lainnya tidak
mengetahui kapan terjadinya hari kiamat, hari kebangkitan, hari hisâb/
perhitungan, dan pembalasan. Sungguh, hari kiamat itu akan datang
secara tiba-tiba.
Pada ayat berikutnya, Allah Swt menegaskan kejahilan mereka
tentang hari kiamat itu.
(67) Dan orang-orang yang kaf r berkata, “Setelah kita menjadi tanah dan
(begitu pula) nenek moyang kita, apakah benar kita akan dikeluarkan (dari
kubur)?; (68) Sejak dahulu kami telah diberi ancaman dengan ini (hari
kebangkitan); kami dan nenek moyang kami. Sebenarnya ini hanyalah
dongeng orang-orang terdahulu;.” (69) Katakanlah (Muhammad),
“Berjalanlah kamu di bumi, lalu perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-
orang yang berdosa; (70) Dan janganlah engkau bersedih hati terhadap
mereka, dan janganlah (dadamu) merasa sempit terhadap upaya tipu daya
mereka;” (71) Dan mereka (orang kaf r) berkata, “Kapankah datangnya janji
(azab) itu, jika kamu orang yang benar;” (72) Katakanlah (Muhammad),
“Boleh jadi sebagian dari (azab) yang kamu minta disegerakan itu telah
hampir sampai kepadamu;” (73) Dan sungguh, Tuhanmu benar-benar
memiliki karunia (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan
mereka tidak mensyukuri(nya); (74) Dan sungguh, Tuhanmu mengetahui
apa yang disembunyikan dalam dada mereka dan apa yang mereka
nyatakan; (75) Dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di langit dan
di bumi, melainkan (tercatat) dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfûz). (QS
Al-Naml [27]: 67-75)
Surah Al-Naml (27): 67-75 27
Penjelasan Ayat
Allah Swt berfirman,
Dan orang-orang yang kaf r berkata, “Setelah kita menjadi tanah dan
(begitu pula) nenek moyang kita, apakah benar kita akan dikeluarkan (dari
kubur)? (QS Al-Naml [27]: 67)
Orang-orang musyrik yang mengingkari hari kebangkitan, orang-
orang yang kufur terhadap Allah dan mendustakan rasul-Nya berkata,
“Apakah kami akan dibangkitkan dan dikeluarkan dari kubur dalam
keadaan hidup padahal sebelumnya kami diwafatkan, badan kami hancur
dan menjadi tanah?”
Ungkapan mereka ini mengisyaratkan bahwa orang-orang kafir itu
berpendapat bahwa jasad yang sudah menjadi tulang-belulang yang sudah
rapuh dan telah menjadi tanah itu tak mungkin dibangkitkan lagi.
28 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Sejak dahulu kami telah diberi ancaman dengan ini (hari kebangkitan)
kami dan nenek moyang kami.... (QS Al-Naml [27]: 68)
“Kami dan juga bapak-bapak kami dahulu telah banyak mendengar
hal itu, tetapi kami tidak mendapati kebenaran dan hakikatnya. Kami
pun tidak pernah melihat seseorang dibangkitkan kembali sesudah dia
meninggal dunia.”
Dari ungkapan ini dipahami bahwa mereka menganggap
pembicaraan tentang hari kebangkitan sebagai sejarah usang yang terus-
menerus diceritakan sepanjang masa.
Pada penghujung ayat, Allah Swt berfirman,
Dan mereka (orang kaf r) berkata, “Kapankah datangnya janji (azab) itu,
jika kamu orang yang benar.” (QS Al-Naml [27]: 71)
Orang-orang musyrik di Mekah dan juga orang-orang musyrik lainnya
bertanya tentang hari kiamat dan kemustahilan hal itu akan terjadi, “Kapan
azab yang kamu janjikan itu akan datang, jika memang rasul dan orang-
30 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
orang beriman itu benar dalam ucapan, janji dan pengakuan mereka?”
Mereka mengatakan demikian sebagai bentuk mengolok-olok dan
memaki.
Allah Swt menjawab pertanyaan mereka itu dalam firman-Nya,
Dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di langit dan di bumi,
melainkan (tercatat) dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfûz). (QS Al-Naml
[27]: 75)
Tidak ada sesuatu pun yang gaib dan tersembunyi baik itu di langit
maupun di bumi melainkan semua itu ada, diketahui dan dicatat dalam
lauhu l-mahfûzh. Di dalamnya, Allah Swt menetapkan apa yang telah
terjadi dan apa yang akan terjadi hingga hari kiamat nanti.
Dia-lah Allah Swt yang Maha Mengetahui perkara gaib dan juga
perkara yang tampak, perkara yang tidak terlihat oleh hamba-hamba-Nya
maupun yang terlihat oleh mereka.
32 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
***
Surah Al-Naml (27): 76-81 33
(76) Sungguh, Al-Quran ini menjelaskan kepada Bani Israil sebagian besar
dari (perkara) yang mereka perselisihkan; (77) Dan sungguh, (Al-Quran)
itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman; (78) Sungguh, Tuhanmu akan menyelesaikan (perkara) di antara
mereka dengan hukum-Nya, dan Dia Mahaperkasa, Maha Mengetahui;
(79) Maka bertawakallah kepada Allah, sungguh engkau (Muhammad)
berada di atas kebenaran yang nyata; (80) Sungguh, engkau tidak dapat
menjadikan orang yang mati dapat mendengar dan (tidak pula) menjadikan
orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka telah berpaling
ke belakang; (81) Dan engkau tidak akan dapat memberi petunjuk orang
buta dari kesesatannya. Engkau tidak dapat menjadikan (seorang pun)
mendengar, kecuali orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, lalu
mereka berserah diri. (QS Al-Naml [27]: 76-81)
Penjelasan Ayat
Al-Quran ialah kalâmu l-llâh (firman Allah) yang menetapkan sifat-
sifat kesempurnaan Allah, menetapkan yaumu l-hisâb atau hari di mana
keadilan akan berdiri tegak di antara para makhluk-Nya dengan pahala
maupun balasan yang akan mereka terima. Al-Quran mencakup aspek-
aspek mukjizat, sebagaimana berikut:
Pertama, Al-Quran memuat berita tentang kehidupan para nabi
terdahulu. Allah Swt berfirman,
Sungguh, Al-Quran ini menjelaskan kepada Bani Israil sebagian besar dari
(perkara) yang mereka perselisihkan. (QS Al-Naml [27]: 76)
Al-Quran yang mulia ini memberitakan kepada Bani Israil kebenaran
terkait perkara-perkara yang mereka perselisihkan seperti kedudukan Nabi
Isa as. Orang-orang Yahudi mendustakan Nabi Isa, sedangkan orang-
orang Nasrani berlebih-lebihan dan meyakininya sebagai tuhan.
Al-Quran menjelaskan dengan benar dan adil, sesungguhnya Isa
adalah seorang hamba Allah, salah satu nabi dan rasul.
Hakikat ini dan juga kisah-kisah lainnya tidak mungkin dapat diketahui
melainkan melalui jalan wahyu ilahi. Karena, Nabi Muhammad Saw yang
mendapatkan wahyu Al-Quran, dia adalah seorang yang ummî, tidak dapat
membaca dan menulis. Dia pun tidak menyertai atau mulâzamah (menjadi
pengikut) kepada seorang ulama untuk mempelajari ilmu pengetahuan.
Kisah-kisah yang terdapat di dalam Al-Quran sesuai dengan sebagian
kisah-kisah yang disebutkan dalam Taurat dan Injil.
Kedua, Al-Quran menetapkan ajaran tauhid, hari kebangkitan
(yaumu l-ba’ats), kenabian, dan hukum-hukum syariat dengan dasar dalil-
dalil yang bersifat logis atau dalil-dalil 'aqliyyah. Allah Swt berfirman,
seperti orang mati yang tidak ada pengaruh apa yang dibacakan dan
mereka pun tidak akan memahaminya.
Keadaan mereka seperti orang-orang yang tuli, tidak ada harapan
mereka akan mendengarkan.
Juga keadaan mereka seperti orang yang buta, tidak dapat melihat
dan melirik kepada sesuatu pun.
Semua itu dikarenakan hati mereka telah tertutup. Telinga mereka
disumbat kekufuran. Jiwa mereka tinggi dan sombong, sehingga tidak
tunduk pada kebenaran.
Alasan kedua di atas memutuskan harapan Nabi Saw dan
keinginannya terhadap keimanan orang-orang kafir, sehingga hati nabi
tetap kuat sekalipun beliau menghadapi penentangan dan pengingkaran
musuh-musuh Allah.
Demikian dijelaskan keadaan mereka seperti orang mati, orang tuli,
dan orang buta. Mereka adalah orang-orang yang kebingungan dan ragu,
sebagaimana firman Allah,
Dan perumpamaan bagi (penyeru) orang yang kaf r adalah seperti
(penggembala) yang meneriaki (binatang) yang tidak mendengar selain
panggilan dan teriakan. (Mereka) tuli, bisu, dan buta, maka mereka tidak
mengerti. (QS Al-Baqarah [2]: 171)
Mereka tidak memahami, tidak mendengarkan, tidak melihat, dan
tidak memperhatikan dalil-dalil. Sebab, selama manusia masih menaruh
harapan dan keinginan pada orang lain, selama itu juga dia tidak berani
untuk menentang dan menyelisihinya.
Uraian di atas menunjukkan kekuatan hati Rasulullah Saw, untuk
terus menegakkan Islam sebagaimana mestinya.
Adapun makna firman Allah,
Dan engkau tidak akan dapat memberi petunjuk orang buta dari
kesesatannya. Engkau tidak dapat menjadikan (seorang pun) mendengar,
kecuali orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, lalu mereka
berserah diri. (QS Al-Naml [27]: 81)
Surah Al-Naml (27): 76-81 39
***
40 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Penjelasan Ayat
Allah Swt berfirman,
ﷲ
ُ ﷲ َﺻﲆ ِ ﴍ َف َﻠَ ْﯿﻨَﺎ َر ُﺳ ْﻮ ُل َ ْ " :َﻋ ْﻦ ُ َﺬﯾْ َﻔ َﺔ ْ ِﻦ َﺳ ْﯿ ٍﺪ ْاﻟ ِﻐ َﻔﺎ ِري ﻗَﺎ َل
َﻻ ﺗ َ ُﻘ ْﻮ ُم اﻟﺴﺎ َ ُﺔ:َﻠ َ ْﯿ ِﻪ َو َﺳ َﲅ ِﻣ ْﻦ ﻏُ ْﺮﻓَ ٍﺔ َو َ ْﳓ ُﻦ ﻧَﺘَ َﺬاﻛَ ُﺮ ْﻣ َﺮ اﻟﺴﺎ َ ِﺔ؛ ﻓَ َﻘﺎ َل
، َوا اﺑ ُﺔ، َوا َُﺎن، ُﻃﻠُ ْﻮ ُع اﻟﺸ ْﻤ ِﺲ ِﻣ ْﻦ َﻣ ْﻐ ِﺮﲠِ َﺎ:َﴩ ٓ َ ٍت َ ْ َﺣﱴ َ َﺮ ْوا ﻋ
، َوﺧ ُُﺮ ْو ُج ِ ْ َﴗ ْ ِﻦ َﻣ ْﺮ َ َﱘ َﻠَ ْﯿ ِﻪ اﻟﺴ َﻼ ُم،َوﺧ ُُﺮ ْو ُج ﯾ َ ُﺟ ْﻮ ُج َو َﻣ ُﺟ ْﻮ ُج
ﴩ ِق َوﺧ َْﺴ ٌﻒ ِ ْ َوﺛَ َﻼﺛ َ ُﺔ ﺧ ُُﺴ ْﻮ ٍف ﺧ َْﺴ ٌﻒ ِ ﻟْ َﻤ ْﻐ ِﺮ ِب َوﺧ َْﺴ ٌﻒ ِ ﻟْ َﻤ،َوا ُﺎل
، اﻟﻨ َﺎس-ﴩ ُ ُ ْو َ ْﲢ- َو َ ٌر َ ْﲣ ُﺮ ُج ِﻣ ْﻦ ﻗَ ْﻌ ِﺮ َ ْﺪ ِن َ ُﺴ ْﻮ ُق،ِ َﲜ ِﺰْ َﺮ ِة ْاﻟ َﻌ َﺮ ِب
ﺗَ ِﺒ ْ ُﺖ َﻣ َﻌﻬ ُْﻢ َﺣ ْ ُﺚ َ ﺗ ُْﻮا َوﺗَ ِﻘ ْ ُﻞ َﻣ َﻌﻬُ ْﻢ َﺣ ْ ُﺚ ﻗَﺎﻟُ ْﻮا
Dari Hudzaifah Ibnu Usaid Al-Ghifari, ia menuturkan, Rasulullah
Saw pernah memperhatikan kami dari balik kamar dan kami tengah
membincangkan hari kiamat.
Beliau bertanya, “Apa yang sedang kalian perbincangkan?”
Mereka menjawab, “Kami membincangkan hari kiamat.”
Beliau bersabda, “Sesungguhnya kiamat tidak akan terjadi
sehingga kamu melihat sepuluh tanda: (1) terbitnya matahari dari
tempat tenggelamnya (sebelah barat), (2) dukhân (asap), (3) dâbbah
(binatang melata), (4) keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, (5) keluarnya Isa Ibnu
Maryam as, (6) Dajjâl, (7) tiga likuefaksi besar di barat, (8) di timur, (9)
dan di semenanjung Arab, serta (10) keluarnya api dari tanah ‘Adn yang
mendorong dan mengumpulkan manusia, api tersebut meliputi mereka di
saat tidur pada waktu malam maupun siang hari.” (HR Muslim, Ahmad,
Abu Daud, dan Al-Tirmidzi)
Dalam tafsir Ibnu Katsir (III: 375), tempat keluarnya dâbbah itu
diriwayatkan.
Rasulullah Saw ditanya, “Dari manakah dâbbah itu keluar?”
“Dari masjid yang paling mulia di sisi Allah, yaitu Masjidilharam.”
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda,
Ada tiga perkara yang jika keluar maka tidak akan berguna lagi keimanan
orang yang belum beriman sebelumnya; atau belum mengusahakan
Surah Al-Naml (27): 82-86 43
(83) Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami mengumpulkan dari setiap
umat, segolongan orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, lalu mereka
44 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Inilah hari, saat mereka tidak dapat berbicara. (QS Al- Mursalât [77]: 35)
Allah Swt menjelaskan dalil-dalil tentang tauhid, hari kiamat, dan
kenabian. Allah Swt berfirman,
***
Surah Al-Naml (27): 87-90 47
(87) Dan (ingatlah) pada hari (ketika) sangkakala ditiup, maka terkejutlah
apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, kecuali siapa yang
dikehendaki Allah. Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan
merendahkan diri; (88) Dan engkau akan melihat gunung-gunung,
yang engkau kira tetap di tempatnya, padahal ia berjalan (seperti)
awan berjalan. (Itulah) ciptaan Allah yang mencipta dengan sempurna
segala sesuatu. Sungguh, Dia Mahateliti apa yang kamu kerjakan; (89)
Barang siapa membawa kebaikan, maka dia memperoleh (balasan) yang
lebih baik daripadanya, sedang mereka merasa aman dari kejutan (yang
dahsyat) pada hari itu; (90) Dan barang siapa membawa kejahatan,
maka disungkurkanlah wajah mereka ke dalam neraka. Kamu tidak diberi
balasan, melainkan (setimpal) dengan apa yang teian kamu kerjakan. (QS
Al-Naml [27]: 87-90)
Penjelasan Ayat
Allah Swt berfirman,
Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, melainkan akan datang
kepada (Allah) Yang Maha Pengasih sebagai seorang hamba. (QS Maryam
[19]: 93)
Juga firman Allah,
Yaitu pada hari (ketika) Dia memanggil kamu, dan kamu mematuhi-Nya
sambil memuji-Nya dan kamu mengira, (rasanya) hanya sebentar saja
kamu berdiam (di dalam kubur). (QS Al-Isrâ` [17]: 52)
Juga firman Allah,
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah berdirinya langit dan
bumi dengan kehendak-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu
sekali panggil dari bumi, seketika itu kamu keluar (dari kubur). (QS Al-
Rûm [30]: 25)
Dan juga firman-Nya,
(Yaitu) pada hari ketika mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-
akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala (sewaktu di
dunia). (QS Al-Ma’ârij [70]: 43)
Selanjutnya, Allah Swt menerangkan tanda lain datangnya hari
kiamat sebagaimana firman-Nya,
... Sungguh, Dia Mahateliti apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Naml [27]: 88)
Inilah 'illat atau alasan adanya tiupan sangkakala, hari kebangkitan
untuk perhitungan (hisâb), dan balasan. Maksudnya, Allah Swt Maha
Mengetahui perbuatan hamba-hamba-Nya berupa kebaikan maupun
keburukan. Allah akan memberikan balasan kepada mereka dengan
balasan yang sempurna dan utuh.
Allah Swt menerangkan keadaan orang-orang yang berbahagia
maupun orang-orang yang sengsara setelah peristiwa hari kiamat. Allah
Swt berfirman,
Surah Al-Naml (27): 87-90 53
***
56 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Penjelasan Ayat
Allah Swt berfirman,
ﻓَﻬ َْﻮ َﺣ َﺮا ٌم ِ ُﲝ ْﺮ َﻣ ِﺔ،ان َﻫ َﺬا اﻟْ َﺒ َ َ َﺣﺮ َﻣ ُﻪ ا ُ ﯾ َ ْﻮ َم َ ﻠ َ َﻖ اﻟﺴ َﻤ َﻮ ِات َوا ْر َض
َوﻟ َ ْﻢ َ ِﳛﻞ ِﱃ اﻻ، َواﻧ ُﻪ ﻟ َ ْﻢ َ ِﳛﻞ اﻟْ ِﻘ َﺎ ُل ِﻓ ِﻪ َ ٍﺪ ﻗَ ْ ِﲆ،ا ِ ا َﱃ ﯾ َ ْﻮ ِم اﻟْ ِﻘ َﺎ َﻣ ِﺔ
َﺳﺎ َ ًﺔ ِﻣ ْﻦ ﳖَ َﺎ ٍر
Sesungguhnya kota ini, Allah telah memuliakannya pada hari penciptaan
langit dan bumi. Dia adalah Kota Suci dengan dasar kemuliaan yang Allah
tetapkan sampai hari kiamat. Belum pernah Allah halalkan berperang di
dalamnya, sebelumku. Dan Allah tidak halalkan bagiku untuk memerangi
penduduknya, kecuali beberapa saat di waktu siang (ketika Fathu Makkah).
Selanjutnya, Nabi Saw sebutkan hukum yang berlaku, sebagai
konsekuensi Allah jadikan tanah ini sebagai kota haram. Beliau bersabda,
َو َﻻ ﯾُﻨَﻔ ُﺮ َﺻ ْﯿﺪُ ُﻩ، ﻓَﻬ َُﻮ َﺣ َﺮا ٌم ِ ُﲝ ْﺮ َﻣ ِﺔ ا ِ ا َﱃ ﯾ َ ْﻮ ِم اﻟْ ِﻘ َﺎ َﻣ ِﺔ؛ َﻻ ﯾ ُ ْﻌﻀَ ﺪُ َﺷ ْﻮ ُﻛ ُﻪ
َو َﻻ ُ ْﳜ َﺘ َﲆ َ َﻼ ُﻩ، َو َﻻ ﯾَﻠْ َﺘ ِﻘﻂُ ﻟُﻘَ َﻄﺘَ ُﻪ اﻻ َﻣ ْﻦ َﻋﺮﻓَﻬَﺎ،
Dia haram dengan kemuliaan yang Allah berikan, sampai hari kiamat.
Tidak boleh dipatahkan ranting pohon-nya, tidak boleh diburu hewannya,
tidak boleh diambil barang hilangnya, kecuali untuk diumumkan, dan tidak
boleh dicabut rerumputan hijaunya. (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Selanjutnya, Allah Swt berfirman,
... dan segala sesuatu adalah milik-Nya.… (QS Al-Naml [27]: 91)
Maksudnya, Allah Swt pemilik kekuasan, pemeliharaan, dan
penciptaan, tanpa seorang pun yang bersekutu dengan Allah. Dia-lah
Allah, Tuhan negeri Mekah ini, Tuhan segala sesuatu dan Dia-lah yang
menguasainya, tiada tuhan selain Allah.
Pada penghujung ayat, Allah Swt berfirman,
Surah Al-Naml (27): 91-93 59
…Dan aku diperintahkan agar aku termasuk orang Muslim. (QS Al-Naml
[27]: 91)
Maksudnya, Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk
mengesakan Allah, ikhlas beribadah kepada-Nya, melaksanakan aturan-
aturan dan menaati-Nya.
Kemudian pada ayat berikutnya, Allah Swt berfirman,
... Dan barang siapa sesat, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku (ini)
tidak lain hanyalah salah seorang pemberi peringatan.” (QS Al-Naml [27]:
92)
Maksudnya, barang siapa yang sesat dan salah dalam menempuh
60 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Namun tiba saatnya nanti di mana keimanan tidak lagi berguna sedikit pun.
Ayat tersebut di atas semakna dengan firman Allah,
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami
di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi
mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu)
bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (QS Fushshilat [41]:
53)
Pada penghujung ayat di atas, Allah Swt berfirman,
... Dan Tuhanmu tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-
Naml [27]: 93)
Maksudnya, Allah sama sekali tidak lalai dari perbuatan orang-
orang musyrik dan lainnya, melainkan Allah Maha Menyaksikan segala
sesuatu. Allah menunda datangnya azab sampai waktu sesuai kehendak
dan hikmah-Nya.
Inilah ketetapan Allah yang terdahulu berupa janji dan peringatan-
Nya. Di samping itu ini pun merupakan tabsyîr atau berita gembira bahwa
Allah penolong rasul-Nya dari orang-orang kafir yang memusuhinya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Abu Hurairah. Rasulullah Saw
bersabda, “Wahai sekalian manusia janganlah kalian tertipu sehingga
melalaikan Allah. Sungguh bila Allah melalaikan sesuatu, pastilah Dia
melalaikan seekor nyamuk, biji, dan zarah” (HR Ibnu Abu Hatim).
Umar Ibnu Abdul Aziz menuturkan bahwa sekiranya Allah lalai
terhadap sesuatu, pastilah Allah akan melalaikan angin yang berhembus
menghapuskan jejak kaki anak adam.
Semakna dengan ayat tersebut di atas, Allah Swt berfirman,
(Lukman berkata), “Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan)
seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi,
niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Mahahalus,
Mahateliti. (QS Luqmân [31]: 16)
Dan juga firman-Nya,
(7) Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarah, niscaya dia
akan melihat (balasan) nya, (8) Dan barang siapa mengerjakan kejahatan
62 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
***
64 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Surah
28
Al-Qashash
66 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
28
Al-Qashash
Nama Surah
Ayat-ayat QS Al-Qashash berjumlah 88, diturunkan setelah Surah
Al-Naml (Al-Maraghi, XX, t.t.: 30)
Surah Al-Qashash termasuk golongan Surah Makkiyyah, menurut
Al-Hasan, Atha’, Thawus, dan Ikrimah.
Sementara itu, Muqatil berpendapat bahwa semua ayat dari surah
ini adalah Makkiyyah, kecuali ayat 52 sampai dengan 55, sebab termasuk
ayat Madaniyyah. Demikian juga ayat 85, termasuk Madaniyyah, lantaran
diturunkan di Juhfah, saat Nabi Saw berhijrah ke Madinah.
Surah ini diberi nama Al-Qashash, karena di dalamnya dimuat
kisah menarik mengenai perjalanan Musa as, dari masa kelahiran sampai
diangkat menjadi rasul. Di dalam surah ini terdapat peristiwa-peristiwa
yang menakjubkan, dan tampak sekali kasih sayang Allah Swt kepada
kaum Mukminin dan penghinaan terhadap kaum kafirin.
Di surah ini, Allah menyebutkan pula kisah Qarun dari kalangan
67
68 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
umat Nabi Musa as, sebagai perbandingan dengan kisah yang pertama
dalam meruntuhkan tonggak-tonggak kesesatan: dari tirani kekuasaan
Firaun dan tirani kekuatan harta pada diri Qarun (Al-Zuhaili, XX, 1996: 51).
Di sana terdapat pula kaitan yang erat antara satu dengan lainnya,
yaitu Surah Al-Qashash dan Al-Naml. Jika kisah itu diuraikan secara panjang
lebar dalam surah sebelumnya, maka pada surah ini kisah (penghancuran
kaum Nabi Luth dan kaum Nabi Shalih as) diungkapkan secara ringkas.
Juga ia berisi penjelasan tempat dan nasib akhirnya dari siapa yang
membawa kebaikan dan yang membawa kejahatan di akhirat nanti.
Demikian Al-Zuhaili (XX, 1996: 51-52) menjelaskan kaitan antara
Surah Al-Qashash ini dengan dua surah sebelumnya, Al-Syu’ara dan Al-
Naml.
Tanpa sengaja, Musa yang kini telah menjadi dewasa itu membunuh
pemuda Qibthi (penduduk asli Mesir) yang telah membunuh salah seorang
pemuda dari Bani Israil.
Akibatnya, Musa melarikan diri dari Mesir menuju ke Madyan, lalu
menikah dengan salah seorang putri Nabi Syu’aib as. Musa as tinggal dan
menetap di Madyan selama 10 tahun sebagai pengembala kambing.
Musa lalu pulang ke Mesir. Dalam perjalanan pulang itu, di Gunung
Thur, ia bermunajat kepada Allah Swt dan mendapat anugerah dengan
pengangkatan menjadi nabi/rasul.
Di antara mukjizat yang dianugerahkan Allah Swt kepadanya adalah
tongkat (yang dapat berubah menjadi ular, dan lainnya), serta tangan yang
mengeluarkan cahaya.
Nabi Musa as menyampaikan ajaran Tuhannya kepada Firaun dan
kaumnya. Namun demikian, umat mendustakan dan menolak dakwahnya.
Akhirnya, Allah Swt menenggelamkan Firaun di Laut Merah dengan cara-
Nya sendiri.
Persoalan yang diungkap dalam kisah Nabi Musa dan Firaun ini
sama seperti pengingkaran kaum Quraisy terhadap kenabian Muhammad
Saw dengan segala ajaran yang dibawa beliau. Kaum Quraisy menyebut
Muhammad Saw sebagai tukang sihir yang suka bohong, menolak iman
kepada risalahnya dengan alasan yang lemah.
Oleh karena itu, Allah Swt mengancam mereka dengan azab yang
sama dengan kaum Firaun.
Dijelaskan kepada mereka bahwa Allah Swt tidak akan mengazab
suatu kaum, kecuali setelah diutus seorang utusan (rasul) kepada mereka.
rasul yang diangkat adalah berdasarkan kehendak dan pilihan Allah Swt,
bukan kehendak hawa nafsu kaum musyrikin.
Kaum musyrikin meyakini bahwa tuhan-tuhan mereka akan
membebaskan mereka dari kengerian pada hari kiamat, karena mereka
beribadah kepada tuhan-tuhan itu selama ini.
Padahal Allah adalah Tuhan yang Maha Esa, yang tidak ada
pendamping bagi-Nya. Dia adalah Maha Kuasa untuk membangkitkan
kembali orang-orang yang sudah mati, sebagaimana sanggup
menghidupkan di awal penciptaan. Terjadinya pergantian siang dan malam
sebagai bukti kekuasaan-Nya.
Para nabi akan menjadi saksi atas umatnya masing-masing bahwa
risalah Allah Swt telah disampaikan kepada mereka. Sekelompok ahli Kitab
yang telah beriman akan diberi pahala dua kali lipat.
Surah Al-Qashash (28) 1 71
(26) Semua yang ada di bumi itu akan binasa; (27) tetapi wajah Tuhanmu
yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal. (QS Al- Rahmân [55]:
26-27)
***
72 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Penjelasan Ayat
Allah Swt berfirman dalam mengawali surah ini,
(1) Thâ Sîn Mîm; (2) Ini ayat-ayat Kitab (Al-Quran) yang jelas (dari Allah).
(QS Al-Qashash [28]: 1-2)
Thâ Sîn Mîm; (QS Al-Qashash [28]: 1)
Ayat kesatu ini dibaca thâ- sîn- mîm dan setiap huruf dibaca panjang,
sedangkan nûn (pada sîn)-nya di-idgham-kan kepada mîm. Jadi, ayat di
atas berbunyi thâ sîm-mîm.
Huruf-huruf muqaththa’ah (huruf-huruf yang dibaca terputus-putus)
ini dan sejenisnya, sebagaimana dijelaskan berkali-kali, untuk mengingatkan
dan menunjukkan kemukjizatan Al-Quran. Ia juga mengisyaratkan bahwa
Al-Quran ini penuh dengan mukjizat tentang kefasihan dan keindahan
penjelasannya melalui huruf-huruf hijaiyyah seperti ini.
Orang-orang Arab yang merupakan pakar kesusastraan dan ahli
bahasa, tak sanggup melawan ketinggian bahasa Al-Quran. Ini sebagai
bukti bahwa Al-Quran berada di atas rata-rata kemampuan manusia dan
berasal dari yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji, serta Tuhan sekalian
alam.
Ini ayat-ayat Kitab (Al-Quran) yang jelas (dari Allah). (QS Al-Qashash [28]:
2)
Ini adalah ayat-ayat Al-Quran yang jelas maknanya dan menyingkap
hakikat dari urusan agama, baik yang terjadi di masa lalu maupun yang
akan terjadi di masa datang.
Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Firaun dengan
sebenarnya untuk orang-orang yang beriman. (QS Al-Qashash [28]: 3)
Allah menyebutkan kepada Nabi Saw urusan yang benar dan fakta
yang benar-benar terjadi, seakan-akan menyaksikan langsung kejadian itu.
Nabi Saw juga seakan-akan hadir pada kejadian itu. Tujuannya, agar umat
beliau membenarkan risalahnya dan wahyu yang diturunkan kepadanya.
Akibatnya, hati mereka menjadi tenang, sebagaimana firman Allah
74 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Swt berikut:
Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik dengan
mewahyukan Al-Quran ini kepadamu.... (QS Yûsuf [12]: 3)
Allah Swt menceritakan satu bagian atau beberapa episode dari kisah
Musa as dan Firaun ini, sebagai pelajaran dan nasihat. Juga ia menjadi
bukti akan kebenaran kenabian Muhammad Saw: Al-Quran Al-Azhim ini
adalah wahyu yang diturunkan oleh Allah, dan bukan karangan manusia.
Menurut Al-Maraghi (XX, t.t.: 32), melalui ayat di atas Allah seolah
berkata kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw, “Kami membacakan kepadamu
sebagian berita tentang Musa as dan perdebatannya dengan Firaun, serta
kekalahan Firaun melawan argumen Musa as Juga Kami menceritakan
kisah Firaun tentang kepongahan dan kezalimannya. Bukti-bukti yang
kuat dan mukjizat yang jelas tidak memberi manfaat apa-apa kepada
Firaun. Akibatnya, Allah membinasakan dan menenggelamkan Firaun dan
balatentaranya di Laut Merah.
“Kami juga membacakan kepada kamu kisah ini sesuai dengan
kenyataan, seolah-olah kamu hadir dan menyaksikan peristiwa itu, dan
melihatnya secara langsung dan kasat mata.
“Maksud dan tujuan dari itu adalah agar kaum kamu mau beriman
kepadamu dan kepada kitabmu, Al-Quran. Juga, agar hati mereka
(kaummu) menjadi tenteram dan dada mereka menjadi sejuk, serta sadar
bahwa ini adalah kebenaran dari Tuhan mereka.
“Sesuai dengan sunatullah bahwa kaum musyrikin, siapa pun dia,
yang menyalahi kamu dan menyerangmu, akan mengalami nasib yang
sama seperti yang memusuhi Nabi Musa dari kalangan Bani Israil.
“Sementara, pertolongan Allah akan selalu diturunkan kepada
orang-orang yang bertakwa, sementara penghinaan Allah akan diberikan
kepada orang-orang yang mendustakan-Nya.”
Orang-orang yang beriman disebutkan secara khusus di sini, padahal
Al-Quran ditujukan untuk seluruh manusia, ditujukan untuk mengisyaratkan
bahwa yang mengambil manfaat dari Al-Quran itu hanyalah orang-orang
yang mengimaninya. Al-Quran bagi mereka adalah firman Allah yang
diturunkan Allah kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw.
Al-Maraghi (XX, t.t.: 32) menambahkan. Hal ini juga untuk
menjelaskan bahwa yang akan mengambil pelajaran dari Al-Quran itu
hanyalah orang yang memiliki kesadaran dan hati yang peka, memiliki
telinga yang tajam, sehingga mengambil pelajaran dengan ayat-ayatnya.
Surah Al-Qashash (28): 1-6 75
... Sungguh, dia (Firaun) termasuk orang yang berbuat kerusakan; (QS
Al-Qashash [28]: 4)
Artinya, sesungguhnya Firaun itu termasuk orang-orang yang
membuat kerusakan di muka bumi, baik dengan perbuatan, kemaksiatan,
maupun kesewenang-wenangan. Firaun membunuh orang yang tidak
berdosa, menebar teror dan rasa takut di tengah-tengah masyarakat.
Ini adalah keadaan orang-orang yang berbuat zalim yang jiwa
mereka dikuasai dan dijajah oleh kegundahan dan stres, sehingga mereka
melakukan tindakan jahat seperti itu. Seandainya mereka merasa tenang
dalam satu hari atau lebih, atau diliputi oleh iman, niscaya mereka akan
hidup tenteram dan aman. Mereka tidak akan membuat kerusakan.
Allah menyebutkan lima (5) tindakan yang tercela dilakukan oleh
para penguasa tiran, yaitu: berkuasa sewenang-wenang di bumi, menindas
sebagian kaum, membunuh anak bayi laki-laki, membiarkan hidup anak-
anak perempuian, dan membuat kerusakan.
Allah juga menyebutkan lima hal yang sebaliknya dari karakteristik
kaum Bani Israil: (1) mereka akan diselamatkan dari kezaliman; (2)
diangkat menjadi pemimpin setelah kekuasaan Firaun dan kroni-kroninya;
(3) menjadi pewaris negeri Mesir dan Syam; (4) menjadi penguasa di
sana; dan (5) merealisasikan yang dikhawatirkan oleh Firaun, Haman dan
tentara kedua-duanya, yaitu kekuasaan akan beralih kepada Bani Israil.
Kelima hal yang akan diberikan Allah Swt kepada Bani Israil tersebut,
dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Pembebasan Bani Israil dari Penindasan
…. …
…dan hendak menjadikan mereka pemimpin….. (QS Al-Qashash [28]: 5)
Dan Kami wariskan kepada kaum yang tertindas itu, bumi bagian timur
dan bagian baratnya yang telah Kami berkahi. (QS Al-A’râf [7]: 137)
b) QS Al-Syu’arâ` [26]: 59,
...
...dan Kami perlihatkan kepada Firaun dan Haman bersama bala tentaranya
apa yang selalu mereka takutkan dari mereka (QS Al-Qashash [28]: 6)
Al-Zuhaili (XX, t.t.: 34) menafsirkan. Allah Swt menjadikan
Firaun, Haman, dan bala tentaranya melihat langsung apa yang mereka
khawatirkan selama ini, yaitu kehilangan kekuasaan mereka di tangan atau
oleh seorang anak dari kalangan Bani Israil, Nabi Musa as
Allah telah mewujudkan urusan-Nya, juga merealisasikan ketetapan-
Nya, yaitu dengan menjadikan Firaun dan kroni-kroninya binasa di tangan
anak yang selama ini dibesarkan dan tumbuh dewasa di istananya sendiri.
Allah Swt menjadikan dan mengangkat anak itu sebagai seorang
rasul dan diberi-Nya kitab Taurat, guna mengabarkan bahwa Rabb segala
langit dan bumi adalah Allah yang Maha Kuasa.
Apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi. Apa yang tidak dikehendaki-
Nya, tidak akan terjadi.
Namun yang jelas, tegas Al-Zuhaili, karakteristik ini diberikan
selama Bani Israil itu menjalankan pokok-pokok ajaran mereka dan kitab
suci mereka yang diturunkan kepada mereka, bukan yang sudah diganti
atau diubah.
Kandungan kitab Taurat yang masih asli akan bertemu dengan isi
kandungan Al-Quran.
Apabila mereka menyimpang dari akidah yang benar dan syariat
yang diturunkan, maka hilanglah karakteristik ini dari Bani Israil.
Dari uraian di atas, disimpulkan oleh Al-Maraghi (XX, t.t.: 35) sebagai
berikut:
(1) Firaun melakukan tindakan sewenang-wenang di muka bumi ini,
(2) Menindas sebagian kelompok penduduk Mesir,
(3) Membunuh anak laki-laki dari Bani Israil,
(4) Membiarkan hidup anak-anak perempuan Bani Israil, dan
(5) Firaun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan di muka
bumi.
Allah Swt telah mengganti lima perkara di atas dengan lima perkara
80 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Penjelasan Ayat
Setelah menyebutkan bahwa Allah akan menganugerahkan nikmat-
Nya kepada Bani Israil yang sebelumnya tertindas di muka bumi (Mesir),
berikut ini Allah menyertakan rincian nikmat-Nya kepada mereka.
Dan Kami ilhamkan kepada ibunya Musa, “Susuilah dia (Musa)…. (QS Al-
Qashash [28]: 7)
Allah Swt memberikan ilham ke dalam hati ibu Musa, agar menyusui
Musa, selama masih dapat memelihara penyamarannya dari pandangan
Firaun, musuh Allah dan musuhnya sendiri. Maka, konon ibu Musa
menyusui anaknya, Musa, di rumahnya selama tiga atau empat bulan saja.
…. …
84 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
disusuinya secara langsung, bukan oleh orang lain. Allah juga akan
mengangkat Musa sebagai seorang rasul yang diutus kepada raja yang
akan dihancurkan-Nya, dan membawa keselamatan kepada Bani Israil dari
ujian berat yang dilaluinya (Al-Maraghi, XX, t.t. : 37).
Allah Swt menyebutkan kebenaran janji-Nya dan permulaan
penyelamatan Musa, dengan firman-Nya,
Maka dia dipungut oleh keluarga Firaun agar (kelak) dia menjadi musuh
dan kesedihan bagi mereka…. (QS Al-Qashash [28]: 8)
Keluarga Firaun mengambil atau memungut Musa kecil sebagai
anak angkat yang dipelihara dan dijaga agar tidak hilang sejak ditemukan
di dalam keranjang.
Menurut satu riwayat, gelombang ombak terkadang mengangkat
keranjang itu ke atas permukaan air dan terkadang menurunkannya.
Akibatnya, gelombang ombak itu memasukkan keranjang yang membawa
Musa ke dalam semak-semak pohon yang tumbuh di pinggir sungai dan
tersangkut disana, di belakang istana Firaun.
Ketika para dayang istri Firaun keluar istana dan menuju pinggir
sungai, mereka menemukan keranjang itu. Mereka membawanya ke
istana, dan menduga ada harta di dalam keranjang.
Ketika membuka keranjang, mereka menemukan seorang bayi yang
lucu, sehingga mereka sangat menyayanginya (Al-Maraghi, XX, t.t.: 39).
Tatkala sang permaisuri Firaun mengabarkan tentang keberadaan
bayi (Musa), pada awalnya Firaun ingin menyembelihnya. Ini tampak
ketika Firaun mengatakan,”Kami takut anak ini berasal dari Bani Israil, dan
menimpakan kecelakaan bagi kita di tangan dia.“
Akan tetapi, karena istri Firaun meminta agar bayi itu dipertahankan
secara terus menerus, akhirnya Firaun membiarkan.
Selanjutnya Allah menyebutkan bahwa Musa kecil akan menjadi
orang yang tidak sesuai dengan harapan istri Firaun, sebagaimana
terungkap dalam firman-Nya, liyakûna lahum 'aduwwan wa hazanan (agar
(kelak) dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka…. (QS Al-Qashash
[28]: 8)
Kata lâm pada kata liyakûna, demikian Al-Zuhaili (XX, t.t.: 64),
menunjukkan lâmu l-'aqibah (lâm untuk makna akibat), bukan lâmu l-ta’lil
(lâm untuk menunjukkan alasan). Sebab, memungut Musa kecil itu tidak
86 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Dan istri Firaun berkata, “(Dia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan
bagimu. Janganlah kamu membunuhnya…. (QS Al-Qashash [28]: 9)
Istri Firaun berkata kepada suaminya, ”Anak ini membuat hati
kita sejuk, dan membuat jiwa kita menjadi tenang. Janganlah kamu
membunuhnya.”
Surah Al-Qashash (28): 7-14 87
...mudah-mudahan dia bermanfaat kepada kita atau kita ambil dia menjadi
anak,” sedang mereka tidak menyadari. (QS Al-Qashash [28]: 9)
Menurut istri Firaun, ”Anak ini mudah-mudahan membawa manfaat
dan kebaikan bagi kita. Sebab, aku melihat tanda-tanda keberuntungan
dan kebaikan pada dirinya.” Atau, istri Firaun ingin mengangkatnya sebagai
anak adopsi, karena kegagahan dan kegantengan Musa kecil.
Sementara itu, istri Firaun belum mempunyai anak.
Maka dari itu, Allah mewujudkan cita-cita istri Firaun itu dengan
memberinya petunjuk lewat anak itu, dan memasukkannya ke dalam
surga dengan wasilah dia. Namun demikian, Firaun dan penganutnya
tidak menyadari bahwa kebinasaannya disebabkan oleh anak itu, dan di
tangannya pula kehancurannya.
Hikmah, hujjah, dan mukjizat (kenabian) akan tampak pada dirinya
di kemudian hari yang menjadi sebab pendustaan mereka kepadanya.
Akan tetapi, justru masalah itulah yang akan menyebabkan
kehancuran mereka.
Allah Swt sendiri Maha Mengetahui yang gaib maupun yang nyata,
menolong rasul-rasul-Nya, mengokohkan agama-Nya, merendahkan dan
melecehkan musuh-musuh-Nya. Itu semua diharapkan agar menjadi
88 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Dan dia (ibunya Musa) berkata kepada saudara perempuan Musa, “Ikutilah
dia (Musa).” Maka kelihatan olehnya (Musa) dari jauh, sedang mereka
tidak menyadarinya. (QS Al-Qashash [28]: 11)
Surah Al-Qashash (28): 7-14 89
Ibu Musa berkata kepada anak perempuan yang tertua atau kakak
perempuan Musa, yang sudah mampu menangkap pembicaraan, “Ikutilah
jejak keranjang itu, cari informasi tentang dia, dan gali berita tentang dia
di seluruh penjuru negeri (Mesir).”
Keluarlah, kakak perempuan Musa untuk melakukan perintah
ibunya.
Allah Swt lalu menunjukkan keberadaan Musa kecil, istana Firaun.
Matanya dapat melihat keranjang itu dari kejauhan. Sementara, mereka
tidak menyadari bahwa ada yang mengikuti perjalanannya dan mengetahui
hal ihwalnya, yaitu kakak perempuannya.
Allah memulai menerangkan langkah-langkah dan cara
pengembaliannya kepada sang ibu.
….
Maka Kami kembalikan dia (Musa) kepada ibunya, agar senang hatinya
dan tidak bersedih hati, dan agar dia mengetahui bahwa janji Allah adalah
benar…. (QS Al-Qashash [28]: 13)
Surah Al-Qashash (28): 7-14 91
Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi
kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang
banyak padanya. (QS Al-Nisâ` [4]: 19)
Allah Swt menjelaskan lanjutan kisah Musa berikut ini:
92 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Dan setelah dia (Musa) dewasa dan sempurna akalnya, Kami anugerahkan
kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS Al-Qashash
[28]: 14)
Ketika kekuatan fisik dan akal Musa sudah sempurna, Allah Swt
menganugerahinya kenabian, pemahaman yang mendalam terhadap
agama dan ilmu syariah. Demikianlah Allah Swt memberikan balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik, seperti Dia memberikan balasan
kebajikan kepada Musa dan ibunya.
Imam Al-Razi menegaskan, “Yang dimaksud dengan al-hukmu di
sini adalah hikmah dan ilmu.”
(5) Manusia tidak menyadari akan adanya rencana Allah. Makna ini
berulang terjadi dalam ayat-ayat lainnya. Misalnya, “Dan mereka
tidak menyadari.” Artinya, mereka tidak menyadari bahwa
kehancuran mereka itu disebabkan oleh kehendak Allah.
(6) Ada kegalauan, kekhawatiran, dan keragu-raguan di dalam hati Ibu
Musa dan pemikirannya menerawang akan keselamatan Musa di
tangan Firaun. Tetapi Allah mengokohkan jiwanya, kesabarannya,
dan memenuhi hatinya dengan iman dan ketenangan, sehingga ia
termasuk orang-orang yang beriman kepada-Nya.
(7) Kakak perempuan Musa memiliki peran yang penting, sehingga
dapat meyakinkan pihak istana dan istri Firaun untuk menerima
tawarannya mengenai seorang wanita yang akan menyusui Musa.
Mereka tidak menyadari bahwa ia sebenarnya saudara/kakak
perempuan Musa. Kakak perempuan Musa inilah yang berjalan dan
mengikuti kemana Musa pergi saat dihanyutkan dari sisi sungai Nil.
Dia melihat siapa yang memungut Musa, kemudian menunjukkan
mereka tentang perempuan/keluarga yang akan mengurusnya. Dia
pula yang menasihati raja, lantaran ingin membahagiakan beliau
dan berharap dapat upah, gaji atau bayaran.
(8) Tidak ada seorang pun yang diberi kenabian sebelum berusia empat
puluh tahun, saat telah sempurna kekuatan akal dan fisiknya, kecuali
Yahya dan Isa. Berbeda dengan keadaan Musa yang mencapai usia
dewasa dan matang, yaitu mencapai empat puluh tahun, barulah
diberi kenabian dan hikmah.
(9) Nabi Musa diberi pahala oleh Allah atas ketaatan dan kesabarannya
dalam menjalankan perintah Tuhannya. Demikian juga halnya
sang Ibu Musa setelah berserah diri kepada keputusan Allah,
menghanyutkan putranya, Musa ke dalam Sungai Nil, dan meyakini
janji-Nya.
***
94 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
(15) Dan dia (Musa) masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya
sedang lengah, maka dia mendapati di dalam kota itu dua orang laki-
laki sedang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan
yang seorang (lagi) dari pihak musuhnya (kaum Firaun). Orang yang dari
golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk (mengalahkan)
orang yang dari pihak musuhnya, lalu Musa meninjunya, dan matilah
musuhnya itu. Dia (Musa) berkata, “Ini adalah perbuatan setan. Sungguh,
dia (setan itu) adalah musuh yang jelas menyesatkan.”; (16) Dia (Musa)
Surah Al-Qashash (28): 15-21 95
Penjelasan Ayat
Allah Swt menjelaskan lanjutan kisah Musa as sebagai berikut,
…
...Sungguh, dia (setan itu) adalah musuh yang jelas menyesatkan.” (QS
Al-Qashash [28]: 15)
Sesungguhnya setan itu adalah musuhnya manusia, yang
menyesatkan manusia, dan menjerumuskannya ke dalam kesesatan dan
kesalahan yang nyata.
Musa bertobat atas perbuatan dosanya, seraya berdoa seperti
diterangkan berikut ini:
berkata, ”Hai warga Irak, aku tidak bertanya kepada kalian tentang dosa
kecil dan membesarkan dosa besar. Aku mendengar ayahku, Abdullah Ibnu
Umar berkata, aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya
fitnah itu datang dari sini, sambil mengisyaratkan atau menunjuk ke arah
timur, tempat munculnya matahari, sementara itu kalian saling memukul
pundak sebagian lain (saling pukul). Hanya saja Musa membunuh orang
yang telah membunuh Bani Israil itu lantaran kesalahan atau tidak
disengaja.”
Allah berfirman tentang hal ini,
... Dan engkau pernah membunuh seseorang, lalu Kami selamatkan
engkau dari kesulitan (yang besar) dan Kami telah mencobamu dengan
beberapa cobaan (yang berat) .... (QS Thâhâ [20]: 40)
Dia (Musa) berkata, “Ya Tuhanku! Demi nikmat yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku, maka aku tidak akan menjadi penolong bagi
orang-orang yang berdosa.” (QS Al-Qashash [28]: 17)
Musa as berdoa kepada Rabb-nya, ”Ya Tuhanku, pelihara dan
jagalah aku dari kesalahan demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan
kepadaku, berupa ilmu, hikmah, dan tauhid, juga kehormatan, kemuliaan
dan nikmat-Mu. Jika Engkau memeliharaku dari dosa, niscaya aku tidak
akan pernah mau menolong orang yang berbuat zalim. Aku bersumpah
pula untuk bertobat, demi nikmat yang Engkau anugerahkan kepadaku.
Aku juga berjanji untuk tidak menolong orang-orang musyrik.“
Surah Al-Qashash (28): 15-21 99
Maka ketika dia (Musa) hendak memukul dengan keras orang yang
menjadi musuh mereka berdua, dia (musuhnya) berkata, “Wahai Musa!
100 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
…
... Engkau hanya bermaksud menjadi orang yang berbuat sewenang-
wenang di negeri (ini), dan engkau tidak bermaksud menjadi salah seorang
dari orang-orang yang mengadakan perdamaian.” (QS Al-Qashash [28]:
19)
Musuh Musa itu mengatakan, ”Hai Musa, kamu tidak lain hanyalah
ingin menjadi jagoan dan bertindak sewenang-wenang di negeri ini. Kamu
memukul dan membunuh orang semaumu, tanpa mempertimbangkan
akibat-akibatnya. Kamu memang tidak ingin berbuat di negeri ini suatu
perbuatan yang membawa kemaslahatan bagi penduduknya dan
menghilangkan permusuhan di antara mereka. Akibatnya, penduduk ini
akan hidup di dalam perdamaian dan kedamaian” (Al-Maraghi, XX, t.t.:
41).
Dipertegas lagi oleh Al-Zuhaili (XX, 1991: 76-77). Musuh Musa
mengatakan, “Hai Musa, kamu tidak lain hanya ingin menjadi pembunuh,
sok jagoan, dan pembuat keonaran di negeri ini, tanpa menghiraukan
akibatnya. Kamu juga tidak ingin menjadi orang yang menciptakan
perdamaian dan melerai permusuhan di kalangan masyarakat dengan cara
baik dan bijaksana. Meskipun salah satu yang bertikai itu adalah kaum
kerabatmu atau satu bangsa dengan kamu.”
Dan seorang laki-laki datang bergegas dari ujung kota seraya berkata,
“Wahai Musa! Sesungguhnya para pembesar negeri sedang berunding
tentang engkau untuk membunuhmu, maka keluarlah (dari kota ini),
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat
kepadamu.” (QS Al-Qashash [28]: 20)
Maka keluarlah dia (Musa) dari kota itu dengan rasa takut, waspada
(kalau ada yang menyusul atau menangkapnya), dia berdoa, “Ya Tuhanku,
selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu.” (QS Al-Qashash [28]:
21)
Musa as segera keluar dari kota Firaun dengan perasaan khawatir
atas keselamatan dirinya, juga takut ada seseorang yang mengikutinya di
belakang.
Di saat ujian yang genting seperti ini, Musa as berdoa kepada
Allah,”Ya Rabbi, selamatkanlah aku dari kaum yang zalim, yaitu Firaun dan
para pembesarnya.”
Allah menerima dan mengabulkan doanya dan menyelamatkannya,
sehingga akhirnya lolos dan sampai di negeri Madyan.
102 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
***
Surah Al-Qashash (28): 22-28 103
memulangkan (ternaknya), sedang ayah kami adalah orang tua yang telah
lanjut usianya”; (24) Maka dia (Musa) memberi minum (ternak) kedua
perempuan itu, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa,
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan
(makanan) yang Engkau turunkan kepadaku”; (25) Kemudian datanglah
kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu berjalan dengan
malu-malu, dia berkata, “Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk
memberi balasan sebagai imbalan atas (kebaikan)mu memberi minum
(ternak) kami.” Ketika (Musa) mendatangi ayahnya (Syekh Madyan) dan
dia menceritakan kepadanya kisah (mengenai dirinya), dia (Syekh Madyan)
berkata, “Janganlah engkau takut! Engkau telah selamat dari orang-
orang yang zalim itu”; (26) Dan salah seorang dari kedua (perempuan)
itu berkata, “Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita),
sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja
(pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya”; (27) Dia (Syekh
Madyan) berkata, “Sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan
engkau dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini, dengan
ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama delapan tahun dan jika
engkau sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan)
darimu, dan aku tidak bermaksud memberatkan engkau. Insya Allah
engkau akan mendapatiku termasuk orang yang baik”; (28) Dia (Musa)
berkata, “Itu (perjanjian) antara aku dan engkau. Yang mana saja dari
kedua waktu yang ditentukan itu yang aku sempurnakan, maka tidak ada
tuntutan (tambahan) atas diriku (lagi). Dan Allah menjadi saksi atas apa
yang kita ucapkan.” (QS Al-Qashash [28]: 22-28)
Penjelasan Ayat
Allah Swt menerangkan perjalanan Musa as dari Mesir menuju
Madyan dengan firman-Nya berikut ini,
Dan ketika dia menuju ke arah negeri Madyan dia berdoa lagi, “Mudah-
mudahan Tuhanku memimpin aku ke jalan yang benar.” (QS Al-Qashash
[28]: 22)
Ketika akan bertolak ke Madyan, dan meninggalkan Mesir, Musa
as tidak mengetahui jalan menuju Madyan, sehingga bersandar dan
mengharap rahmat Allah dan petunjuk-Nya, seraya berdoa, ”Ya Rabb,
tunjukilah aku jalan yang benar.”
Allah menganugerahkan nikmat-Nya dan menunjukkannya jalan
yang lurus. Musa memilih jalan yang di tengah-tengah dari tiga jalan
yang ada. Ia bertanya kepada orang-orang tentang bagaimana arah jalan
tersebut sebagaimana biasanya.
Ibnu Ishaq berkata, ”Musa keluar dari Mesir menuju Madyan tanpa
bekal apa pun dan tidak berkendaraan, dan berjarak tempuh lebih kurang 8
(delapan) hari perjalanan. Musa juga tidak membawa makanan, sehingga
yang dimakan hanyalah daun-daunan.”
Madyan, berlokasi di bagian selatan dari Palestina.
Dan ketika dia sampai di sumber air negeri Madyan, dia menjumpai di
sana sekumpulan orang yang sedang memberi minum (ternaknya), dan
dia menjumpai di belakang orang banyak itu dua orang perempuan sedang
menghambat (ternaknya). Dia (Musa) berkata, “Apakah maksudmu
(dengan berbuat begitu)?” Kedua (perempuan) itu menjawab, “Kami tidak
dapat memberi minum (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala
itu memulangkan (ternaknya), sedang ayah kami adalah orang tua yang
telah lanjut usianya.” (QS Al-Qashash [28]: 23)
Tatkala Musa sampai ke Madyan, dan datang ke sumber airnya,
di sana terdapat sumur yang didatangi para penggembala ternak. Musa
menemukan banyak penggembala yang meminumkan hewan ternaknya
di sumur itu.
Musa melihat di belakang para penggembala itu dua wanita yang
menahan hewan ternaknya masuk ke sumber air tersebut, agar tidak
berbaur dengan penggembala lainnya, sehingga keduanya tidak merasa
terganggu.
Ketika Musa melihat situasi yang ganjil yang dilakukan keduanya, ia
merasa kasihan. Ia bertanya, ”Mengapa kamu berdua tidak mendatangi
sumber air itu dan bergabung saja dengan para penggembala lainnya?”
“Kami tidak mungkin memberi minum hewan ternak kami, kecuali
jika mereka telah selesai memberi minum hewan ternak mereka.
Sementara ayah kami adalah orang yang sudah tua renta yang tidak
mungkin menggembalakan dan memberi minum air hewan ternaknya,”
jawab kedua gadis itu.
Inilah keadaan orang lemah dibandingkan dengan orang yang kuat.
Orang yang kuat adalah orang yang pertama minum, sedangkan orang
yang lemah barulah yang meminum air sisanya.
Alasan inilah yang menyebabkan Musa segera menolong keduanya
memberi minum ternaknya.
Kedua wanita itu mengingatkan Musa bahwa ayahnya sudah tua
renta untuk menggugah Musa mau menolongnya.
b) Musa Memberi Minum Hewan Ternak Milik Nabi Syu'aib itu
dan Bermunajat kepada Allah.
Surah Al-Qashash (28): 22-28 107
…
... Ketika (Musa) mendatangi ayahnya (Syekh Madyan) dan dia
menceritakan kepadanya kisah (mengenai dirinya), dia (Syekh Madyan)
berkata, “Janganlah engkau takut! Engkau telah selamat dari orang-orang
yang zalim itu.” (QS Al-Qashash [28]: 25)
Musa as mendatangi rumah Nabi Syuaib as. Ia menuturkan kisahnya
dengan Firaun bersama kaumnya yang berada dalam kekufuran dan
arogan kepada Bani Israil, dan merencanakan pembunuhan kepada Musa,
termasuk latar belakang meninggalkan negerinya, Mesir.
Orang yang tua itu berkata, ”Jangan takut, tenanglah, dan lega
hatilah, karena engkau selamat dari cengkeraman orang-orang yang
zalim. Kamu juga sudah keluar dari kerajaan mereka. Mereka tidak dapat
Surah Al-Qashash (28): 22-28 109
Dan salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, “Wahai ayahku!
Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang
paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang
yang kuat dan dapat dipercaya.” (QS Al-Qashash [28]: 26)
Putri tertua Nabi Syu’aib, yang telah mengundangnya, mengusulkan
kepada sang ayah, ”Hai ayahanda, jadikanlah Musa sebagai pegawai yang
akan menggembalakan kambing-kambing ini. Sebaik-baiknya pegawai
adalah dia (Musa), karena dia orang yang kuat untuk menjaga hewan-
hewan ternak dan mengurusinya. Dia juga adalah orang yang dapat
dipercaya dan tidak perlu dikhawatirkan sikap khianatnya.”
Sifat utama dari karyawan adalah: (1) memiliki kekuatan untuk
menjalankan urusannya, dan (2) bersikap amanah dalam memelihara
urusannya.
Sumber pengetahuan tentang dua sifat itu adalah apa yang dilihat
dari pribadinya.
Sang ayah bertanya kepada anak gadis tersebut, ”Dari mana kamu
tahu tentang hal itu?”
Sang gadis menjawab, ”Musa sanggup mengangkat batu yang
digunakan untuk menutup sumber air. Batu itu hanya dapat diangkat oleh
sepuluh orang laki-laki. Juga ketika aku pergi bersamanya, dan berjalan di
depannya, dia meminta aku berjalan di belakangnya. Jika berbeda jalan,
dia melempar aku dengan batu kerikil guna memberitahu jalan dan arah
yang benar ke arah rumah.”
Abdullah Ibnu Masud ra menjelaskan, yang paling tepat mengambil
firasat dari seseorang adalah 3 (tiga) orang: Pertama, Abu Bakar ketika
mengambil firasat tentang Umar; kedua, pembesar Mesir yang membeli
Yusuf ketika berkata (kepada istrinya), ”hormati kedudukannya”; dan
110 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
ketiga, calon istri Nabi Musa ketika berkata (kepada ayahnya), ”Wahai
ayahanda, jadikanlah dia (Musa) menjadi pekerja, karena sebaik-baik
pekerja yang kamu pilih adalah yang kuat fisiknya (al-Qawiyyu) dan yang
dapat dipercaya (al-Amîn).”
f) Pernikahan Musa dengan Putri Nabi Syu’aib
….
Surah Al-Qashash (28): 22-28 111
Dia (Musa) berkata, “Itu (perjanjian) antara aku dan engkau. Yang mana
saja dari kedua waktu yang ditentukan itu yang aku sempurnakan, maka
tidak ada tuntutan (tambahan) atas diriku (lagi)..... (QS Al-Qashash [28]:
28)
Musa as berkata kepada calon mertuanya. “Aku sepakat atas apa
yang bapak tawarkan. Saya tinggal memilih salah satu dari kedua putri
bapak dan dua waktu itu: delapan tahun atau sepuluh tahun.
“Setiap orang terikat dengan persyaratan itu. Maka jika aku
melengkapinya menjadi sepuluh tahun, maka itu pilihanku. Jika aku
menyelesaikannya delapan tahun, maka aku sudah terbebas dari
perjanjianku. Jika aku keluar dari syarat, maka tiada berdosa untuk memilih
satu dari dua waktu.
“Bapak tidak dapat menuntut aku lebih dari itu.”
Musa akhirnya mengambil waktu yang lengkap.
Ibnu Jarir dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas. Rasulullah
Saw bersabda, “Aku bertanya kepada Malaikat Jibril tentang batas waktu
yang mana yang diambil dan dijalankan oleh Musa? Jibril menjawab, dia
menyempurnakan dan melengkapkannya (10 tahun lamanya).”
Itu perjanjian yang dibuat antara Musa dan Syu’aib as Dua batas
waktu dimaksud adalah pertama, 8 (delapan) tahun sebagai batas waktu
yang paling pendek, sedangkan kedua, 10 (sepuluh) tahun sebagai waktu
yang paling panjang.
***
Surah Al-Qashash (28): 29-32 113
Penjelasan Ayat
Musa as tersesat jalan, karena mereka pergi berdua saja, tanpa ada orang
lain yang menyertai dan menunjukkan jalan.
Musa as menggunakan kata umkutsû (tunggulah) dalam bentuk
kata kerja untuk lawan bicara yang jamak (orang banyak), guna
menggambarkan penghormatan kepada istrinya.
Maka ketika dia (Musa) sampai ke (tempat) api itu, dia diseru dari (arah)
pinggir sebelah kanan lembah, dari sebatang pohon, di sebidang tanah
yang diberkahi, “Wahai Musa! Sungguh, Aku adalah Allah, Tuhan seluruh
alam! (QS Al-Qashash [28]: 30)
Ketika Musa as sampai di tempat api itu, demikian Al-Zuhaili (XX,
1991: 95-96) menafsirkan ayat di atas, Allah sebagai Rabb-nya memanggil
dari sisi kanan lembah, yaitu sebelah kanan Musa.
Allah berseru kepada Musa di tanah yang penuh berkah dari arah
pohon, ”Ya Musa, sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan semesta alam.
Aku ini adalah Rabb kamu, maka lepaskanlah sandalmu, karena engkau
berada di lembah yang disucikan.”
Artinya, yang mengajakmu berbicara dan berdialog dengan kamu
ini adalah Rabb semesta alam. Yang mengerjakan apa dikehendaki-Nya,
Tiada tuhan selain Dia. Dia Maha Suci dari kesamaannya dengan dan dari
makhluk-makhluk-Nya, baik zat, sifat, ucapan, maupun perbuatan-Nya.
Sungguh, Allah telah menciptakan keyakinan yang kuat dalam diri
Musa, bahwa ucapan itu adalah kalam Allah, mendengar ucapan langsung
dari-Nya, bukan dari pohon. Demikian menurut pendapat Abu Musa Al-
Asy’ari.
Adapun menurut pandangan Abu Manshur Al-Maturidi, Musa as
mendengar suara dan huruf yang tercipta pada pohon dan terdengar
darinya.
Allah mengokohkan kenabian Musa as dengan menganugerahkan
dua mukjizat.
Mukjizat pertama,
….
116 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
(4) Allah Swt memanggil Musa dengan seruan yang lembut di lembah
yang diberkahi.
(5) Allah Swt mengokohkan kenabian Musa as dengan dua buah
mukjizat. Kedua mukjizat tersebut menjadi bukti kenabiannya di
hadapan Firaun dan kaumnya.
***
(33) Dia (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh aku telah membunuh
seorang dari golongan mereka, sehingga aku takut mereka akan
membunuhku; (34) Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya daripada
aku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan
(perkataan)ku; sungguh, aku takut mereka akan mendustakanku”; (35)
Dia (Allah) berf rman, “Kami akan menguatkan engkau (membantumu)
dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang
besar, maka mereka tidak akan dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu
berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang
mengikuti kamu yang akan menang”; (36) Maka ketika Musa datang
kepada mereka dengan (membawa) mukjizat Kami yang nyata, mereka
Surah Al-Qashash (28): 33-37 119
berkata, “Ini hanyalah sihir yang dibuat-buat, dan kami tidak pernah
mendengar (yang seperti) ini pada nenek moyang kami dahulu”; (37) Dan
dia (Musa) menjawab, “Tuhanku lebih mengetahui siapa yang (pantas)
membawa petunjuk dari sisi-Nya dan siapa yang akan mendapat kesudahan
(yang baik) di akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang zalim tidak akan
mendapat kemenangan.” (QS Al-Qashash [28]: 33-37)
Penjelasan Ayat
Allah memerintahkan Musa as pergi menghadap Firaun. Padahal,
Musa keluar dari Mesir, untuk melarikan diri dan takut terhadap hukumannya.
Allah menerangkan ucapan dan perilaku Musa dengan firman-Nya berikut,
Dia (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh aku telah membunuh seorang
dari golongan mereka, sehingga aku takut mereka akan membunuhku.
(QS Al-Qashash [28]: 33)
Ayat di atas ditafsirkan, Musa berkata kepada Allah, ”Ya Rabbi,
bagaimana aku akan berani menghadap Firaun dan kaumnya, padahal
dahulu aku pernah membunuh penduduk rakyat Firaun. Aku takut jika
mereka melihatku, mereka akan membalas dendam.”
120 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
….
Dia (Allah) berf rman, “Kami akan menguatkan engkau (membantumu)
dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang
Surah Al-Qashash (28): 33-37 121
... dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada
dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. (QS Saba` [34]: 24)
Di akhir ayat ada ungkapan yang menghardik mereka atas
penolakannya. Di dalamnya ada isyarat bahwa mereka sebenarnya rugi
dalam debat ini. Mereka akan menyesal di kemudian hari.
***
Surah Al-Qashash (28): 38-43 125
pelita bagi manusia dan petunjuk serta rahmat, agar mereka mendapat
pelajaran. (QS Al-Qashash [28]: 38-43)
Penjelasan Ayat
….
Dan Firaun berkata, “Wahai para pembesar kaumku! Aku tidak mengetahui
ada Tuhan bagimu selain aku.... (QS Al-Qashash [28]: 38)
Firaun seorang raja lalim yang menguasai Mesir ini mengatakan,
”Wahai kaumku, aku tidak tahu akan adanya tuhan lain selain aku, dalam
arti bahwa tuhan Musa itu tidak ada. Maka aku adalah tuhan itu.”
Ini sebagaimana firman Allah Swt yang menceritakan tentang itu di
dalam ayat lain:
(23) Kemudian dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru
(memanggil kaumnya); (24) (Seraya) berkata, “Akulah tuhanmu yang
paling tinggi”; (25) Maka Allah menghukumnya dengan azab di akhirat dan
siksaan di dunia; (26) Sungguh, pada yang demikian itu terdapat pelajaran
bagi orang yang takut (kepada Allah). (QS Al-Nâzi`ât [79]: 23-26)
Surah Al-Qashash (28): 38-43 127
...
... Maka bakarkanlah tanah liat untukku wahai Haman (untuk membuat
batu bata), kemudian buatkanlah bangunan yang tinggi untukku agar aku
dapat naik melihat Tuhannya Musa, dan aku yakin bahwa dia termasuk
pendusta.” (Al-Qashash [28]: 38)
Ayat ini ditafsirkan (Al-Zuhaili, XX, 1991: 108) bahwa Firaun
memerintahkan Haman, salah seorang menterinya, membakar tanah liat
untuk membuat gedung yang tinggi sekali, menjulang tinggi ke langit
sehingga aku bisa naik ke sana, sehingga dapat melihat Tuhan yang
disembah oleh Musa.
Firaun mengatakan demikian, karena memandang tuhan Musa itu
seperti benda fisik sebagaimana benda lainnya. Firaun meyakini bahwa
Musa as adalah pembohong dalam ucapannya bahwa disana ada tuhan
lain selain aku.
Ini sebagaimana diterangkan dalam QS Ghâfir (40): 36-37 yang
artinya,
(36) Dan Firaun berkata, “Wahai Haman! Buatkanlah untukku sebuah
bangunan yang tinggi agar aku sampai ke pintu-pintu; (37) (yaitu) pintu-
pintu langit, agar aku dapat melihat Tuhannya Musa, tetapi aku tetap
128 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Dan dia (Firaun) dan bala tentaranya berlaku sombong di bumi tanpa alasan
yang benar, dan mereka mengira bahwa mereka tidak akan dikembalikan
kepada Kami. (QS Al-Qashash [28]: 39)
Firaun dan kaumnya serta pengikutnya telah bersikap sombong atau
angkuh. Mereka juga membuat kerusakan di muka bumi. Mereka meyakini
tiada hari kiamat, hisâb dan balasan.
Mereka menjadi demikian, karena kesesatan dan kesombongan
mereka, serta kekuasaannya di muka bumi. Mereka tidak mengetahui
bahwa Allah mengetahui dan mengawasi mereka, serta membalas apa
yang telah menjadi hak mereka.
Oleh karena itu, Allah menjelaskan hukuman mereka di dunia dan
diancam dengan hukuman di akhirat, melalui firman-Nya,
Maka Kami siksa dia (Firaun) dan bala tentaranya, lalu Kami lemparkan
mereka ke dalam laut. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang
yang zalim. (Al-Qashash [28]: 40)
Allah seakan-akan berfirman begini. “Kami tenggelamkan mereka
(Firaun dan bala tentaranya) ke dalam laut pada waktu yang sama,
Surah Al-Qashash (28): 38-43 129
sehingga tidak tersisa seorang pun yang masih hidup. Coba perhatikanlah,
wahai orang yang mempunyai pikiran dan merenungkan kekuasaan dan
keagungan Allah, bagaimana akhir kehidupan orang yang berbuat zalim.
Mereka menzalimi diri sendiri dan membangkang terhadap Tuhan mereka,
dan pembesar mereka mengaku-aku sebagai tuhan selain Allah.”
Allah Swt menyebutkan alasan mengapa harus melipatgandakan
hukuman mereka, dengan firman-Nya,
Dan Kami susulkan laknat kepada mereka di dunia ini; sedangkan pada
hari Kiamat mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan (dari rahmat
Allah). (QS Al-Qashash [28]: 42)
Allah pastikan sifat abadi pada mereka di dunia berupa laknat,
kehinaan, dan murka melalui lisan orang-orang Mukmin, para nabi, dan
para rasul, sebagaimana di akhirat kelak akan diusir dan dijauhkan dari
rahmat Allah.
Ini diterangkan pula pada ayat lain, yaitu QS Hûd (11): 99, yang
artinya,
130 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Dan mereka diikuti dengan laknat di sini (dunia) dan (begitu pula) pada
hari Kiamat. (Laknat) itu seburuk-buruk pemberian yang diberikan. (QS
Hûd [11]: 99)
Adapun Nabi Musa as dan para pembela iman, setelah Firaun
ditenggelamkan, memiliki cahaya kitab Taurat,
(2) Tindakan sia-sia adalah ingin membuat bangunan yang tinggi untuk
dapat melihat Tuhannya Musa, karena dianggap seperti sesembahan
lain yang berbentuk fisik/benda.
(3) Firaun dan kaumnya pasti mengetahui ada tuhan, yaitu Allah.
Akan tetapi mereka mengingkari hari kebangkitan manusia setelah
matinya. Akibatnya, mereka menentang Allah dan melampaui batas.
(4) Hukuman bagi mereka adalah ditenggelamkan di Laut Merah dalam
waktu yang bersamaan, bahkan dalam beberapa menit saja. Maka,
laknat Allah atas mereka, yaitu jauh dari kebaikan dan di akhirat
mereka jauh dari rahmat-Nya.
(5) Firaun dan pengikutnya akan mendapatkan balasan berlipatganda:
pertama, karena kesesatan dirinya dan kedua, karena menyesatkan
orang lain.
(6) Pahala abadi bagi orang yang berbuat kesalehan. Musa as dan
kaumnya diselamatkan Allah. Lalu Allah menurunkan Taurat
sebagai pelita kehidupan, petunjuk, dan rahmat bagi orang yang
mengimaninya.
***
132 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
(44) Dan engkau (Muhammad) tidak berada di sebelah barat (lembah suci
Tuwa) ketika Kami menyampaikan perintah kepada Musa, dan engkau tidak
(pula) termasuk orang-orang yang menyaksikan (kejadian itu); (45) tetapi
Kami telah menciptakan beberapa umat, dan telah berlalu atas mereka
masa yang panjang, dan engkau (Muhammad) tidak tinggal bersama-sama
penduduk Madyan dengan membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka,
tetapi Kami telah mengutus rasul-rasul; (46) Dan engkau (Muhammad)
tidak berada di dekat Tur (gunung) ketika Kami menyeru (Musa), tetapi
(Kami utus engkau) sebagai rahmat dari Tuhanmu, agar engkau memberi
peringatan kepada kaum (Quraisy) yang tidak didatangi oleh pemberi
peringatan sebelum engkau agar mereka mendapat pelajaran; (47) Dan
agar mereka tidak mengatakan ketika azab menimpa mereka disebabkan
apa yang mereka kerjakan, “Ya Tuhan kami, mengapa Engkau tidak
mengutus seorang rasul kepada kami, agar kami mengikuti ayat-ayat
Engkau dan termasuk orang mukmin.” (QS Al-Qashash [28]: 44-47)
Penjelasan Ayat
Ayat 44,
Dan engkau (Muhammad) tidak berada di sebelah barat (lembah suci
Tuwa) ketika Kami menyampaikan perintah kepada Musa, dan engkau
tidak (pula) termasuk orang-orang yang menyaksikan (kejadian itu). (QS
Al-Qashash [28]: 44)
Hai Muhammad, engkau tidak pernah berada di samping tempat atau
gunung sebelah barat, tatkala Allah berfirman kepada Nabi Musa, persoalan
risalah kenabian, kemudian diberikannya lembaran-lembaran Taurat dan
dibuat perjanjian dengannya. Engkau tidak berada di tempat tersebut,
dan menyaksikan peristiwa itu, sehingga kamu cukup mengetahuinya dan
mengabarkannya kepada umatmu.
Akan tetapi, Kami-lah yang mengabarkan kepadamu tentang berita
Musa, supaya menjadi bukti kenabianmu tatkala kamu memberitahukan
tentang kisah orang-orang terdahulu, seakan-akan engkau menyaksikan
sendiri. Sementara kamu adalah orang yang buta huruf tidak bisa membaca
dan menulis.
Hal ini menunjukkan bahwa pemberitahuan itu diperoleh melalui
wahyu dari Allah Swt.
Kabar tersebut dijelaskan Allah dengan alasan,
134 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
...
Nasrani) dan sungguh, kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca;
(157) Atau agar kamu (tidak) mengatakan, “Jikalau Kitab itu diturunkan
kepada kami, tentulah kami lebih mendapat petunjuk daripada mereka.”
Sungguh, telah datang kepadamu penjelasan yang nyata, petunjuk dan
rahmat dari Tuhanmu. Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang
mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling daripadanya? Kelak, Kami akan
memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami
dengan azab yang keras, karena mereka selalu berpaling.
Semuanya ini adalah rahmat dari Allah kepada hamba-hamba-Nya:
Dia tidak mengazab mereka, kecuali setelah datang penjelasan. Dia tidak
mengazab, kecuali telah datang syariat dan rasul.
Penjelasan Ayat
Ayat 48,
….
Maka ketika telah datang kepada mereka kebenaran (Al-Quran ) dari sisi
Kami, mereka berkata, “Mengapa tidak diberikan kepadanya (Muhammad)
seperti apa yang telah diberikan kepada Musa dahulu?”.... (QS Al-Qashash
[28]: 48)
Tatkala datang kebenaran dari sisi Allah Swt, yaitu Al-Quran yang
diturunkan kepada Rasulullah Saw, penduduk Mekah yang belum pernah
didatangi rasul sebelumnya dengan kesombongan, kekufuran, kebodohan,
dan kesesatannya, berkata,
“Mengapa Muhammad tidak diberi mukjizat sebagaimana yang
140 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Surah Al-Qashash (28): 48-51 141
.... ...
...Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti
keinginannya tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun?.... (QS Al-
Qashash [28]: 50)
Tidak ada yang lebih sesat dari pada petunjuk Allah dibanding
dengan orang yang mengikuti hawa nafsunya. Mereka mengikuti hawa
nafsu tanpa bukti yang diambil dari kitabullah, tanpa alasan yang benar
dari Allah.
Ini adalah dalil kebatilan atau kebobrokan taklid buta dalam
142 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
***
144 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Penjelasan Ayat
Ayat 52,
Orang-orang yang telah Kami berikan kepada mereka Al-Kitab sebelum
Al-Quran, mereka beriman (pula) kepadanya (Al-Quran). (QS Al-Qashash
[28]: 52)
Sesungguhnya para pendeta, tokoh Ahlul Kitab, dan orang-orang
pilihan dari kalangan Yahudi dan Nasrani yang hidup sezaman dengan Nabi
beriman kepada Al-Quran. Ada kesesuaian pokok-pokok ajaran antara
antara kitab-kitab mereka yang terdahulu dengan ajaran Al-Quran.
Berita gembira yang terdapat pada kitab-kitab mereka juga cocok
dengan ciri-ciri Nabi Muhammad Saw. Mereka (Ahlul Kitab itu) beriman
kepada Al-Quran dan Nabi Muhammad serta membenarkan keduanya.
Ayat ini memiliki kesepadanan dengan ayat-ayat lain, seperti
diungkapkan berikut ini.
Al-Baqarah (2): 121,
Orang-orang yang telah Kami beri Kitab, mereka membacanya sebagaimana
mestinya, mereka itulah yang beriman kepadanya. Dan barang siapa ingkar
kepadanya, mereka itulah orang-orang yang rugi.
146 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Dan apabila (Al-Quran ) dibacakan kepada mereka, mereka berkata, “Kami
beriman kepadanya, sesungguhnya (Al-Quran) itu adalah suatu kebenaran
dari Tuhan kami. Sungguh, sebelumnya kami adalah orang Muslim. (QS
Al-Qashash [28]: 53)
Manakala Al-Quran diperdengarkan/dibacakan, mereka akan
berkata, “Kami membenarkannya, kami beriman bahwa itu adalah firman
Allah yang benar, terpercaya dari Tuhan kami. Kami membenarkan Allah,
taat kepada-Nya, dan mengesakannya, ikhlas beribadah, dan menyambut
seruan-Nya. Bahkan, sudah kami lakukan sebelum turunnya Al-Quran dan
sebelum diutusnya Nabi Muhammad Saw.”
Ini adalah bukti keimanan mereka sebelumnya, karena mereka
menemukan apa-apa yang terdapat pada kitab-kitab nabi terdahulu, yaitu
kabar gembira tentang kedatangan Nabi Muhammad Saw.
Allah Swt memberi pujian yang besar kepada mereka, seperti yang
diterangkan ayat 54, sebagai berikut,
Surah Al-Qashash (28): 52-55 147
(56) Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk
kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada
orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang
mau menerima petunjuk; (57) Dan mereka berkata, “Jika kami mengikuti
petunjuk bersama engkau, niscaya kami akan diusir dari negeri kami.”
(Allah ber rman), “Bukankah Kami telah meneguhkan kedudukan mereka
dalam tanah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat
itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) sebagai rezeki
(bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui;
(58) Dan betapa banyak (penduduk) negeri yang sudah bersenang-
senang dalam kehidupannya yang telah Kami binasakan, maka itulah
tempat kediaman mereka yang tidak didiami (lagi) setelah mereka, kecuali
152 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
sebagian kecil. Dan Kamilah yang mewarisinya; (59) Dan Tuhanmu tidak
akan membinasakan negeri-negeri, sebelum Dia mengutus seorang
rasul di ibukotanya yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka;
dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan (penduduk) negeri; kecuali
penduduknya melakukan kezaliman; (60) Dan apa saja (kekayaan, jabatan,
keturunan) yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kesenangan
hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih
baik dan lebih kekal. Tidakkah kamu mengerti?; (61) Maka apakah sama
orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik (surga) lalu dia
memperolehnya, dengan orang yang Kami berikan kepadanya kesenangan
hidup duniawi kemudian pada hari Kiamat dia termasuk orang-orang yang
diseret (ke dalam neraka)? (QS Al-Qashash [28]: 56-61)
Penjelasan Ayat
Allah swt berfirman
Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada
orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang
yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau
menerima petunjuk. (QS Al-Qashash [28]: 56)
Ayat di atas mengandung arti, engkau wahai Muhammad tidak ada
kewenangan untuk memberi hidayah kepada siapa pun orang yang kamu
cintai, yaitu hidayah taufik. Kemenangan itu bukan untukmu. Kewajibanmu
hanya menyampaikan risalah.
Allah Swt-lah yang memiliki kewenangan memberikan hidayah
154 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
kepada siapa saja, yang Dia kehendaki, yaitu memberikan hidayah taufik
dan membuka hati orang tersebut. Allah akan memberikan cahaya ke
dalam hatinya, kemudian hati orang itu hidup dengan cahaya itu.
Hal ini sebagaimana yang difirman Allah Swt berikut,
Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia
cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak,
sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak
dapat keluar dari sana? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-
orang kaf r terhadap apa yang mereka kerjakan. (QS Al-An'âm [6:] 122)
Allah akan memberikan cahaya ke dalam hati yang sudah mati, yakni
hati orang kafir, kemudian menjadi hidup dan dapat menerima petunjuk
agama yang benar.
Ini mengandung hikmah yang agung, Tuhanmulah yang mengetahui
orang-orang yang sudah siap memperoleh hidayah, kemudian memberinya
hidayah. Dia pun tahu siapa orang yang akan sesat, lalu Dia tidak memberi
petunjuk.
Maksud turunnya ayat ini sebagai penghibur hati bagi Rasulullah
Saw tentang ketidakmungkinannya memberi hidayah kepada kaumnya.
Zahir ayat secara tegas tidak menerangkan kufurnya Abu Thalib.
Tapi terbukti dalam kitab shahihain bahwa ayat ini turun berkenaan dengan
Abu Thalib, paman Rasulullah Saw sebagaimana telah diterangkan.
Menurut Al-Zujjaj, kaum Muslimin sepakat bahwa ayat tersebut turun
berkaitan dengan Abu Thalib. Alasannya jelas bahwa Abu Thalib ketika
hendak meninggal berkata, “Wahai golongan Bani Abdu Manaf, patuhilah
Muhammad dan benarkanlah dia, kalian akan memperoleh kebenaran dan
keberuntungan.”
Lalu Nabi Muhammad Saw bersabda, “Wahai paman, engkau
memberi nasihat kepada mereka tapi tidak untuk dirimu.”
Abu Thalib menjawab, “Apa yang kamu inginkan wahai anak
saudaraku?”
Nabi Saw pun menjawab, “Aku ingin darimu satu kata, di akhir
usiamu di dunia mengucapkan lâ ilâha illâ l-llâh. Dengan demikian aku
akan bersaksi untukmu di sisi Allah.”
Abu Thalib berkata, “Wahai anak saudaraku. Aku telah mengetahui
bahwa kamu benar, tetapi aku tidak suka dikatakan tidak sabar ketika mati.
Kalau saja tidak ada antara kamu dan anak-anak ayahmu percekcokkan
setelah kepergianku karena mereka sedikit, tentu aku akan membuat
hatimu tenteram saat kematianku tiba karena aku mengetahui besarnya
Surah Al-Qashash (28): 56-61 155
156 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
(57) Dan mereka berkata, “Jika kami mengikuti petunjuk bersama engkau,
niscaya kami akan diusir dari negeri kami.” (Allah ber rman), “Bukankah
Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam tanah haram (tanah
suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala
macam (tumbuh-tumbuhan) sebagai rezeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi
kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS Al-Qashash [28]: 57)
Alasan ini adalah kedustaan dan batil. Allah Swt telah menjadikan
mereka ada di negeri yang aman. Bukankah mereka berada di Tanah Al-
Harâm yang aman, yang diagungkan sejak keberadaannya? Bagaimana
Tanah Al-Harâm ini akan tetap aman bagi mereka setelah mereka kufur
serta syirik? Sementara menjadi tidak aman bagi mereka ketika mereka
Islam dan mengikuti kebenaran?
Kekhususan Tanah Al-Harâm Mekah, antara lain, didatangkan
kepadanya berbagai macam buah-buahan dari semua negeri. Bukti
kekhususan itu adalah dibawakan kepadanya berbagai macam dagangan
dan barang-barang, sebagai anugerah merupakan rezeki dari Allah Swt.
Namun, sebagian besar mereka bodoh, tidak memahami kebaikan dan
kebahagiaan yang terdapat di dalamnya. Mereka tidak pula memikirkan
yang berhak untuk disembah bahkan menyembah kepada selain Allah.
Kedua, peringatan dari Allah Swt akan penghancuran umat-umat
terdahulu.
Dan apa saja (kekayaan, jabatan, keturunan) yang diberikan kepada kamu,
maka itu adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang
apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Tidakkah kamu
mengerti?. (QS Al-Qashash [28]: 60)
Kehidupan dunia dan semua yang terdapat di dalamnya, termasuk
hiasan dan harta benda adalah fana, lagi hina dibandingkan dengan
kenikmatan akhirat yang dijanjikan Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya
yang berbuat kebaikan. Semua yang dikaruniakan Allah berupa kenikmatan
hasil bumi, kendaraan, tempat tinggal, pakaian, anak-anak, dan pernak-
pernik hiasan dunia sama sekali tidak ada artinya bagi Allah Swt.
Apabila dibandingkan dengan kenikmatan akhirat. Kenikmatan
akhirat adalah kekal abadi, lebih baik daripada kenikmatan dunia.
Sebagaimana firman Allah Swt,
Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah
kekal. Dan Kami pasti akan memberi balasan kepada orang yang sabar
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS
Al-Nahl [16]: 96)
Demikian juga diungkapkan Allah Swt dalam ayat berikut,
Tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, mereka akan
mendapat surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka
kekal di dalamnya sebagai karunia dari Allah. Dan apa yang di sisi Allah
lebih baik bagi orang-orang yang berbakti. (QS Âli ’Imrân[3]: 198)
Dan ayat berikut juga mengungkapkan,
(16) Sedangkan kamu (orang-orang ka r) memilih kehidupan dunia; (17)
padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. (QS Al-A’lâ [87]:
16-17)
Rasulullah Saw bersabda, “Demi Allah, kehidupan dunia dibandingkan
dengan akhirat seperti salah seorang dari kalian memasukkan jarinya ke
lautan, hendaklah dia melihat tetes air yang kembali kepadanya.”
Tidaklah manusia berpikir dan merenung tentang mengapa lebih
mendahulukan dunia daripada akhirat? Apakah orang itu berpikir dan
merenung mengapa memprioritaskan yang fana daripada yang kekal?
Ingatlah, hendaklah manusia berpikir untuk memilih apa yang
lebih baik dan abadi baginya dan meninggalkan yang buruk dan bisa
menimpanya. Kemudian Allah Swt menegaskan makna ayat tersebut.
160 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
***
162 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Penjelasan Ayat
Allah Swt memberitahukan tentang kecaman-Nya terhadap orang-
orang kafir musyrik pada hari kiamat dalam bentuk tiga pertanyaan yang
dilontarkan kepada mereka.
Pertanyaan pertama, tentang tuhan-tuhan (berhala) yang mereka
sembah di dunia, apakah dapat memberi manfaat dan pertolongan di
akhirat?
Ayat 62 menerangkan,
Ku? Apakan mereka itu dapat memberi manfaat bagi kalian dan dapat
memberi pertolongan kepada kalian atau sebaliknya, membutuhkan
pertolongan?
Dengan sedikit redaksi yang berbeda, Al-Maraghi (XX, t.t: 81)
menafsirkan, “Hai rasul, ceritakan kepada kaummu, suatu hari, ketika
Allah memanggil orang-orang kafir/musyrik yang sesat serta menyesatkan
orang lain dan menghalangi mereka dari jalan Allah.”
Allah Swt bertanya, “Mana sekutu-sekutu-Ku; dari malaikat, jin,
bintang-bintang, patung-patung, dan berhala-berhala yang kalian anggap
sebagai tuhan-tuhan sekutu-Ku? Mintalah kepada mereka pertolongan
agar menyelamatkan kalian dari azab neraka!”
Maksud pertanyaan Allah itu untuk menghinakan dan melecehkan
mereka. Karena, memang tidak memerlukan jawaban. Mereka pun tahu
bahwa apa yang mereka telah lakukan di dunia itu sia-sia dan tak berguna
pada hari kiamat.
Di samping itu, mereka juga menyadari bahwa tauhid dan kenabian
yang dapat menolong mereka, bukan penyembahan terhadap apa-apa
yang mereka pertuhan.
Ayat yang senada terdapat pada Surah Al-An'âm (6) ayat 94,
Dan kamu benar-benar datang sendiri-sendiri kepada Kami sebagaimana
Kami ciptakan kamu pada mulanya, dan apa yang telah Kami karuniakan
kepadamu, kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia). Kami tidak melihat
pemberi syafaat (pertolongan) besertamu yang kamu anggap bahwa
mereka itu sekutu-sekutu (bagi Allah). Sungguh, telah terputuslah (semua
pertalian) antara kamu dan telah lenyap dari kamu apa yang dahulu kamu
sangka (sebagai sekutu Allah).
Allah Swt kemudian menyebutkan jawaban penyeru-penyeru
kesesatan dan kekafiran sebagai berikut.
Ayat 63,
(52) Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Dia ber rman, “Panggillah olehmu
sekutu-sekutuKu yang kamu anggap itu.” Mereka lalu memanggilnya,
tetapi mereka (sekutu-sekutu) tidak membalas (seruan) mereka dan Kami
adakan untuk mereka tempat kebinasaan (neraka); (53) Dan orang yang
berdosa melihat neraka, lalu mereka menduga, bahwa mereka akan jatuh
ke dalamnya, dan mereka tidak menemukan tempat berpaling darinya.
Maksud dari pertanyaan Allah Swt itu untuk merendahkan dan
menghinakan orang-orang musyrik. Mereka memanggil dan meminta tolong
kepada tuhan yang tidak dapat diharapkan pertolongannya. Walaupun
mereka memanggil dan merengek-rengek meminta pertolongan, tuhan-
tuhan yang mereka sembah itu tidak akan mampu memberi pertolongan
mereka dari azab yang sudah ditetapkan dan segera akan menimpa
mereka.
Ini salah satu bentuk hardikan dan penolakan terhadap kemusyrikan
dan segala macam bentuk khurafât (kepercayaan dan keyakinan yang
tidak masuk akal) di dunia ini.
Pertanyaan ketiga, penolakan terhadap dakwah para nabi untuk
mengesakan Allah. Firman Allah ayat 65 menerangkan,
Maka adapun orang yang bertobat dan beriman, serta mengerjakan
kebajikan, maka mudah-mudahan dia termasuk orang yang beruntung.
(QS Al-Qashash [28]: 67)
Surah Al-Qashash (28): 62-67 169
(4) Pada ayat berikutnya, Allah membuka pintu tobat bagi mereka,
termasuk kaum musyrikin yang sadar untuk meninggalkan
kemusyrikan, kemudian beriman dan beramal saleh.
(5) Orang-orang beriman dan beramal saleh akan mendapat
keberuntungan pada hari kiamat yang berupa rida Allah dan
kenikmatan di dalam surga.
***
Penjelasan Ayat
Ayat 68,
Dan Dialah Allah, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, segala
puji bagi-Nya di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nya segala penentuan dan
kepada-Nya kamu dikembalikan. (QS Al-Qashash [28]: 70)
Hanya Dia-lah yang berhak disembah, tidak ada tuhan lain yang
berhak disembah, seperti halnya tidak ada tuhan lain yang menciptakan
berdasarkan kehendak dan pilihannya sendiri. Dia-lah Tuhan yang Maha
Mengetahui segala sesuatu dan Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Ini sebuah peringatan bahwa Allah itu Maha Kuasa atas segala
kemungkinan, Maha Tahu segala ilmu pengetahuan, Suci dari segala sifat
kekurangan dan cacat. Oleh karena itu, hanya Dia yang berhak dipuji dan
sebagai tempat bersyukur.
Hanya Allah yang berhak dipuji, tempat bersyukur, dan diibadahi.
Segala perbuatan Allah terpuji, baik di dunia maupun di akhirat, karena
Dia Maha Adil, Maha Bijaksana dalam menganugerahkan kenikmatan dan
segala kebajikan kepada seluruh makhluk-Nya.
Dia-lah yang memutuskan segala sesuatu, tidak ada yang mampu
membantah keputusan-Nya. Dia Berkuasa atas seluruh hamba-Nya dan
kekuasaan-Nya di atas kekuasaan seluruh hamba-Nya. Dia yang Maha
174 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
***
Surah Al-Qashash (28): 71-75 175
Penjelasan Ayat
Allah Swt menganugerahkan kenikmatan kepada hamba-hamba-Nya
yang berupa pergantian antara waktu malam dan siang yang merupakan
kebutuhan dan variasi hidup dan kehidupan mereka.
Ayat 71 menerangkan sebagai berikut,
Katakanlah (Muhammad), “Bagaimana pendapatmu, jika Allah menjadikan
untukmu siang itu terus-menerus sampai hari Kiamat. Siapakah tuhan
selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu sebagai waktu
istirahatmu? Apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS Al-Qashash [28]:
72)
Katakan juga kepada kaum musyrikin hai Muhammad. Bagaimana
pendapat kalian andaikan Allah menciptakan waktu siang terus-menerus
sampai hari kiamat nanti? Jika itu terjadi, niscaya badan akan menjadi
letih dan lemah karena banyak bergerak dan beraktivitas.
Oleh karena itu, tuhan mana yang kemudian dapat menciptakan
waktu malam agar kalian dapat beristirahat dari kegiatan dan kesibukan di
siang hari? Apakah kalian tidak melihat dan memikirkan bukti-bukti lahiriah
yang menunjukkan kemahakuasaan Allah yang sempurna ini? Kalau kalian
menyadari hal ini, niscaya kalian akan tahu bahwa yang berhak diibadahi
hanya Allah Swt, Tuhan yang senantiasa menganugerahkan kenikmatan
kepada hamba-hamba-Nya.
Ayat 73,
karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya. (QS
Al-Qashash [28]: 73)
Karena rahmat dan kasih sayang-Nya, Allah Swt menciptakan siang
dan malam. Allah menciptakan waktu malam yang gelap agar kalian dapat
beristirahat dengan nyaman dan tenang setelah bekerja dan beraktivitas
di siang hari. Dia telah menjadikan siang yang terang-benderang agar
kalian dapat melihat hal-hal yang bermanfaat bagi hidup kalian, kemudian
kalian dapat mencari nafkah, dan bepergian dari satu tempat ke tempat
lainnya, dari negara ke negara lainnya, untuk mencari rezeki yang menjadi
kebutuhan hidup kalian. Semuanya itu kadang-kadang sulit jika dilakukan
di malam hari.
Maka bersyukurlah kepada Allah dengan mengkhususkan ibadah
kepada-Nya, bukan kepada tuhan lainnya. Karena, hanya Dia yang
menganugerahkan kedua kenikmatan tersebut. Esakan Dia, dan jangan
kalian sekutukan dengan yang lain.
Ayat di atas menunjukkan bahwa pergantian siang dan malam
itu merupakan kenikmatan besar bagi makhluk-makhluk Allah, bahkan
merupakan bukti yang sangat gamblang tentang kemahakuasaan Allah
Swt.
Firman Allah Surah Al-Furqân (25) ayat 62 menegaskan,
Dia (Musa) menjawab, “Sekali-kali tidak akan (tersusul); sesungguhnya
Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku”.
Ayat-ayat lain yang senada banyak ditemukan di dalam Al-Quran.
Tegasnya bahwa pergantian siang dan malam itu mengandung tiga tujuan:
1) Agar manusia dan makhluk lainnya merasa tenang dan tenteram
beristirahat di malam hari;
2) Mencari anugerah Allah (rezeki) di siang hari;
3) Dan bersyukur kepada Allah atas anugerah tersebut.
Jika dicermati, Allah menggunakan kata afalâ tasma’ûna ketika
menerangkan malam. Penggunaan kata ini sangat cocok, karena di
keheningan malam dan kegelapannya itu, pendengaran lebih dapat
memberi manfaat. Dengan pendengaran ini, manusia dapat menangkap
apa yang tidak dapat ditangkap oleh indra penglihatan karena gelapnya
malam.
Selanjutnya, Allah menggunakan kata afalâ tubshirûna ketika
menerangkan waktu siang. Kata ini yang paling cocok. Di siang hari yang
Surah Al-Qashash (28): 71-75 179
***
182 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Penjelasan Ayat
Ayat 76,
.... ...
...dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta
yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-
kuat.... (QS Al-Qashash [28]: 76)
Kami menganugerahi Qarun harta kekayaan yang melimpah
sehingga kunci gudangnya terasa berat dipikul oleh sekelompok orang
laki-laki yang kuat-kuat. Menurut Ibnu Abbas, kunci-kunci gudangnya baru
dapat diangkat kalau yang mengangkatnya itu empat puluh lelaki yang
kuat-kuat.
Orang-orang yang arif bijaksana memberi lima nasihat kepada
Qarun.
Pertama, yang termuat pada akhir ayat 76 sebagai berikut,
...
Surah Al-Qashash (28): 76-78 185
memiliki hak atas dirimu,dan tamu-tamumu pun memiliki hak untuk dijamu.
Oleh karena itu, berikan hak kepada setiap pemilik hak atas diri dan
hartamu. Ini cara hidup orang Islam yang wasathiyah (pertengahan).
Ibnu Umar berkata, “Berusahalah untuk kepentingan duniamu
seolah-olah engkau akan hidup selamanya, dan beramallah untuk
kepentingan akhiratmu seolah-olah engkau akan mati besok hari.”
Keempat, termuat masih di tengah ayat 77 sebagai berikut,
...
...dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak
menyukai orang yang berbuat kerusakan. (QS Al-Qashash [28]: 77)
Jangan berbuat kerusakan di bumi dengan kezaliman, kesombongan,
dan bersikap buruk terhadap orang lain, karena Allah akan mengazab orang
yang berbuat kerusakan, tidak akan memberinya rahmat, pertolongan,
maupun mencintainya.
Akan tetapi, Qarun tidak menggubris nasihat tersebut, bahkan
mengatakan sebagaimana tersebut pada ayat 78 sebagai berikut,
...
...Tidakkah dia tahu, bahwa Allah telah membinasakan umat-umat
sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan
harta? Dan orang-orang yang berdosa itu tidak perlu ditanya tentang dosa-
dosa mereka. (QS Al-Qashash [28]: 78)
Ibnu Katsir (III, t.t.: 24) menerangkan, apakah Qarun itu tidak
mengetahui bahwa pada zaman dahulu ada orang atau kaum yang lebih
kuat dan lebih kaya, namun tidak Kami sukai karena mereka kufur, tidak
mau mensyukuri nikmat-Ku, kemudian Kami hancurkan mereka dengan
azab di dunia.
Orang-orang yang melakukan perbuatan dosa itu tidak akan ditanya
tentang dosa-dosa mereka. Artinya, jika mengazab mereka, Allah tidak
perlu menanyakan sebesar apa dosa yang telah mereka lakukan, karena
188 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
(3) Orang bodoh yang sama sekali tidak berilmu atau ilmunya kurang
itu mudah tertipu oleh masalah harta yang ia miliki. Akibatnya, dia
menjadi kufur nikmat. Allah akan mengazab orang-orang sombong
dan kufur nikmat.
(4) Asas kemajuan Islam itu terdiri atas empat hal: (a) amal saleh yang
dilakukan untuk mencari rida Allah di akhirat; (b) kemakmuran
dunia yang dapat dirasakan semua orang; (c) berbuat baik kepada
orang lain secara materi mapun non materi (akhlak baik); dan (d)
menghindari kerusakan, kemaksiatan, dan kehancuran.
(5) Orang beriman hendaknya memanfaatkan kekayaan atau kehidupan
dunia ini untuk kepentingan di akhirat. Dan kenikmatan akhirat
itu dapat diraih dengan keimanan, amal saleh, ketaatan, dan
peribadatan kepada Allah Swt, meninggalkan kemaksiatan dan
kerusakan yang mengakibatkan azab Allah di akhirat.
(6) Allah adalah hakikat sumber rezeki, sedangkan manusia hanyalah
sebagai lantaran menuju rezeki Allah Swt.
(7) Adalah kebodohan kalau ada manusia yang menganggap bahwa
kesuksesan dan kekayaan itu diperoleh dengan hasil upaya sendiri,
tanpa campur tangan Allah Swt.
(8) Kekayaan itu adalah ujian dan istidraj dari Allah Swt, bukan lambang
keridaan-Nya.
(9) Kebodohan Qarun terletak pada anggapannya bahwa kekayaannya
itu didapat karena kecerdasan dan upaya kerasnya semata, sehingga
tertipu dengan harta kekayaan yang melimpah. Akhirnya sombong
dan tak mau bersyukur kepada Allah Swt.
(10) Ketika mengazab orang-orang jahat itu, Allah tidak menanyakan
sebesar apa dosa-dosa yang telah mereka lakukan, karena Allah
adalah Zat yang Maha Tahu atas segala sesuatu.
***
190 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Penjelasan Ayat
Ayat 79,
...
Ayat 80 menerangkan,
...Maka tidak ada baginya satu golongan pun yang akan menolongnya
selain Allah, dan dia tidak termasuk orang-orang yang dapat membela diri.
(QS Al-Qashash [28]: 81)
Harta kekayaannya yang melimpah, pembantu-pembantu, dan
ternak-ternaknya tidak dapat menolong dirinya dari azab Allah yang
Surah Al-Qashash (28): 79-82 195
***
Surah Al-Qashash (28): 83-84 197
(83) Negeri akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak
menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Dan kesudahan
(yang baik) itu bagi orang-orang yang bertakwa; (84) Barang siapa datang
dengan (membawa) kebaikan, maka dia akan mendapat (pahala) yang
lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barang siapa datang dengan
(membawa) kejahatan, maka orang-orang yang telah mengerjakan
kejahatan itu hanya diberi balasan (seimbang) dengan apa yang dahulu
mereka kerjakan. (QS Al-Qashash [28]: 83-84)
Penjelasan Ayat
Ayat 83,
(85) Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan engkau (Muhammad)
untuk (melaksanakan hukum-hukum) Al-Quran, benar-benar akan
mengembalikanmu ke tempat kembali. Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku
mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang berada dalam
kesesatan yang nyata”; (86) Dan engkau (Muhammad) tidak pernah
mengharap agar Kitab (Al-Quran) itu diturunkan kepadamu, tetapi ia
(diturunkan) sebagai rahmat dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali
engkau menjadi penolong bagi orang-orang ka r; (87) Dan jangan sampai
mereka menghalang-halangi engkau (Muhammad) untuk (menyampaikan)
ayat-ayat Allah, setelah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah
(manusia) agar (beriman) kepada Tuhanmu, dan janganlah engkau
termasuk orang-orang musyrik; (88) Dan jangan (pula) engkau sembah
tuhan yang lain selain Allah. Tidak ada tuhan (yang berhak disembah)
selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Segala keputusan
menjadi wewenang-Nya, dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan. (QS
Al-Qashash [28]: 85-88)
Penjelasan Ayat
Allah Swt memerintah rasul-Nya untuk menyampaikan risalah dan
membacakan Al-Quran kepada orang-orang, dan sekaligus memberitahukan
bahwa Allah akan mengembalikannya ke tempat asal (Mekah).
Ayat 85 menerangkan,
...
...Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku mengetahui orang yang membawa
petunjuk dan orang yang berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS Al-
Qashash [28]: 85)
Katakan hai rasul kepada orang-orang musyrik dari kaummu dan
para pengikut mereka yang menentang dan mendustakanmu. Allah itu
Maha Tahu dan Maha Melihat terhadap yang gaib maupun yang kasat
mata. Dia juga Maha Mengetahui siapa di antara kalian yang mendapat
petunjuk, dan siapa yang sesat. Dia pun Maha mengetahui tentang Al-
Quran, orang-orang yang berhak mendapat pahala pada hari kiamat.
Dia pula yang akan memuliakan Muhammad dan mengembalikannya
ke Mekah, kampung halaman yang dirindukannya.
Kalian nanti akan tahu siapa yang akan mendapat pertolongan Allah
di dunia dan akhirat. Allah Swt akan menolong orang-orang beriman dan
menghinakan orang-orang kafir.
Allah Swt kemudian mengingatkan nabi-Nya tentang kenikmatan
yang akan dianugerahkan kepada dirinya dan umatnya, yakni nikmat
kerasulan. Firman Allah Swt Surah Al-Qashash ayat 86 menerangkan,
....
Surah Al-Qashash (28): 85-88 205
....
Dan jangan sampai mereka menghalang-halangi engkau (Muhammad)
untuk (menyampaikan) ayat-ayat Allah setelah ayat-ayat itu diturunkan
kepadamu.... (QS Al-Qashash [28]: 87)
Jangan pedulikan orang-orang kafir itu, jangan terpengaruh dengan
tantangan mereka, dan jangan dengarkan ucapan-ucapan mereka, karena
mereka akan menghalangi dirimu dalam mengikuti ayat-ayat Allah yang
diturunkan kepadamu, dan kau diperintah untuk menyampaikannya
kepada umatmu.
Allah bersamamu, dan mendukung agamamu, dan akan memberi
kemenangan atas semua agama yang ada. Firman Allah Surah Al-Mâ`idah
(5) ayat 67 menegaskan.
206 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Dan jangan (pula) engkau sembah tuhan yang lain selain Allah. Tidak ada
tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa,
kecuali Allah. Segala keputusan menjadi wewenang-Nya, dan hanya
kepada-Nya kamu dikembalikan. (QS Al-Qashash [28]: 88)
Diterangkan pada awal ayat 88, sebagai berikut,
....
Dan jangan (pula) engkau sembah tuhan yang lain selain Allah. Tidak ada
tuhan (yang berhak disembah) selain Dia.... (QS Al-Qashash [28]: 88)
Jangan menyekutukan Allah dalam ibadah dan jangan pula
menyekutukannya dalam memohon pertolongan. Karena tidak ada yang
berhak diibadahi dan dimohon pertolongan, kecuali Dia. Tuhan yang berhak
disembah itu harus memiliki sifat agung, dan Maha Agung hanyalah Allah.
Oleh karena itu, Tuhan yang berhak disembah hanyalah Allah Swt.
Surah Al-Muzzammil (73) ayat 9 menegaskan,
(Dialah) Tuhan timur dan barat, tidak ada tuhan selain Dia, maka jadikanlah
Dia sebagai pelindung.
Lanjutan ayat 88 menerangkan sebagai berikut,
...
...Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Segala keputusan menjadi
wewenang-Nya, dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan. (QS Al-
Qashash [28] : 88)
Potongan ayat ini menerangkan sifat-sifat ulûhiyyah Allah Swt,
sebagai berikut,
1. Kullu syaîn hâlikun illâ wajhah. Setiap yang maujûd (sesuatu yang
ada) akan mengalami kematian atau kehancuran, kecuali Zat Allah
yang Suci, Dia adalah kekal, hidup, dan secara terus-menerus
mengurus hamba-Nya. Allah yang mematikan dan membinasakan
makhluk-makhluk-Nya, sedangkan Dirinya tidak akan pernah mati.
Firman Allah Surah Al-Rahmân (55) ayat 26-27 menerangkan,
(26) Semua yang ada di bumi itu akan binasa; (27) tetapi wajah
Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal.
208 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
***
210 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Surah
29
Al-Ankabût
212 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
29
Al-Ankabût
Nama Surah
Dinamakan Surah Al-Ankabût, karena Allah Swt menyerupakan para
penyembah selain Allah dengan laba-laba yang membangun sarang yang
lemah dan rapuh. Hal ini terungkap pada ayat 41 dari surah ini sebagai
berikut,
Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah
seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang
paling lemah ialah rumah laba-laba, sekiranya mereka mengetahui. (QS
Al-Ankabût [29]: ayat 41)
Surah ini berisi 69 ayat dan diturunkan setelah Surah Al-Rûm.
Menurut Al-Maraghi (XX, t.t.: 109), Al-Ankabût termasuk Surah Makkiyyah,
kecuali ayat pertama sampai ayat 11 termasuk ayat-ayat Madaniyyah.
213
214 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Substansi
Substansi Surah Al-Ankabût sebagai berikut,
(1) Pemberitahuan kepada orang-orang beriman bahwa mereka akan
mendapat cobaan iman yang berat di dunia ini. Surah ini juga
menerangkan manfaat jihad dengan jiwa. Diterangkan juga di dalam
surah ini tentang sejauhmana manfaat kekuatan dan kekokohan
iman pada waktu menghadapi cobaan yang berat.
Surah Al-Ankabût (29) 1 217
musyrikin, yang antara lain Ammar Ibnu Yasir. Ibnu Sa’ad meriwayatkan
dari Abdullah Ibnu Ubaid Ibnu Amir: Ayat 2 dari Surah Al-Ankabût ini
diturunkan berkenaan dengan kasus Ammar Ibnu Yasir yang disiksa orang
kafir karena keimanan dan keislamannya.
Ibnu Abu Hatim, Ibnu Jarir, dan Ibnu Mundzir meriwayatkan hadis
dari Al-Sya’bi. Ayat 1 dan 2 Surah Al-Ankabût ini diturunkan berkaitan
dengan sekelompok orang Mekah yang telah mengikrarkan dua kalimat
syahadat (masuk Islam). Beberapa sahabat rasul yang telah hijrah ke
Madinah menulis surat kepada mereka yang isinya bahwa keislaman
mereka belum dapat diterima sebelum mereka hijrah ke Madinah.
Setelah mendapat surat itu, mereka keluar dari Mekah dengan tujuan
berhijrah ke Madinah. Kepergian mereka diketahui dan diikuti orang-orang
musyrik, dan memaksa mereka kembali ke Mekah.
Berkaitan dengan itu, turunlah ayat-ayat di atas.
Para sahabat yang berada di Madinah mengirim surat lagi. Mereka
menceritakan, bahwa Allah telah menurunkan ayat yang berisi begini dan
begitu, berkaitan dengan kalian. Kaum Muslimin yang masih di Mekah itu
akhirnya berkata, “Kita harus berhijrah! Jika ada orang yang mengikuti,
akan kita perangi.“ Mereka betul-betul melaksanakan keinginannya, keluar
meninggalkan kota Mekah.
Orang-orang musyrik mengikuti mereka. Dan akhirnya terjadilah
pertempuran. Di antara orang yang hijrah itu, ada yang mati syahid dan
ada juga yang selamat. Turunlah ayat 110 Surah Al-Nahl (16) sebagai
berikut,
Kemudian Tuhanmu (pelindung) bagi orang yang berhijrah setelah
menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan bersabar, sungguh,
Tuhanmu setelah itu benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Ibnu Abu Hatim juga meriwayatkan hadis dari Qatadah. Ayat 1 dan
2 Surah Al-Ankabût ini turun berkaitan dengan sekelompok orang Mekah
yang keluar meninggalkan kampung halamannya dengan tujuan menemui
Nabi Saw di Madinah (hijrah). Namun, orang-orang musyrik menghalang-
halangi mereka, sehingga mereka kembali lagi ke Mekah.
Beberapa hari kemudian, kawan-kawan mereka yang sudah hijrah
ke Madinah memberitahukan bahwa Allah menurunkan ayat Al-Quran
berkenaan dengan diri mereka. Mereka pun akhirnya kembali berangkat
ke Madinah.
Di tengah jalan dicegat orang-orang musyrik. Akhirnya terjadi
Surah Al-Ankabût (29): 1-7 221
peperangan. Di antara mereka ada yang terbunuh, dan ada yang selamat.
Imam Muqatil menerangkan. Ayat 1 dan 2 Surah Al-Ankabût ini
diturunkan berkenaan dengan seorang yang bernama Mihja,’ hamba
sahaya Umar Ibnu Al-Khaththab. Dia orang pertama yang syahid pada
Perang Badar, dibunuh oleh Amir Ibnu Al-Hadhrami dengan panah.
Ketika itu Nabi Saw bersabda, “Orang pertama yang syahid adalah
Mihja. Dia orang pertama yang akan dipanggil masuk surga di antara
umatku ini.” Kedua orang tuanya dan juga istrinya terkejut. Maka, turunlah
ayat ini.
Penjelasan Ayat
Alîf Lâm Mîm adalah ayat pertama Surah Al-Ankabût, terdiri atas
huruf-huruf muqaththa’ah (dibaca huruf demi huruf: Alîf Lâm Mîm) yang
berfungsi sebagai peringatan bagi para pendengarnya agar mereka
benar-benar memperhatikan apa yang disampaikan sesudahnya. Ini juga
mengisyaratkan kemukjizatan Al-Quran, bahwa Al-Quran itu benar-benar
firman Allah Swt.
Sayyid Quthub (VIII, t.t.: 386) pun berpendapat bahwa huruf
muqaththa’ah yang terdapat pada awal surah itu berfungsi sebagai tanbîh
(peringatan) bahwa yang akan diterangkan berikutnya masalah yang
sangat penting, terutama adalah Al-Quran yang kadang-kadang langsung
dibahas setelah huruf-huruf itu atau setelah diselingi ayat-ayat lain.
Al-Zuhaili, dalam masalah ini, mengutip pendapat Al-Razi dalam
tafsirnya (XXV, t.t.: 26 dan 27). Ia menerangkan bahwa setiap surah
yang diawali dengan huruf-huruf tahajji (cara membacanya dieja) pada
umumnya dilanjutkan dengan penyebutan Al-Kitâb, Al-Ttanzîl, atau al-
Qurân, seperti yang kita dapatkan pada awal surah:
1) Al-Baqarah (Alîf Lâm Mîm yang dilanjutkan dengan – Al-Kitâb),
2) Âli ’Imrân (Alîf Lâm Mîm dilanjutkan dengan ... Al-Kitâb),
3) Al-A’râf (Alîf Lâm Mîm Shâd dilanjutkan dengan Al-Kitâb),
4) Yâsîn (Yâ Sîn dilanjutkan dengan Al-Qur’ânu l-Hakîm),
5) Shâd (Shâd dilanjutkan dengan Al-Qur’ân),
6) Qâf (Qâf dilanjutkan dengan wa Al-Qur’ânu l-Majîd), dan
222 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan
mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (QS Al-Ankabût
[29]: 2)
Apakah orang-orang itu mengira bahwa setelah mereka diciptakan
akan dibiarkan begitu saja tanpa ujian? Benar, setelah mereka mengatakan
“Kami beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya“ itu akan diuji dengan
kewajiban-kewajiban keagamaan yang berat, seperti hijrah, jihad di
jalan Allah, hawa nafsu, kewajiban untuk taat, kewajiban ibadah mâliyah
Surah Al-Ankabût (29): 1-7 223
(harta) dan ibadah fisik, seperti salat dan zakat dan lainnya, musibah yang
menimpa jiwa, harta, dan buah-buahan, serta lainnya.
Semua ujian dan kewajiban keagamaan itu dimaksudkan untuk
membedakan dan memilah siapa di antara mereka yang Mukmin sejati dan
yang munafik, yang kuat agamanya dan yang masih ragu-ragu. Akhirnya,
Kami (Allah) akan memberi balasan kepada mereka sesuai dengan amal
masing-masing.
Huruf istifhâm (kata tanya) yang terdapat di depan kata hasiba itu
disebut istifhâm inkârî (suatu pertanyaan yang tak memerlukan jawaban
karena jawabannya sudah ada dan pasti). Artinya, Allah Swt pasti akan
menguji hamba-hamba-Nya yang beriman sesuai dengan kondisi dan
kualitas imannya.
Al-Maraghi (XX, t.t.: 110) menambahkan, pada akhir Surah Al-
Qashash, Allah memerintahkan rasul-Nya dan kaum Mukminin untuk
mendakwahkan agama Allah. Dalam dakwah itu terkandung tantangan,
seperti cercaan dan peperangan.
Nabi Saw dan sahabatnya diperintah berjihad jika orang-orang
musyrik tidak menyambut dakwahnya. Itu terasa berat oleh sebagian
orang beriman.
Berkaitan dengan hal itu, pada ayat ini, orang-orang beriman
diperingatkan bahwa cobaan merupakan salah satu sarana pembuktian
atas kekuatan iman seseorang.
Hadis sahih menerangkan, “Orang yang mendapat ujian paling berat
adalah para nabi, kemudian orang-orang saleh, dan seterusnya ke bawah.
Setiap orang akan mendapat ujian sesuai dengan kondisi keagamaannya.
Jika keimanan dan agamanya kuat, maka ujian akan ditambah menjadi
lebih berat” (Ibnu Katsir, t.t.: 26).
Ayat yang senada terdapat pada Surah Âli ’Imrân (3) ayat 142
sebagai berikut,
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum
nyata orang-orang yang sabar.
Surah Al-Baqarah (2) ayat 214,
Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu
sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang
224 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka
Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui
orang-orang yang dusta. (QS Al-Ankabût [29]: 3)
Benar, Kami (Allah) telah menguji kaum Mukminin dari generasi
yang lalu, termasuk nabi-nabi mereka, dengan cobaan yang berat. Hal ini
Surah Al-Ankabût (29): 1-7 225
juga diterangkan Surah Âli ’Imrân (3) ayat 146 sebagai berikut:
”Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka
sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi
lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu
dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang
yang sabar.“
Tujuan ujian itu agar Allah Swt mengetahui bukti secara nyata
dan jelas tentang siapa di antara orang-orang Mukmin itu yang benar
keimanannya dan siapa yang keimanannya palsu. Kemudian Allah akan
memberi balasan amal-amal mereka. Allah Swt Maha Mengetahui apa
yang telah mereka lakukan dan apa yang akan mereka lakukan.
Ini menurut kesepakatan Ahlusunnah waljama’ah, walaupun mereka
tidak mau membahas bagaimana cara Allah mengetahuinya. Berkaitan
dengan ini, Ibnu Abbas berpendapat bahwa kalau ada firman Allah illâ
lina’lama maka itu diartikan kecuali agar Kami dapat melihat, bukan Kami
mengetahui. Sebab, kata melihat itu berkaitan dengan benda yang nyata,
sedangkan kata mengetahui (dengan ilmu) itu mengandung arti yang lebih
umum, baik berkaitan dengan benda yang tidak terlihat maupun benda
yang dapat dilihat.
Dalam menyifati orang-orang beriman dalam ayat itu, Allah
menggunakan kata kerja shadaqû yang berarti bahwa di antara mereka
memiliki kejujuran. Sedangkan dalam menyifati orang-orang kafir, Allah
Swt menggunakan kata benda/isim fa’il al-kâdzibîn yang mengandung arti
tetap dan terus menerus sebagai pembohong.
Perbedaan penggunaan bentuk kata ini menunjukkan kelebihan Al-
Quran dalam gramatika dan fashahah-nya.
Dalam hadis sahih, dicontohkan bahwa orang-orang sering kali
mendapat siksaan, karena mereka menyatakan masuk Islam. Imam Al-
Bukhari, Abu Daud, dan Al-Nasa`i meriwayatkan dari Khabab Ibnu Al-Arat.
Ia mengatakan, “Kami mengadu kepada Rasulullah Saw tentang
kejahatan kaum Quraisy, ketika beliau sedang tiduran dengan berbantalkan
burdah, berlindung di bawah bayangan Kabah, “Rasul, kenapa engkau
tidak menolong kami atau mendoakan kami?”
Beliau bersabda, “Pada zaman dahulu, ada seorang laki-laki disiksa,
badannya dikubur ke tanah, lalu dari kepalanya hingga badannya dibelah
dua dengan gergaji. Kemudian daging dan tulangnya dipisahkan dengan
semacam sisir yang terbuat dari besi. Mereka diperlakukan seperti itu,
226 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
dari waktu ke waktu dengan kesulitan dan musibah yang mengenai jiwa,
harta, dan buah-buahan. Kalian juga akan diuji dengan hawa nafsu, dan
kewajiban agama, seperti salat, zakat, saum, haji, dan lain sebagainya.
Hidup kalian itu penuh dengan ujian, mau tidak mau. Jika kalian sabar
dalam menghadapi ujian hidup ini, maka keberuntungan dan kesuksesan
yang kalian dapat, yakni pahala dan kebahagiaan hidup di akhirat yang
berupa surga yang penuh dengan kenikmatan. Itulah sunatullah yang
telah berlaku bagi umat-umat terdahulu dalam lintasan sejarah manusia,
dan berlaku pula bagi umat-umat generasi mendatang.”
Allah Swt memberi penegasan kepada orang-orang kafir sebagai
berikut:
Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa
mereka akan luput dari (azab) Kami? Sangatlah buruk apa yang mereka
tetapkan itu! (QS Al-Ankabût [29]: 4)
Apakah orang-orang kafir dan para pelaku maksiat itu bahkan
mengira bahwa mereka akan luput dari pengawasan Allah sehingga luput
pula dari balasan-Nya? Mereka sama sekali tidak akan luput dari azab Allah.
Alangkah buruk dugaan dan perkiraan mereka itu. Alangkah buruk pula
keputusan mereka untuk berbuat maksiat dan menentang perintah Allah
dan mengira akan lepas dari azab-Nya. Itu keputusan tanpa pertimbangan
secara matang dan sangat sesat, tidak rasional, dan bertentangan dengan
aturan syariat dan keadilan. Menurut Ibnu Abbas, orang-orang yang
memiliki sifat yang demikian itu, antara lain, Al-Walid Ibnu Al-Mughirah,
Abu Jahal, Al-Aswad, Al-Ash Ibnu Hisyam, Utbah, Al-Walid Ibnu Utbah,
Uqbah Ibnu Abu Mu’aid, Hanzhalah Ibnu Abu Sufyan, dan Al-Ash Ibnu
Wa`il.
Ibnu Katsir (III, t.t.: 26) juga menegaskan bahwa orang-orang kafir
itu pasti akan mendapat azab Allah di akhirat dan tidak ada seorang pun
yang dapat menolongnya.
Setelah menerangkan bahwa orang yang meninggalkan kewajiban
dan tanggung jawab keagamaan itu akan disiksa, maka Allah Swt kini
menerangkan bahwa orang yang beriman dan beramal untuk kehidupan
akhirat akan mendapat pahala amal salehnya itu.
Pada ayat 5 Allah Swt menerangkan lebih lanjut,
228 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Dan barang siapa berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu untuk dirinya
sendiri. Sungguh, Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh
alam. (QS Al-Ankabût [29]: 6)
Barang siapa yang berjihad, maka pada hakikatnya manfaat
jihadnya itu kembali untuk dirinya sendiri. Ayat ini menurut Ibnu Katsir
(III, t.t.: 29 ) semakna dengan firman Allah Surah Fushshilat (41) ayat 46,
Barang siapa yang beramal salih, manfaatnya akan kembali kepada dirinya
sendiri. Barang siapa yang beramal saleh sesungguhnya manfaatnya hanya
akan kembali kepada dirinya sendiri. Sebab, Allah itu Maha Kaya, tidak
membutuhkan kebaikan dan kesalehan hamba-Nya. Walaupun seluruh
hamba-Nya itu saleh, maka itu tidak akan berpengaruh kepada Allah,
karena manfaat kesalehannya kembali kepada diri mereka.
Barang siapa berjihad untuk dirinya dan melawan hawa nafsunya,
yaitu dengan cara melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi
larangan-larangan-Nya, maka buah jihad dan kesungguhannya itu akan
kembali kepada dirinya sendiri. Ini sesuai dengan firman Allah Surah
Fushshilat (41) ayat 46 yang artinya, ”Barang siapa yang mengerjakan
amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa
mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan
sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya.”
Surah Al-Isrâ`(17) ayat 7 juga menerangkan,
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri.…
Adapun jenis pahala atau balasan yang akan diterima oleh orang-
orang yang taat, diterangkan pada ayat 7 sebagai berikut,
(12) Iman adalah fondasi amal saleh. Jika amal saleh tidak didasari iman,
maka amal itu tidak diterima di sisi Allah.
(13) Berkaitan dengan iman dan amal saleh, seorang ulama (Al-Razi)
berpendapat: (a) Orang Mukmin itu tidak kekal di neraka. (b) Yang
dimaksud pahala terbaik pada ayat itu adalah bertemu dan melihat
Allah di surga. (c) Iman itu akan dapat menutupi keburukan, bahkan
menghapuskannya (dosa-dosa kecil).
***
Pada ayat 10, Allah menerangkan bahwa amal saleh itu dapat
menuntun pelakunya ke dalam kelompok para nabi dan wali. Allah Swt
akan menganugerahkan kepadanya kemuliaan dan derajat yang tinggi
seperti yang dianugerahkan kepada para nabi dan wali itu.
Imam Al-Tirmidzi, Ahmad, Muslim, Abu Daud, dan Al-Nasa`i dari
Sa’ad Ibnu Abu Waqash, meriwayatkan. Ummu Sa’ad bertanya kepada
Sa'ad, “Bukankah Allah telah memerintahkan berbuat baik dan taat kepada
orang tua? Demi Allah, aku tidak akan makan dan tidak akan minum
sampai aku mati kalau engkau tidak keluar dari agama Islam yang kamu
anut.”
Dengan latar belakang ini, ayat 8 Surah Al-Ankabût ini diturunkan.
Imam Al-Tirmidzi lebih lanjut menegaskan. Ayat 8 Surah Al-Ankabût
ini diturunkan berkaitan dengan sengketa Sa’ad Ibnu Abu Waqash yang
telah memeluk agama Islam, dan ibunya, Hamnah Binti Abu Sufyan, yang
masih kafir. Sa’ad itu termasuk salah seorang yang terdahulu masuk Islam
dan sangat berbakti kepada orang tuanya.
Setelah mengetahui bahwa putranya masuk Islam, Hamnah berkata,
”Kenapa engkau masuk agama Islam? Demi Allah, aku tidak akan makan
dan minum sampai engkau kembali kepada agamamu semula atau aku
mati kelaparan dan kehausan.”
Hal inilah yang membuat Sa’ad bingung dan merasa terhina, apalagi
jika dipanggil oleh orang-orang, ”Hai si pembunuh ibunya!“
Sumpah Hamnah itu dilaksanakan. Ia tidak makan dan tidak
minum serta tidak berteduh sehari-semalam, sehingga badannya lemah.
Kemudian ia teruskan, tidak makan, tidak minum, dan tidak berteduh
sehari semalam lagi.
Sa’ad datang menghampiri dan berkata, ”Hai ibuku, andaikan engkau
mempunyai seratus nyawa sekalipun, kemudian keluar satu persatu dari
ragamu, maka itu tidak akan menggoyahkan keyakinan agamaku. Silakan
makan jika ibu mau dan silakan pula tidak makan kalau ibu mau.”
Setelah merasa bahwa keimanan anaknya tidak akan goyah,
akhirnya Hamnah makan dan minum lagi.
Kemudian turunlah ayat 8 Surah Al-Ankabût ini yang memerintahkan
manusia berbuat baik dan taat kepada kedua orang tuanya selama tidak
memerintahkan kekufuran dan kemusyrikan.
Menurut Ibnu Abbas, ayat yang berbunyi wa in jâhadâka litusyrika
bî diturunkan berkenaan dengan Ayyasy Ibnu Abu Rabi’ah, saudara Abu
Jahal dari pihak ibu. Ibunya telah menyuruh dia kufur dan keluar dari
234 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
agama Islam.
Menurut Ibnu Abbas pula, ayat ini turun untuk seluruh umat, karena
tidak ada yang sabar dalam menghadapi cobaan Allah, kecuali orang
shiddiq (benar dan kuat keimanannya).
Penjelasan Ayat
Allah Swt berfirman di bawah ini,
Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua
orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka
janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu,
dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS Al-
Ankabût [29]: 8)
Ayat-ayat ini mencakup tiga tema utama. Pertama, memerintahkan
berpegang teguh pada tauhid walaupun bertentangan dengan keyakinan
kedua orang tua, namun tetap diperintah untuk berbakti dan berbuat baik
kepada keduanya. Kedua, pembagian kelompok mukallaf. Ketiga, beberapa
contoh fitnah terhadap agama yang dianut.
Allah Swt memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berbuat
baik dan berbakti kepada kedua orang tua, baik dengan ucapan maupun
perbuatan, karena keduanya sebagai lantaran keberadaan mereka. Hal ini
selaras dengan firman Allah Swt Surah Al-Isrâ` (17) ayat 23 sampai 24
yang artinya sebagai berikut:
(23) Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak
keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik; (24)
Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang
dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.”
Surah Al-Ankabût (29): 8-9 235
Perintah menyayangi dan berbuat baik kepada kedua orang tua ini
sebagai bentuk imbalan atas kebaikan mereka berdua kepada anaknya.
Berbuat baik kepada ayah dengan memberikan infak kepadanya, dan
berbuat baik kepada ibu dengan bentuk kasih-sayang kepadanya.
Jika kedua orang tua yang masih musyrik berkeinginan keras agar
anaknya yang sudah memeluk Islam itu kembali kepada kemusyrikan,
maka anak tidak boleh menurutinya.
Dalam hadis sahih, Imam Ahmad dan Al-Hakim dari Imran dan Al-
Hakam Ibnu Amr Al-Ghifari menegaskan, “Tidak ada ketaatan kepada
makhluk yang mengajak maksiat kepada Allah.” Kalau mengikuti yang tidak
jelas saja tidak boleh, apalagi mengikuti yang telah jelas kebatilannya.
Ini menegaskan bahwa mengikuti kekufuran itu tidak diperbolehkan
walaupun yang diikuti itu kedua orang tua sendiri. Sebab, tempat kembali
kalian dan seluruh umat manusia pada hari kiamat nanti adalah Allah Swt.
Semua orang Mukmin dan kafir, semua anak yang berbakti kepada orang
tua dan durhaka kepadanya kembali kepada Allah.
Masing-masing akan menerima balasan amalnya, baik balasan
kebajikan yang berupa pahala maupun balasan keburukan yang berupa
siksaan.
Oleh karena itu pada ayat 9 dijelaskan,
***
Surah Al-Ankabût (29): 10-11 237
Penjelasan Ayat
Allah Swt melanjutkan firman-Nya di bawah ini,
nyata bagi Allah Swt. Bukankah Allah Maha Mengetahui apa yang ada
di dalam dada semua manusia di alam ini? Allah Maha Mengetahui apa
yang ada di dalam dada mereka, apakah keimanan atau kemunafikan,
walaupun mereka menyatakan keimanan dengan lisannya. Tidak bisa
dibantah bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, tidak ada yang
tersembunyi bagi-Nya. Dia Maha Mengetahui yang rahasia dan yang nyata.
Dia Maha Mengetahui Mukmin yang sejati dan yang palsu.
Pada ayat 11 Allah Swt melanjutkan firman-Nya berikut ini,
dan orang-orang kafir yang pendusta yang mengucapkan bahwa Allah itu
lebih dari satu.
Jadi, ayat ini juga menerangkan tentang orang yang benar
keimanannya dan orang yang bohong keimanannya.
***
242 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Penjelasan ayat
Allah Swt berfirman sebagai berikut,
secara zalim atau aniaya, melainkan anak Adam yang pertama (Qabil)-
lah yang menanggung dosa atas pembunuhan tersebut, karena dia yang
pertama kali melakukan (tradisi) pembunuhan.”
Imam Muslim meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah, “Orang yang
memberi contoh keburukan akan menanggung dosa sendiri dan dosa
orang yang menyontoh keburukannya itu, tanpa mengurangi dosa orang
yang menyontoh sedikit pun.“
Pada hari kiamat nanti, mereka akan ditanya dengan sinis tentang
kebohongan yang mereka lakukan. Hadis sahih menerangkan, ada
seseorang yang pada hari kiamat nanti datang dengan membawa kebajikan
sebesar dan setinggi gunung. Akan tetapi, di dunia dia melakukan kezaliman
ini dan itu, mencuri harta orang, dan merampas kehormatan orang lain.
Lalu diambillah pahala amal baiknya dan diberikan kepada orang-
orang yang dirugikan itu sehingga habis pahala kebajikannya.
Lalu ditambahkan keburukan orang yang dirugikan itu, dan
dijerumuskan ke dalam neraka.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Abu Umamah, “Hati-hati
terhadap perbuatan zalim, karena Allah pasti akan memberi balasan pada
hari kiamat.” Allah berfirman, ”Demi Keperkasaan dan ketinggian derajat-
Ku, pada hari ini tidak ada kezaliman yang berlaku.”
Kemudian ada suara yang memanggil, “Mana Fulan Ibnu Fulan?”
Dia datang menghadap Allah dengan membawa kebaikan yang
menggunung, sehingga membuat mata orang terbelalak kagum.
Allah kemudian menyuruh (malaikat) untuk memanggil orang-orang
yang pernah ia zalimi di dunia untuk berkumpul di hadapan Allah Swt.
Allah lalu berfirman, “Adililah hamba-Ku ini?”
Mereka menjawab, “Bagaimana caranya?”
Allah berfirman, “Ambillah kebaikannya untuk kalian sebagai imbalan
kezalimannya waktu di dunia!”
Mereka akhirnya masing-masing mengambil kebaikannya sampai
habis. Namun masih ada orang-orang yang dizalimi yang belum mendapat
jatah kebaikannya.
Lalu Allah berfirman, “Adililah hamba-Ku ini!”
Mereka menjawab, “Kebaikannya sudah habis.”
Allah berfirman, “Ambil keburukan-keburukan mereka (orang yang
dizalimi) lalu bebankan ke pundaknya!”
246 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
***
Surah Al-Ankabût (29): 14-15 247
Penjelasan Ayat
Allah Swt berfirman,
(5) Dia (Nuh) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru
kaumku siang dan malam; (6) Tetapi seruanku itu tidak menambah (iman)
mereka, justru mereka lari (dari kebenaran).
Pada surah yang sama ayat 21 ditambahkan,
Nuh berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka durhaka kepadaku,
dan mereka mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya hanya
menambah kerugian baginya,
Setelah Nabi Nuh berdakwah dalam waktu yang sangat panjang,
namun mereka tetap tidak mau menyambut dakwah dan tak mau
menggubris peringatannya, umat Nabi Nuh ditenggelamkan dengan banjir
bandang. Umat Nabi Nuh itu adalah orang-orang yang menzalimi diri
sendiri dengan kekufuran.
Oleh karena itu, hai Muhammad, engkau tidak boleh cepat
berputus asa menghadapi umatmu yang kufur. Jangan bersedih karena
kekufuran mereka, karena masalah iman itu urusan Allah Swt dan semua
permasalahan berasal dan kembali kepada-Nya.
Nabi Nuh berdakwah kepada kaumnya untuk beriman kepada Allah
itu kurang lebih mendekati seribu tahun. Namun umatnya yang beriman
sangat sedikit. Meskipun demikian, dia tetap sabar dan tidak goyah.
Maka dari itu, engkau, hai Muhammad, sudah sepantasnya lebih
bersabar, karena tantangan dari kaummu yang kafir tidak seberat yang
dihadapi Nabi Nuh dan dengan jangka waktu tidak sepanjang yang dialami
olehnya.
Allah Swt kemudian melanjutkan kisah-Nya sebagai berikut,
Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang berada di kapal itu, dan
Kami jadikan (peristiwa) itu sebagai pelajaran bagi semua manusia. (QS
Al-Ankabût [29]: 15)
Artinya, Kami (Allah) selamatkan Nabi Nuh dan umatnya yang
beriman dengan kapal yang pembuatannya di bawah bimbingan wahyu
Allah. Kapal dapat berjalan atau berlayar di atas air bah yang dahsyat
bagaikan samudera, sehingga akhirnya mendarat di Gunung Al-Judi.
Sementara orang-orang kafir tenggelam ditelan banjir bandang.
Allah Swt menjadikan kapal Nabi Nuh itu untuk mengingatkan nikmat
250 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
***
Surah Al-Ankabût (29): 16-23 251
Penjelasan Ayat
Allah Swt menerangkan kisah Nabi Ibrahim as kepada Nabi Saw,
yang Maha Esa dan tidak menyekutukan-Nya. Juga ikhlas dalam beribadah
kepada-Nya, baik dalam keadaan sendirian atau bersama dengan orang
lain.
Nabi Ibrahim as mengajak mereka untuk menghindari azab Allah
Swt dengan cara melaksanakan kewajiban-kewajiban kepada-Nya dan
menjauhi larangan-larangan-Nya. Jika kalian telah melakukan itu semua,
maka kalian akan berhasil meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, serta
terhindar dari keburukan dan siksaan yang terjadi pada keduanya.
Jika kalian memiliki nalar yang sehat dan ilmu yang benar,
mampu memilah dan memilih antara yang baik dengan yang buruk, serta
melakukan apa yang bermanfaat bagi diri kalian, niscaya kalian akan dapat
meraih kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Kata u’budû l-llâha wa l-ttaqûhu mengandung arti “ikhlaslah
beribadah kepada Allah dan takutlah kepada-Nya!”
Nabi Ibrahim as kemudian mengemukakan dua dalil tentang tauhid
dan kesesatan kaumnya, serta cara hidup yang buruk dan sesat yang
mereka tempuh.
Dalil yang pertama, penggalan awal ayat 17,
…
… maka mintalah rezeki dari Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah
kepada-Nya. Hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan. (QS Al-Ankabût
[29]: 17)tr
Mintalah rezeki kepada Allah Swt, bukan kepada berhala-berhala itu!
Karena, selain Allah tidak ada yang memiliki sesuatu pun, dan akan sia-sia
permintaan kalian. Makanlah rezeki yang telah dianugerahkan oleh Allah.
Beribadahlah hanya kepada-Nya, jangan menyekutukan-Nya, dan
syukurilah nikmat-nikmat yang telah dianugerahkan oleh-Nya.
Kemudian, persiapkan diri kalian untuk berjumpa dengan-Nya,
karena pada hari kiamat kelak, kalian pasti akan kembali kepada-Nya, lalu
mempertanggungjawabkan amal dan ibadah kalian. Akhirnya, kalian akan
menerima balasan amal kalian.
Demikian tulis Al-Zuhaili ketika menafsirkan ayat di atas.
Nabi Ibrahim kemudian menerangkan bukti dan dalil kerasulannya,
sebagaimana diterangkan ayat 18 sebagai berikut,
Dan jika kamu (orang ka r) mendustakan, maka sungguh, umat sebelum
kamu juga telah mendustakan (para rasul). Dan kewajiban rasul itu
hanyalah menyampaikan (agama Allah) dengan jelas;”. (QS Al-Ankabût
[29]: 18)
Surah Al-Ankabût (29): 16-23 255
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah memulai
penciptaan (makhluk), kemudian Dia mengulanginya (kembali). Sungguh,
yang demikian itu mudah bagi Allah. (QS Al-Ankabût [29]: 19)
Apakah mereka itu tidak menyaksikan dan mengetahui, bagaimana
Allah menciptakan makhluk-Nya? Allah menciptakan mereka yang tadinya
tidak ada/ belum berwujud apa pun. Dia kemudian menciptakan mereka
dalam bentuk fiisik dan ruhani yang sempurna. Diberi bekal untuk
ilmu pengetahuan yang berupa pendengaran, penglihatan, dan akal
pikiran. Sesungguhnya yang mampu menciptakan itu pasti mampu pula
membangkitkan kembali setelah terjadi kematian.
256 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Dan kamu sama sekali tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) baik
di bumi maupun di langit, dan tidak ada pelindung dan penolong bagimu
selain Allah. (QS Al-Ankabût [29]: 22)
Wahai umat manusia, kalian tidak akan dapat membuat Allah lemah
untuk mengetahui keadaan kalian, baik yang ada di langit maupun di bumi.
Tidak ada satu pun makhluk langit maupun bumi yang dapat melemahkan
Allah.
Tidak ada satu pun makhluk yang dapat melarikan diri dan
menghindar dari ketentuan dan takdir Allah. Dia adalah Tuhan yang
berkuasa mutlak atas makhluk-makhluk-Nya. Tidak ada pelindung, kecuali
Allah dan tidak ada penolong, kecuali Dia. Tidak ada satu makhluk pun
yang bisa melindungi orang lain dari azab Allah Swt.
Setelah menerangkan dalil tentang adanya hari pembalasan dan
kemahakuasaan Allah yang ada di seluruh langit dan bumi, maka pada
ayat 23, Allah mengancam setiap orang kafir dan yang menentang Allah
dan rasul-Nya,
***
260 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
(24) Maka tidak ada jawaban kaumnya (Ibrahim), selain mengatakan,
“Bunuhlah atau bakarlah dia,” lalu Allah menyelamatkannya dari api.
Sungguh, pada yang demikian itu pasti terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi orang yang beriman; (25) Dan dia (Ibrahim) berkata,
“Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah, hanya
untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam
kehidupan di dunia, kemudian pada hari Kiamat sebagian kamu akan saling
mengingkari dan saling mengutuk; dan tempat kembalimu ialah neraka, dan
sama sekali tidak ada penolong bagimu;” (26) Maka Luth membenarkan
(kenabian Ibrahim). Dan dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya aku harus
berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku; sungguh, Dialah
Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana;” (27) Dan Kami anugerahkan kepada
Ibrahim, Ishak dan Yakub, dan Kami jadikan kenabian dan kitab kepada
keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan
sesungguhnya dia di akhirat, termasuk orang yang saleh. (QS Al-Ankabût
[29]: 24-27)
Penjelasan Ayat
Nabi Ibrahim as telah menerangkan dalil tentang keesaan Allah,
risalah, hari kebangkitan dari kubur, hari mahsyar (saat manusia
dikumpulkan), memerintahkan mereka beribadah kepada Allah, dan
Surah Al-Ankabût (29): 24-27 261
….
Dan dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu
sembah selain Allah, hanya untuk menciptakan perasaan kasih sayang di
antara kamu dalam kehidupan di dunia…. (QS Al-Ankabût [29]: 25)
Nabi Ibrahim as kemudian mencela dan merendahkan kaumnya
yang menyembah berhala itu, “Sesungguhnya kalian menyembah patung-
patung dan berhala-berhala itu hanyalah sebagai sarana untuk berkumpul
di antara kalian, sebagai sarana untuk saling mencintai di antara kalian,
dan untuk mempererat persaudaraan dan pertemanan semata di antara
kalian.”
Mereka itu tak ubahnya seperti kelompok orang yang fanatik buta
terhadap suatu mazhab. Mereka bersatu-padu dalam kefanatikannya.
Akan tetapi, berhala-berhala itu tidak berakal, tidak bermanfaat dan
tidak membahayakan. Mereka menyembah berhala-berhala itu hanya
semata-mata untuk kepentingan duniawi. Pada hari kiamat, mereka saling
bermusuhan dan acuh satu sama lainnya.
Kata mawaddah itu, menurut Al-Qasimi (XIII, t.t.: 4737),
mengandung dua makna; cinta duniawi dan cinta ukhrawi. Cinta duniawi
itu sumbernya dari nafsu, sedangkan cinta ukhrawi itu sumbernya dari
jiwa.
Oleh karena itu, semua cinta yang ditujukan kepada selain Allah
tidak disebut cinta Ilahi, bukan cinta kepada Allah. Itu hanyalah cinta yang
didasari nafsu atau bersumber dari nafsu. Itu bersifat fana (sementara)
dan akan lenyap bersama dengan terpisahnya ruh dari jasad (kematian).
Adapun cinta yang bersifat ukhrawi sumbernya adalah cinta Ilahi. Itulah
cintanya orang-orang suci dan para wali. Cinta yang abadi, dunia sampai
Surah Al-Ankabût (29): 24-27 263
akhirat.
Firman Allah akhir ayat 25 menerangkan,
… kemudian pada hari Kiamat sebagian kamu akan saling mengingkari dan
saling mengutuk; dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sama sekali
tidak ada penolong bagimu.” (QS Al-Ankabût [29]: 25)
Keadaan pada hari kiamat betul-betul terbalik, pertemanan dan
persaudaraan yang terjalin dalam kehidupan dunia itu berubah menjadi
permusuhan. Yang diikuti sikap tidak bertanggung jawab kepada orang-
orang yang mengikuti, bahkan saling mengecam satu sama lain. Firman
Allah Surah Al-A’râf (7) ayat 38 menerangkan,
… Setiap kali suatu umat masuk, dia melaknat saudaranya, sehingga
apabila mereka telah masuk semuanya, berkatalah orang yang (masuk)
belakangan (kepada) orang yang (masuk) terlebih dahulu, “Ya Tuhan
kami, mereka telah menyesatkan kami. Datangkanlah siksaan api neraka
yang berlipat ganda kepada mereka”. Allah ber rman, “Masing-masing
mendapatkan (siksaan) yang berlipat ganda, tapi kamu tidak mengetahui.”
Firman Allah Surah Al-Zukhruf (43) ayat 67 menerangkan,
Teman-teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain, kecuali
mereka yang bertakwa.
Tempat kembali orang-orang kafir itu adalah neraka, tidak ada
penolong yang mampu menyelamatkan mereka dari neraka dan azab Allah
yang sangat pedih. Itulah keadaan orang-orang kafir. Adapun keadaan
orang-orang beriman saling bergandengan tangan, saling bersalaman,
saling memaafkan, sebagaimana diterangkan dalam beberapa hadis.
Allah kemudian menerangkan bahwa mereka itu tidak beriman
kepada Nabi Ibrahim dan tidak membenarkan apa yang disampaikannya,
kecuali Luth yang beriman kepadanya. Firman Allah ayat 26,
264 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
***
Surah Al-Ankabût (29): 28-35 267
(28) Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya, “Kamu benar-
benar melakukan perbuatan yang sangat keji (homoseksual) yang belum
pernah dilakukan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu; (29)
Apakah pantas kamu mendatangi laki-laki, menyamun dan mengerjakan
kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?” Maka jawaban kaumnya
tidak lain hanya mengatakan, “Datangkanlah kepada kami azab Allah,
jika engkau termasuk orang-orang yang benar;” (30) Dia (Luth) berdoa,
“Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas golongan
yang berbuat kerusakan itu;” (31) Dan ketika utusan Kami (para malaikat)
datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka
268 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Penjelasan Ayat
Allah Swt berfirman menuturkan kisah Nabi Luth as di bawah ini,
….
270 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
…
Dan jawaban kaumnya tidak lain hanya berkata, “Usirlah mereka (Luth dan
pengikutnya) dari negerimu ini, mereka adalah orang yang menganggap
dirinya suci.”
Setelah merasa tidak berhasil mendakwahi kaumnya, Nabi Luth
memohon pertolongan kepada Allah Swt, sebagaimana diterangkan pada
ayat 30,
Dan ketika para utusan Kami (para malaikat) datang kepada Luth, dia
merasa bersedih hati karena (kedatangan) mereka, dan (merasa) tidak
mempunyai kekuatan untuk melindungi mereka, dan mereka (para
utusan) berkata, “Janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati.
Sesungguhnya Kami akan menyelamatkanmu dan pengikut-pengikutmu,
kecuali istrimu, dia termasuk orang-orang yang tinggal (dibinasakan).” (QS
Al-Ankabût [29]: 33)
Setelah para malaikat utusan Allah itu datang, Nabi Luth merasa
sedih dan takut kalau tidak mampu melindungi tamunya, karena malaikat
itu tampil sebagai pemuda-pemuda tampan yang pasti digemari umatnya.
Para malaikat itu segera berkata, “Hai Luth, jangan takut dan jangan
sedih dalam menghadapi perilaku kaummu yang busuk itu. Kami hadir
di sini untuk mendatangkan azab kepada mereka dan menghancurkan
semuanya. Tapi, kami akan menyelamatkanmu dan orang-orang beriman
dari pengikut-pengikutmu, kecuali istrimu yang kafir itu. Dia (istri yang
kafir) akan hancur bersama orang-orang kafir dari umatmu itu. Sebab,
istrimu itu sama dengan kaummu, sama-sama menyetujui dan melakukan
penyimpangan seksual, bahkan menunjukkan tamumu kepada mereka.”
Para malaikat itu kemudian menerangkan kedahsyatan azab yang
akan menimpa kaum Sodom sebagaimana diterangkan dalam ayat 34
sebagai berikut,
Sesungguhnya Kami akan menurunkan azab dari langit kepada penduduk
kota ini karena mereka berbuat fasik. (QS Al-Ankabût [29]: 28-35)
Malaikat menurunkan azab yang sangat dahsyat dari langit kepada
kaum Sodom, yang akan menghancur-leburkan mereka sebagai akibat
kefasikan dan kekufuran mereka.
274 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
***
276 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Kisah Nabi Syu’aib, Shalih, dan Musa (QS Al-Ankabût (26): 36-40)
Penjelasan Ayat
Allah juga telah mengazab kaum 'Âd, umat Nabi Hud as, yang
1bertempat tinggal di Al-Ahqâf, sebuah desa di Hadramaut Yaman. Ia juga
telah mengazab dan menghancurkan kaum Tsamûd, umat Nabi Shalih
as, yang bertempat tinggal di daerah Al-Hijr, dekat dengan Wâdi l-Qurâ`,
yakni daerah antara Hijaz dan Syam.
Kota Nabi Shalih itu masih ada bekas peninggalannya sampai
sekarang dan orang-orang Arab sangat mengenali tempat itu lantaran
sering melewatinya.
“Kalian, hai penduduk Mekah, hai orang-orang Arab yang musyrik!
Telah jelas bagi kalian tentang kehancuran kaum 'Âd dan kaum Tsamûd
itu. Kalian dapat menyaksikan sendiri bekas peninggalan sejarah mereka
jika kalian mau melihat dan mencermatinya.”
Ingat, setanlah yang telah memengaruhi keyakinan dan perbuatan
mereka. Akibatnya, mereka beribadah kepada selain Allah, kufur kepada
Allah, melakukan perbuatan maksiat, dan menghalangi orang lain untuk
memeluk agama yang benar dan jalan yang lurus.
Mereka itu sebenarnya orang-orang yang berakal dan cerdas. Tidak
ada alasan bagi mereka untuk tidak beriman. Namun, mereka tidak
menggunakan kecerdasan daya nalarnya dan tidak memikirkan lebih jauh
akibat perbuatannya itu.
Sudah sewajarnya kalau kalian dapat mengambil pelajaran dari kisah
itu. Orang berakal akan mengambil pelajaran dari kasus atau kejadian
yang menimpa pihak atau kaum lain.
Shshaihah, yakni al-rrajfah atau gempa bumi yang dahsyat. Ini sebagai
akibat kekufuran mereka. Mereka mengecam dan menentang Nabi Shalih
dan orang-orang beriman bersamanya. Mereka bahkan mengancam untuk
mengusir nabi dan orang-orang beriman dari kampung halaman sendiri.
Kalau tidak, mereka akan dirajam, hukum mati dengan dijatuhi batu besar.
Kaum Madyan yang kufur dan menentang nabi Allah juga mendapat azab
yang serupa.
Ketiga, Al-Khasaf.
Allah mengazab Qarun yang kufur dan menyombongkan kekayaan
duniawi dengan gempa tektonik yang mengakibatkan tanah itu ambles,
sebagaimana fenomena likuefaksi, dan menelan semua kekayaan Qarun
bersama dirinya.
Keempat, Al-Ighrâq.
Allah Swt menenggelamkan kaum Nabi Nuh yang menyembah
berhala itu dengan banjir bandang. Demikian pula Firaun dan tentaranya
yang ditenggelamkan di Laut Merah, tak ada seorang pun yang selamat.
Azab yang ditimpakan kepada mereka itu sebagai akibat kezaliman,
kekufuran, dan perbuatan dosa mereka. Allah tidak menzalimi mereka, tapi
mereka sendiri yang menzalimi diri sendiri.
Allah Swt sama sekali tidak akan menzalimi makhluk-Nya. Akan
tetapi, yang menghancurkan atau mengazab mereka itu adalah kezaliman
mereka sendiri, dan kekufuran mereka kepada Allah Swt.
***
Penjelasan Ayat
Selanjutnya Allah Swt berfirman,
…
Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah
seperti laba-laba yang membuat rumah….(QS Al-Ankabût [29]: ayat 41)
Kaum musyrikin yang mempertuhan berhala-berhala dan patung-
patung selain Allah Swt itu berkeyakinan dan berharap bahwa benda-benda
yang mereka pertuhan itu dapat memberi pertolongan, rezeki, manfaat,
dan perlindungan ketika terjadi musibah.
Mereka diumpamakan seperti laba-laba, dengan kelemahannya,
membuat rumah yang diharapkan dapat melindunginya dari panasnya
terik matahari dan hawa/udara yang dingin. Ternyata rumah itu sama
sekali tidak dapat melindungi dirinya. Jika ada angin yang bertiup agak
kencang, maka ia akan membuat rumah laba-laba itu hancur berantakan.
284 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Sungguh, Allah mengetahui apa saja yang mereka sembah selain Dia. Dan
Dia Mahaperkasa, Mahabijaksana. (QS Al-Ankabût [29]: 42)
Sesungguhnya Allah Swt Maha Mengetahui bahwa tuhan yang
disembah selain Dirinya itu, seperti jin, manusia, berhala, dan lainnya itu
Surah Al-Ankabût (29): 41-43 285
adalah lemah dan tidak mampu memberi manfaat apa pun. Sedangkan
Dia Maha Kuat, Maha Kuasa, dan Maha Perkasa untuk memberi balasan
kepada orang yang kufur kepada-Nya, dan menyekutukan-Nya dalam
ibadah (syirkun ulûhiyyah).
Allah itu Maha Bijaksana terhadap ciptaan-Nya dan dalam mengatur
dan mengelola makhluk-Nya. Dia Maha Mengetahui apa yang dilakukan
makhluk-Nya. Dia adalah Maha Mengetahui orang yang menyekutukan
dan benda yang disekutukan dengan-Nya. Dia-lah yang akan memberikan
balasan kepada mereka yang menyekutukan-Nya.
Sejalan dengan penjelasan di atas, Ibnu Katsir (III, t.t.: 37)
menerangkan bahwa perumpamaan ini sengaja dibuat oleh Allah Swt untuk
kaum musyrikin. Mereka mempertuhan selain Allah Swt dengan harapan
untuk mendapatkan atau menambah rezeki, dan bergantung kepadanya
pada waktu mendapat musibah dan penderitaan serta kesulitan hidup.
Mereka itu diumpamakan bagaikan laba-laba yang membangun
rumah yang rapuh dan lemah. Mereka itu bagaikan laba-laba, sedangkan
tuhan-tuhan yang disembah itu bagaikan sarang laba-laba, lemah dan
rapuh, tidak bisa dibuat perlindungan.
Andaikan mereka tahu dan menggunakan daya nalar yang sehat,
niscaya tidak akan mau mempertuhan benda-benda yang tidak dapat
memberi manfaat dan mudarat itu. Kondisi mereka bertolak belakang
dengan kaum Mukminin yang hatinya penuh dan mantap dengan
keimanan. Bedasar keimanan yang kuat itu, mereka berbuat baik sesuai
dengan tuntunan syariat Allah Swt. Itu yang disebut orang yang berpegang
pada al-'urwatu l-wutsqâ lâ in shâma lahâ (tali yang kuat yang tidak akan
putus), maksudnya adalah ajaran agama yang benar (Islam).
Allah Swt kemudian menjelaskan faedah dari pembuatan
perumpamaan itu pada ayat berikut,
***
288 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
(44) Allah menciptakan langit dan bumi dengan haq.626) Sungguh, pada
yang demikian itu pasti terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-
orang yang beriman; (45) Bacalah Kitab (Al-Quran) yang telah diwahyukan
kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah salat. Sesungguhnya salat itu
mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat
Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Ankabût [29]: 44-45)
Penjelasan Ayat
Allah Swt selanjutnya berfirman,
Allah menciptakan langit dan bumi dengan haq. Sungguh, pada yang
demikian itu pasti terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-
orang yang beriman. (QS Al-Ankabût [29]: 44)
Sesungguhnya Allah menciptakan seluruh langit dan bumi itu untuk
menunjukkan dan sebagai dalil kemahakuasaan dan keagungan-Nya,
menganugerahkan kebaikan, hikmah/kebijaksanaan, dan faedah-faedah
yang bersifat duniawi dan ukhrawi.
Allah Swt telah menciptakan keduanya (langit dan bumi) untuk
mewujudkan kebenaran, bukan kebatilan. Penciptaan keduanya (langit
dan bumi) itu bukan sia-sia, bukan tanpa tujuan. Itu menunjukkan dan
membuktikan secara nyata bahwa Allah Swt itu satu-satunya pencipta
dan pengelola alam semesta ini. Oleh karena Dia Sang Pencipta dan Sang
Pengelola tunggal (tauhîd rubûbiyyah), maka sudah sewajarnya kalau
hanya Dia yang berhak diibadahi (tauhîd ulûhiyyah).
Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Allah Swt berfirman, “Aku
ini bagaikan harta terpendam. Aku ingin dikenal. Oleh karena itu, Aku
menciptakan makhluk, dan melalui makhluk-Ku itu mereka mengetahui
Diriku.”
Namun, hadis ini dinilai lemah, tidak sahih walaupun maknanya
sahih dan sejalan dengan firman Allah Surah Al-Dzâriyât (51) ayat 56
sebagai berikut,
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah
kepada-Ku.
Dalil-dalil dan rahasia penciptaan itu tidak dapat memberi manfaat,
kecuali kepada orang-orang beriman yang membenarkan dan meyakini
adanya Allah dan rasul-Nya. Sebab, mereka itu hanya bisa berdalil dengan
bekas-bekas ciptaan/makhluk yang diciptakan-Nya yang menunjukkan
sebagai Pembuatnya.
Allah Swt kemudian memerintahkan rasul-Nya dan orang-orang yang
beriman untuk membaca Al-Quran, memahaminya, lalu mengajarkannya
kepada orang lain agar meningkatkan makrifah yang menunjukkan wujud
Allah, keesaan, kemahakuasaan, dan hikmah-Nya.
290 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Ayat 45 menerangkan,
dapat dikatakan,
Bagaimana engkau akan bermaksiat kepada Tuhan, sedangkan
engkau sendiri orang yang selalu datang dan menyembah kepada-Nya?
Apakah layak engkau bermaksiat kepada-Nya? Sedangkan engkau selalu
mengucapkan dan melakukan hal-hal yang menunjukkan keagungan dan
keperkasaan-Nya, dan menundukkan seluruh jiwa dan raga ke haribaan-
Nya.
Al-Qasimi (XIII, t.t.: 4753) mengutip pendapat Al-Razi yang
mengatakan secara singkat bahwa Allah menyebut tilâwatu l-Kitâb/Al-
Quran dan ikamah salat itu menunjukkan keduanya harus dilaksanakan
dengan penuh pengagungan kepada Allah Swt.
Sedangkan berkaitan dengan lafaz wa ladzikru l-llâhi akbar, Al-
Qasimi menerangkan, “Jika kalian menyebutkan sifat-sifat baik orang tua,
lalu mengagumi dan memujinya, maka kalian perlu tahu bahwa kebaikan
Allah kepada kalian itu terlalu banyak untuk disebutkan. Oleh karena itu,
kalian harus lebih mengagungkan Allah dibanding yang lainnya.”
Hadis marfû' yang diriwayatkan oleh Al-Thabrani dan lainnya, dari
Imran dan Ibnu Abbas menerangkan, “Barang siapa yang salatnya tidak
berfungsi mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar, maka dia
akan semakin menjauhkan dirinya dari Allah Swt.”
Imam Ahmad, Al-Nasa`i, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi meriwayatkan
hadis dari Anas ra. Nabi Saw bersabda, “Yang paling aku cintai di dunia ini
adalah para istri dan minyak wangi (parfum), dan yang menjadi permata
hatiku adalah salat.”
Salat yang berfungsi demikian itu adalah salat yang dilakukan
dengan khusuk, tunduk, dan ikhlas. Salat itu, di samping menghadirkan
fisik yang tunduk, juga menghadirkan hati yang khusuk, dan takut di
hadapan keagungan Allah yang diibadahi. Kalau salat itu tidak dilakukan
dengan sifat-sifat tersebut, maka hanyalah merupakan gerakan-gerakan
motorik dan aktivitas fisik yang tanpa jiwa. Ini bagaikan gambar atau video
orang yang sedang salat.
Abu Al-’Aliyah, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Katsir (III, t.t.: 38),
berpendapat, salat itu harus memenuhi tiga syarat. Jika salah satunya
tidak ada, maka salat itu tidak berarti, yakni al-ikhlâsh, al-khasyyah, dan
dzikru l-llâh.
Ikhlash itu mendorong dirinya melakukan yang makruf. Al-Khasyyah
mencegahnya dari perbuatan mungkar, dan dzikru l-llâh (membaca Al-
Quran) akan memerintahkan yang makruf dan mencegah yang mungkar
292 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
sekaligus.
Ibnu Al-‘Aun Al-Anshari berpendapat, jika kamu melakukan ibadah
salat, maka kamu sedang berada dalam kebaikan. Salat itu akan melindungi
kamu dari perbuatan keji dan mungkar, karena salat itu juga mengandung
dan menuntun kamu untuk selalu ingat kepada Allah Swt di mana pun dan
dalam siatuasi apa pun.
Imam Al-Tirmidzi meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah. Rasulullah
Saw bersabda, ”Tahukah kalian jika ada sungai di depan pintu rumah
kalian. Lalu kalian mandi lima kali dalam sehari. Apakah masih ada kotoran
yang menempel pada badan kalian?”
Para sahabat menjawab, ”Tentu tidak, bahkan badan menjadi
bersih.”
Rasulullah melanjutkan sabdanya, “Itu perumpamaan salat lima
waktu yang berfungsi menghapuskan dosa.“
Imam Anas Ibnu Malik meriwayatkan, seorang pemuda dari
golongan Anshar mengerjakan bersama Nabi Saw. Namun, salatnya tidak
berfungsi mencegahnya dari perbuatan keji. Dia tetap saja mencuri. Lalu
hal itu dilaporkan kepada Nabi Saw.
Beliau bersabda, ”Salat itu akan mencegahnya dari perbuatan keji.“
Akhirnya, pada suatu saat pemuda itu bertaubat dan memperbaiki amalnya
menjadi saleh.
Rasulullah Saw kemudian bersabda, ”Bukankah telah aku katakan
kepada kalian tentang fungsi salat tersebut?”
Hadis riwayat Imam Al-Thabrani dan lainnya menegaskan, orang
yang salatnya tidak berfungsi melindungi dirinya dari perbuatan keji dan
mungkar, maka akan menambah jauh dirinya dari Allah Swt, dan akan
menambah murka Allah kepada dirinya.
Berkaitan dengan itu, penggalan akhir ayat 45 ini menegaskan,
(1) Allah Swt menciptakan seluruh langit dan bumi dengan keadaan
kokoh dan seimbang, dengan tujuan untuk kepentingan dunia
dan agama. Dengan diciptakan langit dan bumi, manusia dapat
menjadikan keduanya sebagai bukti adanya Allah, sebagai
penciptanya, Yang Maha Kuasa dan Maha Sempurna.
(2) Yang dapat mengambil manfaat dari penciptaan langit dan bumi itu
adalah manusia. Namun, tidak akan mampu menjadikan dalil dan
bukti yang menguatkan keyakinan adanya sang Pencipta, kecuali
orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya.
(3) Setiap Muslim hendaknya membiasakan diri untuk membaca Al-
Quran dan mendakwahkan ajarannya, kerena Al-Quran itu kitab
hidayah dan pedoman hidup yang sangat utama.
(4) Setiap Mukmin hendaknya menjalankan salat dengan serius
(menjaga konsistensinya). Dilaksanakan pada waktunya, dengan
rukuknya, sujudnya, duduknya, tasyahhud-nya, dan dipelihara
seluruh syarat dan rukunnya.
(5) Salat lima waktu, yang lantaran di dalamnya terdapat bacaan ayat/
Surah Al-Quran, akan mampu mencegah pelakunya dari perbuatan
keji dan mungkar. Salat itu juga menghapuskan dosa-dosa kecil dari
pelakunya, jika dilakukan dengan benar, yaitu dengan hadirnya fisik
dan ruhani yang khusuk, serta tunduk kepada Zat yang diibadahi
(Allah Swt).
(6) Salat itu harus mencakup tiga hal. Kalau tidak, maka tidak bisa
disebut salat, yakni ikhlâsh, khasyyah (takut), dan zikrullah. Ikhlas
akan memerintahkan yang makruf, khasyyah akan mencegah
kemungkaran, dan dzikru l-llâh (Al-Quran) memerintahkan dan
mencegahnya.
(7) Firman Allah wa ladzikru l-llâhi akbar menunjukkan bahwa salat itu
sarana ketaatan kepada Allah yang paling besar dan ibadah yang
paling utama.
(8) Tilâwah (bacaan) Al-Quran dan salat hendaknya dilakukan dengan
pengagungan yang sempurna kepada Allah Swt.
(9) Rasul berkomentar berkaitan dengan wa ladzikru l-llâhi akbar adalah
“Allah mengingat kepada kalian itu lebih besar dibanding kalian ingat
kepada-Nya.”
Surah Al-Ankabût (29): 44-45 295
(10) Zikir yang bermanfaat adalah zikir yang didasari ilmu, kehadiran hati
yang tertuju kepada Allah, dan bukan sekadar zikir dengan lisan.
(11) Zikirnya Allah kepada hamba adalah limpahan hidayah dan cahaya
ilmu. Itulah buah dari zikir seorang hamba Allah.
(12) Kata wa l-llâhu ya’lamu mâ tashna’ûn merupakan salah satu bentuk
janji dan ancaman serta anjuran untuk murâqabah (merasa diri
diawasi oleh Allah) dalam keadaan sendirian atau bersama orang
lain.
***
296 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Catatan Akhir 297
Catatan Kaki
1. Air Menumbuhkan Segala Macam Tumbuh-Tumbuhan
Bukankah Dia (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan
air dari langit untukmu, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang
berpemandangan indah? Kamu tidak akan mampu menumbuhkan pohon-
pohonnya. Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Sebenarnya
mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran). (QS Al-
Naml [27]: 60)
Berbagai macam jenis tumbuh-tumbuhan diciptakan Allah Swt. tumbuh di
muka Bumi. Setiap jenisnya memiliki organ atau bagian pokok, yaitu akar,
batang dan kulitnya, daun, dan bunga serta buah. Setiap organ tumbuh-
tumbuhan mempunyai fungsi yang berbeda untuk pertumbuhannya.
Pertumbuhan hidupnya ini ditentukan oleh berbagai faktor di antaranya
adalah kondisi tanah dan susunan kimianya, iklim, dan elevasi (ketinggian)
tempat tumbuhnya. Setiap jenis tanaman dapat tumbuh dengan baik pada
tanah jenis tertentu sesuai dengan kebutuhan akan nutrisi yang menjadi
kebutuhan untuk pertumbuhannya.
Dalam pertumbuhannya, tanaman membutuhkan sejumlah nutrisi atau
unsur dan senyawa kimia. Unsur-unsur kimia itu merupakan bagian pokok
dari susunan atau metabolisme tumbuh-tumbuhan. Ketidakhadiran unsur-
unsur tersebut dapat mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh dalam
siklus kehidupan yang normal.
Kebutuhan akan unsur-unsur kimia untuk setiap jenis tanaman berbeda
satu sama lain. Keberadaan setiap unsur kimia harus berimbang dan
tidak melebihi ambang batas agar tanaman dapat tumbuh dengan
baik. Terganggunya keseimbangan atau berlebihannya unsur itu akan
mengakibatkan pertumbuhan tanaman terganggu pula. Di lain pihak ada
beberapa jenis tanaman yang dapat tumbuh dengan baik bila mendapat
tambahan nutrisi tertentu.
Nutrisi tanaman yang pokok, yaitu karbon, oksigen dan hidrogen diperoleh
tanaman dengan cara diserap dari udara, sementara nutrisi lain termasuk
nitrogen biasanya diperoleh dari tanah. Penyerapannya dari udara
dilakukan oleh daun dengan cara fotosintesis. Nutrisi lainnya diserap oleh
akar tumbuh-tumbuhan yang terdapat dalam tanah dalam bentuk garam
(senyawa kimia). Tumbuh-tumbuhan mengkonsumsi unsur-unsur ini dalam
bentuk ion.
Tanah adalah bahan yang gembur hasil pelapukan dari batuan penyusun
kerak bumi. Pelapukan mengakibatkan terjadinya penghancuran batuan
yang sebelumnya keras dan padat menjadi gembur berbutir-butir, biasanya
berukuran pasir dan/atau lempung. Pelapukan batuan dapat berlangsung
baik secara mekanis (disintegrasi) maupun secara kimia (dekomposisi).
Pelapukan mekanis mengakibatkan hancurnya batuan secara langsung,
terjadi perubahan struktur, sedangkan pelapukan kimia melalui penguraian
secara kimia terhadap mineral penyusun batuan, sehingga selain terjadi
perubahan struktur tanah juga susunan kimianya. Tergantung pada jenis
298 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
batuan asalnya, ada tanah yang kaya akan nutrisi tertentu ada pula yang
sebaliknya, sehingga pada tanah hasil pelapukan batuan tertentu hanya
cocok ditanami dengan tumbuh-tumbuhan tertentu pula.
Pelapukan batuan dapat terjadi karena adanya kegiatan hidrosfer dan
atmosfer, atau air dan udara. Ia merupakan proses reaksi antara air, udara,
dengan batuan sehingga terjadi penguraian mineral penyusun batuan
menjadi unsur-unsur kimia bebas yang dapat diserap oleh akar tanaman.
Air juga merupakan kebutuhan langsung bagi pertumbuhan tanaman.
Kekurangan air akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan
perkembangannya. Namun setiap tanaman memerlukan kadar air yang
berbeda, ada yang memerlukan air yang banyak untuk menunjang
pertumbuhannya, ada pula yang sedikit.
Air merupakan senyawa antara hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia
H2O. Ia memiliki sifat-sifat gaya kohesi dan adesi, polaritas, pelarut, dan
menguap pada suhu tinggi. Sifat-sifat air seperti itu sangat berperan dalam
pertumbuhan dan kehidupan tanaman.
Dengan adanya gaya kohesi maka tanaman mampu menyerap air secara
vertikal. Kohesi memiliki tiga konsep yakni adanya perbedaaan potensi air
antara tanah dan atmosfer sehingga menjadi tenaga pendorong, memiliki
tenaga hidrasi dinding pembuluh xylem, sehingga mampu mempertahankan
molekul air terhadap gravitasi, dan adanya gaya kohesi antara molekul air
dapat membantu menjaga keutuhan kolom air dalam pembuluh xylem.
Gaya adesi pada tumbuhan terjadi pada dinding xylem. Gaya adesi pada
tumbuhan ini mengakibatkan kapilaritas pada tumbuh-tumbuhan dan dapat
menyebabkan naiknya cairan ke dalam tabung sempit tumbuh-tumbuhan.
Sifat polaritas dapat memungkinkan air mengubah bentuknya setelah
melewati xylem pada tanaman. Setelah melewati xylem, air akan berubah
menjadi bentuk tetesan karena sifat polaritas yang dimilikinya. Selain itu air
juga merupakan pelarut yang sangat baik bagi tiga kelompok bahan biologis
penting bagi tanaman, yaitu bahan organik, ion-ion bermuatan (K+, Ca2+,
NO3) dan molekul kecil.
Tumbuh-tumbuhan melakukan transpirasi pada dirinya sendiri untuk
mengatur suhu pada tumbuhan. Transiprasi pada tumbuhan terjadi ketika
air pada tumbuhan menguap saat terjadi suhu tinggi pada tanaman.
Dalam pertumbuhan tanaman, air memiliki beberapa fungsi di antaranya
adalah sebagai komponen utama dalam proses fotosintesis dan transpirasi
pada tumbuhan. Air menjadi sumber energi dalam proses fotosintesis,
sehingga dalam proses ini dibutuhkan air yang cukup banyak. Air juga
berfungsi dalam pembentukan protoplasma dan sebagai pelarut zat hara
dalam proses masuknya mineral dari tanah ke dalam tanaman serta
mendistribusikannnya keseluruh bagian tumbuhan.
Fungsi air yang lain dalam pertumbuhan tanaman adalah sebagai senyawa
untuk proses reaksi metabolik tumbuhan, sebagai reaktan yang bekerja
pada beberapa reaksi pada proses metabolisme, sebagai penghasil tenaga
mekanik pada proses pembesaran dan pembelahan sel, menjaga turgiditas
sel agar tetap terjaga. Air juga berfungsi sebagai senyawa yang dapat
Catatan Akhir 299
terpenuhi, lebih-lebih pada waktu yang amat sulit al-mudhthar, seperti itu.
Namun, manusia itu ada kalanya, tergoda dengan tuhan-tuhan selain Allah
dan kenyataannya memang banyak yang seperti itu, malahan yang ngaku
Muslim pun banyak yang tidak langsung memohon pada Allah, tetapi
menggunakan perantara-perantara. Banyak yang ingat Allah pun amat
sedikit, bila dibandingkan dengan ingatannya pada yang lain.
Ibnu Asyur dalam tafsirnya, Al-Tahrisr waTawir, sebagaimana dikutip oleh
Ustadz Quraisy Shihab dalam Al-Mishbah, X: 255, menyatakan sebagai
berikut: “Ayat di atas mengandung tiga situasi yang dapat dihadapi manusia
dalam kehidupan di dunia ini:
Pertama, memperkenankan orang yang dalam keadaan terpaksa, apabila
ia berdoa kepada-Nya. Keadaan terpaksa dimaksud adalah situasi yang
menjadikan seseorang berada dalam posisi yang mengharuskan ia
memperoleh hal-hal yang sulit diperoleh. Ini adalah peringkat hajat atau
kebutuhan walaupun belum sampai ketingkat darurat yang menyebabkan
kematian. Perlunya makanan, “minuman”, pakaian bahkan pernikahan
untuk menyambung generasi masa depan. Bila untuk pertama dan utama
itu belum terpenuhi jelas manusia memohon pada penciptanya”.
Kedua, yang dikandung oleh kalimat, yang menghilangkan kesusahan.
Menurut Ibnu Asyur adalah peringkat darurat karena banyak hal tercakup
dalam kalimat ini atau bahkan semuanya, sebagaimana pada ayat tersebut.
Ini merupakan pemeliharaan dari kesusahan dan kesulitan yang menyangkut
hal-hal yang amat penting bagi manusia, seperti memelihara agama, jiwa,
akal, keturunan, harta benda dan penghormatan. “Dalam konteks zaman
now, seperti pada generasi milenial ini, memelihara ekonomi dari ribawi
dengan adanya larangan ribawi, hifzh iqtishad, dan lingkungan hidup, hifzh
bî’ah merupakan bagian Maqâshidus Syarî’ah yang saat ini lagi diramaikan”
(penulis).
Ketiga, yang dikandung dalam kalimat: Yang menjadikan kamu khalifah-
khalifah di bumi; ini adalah peringkat pemanfaatan, pemeliharaan, dan
kepemilikan termasuk kepemilikan bumi ini, generasi demi generasi dan
kelahiran anak-anak yang kesemuanya diisyaratkan dengan kata khulafâ.
Oleh karena itu, Al-Biqa’i, sebagaimana dikutip oleh Ustadz M. Quraisy
Shihab dalam tafsirnya, menyatakan, “Kalimat kedua dan ketiga yang
disebut di atas, maksudnya ayat 62 adalah rincian dari yang pertama, yakni
penerimaan yang kedua. Beliau menulis bahwa kegembiraan dan yang kedua
menolak keburukan lebih penting, maka didahulukan penyebutannya yakni
menghilangkan keburukan terlebih dahulu, baru kemudian mengisyaratkan
besarnya nikmat Allah kepada manusia, yaitu penguasaan atas segala apa
dan siapa yang berada di bumi. Wahbah Al-Zuhaili dalam Al-Tafsîr Al-Munîr,
sebagaimana dalam terjemahnya, X: 313, “Ini adalah dalil bawa Allah
menanggung terkabulnya doa orang yang kesulitan ketika dia memohon.
Dengan doa itu orang menceriterakan dirinya. Sebab merendahkan dirinya
tumbuh dari ikhlas tidak ada kaitan hati selain dengan Dia, Allah Swt.
Keikhlasan di sisi Allah adalah posisi dan tanggungan yang tinggi”. Rasul
Saw memberikan banyak contoh tentang doa, seperti dalam ibadah-ibadah,
Catatan Akhir 301
salat, saum, haji, dan lain-lain. Dalam kitab-kitab hadis ada kitab atau fasal
yang memberikan contoh, seperti pentingnya doa antara lain doa-doa yang
terjemahnya, Ada tiga doa yang mustajab tidak ada keraguan di dalamnya
seperti hadis-hadis berikut:
Doa orang dianiaya, doa musafir, dan doa orang tua pada anaknya.
Doa lainnya, umpamanya
Dalam sahih Muslim, diterangkan, ketika beliau mengutus Muadz ke Yaman,
dikatakan, “Takutlah pada orang yang dizalimi, tidak ada antara doanya dan
Allah suatu penghalang.
Dalam pada itu, kosa kata khulafâ dengan berbagai macam tashrîf, shighat
cukup banyak dalam Al-Quran dan bentuk mufrad, jama, seperti kosakata
khalafa, mengganti kosa kata khilafah, khulafa, yastakhlif, yastakhlif atau
yang seumpamanya, baik kata kerja, sifat atau kata benda ada sekitar 15
kosakata, sebagai berikut:
(1) Istakhaklafa-1x:
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara
kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-
sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana
Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan
sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-
Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa.
mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu
apapun dengan aku. Dan barangsiapa yang (tetap) ka r sesudah (janji)
itu, maka mereka Itulah orang-orang yang fasik. (QS Al-Nûr [24]:55)
(2) Yastakhlifu-2x:
Dan Tuhanmu Maha Kaya lagi mempunyai rahmat. jika Dia menghendaki
niscaya Dia memusnahkan kamu dan menggantimu dengan siapa
yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah
menjadikan kamu dari keturunan orang-orang lain. (QS Al-Anâm [6]:
133)
Jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya aku telah menyampaikan
kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya
kepadamu. dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang
lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudarat kepada-Nya
sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha pemelihara segala
sesuatu. (QS Hûd [11]: 57)
(3) Yastakhlifakum 1x:
Kaum Musa berkata: “Kami telah ditindas (oleh Firaun) sebelum kamu
datang kepada Kami dan sesudah kamu datang. Musa menjawab:
“Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan
kamu khalifah di bumi(Nya), Maka Allah akan melihat bagaimana
perbuatanmu. (QS Al-Arâf [7]: 129)
(4) Layastakhlifannahum
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara
kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-
302 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
itu ada, tapi tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Sesuatu yang
terselubung dari akal bisa jadi sesuatu yang mustahil ada atau sesuatu
yang mungkin ada.
Sekutu Allah, misalnya, adalah sesuatu yang mustahil dan tidak rasional
karena pada dasarnya tidak ada.
Kebangkitan manusia setelah mati adalah hal yang dapat diterima akal,
namun belum ada saat ini. Berdasarkan khabar dari Rasulullah Saw, kelak
pada hari kiamat hal itu akan terjadi.
Wujud malaikat merupakan sesuatu yang masuk akal. Sekarang mereka
sudah ada, sesuai dengan informasi dari Rasulullah tentang mereka, namun
tak dapat dilihat.
Jadi, gaib: menunjukkan sebuah eksitensi yang pasti keberadaannya
namun tidak tampak secara kasat mata, tertutup, tersembunyi, dan tidak
hadir dalam pandangan lahir manusia karena sesuatu hal atau sebab.
Pada saat kata “alam gaib” disebut secara umum, maksudnya adalah
sesuatu yang tak dapat dilihat manusia, tapi di hadapan Allah ia tidak gaib.
Sesuatu yang kita katakana gaib, di sisi Allah tidak demikian (maklum). Allah
berfirman, tiada sesuatupun yang gaib di langit dan di bumi, melainkan
(terdapat) dalam kitab yang nyata (Lauhu l-Mahfûzh). (QS Al-Naml [27]:75)
Karena itu, Allah memiliki sifat Alimu l-Ghaîb atau ‘Allamu l-Ghuyûb (Maha
Mengetahui hal gaib). Segala yang gaib bagi manusia, tidak gaib bagi Allah.
Bahkan tak ada apapun yang luput dari pengetahuan Allah.
Allah berfirman, dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan
benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: “Jadilah, lalu
terjadilah”, dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala
ditiup. Dia mengetahui yang gaib dan yang nampak. Dan Dialah yang Maha
Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (QS Al-An’âm [6]:73)
Sifat-Sifat Kegaiban
Gaib Mutlak/Gaib Absolut: Kegaiban yang bisa dibuka tabirnya hanya
berdasarkan informasi dari kitab suci Al-Quran dan informasi dari Nabi Saw.
Gaib Nisbi/Gaib Relatif: Kegaiban yang bisa dibuka tabirnya dengan riset,
penelitian, dan keahlian, (dengan ilmu pengetahuan).
Jenis Kegaiban Absolut
Makhluk Gaib : Makhluk berakal yang diciptakan Allah Swt dalam kondisi
gaib, yaitu makhluk yang eksis atau ada, namun tidak dapat dijangkau
dengan perangkat indra. Malaikat dan Jin termasuk ketegori ini.
Peristiwa Gaib: Segala peristiwa yang akan terjadi dan hanya diketahui Allah
Swt, misalnya, peristiwa kematian, kiamat, dll.
Alam Gaib: Tempat atau alam yang diciptakan Allah Swt dalam kondisi gaib.
Tempat ini akan disinggahi atau dirasakan setelah manusia mati atau setelah
kiamat. Alam kubur (nikmat dan siksa kubur), alam mashsyar, surga, dan
neraka
Jenis Kegaiban Nisbi
Contoh gaib nisbi adalah kita yang berada di sebuah tempat tidak
mengetahui apa yang sekarang terjadi di tempat lain, kita tidak mengetahui
apakah terjadi kecelakaan atau tidak di tempat lain tersebut? Namun bagi
Catatan Akhir 305
dalam keadaan perut kosong, dan pulang sore hari dalam keadaan
perut kenyang. (HR Al-Tirmidzi)
(4) Tawakal dilakukan setelah menjalankan usaha maksimal.
Rasulullah Saw bersabda:
Dari Anas Ibnu Malik ra, ada seseorang berkata kepada Rasulullah Saw.
‘Wahai Rasulullah Saw, aku ikat kendaraanku lalu aku bertawakal, atau
aku lepas ia dan aku bertawakal?’ Rasulullah Saw menjawab, ‘Ikatlah
kendaraanmu lalu bertawakallah.” (HR Al-Tirmidzi)
Manfaat Tawakal dalam Kehidupan
Sikap dan jiwa tawakal akan banyak mendapatkan manfaat di antaranya
adalah :
(1) Yakin bahwa Allah sebagai penguasa alam semesta
(2) Mempunyai keberanian dalam menghadapi berbagai masalah.
(3) Mempunyai sifat optimis dan jiwa yang tangguh.
(4) Dapat merasakan ketenangan dan ketentraman jiwa.
(5) Selalu percaya terhadap ketentuan dan ketetapan Allah Swt
(6) Memiliki jiwa yang penuh rasa syukur.
(7) Tahu keutamaan dari sikap tawakal.
(8) Menyadari bahwa manusia banyak kekurangan (yang sempurna
hanyalah Allah).
mereka dari muka bumi di akhir zaman satu pertanda dari tanda-tanda
kiamat besar, yaitu sejenis binatang yang akan memberitahukan kepada
mereka bahwa sesungguhnya manusia yang mengingkari hari kebangkitan,
mereka itu tidak mengimani Al-Quran, Muhammad Saw dan ajaran
agamanya dan tidak juga beramal salih.
Binatang itu akan keluar di akhir zaman ketika kerusakan melanda manusia
dan mereka sudah berani meninggalkan perintah-perintah Allah serta
mengubah agama mereka yang hak. Allah mengeluarkan binatang itu dari
bumi. Ada yang mengatakan, dimulai dari Mekah, ada yang mengatakan,
dari kota lain. Kemudian binatang ini berbicara kepada manusia tentang
hal itu (Tafsir Ibnu Katsîr). Imam Muslim meriwayatkan hadis marfû’ dari
Ibnu Umar: bahwa “tanda hari kiamat besar (kubra) yang paling pertama
muncul adalah terbitnya matahari dari barat dan keluarnya binatang melata
di hadapan orang-orang pada permulaan siang.”
Pengertian dâbbah secara bahasa dalam kamus Arab-Indonesia dikatakan
adalah binatang melata. Kemudian bagaimanakah pengertian sesungguhnya
tentang dâbbah itu...? Berikut ini adalah penjelasan tentang dâbbah yang
sebenarnya sudah tertuang di dalam Al-Quran. Al-Quran memberikan
penjelasan secara terperinci, namun demikian harus mencari pengertian itu
secara kâffah atau keseluruhan antara ayat yang satu dengan ayat lainnya
agar terjadi suatu eksistensi pengertian yang sejalan dan dimaksudkan oleh
Allah sendiri di dalam penjelasannya. Dâbbah yang biasa diartikan binatang
melata itu sebenarnya hanya salah satu di antara pengertian dâbbah yg
sesungguhnya. Di bawah ini ada sebagian ayat-ayat yang menggunakan
istilah dâbbah:
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran) Allah ialah penciptaan langit dan
bumi dan makhluk-makhluk yang melata (dâbbah) yang Dia sebarkan
pada kedunya (langit dan bumi). Dia (Allah) Maha Kuasa mengumpulkan
semuanya apabila Dia kehendaki. (QS Al-Syûrâ [42]: 29)
Sesungguhnya binatang (makhluk dâbbah) yang seburuk-buruknya pada
sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-
apapun.” (QS Al-Anfâl [8]: 22). Maksudnya: manusia yang paling buruk di
sisi Allah ialah yang tidak mau mendengar, menuturkan dan memahami
kebenaran.
Sesungguhnya binatang (makhluk dâbbah) yang paling buruk di sisi Allah
ialah orang-orang yang ka r, karena mereka itu tidak beriman.” (QS Al-Anfâl
[8]: 55)
Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan (dâbbah) dari air, maka
sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian
berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan
empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS Al-Nûr [24]: 45)
Dari pengertian ayat-ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dâbbah
adalah sosok makhluk yang berada di langit dan bumi, di antaranya ada
yang baik dan yang jahat menurut ketetapan Allah. Jadi sebenarnya yang
Catatan Akhir 311
dikatakan dâbbah itu adalah binatang melata memang ada benarnya tetapi
dâbbah bukanlah sekedar binatang melata semata karena binatang melata
tidak bisa berpikir dan binatang itu tidak mempunyai akal sehat seperti
halnya manusia. Jadi dâbbah ialah seluruh jenis makhluk yang berjiwa yang
di dalamnya termasuk adalah manusia. Wa l-lâlhu a’lam bi l-shshawâb.
Oleh karena itu terbentuknya gunung dan pegunungan juga dapat terjadi di
bawah laut atau samudera dan dikenal sebagai pegunungan tengah lautan
(mid ocean ridge). Pegunungan bawah laut di Samudera Atlantik dan Pasifik
merupakan contoh dari pegunungan bawah samudera.
Tumbukan lempeng mengakibatkan terjadinya penunjaman salah satu
lempeng di bawah lempeng lainnya sehingga terbentuk suatu zona
penunjaman atau zona subduksi (subduction zone). Penunjaman lempeng
yang semakin dalam akan mengakibatkan kerak bumi mengalami
peningkatan suhu sehingga terjadi peleburan dan berubah menjadi masa
cair pijar yang disebut magma. Pada kondisi tertentu magma akan berusaha
menerobos keluar permukaan bumi dan mengalami proses pembentukan
batuan beku dan proses vulkanisma atau kegunungapian. Oleh karena itu
sebagian besar deretan gunung api biasanya terdapat berdampingan dengan
jalur penunjaman. Wilayah ini dapat terlihat mulai dari deretan kepulauan
Jepang, Filipina, ke Sulawesi dan seterusnya ke Indonesia bagian timur.
Bagian barat Pulau Sumatera (Pegunungan Bukit Barisan) juga merupakan
deretan gunung api yang bertalian dengan pembentukan jalur penunjaman.
Tumbukan lempeng kerak bumi dapat pula mengakibatkan terangkatnya
kedua pinggiran lempeng yang bertabrakan dan membentuk pegunungan.
Contoh dari peristiwa ini yang berlangsung jutaan tahun yang lalu adalah
Pegunungan Himalaya yang ketinggiannya sekarang mencapai 8 km di
atas pemukaan laut. Sekitar 71 juta tahun yang lalu Benua India masih
berada jauh di sebelah selatan katulistiwa. Dalam pergerakannya ke arah
utara kemudian, sekitar pada kurun waktu 10 juta tahun lalu Benua India
bertabrakan dengan Lempeng Eurasia dan membentuk Pegunungan
Himalaya yang sekarang bisa kita saksikan.
Deretan gunung dan pegunungan baik yang terdapat di daratan (karena
terjadinya penunjaman lempeng) maupun yang terdapat di lautan (karena
pemekaran dasar samudera), dalam sejarah perkembangan bumi selalu
berubah bentuk (morfologi) karena adanya gaya eksogen, dan seolah-olah
‘berpindah’ atau bergerak sesuai dengan pergerakan lempeng kerak bumi
karena adanya gaya endogen. Dengan demikian ‘pergerakan’ gunung itu
sebetulnya merupakan hasil perubahan bentuk rupa bumi (morfologi) yang
disebabkan karena adanya interaksi antara gaya asal dalam dan gaya asal
luar yang berlangsung terus menerus.
suatu kedustaan [HR Al-Bukhari, no. 2930; Muslim, no. 78; Al-Tirmidzi, no.
1688; dan Abu Daud, no. 487]
Padahal nama beliau adalah Muhammad Ibnu Abdillah Ibnu Abdil-
Muththalib, dan beliau Saw mengatakan hal ini pada peperangan Hunain,
karena kakeknya lebih dikenal oleh kaum Quraisy dan lebih berpengaruh di
hadapan mereka daripada bapaknya. (Syarh Riyâdhish Shâlihîn, Cet. Darus-
Salam, II: 1845)
Fenomena sosial Memanggil ‘anak atau nak’ kepada orang lain untuk
memuliakan dan kasih sayang
Hal ini diperbolehkan dan sama sekali tidak termasuk perkara yang
dilarang dalam ayat di atas. Karena Rasulullah Saw sendiri melakukannya,
sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa hadis yang shahih, di
antaranya:
– Dari Ibnu Abbas ra dia berkata: Ketika malam (menginap) di Muzdalifah,
kami anak-anak kecil keturunan Abdul Muththalib datang kepada
Rasulullah Saw (dengan menunggangi) keledai, lalu beliau menepuk
paha kami dan bersabda: “Wahai anak-anak kecilku, janganlah kalian
melempar/melontar Jamrah ‘aqabah (pada hari tanggal 10 Dzulhijjah)
sampai matahari terbit”
– Dari Anas Ibnu Malik ra dia berkata: Rasulullah Saw pernah berkata
kepada: “Wahai anakku” (Hadis Shahih Riwayat Al-Bukhari (no. 4998
dan 5659).
Oleh karena itu, imam Al-Nawawi dalam kitab Shahîh Muslim (3/1692)
mencantumkan hadis ini dalam bab: Bolehnya seseorang berkata kepada
selain anaknya: “Wahai anakku”, dan dianjurkannya hal tersebut untuk
menunjukkan kasih sayang.
Bagaimana dengan kebiasaan kita memangil dan menisbatkan panggilan
kepada mahasiswa dengan menyebut wahai anak anak ku..apakah ini juga
berdampak pada keharaman dan haramnya menikahi mereka ? tentunya
tidak bila berdasarkan pada apa yg pernah dilakukan oleh rasul di atas dan
menjadi hal yang tidak dimaksudkan secara sengaja dalam pengangkatan
anak.
Demikianlah penjelasan singkat tentang hukum mengadopsi anak dalam
Islam. Meskipun jelas ini bukan berarti agama Islam melarang umatnya
untuk berbuat baik dan menolong anak yatim dan anak terlantar yang
membutuhkan pertolongan dan kasih sayang.
Sama sekali tidak! Yang dilarang dalam Islam adalah sikap berlebihan
terhadap anak angkat seperti yang dilakukan oleh orang-orang di zaman
Jahiliyah, sebagaimana penjelasan di atas.
Agama Islam sangat menganjurkan perbuatan menolong anak yatim dan
anak terlantar yang tidak mampu, dengan membiayai hidup, mengasuh
dan mendidik mereka dengan pendidikan Islam yang benar. Bahkan
perbuatan ini termasuk amal saleh yang bernilai pahala besar di sisi Allah
Swt sebagaimana dalam sabda Rasulullah Saw, “Aku dan orang yang
menyantuni anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian
Beliau Saw mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah Beliau Saw, serta
Catatan Akhir 319
terkadang kita terbelit oleh rasa bersalah semu, yaitu rasa bersalah karena
kita tidak berhasil mencapai target yang telah ditetapkan untuk diri sendiri,
dan target itu tidak berkaitan dengan dosa, baik terhadap Tuhan maupun
sesama manusia.
Menyoroti perasaan bersalah yang dirasakan oleh Musa, maka itu termasuk
perasaan bersalah yang sejati, yaitu merasa diri bersalah kepada Allah
Swt dan kepada sesama. Musa telah berdosa kepada Allah karena telah
melanggar larangannya, yaitu membunuh orang Qibthi, sekalipun tidak
disengaja. Kemudian dia merasa bersalah kepada sesama manusia, karena
menghilangkan nyawa orang lain, dan menimbulkan kesedihan bagi pihak
lain, seperti orang tua atau golongan/suku Qibthi.
Macam Rasa Bersalah
Ada tiga macam rasa bersalah yang tidak sehat, yaitu :
Unresolved Guilt: rasa bersalah yang belum terselesaikan.
Perasaan bersalah macam ini boleh jadi terjadi karena tidak menyadari
bahwa dirinya kurang terampil dalam meminta maaf terhadap orang yang
telah tersakiti. Juga bisa terjadi akibat perbuatan yang telah dilakukan
terhadap orang lain yang terlalu besar, sehingga sulit untuk memaafkan diri
sendiri.
Survivor Guilt : rasa bersalah dari orang yang selamat.
Perasaan bersalah ini muncul tanpa tahu secara jelas di mana letak
kesalahanan yang sudah diperbuat. Misalnya: orang yang selamat dari
kecelakaan, bencana, perang, atau tragedi yang mengerikan dapat
menyalahkan diri sendiri, karena selamat dari peristiwa itu. Mereka
berpikir:“Mengapa hanya diriku saja yang selamat, tetapi mereka tidak
selamat?”
Separation/disloyalty Guilt: rasa bersalah karena berpisah.
Perasaan bersalah tipe yang ketiga ini adalah perasaan bersalah yang
dirasakan karena harus meninggalkan orang lain untuk mengejar apa
yang diinginkan atau melanjutkan kehidupan. Misalnya, seseorang harus
merantau untuk mencari ilmu dengan konsekuensi harus meninggalkan
keluarga, seperti isteri, anak, dan orang tua, serta teman-teman dekat.
Dampak Psikologis yang Timbul
Di saat seseorang merasa bersalah yang berlebihan, maka ada dua dampak
(luka) psikologis yang akan muncul. Kedua dampak (luka) psikologis ini
akan memengaruhi kualitas hidup seseorang:
Pertama, berdampak kepada keberlangsungan hidup dan kebahagiaan
hidup. Orang yang mengalami hal ini akan menjadi tertekan secara
emosional dan sulit untuk fokus kepada kebutuhan dan kewajiban diri.
Akhirnya, orang itu akan menyalahkan diri sendiri secara terang-terangan.
Kedua, menimbulkan kekacauan pada hubungan seseorang dengan
orang lain. Rasa bersalah yang berlebihan dan belum terselesaikan akan
mengganggu serta membatasi komunikasi dengan orang yang pernah
disakiti. Artinya, seseorang menjadi sulit untuk kembali berhubungan seperti
dahulu, sebelum kesalahan terjadi. Bahkan, boleh jadi muncul ketegangan
maupun kecanggungan yang kurang baik.
Catatan Akhir 321
Kepolisian, Satpol PP, atau Satuan lain yang diberi amanat memberikan
sangsi dan hukuman atas berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh subjek
hukum. Kesadaran hukum berkaitan dengan tingkat kepatuhan subjek
hukum terhadap perintah dan larangan yang ditetapkan dalam berbagai
peraturan perundangan, baik secara sukarela maupun terpaksa (karena
takut terhadap ancaman hukuman).
Tinjauan kedua adalah jenis mahar yang ditetapkan dalam hukum
pernikahan. Ayat 27 ini memberikan alternatif yang visioner dan solutif
terhadap jenis mahar pernikahan. Mahar ditetapkan sebagai harta yang wajib
diberikan oleh pria kepada perempuan yang akan dinikahinya, berdasarkan
sejumlah dalil dalam Al Quran (misalnya QS Al-Nisâ` (4): 4, QS Al-Nisâ`(4):
24-25). Berdasarkan ayat 27 ini, maka Mahar pernikahan tidak harus dalam
bentuk harta tetap (xed asset) yang berwujud (tangible assets), seperti
uang, logam mulia atau barang berwujud lainnya. Mahar pernikahan juga
bisa dalam bentuk harta yang tidak berwujud (intangible assets), yang
berbentuk jasa (service), seperti bekerja memberikan waktu, tenaga dan
keahlian untuk menyelesaikan suatu kegiatan yang diperjanjikan secara
efektif dan bertanggung jawab.. Dalam konteks mahar pernikahan Musa
kepada istrinya, yang dibayar dalam bentuk jasa (service) tetap mengacu
kepada prinsip utama perjanjian yaitu kesukarelaan (‘an tarâdlin minkum).
Selain itu juga, perlu dipertimbangkan aspek kepantasan atau kelayakan
dalam pandangan sosial yang berlaku. Jika mahar Musa dihitung dalam nilai
nominal uang atau xed asset, maka nilai harta mahar itu sebenarnya tinggi
dan berat. Namun demikian, Musa telah menerima kondisi tersebut secara
sukarela dan menjalankannya dengan baik dan bertanggung jawab.
Dalam tinjauan Fikih Nikah, yang mengacu pada berbagai hadis tentang
mahar, jenis mahar xed asset (uang, logam mulia, atau harta berharga
lainnya) memang nampak lebih diutamakan dan diprioritaskan. Bahkan
terdapat pendapat hukum yang menyebutkan secara kuantitatif batas
minimal dan maksimal nilai mahar dalam satuan uang yaitu minimal 10
dirham, dan maksimal 500 dirham, dimana 1 dirham setara dengan
2,975 gram emas. Argumentasi penetapan nilai minimal dan maksimal ini
memang logis dan rasional dalam rangka memberikan kepastian hukum
bagi para pihak terkait, dan memenuhi aspek kepantasan atau kelayakan
dalam pandangan sosial yang berlaku. Namun, dalam pendapat hukum
yang lain, tidak ada ketentuan minimum tentang mahar, bahkan dalam
sebuah hadis Rasulullah pernah menyatakan bahwa sebentuk cincin
terbuat dari besi pun bisa menjadi mahar. Dalam keterangan yang lain,
Rasulullah juga menyinggung bahwa sebaik-baik perempuan adalah yang
paling murah maharnya. Hal ini menunjukkan bahwa mahar bukanlah
tujuan utama sebuah pernikahan, dan standarisasi nominalnya disesuaikan
dengan kondisi masing-masing pihak. Namun, perlu terus diingatkan bahwa
mahar berjenis jasa juga bisa dipakai sebagai alternatif sah bagi mahar
pernikahan, sebagaimana dicontohkan oleh praktik yang dilakukan oleh
Syaikh Madyan dan Musa.
Catatan Akhir 327
Dalam dunia ilmu komunikasi, oratory dan debate menjadi tulang punggung
Retorika, salah satu jenis dari tradisi teori komunikasi.
Di zaman Yunani kuno, dunia orator dan debat membangun teori-teori
retorika, menurut Robert T. Craig (2009: 960)1, dan menjadi naskah-naskah
awal teori komunikasi yang dibangun oleh Kaum Sofis, melalui dua tokohnya,
Plato dan Aristoteles. Dilanjutkan kaum Romawi klasik, khususnya Cicero,
melalui risalah-risalah yang jadi acuan di berbagai sekolah “ahli” pidato
pada saat itu. Dan pada kemudiannya, dibakukan ke dalam tradisi klasik
dari teori-teori komunikasi.
Retorika menjadi dasar disiplin ilmu komunikasi dibangun. Retorika Aristotel
misalnya dipakai sebagai dasar bagi segala pengertian mengenai persuasi.
Dalam khasanah Yunani kuno, istilah retorik mengandung arti logos atau
argument logis, etos atau kredibilitas pembicara, dan patos atau argument
emosional bagi persuasi.
Wacana retoris, menurut Foss (2009: 853-856), memiliki lima kanon: invensi
(invention), organisasi (organization), gaya (style), pengiriman (delivery),
dan memori (memory).
Dalam perkembangannya, retorika Yunani (Greece) diadopsi dan diadaptasi
bangsa Romawi. Cicero, sebagai penganut Roman rhetoric, membahas
tentang retorika dalam gema a great orator. Tiga karyanya ialah De
Inventione (On Invention), De Oratore (On Oratory), dan Orator (Orator).
Dari sanalah kefasihan bersilat lidah digolongkan ke dalam kemampuan
retorika, untuk berbagai urusan masyarakat, bangsa, dan negara. Para
orator bermunculan membawakan misi-misi tertentu, dalam kisah-kisah
kepiawaian bersilat lidah. Dalam khasanah western, para orator kerap
menjadi sosok-sosok diktator, yang berhasil membius rakyat ke dalam
telunjuknya.
Dunia orator, dalam retorika ini, dihubungkan dengan keterampilan
dan kejelian menyampaikan pesan di berbagai perubahan situasi, atau
kehebatan seseorang ketika menjadi komunikator dibanding lainnya, dan
kepiawaian berkomunikasi yang diolah lewat latihan dan ajaran secara
sistematis. Retorika ialah cara bicara, bagaimana orang bicara yang mudah
dimengerti dan dipatuhi. Saking hebatnya retorika, orang pun memandang
buruk istilah retorika. Retorika disamakan dengan orang yang banyak bicara,
tidak mau bertindak. Rhetoric is contrasted with action, kata Karen A. Foss
(2009: 855), it is empty words, talk without substance, mere ornament.
Kini, retorika menjadi perkakas penting di masyarakat. Ambil contoh, di
dunia politik dan kemasyarakatan (jabatan-jabatan publik). Di Amerika,
retorika “orator” dijadikan bahan didikan bagi para presiden. Ketika mereka
hendak dikukuhkan, orasi para kepala negara biasanya harus memenuhi
lima harapan:
(1) an attempt to unify the audience as a people; (2) a restatement of
commonly shared values; (3) a list of the principles that will guide the new
administration; (4) a recognition of the powers and limits of the ofce of
the presidency; and (5) a recognition of the present moment in a mood
of contemplation, not immediate action. A presidential speaker may meet
330 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
these expectations in novel and creative ways; however, all ve must be
addressed, or the president will likely be criticized.
Campbell & Jamieson (Joshua Gunn, 2009: 442)
Kelima ekspektasi tersebut melintasi wilayah masa lalu, dan menjemput
masa kini dan masa depan. Orasi kepemimpinan macam ini dinilai
memberi harapan yang cerah. Masyarakat dinilai tidak diberi pidato yang
membosankan, menjemukan, dan bikin lunglai saat membayangkan,
bagaimana pemimpinnya akan bertindak di masa depan.
Ada khalayak yang tidak dijadikan mesin “suara”, karena orang seorang
dihargai. Berbagai statement yang diungkap tidak terasa basi. Orang
berharap pada pandangan-pandangan baru yang akan jadi patokan
pengadministrasian kepemimpinan. Orang juga mendengar pemimpinnya
sadar betul akan batas dan wewenang kekuasaannya. Masyarakat diberi
jeda untuk melihat bahwa pemimpin mereka suka merenung sebelum
bertindak, tidak grasa-grusu.
Begitulah model orasi bila dicontohkan. Sebagai pembicara, ia harus terlihat
trendi, keren, dan lincah, serta tidak usang. Bukan hanya di performance-
nya semata, tapi juga di soal isi bicaranya. Karena bila tidak begitu, orasi
omongannya akan dianggap spiker butut, buruk, dan rusak.
kitab (berisi petunjuk yang lebih baik dari Al-Quran, bahkan yang semisal
dengannya), dan tidak ada hujjah (pijakan yang “logis”) apa pun yang
tersisa lagi bagi mereka, maka ketahuilah wahai Nabi Muhammad atau
siapapun, sesunggguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka
belaka. Dan tidak ada orang yang lebih besar kesesatannya daripada orang
yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari
Allah. Sesungguhnya Allah tidak memberikan taufik untuk berada di atas
kebenaran kepada kaum yang berbuat zalim yang melanggar perintah Allah
dan telah melampaui batas-batas ketetapan-Nya.
Memperturutkan hawa nafsu adalah mengikuti dorongan hati yang kuat
untuk melakukan perkara yang tidak baik. Ada sekelompok orang yang
menganggap hawa nafsu sebagai setan yang bersemayam di dalam diri
manusia, yang bertugas untuk mengusung manusia kepada kefasikan atau
pengingkaran. Mengikuti hawa nafsu akan membawa manusia kepada
kerusakan. Akibat pemuasan nafsu jauh lebih mahal ketimbang kenikmatan
yang didapat darinya. Hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan juga dapat
merusak potensi diri seseorang. Potensi yang dimaksud adalah potensi
untuk menciptakan ketentraman, kesejahteraan, dan hal-hal baik lainnya.
Namun karena hambatan nafsu yang ada pada diri seseorang potensi-
potensi tadi dalam realita kehidupan tidak dapat muncul kepermukaan.
Untuk menyucikan diri atau mengendalikan hawa nafsu adalah keharusan
bagi siapa pun yang ingin mendapatkan keseimbangan dan kebahagiaan
hidupnya, karena hanya dengan berjalan pada jalur-jalur yang benar sajalah
manusia dapat mencapai hal tersebut.
Kata al-khaîr artinya adalah kebaikan. Ini memberi isyarat bahwa dalam
harta mengandung kebaikan. Harta adalah suatu yang baik yang harus
diusahakan dengan cara yang baik dan dimanfaatkan di jalan kebaikan.
Harta pada hakikatnya adalah milik Allah (QS Al-Mâ`idah [5]: 120).
Kepemilikan manusia terhadap harta adalah kepemilikan majazi. Artinya
status manusia terhadap harta hanya sebagai orang yang diamanati
sebagai khalîfah (wakil) Tuhan untuk menguasai dan memakmurkannya.
Konsekuensi logis dari pandangan demikian adalah bahwa manusia dalam
memiliki harta harus patuh dan tunduk kepada aturan dan ketentuan-
ketentuan Allah Swt sebagai pemilik hakiki (Wahbah Al-Zuhaili, 2011: 32-
33). Konsekuensi lain dari pandangan tersebut melahirkan sikap tidak terlalu
gembira meluap-luap ketika mendapatkan harta dan tidak terlalu larut
dalam kesedihan ketika harta itu diambil kembali oleh pemilik mutlaknya.
Pemilik mutlak dari harta adalah Allah Swt. Manusia hanya dapat menjadi
pemilik sempurna atau pun pemilik tidak sempurna. Pemilik sempurna
adalah memiliki zat barang dan manfaatnya. Pemilik tidak sempurna adalah
hanya memiliki salah satu dari keduanya baik memiliki barangnya saja atau
manfaatnya saja. Sebagai contoh, pemilik rumah yang sedang disewakan
hanya memiliki zat barangnya saja. Penyewa rumah hanya memiliki
manfaatnya saja.
Allah Swt menyebutkan bahwa harta itu sebagai pokok kehidupan (QS
Al-Nisâ`: 5). Harta berkedudukan sebagai perhiasan hidup, sebagai
amanat (fitnah), dan sebagai musuh (Hendi Suhendi, 2010: 12-13). Selain
itu, kedudukan harta juga untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai
kesenangan. Orang penghamba harta bisa celaka dan terkutuk (Rachmat
Syafe’i, 2001: 24-26).
Allah Swt dalam berbagai ayat menganjurkan untuk mencari harta, bahkan
kewajiban zakat menggunakan kata aatuu yang berarti harus diusahakan
agar bisa menjadi muzakki. Harta akan diminta pertanggungjawaban dari
dua hal yaitu dari mana atau dengan cara apa didapatkannya dan untuk apa
penggunaannya.
Mengenai cara mendapatkan harta, ada berbagai cara usaha yang dilarang
antara lain: pelacuran, peramalan nasib, perjudian, pengangkutan barang
haram, menadah barang rampokan dan atau curian, jual beli di dalam
mesjid, jual-beli ketika adzan Jumat (bagi laki-laki), menimbun (menahan
barang dagangan dengan tujuan agar dapat memengaruhi harga menjadi
mahal; baru dijual ketika harga sudah mahal), mengurangi ukuran,
timbangan, atau sukatan, menyembunyikan cacat barang, banyak sumpah,
najasy (reklame palsu), jual kawin (menjual beberapa barang dalam satu
paket), jual beli dengan lemparan batu (harga sudah ditentukan sedangkan
barang yang didapat adalah yang kena lemparan batu atau alat yang
disediakan), berbagai cara jual beli yang samar, persaingan sesama Muslim,
menghadang kafilah di luar pasar (tengkulak), menetapkan harga pasar,
dan riba (Hamzah Ya’qub, 1992: 141-169).
Menyikapi harta setelah mendapatkannya adalah dengan cara mengucap
alhamdulillah, tidak terlalu meluapkan kegirangan, melakukan sujud syukur,
Catatan Akhir 339
membicarakan riba antara lain, Surah Al-Baqarah (2): 275 dan 276-279.
Ribawi ini malahan harus diperangi, seperti pada ayat 278-279 itu:
(278). Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman; (279) Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan
jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu;
kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
d. Jihad siyâsî atau politik harus menjadi bagian penting, lebih-lebih setiap
kaum Muslimin dihadapkan pada masalah politik yang belum dan tidak akan
kunjung selesai karena perbuatan kekuasaan selalu berlangsung. Maju dan
mundurnya kaum Muslimin akan bersandar pada kebijakan politik. Memilih
pemimpin adalah amat penting, dan harus memilih pemimpin yang memiliki
kemampuan adil, shidiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Segala sesuatu
keberlangsungan kebijakan pemerintahan tergantung eksekutif, legislatif
dan yudikatif. Amanat tergantung pada kebijakan politik yang menguasai
dunia ini. Hancurnya kaum Muslimin sejak abad pertengahan sampai
sekarang amat berkaitan dengan kebijakan politik. Jihad melawan orang-
orang yang memusuhi kaum Muslimin merupakan keniscayaan sepanjang
zaman. Memperbanyak amal saleh dan meyakinkan diri atas ajaran-Nya
bukan perkara yang mudah, kecuali kerja keras, mujahadah. Seseorang
yang melakukan apapun, apalagi kebaikan itu untuk dirinya sendiri, bukan
untuk Allah karena Allah amat kaya.
Sementara itu ayat 7 dari Surah tersebut jelas Allah amat memperhatikan
dan memuji orang yang beramal saleh karena dengannya segala dosa
yang pernah dilakukannya akan dihapuskan bahkan akan diganti dengan
yang lebih baik. Dalam Tafsîru l-Munîr, sebagaimana dalam terjemahnya
dinyatakan fikih kehidupan dari dua ayat tersebut, sebagai berikut: “Orang
jihad demi agama, sabar untuk berperang melawan orang-orang kafir dan
amal ketaatan maka dia berbuat itu untuk dirinya sendiri. Pahala semua
perbuatannya itu untuknya. Tidak ada manfaat sedikitpun yang kembali
pada Allah. Barang siapa yang mengabaikan jihad melawan dirinya tidak
menaati Tuhannya dan tidak menjauhi yang haram, dia hanya berbuat jelek
pada dirinya. Sebagaimana pada firman-Nya pada Surah Fushshilat (41):
46 dan Al-Isrâ` (17): 7. Selanjutnya, pada ayat ke 7 menerangkan kualitas
balasan amal saleh tidak ada bandingannya di dunia bagi siapapun makhluk
Allah. Allah menutupi kejelekan dengan ampunan, melipatgandakan
kebaikan dan pahala ketaatan. Dia tidak mengabaikan apapun perbuatan
baik hamba meskipun sedikit. Dia menghargainya dengan cara yang lebih
baik dan lebih sempurna. Dia membalas orang-orang yang membenarkan
Allah dan rasul-Nya serta beramal saleh dengan balasan yang lebih baik”.
Tafsîru l-Munîr-Terjemahan, vol 10, hal. 453. Wallâhu Alam bi l-shshawâb.
Catatan Akhir 341
dengan mengingat Allah Swt, tetapi merasa tenang dengan dunia dan
cenderung kepada kesenangannya (Al-Maraghi, XX, t.t.: 101).
yang utuh secara bajik. Pada Ilmu ladunni isy’ar (rasa-perasaan) menjadi
kunci diterimanya ilmu yang khas ini.
Ada 2 jenis ilmu ladunni, yaitu: ilmu-ilmu yang terkait dengan agama
dan ilmu yang terkait dengan alam raya. Allah memberikan umat Islam
ilmu yang terbaik, dalam artian memberikan berkah bagi kehidupan umat
manusia dan alam raya. Ilmu ini akan selalu membawa kebajikan dalam
langkah kehidupan. Sedangkan ilmu-ilmu keduniawian semata menjadikan
umat manusia maju dari sisi duniawi tetapi buta tentang akhirat (QS Al-
Rûm [30]: 7). Sebagian lainnya dinyatakan bahwa ‘barangsiapa yang buta
(ajaran agama) di dunia ini maka ia buta pula di akhirat’ (QS Al-Isrâ` [17]:
72). Tentu, kondisi ini bukan merupakan suatu yang ideal dalam pandangan
Islam. Visi Islam adalah mencari akhirat melalui dunia; bukan dunia untuk
dunia dan bukan pula akhirat untuk dunia, yang kemudian menjadikan
manusia terasing dan menemui bencana. Misalnya, narkotika, shabu dan
minuman keras oplosan. Semuanya itu menjadikan pemakainya mengalami
kerusakan dan mara-bahaya. Kita perlu mengukur kebajikan dunia dengan
dimensi ukhrawinya. Dalam artian amal Muslim di dunia yang direfleksikan
untuk akhirat akan berbuah akhirat pula. Karena ilmu yang disandarkan
pada Allah diikuti kaidah ukhrawi.
Kondisi Umat Islam kini lamban dalam ekonomi, kesehatan dan pendidikan,
karena lebih tersibukkan oleh persoalan doktriner, yang kadang tidak
kontekstual, sehingga tidak bermanfaat bagi kemajuan umat. Meski
mayoritas umat Islam terpuruk dalam kehidupan, namun negara-negara
Timur Tengah justru mencapai kemakmuran yang spektakuler. Meski
mereka bekerja hanya sedikit waktu, namun mereka mendapatkan
kemakmuran tingkat tinggi, karena, sebagian lainnya dipergunakan untuk
ibadah, membawa berkah. Berkah menjadikan amal duniawi memiliki
nilai tambah yang spektakuler, di luar jangkauan matematika rasional. Ini
merupakan impak dari ilmu ladunni dalam bidang ilmu-ilmu duniawi dengan
dukungan agama. Sikap istikamah kepada ajaran Islam menjadikan Muslim
meninggalkan maksiat.
Mengkontektualisasikan ilmu-ilmu yang bersifat alami (natural sciences)
menjadikan kita mendapatkan invensi yang merupakan langkah awal dari
inovasi. Riyadhah secara intens guna meraih ilmu ladunni menjadikan
manusia meraih berkah Allah Swt.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran:
Al-Qur`ânu l-Karîm
Buku:
Anwar, Samsul. 2007. Hukum Perjanjian Syariah Studi Tentang Teori Akad
Dalam Fikh Muamalat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Atahillah, Ibnu. 2015. Mengaji Tajul Arus Rujukan Utama Mendidik Jiwa
356 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Departemen Agama RI. 2002. Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum. Jakarta:
Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam.
Jailani, Abdul Qadir. 2013. Mensucikan Jiwa Membuat hati menjadi tenang
dan Damai. Bandung: Penerbit Jabal.
Jum’ah, Ali. 2017. Sejarah Ushul Fiqih Histori Ilmu Ushul Fiqih dari Masa
Nabi Hingga
Mallory, R.F., and Cargo, D.N. 1979, Physical Geology. New York: McGraw-
Hill Book Company.
Daftar Pustaka 357
Mills, J.V.G. 1970. Ma Huan: Ying-yai sheng-lan ‘The overall survey of the
ocean’s shores’ (1433). Cambridge: Cambridge University Press.
Al-Sajastani, Abu Daud Sulaiman Ibnu Al-Asy’ats. t.t. Sunanu Abi Dâwud.
Beirut: Dâru l-Kitâbi l-‘Arabî.
Al-Maktabah Al-Syâmilah
INTERNET:
http://hidupnyahidup-yes.blogspot.co.id/2013/04/sembilan-mukjizat-nabi-
musa-as.html
http://ical88.multiply.
http://id.wikipedia.org/wiki/Mukjizat#cite_note.0
http://id.wikipedia.org/wiki/Santet
http://ilmufromalquran.blogspot.co.id/2015/08/9-mukjizat-nabi-musa-as-
yang-diberikan.html
http://mukjizatdiislam.blogspot.com/2008/05/pengertian-mukjizat.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Plant_nutrition
https://en.wikipedia.org/wiki/Soil
https://en.wikipedia.org/wiki/Soil_chemistry
https://muhammaddohan.wordpress.com
https://muhammaddohan.wordpress.com.
https://muslim.or.id/1729-takwa-semudah-itukah.html
https://www.academia.edu/30862529/Sejarah-komunikasi
https://www.kompasiana.com/mega33298/5bb1c2b9ab12ae3a8f52e256/
sejarah-komunikasi-dari-zaman-dahulu-hingga-sekarang
www.dakwahsunnah.com
www.muslim.or.id
www.risalahislam.com
360 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Indeks 361
Indeks Nama
xx , 35 6 ,33 7 , 29 3 ,22 0 ,14 5 , 10 9 ,97 - 98 , 14 A bdu l ah
Al-Naqqasy, 97 C
Al-Qasimi, 262, 278, 291, xiv Campbell, 330
Al-Qurthubi, 43, 49, 179, 317, 335 Cecep Alba, xviii
Al-Razi, 92, 155, 191, 195, 202, 221, 232, Cicero, 329
291
Cudmani, 348-349
Al-Suddi, 7, 76
D
Al-Thabrani, 270, 291-292
Daud, 42-43, 199, 225, 233, 265, 302, 318
Al-Tirmidzi, 42, 152, 233, 239, 270, 292,
305, 308, 318, 335 Din Syamsudin, xix
Al-Walid Ibnu Al-Mughirah, 172, 227
E
Al-Walid Ibnu Al-Walid, 224
Edi Setiadi, xii, xvi, xxiv, v
Al-Walid Ibnu Utbah, 227
Eduard Suess, 312
Al-Zamakhsyari, 15, 30, 54
EZ. Muttaqien, xiii
Al-Zuhaili xxi, 68-69, 76, 79, 84-85, 89,
96-97, 100-101, 115, 127, 179, 191- F
193, 195, 198, 202-203, 215-216,
221, 248, 253-254, 278, 300, 335, Firaun, xxvi, xxviii, 68-96, 101-102, 104,
338, xi 108, 113, 117-119, 121-132, 140,
199, 202, 215, 276-277, 279, 281-282,
Al-Zujaj, 239 301, 319, 323-324, 327-328, 330-332
Amir Ibnu Al-Hadhrami, 221 Foss, 329
Ammar Ibnu Yasir, 220, 224
H
Amr Ibnu Tsa’labah Al-Bahrani, 317
Hafsah, 112
Anas, 239, 244, 291-292, 308, 318
Hakim Ibnu Hazam Ibnu Khuwailid, 314
Anas Ibnu Malik, 244, 292, 308, 318
Haman, 72, 77, 79-82, 86, 125, 127, 276-
Anas Ibnu Malik ra, 308, 318 277, 279, 281-282
Anwar A, 348-349 Hamnah, 233
Aristoteles, 329 Hamzah, 153, 338
Asiyah, 84, 88, 90, 92 Hamzah Ya’qub, 338
Atha, 67 Hanzhalah Ibnu Abu Sufyan, 227
Ayyasy, 233, 237 Haritsah, 314, 316-317
Harun Shihab, 327
B
Harun, xxvi, xxviii, 84, 118-122, 124, 126,
Barton, 319
132, 138, 140, 143, 217, 327
Bukhari, 38, 58, 147, 194, 203, 225, 230,
Hasyim, 155, 265, 335, xviii
265, 307, 315, 318, 335, x
Hasyim Muzadi, xviii
Indeks 363
Isa, 34, 42, 92-93, 136, 265, 309 Miftah Faridl, xx, v
364 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Muslim, 14, 17, 23, 32, 38-39, 41-43, 56, Rasul, xxviii, 132, 136, 147, 173, 199, 225,
58-59, 63, 97, 144, 146-147, 152-153, 230, 252, 270, 294, 300, 321, 335-
199, 205, 233, 237, 245, 265, 294, 336, 339
300-301, 307, 309-310, 316, 318, 335, Rifa’ah, 144
338, 343, 355, 358
Ritsa, 7
M. Wildan Yahya, vi, xxiv, v
Robert T. Craig, 329
N
Nasaruddin Umar xvii
Indeks 365
S Umar, xvii
Sa’ad, 214, 220, 233 Ummu Sa’ad, 233
Sa’id Ibnu Jabir, 198 Uqbah Ibnu Abu Mu’aid, 227
Saidi Syekh Sulaiman Zuhdi Al-Khalidi, 350 Utbah, 227
Salamah Ibnu Hisyam, 224
W
Salman Al-Farisi, 145
Wahbah Al-Zuhaili xxi, 179, 191-193,
Samiri, 183 195, 198, 203, 300, 338, xi
Sarah, 264, 266, 272, 275
Y
Sayyid, 214, 221, 303, 341, xiv
Yahya, vi, xiv, xv, xxiv, 93, 231, v
Sayyid Quthub, 214, 221
Ya’qub, 104, 264-265, 272, 275, 338
Sayyid Sabiq, 341
Yashhur Ibnu Qahatsa, 183
Seyyed Hossein Nasr, 342
Yusuf, 109, 258, 265, 355, 358, vi
Shafura, 324-325
Z
Shaleh, 278
Zagharta, 7
Shihab, 300, 308, 327, 330, 357
Zaid, 314-317
Siti Asiyah, 2
Zaid Ibnu Haritsah, 314, 316-317
Siti Sarah, 264
Zifora, 324-325
Sufyan Al-Tsauri, 198
Sulaiman Al-Qanuni, 333
Syekh Madyan, 104, 108, 110
Syu’aib as 68, 70, 105, 108, 110-111, 114
Syu’aib, xxviii, xxix, 68, 70, 103, 105, 108-
112, 114, 135, 217, 247, 276-278, 324
T
Thahir Al-Jazairi, 327-328
Thawus, 67
Tini , 349
Tirmidzi, 42, 152, 233, 239, 270, 292, 305,
308, 318, 335, 358
Tohari A, 349
U
Umar Ibnu Abdul Aziz, 61
Umar ra, 307, 309
366 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Indeks 367
Indeks Subjek
A H
Afrika, 312, 334 Hadramaut, 226, 279
Albanisa, 334 Harran, 264
Al-Hijr, 279 Helenica, 312
Al-Jazair, 334 Hijaz, 28, 279, 323
Amerika, 312, 329, 344, 348 Hongaria, 334
Amerika Selatan, 312
I
Antartika, 312
India, 313
Arab, 42, 73, 112, 136, 152, 158, 279,
Indonesia, xx, xxi, 308, 310, 313, 325,
303, 305, 309-310, 312, 314, 327,
349, 357, 359, xix
334, 337, iv
Inggris, 322, 348
Armenia, 334
Irak 98, 264, 266, 334
Asia, 334
Iran, 312
B
J
Babilonia, 266
Jepang, 313
Badar, 30, 32, 38, 221
Jordan, 348
Bandung, v, xii, xvi, xvii, xviii, xxiii, xxiv,
349, 355-357, xxvi, iv Juhfah, 67, 201-202
Bulgaria, 334
K
D Karibia, 312
Donggala, 349 Kokos, 312
E L
Eropa, 334 Libia, 334
Eurasia, 312-313
M
F Madaniyyah, 67, 213-214
Fathu Makkah, 58, 147, 204, 208
368 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Mekah, xxvi, xxviii, 29, 56-58, 63, 71, 138- Yugoslavia, 334
140, 149, 156, 158, 160-161, 172, Yunani, 308, 329, 334
201-204, 208, 214, 218, 220, 224,
238, 274, 279, 310
Memphis, 94, 96
Mesir, xxviii, 68, 70, 72, 75-81, 83, 89, 94-
97, 99-100, 102, 104-105, 107-109,
111-112, 114, 117, 119, 126, 215,
279, 319, 323, 330, 332
N
Nazka, 312
Neraka Jahanam, 160
New Mexico, 348
P
Palestina, 105, 111, 264, 266, 323
Palu, 349
R
Romawi, 329
S
San’a, 226
Sodom, 6-7, 264, 268-275, 348
Sulawesi, 313, 349
Sumatera, 313
Suriah, 323
Syam, 28, 77-78, 80-81, 279
T
Taif, 172
Tunis, 334
Turki, 312, 333-334
Indeks 369
Indeks Surah
A Al-Mâ`idah, 134, 168, 203, 205, 306, 327,
338
Al-Ahzâb, 121, 222, 306, 315-317, 352
Al-Mujâdilah, 306
Al-A’lâ, 159
Al-Mu'minûn, 13, 19, 332
Al-An’âm, 304
Al-Mursalât, 188
Al-Anbiyâ`, 53, 262, 265, 336
Al-Muzzammil, 207
Al-Anfâl, 306, 310
Al-Nahl, 14, 18, 157, 159, 188, 220, 244,
Al-Ankabût, xxvi, xxv, xxix, 5-7, 14, 17, 307
211, 213-217, 219-222, 224, 227-229,
232-235, 237-238, 240, 242-244, 247- Al-Najm, 347
258, 260-264, 267-274, 276-280, 282-
Al-Naml, xxvi, xxv, xxvii, 1, 3-6, 8-16, 18-
285, 288-290, 292, 339, 348, 350
20, 22-31, 33-38, 40-41, 44-45, 47-
Al-A’râf, 24, 78, 158, 203, 221, 263, 270, 50, 52-54, 56-62, 67-69, 200, 297,
278, 303, 306 299, 302, 304, 306, 309, 311, 350
Al-Baqarah, 37, 91, 145, 155, 166, 179, Al-Nisâ`, 91, 136, 180, 230, 239, 306,
188, 221, 223, 302-303, 335-337, 340, 321, 326, 338
342, xi
Al-Nûr, 188, 301-302, 310, 321, 347
Al-Burûj, 19
Al-Qashash, xxviii, xxvi, xxv, xxix, 65,
Al-Dukhân, 330 67-69, 71-73, 75-79, 82-92, 94-101,
103-111, 113-123, 125-130, 132-136,
Al-Dzâriyât, 62, 289, 347 138-142, 144-148, 151-153, 156-157,
Al-Fath, 147, 317 159-160, 162-163, 165-168, 170-173,
175-180, 182, 184-187, 190-195, 197-
Al-Fâtihah , 172, 303, 335, xv 199, 201-208, 214-216, 223, 319, 327,
Al-Furqân, 16, 148-149, 178, 284, 306, 330-332, 336, 350
350 Al-Qiyâmah, 308
Al-Hadîd, 147, 185 Al-Ra’d, 31, 60, 123, 173
Al-Hajj, 32, 222, 238 Al-Rahmân, 188, 207
Al-Hijr, 188, 268, 279, 350, 367 Al-Rûm, 19, 50, 213, 222, 256, 343
Al-Isrâ, 50, 146, 158, 229, 234, 306, 340, Al-Sajdah, 165, 193, 222
343
Al-Shâffât, 11
Al-Kâfirûn , 172
Al-Syu’arâ , 5, 68-69, 78, 278, 306, 332,
Al-Kahfi, 25, 51, 166 350
370 Tafsir Al-Quran Unisba Juz XX
Dzâriyât, 62, 289, 347 Yûnus, 17, 38, 57, 302, 330, 332, 351
Yûsuf, 74, 155, 258, 336
F
Fâthir, 243
Fushshilat , 53, 61, 75, 222, 229, 256, 280,
340
G
Ghâfir, 16, 127-128, 331
H
Hûd, 60, 129-130, 268, 278, 281, 301, 306
I
Ibrâhîm, 51, 303, xx
L
Luqmân, 23, 32, 61
M
Maryam, 42, 50, 121, 165, 222, 264-265,
309, 363
N
Nûh, 248, 271
Q
Quraisy, 106
Indeks 371