Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

METODOLOGI STUDI ISLAM (MSI)


Menjawab Tudingan Sesat TerhadapTarekat Naqsyabandiyah
Prof. DR. Kadirun Yahya

(Studi Kasus di Surau/Majlis Baitul Amin Ketanggungan-Brebes)

Di susun oleh :
1. Mushofa

Mahasiswa Semester 1 ( Ekstensi )


Dosen Pengampu : Ibu Arifiyah Tsalatsati AM, M.S.I
PROGRAM STUDI
Bimbingan Konseling Islam (BKI) Sekolah Tinggi Agama Islam
(STAI) BREBES
Jl. Yos Sudarso No. 26 Pasarbatang Kec. Brebes, Kab. Brebes
Jawa Tengah 52211 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan
kemudahan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tanpa
pertolongan-Nya tentu kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini.
Sholawat dan Salam semoga terlimpah kepada baginda Nabi Muhammad
SAW sang pembawa pelita dan ilmu pengetahuan yang menerangi kegelapan di
alam raya ini. Semoga kita selaku umatnya yang selalu setia mengikuti ajarannya
akan mendapatkan syafa’atnya di hari kiamat nanti amin amin ya robbal alamin.
Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan tugas
Mata Kuliah Metodologi Studi Islam (MSI) yang mana makalah ini membahas
tentang “Tarekat Naqsabandiyah Kadirun Yahya dalam pro dan kontra’’ Kami
tentu menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kesalahan serta kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca supaya makalah ini dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Arifiyah
Tsalatsati AM, M.S.I selaku dosen Mata Kuliah Metodologi Studi Islam (MSI),
dan guru-guru kami yang lain yang selalu membimbing kami dengan penuh
keikhlasan. kedua orang tua kami yang selalu mendukung langkah positif kami
baik moril maupun spirituil dan juga kepada semua pihak yang terlibat dalam
pembuatan makalah ini. Kami tidak dapat membalas apa-apa atas semua kebaikan
ini hanya iringan do’a (Jazakumullah Achsanal Jaza) semoga Allah SWT
membalas kebaikan bpk/ibu semua dengan balasan yang sebaik-baiknya amin.
Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk orang banyak dan menjadi
jariyah bagi kami amin

Brebes, Januari 2023


Penyusun

DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
B. Rumusan masalah
C. Tujuan dan manfaat penelitian
F. Metode penelitian

BAB II Sejarah Tarekat Naqsyabandiyah Prof.DR Kadirun Yahya


A. Tokoh Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah
B. Pokok-Pokok ajaran Tarekat naqsabandiyah Prof.DR Kadirun Yahya
C. Perkembangan Tarekat Naqsabandiyah Prof.DR Kadirun Yahya
D. Silsilah Mursyid Tarekat Naqsabandiyah Prof.DR Kadirun Yahya

BAB III SURAU/MAJLIS BAITUL AMIN KETANGGUNGAN


A.Profile Surau /Majlis Baitul Amin III Brebes

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dari masa ke masa, umat Islam mengalami banyak perkembangan


pemikiran di berbagai bidang, seperti di bidang fiqh, hadits, tafsir, filsafat,
tasawuf, dan lain- lain. Masing-masing bidang keilmuan merupakan satu kesatuan
yang utuh dan bermuara pada satu sumber yaitu kitab suci al-Qur’an dan Sunah
nabi Muhammad SAW Dari semua bidang keilmuan tersebut masing-masing
mempunyai tokoh besar di setiap generasi. Dalam bidang fiqh pada awal abad
Hijriah banyak melahirkan para fuqaha’, seperti Imam Syafi’i, Imam Maliki,
Imam Hanafi, Imam Hambali. Dalam bidang hadits: Imam Bukhari, Imam
Muslim, Imam an-Nasa’i dan lain-lain. Dalam bidang tafsir seperti: Ibnu Abbas,
Ibn Katsir, Fakhruddin ar-Razi at-Tabari, dan lain-lain. Dalam bidang filsafat:
Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, al-Farabi dan lain-lain. Dalam bidang tasawuf: Ibn ‘Arabi,
Abu Yazid al-Bustami, Rabi’ah al-‘Adawiyah, Hasan al-Basri, Abu Hamid al-
Gazali dan lain-lain. Diteruskan dengan generasi-generasi selanjutnya hingga
sekarang Adapun semua bidang keilmuan Islam tersebut adalah bentuk ijtihad
kaum muslimin terutama pada masa awal abad Hijriyah dalam mencapai
kemuliaan di sisi Allah SWT. Untuk mendapatkan petunjuk al-Qur’an, seorang
muslim harus membaca, memahami isinya serta mengamalkannya. Pembacaan al-
Qur’an itu sendiri menghasilkan pemahaman beragam menurut kemampuan
masing-masing, dan pemahaman tersebut melahirkan perilaku yang beragam pula
sebagai tafsir al-Qur’an dalam praktek kehidupan, baik dalam dataran teologis,
filosofis, psikologis, maupun kultural Pemahaman dan penghayatan individual
yang diungkapkan dan dikomunikasikan secara verbal maupun dalam bentuk
tindakan tersebut dapat mempengaruhi individu lain sehingga membentuk
kesadaran bersama dan pada taraf tertentu melahirkan tindakan-tindakan kolektif
dan terorganisasi dalam berbagai macam bentuk.[1]
[1] Muhammad, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi Dengan al-Qur’an”, dalam
Syahiron Syamsuddin (ed.), Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, (Yogyakarta: TH
Press bekerja sama dengan Teras, 2007), hlm. 12.
Dalam bidang tasawuf atau dalam bahasa Inggris sufisme [2]. merupakan
disiplin keilmuan dan tingkah laku spiritual mempunyai banyak aspek yang
menjadikannya sulit untuk menetapkan definisi khusus untuk istilah itu. Akan
tetapi semua kaum sufi mengalami “pengalaman” yang sama, walaupun sifat
pengalaman itu berbeda-beda. Ibrahim Beisuni seorang sarjana Mesir mencoba
merumuskan definisi tasawuf sebagai “keterbangunan fitrah yang mengarahkan
jiwa yang berkesungguhan, untuk berjuang sehingga ia mencapai pengalaman-
pengalaman
sampai dan berhubungan langsung dengan Wujud Mutlak”.[3] Sesuai dengan
definisi tersebut, maka tasawuf sebenarnya telah berkembang sejak zaman sahabat
Rasulullah, para tabi’in hingga di zaman modern sekarang ini. Namun demikian
istilah tasawuf atau sufisme baru digunakan pada abad ke-2 atau ke-3 Hijriyah,
ketika manusia telah banyak tergoda dan ternoda oleh gemerlapnya dunia, dan
meninggalkan usaha yang bersungguh-sungguh untuk akhirat. [4]
Fakta sejarah juga membuktikan bahwa Rasulullah sendiri sebelum
diangkat menjadi Rasul berulangkali melakukan tahannus dan khalwat di Gua
Hira dengan tujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati.[5] Pada
masa-masa selanjutnya para pelaku tasawuf sudah banyak dijumpai hampir
merata di seluruh penjuru dunia Islam dengan metode yang lebih sistematis dan
terorganisir

[2] Kata sufi berasal dari bahasa Arab yakni safaya yang berarti jernih. Sebagian yang lain
berpendapat kata tersebut diambil dari kata safwa yang berarti orang yang terpilih. Ada lagi
yang yang berpendapat bahwa kata sufi diturunkan dari kata saff, yang berarti barisan atau
deretan. Sebagian lagi berasumsi asal mula kata sufi adalah suf yang berarti wol. Masih ada
beberapa pendapat lain mengenai asal-usul kata sufi dengan berbagai varian dan maknanya,
namun yang jelas istilah sufisme hadir dengan menunjuk makna orang-orang yang tertarik
pada
pegetahuan sebelah dalam (ruhani) yang mengantarkannya pada kesadaran dan pencerahan
hati.Lihat: Syaikh Fadhlalla Haeri, Jenjang-Jenjang Sufisme, terj. Ibnu Burdah dan
Shohifullah
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 1-2.
[3] Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam, edisi 1987, s.v. “Tasawuf”.
[4] Umar Asasuddin Sokah, “Sufisme dan Jihad Suatu Dikotomi Palsu”, Al-Jami’ah, No. 57, Th.:
1994, hlm. 77-78.
[5] Proyek Binpertais (Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam), Pengantar Ilmu Tasawuf
(Medan: IAIN Sumatera Utara, 1982), hlm. 35.
. Inilah yang sekarang dikenal dengan istilah tarekat ,[6] yang
metodenya sudah disusun secara sistematis oleh seseorang yang secara ruhaniyah
sudah mendapat pencerahan. Adapun metode tersebut berupa tahap-tahap
(maqamat) yang harus dilalui seorang murid, dan pada setiap tahap tersebut
mempunyai sifat dan penekanan yang berbeda dan biasanya berpengaruh terhadap
keadaan ruhani sang murid (ahwal).
Dikalangan ulama terdapat perbedaan pendapat [17] mengenai posisi
tasawuf dalam Islam, yakni adanya pendapat yang pro dan kontra. Mereka yang
berpendapat pro menyatakan bahwa seseorang akan mampu mencapai derajat
ma’rifat hanya dengan melalui bimbingan seorang guru spiritual (mursyid).
Sedangkan mereka yang berpendapat kontra menyatakan bahwa seseorang akan
mampu mencapai derajat ma'rifat tanpa bimbingan seorang guru spiritual
(mursyid) sekalipun. Adapun peneliti dalam hal ini lebih sependapat dengan
pendapat pertama yakni yang menyatakan bahwa seseorang akan mampu
mencapai derajat ma’rifat hanya dengan bimbingan guru spiritual (mursyid) sebab
seorang hamba akan sangat mungkin terjerumus ke dalam kesesatan bila tidak
melalui bimbingan seorang guru spiritual (mursyid) yang telah dan mampu
mencapai derajat ma’rifatullah.

[6] Tarekat secara harfiyah berarti jalan; metode; cara yang diatur; jalan untuk mencapai
kesempurnaan jiwa dan pencerahan. Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah
Populer (Surabaya: Arkola, 1994), hlm. 740. Secara terminologi tarekat adalah menjalankan ajaran
agama Islam dengan lebih hati-hati dan telitisebagaimana menjauhi/meninggalkan yang syubhat
dan melaksanakan keutamaan-keutamaan sesudah melaksanakan kewajiban-kewajiban serta
sungguh-
sungguh mengerjakan ibadah. Lihat: Sekretariat Muktamar IX Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-
Mu’tabarah an-Nahdliyyah, Hasil-Hasil Muktamar IX Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah
an- Nahdliyyah (Pekalongan: Kanzus Shalawat, 2000), hlm. 212.

[7] Terdapat dua faktor yang mempengaruhi perbedaan dan keragaman dalam pemikiran dan
keberagamaan umat Islam. Pertama, faktor internal yang berkaitan dengan kecenderungan
penafsiran dan pemahaman nilai-nilai al-Qur’an. Kedua, faktor eksternal yang melibatkan sejarah,
etnik, latar belakang sosial-budaya, dan juga faktor-faktor politik. Lihat Muhammed Yunis, Politik
Pengkafiran & Petaka Kaum Beriman, alih bahasa: Dahyal Afkar (Yogyakarta: Pilar Media,
2006), hlm.xiii
Tarekat dikategorikan menjadi dua macam yang dengan itu akan dapat
diketahui apakah sebuah tarekat bisa dinyatakan sahih (benar) ataukah batal
yakni mu’tabarah dan gairu mu’tabarah. Mu’tabarah adalah tarekat yang
bersambung sanadnya kepada Rasulullah SAW. beliau menerima dari Malaikat
Jibril as. Malaikat Jibril as. dari Allah SWT .[8] Sedangkan gairu mu’tabarah
merupakan kebalikan dari mu’tabarah.
Menurut Jam’iyyah Ahli al-Tariqah al-Mu’tabarah al-Nahd}iyyah sebuah
organisasi yang mewadahi tarekat mu’tabarah se-Indonesia tarekat mu’tabarah
jumlahnya ada 45, [9] baik yang terkenal (masyhur) dan banyak pengikutnya
maupun yang bersifat lokal dan tidak begitu dikenal. Sedangkan di Indonesia
sendiri yang berkembang dan banyak pengikutnya antara lain Tarekat Qadiriyah,
Naqsyabandiyah, Syattariyah dan Syadziliyah. Sedangkan Tijaniyah,
Khalwatiyah, Sammaniyah dan Rifa’iyah hanya terdapat di sebagian daerah saja.
Adapun selain yang telah disebutkan, keberadaanya di Indonesia tidak diketahui.
Namun disini penulis hanya akan menggali lebih dalam mengenai sumber ajaran
salah satu tarekat di Indonesia, yakni Tarekat Naqsyabandiyah pimpinan Kadirun
Yahya. Beberapa alasan yang menjadi daya Tarik penulis mengangkat tema ini
adalah karena adanya beberapa tudingan dan klaim sesat [10] terkait dengan ajaran-
ajaran, praktek ritual dalam tarekat tersebut yang bagi sebagian kalangan
dianggap menyalahi aturan.
[8] K.H. Aziz Masyhuri (penghimpun), Permasalahan Thariqah; Hasil Kesepakatan Muktamardan
Musyawarah Besar Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah Nahdlatul Ulama (1957-2005 M.) (Surabaya:
Khalista bekerjasama dgn Pesantren al-Aziziyyah Denanyar Jombang, 2006), hlm. 166.
[9] K.H. Aziz Masyhuri (penghimpun), Permasalahan Thariqah..., hlm 22-23.
[10] Kecaman sesat terhadap tarekat (tasawuf-sufisme Islam) merupakan dampak dari kesalah pahaman
tentang tasawuf. Mereka (pengecam) menganggap bahwa tasawuf sebagai aliran dan gerakan yang
ditambahkan kepada Islam (bukanlah asli Islam), tidak pernah diajarkan ataupun dipraktekkan oleh Nabi
SAW. Menurut mereka, tasawuf diadopsi dari luar Islam dan dianggap merusak tauhid karena di dalamnya
terdapat ajaran panteisme. Lihat: Kautsar Azhari Noer, Tasawuf Perenial Kearifan Kritis Kaum Sufi (Jakarta:
PT Serambi Ilmu Semesta, 2003), hlm. 17 dan 24. Lihat juga dalam: Kautsar Azhari Noer, Jembatan Mistikal
untuk Dialog Antar Agama, Makalah, disampaikan pada Peluncuran dan Bedah Buku When Mystic Maters
Meet: Paradigma Baru Relasi Umat Kristiani- Muslim, Karya Syafa’tun Almirzanah, yang diselenggarakan
oleh Religious Issues Forum (Relief) Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) Sekolah Pasca
Sarjana UGM, pada Kamis, 19 Februari 2009, di Ruang Seminar Gedung Sekolah Pasca Sarjana UGM,
Yogyakarta, hlm. 4

mengenai latar belakang Kadirun Yahya yang pernah tinggal serumah


dengan seorang pendeta serta keunikan beberapa pernyataan Kadirun Yahya
sendiri berkaitan dengan konsep-konsep tasawuf.[11] Terlepas dari justifikasi
tersebut, penulis menganggap sangat penting untuk menggali lebih dalam
mengenai sumber ajaran tarekat ini; apakah sesuai dengan kandungan al-Qur’an
dan al-Hadits sehingga tidak ada alasan untuk mengklaim sesat terhadap tarekat
tersebut ataukah justru menyalahi dan menyeleweng dari kandungan keduanya,
yang berimplikasi pada kecaman dan klaim sesat dari golongan lain. Hal inilah
yang menjadi daya tarik penulis untuk mencari jawabannya. Selain itu penulis
juga akan melakukan kroscek terhadap Tarekat Naqsyabandiyah Kadirun Yahya
atas klaim-klaim yang ditujukan kepadanya.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
permasalahnnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Ayat-ayat al-Qur’an apa saja yang dijadikan sumber ajaran, awrod [12]dan
praktik ritual Tarekat Naqsyabandiyah Kadirun Yahya?
2. Bagaimana pemahaman pengikut Tarekat Naqsyabandiyah Kadirun Yahya
terhadap sumber ajarannya dan bagaimana pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-hari?
[11] Dalam hal ini penulis menemukan sejumlah milis yang mengklaim Tarekat Naqsyabandiyah
pimpinan Kadirun Yahya sebagai aliran sesat antara
lain:http://islamicweb.com/,http://gurindam.blogsome.com/,http://groups.google.co.uk/,
http://swaramuslim.com/, serta masih ada beberapa milis lainnya yang menyinggung kesesatan
tarekat ini. Namun demikian, dalam hal ini peneliti tidak mau terjebak dalam polemik sesat
menyesatkan (takfir) ini.
[12] Yang dimaksud awrad disini adalah wirid (jamak), yakni amalan z|ikir yang biasa diajarkan
seorang mursyid sebuah tarekat bagi murud-muridnya. Biasanya ada awrad wajib yang bersifat
pribadi (tidak bisa diwakilkan), awrad tambahan dan awrad berkala yang dikerjakan secara
kolektif.

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1. Penelitian ini bertujuan:
a. Mengetahui ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan sumber ajaran,
awrad, dan praktik ritual Tarekat Naqsyabandiyah Kadirun Yahya.
b. Mendeskripsikan pemahaman pengikut Tarekat Naqsyabandiyah
Kadirun Yahya terhadap sumber ajarannya dan mendeskripsikan
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Adapun kegunaan dari penelitian ini, antara lain sebagai berikut:

a. Dari aspek akademik penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan


pustaka diskursus Living Qur'an terutama bagi peminat kajian dalam
bidang ilmu tasawuf dan perkembangannya.
b. Secara pragmatis penelitian ini juga berguna untuk memperkaya wacana
sosio-religius masyarakat muslim yang berkembang dalam konteks ke-
Indonesia-an

D.Metodologi Penelitian

Untuk memperoleh data dan menganalisa dalam suatu penelitian diperlukan


metode-metode tertentu. Pada dasarnya metode berarti suatu cara yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tujuan umum penelitian
adalah untuk memecahkan masalah, maka langkah-langkah yang ditempuh harus
relevan dengan masalah yang telah dirumuskan.[13]

1.Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat kualitatif. Alasannya,


dalam penelitian ini mengambil obyek Tarekat Naqsyabandiyah Kadirun Yahya di
wilayah Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes. Kualitatif yang dimaksud
adalah bentuk prosedur penelitian yang menghasilkan data

[13] Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
1998), hlm 61.

deskriptif tertulis yang diperoleh dari narasumber, baik melalui pengamatan


maupun dari hasil wawancara terhadap sumber-sumber informan yang telah
dijadikan sebagai subyek dalam penelitian.[14]

2. Sumber Data

a. Data primer. Data primer yang dimaksud di sini adalah data yang diperoleh
dari hasil kombinasi observasi berperan serta dan wawancara tidak terstruktur
terhadap beberapa informan kunci (key person), yakni para pakar, pengurus dan
pengikut Tarekat Naqsyabandiyah Kadirun Yahya di wilayah Kec. Ketanggungan
Kab. Brebes.Wawancara ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara
mendalam tentang ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan sumber ajaran, awrad dan
praktik ritual mereka, agar memperoleh penjelasan tentang makna dan
pemahaman terhadap ayat- ayat yang dimaksud.

b. Data Skunder. Data skunder yang dimaksud dalam penelitian ini (sesuai dengan
tuntutan penggunaan data yang turut dipakai) adalah sumber-sumber kepustakaan
yang membahas tentang ilmu tasawuf terutama yang ada hubungannya dengan
Tarekat Naqsyabandiyah Kadirun Yahya Data pustaka ini diperoleh melalui buku-
buku, jurnal-jurnal,artikel-artikel, karya ilmiah akademik dan sebagainya.

3. Jenis Data
Subyek penelitian dalam makalah ini ini adalah para pakar, pengurus sekaligus
pengikut Tarekat Naqsyabandiyah Kadirun Yahya di wilayah Kec .Ketanggungan
Kab. Brebes dan sekitarnya. Penelitian ini akan mengambil informan yang benar-
benar memahami dan terlibat langsung dalam aktifitas-aktifitas yang diadakan
tarekat ini. Alasannya adalah untuk memberi ruang guna mengarahkan penulis
agar memperoleh sumber data dari informan (narasumber) secara langsung.

[14] Lihat: Robert Bogdan dan Steven J. Taylor, Pengantar Metodologi Penelitian Kualitatif Studi
Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu Sosial, terj. Arif Rahman (Surabaya: Usaha
Nasional, ), hlm. 21-22. Bandingkan dengan: Lexy J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, Cet.
XVI
(Bandung: Rosda Karya, 2002), hlm.9

Sedangkan para pengikut yang telah diwawancarai untuk dijadikan informan


(narasumber) dalam penelitian ini fleksibel dan tidak mengikat yakni tergantung
kebutuhan data.Di samping itu, subyek penelitian ini juga melibatkan para
pengurus dan pengikut yang dianggap pakar dalam kaitannya dengan penelitian
ini.

4.Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain
adalah sebagai berikut:
a.Observasi atau pengamatan.
Pengamatan atau observasi adalah cara pengumpulan data dengan melakukan
pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap gejala yang tampak pada
obyek penelitian, baik observasi langsung maupun tidak langsung.[15] Metode ini
digunakan pada hamper setiap pengumpulan data termasuk juga ketika melakukan
penelitian sementara. Observasi dilakukan karena dalam penelitian ini tidak
terlepas dari hasil pengamatan yang dilihat dan didengar kemudian dianalisa
untuk diadakan pencatatan agar mendapatkan hasil yang se-obyektif mungkin.
Adapun jenis pengamatan atau observasi yang penulis lakukan adalah observasi
model partisipan atau pengamatan berperan serta, yaitu pengamatan yang
dilakukan dengan ikut ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi obyek yang
diteliti. Tujuannya adalah untuk memperoleh data yang akurat dan lebih detail.[16]
Obyek observasi ini adalah para pakar, pengurus dan pengikut Tarekat
Naqsyabandiyah Kadirun Yahya di wilayah Ketanggungan Brebes

[15] Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial (Bandung: Mandar Maju, 1996), hlm,
157. Bandingkan dengan: Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Cet. VI (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005), hlm. 91.
[16] Pengamatan berperan serta, sering disebutkan juga etnografi atau penelitian lapangan, yakni
"pergi ke lapangan". Tujuannya adalah untuk menelaah sebanyak mungkin proses sosial dan
perilaku dalam budaya tersebut, yakni dengan menguraikan setting-nya dan menghasilkan
gagasan-gagasan teoritis yang akan menjelasakan apa yang dilihat dan didengar peneliti dengan
memahami arti apa yang mereka katakan (what people say) dan juga apa yang mereka lakukan
(what people do).
Data- data yang diambil dari observasi ini adalah ayat-ayat al-Qur’an yang
dijadikan sumber ajaran, awrad dan praktik ritual Tarekat Naqsyabandiyah
Kadirun Yahya. Dalam konteks ini, penulis turut serta dalam beberapa kegiatan
Tarekat Naqsyabandiyah Kadirun Yahya.
b.Wawancara
Interview (wawancara) merupakan metode pengumpulan data dengan
jalan tanya jawab yang dilakukan secara sistematis berdasarkan tujuan penelitian .
[17] Metode wawancara yang peneliti lakukan bertujuan untuk mengetahui dan
memperoleh ayat-ayat al-Qur'an yang dijadikan sumber ajaran, awrad dan praktik
ritual Tarekat Naqsyabandiyah Kadirun Yahya. Penulis dalam hal ini melakukan
sebuah wawancara yang mendalam, yaitu wawancara yang tersusun secara
inklusif [18] dengan proses wawancara berlangsung mengikuti kebutuhan dan
situasi. Beberapa pertanyaan yang diajukan pada dasarnya adalah untuk
mengungkapkan mengenai ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan sumber ajaran,
awrad, praktik ritual Tarekat Naqsyabandiyah Kadirun Yahya dan pemahaman
serta pengaruh pengikutnya dalam kehidupan sehari- hari.
BAB II MENGENAL TAREKAT NAQSABANDIYAH
1.Sejarah Tarekat Naqsyabandiyah
a.Tokoh Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah
Di antara tarekat yang sangat masyhur dengan jumlah pengikut yang
sangat banyak adalah tarekat Naqsyabandiyah. Tarekat ini berasal dari salah satu
wali besar, terkenal, karamahnya sangat banyak, sosok yang sangat meneladani
akhlak dan perilaku Rasulullah saw, yaitu Sayyid Muhammad Bahauddin an-
Naqsyabandi.

[17] Wawancara dalam suatu penelitian juga bertujuan mengumpulkan keterangan untuk
menemukan sesuatu yang tidak dapat dipantau. Seperti perasaan, pikiran, motivasi tentang
pemahaman manusia dalam suatu tindakannya. Wawancara merupakan suatu bentuk metode
penelitian untuk membantu utama dari metode observasi. Lihat Koentjaraningrat, Metode-Metode
Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1997), hlm. 129.
[18] Robert Bogdan dan Steven J. Taylor, Kualitatif Dasar-dasar Penelitian (Surabaya: Usaha
Nasional, 1993), hlm. 31
Tidak hanya menjadi keturunan Rasulullah (sayyid), ia juga pewarisnya,
mulai dari sisi ucapan, perbuatan, dan amaliah kesehariannya. Semua orang
mengenalnya, mengakui kewaliannya, dan ketekunannya dalam melaksanakan
kewajiban agama dan dalam menjauhi larangan-larangannya. Kedekatannya
dengan Allah terlihat dari berbagai karamah yang diberikan kepadanya, yang
tidak pernah menjenuhkan untuk diceritakan, didengarkan, dan ditulis oleh siapa
saja.
Nama Lengkap dan Kelahiran Sayyid Bahauddin an-Naqsabandi Sayyid
Bahauddin an-Naqsyabandi memiliki nama lengkap Sayyid Bahauddin an-
Naqsyabandi bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Husaini al-
Uwaisi al-Bukhari, dan lebih masyhur dengan sebutan Sayyid Bahauddin an-
Naqsyabandi. Ia juga memiliki julukan (laqab) Muhammad al-Bukhari. Sayyid
Bahauddin merupakan keturunan Rasulullah saw dari jalur Sayyidina Husain bin
Sayyidina Ali, suami Sayyidah Fatimah az-Zahra binti Rasulullah saw. Ia
dilahirkan pada Muharram 717 H/1317 M, di daerah Qashrul Arifan, salah satu
desa di dekat kota Bukhara. Sayyid Bahauddin lahir dari keluarga yang sangat
agamis. Orang tuanya merupakan sosok yang memiliki pengetahuan luas dan ahli
ibadah. Kedua orangtuanya tak henti-henti mendoakan putranya agar kelak
menjadi orang yang berguna, dan bisa meneruskan perjuangan kakeknya,
Rasulullah saw.[19] Beberapa hari sebelum Sayyid Bahauddin lahir, di tanah
kelahirannya tercium bau harum semerbak. Bau harum ini tercium ketika Syekh
Muhammad Baba as-Syamasi, seorang wali besar dari desa Sammas, Bukhara,
dan murid-muridnya melewati desa tersebut. Kemudian ia mengatakan :[20] “Bau
harum yang kita cium sekarang ini, datang dari seorang laki-laki yang akan lahir
di desa ini.”[21] Syekh Baba as-Syamasi kembali menegaskan bahwa bau harum
semerbak itu semakin harum. Setelah Sayyid Bahauddin an-Naqsyabandi lahir, ia
segera dibawa oleh ayahnya menuju Syekh Baba as-Syamasi untuk mendapatkan
doa dan

[19] (Muhammad as-Shayadi, al-Inayah ar-Rabbaniyah, [Beirut, Darul Fikr], halaman 4).
[20] Baca Juga: Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah: NU Itu seperti Waliyullah
[21] Baca Juga Topik Terkait: Biografi para Imam Mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah H-3 dari

kelahirannya,

keberkahan darinya. Sesampainya di sana, ia sangat gembira melihat siapa


yang datang kepadanya, kemudian berkata dalam Bahasa arab yang Artinya,
“Sungguh aku menerima bayi ini sebagai anakku”. Kemudian ia memberi kabar
gembira kepada murid-muridnya, bahwa bayi ini akan menjadi imam pada
masanya.”[22] Apa yang disampaikan Syekh Baba as-Syamasi akhirnya menjadi
kenyataan. Sayyid Bahauddin an-Naqsabandi tumbuh menjadi sosok dengan
penguasaan ilmu yang sangat luas. Namun, yang sangat masyhur darinya adalah
ilmu tarekat, di mana ia menjadi pelopor tarekat Naqsyabandiyah.[23] ia
meletakkan rumusan-rumusan dasar untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan
cara berdzikir kepada-Nya. Ia mengajarkan bahwa menjauh dari keramaian
manusia untuk mendekat kepada Allah, dan menjadikan batin (hati) hanya murni
kepada Allah, sekalipun raga bersama manusia, menjadi ajaran pokok dalam
tarekatnya, sebagaimana disebutkan:[24] yang artinya, “(Sayyid Bahauddin)
pernah ditanya perihal tarekatnya. Kemudian ia berkata: ‘Menyendiri dalam
keramaian, menghadapkan batin (hati) kepada al-haqq (Allah), dan
(menghadapkan) badan pada makhluk. Dalam hal ini, terdapat isyarat firman
Allah (An-Nur: 37), yaitu: “Orang yang perdagangan tidak melalaikannya dari
mengingat Allah.”[25] Sayyid Bahauddin menjadikan dzikir dengan hati atau
secara diam (sirri), dengan cara tidak bergerak dan berbunyi sebagai salah satu
dzikir pokok dalam tarekatnya. Ia juga meletakkan kemurnian dzikir dan ibadah
hanya karena Allah swt semata. Hal ini sebagaimana tergambar dalam doa-doanya
yang diajarkan kepada para muridnya yaitu Iilahii Anta Maqshudi Waridhoka
Mathlubi[26]

[22] (Abu Saud al-Kayali, al-Fuyudlat al-Ihsaniyah Syarhil Aurad al-Bahaiyah, [Beirut, Darul
Kutub Ilmiah], halaman 11)
[23] Baca Juga: Kiai Manshur Popongan, Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Pokok Ajaran Syekh
Bahauddin an-Naqsabandi Dalam ajaranya, :
[24] Baca Juga Topik Terkait: Imam Hasan al-Bashri: Biografi dan Kisah-Kisahnya

[25] (Abdul Halim, al-Budha’atul Muzjah li man Yuthali’ul Mirqah fi Syarhil Misykah, [Beirut,
Darul Kutub 'Ilmiyah], halaman: 24).
[26] Baca Juga: Pesan Mursyid Naqsyabandiyah Khalidiyah untuk Pengguna Medsos .

yang artinya, “Tuhanku, Engkaulah yang kumaksud dan ridha-Mu yang


kuharapkan.”[27]
  Nasehat Sayyid Bahauddin an-Naqsabandi Ada beberapa nasihat-nasihat
Sayyid Bahauddin an-Naqsyabandi yang perlu diingat dan diamalkan oleh orang-
orang yang sedang menuju Allah, khususnya pengikutnya dalam tarekat
Naqsyabandiyah. Di antara nasihatnya, yaitu:,

“Saya menemukan sebuah metode yang paling dekat menuju Allah


subhanahu wa ta’ala, yaitu melawan hawa nafsu.”,
“Maksud dari dzikir adalah keberadaan hati yang terus-menerus bisa
menghadirkan al-Haqq (Allah) dengan rasa cinta dan memuliakan-Nya,
karena dzikir itu mengusir lupa (dari Allah).”
Demikian profil singkat Sayyid Bahauddin an-Naqsyabandi, pendiri tarekat
Naqsyabandiyah yang namanya sangat terkenal seantero dunia. Dengan
mengetahuinya, semoga bisa menjadi penyebab bagi kita untuk terus berupaya
mendekatkan diri kepada Allah sebagaimana yang telah ditempuh olehnya.
Semoga bermanfaat.

B. Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Pimpinan Prof. Dr. H. Sayyidi


Syaikh Kadirun Yahya

Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya mulai mengembangkan


Tarekat Naqsyabandiyah pada tahun 1950. Saat itu Beliau belum memiliki surau
sendiri. Atas perintah dan izin dari Sayyidi Syaikh Muhammad Hasyim, guru
Beliau, Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya bersama dengan murid-
muridnya mengadakan suluk di surau gurunya yang terletak di Buayan, Lubuk
Aluang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Beberapa waktu kemudian, Beliau membuka surau di Bukittinggi, dan sempat

[29] (Husain al-Kasyifi, Rasyahatu ‘Ainil Hayah fi Manaqibi Masyayikhit Thariqah an-Naqsyabandiyah,
[Beirut, Darul Kutub Ilmiah],halaman 61).

menyelenggarakan beberapa kali suluk di sana. Selanjutnya, pada tahun 1954


Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya hijrah ke kota Medan. Saat
meninggalkan Bukittinggi dan Padang, Beliau sudah menghasilkan sepuluh orang
Khalifah pertama, yaitu:

1. Khalifah Drs. Yahya Senawat


2. Khalifah Ir. Sofyan Abdullah
3. Khalifah Drs. Rustam Gani
4. Khalifah Arfan Sawi
5. Khalifah Marah Halim Siregar
6. Khalifah A. Husin Djindan
7. Khalifah Machmud Fatah
8. Khalifah Yusaf Rahman
9. Khalifah Khairuddin
10. Khalifah A. Riva’i Rakub Sutan Hidayat

Selanjutnya Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya tidak lagi


menggunakan istilah “khalifah” bagi muridnya yang telah banyak suluk, sebab
menurut Beliau istilah tersebut terlalu tinggi. Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun
Yahya beranggapan bahwa kekhalifahan/pengganti biarlah ditentukan oleh Allah
SWT, kelak. Di Kota Medan, Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya
melaksanakan kegiatan tarekat dan suluk di rumah kakak Beliau di Jln.
Mahkamah, Kota Medan. Di belakang rumah kakaknya inilah Beliau mendirikan
surau kecil yang terbuat dari kayu, yang kemudian berpindah lagi ke Jl. Binjai
kompleks SPMA Negeri. Berhubung kegiatan Tarekat Naqsyabandiyah dilakukan
di SPMA Negeri, maka banyak murid SPMA ikut mempelajari Tarekat
Naqsyabandiyah bahkan menjadi Ansor. Beliau membimbing dan membiayai
Ansor yang tinggal bersama Beliau dengan gaji pribadinya. Saat itu Ansor Beliau
sudah mencapai jumlah seratus-an orang. Seiring dengan bertambahnya pengikut
Tarekat Naqsyabandiyah,
Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya membesarkan surau kayu
kecilnya yang dipindahkan dari Jln. Mahkamah ke Jln. Binjai (sekarang bernama
Jln. Jend. Gatot Subroto Km 4,5), dan surau kayu kecil itu jugalah yang
diperbesar oleh Beliau untuk melaksanakan kegiatan suluk empat atau lima kali
dalam setahun. Beberapa tahun kemudian, surau ini berkembang menjadi besar,
dan di lokasi ini juga Beliau mendirikan Akademi Metafisika, yang saat ini
dikenal dengan nama Universitas Pembangunan Panca Budi (UNPAB).

C.Pokok-Pokok Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah Pimpinan


Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya

Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya menegaskan dan memastikan bahwa
Tarekat Naqsyabandiyah yang dipimpin oleh Beliau berpegang/berpedoman
pada :

1. Al-Qur’an;
2. Al Hadist;
3. Ijma’ Ulama;
4. Qiyas;
5. Ilmu sunnatullah/hukum-hukum ilmu alam dalam alam semesta (teknologi
Al-Qur’an) sesuai dengan Q.S. Ali Imran 3:190,191, Q.S. Yusuf 12:105,
Q.S.  An Nur 24 : 35, Q.S. Fushshilat 41:533 dan lain-lain.
Tarekat Naqsyabandiyah ini tergolong Ahlussunnah wal jama’ah dan bermazhab
Syafi’i dalam bidang fikih, serta mengikuti faham Asyariyah Maturidiyah dalam
bidang Teologi. Adapun Pokok-pokok pelaksanaan ajaran Tarekat
Naqsyabandiyah ada 12,  yaitu :

1. Tidak boleh bertentangan/menyalahi seluruh ketentuan syariat Islam.


Tarekat adalah semata-mata amalan dzikrullah, guna /mempraktekkan /
mengintensifkan pengalaman syariat Islam dalam mengamalkan
dzikrullah;
2. Tali silsilah/wasilah;
3. Mursyid;
4. Kaifiat;
5. Suluk/i’tikaf (bagi mereka yang mampu). Dalam suluk/i’tikaf
mengintensifkan pengamalan dzikrullah sesuai dengan Q.S. Al Maidah  5:
35 dan Q.S. Ali Imran 3: 200;
6. Zikir. Yang digunakan zikir “sir” (tak terdengar), sesuai dengan Q.S. Al
A’raf 7: 205);
7. Non politik, tidak mencampuri urusan politik dan duniawi murid/jamaah.
Tidak ada semacam sumpah setia, ikrar, perjanjian dan hal-hal lainnya;
8. Buku-buku karya Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya. Buku-buku
tersebut merupakan sarana untuk menyampaikan dan menerangkan amalan
dzikrullah dengan menggunakan ilmu eksakta dalam menjelaskan tentang
tarekat, mursyid dan wasilah. Sarana ini diperlukan karena ilmu eksakta
adalah ilmu yang hampir tidak mungkin menimbulkan khilafiah dan tafsir
yang dapat menimbulkan polemik. Dengan demikian buku-buku tersebut
diharapkan dapat mengatasi pertentangan yang sudah memakan waktu dan
energi ratusan tahun lamanya, serta merugikan terhadap kemajuan,
kesatuan dan persatuan Islam selama ini. Buku-buku ini juga membukakan
mata seluruh umat Islam di dunia akan adanya energi maha dahsyat yang
terpendam di dalam Al-Qur’an, yang selama ini dilupakan dan diabaikan
oleh seluruh dunia Islam untuk merisetnya. Diharapkan dunia Islam kuat
dan menang dalam segala aspek perjuangannya. Bagi mereka yang tidak
menguasai ilmu eksakta, mungkin agak sulit untuk memahami buku-buku
tersebut, buku-buku tersebut lebih mudah dipahami oleh kalangan para
ahli tasawuf dan para intelektual dalam bidang eksakta. Dengan kata lain,
memahami buku-buku tersebut tidak perlu harus seorang sarjana, tapi
sebaiknya mempunyai pengetahuan minimal tentang ilmu eksakta.
9. Dakwah. Yang paling diutamakan dalam dakwah ini adalah mendidik
akhlak berdasarkan Syariat Islam dan terutama dakwah melalui
keteladanan;
10. Adab/etika atas dasar ke-Tuhanan
11. Petoto. Petoto adalah semata-mata pembantu atau khadam, khusus hanya
di surau-surau/alkah-alkah dalam peramalan, sehingga harus senantiasa
bersifat ubudiyah dan tidak berhak mencampuri urusan murid-murid
sampai ke rumah-rumahnya.
12. Menjaga ukhuwah Islamiyah atas dasar Hablumminallah dan
Hablumminannas dengan tidak melanggar Undang-Undang dan peraturan
yang berlaku, tidak melanggar adat-istiadat, dan sesuai dengan hukum
syara’. Memelihara kesatuan dan persatuan dengan seluruh umat Islam
atas dasar Ukhuwah Islamiyah dan Pancasila.

Pandangan hidup Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya, dirumuskannya


dalam Piagam Panca Budi, yaitu:

1.Pengabdian kepada Allah SWT (Devotion or worship to God)


2.Pengabdian kepada Bangsa (Devotion or worship to the nation)
3.Pengabdian kepada Negara (Devotion or worship to the country)
4.Pengabdian kepada Dunia (Devotion or worship to the world)
5.Pengabdian kepada Manusia dan Perikemanusiaan (Devotion or
worship to mankind and humanity)

Sementara motto yang diajarkan oleh Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya
adalah:
1. Beribadahlah sebagai Nabi/Rasul Beribadah (Pray like how prophets
pray)
2. Berprinsiplah dalam hidup sebagai pengabdi (Stand lika a devotee)
3. Berabdilah dalam mental sebagai pejuang (Devoted as a patriot)
4. Berjuanglah dalam kegigihan dan ketabahan sebagai prajurit (Strive lika a
soldier)
5. Berkaryalah dalam pembangunan sebagai pemilik (Work as an owner)

Penganut Tarekat tidak boleh mengabaikan dan meninggalkan Syariat


Islam, karena keduanya merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Prof. Dr. H.
Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya mengemukakan bahwa pengamal Tarekat
Naqsyabandiyah, di samping melaksanakan ibadah yang wajib, juga melazimkan
pelaksanaan amalan sunah seperti shalat sunah rawatib, shalat sunah taubat, shalat
sunah tahajud, puasa sunat, dan lain-lain. Tarekat adalah cara mengamalkan
syariat dan menghayati inti daripada hakikat syariat itu sendiri, serta menjauhkan
diri dari hal-hal yang melalaikan pelaksanaannya, sehingga menjauhkan diri dari
hal-hal yang dilarang oleh syariat itu sendiri. Dalam melaksanakan syariat dan
tarekat di tengah-tengah masyarakat, harus memperhatikan adat-istiadat setempat,
dan harus diselaraskan dengan dasar negara Pancasila dan UUD 1945.

Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya ketika mengilustrasikan ajaran


tarekat yang dibawanya adalah seperti bawang, kulit bawang itu sendiri sekaligus
adalah isinya, dari lapisan pertama sampai dengan lapisan terakhir. Kulit bawang
adalah hakikat bawang itu sendiri dan sebaliknya, hakikat bawang adalah kulitnya
itu sendiri. Begitu pulalah halnya antara syariat, tarekat dan hakikat. Tarekat itu
adalah pengamalan syariat itu sendiri. Maksudnya, kita harus masuk agama Islam
secara keseluruhan, melaksanakan syariat, tarekat, dan hakikat, secara lahir dan
batin, untuk mendapatkan ma’rifat (mengenal Allah). Tarekat itu harus berada
dalam Islam, sesuai dengan Al-Qur’an dan Al Hadist. Segala tarekat yang tidak
sesuai dengan Islam adalah salah. Penganut tarekat harus ber-syariat. Pada zaman
dahulu setelah selesai mempelajari syariat Islam barulah boleh masuk tarekat.
Dengan kata lain tarekat yang suci harus berdiri di atas syariat yang murni.
Pengamal tarekat dilarang mencari kekeramatan. Mencari kekeramatan
sebenarnya merupakan pendangkalan dari kesucian Allah SWT. Manusia tidak
ada yang keramat, yang keramat sebenarnya hanya satu, yaitu Allah SWT. Tujuan
utama penganut tarekat adalah mencari ridha Allah SWT semata dan memurnikan
tauhid kepada-Nya. Tauhid-lah yang dijadikan landasan berfikir penganut tarekat
dalam bersikap “Ilahi Anta Maqshuudii Wa Ridlaaka Mathluubii” (hanya Allah
yang kumaksud dan Keridhaan-Nya yang kucari) dan bertindak sesuai dengan Al-
Qur’an dan Al Hadist. Ketika Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya
mendapatkan pertanyaan, “Apakah tarekat itu perlu?” Beliau menjawab “Perlu
atau tidaknya tarekat jangan dipersoalkan. Yang perlu adalah bagaimana janji Al-
Qur’an bisa kita realisasikan”. Janji Al-Qur’an itulah yang ternyata dapat
direalisasikan oleh  para Syaikh -Syaikh  tarekat. Beliau juga mengatakan
“Walaupun ada seribu garis, tetapi garis-garis itu masih menghubungkan dua titik.
Sehingga garis-garis yang ditarik tampak satu dan menjadi satu”. Artinya bahwa
ahli tarekat yang haq itu walaupun ada beberapa, hakikatnya hanya satu, yaitu
membawa kalimah Allah SWT. Beliau tidak mengklaim bahwa Tarekat
Naqsyabandiyah yang dipimpin oleh Beliau adalah pokok dari segi silsilah,
sedangkan yang lain adalah cabang atau ranting. Bagian yang terpenting adalah
seorang guru harus jelas silsilah (keguruan)-nya, dan harus berkualitas Aulia
Allah (Waliyyam Mursyida).

Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya tidak pernah menyatakan


dirinya Aulia Allah, baginya yang Aulia Allah adalah gurunya. Beliau hanya
meneruskan amanah pekerjaan gurunya. Bersahabat dengan Aulia Allah berarti
dekat dengan Allah SWT, dekat dengan Allah SWT berarti bersahabat dengan
seluruh Nabi dan wali-wali-Nya. Beliau mengingatkan bahwa tarekatullah
bukanlah suatu kelompok, tetapi merupakan kumpulan orang-orang yang mencari
keridhaan Allah SWT dengan selalu berzikir berdasarkan metode tarekatullah.
Salah pengertian dan pemahaman tentang tarekat akan menyebabkan tercemarnya
nama sang guru. Karena itu penting untuk mengerti dan memahami dengan benar
apa yang menjadi pokok-pokok dalam tarekat dan mengamalkannya dengan
sungguh-sungguh, dengan tujuan “Illahii Anta Maqshuudii Waaridlaaka
Mathluubii”.
Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya telah menanamkan pengertian
bahwa tempat tarekat adalah tempat menyelenggarakan peramalan dzikrullah. Di
situ tidak ada motivasi keduniawian, yang ada hanyalah mencari keridhaan Allah
SWT.  Pendirian tempat wirid berasal dari tradisi keguruan yang memiliki aturan
mainnya masing-masing, dan bukan berasal dari hubungan kekeluargaan.
Didirikannya tempat wirid oleh ikhwan tarekat dan hadirnya mereka adalah untuk
melaksanakan zikir dengan metodologi tarekatullah, yang dipimpin oleh Prof. Dr.
H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya. Bila ajaran Tarekat Naqsyabandiyah
diamalkan seseorang dengan sungguh-sungguh, itu menunjukkan bahwa dia telah
menemukan wasilah dalam peramalannya di jalan Allah SWT. Menurut Beliau,
orang ini akan mampu meneruskan dan menyalurkan rahmat Allah SWT ke
lingkungan sekelilingnya, lingkungan yang lebih luas, bahkan ke negaranya. Dia
akan mampu membangun dengan sempurna, dengan hati yang tulus ikhlas, khalis
mukhlisin, dan pasti akan berhasil dengan gilang-gemilang. Karena ia adalah sang
penyalur yang akan membawa kemenangan absolut, yang tersimpan dalam
Kalimatullah Hiya Al ‘Ulya (kalimat Allah yang Maha Tinggi) yang Maha Akbar,
Maha Sempurna dan Maha Menang. Allah SWT adalah absolut, maka tenaga
maha dahsyat alam metafisika akan mampu menembus ke alam di mana saja.
Dengan itulah maka segala firman Ilahi akan menjadi realitas yang maha dahsyat.
Bukan hanya untuk nanti ketika di akhirat saja, tetapi mulai dari dunia ini, firman-
firman Allah tersebut sudah akan berlaku secara nyata, fakta dan realita.

D. Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah


Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun
Yahya adalah Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah dengan silsilah keguruan (atau
disebut juga dengan Genealogi Kemuttashilan Sanad/ Silsilah Tarekat
Naqsyabandiyah Al-Khalidiah) sebagai berikut:

1. Sayyidina Abu Bakar Ash Siddiq R.A.;


2. Sayyidina Salman Al Farisi R.A.;
3. Sayyidina Qasim Bin Muhammad Bin Abu Bakar Ash Siddiq R.A.;
4. Sayyidina Imam Ja’far Ash Shadiq R.A.;
5. Al ‘Arif Billah Sultanul Arifin Asy Syaikh Abu Yazid Thaifur Bin Isa Bin
Sarusyan al Bisthami, yang dimasyhurkan namanya Syaikh Abu Yazid Al
Bustami Quddusu Sirruhu Q.S;
6. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Abul Hasan Ali Bin Abu Ja’far Al Kharqani
Q.S;
7. Al’Arif Billah Asy Syaikh Abu Ali Al Fadhal Bin Muhammad Aththusi Al
Farimadzi Q.S;
8. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Abu Yaqub Yusuf Al Hamadani Bin Yusuf
Bin Al Husin Q.S dengan nama lain Abu Ali Assamadani;
9. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Abdul Khaliq Al Fajduwani Ibnu Al Imam
Abdul Jamil Q.S; yang nasbnya sampai kepada al Imam Malik Bin Anas
R.A.;
10. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Ar Riwikari Q.S;
11. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Mahmud Al-Anjir Faghnawi Q.S;
12. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Ali Ar Ramitani yang dimasyhurkan namanya
dengan Asy Syaikh Azizan Q.S;
13. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Muhammad Baba Assamasi Q.S;
14. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Amir Sayyid Kulal al Bukhari Bin Sayyid
Hamzah Q.S;
15. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Muhammad Baha’al Din Naqsabandi Asy
Syariful Al Husaini Al Hasani Al Uwaisy Al Bukhari Q.S, yang
dimasyhurkan namanya As Syaikh Bahauddin Naqsyahbandi;
16. Al ‘Arif Billah Maulana Syaikh Muhammad ‘Ala’uddin Al Athar Al
Bukhari Al Khawarizumi QS, yang dimasyhurkan namanya dengan Asy
Syaikh Alauddin Al Ththar Q.S;
17. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Abu Ya’qub Al Jarkhi Al Hasyary Q.S;
18. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Nashiruddin Ubaidullah Al Ahrar
Assamarqandi bin Mahmud Bin Shihabuddin Q.S;
19. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Muhammad Azzahid As Samarqandi Q.S;
20. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Darwisy Muhammad Samarqandi Q.S;
21. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Muhammad Al Khawajaki Al Amkany
Assamarqandi Q.S;
22. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Muayyiduddin Muhammad Al Baqi Billah
Q.S;
23. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Ahmad Al Faruqi As Sirhindi Q.S;
24. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Muhammad Ma’shum As Sirhindi Q.S;
25. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Muhammad Saifuddin Al Ma’sum Q.S;
26. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Asy Syarif Nur Muhammad Al Badwani Al
Ma’sum Q.S;
27. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Syamsuddin Habibullah Jani Janani Muzhir Al
‘Alawi Q.S;
28. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Abdullah Addahlawi Q.S;
29. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Maulana Asy Syaikh Dhiyauddin Khalid Al
Utsmani Al Kurdi Al Baghdadi Q.S;
30. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Abdullah Al Affandi Q.S;
31. Al ‘Arif Billah Asy Syaikh Sulaiman Al Qarimi Q.S;
32. Al ‘Arif Billah Sayyidi Syaikh Sulaiman Az Zuhdi Q.S;
33. Al ‘Arif Billah Sayyidi Syaikh Ali Ridha Q.S;
34. Al ‘Arif Billah Sayyidi Syaikh Muhammad Hasyim Al Khalidi Q.S;
35. Al ‘Arif Billah Sayyidi Syaikh Prof. Dr. H. Kadirun Yahya Muhammad
Amin Al Khalidi Q.S.
BAB III SURAU/MAJLIS BAITUL AMIN KETANGGUNGAN-BREBES
A.Profile Surau /Majlis Baitul Amin III Brebes
Surau/Majlis Baitul Amin III Brebes yang beralamat di desa Kubangjati
Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes di dirikan pada tahun 1985 M oleh
sekelompok jamaah Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah Prof.DR Kadirun Yahya
yang ada di daerah yang berfungsi sebagai pusat pengajaran Tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah Prof.DR.Kadirun Yahya dan sebagai tempat
berkumpulnya para jamaah tarekat tersebut untuk beribadah berdzikir munajat dan
berdoa kepada Allah SWT Majlis ini juga sering di gunakan untuk kegiatan sosial
seperti pengobatan gratis donor darah khitanan masal pembagian daging kurban
dll sehingga bias memberi manfaat bagi masyarakat sekitar baik sebagai jamaah
tarekat ataupun tidak.
Majlis tersebut selalu ramai di kunjungi oleh jamaah setiap waktunya. Di
majlis ini juga terdapat bangunan masjid yang di gunakan selain untuk berdzikir
juga untuk pelaksanaan sholat jumat dan juga sebagai tempat baiat bagi jamaah
yang baru masuk /mengikuti tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah Prof.DR.Kadirun
Yahya. Selain masjid terdapat pula fasilitas yang lain seperti tempat istirahat tamu
serambi halaman parkir yang cukup luas MCK serta para penerima tamu
/pembantu yang ramah dan sopan.
Ada kebiasaan menarik yaitu makan minum gratis selalu di sediakan di
majlis tersebut. Maka para jamaah seusai beribadah/berdzikir bisa duduk-duduk
santai di tempat mirip café yang memang disediakan untuk para jamaah. Di
sebelah samping depan ada rumah tokoh tarekat naqsabandiyah Khalidiyah
Pof.DR Kadirun Yahya setempat yaitu KH. Jarkasih Jazuli (putra ulama besar dan
pendiri pondok pesantren pertama di kabupaten Brebes) yaitu pondok pesantren
Al Jazuli Karang malang-Ketanggungan yang telah mencetak banyak ulama yang
tersebar di berbagai daerah pulau jawa dan luar pulau jawa. Setidaknya di
surau /majlis Baitul Amin Ketanggungan Brebes ada 3 tokoh utama :
1. KH Jarkasih Jazuli
2. KH Abdul Wahid (alm)
3. KH Abdus-Shomad

BAB IV PENUTUP
A.Kesimpulan
Usaha manusia untuk mencapai derajat taqwa di sisi Allah adalah sebuah
keniscayaan, sehingga berbagai cara ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut.
Bahkan tak jarang ditempuh dengan jalan yang kadang harus mengalami
gunjingan dari banyak kalangan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan
kecenderungan yang berimplikasi pada munculnya perbedaan penafsiran dan
pemahaman serta pelaksanaan dari ajaran Islam. Salah satu perbedaan dari salah
satu usaha tersebut adalah adanya pendapat yang pro dan kontra dalam
menanggapi Tarekat Naqsyabandiyah pimpinan Kadirun Yahya. Dengan berbagai
alasan dilontarkan, baik dari pendapat yang pro maupun yang kontra. Tentu saja
masing-masing mempunyai argumentasi dan dasar. Akan tetapi setelah penulis
melakukan penelitian dari kedua belah pihak tersebut dengan menganalisa
terutama dari sumber ajaran Tarekat Naqsyabandiyah pimpinan Kadirun Yahya,
maka penulis menyimpulkan bahwa tarekat tersebut dapat dinyatakan sebagai
tarekat (aliran) yang shahih atau tidak sesat, seperti yang dituduhkan beberapa
pihak. Berdasarkan pembahasan mengenai Tarekat Naqsyabandiyah pimpinan
Kadirun Yahya di atas, penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan,
diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Klaim yang dilontarkan oleh LPPI yang disampaikan Amin Djamaluddin,


Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) dan beberapa pihak terhadap tarekat
ini, yakni klaim sesat ternyata tidak terbukti. Klaim tersebut muncul karena
adanya perbedaan pemahaman terhadap beberapa rasionalisasi (pendekatan)
dalam memahami Islam terutama yang terkandung dalam ajaran-ajaran tarekat.
Selain itu, belakangan diketahui bahwa klaim sesat muncul karena adanya
perselisihan antara pengklaim sesat (Amin Djamaluddin) dengan beberapa orang
yang kebetulan menjadi anggota Tarekat Naqsyabandiyah pimpinan Kadirun
Yahya, yang mana dampak dari perselisihan tersebut berimbas kepada Tarekat
Naqsyabandiyah pimpinan Kadirun Yahya secara keseluruhan.
2. Bahwa sumber ajaran, awrad dan praktik ritual Tarekat Naqsyabandiyah
pimpinan Kadirun Yahya tetap berlandaskan pada al-Qur’an dan al- Hadis Nabi
Muhammad SAW, hal ini dapat dilihat dari kandungan zikir, kaifiat, maupun
ajaran-ajaran lainnya sesuai dengan kandungan al- Qur’an dan seperti yang
dicontohkan Rasulullah SAW maupun para sahabat dan tabi’in. Dengan demikian
tidak ada alasan untuk menganggapnya sebagai aliran atau tarekat sesat, selama
tetap kokoh menegakkan kalimat Allah dan nilai-nilai ajaran Islam sebagai agama
rahmatan li al-‘alamin.
3. Bahwa Tarekat Naqsyabandiyah pimpinan Kadirun Yahya mempunyai
pengaruh positif bagi para pengikutnya, baik dalam keberagamaan,
kemasyarakatan, moralitas, ekonomi, dan lain-lain. Hal ini dapat dilihat dari
pernyataan-pernyataan dan meningkatnya kualitas Sumber Daya Manusia para
pengikutnya, baik dalam hubungaanya dengan sesama manusia (horizontal),
maupun dalam hubungannnya dengan Allah SWT(vertical).
4. Bahwa Tarekat Naqsyabandiyah pimpinan Kadirun Yahya tergolong
Ahlus Sunah wal-Jama’ah dan menganut madzhab Syafi’i dalam bidang
fiqh.mengikuti faham Asyariyah Maturidiyah dalam bidang Teologi atau Kalam.
Hal ini merupakan satu pondasi yang harus dimiliki setiap muslim
sebagai acuan dalam melaksanakan amanat Allah SWT bagi manusia
sebagai hamba-Nya.
5. Ajaran-ajaran yang dipraktekkan Tarekat Naqsyabandiyah pimpinan Kadirun
Yahya adalah sama halnya dengan Tarekat Naqsyabandiyah yang dipimpin oleh
mursyid-mursyid lain, yakni mempraktekkan ajaran atau asas-asas yang
dicetuskan ‘Abd al-Khaliq al-Ghujdawani dan Baha’ ad-Din an-Naqsyabandi,
hanya saja dalam Tarekat Naqsyabandiyah pimpinan Kadirun Yahya
menggunakan pendekatan modern yakni teknologi dan ilmu eksakta. Hal ini
dilakukan sesuai dengan kandungan ayat al-Qur’an dan Hadits nabi Muhammad
SAW.
B. Saran-saran
Dalam hal ini, sepenuhnya penulis menyadari bahwa penelitian ini masih
banyak ditemukan kekurangan di sana-sini dan barangkali data yang penulis
peroleh dalam proses penelitian ini kurang maksimal. Mohon koreksi serta
masukan dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalh
ini.Terimakasih

Daftar Pustaka

-Ghufron Ahmadi (Sumber Ajaran Tarekat Naqsabandiyah Kadirun Yahya)


Skripsi UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta 2009
https://jatman.or.id/perkembangan-tarekat-naqsyabandiyah-pimpinan-prof-dr-h-
sayyidi-syaikh-kadirun-yahya/

https://islam.nu.or.id/tasawuf-akhlak/biografi-singkat-sayyid-bahauddin-pendiri-
tarekat-naqsyabandiyah-yioX5

Muhammad, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi Dengan al-


-Qur’an”, dalam Syahiron Syamsuddin (ed.), Metodologi Penelitian Living -

- Qur’an dan Hadits, (Yogyakarta: TH Press bekerja sama dengan Teras, 2007),

- Muhammed Yunis, Politik Pengkafiran & Petaka Kaum Beriman, alih bahasa:
Dahyal Afkar (Yogyakarta: Pilar Media, 2006),

- (Abu Saud al-Kayali, al-Fuyudlat al-Ihsaniyah Syarhil Aurad al-Bahaiyah,


[Beirut, Darut Kutub Ilmiah],

-(Abdul Halim, al-Budha’atul Muzjah li man Yuthali’ul Mirqah fi Syarhil


Misykah, [Beirut, Darul Kutub 'Ilmiyah],

-Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada


- University Press, 19981998),
- Robert Bogdan dan Steven J. Taylor, Kualitatif Dasar-dasar Penelitian
(Surabaya:
Usaha Nasional, 1993),
- Syaikh Fadhlalla Haeri, Jenjang-Jenjang Sufisme, terj. Ibnu Burdah dan
Shohifullah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000),
- Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam, edisi 1987, s.v. “Tasawuf”.
- [4] Umar Asasuddin Sokah, “Sufisme dan Jihad Suatu Dikotomi Palsu”, Al-
Jami’ah, No. 57, Th.: 1994,
- [5] Proyek Binpertais (Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam), Pengantar
Ilmu Tasawuf (Medan: IAIN Sumatera Utara, 1982),
HASIL WAWANCARA
Nara sumber: KH Jarkasih Jazuli
Hari/Tanggal: Senin 02 Januari 2022
1. Apa sumber ajaran Tarekat Naqsabandiyah Kadirun Yahya.?
Ajaran pokok Tarekat Naqsabandiyah Kadirun Yahya adalah Al Quran
dan Hadits Nabi Muhammad SAW
2. Ayat ayat Al Quran mana saja yang menjadi dalil ajaran, praktek
ritual atau dzikir awrod Tarekat Naqsabandiyah Kadirun Yahya.?
Suluk/i’tikaf (bagi mereka yang mampu). Dalam suluk/i’tikaf
mengintensifkan pengamalan dzikrullah sesuai dengan Q.S. Al Maidah  5:
35 dan Q.S. Ali Imran 3: 200; Zikir. Yang digunakan zikir “sir” (tak
terdengar), sesuai dengan Q.S. Al A’raf 7: 205);
3. Ada berapakah Tarekat yang di anggap Mu’tabaroh/sah.?
Dalam catatan JATMAN (Jam’iyah Ahli athoriqoh Mu’tabaroh An-
Nahdhiyah) saat ini ada 45 Tarekat yang di anggap Mu’tabaroh atau
diterima/sah
4. Apakah Tarekat Naqsabandiyah Kadirun Yahya yang bapak ikuti
termasuk dalam daftar Tarekat yang Mu’tabaroh di JATMAN.?
Tarekat Naqasabandiyah Kadirun Yahya termasuk anggota JATMAN dan
terdaftar dalam deretan tarekat yang Mu’tabaroh bersama tarekat tarekat
lainnya
5. Maturnuwun (Terimakasih)
Sami-sami (sama-sama)

HASIL WAWANCARA
Nara sumber: Muhammad Abduh
Kamis 05 Januari 2023
1. Tarekat Naqsabandiyah Kadirun Yahya dalam bidang Fiqih
mengikuti madzhab siapa.?
Jama’ah Tarekat Naqsabandiyah Kadirun Yahya dalam pengamalan fiqih
atau ibadah mengikuti madzhab Syafi’i
2. Kalo dalam bidang Teologi/Kalam mengikuti faham siapa.?
Dalam bidang Teologi atau Kalam kami mengikuti faham Asyariyah
Maturidiyah
3. Kalo demikian berarti pengamalan agama yang dianut oleh jamaah
Tarekat Naqsabandiyah Kadirun Yahya berfaham Ahlus-Sunnah
Wal jama’ah.?
Betul sekali, jamaah Tarekat Naqsabandiyah Kadirun Yahya berpegang
teguh dan mengikuti ulama-ulama salafus-Sholih yang
sanad keilmuannya nyambung sampai kepada Nabi Muhammad
SAW.
4. Apakah Tarekat Naqsabandiyah Kadirun Yahya berafiliasai pada
salah satu ormas Islam.?
Betul, kami berafiliasi pada salah satu ormas Islam yaitu Nahdlatul Ulama
(NU)
5. Tarekat Naqsabandiyah Kadirun Yahya Berafiliasi pada Nahdlatul
Ulama bukan pada yang lain misalkan
Muhammadiyah,Persis,Alwasliyah dll.?
Karena Nahdlatul Ulama itu sebuah organisasi Islam yang merawat
menjaga dan melestarikan ajaran-ajaran Tarekat. Di buktikan dengan
adanya JATMAN (Jam’iyah Ahli athoriqoh Mu’tabaroh An-Nahdhiyah)
yang menaungi semua aliran Tarekat Mu’tabaroh yang saat ini berjumlah
45 Tarekat termasuk Tarekat Naqsabandiyah Kadirun Yahya
6. Maturnuwun (Terimakasih)
Sami-sami (sama-sama)
HASIL WAWANCARA
Nara sumber: Muhammad Musta’in,S,Pd
Kamis 05 Januari 2023
1. Sejak tahun berapa anda bergabung menjadi jamaah Tarekat
Naqsabandiyah Kadirun Yahya.?
Sejak tahun 1993 alhamdulillah saya sudah baiat dan resmi menjadi
Ikhwan atau jamaah Tarekat Naqsabandiyah Kadirun Yahya
2. Apa motivasi anda menjadi jamaah Tarekat Naqsabandiyah
Kadirun Yahya.?
Mencari hakekat kebenaran, karena tujuan hidup ini adalah Ilaahi Anta
Maqshudi Waridhoka Mathlubi (wahai Tuhanku engkaulah yang aku
maksud dan Rhido-Mulah yang aku cari
3. Apa pengaruh dalam kehidupan sehari hari setelah anda menjadi
jamaah Tarekat ini.?
Alhamdulillah banyak positipnya baik bagi diri pribadi keluarga maupun
orang lain (lebih hati hati dalam bertindak karena merasa di lihat atau di
awasi oleh Allah SWT)
4. Selain Ibadah,dzikir,suluk,apa yang dilakukan oleh jamaah Tarekat
Naqsabandiyah Kadirun Yahya di majlis ini.?
Banyak. diantaranya adalah bakti social seperti santunan yatim piatu,
pengobatan gratis, donor darah, dan lain lain yang bermanfaat bagi
jamaah maupun masyarakat sekitar.
5. Bapak berasal dari mana.?
Saya berasal dari Magelang, mengajar di SMP Kersana dan menikah
dengan orang Kersana pula. Bapak dan kakek saya di kampong halaman
pengikut jamaah Tarekat jadi saya adalah keluarga Tarekat
6. Maturnuwun (Terimakasih)
Sami-sami (sama-sama)

Anda mungkin juga menyukai