Anda di halaman 1dari 27

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3), KONTAMINASI

LINGKUNGAN KERJA dan APAR

Pengertian K3, Tujuan K3 dan fungsi K3

Disetiap tempat kerja atau industri tentunya terdapat suatu standar K3 yang
diterapkan untuk melindungi setiap pekerja yang bekerja di tempat kerja tersebut.

K3 atau kependekkan dari kata Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan


sebuah prinsip untuk melindungi keselamatan dan kesehatan semua pekerja yang
sedang melaksanakan suatu pekerjaan agar terhindar dari kecelakaan dan penyakit
kerja, serta agar membuat pekerjaan dapat berjalan dengan efisien dan aman.

Di dalam K3 terdapat kata keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat diartikan
sebagai berikut :

Keselamatan (safety) dalam bekerja dapat diartikan segala upaya yang dilakukan
untuk melindungi pekerja, orang lain, peralatan kerja, bahan kerja dan tempat kerja.

Kesehatan (health) dalam bekerja dapat diartikan sebagai segala upaya yang
dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit, mencegah kelelahan kerja dan untuk
menciptakan lingkungan kerja yang sehat.

Di dalam bahaya kerja terdapat beberapa istilah-istilah yang digunakan diantaranya


adalah :

Hazard yang artinya suatu keadaan yang memungkinkan terjadinya bahaya saat
bekerja atau potensi yang dapat menimbulkan bahaya.
Danger yang artinya adalah peluang bahaya yang sudah tampak tetapi dapat
dicegah dengan berbagai tindakan preventif.

Risk yang artinya adalah resiko yang akan terjadi apabila terjadi bahaya kerja.
Incident yang artinya adalah munculnya kejadian yang bahaya yang tidak
diinginkan yang dapat menyebabkan kecelakaan dalam bekerja.

Accident yang artinya adalah kejadian bahaya yang terjadi dan disertai dengan
adanya korban atau kerugian baik pada manusianya atau benda kerjanya.

Upaya-upaya yang dilakukan untuk pengendalian bahaya di tempat kerja antara lain
dapat dilakukan dengan membuat standar keselamatan kerja yang harus dilakukan
atau yang harus ada ketika di tempat kerja diantaranya :

Peralatan perlindungan diri yang harus dikenakan pekerja atau orang lain ketika di
dalam tempat kerja. Peralatan perlindungan diri diantaranya adalah safety helmet
(helm pengaman), penutup telinga, kacamata pengaman, pakaian kerja, safety
shoes (sepatu pengaman), masker dan lain sebagainya.

Perlindungan terhadap mesin-mesin produksi atau peralatan-peralatan produksi.

Mengatur prosedur kerja yang baik dengan mempertimbangkan faktor kemampuan


manusia, peralatan kerja dan bahan yang dikerjakan.

Membuat tanda-tanda tempat bahaya atau bahan yang dapat membuat bahaya,
misanlnya memberikan tanda terhadap bahan-bahan yang berbahaya, memasang
tanda-tanda peringatan atau batas diantara tempat untuk jalan dan tempat untuk
produksi (kerja) dan lain sebagainya.

Pengamanan tempat kerja apabila terjadi bahaya, misalnya jalur evakuasi bahaya,
alat pemadam kebakaran (APAR), alarm tanda bahaya, ventilasi ruangan yang cukup
dan lain sebagainya.

Tujuan K3

Tujuan utama dari penerapan K3 di lingkungan tempat kerja telah diatur di dalam
Undang-Undang, tepatnya pada Undang-Undang no 1 tahun 1970 tentang
kesehatan dan keselamatan kerja, yaitu :

1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain yang

berada di tempat kerja.

2. Menjamin setiap sumber produksi (peralatan-peralatan kerja) dapat digunakan

secara aman serta efisien.

3. Meningkatkan kesejahteraan serta produktivitas kerja.


Fungsi K3

Diterapkannya K3 di dalam tempat kerja memiliki fungsi di antaranya adalah :

1. Sebagai pedoman untuk melaksanakan identifikasi dan peniliakan akan adanya

resiko serta bahaya bagi kesehatan dan keselamatan di tempat kerja.

2. Membantu memberikan saran dalam perencanaan pekerjaan, proses kerja dan

desain tempat kerja.

3. Sebagai pedoman untuk memantau kesehatan dan keselamatan pekerja di tempat

kerja.

4. Memberikan saran mengenai informasi, edukasi dan pelatihan mengenai

kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan tempat kerja.

5. Sebagai pedoman untuk membuat desain tentang pengendalian bahaya.

6. Sebagai acuan dalam melakukan pengukuran keefektifan tindakan pengendalian

bahaya dan program pengendalian bahaya.

Arti dan Makna Logo K3 yang digunakan di Indonesia

Arti dan Makna Logo K3

Arti dan Makna Logo K3 ini menjelaskan mengenai tujuan dari Mensukseskan
kampanye Keselamatan dan Kesehatan Kerja di masing masing perusahaan
sesungguhnya memerlukan usaha dan effort yang besar, hal ini juga memerlukan
dukungan dari berbagai macam pihak, agar semua memahami dan ikut serta dalam
mengimplementasikan budaya K3 di masing masing perusahaan, maka disarankan
agar perusahaan perusahaan di indonesia yang menerapkan sistem Manajemen K3,
menggunakan Logo / Simbol K3 di Perusahaan.
Lambang (Logo/Simbol) K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) arti dan maknanya
terdapat dalam Kepmenaker RI 1135/MEN/1987 tentang Bendera Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.

Penjelasan Arti dan Makna Logo K3

Berikut penjelasan mengenai arti dan makna lambang/logo/simbol K3 (Keselamatan


dan Kesehatan Kerja)

Palang : Bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK).

Roda Gigi : Bekerja dengan kesegaran jasmani dan rohani.

Warna Putih : Bersih dan suci.

Warna Hijau : Selamat, Sehat dan Sejahtera.

Sebelas gerigi roda : Sebelas bab dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.

Pemasangan Arti dan Makna Logo K3 Secara umum

Lambang K3 ataupun logo (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dapat dipasang pada
seragam kerja maupun APD (helm keselamatan) sebagai wujud komitmen sebuah
Perusahaan terhadap penerapan K3 didalam tempat kerja.

Selain itu logo ataupun lambang K3 juga biasa dipasang pada dokumen-dokumen
K3, poster, rambu-rambu maupun papan nama pada Perusahaan sebagai bagian
dari komitmen Perusahaan terhadap K3 di lingkungan tempat kerja. Dengan adanya
K3 diharapkan keselamatan serta kesehatan para pekerja tetap menjadi perioritas
utama didalam bekerja.

Logo ini akan menjadi pengingat bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah
bagian yang sangat penting dalam menjalankan aktivitas pekerjaan sehari-hari,
sehingga akan tercipta budaya K3 yang baik di dalam perusahaan / organisasi,
karena betapapun pentingnya pekerjaan tetapi tetap harus mementingkan
keselamatan kerja, karena apabila terjadi kondisi tidak aman, hal ini akan merugikan
karyawan itu sendiri, merugikan perusahaan, merugikan customer.

Kampanye budaya K3 adalah menjadi tanggung jawab management perusahaan


beserta seluruh karyawannya untuk itu dengan adanya logo, dan memahami makna
logo yang mereka pakai, tentu saja hal ini akan mengakibatkan dampak positif bagi
kemajuan dan implementasi K3 di Indonesia.

Prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja (K3)


Prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja (K3), harus adanya:

1. APD (Alat Pelindung Diri) di tempat kerja.

2. buku petunjuk penggunaan alat dan atau isyarat bahaya.

3. peraturan pembagian tugas dan tanggung jawab.

4. tempat kerja yang aman sesuai standar SSLK (syarat-syarat lingkungan kerja)

antara lain tempat kerja steril dari debu,kotoran, asap rokok, uap gas, radiasi,

getaran mesin dan peralatan, kebisingan, tempat kerja aman dari arus listrik,

lampu penerangan cukup memadai, ventilasi dan sirkulasi udara seimbang,

5. aturan kerja atau aturan keprilakuan.

6. penunjang kesehatan jasmani dan rohani ditempat kerja.

7. sarana dan prasarana yang lengkap ditempat kerja.

8. kesadaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja.

Faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja

Teori Tiga Faktor Utama (Three Main Factor Theory) Dari beberapa teori tentang
faktor penyebab kecelakaan yang ada, salah satunya yang sering digunakan adalah
teori tiga faktor utama (Three Main Factor Theory). Menurut teori ini disebutkan
bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Ketiga faktor
tersebut dapat diuraikan menjadi :

1. Faktor Manusia
Faktor lingkungan Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja faktor manusia

Umur

Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik, mental,
kemampuan kerja, dan tanggung jawab seseorang. Umur pekerja juga diatur oleh
Undang-Undang Perburuhan yaitu Undang-Undang tanggal 6 Januari 1951 No.1
Pasal 1 (Malayu S. P. Hasibuan, 2003:48). Karyawan muda umumnya mempunyai
fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif, tetapi cepat bosan, kurang bertanggung
jawab, cenderung absensi, dan turnover-nya rendah (Malayu S. P. Hasibuan,
2003:54). Umum mengetahui bahwa beberapa kapasitas fisik, seperti penglihatan,
pendengaran dan kecepatan reaksi, menurun sesudah usia 30 tahun atau lebih.
Sebaliknya mereka lebih berhati-hati, lebih dapat dipercaya dan lebih menyadari
akan bahaya dari pada tenaga kerja usia muda. Efek menjadi tua terhadap
terjadinya kecelakaan masih terus ditelaah. Namun begitu terdapat kecenderungan
bahwa beberapa jenis kecelakaan kerja seperti terjatuh lebih sering terjadi pada
tenaga kerja usia 30 tahun atau lebih dari pada tenaga kerja berusia sedang atau
muda. 22 Juga angka beratnya kecelakaan rata-rata lebih meningkat mengikuti
pertambahan usia ( Suma’mur PK., 1989:305 ).
Jenis Kelamin

Jenis pekerjaan antara pria dan wanita sangatlah berbeda. Pembagian kerja secara
sosial antara pria dan wanita menyebabkan perbedaan terjadinya paparan yang
diterima orang, sehingga penyakit yang dialami berbeda pula. Kasus wanita lebih
banyak daripada pria (Juli Soemirat, 2000:57). Secara anatomis, fisiologis, dan
psikologis tubuh wanita dan pria memiliki perbedaan sehingga dibutuhkan
penyesuaian-penyesuaian dalam beban dan kebijakan kerja, diantaranya yaitu hamil
dan haid. Dua peristiwa alami wanita itu memerlukan penyesuaian kebijakan yang
khusus.

Masa kerja

Masa kerja adalah sesuatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja disuatu
tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif.
Memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja
personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya, akan
memberi pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul
kebiasaan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang
bersifat monoton atau berulang-ulang. Masa kerja dikategorikan menjadi tiga yaitu:
1. Masa Kerja baru : < 6 tahun 2. Masa Kerja sedang : 6 – 10 tahun 3. Masa Kerja
lama : < 10 tahun (MA. Tulus, 1992:121).

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan alat pelindung diri yaitu penggunaan seperangkat alat yang digunakan
tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi
bahaya atau kecelakaan kerja. APD tidak secara sempurna dapat melindungi
tubuhnya, tetapi akan dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi.
Penggunaan alat pelindung diri dapat mencegah kecelakaan kerja sangat
dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan praktek pekerja dalam penggunaan alat
pelindung diri.

Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan


bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses
sosial yakni orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan
terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh
atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang
optimal (Achmad Munib, dkk., 2004:33). Pendidikan adalah segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau
masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka mereka cenderung
untuk menghindari potensi bahaya yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.

Perilaku

Variabel perilaku adalah salah satu di antara faktor individual yang mempengaruhi
tingkat kecelakaan. Sikap terhadap kondisi kerja, kecelakaan dan praktik kerja yang
aman bisa menjadi hal yang penting karena ternyata lebih banyak persoalan yang
disebabkan oleh pekerja yang ceroboh dibandingkan dengan mesin-mesin atau
karena ketidakpedulian karyawan. Pada satu waktu, pekerja yang tidak puas dengan
pekerjaannya dianggap memiliki tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi. Namun
demikian, asumsi ini telah dipertanyakan selama beberapa tahun terakhir. Meskipun
kepribadian, sikap karyawan, dan karakteristik individual karyawan tampaknya
berpengaruh pada kecelakaan kerja, namun hubungan sebab akibat masih sulit
dipastikan.

Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk


memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku
dalam waktu yang relatif singkat, dan dengan metode yang lebih mengutamakan
praktek daripada teori, dalam hal ini yang dimaksud adalah pelatihan keselamatan
dan kesehatan kerja. Timbulnya kecelakaan bekerja biasanya sebagai akibat atas
kelalaian tenaga kerja atau perusahaan. Adapun kerusakan-kerusakan yang timbul,
misalnya kerusakan mesin atau kerusakan produk, sering tidak diharapkan
perusahaan maupun tenaga kerja. Namun tidak mudah menghindari kemungkinan
timbulnya risiko kecelakaan dan kerusakan. Apabila sering timbul hal tersebut,
tindakan yang paling tepat dan harus dilakukakan manajemen tenaga kerja adalah
melakukan pelatihan. Penyelenggaraan pelatihan dimaksudkan agar pemeliharaan
terhadap alat-alat kerja dapat ditingkatkan. Salah satu tujuan yang ingin dicapai
adalah mengurangi timbulnya kecelakaan kerja, kerusakan, dan peningkatan
pemeliharaan terhadap alat-alat kerja.

Peraturan K3

Peraturan perundangan adalah ketentuan-ketentuan yang mewajibkan mengenai


kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan
pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas
pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, P3K dan perawatan medis. Ada
tidaknya peraturan K3 sangat berpengaruh dengan kejadian kecelakaan kerja. Untuk
itu, sebaiknya peraturan dibuat dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk
mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan

2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja

Kebisingan

Bising adalah suara/bunyi yang tidak diinginkan . Kebisingan pada tenaga kerja
dapat mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu
komunikasi/percakapan antar pekerja, mengurangi konsentrasi, menurunkan daya
dengar dan tuli akibat kebisingan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Nomor: KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat
Kerja, Intensitas kebisingan yang dianjurkan adalah 85 dBA untuk 8 jam kerja (Tabel
3).
Suhu Udara

Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia akan
mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24°C- 27°C. Suhu
dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi otot.
Suhu panas terutama berakibat menurunkan prestasi kerja pekerja, mengurangi
kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan,
mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan
motoris, serta memudahkan untuk dirangsang.

Kondisi panas sekeliling yang berlebih akan mengakibatkan rasa letih dan kantuk,
mengurangi kestabilan dan meningkatkan jumlah angka kesalahan kerja. Hal ini
akan menurunkan daya kreasi tubuh manusia untuk menghasilkan panas dengan
jumlah yang sangat sedikit.

Penerangan

Penerangan ditempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi
benda-benda di tempat kerja. Banyak obyek kerja beserta benda atau alat dan
kondisi di sekitar yang perlu dilihat oleh tenaga kerja. Hal ini penting untuk
menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi.

Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek yang dikerjakan
secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya tidak perlu. Penerangan adalah penting
sebagai suatu faktor keselamatan dalam lingkungan fisik pekerja. Beberapa
penyelidikan mengenai hubungan antara produksi dan penerangan telah
memperlihatkan bahwa penerangan yang cukup dan diatur sesuai dengan jenis
pekerjaan yang harus dilakukan secara tidak langsung dapat mengurangi banyaknya
kecelakaan. Faktor penerangan yang berperan pada kecelakaan antara lain kilauan
cahaya langsung pantulan benda mengkilap dan bayang-bayang gelap (ILO,
1989:101). Selain itu pencahayaan yang kurang memadai atau menyilaukan akan
melelahkan mata. Kelelahan mata akan menimbulkan rasa kantuk dan hal ini
berbahaya bila karyawan mengoperasikan mesin-mesin berbahaya sehingga dapat
menyebabkan kecelakaan (Depnaker RI, 1996:45).

Lantai licin

Lantai dalam tempat kerja harus terbuat dari bahan yang keras, tahan air dan bahan
kimia yang merusak (Bennet NB. Silalahi, 1995:228). Karena lantai licin akibat
tumpahan air, tahan minyak atau oli berpotensi besar terhadap terjadinya
kecelakaan, seperti terpeleset.

3. Faktor Peralatan
Faktor lingkungan Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja aktor peralatan

Kondisi mesin

Dengan mesin dan alat mekanik, produksi dan produktivitas dapat ditingkatkan.
Selain itu, beban kerja faktor manusia dikurangi dan pekerjaan dapat lebih berarti.
Apabila keadaan mesin rusak, dan tidak segera diantisipasi dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan kerja. 2.1.7.3.2 Ketersediaan alat pengaman mesin Mesin dan
alat mekanik terutama diamankan dengan pemasangan pagar dan perlengkapan
pengamanan mesin ata disebut pengaman mesin. Dapat ditekannya angka
kecelakaan kerja oleh mesin adalah akibat dari secara meluasnya dipergunakan
pengaman tersebut. Penerapan tersebut adalah pencerminan kewajiban perundang-
undangan, pengertian dari pihak yang bersangkutan, dan sebagainya.

Letak mesin

Terdapat hubungan yang timbal balik antara manusia dan mesin. Fungsi manusia
dalam hubungan manusia mesin dalam rangkaian produksi adalah sebagai
pengendali jalannya mesin tersebut. Mesin dan alat diatur sehingga cukup aman dan
efisien untuk melakukan pekerjaan dan mudah (AM. Sugeng Budiono, 2003:65).
Termasuk juga dalam tata letak dalam menempatkan posisi mesin. Semakin jauh
letak mesin dengan pekerja, maka potensi bahaya yang menyebabkan kecelakaan
akan lebih kecil. Sehingga dapat mengurangi jumlah kecelakaan yang mungkin
terjadi.

Pencegahan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja dapat dicegah dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain
sebagai berikut (Suma’mur, 2009):

a. Faktor Lingkungan

Lingkungan kerja yang memenuhi persyaratan pencegahan kecelakaan kerja, yaitu:

Memenuhi syarat aman, meliputi higiene umum, sanitasi, ventilasi udara,


pencahayaan dan penerangan di tempat kerja dan pengaturan suhu udara ruang
kerja.

Memenuhi syarat keselamatan, meliputi kondisi gedung dan tempat kerja yang
dapat menjamin keselamatan.

Memenuhi penyelenggaraan ketatarumahtanggaan, meliputi pengaturan


penyimpanan barang, penempatan dan pemasangan mesin, penggunaan tempat
dan ruangan.

b. Faktor Mesin dan peralatan kerja

Mesin dan peralatan kerja harus didasarkan pada perencanaan yang baik dengan
memperhatikan ketentuan yang berlaku. Perencanaan yang baik terlihat dari baiknya
pagar atau tutup pengaman pada bagian-bagian mesin atau perkakas yang
bergerak, antara lain bagian yang berputar. Bila pagar atau tutup pengaman telah
terpasang, harus diketahui dengan pasti efektif tidaknya pagar atau tutup pengaman
tersebut yang dilihat dari bentuk dan ukurannya yang sesuai terhadap mesin atau
alat serta perkakas yang terhadapnya keselamatan pekerja dilindungi.

c. Faktor Perlengkapan kerja

Alat pelindung diri merupakan perlengkapan kerja yang harus terpenuhi bagi
pekerja. Alat pelindung diri berupa pakaian kerja, kacamata, sarung tangan, yang
kesemuanya harus cocok ukurannya sehingga menimbulkan kenyamanan dalam
penggunaannya.

d. Faktor manusia

Pencegahan kecelakaan terhadap faktor manusia meliputi peraturan kerja,


mempertimbangkan batas kemampuan dan ketrampilan pekerja, meniadakan hal-hal
yang mengurangi konsentrasi kerja, menegakkan disiplin kerja, menghindari
perbuatan yang mendatangkan kecelakaan serta menghilangkan adanya
ketidakcocokan fisik dan mental.

Kecelakaan kerja juga dapat dikurangi, dicegah atau dihindari dengan menerapkan
program yang dikenal dengan tri-E atau Triple E, yaitu (Sedarmayanti,2011):

Engineering (Teknik). Engineering artinya tindakan pertama adalah melengkapi


semua perkakas dan mesin dengan alat pencegah kecelakaan (safety guards)
misalnya tombol untuk menghentikan bekerjanya alat/mesin (cut of switches) serta
alat lain, agar mereka secara teknis dapat terlindungi.

Education (Pendidikan). Education artinya perlu memberikan pendidikan dan latihan


kepada para pegawai untuk menanamkan kebiasaan bekerja dan cara kerja yang
tepat dalam rangka mencapai keadaan yang aman (safety) semaksimal mungkin.

Enforcement (Pelaksanaan). Enforcement artinya tindakan pelaksanaan, yang


memberi jaminan bahwa peraturan pengendalian kecelakaan dilaksanakan.

Potensi Kecelakaan Kerja

A. Potensi Bahaya Faktor Kimia

Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak bahan kimia
yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah dan
menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya. Bahan kimia
berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu,
asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama antara
lain:

Inhalasi (menghirup): Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zat beracun
dapat masuk ke dalam paru-paru. Seorang dewasa saat istirahat menghirup sekitar
lima liter udara per menit yang mengandung debu, asap, gas atau uap. Beberapa
zat, seperti fiber/serat, dapat langsung melukai paru- paru. Lainnya diserap ke
dalam aliran darah dan mengalir ke bagian lain dari tubuh.

Pencernaan (menelan): Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makan makanan
yang terkontaminasi, makan dengan tangan yang terkontaminasi atau makan di
lingkungan yang terkontaminasi. Zat di udara juga dapat tertelan saat dihirup,
karena bercampur dengan lendir dari mulut, hidung atau tenggoroka Zat beracun
mengikuti rute yang sama sebagai makanan bergerak melalui usus menuju
perut.

Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif: Beberapa di antaranya adalah


zat melewati kulit dan masuk ke pembuluh darah, biasanya melalui tangan dan
waja Kadang-kadang, zat-zat juga masuk melalui luka dan lecet atau suntikan
(misalnya kecelakaan medis).

Guna mengantisipasi dampak negatif yang mungkin terjadi di lingkungan kerja


akibat bahaya faktor kimia maka perlu dilakukan pengendalian lingkungan kerja
secara teknis sehingga kadar bahan-bahan kimia di udara lingkungan kerja tidak
melampaui nilai ambang batas (NAB).

Potensi Bahaya Faktor Fisik

Faktor fisik adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika antara lain
kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja, gelombang mikro dan sinar ultra ungu.
Faktor-faktor ini mungkin bagian tertentu yang dihasilkan dari proses produksi atau
produk samping yang tidak diinginkan.

Kebisingan

Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-
alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat me-
nimbulkan gangguan pendengaran. Suara keras, berlebihan atau berkepanjangan
dapat merusak jaringan saraf sensitif di telinga, menyebabkan kehilangan
pendengaran sementara atau permanen. Hal ini sering diabaikan sebagai masalah
kesehatan, tapi itu adalah salah satu bahaya fisik utama. Batasan pajanan terhadap
kebisingan ditetapkan nilai ambang batas sebesar 85 dB selama 8 jam sehari.

Penerangan

Penerangan di setiap tempat kerja harus memenuhi syarat untuk melakukan


pekerjaan. Penerangan yang sesuai sangat penting untuk peningkatan kualitas dan
produktivitas. Sebagai contoh, pekerjaan perakitan benda kecil membutuhkan
tingkat penerangan lebih tinggi, misalnya mengemas kotak.

Studi menunjukkan bahwa perbaikan penerangan, hasilnya terlihat langsung


dalam peningkatan produktivitas dan pengurangan kesalahan. Bila penerangan
kurang sesuai, para pekerja terpaksa membungkuk dan mencoba untuk
memfokuskan penglihatan mereka, sehingga tidak nyaman dan dapat menyebabkan
masalah pada punggung dan mata pada jangka panjang dan dapat memperlambat
pekerjaan mereka.
Getaran

Getaran adalah gerakan bolak-balik cepat (reciprocating), memantul ke atas dan ke


bawah atau ke belakang dan ke depan. Gerakan tersebut terjadi secara teratur dari
benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukannya. Hal tersebut dapat
berpengaruh negatif terhadap semua atau sebagian dari tubuh.

Misalnya, memegang peralatan yang bergetar sering mempengaruhi tangan dan


lengan pengguna, menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan sirkulasi di
tangan. Sebaliknya, mengemudi traktor di jalan bergelombang dengan kursi yang
dirancang kurang sesuai sehingga menimbulkan getaran ke seluruh tubuh, dapat
mengakibatkan nyeri punggung bagian bawah.

Getaran dapat dirasakan melalui lantai dan dinding oleh orang-orang disekitarnya.
Misalnya, mesin besar di tempat kerja dapat menimbulkan getaran yang
mempengaruhi pekerja yang tidak memiliki kontak langsung dengan mesin tersebut
dan menyebabkan nyeri dan kram otot.

Batasan getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada
lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 m/detik2.

Iklim kerja

Ketika suhu berada di atas atau di bawah batas normal, keadaan ini memperlambat
pekerjaan. Ini adalah respon alami dan fisiologis dan merupakan salah satu alasan
mengapa sangat penting untuk mempertahankan tingkat kenyamanan suhu dan
kelembaban ditempat kerja. Faktor- faktor ini secara signifikan dapat berpengaruh
pada efisiensi dan produktivitas individu pada pekerja. Sirkulasi udara bersih di
ruangan tempat kerja membantu untuk memastikan lingkungan kerja yang sehat
dan mengurangi gangguan bahan kimia. Sebaliknya, ventilasi yang kurang sesuai
dapat:

mengakibatkan pekerja kekeringan atau kelembaban yang berlebihan;

menciptakan ketidaknyamanan bagi para pekerja;

mengurangi konsentrasi pekerja, akurasi dan perhatian mereka untuk praktek kerja
yang aman.

Agar tubuh manusia berfungsi secara efisien, perlu untuk tetap berada dalam
kisaran suhu normal. Untuk itu diperlukan iklim kerja yang sesuai bagi tenaga kerja
saat melakukan pekerjaan.

Iklim kerja merupakan hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan


gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat panas dari tubuh tenaga kerja
sebagai akibat dari pekerjaannya.iklim kerja berdasarkan suhu dan kelembaban
ditetapkan dalam Kepmenaker No 51 tahun 1999 diatur dengan memperhatikan
perbandingan waktu kerja dan waktu istirahat setiap hari dan berdasarkan beban
kerja yang dimiliki tenaga kerja saat bekerja (ringan, sedang dan berat).
Radiasi Tidak Mengion

Radiasi gelombang elektromagnetik yang berasal dari radiasi tidak mengion antara
lain gelombang mikro dan sinar ultra ungu (ultra violet).

Gelombang mikro digunakan antara lain untuk gelombang radio, televisi, radar dan
telepon. Gelombang mikro mempunyai frekuensi 30 kilo hertz – 300 giga hertz dan
panjang gelombang 1 mm – 300 cm. Radiasi gelombang mikro yang pendek < 1 cm
yang diserap oleh permukaan kulit dapat menyebabkan kulit seperti terbakar.
Sedangkan gelombang mikro yang lebih panjang (> 1 cm) dapat menembus
jaringan yang lebih dalam.

Radiasi sinar ultra ungu berasal dari sinar matahari, las listrik, laboratorium yang
menggunakan lampu penghasil sinar ultra violet. Panjang felombang sinar ultra
violet berkisar 1 – 40 nm. Radiasi ini dapat berdampak pada kulit dan mata.

Potensi Bahaya Faktor Biologi

Faktor biologi penyakit akibat kerja sangat beragam jenisnya. Seperti pekerja di
pertanian, perkebunan dan kehutanan termasuk di dalam perkantoran yaitu indoor
air quality, banyak menghadapi berbagai penyakit yang disebabkan virus, bakteri
atau hasil dari pertanian, misalnya tabakosis pada pekerja yang mengerjakan
tembakau, bagasosis pada pekerja – pekerja yang menghirup debu-debu organic
misalnya pada pekerja gandum (aspergillus) dan di pabrik gula,. Penyakit paru oleh
jamur sering terjadi pada pekerja yang menghirup debu organik, misalnya pernah
dilaporkan dalam kepustakaan tentang aspergilus paru pada pekerja gandum.
Demikian juga “grain asma” sporotrichosis adalah salah satu contoh penyakit akibat
kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur kuku sering diderita para pekerja
yang tempat kerjanya lembab dan basah atau bila mereka terlalu banyak merendam
tangan atau kaki di air seperti pencuci. Agak berbeda dari faktor-faktor penyebab
penyakit akibat kerja lainnya, faktor biologis dapat menular dari seorang pekerja ke
pekerja lainnya. Usaha yang lain harus pula ditempuh cara pencegahan penyakit
menular, antara lain imunisasi dengan pemberian vaksinasi atau suntikan, mutlak
dilakukan untuk pekerja-pekerja di Indonesia sebagai usaha kesehatan biasa.
Imunisasi tersebut berupa imunisasi dengan vaksin cacar terhadap variola, dan
dengan suntikan terhadap kolera, tipus dan para tipus perut. Bila memungkinkan
diadakan pula imunisasi terhadap TBC dengan BCG yang diberikan kepada pekerja-
pekerja dan keluarganya yang reaksinya terhadap uji Mantaoux negatif, imunisasi
terhadap difteri, tetanus, batuk rejan dari keluarga-keluarga pekerja sesuai dengan
usaha kesehatan anak-anak dan keluarganya, sedangkan di Negara yang maju
diberikan pula imunisasi dengan virus influenza.

Potensi Bahaya Faktor Ergonomi dan Pengaturan Kerja

Industri barang dan jasa telah mengembangkan kualitas dan produktivitas.


Restrukturisasi proses produksi barang dan jasa terbukti meningkatkan produktivitas
dan kualitas produk secara langsung berhubungan dgn disain kondisi kerja
Pengaturan cara kerja dapat memiliki dampak besar pada seberapa baik pekerjaan
dilakukan dan kesehatan mereka yang melakukannya. Semuanya dari posisi mesin
pengolahan sampai penyimpanan alat-alat dapat menciptakan hambatan dan risiko.

Penyusunan tempat kerja dan tempat duduk yang sesuai harus diatur sedemikian
sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi kesehatan. Tempat – tempat
duduk yang cukup dan sesuai harus disediakan untuk pekerja-pekerja dan pekerja-
pekerja harus diberi kesempatan yang cukup untuk menggunakannya.

Prinsip ergonomi adalah mencocokan pekerjaan untuk pekerja.

Ini berarti mengatur pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan dengan kebutuhan
pekerja, bukan mengharapkan pekerja untuk menyesuaikan diri. Desain ergonomis
yang efektif menyediakan workstation, peralatan dan perlengkapan yang nyaman
dan efisien bagi pekerja untuk digunakan. Hal ini juga menciptakan lingkungan
kerja yang sehat, karena mengatur proses kerja untuk mengendalikan atau
menghilangkan potensi bahaya. Tenaga kerja akan memperoleh keserasian antara
tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya. Cara bekerja harus diatur
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketegangan otot, kelelahan yang
berlebihan atau gangguan kesehatan yang lain.

Risiko potensi bahaya ergonomi akan meningkat:

dengan tugas monoton, berulang atau kecepatan tinggi;

dengan postur tidak netral atau canggung;

bila terdapat pendukung yang kurang sesuai;

bila kurang istirahat yang cukup.

Resiko Kecelakaan Kerja

Resiko K3 adalah Risiko yang berkaitan dengan sumber bahaya yang timbul dalam
aktivitas bisnis yang menyakut aspek manusia, peralatan, material, dan lingkungan
kerja. Umumnya resiko K3 di konotasikan sebagai hal negatif (negative inpact)
antara lain :

kecelakaan terhadap manusia dan aset perusahaan

kebakaran dan peledakan

penyakit akibat kerja

kerusakan sarana produksi


ganguan operasi.

Prinsip-prinsip pengendalian kontaminasi

A. Pengertian Kontaminasi

Kontaminasi adalah suatu kondisi dimana terjadi pencampuran terhadap suatu unsur
lain yang akan memberikan efek buruk tertentu. Dalam dunia industri termasuk
otomotif banyak sekali menghasilkan limbah atau kontaminan. Oleh karena itu
berbagai limbah atau kontamina tersebut harus dapat dikendalikan agar tidak
menyebabkan permasalahan.

Dalam industri otomotif banyak sekali manghasilkan kontaminan. Berbagai jenis


kontaminan ini digolongkan melalui berbagai hal seperti bentuk dan sifatnya.
Sebagai contoh penggolongan jenis kontaminan ini adalah kontaminan cair,
kontaminan padat, kontaminan gas, dan kontaminan B3.

B. Pengertian Pengendalian Kontaminasi

Kontaminasi adalah suatu kondisi dimana terjadi pencampuran atau pencemaran


terhadap suatu unsur lain yang memberikan efek tertentu (buruk). Komponen yang
dapat menyebabkan kontaminasi sangat beragam mulai dari benda, hewan, maupun
berbentuk padat ataupun cair. Karena sifat yang berbahaya maka kontaminan perlu
dikendalikan agar tidak mencampur atau mencemar zat atau unsur lain sehingga
dapat membahayakan makhluk hidup terutama manusia. Jadi pengendalian
kontaminasi adalah suatu cara untuk mencegah terjadinya pencampuran atau
pencemaran terhadap unsur lain yang dapat memberikan efek buruk baik jangka
pendek maupun jangka panjang.

C. Cara Pengendalian Kontaminasi

Dalam pengendalian kontaminasi disesuaikan dengan jenis kontaminan itu sendiri.


Artinya setiap jenis kontaminan memiliki cara penanganan atau pengendalian yang
berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya berikut pembahasan mengenai cara
pengendalian kontaminasi.

Penanganan Kontaminan Cair melalui proses pengolahan primer (penyaringan,


pengolahan awal, pengendapan, pengapungan) , pengolahan sekunder dengan
mikroorganisme, desinfeksi, dan endapan lumpur.

Penanganan kontaminan Padat dapat melalui proses penimbunan terbuka,


sanitary landfill (lubang yang dilapisi plastik), membuat kompos padat, dan daur
ulang.

Penanganan kontaminan Gas dapat melalui kontrol emisi, menghilangkan materi


partikulat.

Penanganan kontaminan B3 melalui penanganan khusus seperti sumur injeksi,


kolam penyimpanan, dan terapan ilmu fisika biologi dan kimia.

D. Kontaminan di Bengkel Otomotif


Terdapat berbagai contoh kontaminan yang sering ditemukan pada bengkel
otomotif. Berikut merupakan contoh kontaminan yang ada di bengkel otomotif.

Gas H2SO4 yang merupakan hasil elektrolisis accu pada saat pengisian maupun
pengosongan. Hal ini dapat diketahui dari bau menyengat asam sulfat. Oleh karena
itu diperlukan ruangan khusus yang digunakan untuk proses pengisian aki dan
ruangan tersebut memiliki ventilasi yang baik. Selain berbahaya untuk kesehatan,
gas H2SO4 dapat memicu ledakan apabila terkena sumber panas atau api.

Gas buang dari kendaraan bermotor memiliki berbagai unsur yang dapat
membahayakan kesehatan seperti karbonmonoksida, karbondioksida, hidrokarbon,
dan partikel lainnya. Oleh karena itu, sebuah workshop atau bengkel harus memiliki
ventilasi yang baik agar berbagai partikel tersebut tidak meracuni manusia
disekitarnya.

Kontaminan Cair seperti uap bensin, cairan pembersih, dan lain sebagainya. Oleh
karena itu dalam proses perawatan diperlukan berbagai alat keselamatan seperti
masker untuk mencegah terjadinya keracuna akibat berbagai kontaminan cairan.

Limbah B3 atau limbah berbahaya seperti oli dan zat-zat lain yang mengandung
bahan-bahan berbahaya. Limbah berbahaya tersebut diperlukan pengelolaan khusus
agar tidak mencemari lingkungan. Limbah-limbah tersebut biasanya ditampung
terlebih dahulu kemudian dikirim ke tempat penampungan untuk didaur ulang.

E. Konsep Pengendalian Kontaminasi (Mendukung Konsep Hijau)

1. Pilah sampah

Salah satu langkah utama dalam pengelolaan sampah adalah sorting atau
pemilahan. Sampah harus dipilah dan dibuang berdasarkan jenisnya agar
pengelolaan sampah lebih mudah.

Hijau – Tempat Sampah Organik


Untuk tempat sampah yang berwarna hijau, artinya hanya sampah-sampah organik
yang dapat dibuang ke tempat tersebut. Sampah organik mencakup sampah-
sampah alami seperti dedaunan, ranting pohon, dan sisa makanan. Sampah organik
mudah terurai di alam. Selain itu sampah organik juga dapat bermanfaat untuk
bahan pembuatan pupuk kompos.
Kuning-Tempat Sampah Anorganik
Sampah anorganik harus dibuang ke tempat sampah yang berwarna kuning.
Contohnya adalah plastik, kaleng, styrofoam, dan sebagainya. Berbeda dengan
sampah organik, bahan anorganik yang rata-rata merupakan benda yang diciptakan
oleh mesin sangat sulit terurai. Bahkan sampah seperti plastik baru dapat terurai di
tanah selama ratusan tahun, dan sebelum terurai plastik tersebut dapat turut
merusak lingkungan. Oleh karena itu, sampah anorganik harus dipisahkan dari jenis
sampah lainnya dan didaur ulang.

Merah – Tempat Sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)


Tempat sampah berwarna merah menampung khusus sampah B3 atau sampah
dengan Bahan Berbahaya dan Beracun. Yang termasuk dalam kategori ini adalah
pecahan kaca, bahan-bahan kimia, dan benda berbahaya lainnya. Dengan memilah
sampah B3 ke kategorinya diharapkan dapat meminimalisir/menghilangkan risiko
bahaya bagi petugas atau masyarakat.

2. Konsep 3 R (Reuse, Reduce, dan Recycle)

1) Reduce
Reduce berarti mengurangi penggunaan bahan-bahan yang bisa merusak
lingkungan. Reduce juga berarti mengurangi belanja barang-barang yang anda tidak
“terlalu” butuhkan seperti baju baru, aksesoris tambahan atau apa pun yang intinya
adalah pengurangan kebutuhan.

Kurangi juga penggunaan kertas tissue dengan sapu tangan, kurangi penggunaan
kertas di kantor dengan print preview sebelum mencetak agar tidak salah, baca
koran online, dan lainnya.

2) Reuse
Reuse sendiri berarti pemakaian kembali seperti contohnya memberikan baju-baju
bekas anda ke yatim piatu. Tapi yang paling dekat adalah memberikan baju yang
kekecilan pada adik atau saudara anda, selain itu baju-baju bayi yang hanya
beberapa bulan dipakai masih bagus dan bisa diberikan pada saudara yang
membutuhkan.

3) Recycle
Recycle adalah mendaur ulang barang. Paling mudah adalah mendaur ulang sampah
organik di rumah anda, menggunakan bekas botol plastik air minum atau apapun
sebagai pot tanaman, sampai mendaur ulang kertas bekas untuk menjadi kertas
kembali. Daur ulang secara besar-besaran belum menjadi kebiasaan di Indonesia.

3. Good Housekeeping

Dalam menerapkan ‘good housekeeping’, sebenarnya bias diterapkan metode 5S di


perusahaan. Dalam lean six sigma, 5S merupakan suatu metode penataan dan
pemeliharaan wilayah kerja secara intensif yang digunakan oleh manajemen dalam
usaha memelihara ketertiban, efisiensi, dan disiplin di area kerja sekaligus
meningkatkan kinerja perusahaan secara menyeluruh.

Di Indonesia, metode ini dikenal dengan nama 5R, di antaranya:

1. Seiri (ringkas): memilah dan menyingkirkan barang-barang yang tidak diperlukan,

sehingga barang yang ada di area kerja hanya barang yang dibutuhkan saja.

2. Seiton (rapi): baik barang maupun peralatan kerja harus diletakkan sesuai posisi

yang ditetapkan.

3. Seiso (resik): kegiatan membersihkan peralatan dan area kerja sehingga kondisi

peralatan terjaga baik dan area kerja yang bersih juga berdampak baik untuk

kesehatan karyawan.

4. Seiketsu (rawat): standarisasi dan dokumentasi proses yang akan memastikan

berjalannya seiri, seiton, dan seiketsu.

5. Shitsuke (rajin): pemeliharaan kedisiplinan dan konsistensi dalam menjalankan

seluruh tahap 5S.


APAR ( Alat Pemadam Api Ringan)

APAR (Alat Pemadam Api Ringan) atau fire extinguisher adalah alat yang digunakan
untuk memadamkan api atau mengendalikan kebakaran kecil. Alat Pemadam Api
Ringan (APAR) pada umumnya berbentuk tabung yang diisikan dengan bahan
pemadam api yang bertekanan tinggi. Dalam hal Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3), APAR merupakan peralatan wajib yang harus dilengkapi oleh setiap
Perusahaan dalam mencegah terjadinya kebakaran yang dapat mengancam
keselamatan pekerja dan asset perusahaannya.

Fungsi APAR

1. Memadamkan api sebelum api membesar atau mencegah kebakaran


Dengan adanya pemadam kebakaran portable ini dapat membantu Anda saat ada
api yang mengancam kediaman Anda. Sebagai persiapan atau mencegah kebakaran
besar selama api masih bisa ditangani. Bencana kebakaran ataupun bencana lain
tentu saja tidak Anda inginkan. Tidak ada salahnya menyiapkan alat untuk
menanggulangi sementara bencana kebakaran di rumah Anda. Maka dari itu fungsi
alat pemadam sangat dibutuhkan.

2. Penanganan pertama saat terjadi kebakaran


Bukan hanya dalam kecelakaan lalu lintas saja yang ada pertolongan pertama,
dalam kasus kebakaran juga ada cara penanganan awal, atau pertolongan pertama.
Bila tidak ada alat pemadam kebakaran portable sebenarnya Anda dapat
memanfaatkan kain basar untuk menutupi sumber api, namun cara tersebut kurang
praktis terlebih bila Anda panic saat melihat api. Fungsi alat pemadam kebakaran
portable sangat membantu untuk penanganan pertama.

3. Mencegah api bertambah besar


Sumber api dapat dimatikan dengan segera dengan alat pemadam kebakaran
portable sebelum api tersebut membesar. Bila tidak ada alat ini Anda akan kesulitan
mencegah api menjalar dan menjadi besar, tentu saja hal ini tidak diinginkan oleh
siapapun. Keberadaan alat pemadam portable ini membuat pemilik rumah jauh lebih
tenang. Dengan padamnya api yang menjadi sumber kebakaran.

4. Dapat ditempatkan di mana saja


Berbeda dengan alarm pendeteksi kebakaran yang dipasang di banyak sudut
bangunan. Alat pemadam kebakaran portable ini dapat Anda tempatkan di mana
saja. Di tempat yang dapat Anda jangkau dengan mudah dan aman dari jangkauan
anak-anak itu lebih baik. Bila terjadi kebakaran Anda dapat dengan segera meraih
alat pemadam kebakaran portable dan membawanya ke sumber api, untuk
mencegah kebakaran yang lebih besar. Fungsi alat pemadam kebakaran portable ini
jadi lebih optimal, menggunakan alat dengan bijak dan menaruhnya di tempat
aman.

5. Membuat akses jalan keluar saat terjadi kebakaran besar


Bila memang api sudah terlanjur menjalar dan menjadi kebakaran besar, setidaknya
alat kebakaran portable ini dapat Anda manfaatkan untuk membuka akses jalan
keluar. Masih ada cara yang dapat Anda lakukan bila suatu ketika Anda terjebak
kebakaran di dalam bangunan gedung atau rumah. Tentu saja sebelumnya Anda tau
di mana letak alat pemadam tersebut. Jangan panic, ambil alat pemadam dan
semprot agar api mati sementara Anda lari menuju jalan keluar. Perhitungkan akses
jalan yang akan Anda lalui. Bila memungkinkan maka manfaatkan fungsi alat
pemadam kebakaran portable untuk keluar dari kebakaran besar. Perhitungkan
penggunaan alat tersebut, jangan sampai Anda belum menemukan jalan keluar
namun isi alat pemadam sudah habis.

Komponen APAR

1. TABUNG (TUBE/CYLINDER)

Tabung Spare Part Untuk Tabung Pemadam Api Ringan, Apar Tabung (Tube) yang
baik dipakai terbuat dari bahan berkualitas tinggi baja paduan dan banyak
diterapkan dalam kimia, metalurgi, mekanik. Sehingga tahan terhadap bahan kimia
serta tahan terhadap tekanan yang terukur. Tabung berbentuk seamless yaitu
tabung yang dibuat tanpa adanya las.

2. VALVE

Apar Spare part yang berfungsi untuk menutup dan membuka aliran media (Isi)
yang berada di dalam tabung.

3. HANDLE

Spare part yang berfungsi sebagai pegangan untuk menekan serta membantu valve
dalam melakukan fungsinya.

4. PRESSURE

Apar Spare part yang berfungsi untuk menunjukkan tekanan N2 dalam tabung.

5. HOSE

Apar Spare part yang berfungsi sebagai selang penghantar media.


6. NOZZLE

Apar Spare part yang berfungsi sebagai pegangan untuk mengarahkan media pada
sumber api.

7. SABUK TABUNG

Apar Spare part yang berfungsi sebagai dudukan selang pada tabung.

8. PIN PENGAMAN

Apar Spare part yang berfungsi sebagai pengaman tabung.

9. BRACKET/ HANGER

Apar Spare part yang berfungsi sebagai gantungan APAR.

Jenis-jenis APAR (Alat Pemadam Api Ringan)

Berdasarkan Bahan pemadam api yang digunakan, APAR (Alat Pemadam Api
Ringan) dapat digolongkan menjadi beberapa Jenis. Diantaranya terdapat 4 jenis
APAR yang paling umum digunakan, yaitu :

1. Alat Pemadam Api (APAR) Air/Water


APAR Jenis Air (Water) adalah Jenis APAR yang disikan oleh Air dengan tekanan
tinggi. APAR Jenis Air ini merupakan jenis APAR yang paling Ekonomis dan cocok
untuk memadamkan api yang dikarenakan oleh bahan-bahan padat non-logam
seperti Kertas, Kain, Karet, Plastik dan lain sebagainya (Kebakaran Kelas A). Tetapi
akan sangat berbahaya jika dipergunakan pada kebakaran yang dikarenakan
Instalasi Listrik yang bertegangan (Kebakaran Kelas C).

2. Alat Pemadam Api (APAR) Busa/Foam (AFFF)

APAR Jenis Busa ini adalah Jenis APAR yang terdiri dari bahan kimia yang dapat
membentuk busa. Busa AFFF (Aqueous Film Forming Foam) yang disembur keluar
akan menutupi bahan yang terbakar sehingga Oksigen tidak dapat masuk untuk
proses kebakaran. APAR Jenis Busa AFFF ini efektif untuk memadamkan api yang
ditimbulkan oleh bahan-bahan padat non-logam seperti Kertas, Kain, Karet dan lain
sebagainya (Kebakaran Kelas A) serta kebakaran yang dikarenakan oleh bahan-
bahan cair yang mudah terbakar seperti Minyak, Alkohol, Solvent dan lain
sebagainya (Kebakaran Jenis B).

3. Alat Pemadam Api (APAR) Serbuk Kimia/Dry Chemical Powder


APAR Jenis Serbuk Kimia atau Dry Chemical Powder Fire Extinguisher terdiri dari
serbuk kering kimia yang merupakan kombinasi dari Mono-amonium danammonium
sulphate. Serbuk kering Kimia yang dikeluarkan akan menyelimuti bahan yang
terbakar sehingga memisahkan Oksigen yang merupakan unsur penting terjadinya
kebakaran. APAR Jenis Dry Chemical Powder ini merupakan Alat pemadam api yang
serbaguna karena efektif untuk memadamkan kebakaran di hampir semua kelas
kebakaran seperti Kelas A, B dan C.

APAR Jenis Dry Chemical Powder tidak disarankan untuk digunakan dalam Industri
karena akan mengotori dan merusak peralatan produksi di sekitarnya. APAR Dry
Chemical Powder umumnya digunakan pada mobil.

4. Alat Pemadam Api (APAR) Karbon Dioksida/Carbon Dioxide (CO2)

APAR Jenis Karbon Dioksida (CO2) adalah Jenis APAR yang menggunakan bahan
Karbon Dioksida (Carbon Dioxide / CO2) sebagai bahan pemadamnya. APAR Karbon
Dioksida sangat cocok untuk Kebakaran Kelas B (bahan cair yang mudah terbakar)
dan Kelas C (Instalasi Listrik yang bertegangan).

Kelas-kelas (Golongan) Kebakaran

Kita perlu mengetahui kelas-kelas (golongan) kebakaran atau sumber penyebab


terjadinya api supaya jenis APAR yang dipergunakan efektif dalam mengendalikan
kebakaran tersebut. Dalam Permenaker No. Per-04/MEN/1980, kelas atau golongan
kebakaran dibagi menjadi 4 golongan yaitu Golongan A, B, C dan D.

Berikut ini adalah Kelas atau Golongan Kebakaran beserta Jenis APAR yang efektif
untuk memadamkannya:

– Kebakaran Kelas A

Kebakaran Kelas A merupakan kelas kebakaran yang dikarenakan oleh bahan-bahan


padat non-logam seperti Kertas, Plastik, Kain, Kayu, Karet dan lain sebagainya. Jenis
APAR yang cocok untuk memadamkan kebakaran Kelas A adalah APAR jenis Cairan
(Water), APAR jenis Busa (Foam) dan APAR jenis Tepung Kimia (Dry Powder).

– Kebakaran Kelas B

Kebakaran Kelas B merupakan kelas kebakaran yang dikarenakan oleh bahan-bahan


cair yang mudah terbakar seperti Minyak (Bensin, Solar, Oli), Alkohol, Cat, Solvent,
Methanol dan lain sebagainya. Jenis APAR yang cocok untuk memadamkan
kebakaran Kelas B adalah APAR jenis Karbon Diokside (CO2), APAR jenis Busa
(Foam) dan APAR jenis Tepung Kimia (Dry Powder).

– Kebakaran Kelas C

Kebakaran Kelas C merupakan kelas kebakaran yang dikarenakan oleh Instalasi


Listrik yang bertegangan. Jenis APAR yang cocok untuk memadamkan kebakaran
Kelas C adalah APAR jenis Karbon Diokside (CO2) dan APAR jenis Tepung Kimia (Dry
Powder).

– Kebakaran Kelas D

Kebakaran Kelas D merupakan kelas kebakaran yang dikarenakan oleh bahan-bahan


logam yang mudah terbakar seperti sodium, magnesium, aluminium, lithium dan
potassium. Kebakaran Jenis ini perlu APAR khusus dalam memadamkannya.
Cara Menggunakan APAR (Alat Pemadam Api Ringan)

Untuk mempermudah dalam mengingat proses ataupun cara penggunaan Alat


Pemadam Api, kita dapat menggunakan singkatanT.A.T.A. yaitu :

TARIK Pin Pengaman (Safety Pin) APAR

ARAHKAN Nozzle atau pangkal selang ke sumber api (area kebakaran)

TEKAN Pemicu untuk menyemprot

AYUNKAN ke seluruh sumber api (area kebakaran)

Dalam bahasa Inggris, singkatan TATA ini disebut juga dengan PASS yaitu PULL,
AIM, SQUEEZE dan SWEEP.

Cara Menggunakan Alat Pemadam Api dengan Baik dan Benar


1. Tarik kunci pengaman. Saat mencabut kunci pengaman yang perlu
diperhatikan jangan menekan kedua tuas atas dan bawah secara bersamaan. Hal ini
akan membuat pin atau kunci pengaman susah dilepas, karena pin tertekan.

2. Pegang bagian ujung selang. Jangan sekali-kali menekan bagian tengah atau
pangkal selang. Karena akan mengakibatkan media tidak terarah dengan baik.

Arahkan selang ke sumber api. Mengarahkan selang tepat ke sumber api akan
mempercepat proses pemadaman. Kesalahan yang sering dilakukan, pengguna
mengarahkan ke bagian atas sumber api atau ditembakkan di bagian lidah apinya.
Sehingga, kebakaran lama padam, bahkan resiko terburuk api tidak padam.

3. Tekan tuas (katup) bagian atas sepenuhnya. Lakukan hal ini dengan benar.
Karena dengan menekan tuas secara penuh akan lebih cepat mengeluarkan seluruh
isi media alat pemadam kebakaran. Sehingga api segera padam.

4. Sapukan dari satu sisi ke sisi lainya. Hal ini dilakukan agar media merata dan
kebakaran dapat dipadamkan dengan segera.

Pengguaan APAR yang aman:

1. Gunakan alat pemadam api ringan saat api masih kecil. Pastikan api belum
menyebar. Segera lakukan evakuasi kepada semua orang yang ada di dalam
gedung. Dan, hubungi petugas pemadam kebakaran, juga pastikan ruangan tidak
penuh dengan asap.

2. Gunakan media pemadam api yang dapat memadamkan segala jenis kebakaran

dengan kapasitas memadai dan tidak terlalu besar. Sehingga alat pemadam

kebakaran tidak terlalu berat saat digunakan.

3. Pilih alat pemadam api yang sudah memiliki sertifikat pengetesan dari lembaga

terkait.

4. Baca instruksi penggunan yang melekat pada tabung dan pastikan Anda telah

memahaminya dengan benar. Pelatihan penggunaan alat pemadam api sangat

dibutuhkan.

3. Letakkan alat pemadam api pada tempat yang mudah dijangkau.

4. Tinggalkan dengan segera jika ruangan dipenuhi dengan asap.

5. Setiap gedung diwajibkan untuk mempesiapkan jalur evakuasi.


https://youtu.be/LcxiFcGF8xw

Anda mungkin juga menyukai