Anda di halaman 1dari 163

MANAGEMEN EXPORT – IMPORT

DR.H. BAMBANG SUDARYANA MSI DEA

1
BAB I

K3 DI BIDANG EKSPOR – IMPOR

Menerapkan K3 di lingkungan kegiatan ekspor-impor


Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan satu kunci kesuksesan
dalam berbagai industri. Suatu perusahaan yang bonafid dan
professional selalu menganggap K3 ini sebagai suatu elemen yang
sangat penting bagi kemajuan perusahaan tersebut.
Definisi tentang K3 adalah yang dirumuskan oleh ILO/WHO Joint safety
and Health Committee, yaitu :
“Occupational Health and Safety is the promotion and maintenance of
the highest degree of physical, mental and social well-being of all
occupation; the prevention among workers of departures from health
caused by their working conditions; the protection of workers in their
employment from risk resulting from factors adverse to health; the placing
and maintenance of the worker in an occupational environment
adapted to his physiological and psychological equipment and to
summarize theadaptation of work to man and each man to his job.”
Bila dicermati definisi K3 di atas maka definisi tersebut dapat dipilah-pilah
dalam beberapa kalimat yang menunjukkan bahwa K3 adalah :
Promosi dan memelihara derajat tertinggi semua pekerja baik secara fisik,
mental, dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan.
Untuk mencegah penurunan kesehatan kesehatan pekerja yang
disebabkan oleh kondisi pekerjaan mereka.
Melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari risiko yang timbul dari
faktor-faktoryang dapat mengganggu kesehatan.
Penempatan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja yang sesuai
dengan kondisifisologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan

2
kesesuaian antara pekerjaan dengan pekerja dan setiap orang dengan
tugasnya.
Dari pengertian di atas dapat diambil suatu tujuan dari K3 yaitu untuk
menjaga dan meningkatkan status kesehatan pekerja pada tingkat yang
tinggi dan terbebas dari faktorfaktordi lingkungan kerja yang dapat
menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan.
Definisi K3 yang dirumuskan oleh ILO dan WHO dapat ditelaah dengan
menggunakan sistematika 4W (What, Who, When, Where) dan 1 H (How).
What
Kata “what” berarti apa atau apakah. Dalam konteks pembahasan ini
sesuai dengan definisidi atas maka yang dimaksud dengan what adalah
apa yang menjadi perhatian dalam keilmuan K3. Dari definisi di atas
terlihat konsern K3 yang dirumuskan lebih memperhatikan aspek
kesehatan dengan penekanan terhadap pengendalian terhadap
potensi-potensi hazard yang ada di lingkungan kerja. Pada definisi di atas
juga terlihat sedikit mengenai aspek keserasian antara pekerja dengan
pekerjaan dan lingkungan kerja (aspek ergonomic).
Who
Pada definisi di atas yang dimaksud dengan “who” adalah semua
pekerja yang berada ditempat kerja mulai dari level tertingi dalam
manajemen sampai level terendah. Aspek yang diperhatikan meliputi
fisik, mental dan kesejahteraan sosial.
When
Bila merujuk pada definisi di atas yang mana terdapat kata promotion,
prevention, protection,dan maintenance, menunjukkan bahwa K3 dalam
penerapannya dilakukan di semua tahapanproses. Tahapan yang
dimaksud misalnya tahap disain (preventif dan promotif), tahap proses
berjalan (protection dan maintenance) serta dapat dilakukan pada saat

3
pasca operasi khususnya untuk penanganan masalah keselamatan dan
kesehatan produk dan masalah limbah produksi.
Where
Where yang berarti di mana pada definisi di atas berarti tempat di mana
K3 harus di jalankanatau dilaksanakan. Bila merujuk pada definisi di atas,
maka tempat penerapan K3 adalah pada setiap pekerjaan di
lingkungan kerja.
How
How yang berart i bagaimana maksudnya adalah bagaimana metode
untuk melaksanakan K3di lingkungan kerja pada semua jenis pekerjaan.
Terlihat bahwa penerapan K3 menurutILO/WHO adalah dengan
melakukan promotive, preventive, protective, maintenance dan
adaptative.
Menerapkan K3 di lingkungan kegiatan ekspor-impor
Lingkungan Kegiatan ekspor impor adalah termasuk sektor perdagangan
besar bidang perdagangan ekspor impor. Kegiatannya dimulai dari
pengambilan dan membudidayakan komoditi pertanian, perikanan
pertambangan serta pengolahan barang tersebut menjadi barang
industri dan barang kerajinan. Hampir semua bidang pekerjaan disuatu
Negara terlibat dalam kegiatan ekspor impor, akan tetapi terutama
adalah bidang perdagangan, bidang kepabeanan, pelabuhan,
pengangkutan, pergudangan dan perbankkan. Sehingga sering orang
mengatakan, bahwa kegiatan ekspor impor adalah penggerak
perekonomian suatu Negara.
Faktor penyebab kecelakaan kerja
1. Faktor lingkungan
2. Faktor manusia
Sifat fisik dan mental
Pengetahuan dan keterampilan

4
Sikap
3. Faktor mesin/ alat
Yang termasuk kecelakaan kerja
1. Kecelakaan akibat langsung pekerjaan
2. Kecelakaan pada saat/ waktu bekerja
3. Kecelakaan pada perjalanan menuju lokasi kerja
4. Penyakit akibat kerja
Untuk menerapkan K3, kita harus mengetahui dan melaksanakan
prosedur kerja yang aman dan tertib dalam suatu bidang pekerjaan.
Beberapa hal yang harus terkandung dalam prosedur kerja, sebagai
berikut:
1. Tujuan dan ruang lingkup aktivitas
2. Siapa yg melaksanakan dan apa yg harus dilaksanakan
3. Kapan, dimana, dan bagaimana aktivitas tersebut dilakukan
4. Material, perlengkapan, dan dokumen yg digunakan.
5. Pencatatan dan evaluasi terhadap kegiatan
Agar tenaga kerja mendapat perlindungan atas keselamatan dalam
melakukan pekerjaan, maka setiap unsur yang ada di dalam
organisasi/instansi/perusahaan perlu mengetahui dan melaksanakan
prosedur K3.
Pihak-Pihak yg Bertanggung Jawab terhadap K3 di Perusahaan/ Instansi
1. Pimpinan
2. Bagian Keamanan
3. Instruktur
4. Pekerja/ Karyawan
Tugas masing-masing pihak:
1. Pimpinan
Membentuk bagian keamanan
Menunjuk/ menentukan instruktur

5
Memberikan pelatihan baik kepada bagian keamanan maupun kepada
instruktur agar dapat menangani K3 di instansinya sesuai dengan
prosedur.
Meminta karyawan agar manaati peraturan dan instruksi.

2. Bagian Keamanan
Memberi petunjuk dan mengarahkan ke jalan yang aman.
Mempelajari dan menyelidiki sebab-sebab terjadinya kecelakaan
ditempat kerja.
3. Instruktur
Membekali karyawan dengan pengetahuan mengenai K3.
Memberikan pelatihan penanganan terhadap bahaya kepada
karyawan.
Memberikan instruksi dengan benar, tepat, dan aman mengenai
pemakaian alat dan teknis bekerja.
Melaporkan dengan segera kepada pimpinan apabila terjadi
kecelakaan, kerusakan alat, maupun peristiwa yang membahayakan.
4. Karyawan
Manaati peraturan dan instruksi keamanan dari perusahaan.
Memperhatikan pelatihan penanganan terhadap bahaya dari instruktur.
Memperhatikan instruksi mengenai pemakaian alat dan teknis bekerja.
Segera melaporkan kepada instruktur apabila ada kecelakaan,
kerusakan alat, maupun peristiwa yang membahayakan.

6
Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Kerja
A. Pengertian Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Kerja

1. Keamanan Kerja Keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang


mendukung terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa materil
maupun nonmateril.
a. Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat material diantaranya
sebagai berikut.
1) Baju kerja
2) Helm
3) Kaca mata
4) Sarung tangan
5) Sepatu
b. Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat nonmaterial adalah
sebagai berikut.
1) Buku petunjuk penggunaan alat
2) Rambu-rambu dan isyarat bahaya.
3) Himbauan-himbauan
4) Petugas keamanan

2. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya,
baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan
pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit
umum.
Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan
keamanan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari

7
penyakit. Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960,
BAB I pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan keadaan
jasmani, rohani, dan kemasyarakatan.

3. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai keadaan terhindar dari
bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain keselamatan
kerja merupakan salah sau faktor yang harus dilakukan selama bekerja.
Tidak ada seorang pun didunia ini yang menginginkan terjadinya
kecelakaan. Keselamatan kerja sangat bergantung .pada jenis, bentuk,
dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan. Unsur-unsur
penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang telah
dijelaskan diatas.
Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.
Teliti dalam bekerja
Melaksanakan Prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan
kesehatan kerja.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kesehatan, keselamatan,
dan keamanan kerja adalah upaya perlindungan bagi tenaga kerja agar
selalu dalam keadaan sehat dan selamat selama bekerja di tempat
kerja. Tempat kerja adalah ruang tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan usaha dan
tempat terdapatnya sumber-sumber bahaya. Kecelakaan kerja dapat
dibedakan menjadi kecelakaan yang disebabkan oleh :
1. Mesin
2. Alat angkutan
3. Peralatan kerja yang lain
4. Bahan kimia

8
5. Lingkungan kerja
6. Penyebab yang lain

B. Tujuan Kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja.


Kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja bertujuan untuk menjamin
kesempurnaan atau kesehatan jasmani dan rohani tenaga kerja serta
hasil karya dan budayanya. Secara singkat, ruang lingkup kesehatan,
keselamatan, dan keamanan kerja adalah sebagaai berikut :
Memelihara lingkungan kerja yang sehat.
Mencegah, dan mengobati kecelakaan yang disebabkan akibat
pekerjaan sewaktu bekerja.
Mencegah dan mengobati keracunan yang ditimbulkan dari kerja
d. Memelihara moral, mencegah, dan mengobati keracunan yang timbul
dari kerja.
Menyesuaikan kemampuan dengan pekerjaan, dan
Merehabilitasi pekerja yang cedera atau sakit akibat pekerjaan.
Keselamatan kerja mencakup pencegahan kecelakaan kerja dan
perlindungan terhadap terhadap tenaga kerja dari kemungkinan
terjadinya kecelakaan sebagai akibat dari kondisi kerja yang tidak aman
dan atau tidak sehat.
Syarat -syarat kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja ditetapkan
sejak tahap perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran,
perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan,
dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis, dan aparat produksi
yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
C. Undang-undang Keselamatan Kerja
UU Keselamatan Kerja yang digunakan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja, menjamin suatu proses produksi berjalan teratur dan
sesuai rencana, dan mengatur agar proses produksi berjalan teratur dan

9
sesuai rencana, dan mengatur agar proses produksi tidak merugikan
semua pihak. Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan
keselamatan dalam melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan dan
meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. UU Keselamatan Kerja
yang berlaku di Indonesia sekarang adalah UU Keselamatan Kerja (UUKK)
No. 1 tahun 1970. Undang-undang ini merupakan undang-undang pokok
yang memuat aturan-aturan dasar atau ketentuan-ketentuan umum
tentang keselamatan kerja di segala macam tempat kerja yang berada
di wilayah kekuasaan hukum NKRI. Dasar hukum UU No. 1 tahun 1970
adalah UUD 1945 pasal 27 (2) dan UU No. 14 tahun 1969. Pasal 27 (2)
menyatakan bahwa: “Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ini berarti setiap warga
negara berhak hidup layak dengan pekerjaan yang upahnya cukup dan
tidak menimbulkan kecelakaan/ penyakit. UU No. 14 tahun 1969
menyebutkan bahwa tenaga kerja merupakan modal utama serta
pelaksana dari pembangunan. Ruang lingkup pemberlakuan UUKK
dibatasi oleh adanya 3 unsur yang harus dipenuhi secara kumulatif
terhadap tempat kerja. Tiga unsur yang harus dipenuhi adalah:
a. Tempat kerja di mana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.
b. Adanya tenaga kerja, dan
c. Ada bahaya di tempat kerja.
UUKK bersifat preventif, artinya dengan berlakunya undang-undang ini,
diharapkan kecelakaan kerja dapat dicegah. Inilah perbedaan prinsipil
yang membedakan dengan undang-undang yang berlaku sebelumnya.
UUKK bertujuan untuk mencegah, mengurangi dan menjamin tenaga
kerja dan orang lain ditempat kerja untuk mendapatkan perlindungan,
sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara aefisien, dan
proses produksi berjalan lancar.
D. Memahami Prosedur yang Berkaitan dengan Keamanan

10
Prosedur yang berkaitan dengan keamanan (SOP, Standards Operation
Procedure) wajib dilakukan. Prosedur itu antara lain adalah penggunaan
peralatan kesalamatan kerja. Fungsi utama dari peralatan keselamatan
kerja adalah melindungi dari bahaya kecelakaan kerja dan mencegah
akibat lebih lanjut dari kecelakaan kerja. Pedoman dari ILO (International
Labour Organization) menerangkan bahawa kesehatan kerja sangat
penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Pedoman itu
antara lain:
a. Melindungi pekerja dari setiap kecelakaan kerja yang mungkin timbul
dari pekerjaan dan lingkungan kerja.
b. Membantu pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaannya
c. Memelihara atau memperbaiki keadaan fisik, ment al, maupun sosial
para pekerja.
Alat keselamatan kerja yang biasanya dipakai oleh tenaga kerja adalah
helm, masker, kacamata, atau alat perlindungan telinga tergantung
pada profesinya.
Alat -alat pelindung badan
Pada waktu melaksanakan pekerjaan, badan kita harus benar-benar
terlindung dari kemungkinan terjadinya kecelakaan. Untuk melindungi diri
dari resiko yang ditimbulkan akibat kecelakaan, maka badan kita perlu
menggunakan ala-alat pelindung ketika melaksanakan suatu pekerjaan.
Berikut ini akan diuraikan beberapa alat pelindung yang biasa dipakai
dalam melakukan pekerjaan listrik dan elektronika.
Pakaian kerja Pemilihan dan pemakaian pakaian kerja dilakukan
berdasarkan ketentuan berikut.
Pemakaian pakaian mempertimbangkan bahaya yang mungkin dialami
Pakaian longgar, sobek, dasi, dan arloji tidak boleh dipakai di dekat
bagian mesin Jika kegiatan produksi berhubungan dengn bahaya
peledakan/ kebakaran maka harus memakai pakaian yang terbuat dari

11
seluloid. Baju lengan pendek lebih baik daripada baju lengan panjang.
Benda tajam atau runcing tidak boleh dibawa dalam kantong.
Tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan debu, tidak boleh
memakai pakaian berkantong atau mempunyai lipatan.

12
BAB II

PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Transaksi ekspor-impor adalah transaksi perdagangan internasional


(international trade) yang sederhana dan tidak lebih dari membeli dan
menjual barang antara pengusaha-pengusaha yang bertempat di
negara yang berbeda.

Menurut Pasal 1 butir 14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang


Kepabeanan, ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari
daerah pabean sesuai peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku. Pengertian ekspor juga dijumpai dalam Surat Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 146/MPP/IV/99 tanggal 22 April
1999 tentang Ketentuan Umum di bidang Ekspor. Sedangkan pengertian
impor menurut Pasal 1 butir 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan adalah perdagangan dengan cara memasukkan
barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean dengan memenuhi
ketentuan yang berlaku.

Kegiatan ekspor impor merupakan jual beli yang dilakukan secara


internasional, artinya dilakukan antar negara. Menurut Gunaw an Widjaja
& Ahmad Yani , jual beli merupakan suatu perbuatan hukum antara
pihak penjual di satu pihak dengan pihak pembeli di lain pihak mengenai
suatu barang.

A. Pengertian Perdagangan Internasional

22 Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, Erlangga, Jakarta, 1991,


hal. 1 23 Periksa kembali Pasal 1 butir 13 dan Pasal 1 butir 14 Undang -
Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

13
Hukum perdagangan internasional merupakan bidang hukum yang
berkembang cepat. Ruang lingkup bidang hukum ini pun cukup luas.
Hubungan-hubungan dagang yang sifat nya lintas batas dapat
mencakup banyak jenisnya, dari bentuknya yang sederhana, yaitu dari
barter, jual beli barang atau komoditi (produk-produk pertanian,
perkebunan, dan sejenisnya), hingga hubungan atau transaksi dagang
yang kompleks.

Kompleksnya hubungan atau transaksi dagang internasional ini paling


tidak disebabkan oleh adanya jasa teknologi (khususnya teknologi
informasi) sehingga transaksi-transaksi dagang semakin berlangsung
dengan cepat. Batas-batas negara bukan lagi halangan dalam
bertransaksi. Bahkan dengan pesatnya teknologi, dewasa ini para pelaku
dagang tidak perlu mengetahui atau mengenal siapa rekan dagangnya
yang berada jauh di belahan bumi.

Ada berbagai motif atau alasan mengapa negara atau subjek hukum
(pelaku dalam perdagangan) melakukan transaksi dagang internasional.
Fakta yang sekarang ini terjadi adalah perdagangan internasional sudah
menjadi tulang punggung bagi negara untuk menjadi makmur, sejahtera
dan kuat. Hal ini sudah banyak terbukti dalam sejarah perkembangan
dunia.

Walaupun perkembangan bidang hukum berjalan dengan cepat,


namun ternyata masih belum ada kesepakatan tentang defenisi untuk
bidang hukum ini. Hingga sekarang ini terdapat berbagai defenisi yang
satu sama lain berbeda yait u:

Hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang


mengatur hubungan-hubungan komersial yang sifat nya perdata. Aturan-
aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda
negara.

14
Defenisi diatas menunjukkan dengan jelas bahwa aturan-aturan tersebut
bersifat komersial. Dalam defenisinya ia menegaskan bahwa ruang
lingkup bidang hukum ini tidak termasuk hubungan-hubungan komersial
internasional dengan ciri hukum publik. Termasuk dalam bidang hukum
publik ini yakni aturan-aturan yang mengatur tingkah laku atau perilaku
negara-negara dalam mengatur perilaku perdagangan yang
mempengaruhi wilayahnya.

Dalam upayanya memberi batasan atau defenisi hukum perdagangan


internasional, beliau menekankan keterkaitan erat antara perdagangan
internasional dan hubungan keuangan.

Adanya keterkaitan erat antara perdagangan internasional dan


hubungan keuangan , beliau mendefenisikan hukum perdagangan dan
keuangan sebagai suatu kumpulan aturan, prinsip, norma, dan praktik
yang menciptakan suatu pengaturan untuk transaksi-transaksi
perdagangan internasional dan sistem pembayarannya, yang memiliki
dampak terhadap perilaku komersial lembaga-lembaga perdagangan.

Sanson memberi batasan bidang ini sesuai dengan pengertian kata-kat a


dari bidang hukum ini, yaitu hukum, dagang dan internasional. Sanson
membagi hukum perdagangan internasional ini ke dalam dua bagian
utama, yaitu hukum perdagangan internasional publik dan hukum
perdagangan internasional privat.

Hukum internasional publik adalah hukum yang mengatur perilaku


dagang antarnegara. Sementara itu hukum internasional privat adalah
hukum yang mengatur perilaku dagang secara orang perorangan di
negara-negara yang berbeda.

Booysen, sarjana Afrika Selatan tidak memberi defenisi secara tegas.


Beliau menyadari bahwa ilmu hukum sangatlah kompleks. Oleh karena
itu, upaya untuk membuat defenisi bidang hukum, termasuk hukum
perdagangan internasional, sangatlah sulit dan jarang tepat. Oleh

15
karena itu, dalam upayanya memberi defenisi tersebut, beliau hanya
mengungkapkan unsur-unsur dari defenisi hukum perdagangan
internasional. Menurut beliau ada tiga unsur, yakni sebagai berikut:

Hukum perdagangan internasional dapat dipandang sebagai suatu


cabang khusus dari hukum internasional.

Hukum perdagangan internasional adalah aturan-aturan hukum


internasional yang berlaku terhadap perdagangan barang, jasa dan
perlindungan hak atas kekayaan intelektual (HAKI).

Hukum perdagangan internasional terdiri dari aturan-aturan hukum


nasional yang memiliki atau pengaruh langsung terhadap perdagangan
internasional secara umum. Karena sifat aturan-aturan hukum nasional ini,
aturan-aturan tersebut merupakan bagian dari hukum perdagangan
internasional.

Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh


penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar
kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar
perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan
pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan
pemerintah negara lain. Bila dibandingkan dengan pelaksanaan
perdagangan di dalam negeri, maka perdagangan internasional
sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan ini disebabkan oleh faktor-faktor
antara lain :

Perdagangan Internasional adalah proses tukar-menukar yang


didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing negara. Adapun
motifnya adalah memperoleh manfaat perdagangan atau gains off
tride. Perdagangan merupakan kegiatan ekonomi yang sangat penting
saat ini, maka tidak ada negara-negara di dunia yang tidak terlibat di
dalam perdagangan baik perdagangan antar regional, antar kawasan
ataupun antar negara. Perdagangan ini melakukan transaksi jual-beli ke

16
luar negeri, kalau kita membeli disebut impor sedangkan kalau kita
menjual disebut ekspor.

Pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan.

Barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara ke negara lainnya
melalui bermacam peraturan seperti pabean, yang bersumber dari
pembatasan yang dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah.

Antara satu negara dengan negara lainnya t erdapat perbedaan dalam


bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, hukum dalam
perdagangan dan sebagainya.

Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan


ekonomi antar negara yang diwujudkan dengan adanya proses
pertukaran barang atau jasa atas dasar sukarela dan saling
menguntungkan.

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh


penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar
kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar
perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan
pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan
pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional
menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun
perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun
dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru
dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun
turut mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan
kehadiran perusahaan multinasional.

Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan


perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah
rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena

17
adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat
perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang
impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan
budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan dan hukum dalam
perdagangan.

Walaupun perdagangan internasional rumit dan kompleks, Namun


menurut Sadono Sukirno perdagangan internasional memiliki banyak
manfaat diantaranya:

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di


setiap negara. Faktor-faktor tersebut di antaranya : Kondisi geografi, iklim,
tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan
internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak
diproduksi sendiri.

Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk


memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun
suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya
dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik
apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.

Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat


produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi
kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka.
Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat
menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal dan menjual kelebihan
produk tersebut keluar negeri. Perdagangan luar negeri memungkinkan
suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan
cara-cara manajemen yang lebih modern.

a. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri

b. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi

18
c. Memperluas pasar dan menambah keuntungan d. Transfer teknologi
modern

B. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Perdagangan Internasional, Hak serta


Kewajiban Masing-Masing Pihak

1. Pihak-pihak dalam kegiatan perdagangan internasional

Setiap negara mempunyai peraturan serta sistem perdagangan yang


berbeda-beda. Mereka yang terlibat dalam transaksi ekspor impor
tersebut baik para pengusaha yaitu eksportir dan importir atau pihak
yang terlibat baik langsung ataupun tidak sangat perlu mengikuti
perkembangan peraturan serta sistem perdagangan luar negeri baik
yang dilakukan di setiap negara tujuan ekspor. Dalam transaksi
perdagangan ekspor, seorang eksportir banyak berhubungan dengan
berbagai instansi/lembaga yang menunjang terlaksananya kegiatan
ekspor. Namun lembaga-lembaga yang berkaitan dengan kegiatan
ekspor tersebut terkadang belum seluruhnya dikenal atau bahkan
dimanfaatkan di Indonesia. Terdapat beberapa pihak yang terlibat
dalam kegiatan ekspor-impor yaitu :

1. Eksportir (pihak yang melakukan penjualan atau pengiriman


barang)

2. Importir (pihak yang melakukan pembelian atau penerimaan


barang)

3. Pembuat barang ekspor (kalau produksi ekspor tidak dilakukan


sendiri)

4. Export Merchant House (yang membeli barang dari perusahaan


pembuat barang dan mengkhususkan diri dalam perdagangan
dengan negara-negara tertentu yang membutuhkan barang-
barang tersebut)

19
5. Confirming House (yang bertindak sebagai perantara pembuat
barang diluar negeri dan importir dalam negeri biasanya
bertanggungjawab atas pengapalan barang-barang dan
pembayaran pada penjual)

6. Buying Agent (bertindak sebagai agen untuk satu atau lebih


pembeli tertentu diluar negeri)

7. Trading House (badan usaha yang mengumpulkan barang-barang


keperluan untuk diekspor dan diimpor)

8. Consignment Agent (bertindak sebagai agen penjual diluar negeri)

9. Factor (Lembaga yang setuju untuk membeli piutang dagang/


barang-barang ekspor yang dipunyai eksportir untuk kemudian
ditagih kepada importir/ pembeli)

10. Bank termasuk didalamnya lembaga-lembaga yang menangani


kegiatan ekspor seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia k.
Freight Forwarder, EMKL / EMKU

11. Maskapai Pelayaran/ Perkapalan (Menerima barang-barang


dagang dari shipper/ eksportir/ freight forwarder dan mengatur
pengangkutan barang-barang tersebut serta menerbitkan bill of
lading (B/L) atau surat bukti muat barang)

12. Asuransi (yaitu yang mengasuransikan barang-barang yang


dikapalkan sesuai nilai yang disyaratkan, yang mengeluarkan
sertifikat/ polis asuransi untuk menutupi resiko yang dikehendaki
serta yang menyelesaikan tagihan/ tuntutan kerugian-kerugian bila
ada)

13. Bea Cukai ( bagi eksportir bertindak sebagai pihak yang meneliti
dokumen serta pembayaran pajak dan memberikan izin barang
untuk dimuat dikapal, bagi importir bertindak sebagai agen dan
akan memberikan izin untuk pelepasan barang-barang bilamana

20
dokumen B/L atau di Indonesia PPUD, menunjukan telah dilakukan
pembayaran)

14. Kedutaan/ Konsulat

15. Surveyor/ Pemeriksa (yang ditunjuk oleh pemerintah yang


berwenang dalam pemeriksaan mutu, jumlah barang dan lain
sebagainya serta memeriksa barang-barang ekspor tertentu
dinegara tempat tibanya barang dengan penerbitan surat laporan
pemeriksaaan (LKP) dan memeriksa kebenaran barang-barang
impor dinegara asal impor barang).

Terdapat beberapa subjek hukum yang berperan penting di dalam


perkembangan hukum perdagangan internasional. Maksud subjek
hukum disini adalah:

Dari batasan tersebut sebagai tolok ukur, subjek hukum yang dapat
tergolong ke dalam lingkup hukum perdagangan internasional adalah
negara, organisasi internasional, individu dan bank. Uraian berikut ini akan
menganalisis lebih lanjut tiga subjek hukum ini.

Para pelaku (stakeholders) dalam perdagangan internasional yang


mampu mempertahankan hak dan kewajibannya di hadapan badan
peradilan; dan

Para pelaku (stakeholders) dalam perdagangan internasional yang


mampu dan berwenang untuk merumuskan aturan-aturan hukum di
bidang hukum perdagangan internasional.

a. Negara

Negara merupakan subjek hukum terpenting di dalam hukum


perdagangan internasional. Pertama, ia satu-satunya subjek hukum yang
memiliki kedaulatan. Kedua, negara juga berperan baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam pembentukkan organisasi-organisasi
(perdagangan) internasional di dunia, misalnya WTO, UNCTAD, UNCITRAL,

21
dan lain-lain. Ketiga, peran penting negara lainnya adalah negara juga
bersama-sama dengan negara lain mengadakan perjanjian internasional
guna mengatur transaksi perdagangan diantara mereka. Keempat,
negara berperan juga sebagai subjek hukum dalam posisinya sebagai
pedagang.

1. World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan


Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara
khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem
perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan
yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional
sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh
negara-negara anggota. Indonesia merupakan salah satu negara
pendiri WTO dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO
melalui UU Nomor. 7/1994. WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1
Januari 1995 untuk menggantikan GATT. WTO mempunyai anggota
149 negara serta 32 negara pengamat yang sudah mendaftar
untuk jadi anggota. Tugas utamanya adalah mendorong
perdagangan bebas, dengan mengurangi dan menghilangkan
hambatan-hambatan perdagangan seprti tariff dan non tariff

2. United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD)


adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun 1969.
UNCTAD adalah organ utama Majelis Umum PBB dalam
menangani isu perdagangan, investasi dan pembangunan.
UNCTAD beranggotakan 191 negara dan bermarkas di Jenewa,
Swiss. UNCTAD mempunyai 400 petugas dan anggaran sebesar
$500 juta setahun.

3. United Nations Commission on I nternational Trade Law (UNCITRAL),


ide pembentukkannya diadakan bukan karena inisiatif dari
anggota negara barat, tetapi dari wakil tetap Pemerintah Republik

22
Rakyat Hongaria yang telah mengusulkan kepada PBB agar
dibentuk UNCITRAL berdasarkan ketentuan pasal 13 (e) dari
Peraturan Sidang Umum PBB. UNCITRAL berdiri pada tanggal 17
Desember 1966 melalui Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2205 (XXI).
UNCITRAL terdiri dari 60 negara anggota yang ditetapkan oleh
General Assembly. Tugas utamanya adalah mengurangi
perbedaan-perbedaan hukum diantara Negara-negara anggota
yang dapat menjadi rintangan bagi perdagangan internasional.

b. Organisasi Perdagangan Internasional

Ada 2 (dua) organisasi perdagangan internasional yang dikenal selama


ini yaitu:

Organisasi internasional yang bergerak di bidang perdagangan


internasional memainkan peran yang signifikan yang dibentuk oleh dua
atau lebih negara guna mencapai tujuan bersama. Dari segi hukum
perdagangan internasional, organisasi seperti ini lebih banyak bergerak
sebagai regulator. Dalam kapasitasnya ini, organisasi internasional lebih
banyak mengeluarkan peraturan-peraturan yang bersifat rekomendasi
dan guidelines.

Diantara berbagai organisasi internasional yang ada dewasa ini,


organisasi perdagangan internasional dibawah PBB, seperti UNCITRAL
atau UNCTAD. UNCITRAL adalah organisasi internasional yang berperan
cukup penting dalam perkembangan hukum perdagangan internasional.

NGO internasional dibentuk oleh pihak swasta (pengusaha) atau asosiasi


dagang. Peran penting NGO dalam mengembangkan aturan-aturan
hukum perdagangan internasional tidak dapat dipandang dengan
sebelah mata. Misalnya, ICC (International Chamber of Commerce atau
Kamar Dagang Internasional), telah berhasil merancang dan melahirkan

23
berbagai bidang hukum perdagangan dan keuangan internasional,
misalnya: INCOTERMS, Arbitration Rules dan Court of Arbitration, serta
Uniform Customs and Practices for Documentary Credits (UCP).

Individu atau perusahaan adalah pelaku utama dalam perdagangan


internasional. Individulah yang pada akhirnya akan terikat oleh aturan-
aturan hukum perdagangan internasional. Selain itu, aturan-aturan
hukum yang dibentuk oleh negara memiliki tujuan untuk memfasilitasi
perdagangan internasional yang dilakukan individu. 1) Organisasi
Internasional Antarpemerintah (Publik) 2) Organisasi Internasional
Nonpemerintah

c. Individu

Individu sendiri hanya akan terikat oleh ketentuan-ketentuan hukum


nasional yang negaranya buat. Oleh karena itu, individu tunduk pada
hukum nasionalnya (tidak pada aturan hukum perdagangan
internasional).

Apabila individu merasa bahwa hak-hak dalam bidang


perdagangannya terganggu atau dirugikan, yang dapat ia lakukan
adalah meminta bantuan negaranya untuk memajukan klaim terhadap
negara yang merugikannya ke hadapan badan-badan peradilan
internasional. Mekanisme seperti ini misalnya tampak pada GATT/WTO
dan Mahkamah Internasional.

Hanya dalam keadaan-keadaan tertentu saja suatu individu dapat


mempertahankan hak-haknya berdasarkan suatu perjanjian
internasional. Individu misalnya diperkenankan untuk mengajukan
tuntutan kepada negara berdasarkan Konvensi ICSID (International
Centre for the Settlement of Investment Disputes).

Biasanya individu adalah subjek hukum dengan sifat hukum perdata


(legal persons of a private law nature). Subjek hukum lainnya yang

24
termasuk ke dalam kategori ini adalah perusahaan multinasional dan
bank. Berikut ini ialah penjelasannya:

Perusahaan multinasional (MNCs atau Multinational Corporations) telah


lama diakui sebagai subjek hukum yang berperan penting dalam
perdagangan internasional. Peran ini sangat mungkin karena kekuatan
finansial yang dimilikinya.

Faktor-faktor yang membuat subjek hukum ini penting adalah sebagai


berikut: 1) Perusahaan Multinasional 2) Bank

Peran bank dalam perdagangan internasional dapat dikatakan sebagai


pemain kunci. Tanpa bank, perdagangan internasional mungkin tidak
dapat berjalan.

Bank menjembatani antara penjual dan pembeli yang satu sama lain
mungkin saja tidak mengenal karena mereka berada di negara yang
berbeda. Perannya disini adalah dalam memfasilitasi pembayaran
antara penjual dan pembeli.

Bank berperan penting dalam menciptakan aturan-aturan hukum dalam


perdagangan internasional khususnya dalam mengembangkan hukum
perbankan internasional. Salah satu instrumen hukum yang bank telah
kembangkan adalah sistem pembayaran dalam transaksi perdagangan
internasional. Misalnya adalah terbentuknya kredit berdokumen yang
disebut documentary credit.

2. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Perdagangan


Internasional a. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam KUHPerdata

Hak dan Kewajiban Penjual

Penjual memiliki dua kewajiban utama yaitu menyerahkan hak milik atas
barang dan menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut
serta menanggung cacat tersembunyi. Sebaliknya pembeli memiliki hak

25
atas pembayaran harga barang, hak untuk menyatakan pembatalan
berdasarkan Pasal 1518 KUHPerdata dan hak reklame.

Pembeli berkewajiban membayar harga barang sebagai imbalan


haknya untuk menuntut penyerahan hak milik atas barang yang
dibelinya. Pembayaran harga dilakukan pada waktu dan tempat yang
ditetapkan dalam perjanjian.

Harga tersebut harus berupa uang. Meski mengenai hal ini tidak
ditetapkan oleh undang-undang namun dalam istilah jual-beli sudah
termaktum dalam pengertian disatu pihak ada barang dan dilain pihak
ada uang.

2) Hak dan Kewajiban Pembeli

Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam CISG (The United Nations
Convention on Contracts for the International Sale of Goods).

Ketentuan CISG hanya mengatur secara khusus mengenai kewajiban


para pihak sebagaimana ditentukan dalam bab II tentang kewajiban
penjual dan bab III yang menyebutkan tentang kewajiban pembeli.
Secara timbal balik dapat disimpulkan bahwa kewajiban penjual
merupakan hak dari pembeli demikian pula sebaliknya. Kewajiban
penjual menurut CISG adalah sebagai berikut:

b) dalam jangka waktu yang ditentukan.

c) dalam jangka waktu yang wajar (reasonable) setelah pembuatan


kontrak (Pasal 33).

Sedangkan kewajiban pembeli menurut CISG adalah sebagai berikut:

Menyerahkan barang-barang, dokumen-dokumen, sebagaimana


diperlukan dalam kontrak (Pasal 30).

Jika penjual tidak terikat untuk menyerahkan barang-barang di tempat


yang ditentukan maka kewajibannya adalah menyerahkan barang-
barang kepada pengangkut pertama untuk diserahkan barang-barang

26
kepada pengangkut pertama untuk diserahkan kepada pembeli (Pasal
31 sub a).

Penjual harus menyerahkan barang-barang: a) pada tanggal yang


ditentukan.

Penjual harus menyerahkan barang-barang sesuai dengan jumlah,


kualitas dan persyarat an yang ditentukan dalam kontrak (Pasal 35 ayat
1).

Penjual harus menyerahkan barang-barang yang bebas dari tuntutan


dan hak pihak ketiga kecuali pembeli menyetujui untuk mengambil
barang-barang tersebut (Pasal 41).

Pembeli harus membayar harga barang-barang berdasarkan kontrak,


hukum dan peraturan-peraturan (Pasal 53-54).

Jika pembeli tidak terikat untuk membayar harga di suatu tempat


tertentu maka pembeli harus membayarnya ditempat dimana
penyerahkan barang dan dokumen dilakukan (Pasal 57 ayat 1).

Pembeli harus membayar harga barang pada tanggal yang telah


ditentukan dalam kontrak (Pasal 59).

Jika waktu pembayaran tidak ditentukan secara pasti maka pembeli


harus membayarnya ketika penjual menempatkan barang-barang di
tempat penyimpanan pembeli (Pasal 59 ayat 1).

C. Tata Cara Pelaksanaan dan Peraturan Hukum Mengenai


Perdagangan Internasional

Sebelum memulai ekspor dan impor, kita harus mengetahui prosedur


ekspor impor. Yang dimaksud dengan prosedur ekspor impor adalah tata
cara yang harus ditempuh dalam memenuhi ketentuan peraturan
pemerintah serta kelaziman yang berlaku dalam pelaksanaan suatu
transaksi ekspor dan impor. Prosedur yang dimaksud misalnya tata cara
pemeriksaan barang sebelum pengapalan oleh surveyor, tata cara

27
penyelesaian pembayaran Pajak Ekspor dan Pajak Ekspor Tambahan
(PE/PET), tata cara pengisian formulir dan Pemberitahuan Ekspor Barang
(PEB) atau Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu (PEBT). Berikut ini
merupakan prosedur ekspor yaitu:

Bahwa setiap barang ekspor menggunakan dokumen. Pemberitahuan


Ekspor Barang (PEB) dapat dibuat dengan mengisi formulir atau dikirim
melalui media elektronik.

Dikecualikan dari pembuatan PEB, ekspor barang tersebut di bawah ini :


1. Ekspor barang wajib PEB 2. Tidak diperlukan PEB/ Dikecualikan dari
Pembuatan PEB

Barang penumpang dan barang awak sarana pengangkut dengan


menggunakan deklarasi pabean;

Barang pelintas batas yang menggunakan pemberitahuan pabean


sesuai ketentuan perjanjian perdagangan pelintas batas;

Barang dan atau kendaraan bermotor yang diekspor kembali dengan


menggunakan dokumen yang diatur dalam ketentuan Kepabeanan
Internasional (ATA CARNET, TRIPTIEK atau CPD CARNET)

Secara umum pelaksanaan transaksi ekspor dan impor melalui beberapa


macap tahapan, dimana masing-masing tahapan berisi tentang tata
cara dan hal-hal yang terlibat didalamnya. Prosedur tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:

Salah satu sumber hukum yang penting dalam hukum perdagangan


internasional adalah Persetujuan Umum mengenai Tarif dan
Perdagangan

Importir mengajukan permohonan kepada bank pembuka L/C


(issuing/opening bank) untuk membuka L/C yang ditujukan kepada
eksportir.

28
Bank pembuka L/C yang bersangkutan membuka L/C tersebut kepada
bank koresponden di tempat eksportir (advising bank)

. 3. Advising bank meneruskan L/C tersebut kepada eksportir.

Eksportir menyiapkan dan mengapalkan barang-barang yang akan


dikirimkan ke importir.

Atas pemuatan barang-barang di kapal, eksportir menerima dokumen


pengapalan barang (B/L) dari maskapai pelayan.

Dokumen-dokumen pengapalan serta wesel kemudian diserahkan oleh


eksportir kepada advising bank yang meminta bertindak sebagai
negotiating bank. Yang menjadi negotiating bank ini boleh juga bank
lain, tergantung keinginan eksportir.

Advising bank atau negotiating bank menegosiasi wesel yang diajukan


oleh eksportir tersebut.

Dokumen-dokumen pengapalan dikirim oleh negotiating bank kepada


issuing bank untuk mendapat ganti pembayaran (reimbursement).

Issuing bank akan memeriksa dokumen-dokumen tersebut dan


disesuaikan dengan syarat -syarat yang tercantum pada L/C dan apabila
telah sesuai maka meminta importir menebusnya dengan cara
pembayaran yang disyaratkan dalam L/C, pembayaran pada saat
pengajuan dokumen (at sight) atau berjangka (usance).

Importir membayar dan meminta issuing bank untuk mendebet


rekeningnya pada bank tersebut.

Issuing bank kemudian akan mereimburse negotiating bank dengan


mengkredit rekening negotiating bank pada issuing bank, jika tidak ada
bisa pada bank ketiga.

(General Agreement on Tariff and Trade atau GA TT). Muatan di


dalamnya tidak saja penting dalam mengatur kebijakan perdagangan

29
antar negara, tetapi juga dalam taraf tertentu aturannya menyangkut
pula aturan perdagangan antara pengusaha.

GATT dibentuk pada Oktober tahun 1947. Lahirnya WTO pada tahun 1994
membawa dua perubahan yang cukup penting bagi GATT. Pertama,
WTO mengambil alih GATT dan menjadikannya salah satu lampiran
aturan WTO. Kedua, prinsip-prinsip GATT menjadi kerangka aturan bagi
bidang-bidang baru dalam perjanjian WTO, khususnya Perjanjian
mengenai jasa (GATS), Penanaman Modal (TRIMs), dan juga dalam
Perjanjian mengenai Perdagangan yang terkait dengan Hak Atas
Kekayaan Intelektual (TRIPS).

Tujuan pembentukkan GATT adalah untuk menciptakan suatu iklim


perdagangan internasional yang aman dan jelas bagi masyarakat bisnis,
serta untuk menciptakan liberalisasi perdagangan yang berkelanjutan,
lapangan kerja dan iklim perdagangan yang sehat. Untuk mencapai
tujuan itu, sistem perdagangan internasional yang diupayakan GATT
adalah sistem yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan ekonomi dan pembangunan di seluruh dunia.

Tujuan utama GATT dapat tampak dengan jelas pada preambulnya.


Pada pokoknya ada empat tujuan penting yang hendak dicapai GATT:

a. meningkatkan taraf hidup umat manusia;

b. meningkatkan kesempatan kerja;

c. meningkatkan pemanfaatan kekayaan alam dunia;

d. meningkatkan produksi dan tukar-menukar barang.

Ada tiga fungsi utama GATT dalam mencapai tujuannya yaitu Pertama,
sebagai suatu perangkat ketentuan (aturan) mult ilateral yang mengatur
transaksi perdagangan yang dilakukan oleh negara-negara anggota
GATT dengan memberikan suatu perangkat ketentuan perdagangan.
Kedua, sebagai sesuatu forum (wadah) perundingan perdagangan.

30
Ketiga GATT adalah sebagai suatu pengadilan internasional dimana para
anggotanya menyelesaikan sengketa dagangnya dengan anggota-
anggota GATT lainnya.

Seperti diketahui dalam perdagangan internasional, antara eksportir dan


importir berjauhan secara geografis, berbeda bahasa, kebiasaan dan
hukum antara kedua negara juga berbeda. Karena itu perdagangan
internasional termasuk kegiatan yang mengandung risiko tinggi. Bila
terjadi penyimpangan maupun pembatalan kontrak akan lebih mudah
dibuktikan bila ada kontrak tertulis.

Perdagangan ekspor impor lazim juga disebut dengan perdagangan


berdokumen karena hampir seluruh aktivitasnya dibuktikan atau
direpresentasikan dalam bentuk dokumen. Penawaran dilakukan dalam
bentuk tertulis. Surat pesanan juga tertulis. Kontrak jual beli atau kontrak
dagang ekspor juga t ertulis. Bukti pengiriman barang juga dalam bentuk
dokumen yang disebut bill of lading.

Pembayaran juga lazim dalam bentuk dokumen yang disebut letter of


credit. Dokumen yang terpenting, yang juga disebut dokumen induk
adalah kontrak dagang ekspor sebagai rumusan akhir dari suatu transaksi
ekspor.

Dalam menggiatkan kegiatan perdagangan internasional terutama


ekspor impor, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan sebagai
dasar pengaturan. Bentuk kebijaksanaan pemerintah tersebut
diantaranya:

Kodifikasi hukum perdata dan hukum dagang yang mengatur tentang


kegiatan bisnis dan perdagangan di Indonesia adalah berasal dari code
civil dan code de commerce prancis tahun 1808, kemudian berlaku di
Negara Belanda tahun 1828 menjadi Burgelijk Wetboek (BW) dan
Wetboek Van kophandel (WvK). Menurut T.Mulya lubis , perubahan
dibidang hukum mutlak dilakukan terutama pengembangan dibidang

31
hukum perdata dan hukum dagang. Dimana hukum merupakan alat
untuk menentukan berhasil tidaknya pembangunan itu sendiri, lebih-lebih
Indonesia akan menghadapi globalisasi di bidang perdagangan

Inpres No. 4 Tahun 1985, yaitu tentang penyempurnaan dalam tata cara
pelaksanaan ekspor impor terutama tentang pemeriksaan barang ekspor
impor.

PAKEM (Paket Kebijaksanaan Mei) tahun 1986, yaitu tentang tata cara
permohonan pengembalian bea masuk atau pembebasan bea masuk
tambahan.

PAKDES (Paket Kebijaksaan Desember) tahun 1987, yaitu tentang


kelonggaran yang diberikan berkaitan dengan ekspor impor.

PAKTO (Paket Kebijaksanaan Oktober) tahun 1988, yaitu tentang


perubahan dalam tata cara dan kemudahan ekspor impor. internasional
baik pada tataran global (GATT -WTO) maupun regional (AFTA

Fungsi hukum dalam pembangunan Indonesia adalah sebagai sarana


pembaharuan masyarakat. Hal ini didasarkan anggapan bahwa adanya
ketertiban didalam pembangunan merupakan suatu yang dipandang
penting dan sangat diperlukan. Kaidah-kaidah hukum baru yang
merupakan hukum ekonomi sebagian besar tidak lagi berpegang pada
asas-asas hukum perdata maupun hukum publik yang konvesional.

Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut serta dalam pertemuan
double WTO, tidak terlepas dari rangkaian kebijakasanaan disektor
perdagangan. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota
organisasi perdagangan internasional , Indonesia t erikat untuk mematuhi
ketentuan-

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari
negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan
bebas dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan

32
regional ASEAN dengan menjadikan A SEAN sebagai basis produksi dunia
serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA
dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di
Singapura tahun 1992.Tujuan dari AFTA ialah: menjadikan kawasan ASEAN
sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN
memiliki daya saing kuat di pasar global, menarik lebih banyak Foreign
Direct Investment (FDI), dan meningkatkan perdagangan antar negara
anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade) APEC adalah singkatan dari Asia
Pacific Economic Cooperation atau Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik.
APEC didirikan pada tahun 1989. APEC bertujuan mengukuhkan
pertumbuhan ekonomi dan mempererat komunitas negara-negara di
Asia Pasifik. Dengan kata lain Asia Pacific Economic Cooperation atau
APEC adalah forum utama untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi,
kerjasama, perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik. APEC
memiliki 21 anggota. CAFTA adalah kependekan dari China-ASEAN Free
Trade Area, yang merupakan suatu kesepakatan antara China dengan
negara-negara ASEAN untuk mengadakan perdagangan bebas dengan
tarif bea masuk hingga 0% untuk produk-produk China dan ASEAN.
CAFTA pertama kali disepakati pada bulan November 2001 dalam KTT
ASEAN ke-7 yang diadakan di Bandar Sri Begawan di Brunei Darussalam.
ASEAN menyetujui pembentukan CAFTA dalam waktu 10 tahun yang
telah dirumuskan dalam ASEAN-China Framework Agreement on
Economic Coorporation yang disahkan pada KTT ASEAN ke-8 yang
dilaksanakan di Phnom Phen, Kamboja pada bulan November 2002.

ketentuan perdagangan internasional yang disepakati dalam


perundingan GATT-WTO. Konsekuensi internal Indonesia harus melakukan
harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional dengan ketentuan
hasil kesepakatan WTO, artinya dalam melakukan harmonisasi Indonesia

33
harus tetap memikirkan kepentingan nasional namun tidak melanggar
rambu-rambu ketentuan WTO.

Saat menghadapi era globalisasi di bidang ekonomi khususnya


perdagangan internasional, peranan hukum bisnis terutama hukum
perdagangan internasional sangat diperlukan dalam melakukan
hubungan hukum atau transaksi antar bangsa. Hubungan tersebut
menyangkut kegiatan perniagaan atau pertukaran barang, jasa, modal
maupun tenaga kerja, yang memasukan barang kedalam daerah
pabean, dan kegiatan mengespor adalah mengeluarkan barang dari
daerah pabean. Pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar pengaturan perdagangan
internasional antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan


Undang- Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan

3. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk


Antidumping dan Bea Masuk Imbalan,

4. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor


136/MPP/Kep/6/1996 tentang Pembentukan Komite Antidumping
Indonesia, 59

5. Universitas Sumatera Utara

6. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor


172/MPP/Kep/10/ 2000 tentang Organisasi dan Cara Kerja Tim
Organisasi Antidumping,

7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor


427/MPP/Kep/10/2000 tentang Komite Antidumping Indonesia,

34
8. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
428/MPP/kep/10/2000 tentang Pengangkatan Anggota Komite
Antidumping Indonesia,

9. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor


216/MPP/Kep/7/2001 tentang Perubahan Keputusan Menteri
Perindustrian Nomor 261/MPP/kep/9/1996 tentang Tata Cara
Persyaratan Pengajuan Penyelidikan Atas Barang Dumping dan
Barang Mengandung Subsidi.

10. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 37/M-


Dag/per/9/2008 tentang Surat Keterangan Asala (certificate of
origin). Terhadap barang impor yang dikenakan tindakan
pengamanan (safeguard).

Perdagangan internasional mempunyai beberapa konvensi internasional


berikut ini adalah beberapa diantaranya:

a. Bidang surat -surat berharga :

United Nations Convention On International Bills Of Exchange and


International Promissory Notes, 1988. Konvensi ini berdasarkan Article 1,
berlaku hanya pada surat berharga internasional yang mana diawal
teksnya dicantumkan International bill of exchange dan juga
International promissory note. Konvensi ini tidak berlaku untuk cek.

Convention Providing A Uniform Law for Bills of Exchange and Promissory


Notes, Geneva, 1930. Di dalamnya diatur tentang keseragaman hukum
tentang surat -surat berharga, baik mengenai standar bentuk surat,
pengesahan/persetujuan, jaminan, batas waktu berlaku, prosedur
pembayaran, dan lain-lain.

b. Bidang transportasi :

International Convention for the Unification of Certain Rules Relating to


Bills of Lading, Brussels, 1924 (The Hague Rules). Konvensi ini mengatur

35
tentang aturan atau prosedur pengangkutan barang antar negara serta
tanggungjawab masing-masing pihak, serta berbagai hal teknis yang
berhubungan dengan pengangkutan barang melalui laut.

International Convention for the Unification of Certain Rules Relating to


International Carriage by Air, Warsaw, 1929, (Warsaw Convention). Dalam
konvensi ini diatur tentang prosedur pengangkutan manusia dan barang
antar negara dengan mempergunakan pesawat terbang. Beberapa hal
teknis diatur didalamnya seperti tentang dokumen penerbangan (tiket
penumpang dan barang), tanggungjawab maskapai penerbangan, tata
cara apabila terjadi kombinasi cara pengangkutan, dan sebagainya.

United Nations Convention on the Carriage of Goods by Sea, Hamburg,


1978, (Hamburg Rules). Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
konvensi ini diantaranya: tanggungjawab carrier, shipper, dokumen
transportasi, tuntutan ganti rugi dan pelaksanaannya, dan sebagainya.

United Nations Convention on International Multimodal Transport of


Goods, Geneva, 1980. Konvensi ini mengatur jasa pengiriman barang
dengan minimal dua jenis transportasi yang berbeda antara negara. Hal-
hal teknis dan prosedural yang diatur diantaranya, tentang dokumen
pengangkutan, tanggungjawab multimodal transport operator,
tanggungjawab consignor, tuntutan ganti rugi dan pelaksanaannya, dan
sebagainya.

Uniform Rules Concerning the Contract for International Carriage of


Goods by Rail (Cim), 1980

c. Bidang penjualan barang :

Convention of the Law Applicable to International Sales of Goods, The


Hague, 1955. Konvensi ini berlaku pada penjualan barang internasional,
dan tidak berlaku pada penjualan kapal laut, pesawat terbang, perahu
bermotor, atau penjualan yang berdasarkan dokumen.

36
United Nations Convention on the Limitation Period in the National Sale of
Goods, New York, 1974. Konvensi ini mengatur batasan-batasan dalam
tuntutan antara buyer atau seller kepada antar mereka, yang
berkembang akibat adanya ketentuan dalam kontrak penjualan barang
internasional atau akibat adanya pelanggaran kontrak oleh salah satu
pihak, yang dihubungkan dengan batas waktu penjualan barang.

Protocol Amending the Convention on the Limitation Period in the


International Sale of Goods, Vienna, 1980. Konvensi ini mengikat
perubahan pada paragraph 1 Article 3 dari konvensi nomor 2 diatas.

United Nations Convention on Contracts for the International Sale of


Goods, Vienna, 1980. Konvensi ini mengatur tentang kontrak internasional
penjualan barang. Formasi kontrak menjadi salah satu isi ketentuan
dalam konvensi ini. Dalam penjualan barang terdapat beberapa bagian
seperti ketentuan umum, kewajiban penjual (pengiriman barang dan
penyiapan dokumen, kejelasan tentang kualitas dan kuantitas barang
serta deskripsi lainnya, adanya pelanggaran kontrak oleh penjual),
kewajiban pembeli (pembayaran sesuai harga, penerimaan pengiriman,
adanya pelanggaran kontrak oleh pembeli, adanya resiko kerusakan
terhadap barang) dan lain-lain.

d. Bidang penyelesaian sengketa :

Convention on t he Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral


Awards, New York, 1958. Dalam konvensi ini diatur hal-hal sebagai berikut
yaitu pengertian putusan arbitrase asing, asas resiprositas, pembatasan
sepanjang sengketa dagang, mengikat dan final, eksekusi tunduk pada
asas ius sanguinis atau asas personalitas, penolakan esekusi dan
sebagainya.

European Convention on International Commercial Arbitration, Geneva,


1961. Ketentuan-ketentuan dalam konvensi tidak banyak berbeda dari
konvensi sebelumnya, kecuali diberikan penjelasan lebih rinci tentang

37
prosedur dan teknis beracaranya, diantaranya tata cara dan siapa saja
yang berhak menjadi arbiter, jangka waktu sidang sampai putusan dan
kedudukan putusan arbiter dan pengadilan, hukum yang berlaku serta
kewajiban untuk memberikan alasan putusan dan pengecualiannya.

Agreement Relating to Application of the European Convention on


International Commercial Arbitration, Paris, 1962. Penyempurnaan dari
konvensi sebelumnya, khususnya pada paragraph 2 sampai paragraph 7
dari Article IV. 4) Convention on the Service Abroad of Judicial and
Extrajudicial Documents in Civil or Commercial Matters, The Hague, 1965.
Konvensi ini berlaku bagi semua kasus, baik kasus-kasus civil maupun
commercial.

Berdasarkan konvensi-konvensi yang disebutkan di atas, ada dua


konvensi yang telah diratifikasi, yaitu: Convention on the Recognition and
Enforcement of Foreign Arbitral Awards, New York, 1958; dan International
Convention for the Unification of Certain Rules Relating to International
Carriage by Air, Warsaw 1929, (Warsaw Convention).

Pentingnya ketentuan-ketentuan dalam konvensi-konvensi tersebut diatas


dalam perdagangan internasional, menghasilkan pertanyaan perlukah
Indonesia meratifikasi seluruh atau beberapa konvensi selain yang telah
diratifikasi. Ratifikasi penting untuk memberikan kepastian hukum baik
bagi Indonesia maupun mitra asing dalam perdagangan internasional.

Hukum perdagangan internasional memiliki beberapa sumber hukum


yaitu perjanjian internasional, hukum kebiasaan internasional, prinsip-
prinsip hukum umum, putusan-putusan badan pengadilan dan doktrin,
kontrak, dan hukum nasional. Sedangkan yang menjadi prinsip-prinsip
dasar hukum perdagangan internasional yaitu prinsip dasar kebebasan
berkontrak, prinsip dasar pacta sunt servanda, prinsip dasar penyelesaian
sengketa melalui arbitrase, prinsip dasar kebebasan komunikasi
(navigasi).

38
BAB III

SHIPPING

1.1. The Meaning of Shipping

Perdagangan adalah salah satu kegiatan yang penting dalam


dunia bisnis yang berkaitan dengan transaksi barang dan jasa. Dan
perdagangan internasional merupakan kegiatan transaksi barang – jasa
yang melintasi batas – batas negara yang dilakukan oleh eksportir yang
bertempat tinggal disuatu negara kepada importir yang tinggal dinegara
lain, kegiatan tersebut dapat dikatakan sebagai transaksi ekspor dan
impor.
Perdagangan internasional sebagai kegiatan ekspor – impor
dituntut untuk mampu menyajikan informasi tentang perkembangan
pasar kepada para produsen dalam negeri agar dapat menyesuaikan
produknya dengan permintaan pasar, serta para produsen dalam negeri
dituntut memiliki kemampuan dalam mempromosikan produksinya
kepada calon pembeli ( importir) di luar negeri, dan mempengaruhinya
dalam rangka usaha diversifikasi komoditi dan pasar. Atau dengan kat a
lain perdagangan internasional adalah merupakan suatu kegiatan
ekonomi masyarakat di suatu negara dan menjalin hubungan kegiatan
ekonomi masyarakat di negara – negara lain dalam bidang
perdagangan dijalin dalam perjanjian internasional yang bersifat bilateral
maupun multilateral.
Pentingnya Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional atau perdagangan antar negara sudah


terjadi sejak zaman dahulu, tentu saja dengan ruang lingkup yang
terbatas.Perdagangan terjadi karena pemenuhan kebutuhan dalam

39
negeri tidak dapat dipenuhi (tidak dapat diproduksi di dalam negeri)
sehingga akan dipenuhi dengan mendatangkan barang dari negara lain
dan muncullah apa yang kemudian disebut dengan transaksi
perdagangan internasional. Pada mulanya transaksi tersebut dilakukan
dengan cara barter (pertukaran langsung barang dengan barang lain
yang dibutuhkan kedua belah pihak, yang masing-masing tidak dapat
memproduksi barang tersebut untuk kebutuhan dalam negeri)
Pertukaran/ perdagangan dapat terjadi karena adanya perbedaan di
kedua negara, antara lain dalam hal kandungan sumber daya alam,
sumber manusia/ tenaga kerja, struktur ekonomi, kondisi iklim, keadaan
geografis. Adanya perbedaan tersebut dan atas dasar kebutuhan yang
saling menguntungkan, maka terjadilah pertukaran yang kemudian
secara umum dapat dikatakan sebagai perdagangan internasional.
Adapun sebab-sebab umum yang mendorong terjadinya
perdagangan internasional adalah sebagai berikut (Halwani.2005):
1. Sumber daya alam (nat ural resources)
2. Sumber daya modal (capit al resources)
3. Tenaga kerja (human resources)
4. Teknologi
Dalam ekonomi makro, perdagangan internasional terjadi karena
adanya pertukaran barang antar dua negara yang saling
mneguntungkan (terjadi kegiatan ekspor-impor), sehingga dapat
dirumuskan sebagai:
Y = C + I + G + (X – M)

Dimana:
Y = Pendapatan Nasional
C = pengeluaran konsumsi
I = Investasi

40
G = pengeluaran pemerintah
X = pengeluaran ekspor
M = pengeluaran impor
Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat
dikelompokkan menjadi dua macam kebijakan sebagai berikut: (Hamdy.
2001)
1. Kebijakan Tarif Barrier
Kebijakan Tarif Barrier dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut:
a. Pembebasan bea masuk/tarif rendah (0% - 5%) dikenakan untuk
bahan kebutuhan pokok dan vital seperti beras, mesinmesin vital, alat -
alat militer/ pertahanan keamanan
b. Tarif sedang ( > 5% - 20% ) dikenakan untuk barang setengah jadi dan
barang-barang lain yang belum cukup diproduksi di dalam negeri.
c. Tarif tinggi ( > 20% ) dikenakan untuk barang-barang mewah dan
barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan
bukan barang kebutuhan pokok.
Dalam pelaksanaannya, sistem/cara pemungutan tarif bea masuk ini
dapat dibedakan sebagai berikut;
a. Bea Harga ( Ad Valorem Tariff)
Yaitu pungutan bea masuk atas barang impor yang ditentukan
oleh tingkat prosentase tarif dikalikan harga CIF barang
tersebut.
Misalnya tarif BM = 5% (BM= 5% x CIF x Kurs/Rp)
b. Bea Spesifik (Spesific Tariff)
Yaitu pungutan bea masuk yang didasarkan pada ukuran atau
satuan tertent u dari barang impor.
Misalnya tarif BM untuk semen Rp 3.000,00 per ton
c. Bea Campuran (Compound Tariff)
Yaitu pungutan bea masuk yang merupakan kombinasi system

41
a. dan sistem b.
2. Kebijakan Nontarif Barrier
Kebijakan Nontarif Barrier adalah berbagai kebijakan perdagangan
selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga
mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional, yang secara
garis besar dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Pembatasan Spesifik (Spesific Limit at ion)
Misalnya:
1) Larangan impor secara mutlak
2) Pembatasan impor (quot a syst em)
3) Peraturan kesehatan/ karantina
4) Peraturan pertahanan dan keamanan negara
b. Peraturan Bea Cukai (Cust oms Administ rat ion Rules)
Misalnya:
1) Tatalaksana impor tertentu
2) Penetapan harga pabean
3) Penetapan kurs valas dan pengawasan devisa
c. Government Part icipat ion
Misalnya:
1) Kebijakan pengadaan pemerintah
2) Subsidi dan insentif ekspor
d. Import Charges
Misalnya:
1) Import deposit s
2) Supplement ary dut ies

42
Term Of Trade

Term Of Trade (TOT) adalah perbandingan kuantitatif (jumlah atau nilai)


antara ekspor dan impor yang mencerminkan perkembangan posisi
perdagangan suatu negara untuk periode waktu tertentu. Konsep TOT
terbagi atas:
1) Gross Barter TOT
Qx
G = ------- x 100
Qm
Qx = indeks kuantitas ekspor
Qm = indeks kuantitas impor
100` = indeks tahun dasar
Apabila terjadi kenaikan gross barter ( G > 100 ) berarti perkembangan
posisi perdagangan luar negeri negara tersebut kurang baik atau kurang
menguntungkan karena diperluksn ekspor yang lebih besar untuk
mendapatkan sejumlah impor tertentu.
2) Net Barter TOT atau commodity TOT
Px
N = -------- x 100
Pm
Px = indeks harga ekspor
Pm = indeks harga impor
100 = indeks tahun dasar
Apabila terjadi kenaikan net barter TOT ( N > 100 ) berarti terjadi
perkembangan perdagangan luar negeri yang positif/ baik karena
dengan nilai ekspor tertentu akan dipero[eh nilai impor yang lebih besar.
Sebagai contoh:
Tahun 2000 sebagai tahun dasar ( N = 100 ),
Akhir tahun 2005, Px suatu negara turun 5% sehingga menjadi 95%,
sedangkan Pm meningkat 10% sehingga menjadi 110%

43
Maka nilai tukar perdagangan ( comodity terms of trade) negara
tersebut akan mengalami kemerosotan menjadi:

95
N = ------- x 100 = 86,36
110

Berarti antara tahun 1960 sampai tahun 1995, hargaharga komoditi


ekspor negara tersebut mengalami penurunan sebesar hampir 14%
(13,64%) apabila dikaitkan dengan harga komoditi impornya.

3) Income TOT
Px
I = -------- x Qx = N x Qx
Pm
Px = indeks harga ekspor
Pm = indeks harga impor
Qx = indeks volume ekspor
I = untuk mengukur kapasitas impor suatu negara didasarkan pada
kemampuan ekspornya
Konsep income TOT ini lebih penting bagi Negara sedang berkembang
(NSB) karena mencerminkan kemampuannya untuk mengimpor barang-
barang modal pembangunan dari hasil ekspornya. Sebagai contoh:
Px 1995 = 95%
Pm 1995 = 110%
Qx 1995 = 120%
(volume ekspor meningkat dari 100 pada tahun 1960 menjadi 120 pada
tahun 1995). Maka nilai tukar perdagangan berkenaan dengan
pendapatan negara tersebut akan mengalami peningkatan menjadi:

44
95
I = ------- x 120 = 0,8636 x 120 = 103,63
110
Berarti untuk periode 1960 – 1995 kapasitas impor (kemampuan
mengimpor) negara tersebut didasarkan pada kemampuan ekspornya
akan mengalami peningkatan sebesar 3,63% meskipun Px/Pm
mengalami penurunan.
4) Single factoral TOT
Px
S = ------ x Zx
Pm
Px = indeks harga ekspor
Pm = indeks harga impor
Zx = indeks produktivitas dalam sektor ekonomi atau sektor industri di
suatu negara yang memproduksi komoditi ekspor S = untuk mengukur
jumlah impor yang dapat diperoleh suatu negara berdasarkan satuan
unit faktor produksi domestik yang terkandung dalam komoditi ekspornya
Sebagai contoh:
Px 1995 = 95%
Pm 1995 = 110%
Zx 1995 = 130%
(produktivitas pada sektor penghasil komoditi ekspor di suatu negara
mengalami kenaikan dari 100 pada tahun 1960 menjadi 130 pada tahun
1995) Maka nilai tukar perdagangan faktor tunggal Negara tersebut
mengalami kenaikan menjadi:
95
S = ------- x 130 = 0,8636 x 130 = 112,27
110

45
Berarti pada tahun 1995 negara tersebut menerima impor 12,27% lebih
banyak dari setiap satuan atau unit faktor produksi domestik yang
terkandung dalam ekspornya dibandingkan apabila diperoleh dalam
tahun 1960. Sehingga dapat disimpulkan bahwa produktivitas negara
tersebut khususnya dalam sektor ekspor mengalami peningkatan yang
mengakibatkan kondisi perdagangannya secara umum mengalami
perbaikan pada tahun 1995 jika dibandingkan kondisi perdagangannya
pada tahun 1960 (dengan indikasi kenaikan I meskipun N turun)

5) Double Factoral TOT


Px Zx
D = ------- x ------- x 100
Pm Zm
Px = indeks harga ekspor
Pm = indeks harga impor
Zx = indeks produktivitas dalam sektor ekonomi atau sektor industri di
suatu negara yang memproduksi komoditi ekspor
Zm = indeks produktivitas impor
D = untuk menghitung seberapa banyak unit faktor produksi domestik
yang terkandung dalam ekspor suatu negara dipertukarkan dengan satu
unit faktor produksi negara lain yang terkandung dalam impornya
Sebagai contoh:
Px 1995 = 95%
Pm 1995 = 110%
Zx 1995 = 130%
Zm 1995 = 105%
(Zm meningkat dari 100 pada tahun 1960 menjadi 105 pada tahun 1995)
Maka nilai tukar perdagangan akan mengalami peningkatan menjadi:

46
95 130
D = ------- x ------- x 100 = 0,8636 x 1,2391 =100 = 106,92
110 105

Berkaitan dengan perdagangan internasional, tentunya untuk


mengangkut barang – barang ekspor maupun impor ke pelabuhan tujuan
diperlukan moda transportasi yang ideal dengan jenis barang atau daya angkut
barang, yaitu kapal atau pesawat terbang.
Shipping atau pelayaran niaga adalah proses pengangkutan barang
menggunakan kapal laut (ship) baik berskala domestik / interinsuler ( antar
pulau di dalam daerah pabean Indonesia) maupun berskala internasional ( antar
negara / ocean going vessel ). Dalam pelaksanaannya pengangkutan barang
tersebut harus dilindungi oleh dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan diakui legalitas formalnya.
Dalam pengangangkutan barang antar pulau
/ domestik / interinsuler, dengan kapal laut,
pengangkut barang wajib melindungi kapal
dan muatannya dengan dokumen sebagai
berikut :
1. Pemberitahuan Muat Barang/ AVI (
angifte van inlading ) yang disyahkan oleh
Bea dan Cukai

2. Custom clearance ( model 5B), merupakan dokumen yang dikeluarkan


oleh Bea dan Cukai
3. Surat Ijin berlayar dari syahbandar ( sailing permit)
Tanpa ketiga dokumen tersebut, kapal yang mengangkut barang tersebut dapat
dikenakan sanksi sesuai dengan Undang – Undang Kepabeanan serta Undang –
undang pelayaran. Dengan demikian, perusahaan pelayaran / agen pelayaran

47
selaku pengangkut, wajib melengkapi dokumen tersebut sebelum kapal menuju
ke pelabuhan tujuan. Demikian juga dalam pengangkutan barang antar negara
dengan kapal laut ( ocean going vessel ), persyaratan dokumen yang harus
dipenuhi oleh pengangkut ( shipper) yaitu :
1. Manifest, merupakan dokumen yang berisi informasi tentang muatan
diatas kapal dan ditanda tangani oleh Master / Nakhoda kapal.
Sesuai dengan ketentuan Ditjen Bea dan Cukai, dalam proses impor
barang pihak shipping agent/ forwarder harus membuat dokumen inward
Manifest yang dilaporkan kepada pihak Kantor Pelayanan Bea dan Cukai
setempat, dan untuk pelaksanaan ekspor harus dibuatkan outward
manifest
2. Bill of lading ( B/L), dokumen berharga yang dikeluarkan perusahaan
pelayaran dan mempunyai fungsi :
a. Bukti bahwa barang – barang telah dimuat dalam kapal
b. Dokumen hal milik dari pemilik barang ( dokument title)
c. Kontrak angkutan ( contract of affreightment)
d. Dokumen jual / beli ( transferable document)
3. Shipping note, merupakan dokumen yang dibuat oleh shipper dan
dalamatkan kepada carrier untuk meminta ruangan untuk muatannya.
Shipping noter merupakan tanda komitmen shipper untuk mengapalkan
muatannya dan juiga digunakan untuk mempersiapkan B/L muatan keluar
4. Mate’s Receipt, adalah dokumen tanda terima dari pengangkut untuk
menyatakan bahwa barangnya telah diterima di atas kapal ( muatan
ekspor), mate’s receipt ini diganti dengan B/L/ dari carrier
5. Delivery order, adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pihak yang
memiliki kewenangan / otoritas penyimpanan barang. Untuk
mengeluarkan barang dari tempat penyimpanannnya terdapat catatan fiat
keluar, artinya yang memiliki barang sudah menyelesaikan kewajibannya
terhadapo yang dikuasakan atas barang tersebut. Dalam DO perusahaan
pelayaran telah melunasi freight, BM, ongkos storage dan sebagainya.

48
6. Custom Clearance, dokumen yang dikeluarkan oleh bea dan cukai
dipelabuhan pemuatan, yang menyatakan bahwa barang – barang yang
diangkuttersebut telah memenuhi syarat kepabeanan
7. Sailing Permit ( Ijin berlayar), dokumen yang dikeluarkan oleh syahbandar
/ harbour master di pelabuhan pemberangkatan, yang menunjukkan
bahwa kapal tersebut telah memenuhi kewajiban dan kelaikan untuk
menuju pelabuhan tujuan
8. Dokumen penting lainnya antara lain :
a. Yellow book ( buku kuning), buku mengenai kesehatan anak buah kapal
(ABK)
b. Passport yang dikeluarkan oleh Imigrasi
c. personel effect list ( daftar kepemilikan barang – barang ABK)
d. Provision List ( daftar Barang persediaan / Perbekalan kapal)
e. Certificate of registry, seaworthy certificate, loadline certificate, meetbrief,
radio safety certificate, bill of health, derating certificate, and log book.

Dokumen no 1 s/d 3 , wajib dilaporkan ke intansi Bea dan Cukai di pelabuhan


tujuan, paling lambat 24 jam setelah kedatangan kapal, dengan
menggunakan Dokumen Pemberitahuan Umum ( PU), untuk dicatat guna
proses ijin pembongkaran barang tersebut untuk dikeluarkan / atau untuk
dipakai oleh pemilik barang.
Dalam pemuatan barang –
barang dari dermaga pelabuhan ke
dalam kapal ( palka kapal), pemilik
barang ( eksportir / seller) melalui
forwarder atau shipping agency,
terlebih dahulu harus mengajukan
permohonan kepada instansi Bea dan
Cukai di pelabuhan pemuatan sesuai
dengan prosedur yang berlaku.

49
Selanjutnya shipping agency akan
mengawasi pemuatan barang.
Diawali dengan menggunakan dokumen tally sheet, yaitu dokumen
pencatatan barang – barang yang dimuat ke dalam kapal secara rinci ( perbuah),
kemudian apabila telah selesai pemuatan, dokumen tersebut merupakan dasar
pembuatan dokumen manifest yang ditandatangani oleh nakhoda kapal, juga
sebagai dasar mencocokan sebelum bill of lading dibuat. Namun sebelumnya
mualim / nakhoda kapal setelah menerima barang yang akan dimuat kedalam
kapalnya, akan membuat dokumen mate’s receipt ( resi mualim), sebagai tanda
bukti penerimaan barang.
Berkaitan dengan pembongkaran barang, semua barang yang belum
memenuhi persyaratan dari ketentuan kepabeanan, wajib disimpan di dalam
gudang pabean. Untuk pengeluaran barang – barang tersebut, khusus import
akan dikeluarkan delivery order, apabila telah dipenuhi kewajiban pabeannya
( pembayaran Bea Masuk, PPn, PPh, PPn BM) melalui dokumen
Pemberitahuan Impor Barang ( PIB) oleh pemilik barang tersebut atau
dikuasakan kepada Perusahaan Pengelola Jasa Kepabeanan ( PPJK).
Sedangkan untuk barang – barang interinsuler cukup dengan ijin bongkar
dan fiat keluar dari instansi Bea dan Cukai, tanpa harus membayar kewajiban
atas barang – barangnya.
Kegiatan operasional shipping dilakukan oleh perusahaan pelayaran,
baik pelayaran nusantara, pelayaran lokal, pelayaran khusus, maupun
pelayaran samudera ( ocean going vessel ). Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 17 tahun 1988, pengertian usaha pelayaran adalah :
a. Pelayaran dalam negeri termasuk pelayaran rakyat dan pelayaran perintis,
serta pelayaran luar negeri
b. Pelayaran dalam negeri merupakan kegiatan angkutan antar pelabuhan di
Indonesia yang dilakukan secara tetap dan teratur atau dengan pelayaran
yang tidak tetap dan tidak teratur dengan menggunakan semua jenis kapal

50
c. Pelayaran rakyat merupakan kegiatan angkutan laut khususnya untuk barang
atau hewan antar pelabuhan di Indonesia dengan menggunakan kapal layar
atau kapal motor sesuai sesuai dengan persyaratan yang ditentukan ( Perahu
layar / perahu layar motor ukuran sampai dengan 850 m3 isi kotor,; kapal
motor ukuran sampai 100m3)
d. Pelayaran Perintis merupakan kegiatan angkutan laut secara tetap dan
teratur yang diselenggarakan oleh pemerintah
e. Pelayaran luar negeri merupakan pelayaran samudera sebagai kegiatan
angkutan laut ke atau luar negeri yang dilakukan secara teratur atau dengan
pelayaran yang tidak tetap dan teratur dengan menggunakan semua jenis
kapal

1.2. Shipping of Goods (Pengangkutan Barang dengan kapal laut )


Pengangkutan barang dengan kapal laut, terdiri dari beberapa jenis
angkutan sesuai dengan jenis barang yang diangkut, yaitu :
a. General cargo ship , yaitu jenis kapal yang mengangkut barang yang
bersifat umum atau beraneka jenis.
b. Tanker ship, yaitu jenis kapal yang khusus mengangkut minyak atau
barang cair.
c. Bulk Carrier, yaitu kapal yang mengangkut khusus barang – barang yang
bersifat curah ( Beras, Jagung dan sejenisnya)
d. Container ship, yaitu kapal yang khusus mengangkut barang – barang
dengan menggunakan container
e. LNG ship, yaitu kapal yang khusus mengangkut liquid natural gas
f. Landing Craft ship, yaitu kapal yang mengangkut khusus barang – barang
spesifik alat berat ( Heavy equipment) atau kendaraan operasional yang
langsung diturunkan dipelabuhan operasional kegiatan

51
Proses pemuatan barang dengan kapal laut, diatur berdasarkan sewa –
menyewa ruang kapal, yang secara implisit tertulis pada Bill of lading.
Kegiatan ini disebut juga dengan charter party of ship ( pencharteran kapal).
Bentuk – bentuk persetujuan sewa – menyewa kapal ada 3 jenis yaitu :

a. Time charter
Penyewaan kapal dalam keadaan siap berlayar untuk suatu jangka waktu
3 bulan atau kelipatan dari tiga bulan. Dalam hal ini pemilik kapal
bertanggung jawab atas kelayakan kapal, sedangkan penyewa kapal
menjadi operator kapal selama jangka penyewaan dan menanggung
penuh resiko operasi kapal, muatan barang tetap menjadi tanggung jawab
pemilik barang (ekportir maupun importir)
b. Voyage charter
Penyewaan kapal untuk mengangkut sejumlah muatan tertentu dari satu
pelabuhan atau lebih ke satu atau lebih pelabuhan lainnya. Dalam charter
ini
c. Barebout charter
Disamakan dengan time charter, bedanya kapal diserahkan oleh pemilik
kapal kepada penyewa dalam keadaan kosong tanpa awak kapal, bahan
bakar, air tawar, tanpa perlengkapan lepas, kecuali mesin induk, mesin
bantu, jangkar dan lainnya.

Muatan kapal sesuai dengan mekanisme operasional pengangkutan


barang terdiri dari atas barang ekspor dan barang impor. Mekanisme ini
harus menjadi perhatian para pengelola perusahaan pelayaran / shipping
agent yaitu :
a. Barang - barang ekspor.
Mengawali proses pemuatan barang ekspor, adalah dengan
dikeluarkannya shipping instruction oleh pengirim barang. Shipping
Instruction merupakan suatu perintah pengapalan / pemuatan

52
barang yang ditujukan kepada shipping agent yang merupakan
wakil dari shipping owner yang akan mengangkut barang tersebut.
Shipping Instruction memuat beberapa data sebagai berikut :
1. Name of shipper, consignee, dan notify address
2. Pelabuhan muat dan bongkar ( loading port & discharge port}
3. Mark & No serta barangnya ( Mark & No of goods)
4. Jumlah muatan, Kg / colli, weight dan volume
5. Nama kapal pengangkut ( Name of vessel)
6. Pembayaran freight prepaid atau collect
7. Jumlah original B / L yang dikehendaki

Berdasarkan data – data atas barang dan mekanisme pemuatan,


shipping agent membuat draft B/L, namun setelah dinyatakan
semua sesuai dengan data – data tentang pemuatan barang
tersebut, maka dibuat B/L/ asli dan diserahkan kepada pengiriom
barang.
b. Barang - barang impor
Sebelum kapal datang membawa muatan yang akan dibongkar,
dokumen – dokumen atas mauatan tersebut biasanya sudah
diterima terlebih dahulu oleh shipping agent, yang dikirim oleh
shipping owner melalui pos, walaupun di kapal tersebut juga
disediakan. Dokumen tersebut berupa manifest, salinan B/L (
Copy), Loading list. Berdasarkan dokumen tersebut diatas, shipping
agent akan melaksanakan kegiatan sebagai berikut :
1. Memberikan iformasi kepada para penerima barang / consignee
akan kedatangan kapal yang memuat barang mereka dan
berapa lama akan melaksanakan pembongkarang barang .
2. Membuat pemberitahuan kepada Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai tentang kedatangan kapal. Dan setelah kapal tiba,

53
membuat Pemberitahuan Umum ( PU) atas muatan yang ada di
dalam kapal tersebut
3. Kemudian mengajukan permohonan bongkar kepada Kantor
Pelayanan Bea dan Cukai.
4. Setelah muatan dibongkar, semua barang dimasukkan kedalam
gudang pabean, sambil menunggu proses penyelesaian
dokumen dan pembayaran Disbursement, jaminan peti kemas,
handling cargo charge serta pemenuhan kewajiban pembayaran
Bea masuk, PPn, dan PPh. Apabila hal tersebut telah dipenuhi,
maka barang tersebut dapat dikeluarkan dengan diterbitkan
delivery order (DO)

54
BAB IV
SHIPPING PROCEDURE

a. Pengertian
1. Meaning of Go down receipt
Go down receipt, adalah dokumen tanda terima yang merupakan
pel;indung atas barang – barang yang diterima / disimpan di dalam
gudang perusahaan pelayaran, baik barang – barang impor, ekspor,
maupun antar pulau. Go down receipt dapat dibuat olehg pengirim
barang, setelah barang ditumpuk / disimpan dalam gudang dan dicocokan
dengan tally sheet ( lembaran hitungan), dan dokumen ini ditanda tangani
oleh Kepala Gudang.
2. Manifest, merupakan dokumen yang berisi informasi tentang muatan
diatas kapal dan ditanda tangani oleh Master / Nakhoda kapal. Sesuai
dengan ketentuan Ditjen Bea dan Cukai, dalam proses impor barang pihak
shipping agent/ forwarder harus membuat dokumen inward Manifest
yang dilaporkan kepada pihak Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat,
dan untuk pelaksanaan ekspor harus dibuatkan outward manifest
3. Bill of lading ( B/L), dokumen berharga yang dikeluarkan perusahaan
pelayaran dan mempunyai fungsi :
a. Bukti bahwa barang – barang telah dimuat dalam kapal
b. Dokumen hal milik dari pemilik barang ( dokument title)
c. Kontrak angkutan ( contract of affreightment)
d. Dokumen jual / beli ( transferable document)
4. Shipping note, merupakan dokumen yang dibuat oleh shipper dan
dalamatkan kepada carrier untuk meminta ruangan untuk muatannya.
Shipping noter merupakan tanda komitmen shipper untuk mengapalkan
muatannya dan juiga digunakan untuk mempersiapkan B/L muatan
keluar.

55
5. Mate’s Receipt, adalah dokumen tanda terima dari pengangkut untuk
menyatakan bahwa barangnya telah diterima di atas kapal ( muatan
ekspor), mate’s receipt ini diganti dengan B/L dari carrier

6. Delivery order, adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pihak yang


memiliki kewenangan / otoritas penyimpanan barang. Untuk
mengeluarkan barang dari tempat penyimpanannnya terdapat catatan fiat
keluar, artinya yang memiliki barang sudah menyelesaikan kewajibannya
terhadap yang dikuasakan atas barang tersebut. Dalam DO perusahaan
pelayaran telah melunasi freight, BM, cost storage dan sebagainya.

b. Tata cara mendapatkan DO


Penerima barang atau consignee ( EMKL) yang ditunjuk, guna
mengeluarkan barang barang dari gudang, yang merupakan barang – barang
yang dikirim oleh pengirimnya, hartus mendapatkan DO dari shipping agent.
Proses untuk mendapatkan DO sebagai berikut :
1. Penukaran DO dengan B/L asli, Consignee ( penerima barang)
menyerahkan satu lembar asli B /L kepada shipping agent untuk
ditukarkan dengan DO. Dari semua lembar asli yang dikeluarkan, cukup
satu saja yang diserahkan, dan apabila salah satu telah dipergunakan,
maka lembar asli lainnya tidak berlaku ( stand void). Dalam praktek
pengapalan sering terjadi, bank atau shipping agent meminta seluruh
lembar asli agar diserahkan dengan maksud demi keamanan, terutama
kalau terjadi perpindahan kepemilikan barang.
2. Penebusan DO tanpa B/L asli, dalam hal B/L asli belum diterima
sedangkan consignee ingin segera menerima barangnya, DO dapat
dikeluarkan setelah consignee menyerahkan jaminan kepada kepada
shipping agent, dengan alternatif jaminan pribadi, company guarantee,
dan bank guarantee .

56
BAB V
TRANSHIPMENT

1. Meaning transhipment.
Dalam proses pengangkutan barang dengan menggunakan kapal laut,
muatan barang tersebut tidak hanya ke satu pelabuhan tujuan saja, tetapi
juga ketempat lainnya yang diminta oleh pemilik barang. Namun apabila
kapal liner yang hanya kesatu pelabuhan tujuan, tentunya tidak melanjutkan
ke pelabuihan tujuan yang diminta oleh pemilik barang. Maka muatan
tersebut harus dipendahkan ke kapal lain yang memiliki tujuan kepalabuhan
tujuan yang diminta oleh pemilik barang. Proses pemindahan barang dari
kapal ke kapal lainnya disebut transhipment.
Berkaitan dengan dengan pengangkutan barang tersebut, harus
menggunakan dokumen manifest yang barus sesuai dengan kapal
pengangkutnya yang baru, kecuali dokumen B/L yang sejak semula telah
dipisahkan menjadi B/L tersendiri.
2. Landing order
Apabila terjadi perubahan bongkar muat dari suatu partai barang, shipping
agent akan mengeluarkan landing order. Landing order adalah
pemberitahuan dari shipping agent kepada kapal tentang adanya perubahan
pelabuhan tujuan / pelabuhan bongkar satu partai barang dengan
menyebutkan pelabuhan bongkar sebelumnya dan pelabuhan bongkar
seharusnya.
3. Letter of indemnity.
Bukan merupakan hak dari Master / Nakhoda untuk menanda tangani B/L
yang dilindungi oleh Letter of indemnity. Biarlah pemilik kapal ( ship owner)
menentukan. Bila pemilik tidak dapat dihubungi maka nakhoda harus
menolak untuk memberi tanda tangannya.
Dalam letter of indemnity tertera, In consideration of your issuing to us clean
Bill of lading for the following shipment. We hereby undertake and agree to

57
fully indemnity you fully against all lost, damage and / or liabilities wahtever
directly or indirectly arising from or relating to your issuing clean B/L and
further hold you harmless from all ilegal responsibilitiea thereof. Should any
claim arise in respect of the above mentioned goods covered by this letter of
indemnity. We hereby authorized you and / or your agent to disclose this
Letter of indemnity to the underwriters concerned . Dan ditandatangani oleh
shipper.
4. Damage goods, Salah satu tugas shipping agent adalah mengurus muatan
kapal. Ada kemungkinan, ketika barang diterima oleh consignee atau EMKL
yang ditunjuuk ternyata yang diterima terdapat kekurangan atau kerusakan
sehingga consignee akan berhubungan dengan shipping agent untuk
mengurus kekurangan atau mengajukan klaim kerusakan barang tersebut.
Tata cara mengurus kekurangan atau kerusakan barang, sebagai berikut :
a. Bukti Kekurangan Barang.
Barang diserahkan oleh pihak gudang / PBM kepada consignee atau
EMKL. Jumlah ataupun spesifikasinya harus sesuai dengan yang tertera
dalam DO. Apabila barang yang diserahkan ternyata kurang jumlahnya,
maka pihak gudang akan mengeluarkan Bukti Kekurangan Sementara.
Bukti kekurangan sementara tersebut diserahkan kepada shipping agent
untuk diganti dengan bukti kekurangan ( notice of shortage)
b. Bukti pendapat / bukti kerusakan
Apabila barang yang harus diserahkan mengalami kerusakan, pihak
penerima minta agar sebelum barang yang rusak diserahkan agar
diadakan pemeriksaan bersama ( joint survey) yang disaksikan oleh
penerima, gudang, dan pelayaran. Hasil joint survey dituangkan dalam
joint survey report dan selanjutnya oleh shipping agent dibuat survey
report.

58
BAB VI
PACKING

Dalam proses pengiriman barang, tentunya pengirim dan penerima barang,


menginginkan barangnya sampai ditempat tujuan dengan selamat dan diterima
tanpa ada kerusakan maupun kekurangan. Berkaitan dengan hal tersebut maka
barang yang dikirim harus terjamin Keamanannya, keasliannya, serta kepuasan.
Dan hal ini merupakan tanggungjawab sepenuhnya dari pengirim. Dengan
demikian pembungkus atau packing harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut : sifat dan jenis barang, volume, berat, jumlah barang, jenia barang, cara
pengiriman, dan tujuannya. Dan dalam packing juga harus diperhatikan tata
letak dari merk barang, dan handling symbol, yang telah disesuaikan dengan
dokumen shipping mark. Tujuannya adalah agar barang bisa lebih mudah
dikenali dengan cepat, sehingga akan dengan cepat diantar / dikirim ketempat
tujuannya.
Terdapat beberapa jenis barang yang dimuat kedalam kapal, dan harus
diperhatikan secara khusus yaitu :
a. Muatan curah, peralatan berat ( heavy equipment), mesin dan sejenisnya
b. Barang bernilai tinggi
c. Barang mudah rusak
d. barang yang memerlukan alat pendingin
e. Binatang hidup, ternak hidup
f. Muatan berbahaya
Dan untuk memilih jenis pembungkus / packing tergantung kepentingannya yaitu
a. Untuk kepentingan pengirim ( shipper) : perlindungan, keaslian dan
penampilan dalam ekspor dari barangnya sebagai tujuan utama, dengan
uang tambang serendah mungkin

59
b. Untuk kepentingan pengangkut ( carrier) : bungkus / packing bersifat
pelindung dari kehilangan, pencurian, kerusakan, serta untuk optimalisasi
daya muat kapal

Secara umum jenis pembungkus / packing yang dipergunakan dalam pemuatan


barang adalah sebagai berikut :
a. Karung ( pupuk,beras, jagung, gula, kopra, kopi dan sebagainya)
b. Bahan fiber atau karton
c. Peti kayu / box

Pengepakan dalam peti kemas


Pengisian peti kemas guna memudahkan dilakukan diatas kendaraan pengangkut
atau on chassis atau platformlevel loading. Dalam hal ini harus diperhatikan
dalam mengisi peti kemas adalah berat dan volume dari barang yang diisi Gr peti
kemas dapat dipergunakan seefisien mungkin, karena bila berat peti kemas serta
isinya melebihi berat maksimum yang telah ditentukan, pengangkut dapat dapat
menolak untuk dapat dimuat diatas kapal.
Muatan dalam peti kemas memerlukan tahanan
agar tidak bergeser disebabkan oleh beberapa
jenis pengangkutan yang akan dialami. Tahanan
diperlukan karena :
a. Untuk menjaga ambruknya tumpukan barang –
barang di dalamnya ketika stuffing atau stripping
dan waktu pengangkutan
b. Menjaga agar barang tidak bergerak ketika peti kemas sedang diangkut.
Terutama untuk barang – barang yang berat
c. Menjaga agar tumpukan barang sebelah luar tidak ambruk ketika pintu peti
kemas sedang dibuka untuk pemeriksaan

60
d. Caranya :
1. Menopang atau shoring, menggunakan batangan, penopang, dan tiang - tiang
2. Lassing, mengikat muatan dengan bantuan tali, kawat, atau jala – jala
3. Mengganjal atau wedging ( potongan kayu agar barang tidak bergerak)
4. Mengkunci atau locking ( membentuk tembok pemisah untuk muatan yang
tidak terlalu penuh)
5. Menggunakan peralatan peti kemas yang memang khusus dibuat untuk
menahan muatan agar tidak bergerak
6. Memasang tonggak penunjang

Peti kemas adalah satu kemasan yang dirancang secara khsusus dengan ukuran
tertentu, dapat dipakai berulang kali, dipergunakan untuk menyimpan dan
sekaligus mengangkut muatan yang ada di dalamnya. International Standard
Organization, telah menetapkan ukuran – ukuran peti kemas sebagai berikut :
- Container 20” dry freight ( 20 feet)
- Container 40” dry freight ( 40 feet)
- Container 40” High Cube Dry
Ukuran muatan dalam pembongkaran / pemuatan kapal peti kemas dinyatakan
dalam TEU ( twenty foot equivalent unit) untuk ukuran 20 feet, maka satu peti
kemas dengan ukuran 20” dinyataka 1 TEU, dan peti kemas dengan ukuran 40”
dinyatakan sebaga 2 TEU atau dinyatakan dalam FEU ( Fourty foot equivalent
unit).
Jenis peti kemas, yaitu :
1. General cargo container untuk mengangkut muatan umum/ barang
umum, jenisnya :
a. General purpose container
b. Open side container
c. Open top container
d. Ventilated container

61
2. Thermal, peti kemas yang dilengkapi pengatur suhu untuk muatan
tertentu, jenisnya :
a. Insulated container ( isolasi penahan suhu dingin)
b. Reefer Container ( ada mesin pendinginnya)
c. Heated container ( mesin pemanas)
3. Tank container, tanki yang ditempatkan dalam kerangka peti kemas yang
digunakan untuk muatan cair ( bulk liquid) maupun gas ( Bulk Gas)
4. Dry Bulk container. General purpose container yang dipergunakan khusus
untuk mengangkut muatan curah
5. Platform container, peti kemas yang terdiri lantai dasar :
a. Flat rack container ( lantai dasar dengan didnding pada ujungnya), dibagi
dua :
- Fixed end type : Dinding (stanchion) pada ujungnya tidak dapat
dikuka atau dilipat
- Collasible type : dinding pada ujungnya dapat dilipat, agar
menghemat ruangan
b. Platform based container atau disebut juga artificial tween deck, peti
kemas yang hanya terdiri dari lantai dasar saja, dan biula diperlukan
dapat dipasang dinding
6. Specials container, untuk muatan tertentu ( ternak atau kendaraan)

62
BAB VII
DOMAIN OF CUSTOMS

Dalam mengantisipasi perkembangan perekonomian global yang semakin


pesat, baik ditinjau dari perkembangan industri dan perdagangan, tentunya akan
menimbulkan berbagai tuntutan dari masyarakat kepada pemerintah guna
mendapat klepastian hukum dalm dunia usaha . Pemrintah Republik Indonesia,
dalam hal ini Menteri Keuangan Cq. Direktorat Jendral Bea dan Cukai yang
memiliki fungsi sebagai lembaga pemerintah yang memberikan fasilitasi di
bidang perdagangan, telah mempersiapkan dirinya dengan membuat peraturan
perundang – undangan di bidang pabean guna mengantisipasi perkembangan
dalam masyarakat sehingga mampu memberikan pelayanan kepabeanan dan
pengawasan dibidang perdgangan internasional yang mengikuti konvensi
internasional dengan lebih cepat, baik, dan murah.
Direktorat Jendral Bea dan Cukai sesuai dengan Undang – Undang Nomor
10 Tahun 1995 tentang kepabeanan, diubah dengan Undang – Undang Nomor
17 Tahun 2006, dan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang cukai,
diubah dengan
Undang – Undang Nomor 39 Tahun 2007, melaksanakan pemungutan Pajak
berdasarkan hukum pajak formal, berupa pemungutan Bea Masuk dan Bea
Keluar serta pemungutan cukai.
Direktorat Jendral Bea dan Cukai Memiliki Visi :

VISI
SEJAJAR DENGAN INSTITUSI KEPABEANAN DAN CUKAI DUNIA DI
BIDANG KINERJA DAN CITRA

Dan Misinya adalah :

63
MISI
PELAYANAN TERBAIK KEPADA INDUSTRI, PERDAGANGAN, DAN
MASYARAKAT

Serta strategi sebagai berikut :

STRATEGI
PROFESIONALISME, EFISIENSI, PELAYANAN

Sebagai institusi pemerintah, Direktorat Jendral Bea dan Cukai mempunyai tugas pokok
sebagai berikut :

64
Dalam perdagangan internasional dikenal dengan istilah Customs Duties
atau kewajiban kepabeanan, yaitu berupa pembayaran bea masuk / bea keluar
dan cukai, yang diakibatkan kepada hal yang berhubungan dengan kepabeanan
atau aktivitas impor atau ekspor barang tertentu atau tyransaksi keuangan
tertentu yang tidak bersifat individual (subyektif), sehingga atas impor barang
tertentu yang termasuk barang kena cukai dari luar negeri, selain dikenakan bea
masuk juga dikenakan cukai. Dan sebaliknya, terhadap produk dalam negeri
yang dikenakan cukai apabila diekspor dapat diminta pengembalian cukainya.

B. Pengertian
1. KEPABEANAN:
Segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalulintas
barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk
dan bea keluar

2. CUKAI :

Pungutan negara yang dikenakan terhadap barang – barang tertentu yang


mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Konsumsinya perlu dikendalikan
b. Peredarannya perlu diawasi
c. Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan
lingkungan hidup
d. Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan
keseimbangan ( barang mewah / bernilai tinggi) dikenakan cukai

3. DAERAH PABEAN :

Wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan


ruang udara di zona eksklusif, dan landas kontinen

65
4. Kawasan Pabean
Kawasan dengan batas – batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara,
atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalulintas barang yang sepenuhnya
berada dibawah pengawasan DJBC
5. Impor
Kegiatan memasukkan berang ke dalam daerah pabean
6. Ekspor
Kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean
7. Bea Masuk
Pungutan negara yang dikenakan terhadap barang yang diimpor
8. Bea Keluar
Pungutan negara yang dikenakan terhadap barang ekspor
9. Tempat Penimbunan Sementara
Bangunan dan / atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu
dikawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan
atau pengeluarannya.
10. Tempat Penimbunan Berikat
Bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang
digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan mendapatkan penangguhan
bea masuk
11. Tempat Penimbunan Pabean
Bangunan dan / atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan
itu, yang disediakan oleh pemerintah di kantor pabean, yang berada dibawah
pengelolaan DJBC untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai,
barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara.
12. IMPORTIR
Orang, perseroan tau badan hukum pemilik angka Pengenal Importir ( API) yang
mengimpor barang.

66
13. NIK ( NOMOR IDENTITAS KEPABEANAN )
Nomor identitas yang diberikan oleh DJBC kepada importir yang telah
melakukan registrasi untuk mengakses atau berhubungan dengan sistem
kepabeanan yang menggunakan teknologi informasi maupun secara manual

67
BAB VIII
PROCEDURE OF CLEARANCE

Impor
Kegiatan memasukkan berang ke dalam daerah pabean
. IMPORTIR
Orang, perseroan atau badan hukum pemilik Angka Pengenal Importir ( API)
yang mengimpor barang
NIK ( NOMOR IDENTITAS KEPABEANAN )
Nomor identitas yang diberikan oleh DJBC kepada importir yang telah
melakukan registrasi untuk mengakses atau berhubungan dengan sistem
kepabeanan yang menggunakan teknologi informasi maupun secara manual
Bea Masuk
Pungutan negara yang dikenakan terhadap barang yang diimpor
Tempat Penimbunan Sementara
Bangunan dan / atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu
dikawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan
atau pengeluarannya.

Tempat Penimbunan Berikat


Bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang
digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan mendapatkan penangguhan
bea masuk
Tempat Penimbunan Pabean
Bangunan dan / atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan
itu, yang disediakan oleh pemerintah di kantor pabean, yang berada dibawah
pengelolaan DJBC untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai,
barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara.

68
C. PENANGGUHAN BEA MASUK
Suatu kawasan, bangunan, atau tempat dapat ditetapkan sebagai tempat
penimbunan berikat dengan mendapatkan penangguhan pembayaran bea masuk
untuk :
1. Menimbun barang impor ( impor untuk dipakai), dikeluarkan ke tempat
penimbunan berikut lainnya atau diekspor
2. Menimbun barang guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau
diimpor untuk dipakai
3. Menimbun barang impor, dengan atau tanpa barang dan dalam daerah
pabean guna pameran
4. Menimbun, menyediakan untuk dijual dan menjual barang impor kepada
orang, dan / atau orang tertentu
5. Menimbun barang impor guna dilelang sebelum diekspor atau diimpor
unmtuk dipakai
6. Menimbun barang asal daerah pabean guna dilelang sebelum diekspor
atau dimasukkan kembali ke dalam daerah pabean
7. Menimbun barang impor guna didaur ulang sebelum diekspor atau
diimpor untuk dipakai.

MEKANISME PENJALURAN
Mekanisme penjaluran adalah salah satu cara yang digunakan Direktorat
Jendral Bea dan Cukai dalam mencegah masuknya barang – barang berbahaya
dan sebagai alat menekan seminimal mungkin angka penyelundupan.
Diharapkan dengan mekanisme ini akan menjawab tuntutan atau keluhan bagi
pengguna jasa kepabeanan, baik importir maupun ekspor.
Lembaga yang biasanya melakukan pengurusan kepabeanan disebut PPJK
atau Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang merupakan badan usaha
yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan
atas kuasa importir atau eksportir

69
Dalam melakukan pengawsan atas barang –barang yang masuk kedalam
wilayah pabean Indonesia, DJBC telah membuat kebijakan prosedur pengurusan
dokumen dan barang lebih memperlancar arus barang yang dikenal dengan
mekanisme Jalur yaitu jalur merah, jalur hijau, jalur kuning, jalur Mita baik Mita
Non prioritas dan Mita prioritas.
Jalur Mita Nonprioritas, fasilitas yang diberikan kepada pengusaha dengan
persyaratan mendapatkan opini akuntan publik dengan wajar tanpa
pengecualian. Dan Mita Prioritas adalah penerima jalur prioritas yang berbeda
dengan jalur merah, kuning, dan hijau.

A. ALUR MEKANISME PENJALURAN


Parameter yang digunakan adalah profil importir dan profil komoditi. Profil
importir dibagi menjadi 4 (empat), yaitu :
a. Mita
b. B. Low risk
c. Medium risk
d. High risk
Profil komoditi dibagi 3 (tiga) yaitu :
a. Low risk
b. Medium Risk
c. Komoditi tertentu yang ditetapkan pemerintah
Kombinasi dari profil – profil tersebut dalam sistem aplikasi impor
menentukan jalur pelayanan

70
Jalur dan Perlakuannya
Jalur Perlakuan Analisa Risiko
Merah, Intervensi fisik barang, barang Importasi terkait dengan resiko
pemeriksaan fisik impor diijinkan keluar setelah yang yang melekat pada fisik
seluruh kewajiban pungutan impor barang ( jumlah, jenis dan /
dipenuhi, termasuk nota atau diimpor oleh importir yang
pembetulan tidak jelas / tidak dapat diduga
Merah, tanpa Intervensi dokumen, barang impor Importasi yang resikonya
pemeriksaan fisik diijinkan keluar setelah seluruh melekat pada dokumen oleh
kewajiban pungutan impor importir yang eksistensi /
dipenuhi termasuk nota jaminan finansialnya kurang
pembetulan kuat
Intervensi dokumen, barang impor Importasi yang resikonya terkait
Hijau
segera dapat dikeluarkan dengan dokumen oleh importir
yang eksistensi / jaminan
finansialnya kurang kuat

Tanpa intervensi, pemeriksaan Importasi oleh importir yang


Mita
ditunda hingga post clearance telah diuji track record dan
keandalan pengendalian
internalnya, serta memiliki pola
bisnis yang jelas
Sumber : DJBC

Jalur hijau adalah mekanisme pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang


impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian
dokumen setelah penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang ( SPPB)
Jalur merah adalah mekanisme pelayanan dan pengawasan pengeluaran
barang impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian
dokumen sebelum penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang ( SPPB)
Jalur Kuning, adalah mekanisme pelayanan dan pengawasan pengeluaran
barang impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan

71
penelitian dokumen sebelum penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (
SPPB).
Mitra Utama ( Mita), yaitu :
a. Importir jalur prioritas, yang penetapannya dilakukan oleh Direktur Teknis
Kepabeanan atas nama Direktur Jendral, selanjutnya Mita Prioritas
b. Importir yang memenuhi persyaratan dan ditetapkan sebagai mitra utama (
non prioritas) dengan keputusan kepada kantor pabean atas nama Direktur
Jendral, disebut Mita Prioritas.

Jalur Mitra Utama adalah sebagai berikut :


1. Jalur Mita Prioritas yaitu mekanisme pelayanan dan pengawasan
pengeluaran barang impor oleh importir jalur prioritas dengan langsung
penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang ( SPPB), tanpa dilakukan
pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen
2. Jalur Mita Non Prioritas yaitu mekanisme pelayanan dan pengawasan
pengeluaran barang impor oleh importir jalur prioritas dengan langsung
penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang ( SPPB), tanpa dilakukan
pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen, kecuali dalam hal :
a. Importasi komoditi berisiko tinggi
b. Impor sementara
c. Re impor
d. Barang impor dengan penangguhan pembayaran bea masuk
e. Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah, maka diterbitkan
SPPB setelah selesainya penelitian dokumen
Mita utama sesuai peraturan adalah :
a. Importir jalur prioritas
b. Orang yang memenuhi persyaratan dan ditetapkan sebagai mitra utama oleh
kantor pelayanan utama DJBC atas nama Dirjen
Mita ditetapkan berdasarkan persyaratan :
1. Dapat berhubungan dengan sistem jaringan elektronik DJBC

72
2. Mempunyai pola bisnis yang jelas
3. Memiliki sistem pengendalian yang memadai untuk menjamin keakuratan
data yang disajikan
4. Memiliki rekam jejak keakuratan pemberitahuan pabean dan / atau cukai
yang baik
5. Telah diaudit oleh kantor akuntan publik dan mendapat predikat opini wajar
tanpa pengecualian untuk 2 tahun terakhir
6. Selalu dapat memenuhi ketentuan – ketentuan perijinan dan persyaratan
impor dan ekspor dari instansi teknis terkait.

Perlakuan Mita Dalam Pelayanan Impor


Perlakuan Merah Kuning Hijau Mita Mita -P

Rekonsialisasi
pembayaran
/ jaminan
Konfirmasi
Perijinan
Penelitian
dokumen
Pemeriksaan
Fisik
SPPB

Sumber : DJBC

TATALAKSANA KEPABEANAN BIDANG IMPOR

a. PENDAHULUAN
Sarana pengangkut barang impor di dalam kawasan pabean wajib
menyerahkan pemberitahuan berupa inward manifest kepada pejabat di Kantor
Pabean kedatangan berupa :
1. Daftar awak / penumpang sarana pengangkut

73
2. Daftar bekal sarana pengangkut
3. Daftar perlengkapan sarana pengangkut
4. Stowage plan sarana pengangkut laut
5. Daftar senjata api dan amunisi
6. daftar obat – obatan
Pembongkaran barang impor dilaksanakan di kawasan pabean Indonesia
atau ditempat lain setelah mendapat ijin dari pejabat DJBC yang ditunjuk. Dan
paling lama 12 jam setelah pembongkaran barang impor, pengangkut wajib
melaporkan kepada pejabat DJBC di Kantor Pabean. Pemberitahuan
pembongkaran tersebut dapat dilakukan secara manual atau melalui media
elektronik
b. PENGELUARAN BARANG IMPOR
Pengeluaran barang impor dari kawasan pabean dilakukan dengan tujuan :
1. Diimpor untuk dipakai
2. Diimpor sementara
3. Ditimbun ditempat penimbunan berikat
4. Diangkut ke tempat penimbunan sementara di kawasan pabean lainnya
5. Diangkut terus
6. Diekspor kembali

c. PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI DOKUMEN


PEMBERITAHUAN
Pengeluaran barang impor dengan tujuan untuk dipakai dari kawasan
pabean, dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean
berupa :
1. Pemberitahuan Impor Barang ( PIB)
2. Pemberitahuan Impor Barang Tertentu ( PIBT)
3. Customs Declaration ( BC 2.2) untuk barang penumpang dan awak sarana
pengangkut

74
4. Pencacahan dan pembiayaan kiriman pos ( PPKP) untuk barang impor
melalui PT Pos Indonesia
5. Pemberitahuan lintas batas untuk barang impor pelintas batas
Terhadap barang impor yang akan dikeluarkan dari kawasan pabean dengan
tujuan diimpor untuk dipakai, importir / PPJK menyiapkan PIB berdasarkan
dokumen pelengkap pabean dan menghitung sendiri bea masuk, cukai, dan
pajak dalam rangka impor ( PDRI) yang harus dibayar
Terhadao barang impor tertentu yang akan dikeluarkan dari kawasan pabean
dengan tujuan diimpor untuk dipakai, importir / PPJK mengajukan PIBT kepada
pejabat di Kantor DJBC

d. PEMBAYARAN BEA MASUK


Pembayaran bea masuk, Cukai, dan PDRI dilakukan di Bank devisa persepsi
dan pos persepsi yang on line dengan sistem PDE kepabeanan. Dalam
pembayaran bea masuk, Cukai, dan PDRI dilakukan oleh importir sebagai
berikut :
1. Bank devisa persepsi / pos persepsi yaitu :
a. Membubuhkan nomor tanda penerimaan negara ( NTPN) dalam SSPCP atau
bukti penerimaan negara
b. Mengirimkan credit advice melalui sistem PDE kepabeanan, khusus
terhadap pembayaran PIB yang didaftarkan di Kantor Pabean yang telah
menerapkan sistem PDE kepabeanan

e. PEMERIKSAAN PABEAN DI BIDANG IMPOR


Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean yang dilakukan
berdasarkan pemberitahuan pabean yang disampaikan importir meliputi :
- penelitian dokumen
- pemeriksaan fisik barang
Penelitian dokumen dilakukan oleh pejabat pemeriksa dokumen untuk
memastikan bahwa pemberitahuan pabean tersebut diberitahukan dengan

75
benar dan dokumen tersebut sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
sesuai ketentuan yang berlaku. Pejabat DJBC melakukan penelitian dokumen
sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian komputer pada data yang disajikan
oleh sistem komputer pelayanan.
Pemeriksaan barang impor dilakukan pejabat pemeriksa fisik DJBC berdasarkan
instruksi pemeriksaan yang diterbitkan oleh pejabat DJBC atau sistem
komputer pelayanan. Pemeriksaan dilakukan di :
A. tempat penimbunan sementara atau tempat lain yang disamakan
dengan tempat tsb
B. Tempat penimb unan pabean ( TPP)
C. Tempat Penimbunan Berikat ( TPB

76
ALUR DOKUMEN PELAYANAN KEPABEANAN

keberangkatan

BC 1.0  RKSP
BC 1.1 :
Pos & Sub-Pos BC 1.1 :
Pos & Sub-Pos

BC 2.0 UMUM / PASAR BEBAS / DPIL BC.3.0

TPB
BC. 2.3

BC 2.0 PERUSH.FAS.
KITE
KITE

77
Customs Import Clearance
Import
Declaration OGA
NSW Analyzing point S YS TEM
M andatory Check Content Check

IMPORTIR
Custom Respon EDI
NETWORK
Content Check

S electivity Priority
NI / NHI Processing

Cre dit
Payme nt Advice
Re ce ipt Green Ch Yellow Ch Red Ch

Hi-Co S can
Examination

Physical
BANK Examination

Document
Examination
KANTOR PELAYANAN BC

SPPB

78
BAB IX
IMPORT DUTY CALCULATION

A. MENGHITUNG BEA MASUK

Bea masuk merupakan pajak tidak langsung yang dipungut oleh DJBC
kepada pemakai dari suatu produk, yang sebenarnya bea masuk dibayar oleh
pemakai produk / barang, yang dibayar telebih dahulu oleh importir, yaitu pada
saat barang akan dikeluarkan dari kawasan pabean.

Perhitungan bea masuk didasarkan kepada rumus sebagai berikut :

BM = ( HARGA CIF X NDPBM ) X TARIF

Keterangan :
BM = Besarnya bea masuk yang harus dibayar
Harga CIF = Harga Cost , Insurance, and Freight
( biaya handling, asuransi, biaya sarana pengangkut )
NDPBM = Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk (kurs)
Tarif = Tarif yangf ditetapkan sesuai dengan klasifikasi
Barang yang terdapat dalam buku tarif bea
masuk Indonesia

PPN = 10% X (CIF X NDPBM + BM )


Pph. Ps 22 : API = 2,5% X (BM + ( CIF X NDPBM)
Non – API = 7,5% X (BM + ( CIF X NDPBM )

79
IMPORT:
Barang impor via pesawat dari Los Angles, importir telah mengisi PIB dan
mengatakan bahwa barang tersebut berupa satu set lampu kristal harga CIF nya
Us $ 420,- Lampu tersebut termasuk dalam HS 94.05.10.900, BM 3%, PPN 10%,
PPNBM 35% yang bersangkutan memiliki API, NDPM Us $ Rp. 9.250,-
Nilai Pabean = 420 X Rp. 9.250,- = Rp. 3.985.000,-
Bea Masuk = 30% X Rp. 3.885.000,- = Rp. 1.165.500,-
Nilai Impor = Rp. 3.885.000,- + Rp. 1.165.500,-
= Rp. 5.050.500,-
PPN = 10% X Rp. 5.050.500,- = Rp. 505.050,-
PPNBM = 35% X Rp. 5.050.500.- = Rp. 1.767.675,-
Pph.Ps.22 = 2,5% X Rp. 5.050.500,- = Rp. 126.250,-

80
BAB X
IMPORT TRASACTION

A. Pengertian Umum di bidang Impor


1. Impor adalah kegiatan memasukkan barang kedalam daerah pabean
Indonesia
2. Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi darata,
perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat – tempat tertentu di Zona
Ekonomi Ekslusif dan landasan kontinen yang didalamnya berlaku Undang –
Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
3. Barang yang diatur tata niaga impornya adalah barang yang impornya hanya
boleh dilakukan oleh perusahaan yang diakui dan disetujui oleh Menteri
Perindustrian dan Perdagangan untuk mengimpor barang yang bersangkutan
4. Perusahaan importir adalah perusahaan pemegang Angka Pengenal Impor (
API) yang melakukan kegiatan perdagangan importasi barang

B. DASAR HUKUM TATA LAKSANA IMPOR


 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor:P-21/BC/2007 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor Pada
Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok
 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-25/BC/2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-
21/BC/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di
Bidang Impor Pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok
 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-42/BC/2009 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai
ditetapkan 31 Desember 2008 dan mulai berlaku pada 1 Februari 2009
dengan peralihan tata kerja penyelesaian barang impor untuk dipakai
dengan PIB sampai dengan 31 Maret 2009.
 P-08/BC/2009 Efektif Berlaku 15 Agustus 2009

81
 Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Kep-151/BC/2003 dan
Nomor Kep-152/BC/2003 tentang Tatalaksana Ekspor sebagaimana telah
diubah dengan Nomor Kep-79/BC/2004
 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-40/BC/2008 tentang
Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Ekspor dengan peralihan tata kerja
penyelesaian barang ekspor dengan sistem PDE sampai dengan 31 Maret
2009.
 P-06/BC/2009 Efektif Berlaku 1 Agustus 2009

C. MECHANISM OF IMPORT
1. Sales contract atau kontrak penjualan merupakan titik berangkat setiap
transaksi perdagangan yang berkaitan dengan impor maupun ekspor. Kontrak
ini memuat ketentuan mengenai hal – hal yang dilakukan dalam
melaksanakan transaksi. Format yang digunakan berisi tentang :
a. Kuantitas barang
b. Merk, pemberian tanda barang
c. Destinasi dan freight
d. Freight ( CIF atau C & F )
e. Pengapalan
f. Deklarasi pengapalan
g. Resiko dan title
h. Asuransi
i. Dokumen
j. Invoice
k. Pembayaran
l. Wlighing and taking
m. Examionation ( FOB)
n. Claims
o. Penolakan

82
p. Default
q. Force majeure
r. Bank rupcy
s. Arbitrase
t. Ketentuan hukum dalam kontrak penjualan.
2. Kedua belah pihak importir dan eksportir akan menanda tangani persetujuan
transaksi tersebut
3. Importir akan datang ke Issuing bank , dengan mengajukan pembukaan letter
of credits ( L /C)
4. Setelah L/C disetujui , issuing bank akan mengirimkan L/C by Faximile atau
mail kepada advice bank dan diteruskan kepada eksportir ( seller)
5. Setelah L/C diterima oleh eksportir, maka eksportir akan mempersiapkan
barang pesanan, dilengkapi dengan invoice dan packing list, selanjutnya
mengirimkan barang beserta dokumennya kepada importir

Pelaksanaan impor barang – barang sesuai ketentuan harus dilakukan oleh


orang, perusahaan atau badan hukum dengan persyaratan sebagai berikut :
Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah
pabean Indonesia. Importir yaitu perusahaan pemegang Angka Pengenal
Impor ( API) yang melakukan kegiatan perdagangan importasi barang.
Persyaratan sebagai importir yaitu:
1. Surat Ijin Usaha Perdagangan ( SIUP)
2. Perusahaan yang ttrtir ( API), Angka Pengenal Importir Produsen ( API –P)
atau Angka Pengenal Imporir Terbatas ( API-T)
3. Surat Ijin Usaha Industri ( TDI) yang setara
4. Tanda Daftar Perusahaan ( TDP)
5. Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP)
6. Mendapat Rekomendasi dari Lembaga / Departemen yang
bertanggungjawab di Bidang impor

83
PIHAK YANG TERLIBAT DALAM IMPOR

1. Importir
yaitu perusahaan pemegang Angka Pengenal Impor ( API) yang melakukan
kegiatan perdagangan importasi barang. Persyaratan sebagai importir yaitu:
1. Surat Ijin Usaha Perdagangan ( SIUP)
2. Perusahaan yang ttrtir ( API), Angka Pengenal Importir Produsen ( API –P)
atau Angka Pengenal Imporir Terbatas ( API-T)
3. Surat Ijin Usaha Industri ( TDI) yang setara
4. Tanda Daftar Perusahaan ( TDP)
5. Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP)
6. Mendapat Rekomendasi dari Lembaga / Departemen yang
bertanggungjawab di Bidang impor
2. Bank
Adalah lembaga keuangan, yang dalam perdagangan internasional berfungsi
sebagai :
a. Bank Devisa
b. Penjamin L/C ( Isuing bank)
c. Bank persepsi

3. Maskapai Pelayaran / Penerbangan


Adalah institusi / lembaga/ perusahaan yang melayani transportasi
pengangkutan barang ekspor maupun impor berdasarkan ketentuan
pengangkutan laut dan udara secara internasional.
4. Surveyor
Adalah institusi / lembaga/ perusahaan yang melayani / melakukan
pemeriksaan barang ekspor maupun impor berdasarkan ketentuan standar
secara internasional.

84
5. Bea Cukai
Adalah institusi pemerintah yang memiliki kewenangan dalam melakukan
pemeriksaan serta pengawasan atas barang ekspor maupun impor di dalam
daerah pabean Indonesia , serta memungut bea masuk atas barang – barang
impor berdasarkan ketentuan perundang – undangan yang berlaku
6. Departemen Perindustrian dan Perdagangan
Adalah institusi pemerintah yang memiliki kewenangan dalam memberikan
rekomendasi / perijinan atas barang ekspor maupun impor, perijinan untuk
eksportir / importir, berdasarkan ketentuan perundang – undangan yang
berlaku
7. BAPEKSTA
8. Freight Forwarder
Adalah institusi pemerintah ( BUMN / BUMD) / perusahaan swasta yang
memiliki fungsi dalam pelayanan flow of document atas barang ekspor maupun
impor, berdasarkan ketentuan perundang – undangan yang berlaku

9. Transporting / Truckers
Adalah institusi pemerintah ( BUMN / BUMD) / perusahaan swasta yang
memiliki fungsi dalam pelayanan flow of goods atas barang ekspor maupun
impor, berdasarkan ketentuan perundang – undangan yang berlaku

10. Stevedoring/ Warehousing


Adalah institusi pemerintah ( BUMN / BUMD) / perusahaan swasta yang
memiliki fungsi dalam pelayanan bongkar muat atas barang ekspor maupun
impor, berdasarkan ketentuan perundang – undangan yang berlaku

85
PROSEDUR IMPOR DENGAN L / C

7. DOKUMEN
IMPORTIR EKSPORTIR
BANK
BANK
3. L / C
10 B

6
9 8 2 4

IMPORTIR 1. SALES CONTRACT EKPORTIR

5A
10
11 A

PABEAN 5B. DOKUMEN CUSTOMS LC

KETERANGAN :

1. Importir ( Applicant) melakukan negosiasi harga barang dengan


eksportir ( beneficiary), setelah terjadi kesepakatan harga termasuk
cara pembayaran dan syarat pembayaran barang selanjutnya dibuat
sales contract antara kedua pihak tersebut.
2. Importir menyiapkan aplikasi pembukaan L/C yang diperoleh dari
bank devisa dan diisi berdasarkan sales contract, yang selanjutnya
aplikasi pembukaan L/C tersebut diajukan ke bank devisa dengan

86
dilampirkan copy sales contractnya untuk dibuka / diterbitkan L/C
nya. Untuk importir yang pertama kali melakukan pembukaan L/C
melalui bank devisa, maka importir harus menyerahkan persyaratan
administratif yang disyaratkan oleh bank devisa seperti : Photo copy
SIUP, NPWP, APIS / API/ APIT, TDP, Surat Pengakuan Keagenan (
Deprindag), dan specimen tanda tangan yang berhak
3. Bank Devisa sebagai opening / issuing bank akan meneliti
persyaratan administratif importir dan kelengkapan pengisian Aplikasi
pembukaan L/C yang diajukan oleh importir serta status report
importir. Jika importir telah memenuhi syarat, maka Bank Devisa
akan menerbitkan L/C untuk kepentingan eksportir di luar negeri
melalui bank korespondennya. Bank devisa akan membebaskan
biaya kepada importir seperti provisi pembukaan L/C impor dan
pengiriman L/C serta marginal deposit ( Marge storing) yaitu uang
yang disetor ke bank sebagai jaminan atas pembukaan L/C.
4. Bank koresponden melakukan penelitian terhadap keabsyahan L/C,
kemudian mengothentifikasi L/C dimaksud. Jika eksportir merupakan
nasabah dari bank koresponden, maka bank tersebut akan
meneruskan ( advise) L/C kepada eksportir. Fungsi Bank yang
meneruskan L/C isi disebut advising bank
5. Jika eksportie telah memeriksa syarat dan kondisi L/C, dan yakin bisa
memenuhi persyaratnnya, maka eksportir memproses pengapalan
barang melalui customs di luar negeri. Customs di luar negerio
memberikan ijin pemuatan barang, selanjutnya maskapai pelayaran
mengangkut barang ke pelabuhan tujuan atau pabean Indonesia
6. Eksportir menyiapkan dokumen – dokumen yang disyaratkan di
dalam L/C dan menyampaikan / mempresentasikan ke bank.Bank
yang menerima dokumen dan mengambil alih serta melakukan
pembayaran disebutkan sebagai negotiating bank

87
7. Negotiating bank kemudian meminta penggantian pembayaran /
reimbursement ( Jika sight l/c) atau meminta akseptasi ( jika usance
L/C) ke Bank devisa ( opening bank) dengan mengirimkan bukti
tagihan berupa schedule of remittance serta dilampirkan dokumen –
dokumen sebagaimana yang disyaratkan L/C
8. Bank devisa seterimanya dokumen, kemudian melakukan
pemeriksaan dengan cara mencocokan isi dokumen dengan
persyaratan L/C. Jika dokumen sesuai dengan persyaratan dalam L/C
atau akan melakukan akseptasi ( Usance L/C) yakni menyetujui
pembayaran pada saat jatuh waktu. Selanjutnya bank devisa
menyampaikan dokumen tersebut kepada importir
9. Importir melakukan kewajibannya yaitu melakukan pembayaran jika
sight L/C dan importir mendapat fasilitas marginal deposit. Atau
importir melakukan akseptasi ( jika usance L/C)
10. Importir seterimanya dokumen, kemudian menghitung sendiri
pungutan importirnya seperti : BM, PPn, PPh Ps 22, PPn BM ( Jika
ada). Kemudian importir menyiapkan PIB atau PIBT. Untuk
pembayaran BM dengan menggunakan formulir SSBC, pembayaran
pajak dalam rangka impor dengan formulir surat setoran pajak (
SSP), importir kemudian mengambil DO di Agen maskapai pelayaran
di pelabuhan tujuan dengan cara menukar 1 ( satu) original B/L
dengan DO dimaksud. Selanjutnya importir mengajukan PIB / PIBT
yang dilampirkan dokumen pabean, DO, SSBC, SSP ke ptugas
hanggar Pabean. Pembayaran Bea masuk dan pungutan dalam
rangka impor dapat pula dilakukan melalui Bank devisa dengan
melampirkan PIB / PIBT, selanjutnya bank devisa akan memberikan
bukti pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
11. Petugas hanggar memeriksa kelengkapan pengisian PIB / PIBT dan
dokumen pendukung lainnya. Selanjutnya jika dokumen – dokumen
dimaksud telah lengkap dan penghitungan impor benar, maka

88
petugas hanggar akan menerbitkan Surat Persutujuan Pengeluaran
Barang ( SPPB) untuk barang – barang yang melalui jalur hijau.
Sedangkan untuk barang – barang jalur merah yakni barang –
barang yang kena pemeriksaan acak atau barang tersebut terdapat
Nota Hasil Intelejen ( NHI) atau Nota Intelejen ( NI), maka terhadap
barang – barang tersebut akan dilakukan pemeriksaan oleh Petugas
Pabean terlebih dahulu. Jika telah sesuai maka petugas hanggar
akan menrbitkan SPPB ( surat Persetujuan Pengeluaran Barang).
Petugas Hanggar akan menunjuk Petugas Dinas Luar yang akan
mengawasi pengeluaran barang dari gudang Lini I, selanjutnya
importir menyiapkan alat angkut di depan gudang Lini I untuk
mengangkut barang dari pelabuhan ke gudang importir.

PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAi.


Dokumen pemberitahuan pabean berupa :
 Pemberitahuan Impor Barang ( PIB)
 Pemberitahuan Impor Barang Tertentu ( PIBT)
 Customs Declaration ( BC 2.2) untuk barang penumpang dan awak sarana
pengangkut
 Pencacahan dan pembiayaan kiriman pos ( PPKP) untuk barang impor
melalui PT Pos Indonesia
 Pemberitahuan lintas batas untuk barang impor pelintas batas

89
KALKULASI IMPORT

AMSTERDAM FOODING BAKERY CO LTD


PO BOX 5765 AMSTERDAM HOLLAND

PROFORMA INVOICE

ORDER : 022/ AMS/2009

Messr : PT. Suraya Kencana Wungu ( API No. 1234 /N / 09


JL. Antasari V No.5 Bandung

For Attention : Mr. Sudaryana ( NPWP 8.990. 435.000)

Dear Sir,
Regarding to your order on Bakery Machine, here we send you the proforma
invoice with the detail of the goods and the shipment. Please advice advance

No. Quantity Description of goods Unit Price Amount


1 450 units Bakery Machine US $ 40,00 US$ 18.000
Type AMS 456

Note :
The Price : FOB US $
Payment : L/C at sight
Shipment : 12 weeks after L/C opening
Total weight : 20 Tons
Made in : Holland

Sincerely Yours,

Director President

Barry Cook

90
OTHER INFORMATION :

1. Freight US $ 4,00 / Unit


2. Charge in Port of Discharge (Tj.Priok)
a. Stevedoring ( Fiost Rp. 50.000 / Ton
b. Los Loon Rp. 60.000/Ton
c. Uitslag Rp. 40.000/Ton
3. Warehouse / Storage Rp. 25.000/Ton
4. Quay Rp. 10.000/ton/day during 20 days
5. Transport & Documents Rp. 5.000/Ton/days
6. Forwarder fee Rp. 100.000 /ton
7. HS 9417.23.800
8. Import Tax ( BM ) 40%
9. National Income Tax ( Ppn) 20%
10. Income Tax ( Pph) 2,5%
11. Kurs Rp. 9.375 / US $
12. Import Tax Basic Calculation Value Rp. 9.4000/ US$ ( NDPBM)
13. Telex cost Rp. 250.000
14. Bank interest Rp. 2% Month from CIF, Bank
Comissin0,5%
15. Insurance 5%
16. No. NPWP NPWP 8.990. 435.000
17. Port of loading Amsterdam Holland
18. Port of destination Tj. Priok Jakarta Indonesia
19. Name of Vessel MV. Volksraad Vo. 23
20. Shipping Agent Maersk Line
21. On board 20.November 2009
22. No. B/L 11234 date 20 November 2009
23. ETA 4 December 2009
24. Tanggal diterima dokumen oleh 2 December 2009
opening bank
25. Packing Cartons
26. Gross Weight 23 Tons
27. Tempat penimbunan Gudang 200
28. No. L/C L/C No. 6789 date 2 Oktober
29. Sales Contract 006/ Date 2 Agustus 2009
30. Invoice No 900 Date 1 Gustus 2009
31. Container Maersk SXY 12
32. Seller bank AMRO Bank Amsterdam Holland
33. Buyers Bank Bank Mandiri Bandung
34. Exping date 12 Januari 2010
35. Partial shipment Allowed
36. Transhipment Allowed

91
FOB : X =
Freight: X =
1. CFR =
2. Insurance = X =
CIF = X = Rp.
3. Bank commision : = Rp.
4. L/C Telex cost = Rp.
5. Stevedoring ( Liners) = Rp.
6. Los loon : = Rp.
Entreport Price Rp.
7. CIF : x NDPBM = Rp.
Bea masuk = Rp.
Landed Cost = Rp.
8. CIF X NDPBM = Rp.
BM =Rp.
PPN X Rp. = Rp.
PPh psl 22 = = Rp.
9. Quay = = Rp.
10. Warehouse= = Rp.
11. Uitslag = = Rp.
12. Transpoortation = Rp.
13. EMKL & Other =Rp.
14. Bank interest : X Rp. X =Rp.
Basic Price Rp.

Unit Price = Rp. : = Rp.

92
BAB XI
Document of Provided for L/C

L/C digunakan untuk membiayai dan menyelesaikan transaksi ekspor dan


impor. Jika dokumen yang disyaratkan terpenuhi, eksportir akan memperoleh
pembayaran dari bank. Dokumen penting dalam L/C adalah :
1. Pemberitahuan impor barang ( PIB / PIBT)
2. Dokumen pengangkutan, Bill of Lading ( Konosemen), yaitu merupakan
dokumen pengapalan yang mempunyai sifat jaminan atau pengamanan,
menunjukkan hak pemilik atas barang – barang. B/L mempunyai fungsi bukti
tanda penerimaan barang – barang, bukti kontrak pengangkutan dan
penyerahan, bukti pemilikan barang. Untuk laut Marine B /L, Ocean B/L.
Udara berupa air waybill / air consignment note. Kereta api railway
consigment note.
3. Invoice ( faktur), dalam invoice diketahui berapa jumlah wesel yang akan
ditarik, jumlah penutupan asuransi, penyelesaian bea masuk
a. Proforma invoice, merupakan penawaran dalam bentuk invoice
b. Commercial Invoice ( faktur dagang), merupakan nota perincian tentang
keterangan barang – barang yang dijual dan harga barang tersebut
c. Consular invoice (faktur Konsuler), invoice yang dikeluarkan oleh instansi
resmi, yaitu kedutaan / konsulat
4. Dokumen asuransi, ada insurance policy, insurance certificate, serta over note,
yaitu sebuah pemberitahuan dari perusahaan asuransi yang menyatakan
bahwa telah ditutup sementara menunggu polis / sertifikat asuransi
dikeluarkan.
5. Dokumen tambahannya adalah :
a. Daftar pengepakan
b. Surat keterangan asal
c. Sertifikat pemeriksaan

93
d. sertifikat mutu
e. sertifikat mutu pembuatan barang
f. Surat Keterangan daftar timbangan
g. Daftar ukuran
h. Sertifikat kesehatan

Import with Using L/C ( Usance L/C)


Yaitu letter of credit ( L/C) yang mengharuskan eksportir penerima L/C
untuk menarik wesel berjangka ( long bill of exchange) dan bukan sight –
drafts sebagaimana lazimnya. Hal ini berati bahwa eksportir penerima L/C
memberi kredit jangka pendek kepada importir untuk jangka waktu antara 90
hari sampai 180 hari. Usance L/C dimaksudkan untuk mempertinggi daya saing
guna meningkatkan ekspor. Eksportir tetap dapat mencairkan wesel berjangka
ini, dengan mendiskontokannya pada bank, sehingga tidak mengganggu
likuiditas.

94
BAB XII
HOW TO OPEN IMPORT L/C

Request of Opening L/C


Secara skematis pembukaan suatu L/C dapat digambarkan sebagai
berikut :

Opening/ Issuing BANK Advising/


2
BANK Negotiating

B C

3
1

Opener IMPORTIR EKSPORTIR Beneficiary

A D
Dalam Negeri Luar Negeri

1. Importir meminta banknya ( Bank devisa) membuka suatu L/C untuk dan
atas nama eksportir. Dalam hal ini importir bertindak sebagai opener ( A B)
2. Bilamana importir sudah memenuhi ketentuan yang berlaku untuk im por
seperti keharusan adanya Surat Izin Impor, maka bank melakukan

95
penutupan kontrak valuta (KV) dengan importir dan melaksanakan
pembukaan pembukaan L/C atas nama importir. Dalam hal ini bank
bertindak sebagai openeing atau issuing bank. Pembukaan L/C ini dilakukan
melalui salah satu koresponden bank di luar negeri. Koresponden bank yang
bertindak sebagai pengantara kedua ini disebut sebagai advising bank atau
notifyaing bank ( B – C)
3. Advising bank memberitahukan kepada eksportir mengenai pembukaan L/C
tersebut. Eksportir yang menerima L/C disebut beneficiary ( C – D). Bila
advising bank juga dikuasakan untuk membeli wesel – wesel yang ditarik
oleh eksportir atas L/C itu, maka advising bank ini dapat juga disebut
negotiating Bank

Letter of Credits ( L/C)


Adalah sebuah instrumen yang dikeluarkan oleh sebuah bank atas nama salah
satu nasabahnya, yang menguasakan seseorang / sebuah perusahaan
penerima instrumen tersebut menarik wesel atas bank yang bersangkutan /
salah satu bank korespondensinya bagi kepentingannya berdasarkan kondisi –
kondisi / persyaratan yang tercantum pada instrumen tersebut atau suatu
perjanjian membayar bersyarat dari bank
Aturan dalam UCP 600 ( Customs practicedocument credits) praktek – praktek
pembayaran ekspor – impor secara seragam diseluruh dunia untuk
menyelesaikan kewajiban pabean.
1. Kebaikan dan kelemahan L/C
Kebaikan L/C :
1. Kepercayaan L/C yang dikeluarkan bank terjamin akan pembayaran
bagi penjual / eksportir
2. Penjual / eksportir segera menerima pembayaran apabila dokumen
sesuai dengan syarat L/C diserahkan pada bank pembayaran
3. Penjual / eksportir dapat menggunakan L/C untuk pembiayaan
selanjutnya

96
4. Pembeli / importir biasanya tidak diharuskan menyediakan dana
5. Pembeli / importir dapat menggunakan hak kepemilikannya atas
dokumen – dokumen berdasarkan L/C untuk memperoleh pembiayaan
selanjutnya
6. Pembeli / importir merasa terjamin

Kelemahan L/C :
1. Biaya – biaya bank dikenakan dalam penanganan L/C
2. Waktu yang digunakan dalam memproses surat – surat yang
diperlukan melalui saluran bank – bank
3. Bank – bank hanya berkepentingan dalam dokumen saja tidak dalam
barang – barang
4. Pembeli / importir tidak mendapat jaminan bahwa barang – barang
yang dipesan dengan harga tertentu adalah yang sebenarnya
dikapalkan
2. Pihak – pihak yang terlibat dalam L/C :
A. Pihak langsung :
a. Pembeli, disebut juga applicant / account party/accountee/importir/buyer
b. Penjual disebut juga beneficiary / party to be paid / eksportir/ seller/
shipper
c. Bank pembuka / penerbit L/C, disebut juga opening bank/issuing
bank/importer banks
d. Bank penerus L/C , disebut juga advising bank / seleers bank
e. Bank yang menegaskan / menjamin pembayaran atas L/C disebut juga
confirming bank / foreign correspondent bank
f. Bank pembayar / paying bank
g. Bank yang menegosiasi / negotiating bank
h. Bank yang diminta mengganti pembayaran / reimbursing bank

97
B. Pihak tidak langsung :
i. Perusahaan pelayaran / perkapalan
j. Bea dan cukai / pabean
k. Perusahaan asuransi
l. Badan – badan pemeriksaan
m. Badan – badan penelitian lainnya

3. Jenis – jenis pembayaran L/C


A. Berdasarkan penggunaan L/C :
1. Commercial L/C , bersifat documentary digunakan untuk transaksi ekspor
dan impor, pembayaran dilaksanakan berdasarkan wesel eksportir /
penjual sesuai dengan persyaratan L/C
2. Performance L/C , dalam perdagangan internasional kadang – kadang
dibutuhkan jaminan / hipotek untuk memenuhi suatu kewajiban terhadap
pihak lain. Bank biasanya menerbitkan performance L/C
B. Berdasarkan Sifat L/C
1. Revocable L/C , L/C yang dapat dibatalkan atau dirubah secara sepihak
tanpa persetujuan pihak – pihak terkait
2. Irrevocable L/C, L/C yang dibuka oleh bank devisa untuk eksportir yang
opening bank mengikatkan diri untuk melunasi wesel – wesel yang ditarik
dalam jangka waktu berlkakunya L/C tersebut, tidak dapat dibatlkan
selamajangka waktu yang dimaksud, kecuali ada persetujuan antara
eksportir dan importir
3. Irrevocable Confirm L/C , L/C yang mendapatkan konfirmasi dari suatu
bank, bank tersebut memberikan jaminan untuk membayar kewajiban
opening bank bila kondisi bank dan wanprestasi
4. Revolving L/C , L/C yang secara otomatis berlaku berulang – ulang setelah
L/C direalisasi

98
5. Transferable L/C , L/C yang memberi hak kepada eksportir
memindahtangankan / menguasakan haknya atas L/C itu kepada pihak
lain
6. Back to back L/C , sebuah kredit oleh importir kepada eksportir, tetapi
eksportir tidak sanggup memenuhi permintaan karena berbagai faktor, L/C
nya bisa dipindahtangankan oleh eksportir pertama kepada produsen lain.
C. Berdasarkan waktu pembayaran L/C
Berdasarkan jangka waktu pembayaran L/C memberi hak kepada eksportir
penerima L/C untuk mencairkan sebagian dari dana L/C tersebut sebagai
uang panjar, dengan penyerahan kuitansi biasa dan surat pernyataan
memenuhi janji. Pengambilan sisa dana setelah menyerahkan dokumen
pengapalan yang lengkap

D. Berdasarkan siapa yang membuka L/C


1. Bankers L/C yang sebuah opening bank menerbitkan sebuah L/C atas
permintaan importir
2. Merchants L/C, adalah L/C yang dibuka oleh importir untuk eksportir
memberikan hak kepada eksportir penerima L/C untuk menarik wesel yang
diterbitkan bank pembuka.

99
BAB XIII
IMPORT CALCULATION

A. Meaning of Clearance
Clearance adalah proses penyelesaian dokumen yang berkaitan
dengan pengeluaran barang impor, yang diawali dengan proses penyelesaian
Dokumen PIB ( Pemberitahuan Impor Barang) di Kantor Pleyanan Bea dan
cukai, pembayaran Bea Masuk, PPn, PPh, dan PPn BM, proses persetujuan
pengeluaran barang dari gudang pabean.
Proses clearance dapat dilakukan oleh importir yang bersangkutan
atau dengan menunjuk / memberikan kuasa kepada Perusahaan Pengelola
Jasa Kepabeanan ( PPJK) sering disebut forwarder yang terdiri dari
Perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut ( EMKL ) dan Ekspedisi Muatan
Kapal Udara ( EMKU)
Mekanisme clearance dokumen barang impor, dilakukan di Kantor
Pelayanan Bea dan Cukai dengan menggunakan dokumen PIB serta dokumen
lainnya yang disyaratkan yaitu Bill of Lading ( B/L), Invoice, dan packing list.
Dan pelayanan dokumen ini atau flow of dokumen saat ini dilengkapi dengan
beberapa media yang cukup representatif seperti Hi- Co scan dan mekanisme
National Single Window ( NSW). Untuk lebih jelas dapat dikemukakan sebagai
berikut :

100
Customs Import Clearance
Import
Declaration OGA
NSW Analyzing point S YS TEM
M andatory Check Content Check

IMPORTIR
Custom Respon EDI
NETWORK
BC. 2.3 Content Check

BC 2.0 S electivity Priority


KITE NI / NHI Processing

Cre dit
Payme nt Advice
Re ce ipt Green Ch Yellow Ch Red Ch

Hi-Co S can
Examination

Physical
BANK Examination

Document
Examination
KANTOR PELAYANAN BC

SPPB

101
B. Banking Guarantee
Bank garansi adalah jaminan dari pihak bank atas kegiatan transaksi yang
dilakukan oleh importir yang berkaitan dengan pembayaran atas barang yang
dipesan oleh importir melalui penerbitan Letter of credit, serta Jaminan ini
dilakukan oleh bank devisa.
C. Mekanisme Pembayaran
1. Advance Payment
Advance Payment , importir membayar uang muka kepada ekportir atas barang
yang mereka pesan. Dengan perkataan lain importir memberikan kredit modal
kerja tanpa bunga kepada eksportir. Pembayaran barang dengan advance
payment banyak dilakukan dalam suasana sellers market, yaitu pasokan barang
ke pasar internasional dikuasai oleh produsen eksportir.
Resiko utama yang dihadapi importir dengan cara pembayaran barang seperti
itu adalah apakah mereka akan menerima barang pesanan sesuai dengan
spesifikasi produk, standar, jumlah mutu dan jadwal pengiriman yang disetujui.
Resiko terburuk yang mungkin dihadapi importir adalah eksportir sama sekali
tidak mengirimkan barang.
Advance payment hanya disarankan bilamana importir meyakini secara pasti
hal – hal sebagai berikut :
1. Eksportir akan memasok barang – barang yang dipesan
2. Pemerintah negara eksportir tidak akan mengeluarkan larangan ekspor
barang yang dipesan dan sejenisnya
3. Pemerintah negaranya tidak akan melarang pembayaran dimuka atas barang
yang akan diimpor ( banyak negara tidak mengijinkan hal itu)
Salah satu jaminan bagi importir adalah keyakinannya atas kelengkapan
pengetahuan tentang kredibilitas eksportir dan stabilitas ekonomi, moneter, dan
politis negara eksportir. Cara lain adalah meminta eksportir untuk mendapatkan
jaminan bank terkemuka yang menyatakan bank akan memberikan ganti rugi
kepada importir bilaman eksportir ingkar janji.

102
2. Open Account
Open account ( Open account trade), adalah cara pembayaran barang di mana
eksportir memperbolehkan importir membayar barang yang mereka beli
beberapa waktu setelah penerimaan barang . Misal 2 atau 3 bulan kemudian.
Atau dengan kata lain eksportir memberikan kredit penjualan kepada importir.
Resiko yang dihadapi eksportir dengan cara pembayaran tersebut adalah
:importir terlambat membayar, atau karena berbagai macam hal importir tidak
memenuhi kewajibannya. Resiko diharapkan dapat diperkecil bilaman hal – hal
yang berikut diperhatikan :
* Eksportir mempunyai kepercayaan penuh bahwa importir dapat dan bersedia
membayar pinjaman mereka saat jatuh tempo
* Eksportir yakin sepenuhnya bahwa pemerintah negar importir tidak akan
mengeluarkan peraturan yang mempersulit pengiriman uang ke luar negeri
* Kondisi keuangan eksportir cukup liquid untuk membiayai piutang dagang
yang diberikan kepada importir, atau mereka didukung bank yang bersedia
memberikan pembiayaan kredit ekspor (export trade financing ) . Hal ini
diperlukan sehingga andaikata terjadi kelambatan pembayaran dari importir
mereka tidak mengalami kesulitan likuiditas keuangan.
3. Collection Draft :
Documentary Collection, yaitu penagihan pembayaran luar negeri dengan
menggunakan surat tagihan yang disebut draft atau international bill of
exchange. Dalam documentary collection dikenal dua syarat utama penyerahan
dokumen kepada drawee, yaitu dokumen baru dapat diserahkan setelah
drawee membayar tagihan atau mengaksep draft. ( eksportir / penjual
mempunyai hak dalam pengawasan barang – barang sampai draft / wesel
diaksep/dibayar

4. Document Againts Payment (D/P)


Syarat penyerahan yang menyatakan dokumen baru dapat diserahkan bilaman
drawee telah membayar tagihan atau penyerahan dokumen kepada importir

103
dilakukan apabila importir telah membayar disebut documents againts payment
( D/P)
5 Document Againts Acceptance
Yaitu syarat penyerahan yang menyatakan dokumen baru dapat diserahkan
kalau drawee mengaksep time draft. ( penyerahan dokumen kepada importir
dilakukan apabila importir telah mengaksep wesel yang bersangkutan

C. Missing B / L
Sering juga disebut sebagai foul B/L atau B/L kotor yaitu B/L yang
mencantumkan tentang kerusakan, kekurangan atau lainnya sebagaimana
remarks / catatn dari Chief Officer pada resu mualim ( Mate’s Receipt). Bank
devisa akan menolak jenis B/L ini. Untuk mengatasi masalah ini, maka
shipper harus membuat surat jaminan ( Letter of indemnity) yang ditujukan
kepada pengangkut. Surat jaminan ini intinya menjamin dan
bertanggungjawab atas segala resiko yang mungkin timbul dikemudian hari
atas diterbitkannya B/L.

104
BAB XIV
. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor

Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 580/KMK.04/2003 tanggal 31


Desember 2003 merupakan dasar pemberian fasilitas kemudaham impor
yang diberikan. Kemudian dijabarkan dalam Keputusan Direktur Jenderal
Bea dan Cukai nomor: Kep-205/BC/2003 tanggal 31-12-2003 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan
pengawasannya.
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor atau yang kemudian disebut sebagai
KITE adalah pemberian pembebasan dan/atau pengembalian Bea
Masuk (BM) dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM tidak dipungut atas
impor barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit atau dipasang pada
barang lain yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor. Jadi pemberian
faslitas KITE terdiri dari fasilitas Pembebasan dan fasilitas Pengembalian.
Fasilitas pembebasan adalah pembebasan Bea masuk (BM) dan/atau
Cukai atas impor barang untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada
barang lain dengan tujuan untuk dieskpor dengan tujuan untuk diekspor
atau diserahkan ke Kawasan Berikat. Sedangkan fasilitas Pengembalian
adalah pengembalian Bea Masuk (BM) dan/atau Cukai yang telah
dibayar atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit atau
dipasang pada
barang lain yang telah diekspor atau diserahkan ke kawasan Berikat.

Berdasarkan teori permintaan dan penawaran, ME Perseveranda (2005)


melakukan penelitian tentang Permintaan Ekspor Kopi daerah Nusa
Tenggara Timur ke Jepang. Analisis penelitian ini menggunakan model

105
Dinamis ECM (Error Correction Models) dan PAM (Parsial Adjustment
Model) dengan data time series.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka panjang dan pendek
harga kopi robusta dunia berpengaruh negatif terhadap permintaan
ekspor kopi NTT, harga kopi arabica dunia berpengaruh positif terhadap
permintaan ekspor kopi, kurs valuta asing berpengaruh negative
terhadap permintaan ekspor kopi, GNP per kapita Jepang berpengaruh
positif terhadap permintaan ekspor kopi, dan konsumsi kopi Jepang
berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor kopi.
Meskipun penelitian tersebut tidak digunakan sebagai salah satu acuan
pokok dalam penelitian ini, namun hasil yang diperoleh setidaknya
memberikan suatu gambaran adanya aliran barang keluar masuk suatu
negara (dalam hal ini ekspor kopi yang dilakukan daerah Nusa Tenggara
Timur ke negara Jepang) dimana salah satu variabelnya memiliki
kesamaan yakni untuk variabel harga luar negeri yang dapat disamakan
dengan harga kopi dunia (jenis arabica dan robusta) pada penelitian
terdahulu.

106
BAB XV

Bill Of Lading (B/L)

Dunia exim (ekspor impor) sangatlah luas. Yah, memang, sepengetahuan saya,

exim memang tidak dimasukkan dalam mata kuliah manapun, kecuali kuliah

jurusan pelayaran. Biasanya, untuk mengetahui exim lebih jauh, kita harus

mengambil kursus secara khusus atau menunggu belas kasihan perusahaan

untuk memberikan training. Karena penjabaran exim yang sangat luas, melalui

postingan ini saya berharap dapat menambah wawasan Anda.

Pokok bahasan pertama yang akan saya bahas adalah Bill of Lading.

Bill of Lading

Bill of Lading yang lebih sering disebut dengan B/L (baca: BL) adalah salah

satu dokumen yang diperlukan dalam ekspor impor. Dimana dokumen ini

dikeluarkan dan disahkan oleh pihak pelayaran.

Bill of Lading atau konosemen adalah dokumen pengangkutan barang yang di

dalamnya memuat informasi lengkap mengenai nama pengirim, nama kapal,

data muatan, pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar, rincian freight (bila

dicantumkan) dan cara pembayarannya, nama consignee (penerima) atau

pemesan, jumlah B/L original yang dikerluarkan dan tanggal dari

penandatanganan.

Atau lebih singkatnya adalah Surat perjanjian pengangkutan

antara shipper(pengirim) / consignee (penerima) dengan carrier (pengangkut)

Data yang tecantum pada B/L adalah sesuai data yang dikirimkan oleh

pihakshipper berdasarkan barang yang telah di masukkan ke dalam kontainer

(stuffing). Sebagai pihak pelayaran, tentu mereka tidak dilibatkan dalam

107
proses stuffing ini, karena itu dalam B/L selalu tercantumkan shipper load

and count said to contain atau biasa disingkat dengan STC.

B/L mempunyai fungsi sebagai:

1. Tanda terima barang atau muatan. Yang menyatakan bahwa barang

telah dimuat di atas kapal.

2. Dokumen pemilikan. Yang dapat digunakan untuk pengambilan barang di

pelabuhan pembongkaran.

3. Kontrak pengangkutan. Kontrak perjanjian bahwa barang atau muatan

akan dimuat di atas kapal hingga tempat tujuan.

Ada beberapa jenis B/L diantaranya adalah:

1. House B/L: B/L yang dikeluarkan oleh pihak forwarding (Apa itu

forwarding, nanti akan dibahas lebih lanjut)

2. Through B/L: B/L yang dikeluarkan oleh pihak pelayaran dari POL (port

of loading) sampai ke POD (port of discharges) meskipun melalui

beberapa pelabuhan transit.

3. Combined Transport B/L: B/L yang meliputi pengangkutan barang

dengan menggunakan lebih dari satu jenis alat transportasi. Dokumen

ini menyebutkan berbagai operator transportasi (pengangkut) yang

akan mengambil barang di tepat muat pengapalan dan membawanya ke

tempat tujuan.

Ada banyak yang harus diisi dalam sebuah B/L. Mari kita bahas satu persatu.

1. Data customer. Terdiri dari:

a. Shipper : nama pengirim barang.

108
Bila pemilik asli dari barang memakai jasa forwarding, biasannya nama yang

tercantum pada B/L ini adalah nama forwarding dan dari pihak forwarding

sendiri akan mengeluarkan house B/L. Hal ini dilakukan oleh pihak forwarding

agar pihak pelayaran tidak mengetahui siapa pemilik barang sebenarnya untuk

menghindari pembajakan pemilik barang.

Hal ini terkadang terdengar ironi, karena peraturan pemerintah yang baru

sekarang adalah manifest yang dikirim dalam bentuk flat file di bea cukai

haruslah nama asli pemilik barang, sehingga bila forwarding mengeluarkan

house B/L maka mereka akan membuat manifest sesuai house B/L mereka dan

manifest tersebut dikirimkan ke pihak pelayaran untuk di kumpulkan

kemudian dikirim ke bea cukai.

b. Cosignee : Nama penerima barang

Sering juga nama consignee diisi “To Order” dimana B/L yang tercantum

nama ini bisa untuk diperjual belikan.

c. Notify Party : pihak yang harus dihubingi bila barang telah sampai di POD

2. Data transport. Terdiri dari:

Vessel : Nama kapal pertama yang mengangkut barang

Voy : voyage dari kapal

POL : port of loading adalah pelabuhan asal muat barang

POD: port of discharges adalah pelabuhan tujuan barang

Port of receipt adalah pelabuhan penerimaan barang kali pertama

Port of delivery adalah tempat tujuan barang

3. Data Kontainer terdiri nama kontainer dan nomor seal (kunci) kontainer.

4. Data Barang. Terdiri dari :

Marks & Number : mark dari barangnya

Description of goods: jumlah kemasan dan nama barangnya

109
Gross weight: berat kotor barang

Measurement: berat measurement

5. Nomor B/L yang ditentukan oleh pihak pelayaran

6. Term of Shipment : seperti CY/CY, CY/FO, CY/Door. Apa itu term of

shipmentada baiknya dibahas lebih detail pada bahasan selanjutnya.

7. Term of Payment : cara pembayaran bisa Prepaid (bila ocean

freight dibayar di pelabuhan muat) atau Collect (bila ocean freight dibayar

di pelabuhan bongkar)

8. On board date, issued date, place of issued, signature

Pada setiap bagian belakang B/L terdapat peraturan dari B/L. Di Indonesia

sendiri kebanyakan dari pelayaran mengacu pada Hague Rules.

MengenaiHugue Rules sendiri akan membutuhkan satu bab tersendiri bila

ingin dibahas satu persatu.

Atas dasar data B/L ini, pelayaran membuat flat file yang akan menjadi

manifest untuk bea cukai.

Switch B/L- Biasa digunakan dalam perdagangan “Cross Trade” atau

“Triangle shipment”

- Cross trade melibatkan tidak hanya pengirim (seller) dan pembeli (buyer),

tetapi terdapat tiga atau lebih pihak yang terlibat dalam transaksi, misalnya

trader B tidak menghendaki penjual (seller) atau pembeli (buyer) saling

mengenal, hal ini ditujukan untuk melindungi kepentingan trader B, maka

dilakukanlah switch B/L.

110
Part Off B/L

Sering juga disebut B/L LCL (less container load), dimana container yang

sama digunakan untuk lebih dari satu B/L, dengan nama shipper sama dan

nama consignee yang berbeda.

Sea Waybill

Sea waybill adalah tanda terima barang (Receipt for the Goods) yang

dilengkapi dengan kontrak pengangkutan dengan shipping company (evidence

of contract), dan cargo dapat diserahkan kepada penerima barang seperti

yang tercantum, tanpa menunjukkan document original.

Perbedaan yang cukup significant dengan B/L adalah pada “document of

title”, dimana seawaybill bukan merupakan “negotiable document” (Dokumen

yang dapat diperdagangkan). Seawaybill biasa digunakan dalam pengiriman

satu company yang berbeda cabang

Kehilangan B/L

Apa yang harus dilakukan bila kehilangan B/L:

1. Minta surat keterangan kehilangan dari Kepolisian (yang asli)

2. Minta diiklankan di media lokal selama 3 hari ,bahwa ada kehilangan

B/L

3. B/L original akan diterbitkan lagi oelh pelayaran , dengan keterangan

“RE-ISSUED”,

Back Date B/L

Tanggal yang tercantum dalam B/L adalah tanggal yang sesuai dengan tanggal

keberangkatan kapal. Back date adalah mencantumkan tanggal B/L sebelum

tanggal keberangkatan kapal. Hal ini biasanya dilakukan atas permintaan dari

shipper karena tuntutan dari L/C (letter of credit). Back date B/L

111
sebenarnya adalah penipuan., tapi tidak jarang pelayaran melakukan hal ini

atas permintaan customer

JENIS DOKUMEN MUATAN KAPAL

Betapa pentingnya Suatu dokumen dalam membawa barang di atas kapal,

berikut saya lampiran beberapa definisi dari dokumen2 tersebut semoga

bermanfaat.

112
113
SHIPPING ORDER (SO) atau sering di sebut SHIPPING INSTRUCTION

(SI)

SHIPPING ORDER (SO) atau sering di sebut SHIPPING

INSTRUCTION (SI) merupakan Surat yang dibuat oleh Shipper / pengirim

yang ditujukan kepada Carrier / kapal untuk menerima dan memuat muatan

yang tertera dalam surat tersebut.

Shipping Order berisi :

 Nama shipper,

 Nama Consignee dipelabuhan bongkar,

 Notify address,

 Pelabuhan Muat,

 Pelabuhan Tujuan,

 Nama dan Jenis barang,

 Jumlah Berat dan Volume,

 Shipping Mark,

 Total Nett Weight,

 Total Gross weight,

 Total Measurement,

 Freight and charge,

 B/L ,

 Dated,

 Commercial Invoice, No.L/C.

114
115
116
117
Contoh Commercial Invoice atau Faktur dapat dilihat sebagai berikut.

…………………………………………………………………..

INVOICE NO
Date
……………………
……, 20

Sold to

Quantity Description Unit Price Total Value


USD USD

TARIFF REFERENCE

Shipped by :

Mark on B/L : L/C number

Signed :…………………………….

Date :
……………………………….., 20

118
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR : P- 10/BC/2006
TENTANG
TATA CARA PENYERAHAN DAN PENATAUSAHAAN PEMBERITAHUAN
RENCANA
KEDATANGAN SARANA PENGANGKUT, MANIFES KEDATANGAN SARANA
PENGANGKUT, DAN MANIFES KEBERANGKATAN SARANA PENGANGKUT
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan :
1. Barang impor adalah barang yang dimasukkan ke dalam Daerah
Pabean.
2. Barang ekspor adalah barang yang dikeluarkan dari Daerah
Pabean
untuk dibawa atau dikirim ke luar negeri.
3. Barang diangkut terus adalah barang yang diangkut dengan
Sarana
Pengangkut melalui Kantor Pabean tanpa dilakukan
pembongkaran
terlebih dahulu.
4. Barang diangkut lanjut adalah barang yang diangkut dengan
Sarana
Pengangkut melalui Kantor Pabean dengan dilakukan
pembongkaran
terlebih dahulu.
5. Kantor Pabean adalah Kantor dalam lingkungan Direktorat
Jenderal
Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban Pabean.
6. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pejabat adalah Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang
ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu
berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995.
7. Pengangkut adalah orang, kuasanya, atau yang bertanggung
jawab atas pengoperasian Sarana Pengangkut yang mengangkut
barang dan/atau orang.
8. Sarana Pengangkut adalah kendaraan/angkutan melalui laut,
udara,
atau darat yang dipakai untuk mengangkut barang dan/atau
orang.

119
9. Pelabuhan adalah pelabuhan laut dan pelabuhan udara.
10. Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut adalah pemberitahuan
tentang rencana kedatangan Sarana Pengangkut yang
disampaikan
oleh pengangkut ke suatu Kantor Pabean.

11. Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut adalah pemberitahuan


tentang rencana kedatangan Sarana Pengangkut yang
mempunyai
12. jadwal kedatangan secara teratur dalam suatu periode tertentu,
yang disampaikan oleh pengangkut ke suatu Kantor Pabean.
13. Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut ( Inward Manifest ), untuk
selanjutnya disebut Inward Manifest adalah daftar muatan barang
niaga yang diangkut oleh Sarana Pengangkut melalui laut, udara,
dan darat pada saat memasuki Kawasan Pabean.
14. Manifes Keberangkatan Sarana Pengangkut ( Out ward Manifest ),
untuk selanjutnya disebut Out ward Manifest adalah daftar muatan
barang niaga yang diangkut oleh Sarana Pengangkut melalui laut,
udara, dan darat pada saat meninggalkan Kawasan Pabean.
15. Sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE) adalah proses pertukaran
data dengan menggunakan hubungan langsung antar computer
melalui sistem pertukaran data elektronik.
16. Media Penyimpan Data Elektronik adalah disket atau media
penyimpan data elektronik lainnya.
17. Secara manual adalah proses penyerahan data tanpa
menggunakan sarana komputer.
18. Saat kedatangan Sarana Pengangkut adalah:
a. untuk Sarana Pengangkut melalui laut pada saat Sarana
Pengangkut tersebut lego jangkar di perairan pelabuhan;
b. untuk Sarana Pengangkut melalui udara pada saat Sarana
Pengangkut tersebut mendarat di landasan bandar udara;
c. untuk Sarana Pengangkut melalui darat pada saat Sarana
Pengangkut tersebut tiba di Kawasan Pabean di daerah lintas
batas.
19. Saat keberangkatan Sarana Pengangkut adalah:
a. untuk Sarana Pengangkut melalui laut pada saat Sarana
Pengangkut tersebut angkat jangkar dari perairan pelabuhan
dalam Kawasan Pabean;
b. untuk Sarana Pengangkut melalui udara pada saat Sarana
Pengangkut tersebut lepas landas dari landasan bandar udara
dalam Kawasan Pabean;
c. untuk Sarana Pengangkut melalui darat pada saat Sarana
Pengangkut tersebut meninggalkan Kawasan Pabean di daerah
lintas batas.

120
Pasal 2
(1) Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan datang dari :
a. luar Daerah Pabean; atau
b. dalam Daerah Pabean yang mengangkut Barang impor, Barang
ekspor dan/atau barang asal Daerah Pabean yang diangkut ke
dalam Daerah Pabean lainnya melalui luar Daerah Pabean,
wajib menyerahkan pemberitahuan berupa Rencana Kedatangan
Sarana Pengangkut (RKSP) kepada Pejabat di setiap Kantor
Pabean yang akan disinggahi, paling lambat 24 (dua puluh empat)
jam sebelum kedatangan Sarana Pengangkut.
(2) Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang sarana
pengangkutnya mempunyai jadwal kedatangan secara teratur dalam
suatu periode tertentu, cukup menyerahkan Jadwal Kedatangan
Sarana Pengangkut (JKSP) kepada Pejabat di setiap Kantor Pabean
yang akan disinggahi paling lambat 24 (dua puluh empat) jam
sebelum kedatangan yang pertama dalam jadwal tertentu.
(3) Pengangkut wajib memberitahukan setiap perubahan:
a. RKSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lambat pada
saat kedatangan Sarana Pengangkut;
b. JKSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lambat pada
saat kedatangan pertama Sarana Pengangkut.
(4) Penyerahan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) tidak berlaku bagi Sarana Pengangkut yang datang dari
luar Daerah Pabean melalui darat.
(5) Pemberitahuan RKSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
JKSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah diterima dan
mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean merupakan
Pemberitahuan Pabean BC 1.0.
Pasal 3
(1) Penyerahan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) dan ayat (2) dilakukan :
a. melalui sistem PDE, untuk Kantor Pabean yang menerapkan
sistem PDE Kepabeanan;
b. melalui Media Penyimpan Data Elektronik, untuk Kantor Pabean
yang menerapkan sistem pertukaran data dengan Media
Penyimpan Data Elektronik;
c. secara manual, untuk Kantor Pabean selain yang dimaksud
pada huruf a dan b.
(2) Tata cara penyerahan dan penatausahaan pemberitahuan
RKSP/JKSP secara manual adalah sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Tata cara penyerahan dan penatausahaan pemberitahuan
RKSP/JKSP melalui Media Penyimpan Data Elektronik adalah
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur

121
Jenderal ini.
(4) Tata cara penyerahan dan penatausahaan pemberitahuan
RKSP/JKSP melalui sistem PDE adalah sebagaimana ditetapkan
dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 4
(1) Pengangkut yang sarana pengangkutnya datang dari :
a. luar Daerah Pabean; atau
b. dalam Daerah Pabean dengan mengangkut Barang impor,
Barang ekspor dan/atau barang asal Daerah Pabean yang
diangkut ke dalam Daerah Pabean lainnya melalui luar Daerah
Pabean,
wajib menyerahkan pemberitahuan berupa Inward Manifest dalam
bahasa Indonesia atau bahasa Inggris kepada Pejabat di Kant or
Pabean.
(2) Kewajiban menyerahkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilaksanakan paling lama:
a. pada saat sebelum melakukan pembongkaran barang, untuk
Sarana Pengangkut yang melalui laut dan udara;
b. pada saat kedatangan Sarana Pengangkut, untuk Sarana
Pengangkut yang melalui darat.
(3) Dalam hal pembongkaran tidak dapat segera dilakukan, kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam jangka
waktu:
a. paling lama 24 (dua puluh empat) jam sejak kedatangan Sarana
Pengangkut, untuk Sarana Pengangkut yang melalui laut;
b. paling lama 8 (delapan) jam sejak kedatangan Sarana
Pengangkut, untuk Sarana Pengangkut yang melalui udara.
(4) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara
rinci dalam pos-pos serta dikelompokkan secara terpisah dengan
pengelompokan sebagai berikut:
a. Barang impor yang kewajiban pabeannya diselesaikan di Kantor
Pabean setempat;
b. Barang impor yang akan diangkut lanjut;
c. Barang impor yang akan diangkut terus;
d. Barang ekspor yang dibongkar kemudian diangkut lanjut;
e. Barang ekspor yang akan diangkut terus;
f. barang asal Daerah Pabean yang diangkut dari satu Kawasan
Pabean ke Kawasan Pabean lainnya melalui luar Daerah
Pabean.
(5) Pos-pos sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat atas dasar
Bill of Lading/Seaway Bill atau Airway Bill dengan uraian barang
yang dapat menunjukkan klasifikasi sekurang-kurangnya 4 (empat)
digit pos Harmonized Syst em sebagaimana contoh dalam Lampiran
IV Peraturan Direktur Jenderal ini.

122
(6) Dalam hal elemen dat a uraian barang dalam satu pos sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) lebih dari 5 (lima) jenis barang, Pengangkut
mencantumkan uraian barang sekurang-kurangnya 5 (lima) jenis
barang yang paling besar nilai atau volume barangnya.
(7) Selain Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling
lama pada saat kedatangan Sarana Pengangkut, Pengangkut wajib
menyerahkan pemberitahuan dalam bahasa Indonesia atau bahasa
Inggris secara elektronik atau manual kepada Pejabat di Kantor
Pabean, berupa :
a. Daftar penumpang dan/atau Awak Sarana Pengangkut;
b. Daftar bekal kapal;
c. St owage plan;
d. Daftar senjata api; dan
e. Daftar obat -obatan termasuk narkotika yang digunakan untuk
kepentingan pengobatan.
(8) Untuk Sarana Pengangkut yang tiba melalui udara, Pengangkut
wajib menyerahkan Daftar Penumpang sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) huruf a paling lambat 1 (satu) jam sebelum
kedatangan Sarana Pengangkut.
(9) Pengangkut yang sarana pengangkutnya datang dari luar Daerah
Pabean, apabila sarana pengangkutnya tidak mengangkut barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyerahkan
pemberitahuan nihil.
(10) Dalam hal Sarana Pengangkut dalam keadaan darurat, pengangkut
dapat melakukan pembongkaran barang terlebih dahulu, dan wajib:
a. melaporkan keadaan darurat tersebut ke Kantor Pabean
terdekat pada kesempatan pertama; dan
b. menyerahkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (7) paling lama 72 (tujuh puluh dua) jam sesudah
pembongkaran.
(11) Kewajiban pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku bagi Sarana Pengangkut yang tidak melakukan
kegiatan bongkar/muat dan:
a. berlabuh/lego jangkar tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam
untuk Sarana Pengangkut laut; atau
b. mendarat tidak lebih dari 8 (delapan) jam untuk Sarana
Pengangkut udara.
(12) Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang telah
diterima dan mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean
merupakan Pemberitahuan Pabean BC 1.1 dan berlaku sebagai
persetujuan pembongkaran barang.
Pasal 5
(1) Penyerahan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) dilakukan :

123
a. melalui sistem PDE, untuk Kantor Pabean yang menerapkan
sistem PDE Kepabeanan;
b. melalui Media Penyimpan Data Elektronik, untuk Kantor Pabean
yang menerapkan sistem pertukaran data dengan Media
Penyimpan Data Elektronik;
c. secara manual, untuk Kantor Pabean selain yang dimaksud
pada huruf a dan b.
(2) Tata cara penyerahan dan penatausahaan pemberitahuan Inward
Manifest secara manual adalah sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Tata cara penyerahan dan penatausahaan pemberitahuan Inward
Manifest melalui Media Penyimpan Data Elektronik adalah
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI Peraturan Direktur
Jenderal ini.
(4) Tata cara penyerahan dan penatausahaan pemberitahuan Inward
Manifest melalui sistem PDE adalah sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 6
(1) Sepanjang dapat dibuktikan dengan dokumen pendukung,
pengangkut atau pihak-pihak lain yang bertanggungjawab atas
barang dapat mengajukan perbaikan terhadap BC 1.1 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (12) dalam hal:
a. terdapat kesalahan mengenai nomor, merek, ukuran dan jenis
kemasan dan/atau petikemas;
b. terdapat kesalahan mengenai jumlah kemasan dan/atau
petikemas serta jumlah barang curah;
c. terdapat kesalahan nama consignee dan/atau not ify part y pada
Manifes;
d. diperlukan penggabungan beberapa pos menjadi satu pos,
dengan syarat:
1) pos BC 1.1 yang akan digabungkan berasal dari BC 1.1
yang sama;
2) nama dan alamat shipper/supplier, consignee, not ify
address/not ify part y, dan pelabuhan pemuatan harus sama
untuk masing-masing pos yang akan digabungkan;
3) telah diterbitkan revisi Bill of Lading/Airway Bill;
e. terdapat kesalahan data lainnya atau perubahan pos manifes.

(2) Perbaikan terhadap BC 1.1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilaksanakan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean.
(3) Dalam hal diperlukan perincian lebih lanjut atas pos BC 1.1 dari
Barang impor yang dikirim secara konsolidasi, Pengangkut atau
Pihak-pihak lain yang bertanggungjawab atas barang dapat
mengajukan perbaikan terhadap BC 1.1 tanpa persetujuan Kepala

124
Kantor Pabean.
(4) Tanggung jawab berkenaan dengan pengajuan perbaikan terhadap
BC 1.1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat ( 3)
dibebankan pada pihak yang mengajukan perbaikan.
Pasal 7
Tata cara perbaikan terhadap BC 1.1 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII Peraturan
Direktur Jenderal ini.
Pasal 8
(1) Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan berangkat menuju:
a. ke luar Daerah Pabean; atau
b. ke dalam Daerah Pabean dengan membawa Barang impor,
Barang ekspor dan/atau barang asal Daerah Pabean yang
diangkut ke dalam Daerah Pabean lainnya melalui luar Daerah
Pabean,
wajib menyerahkan pemberitahuan berupa Out ward Manifest dalam
bahasa Indonesia atau bahasa Inggris kepada Pejabat di Kantor
Pabean.
(2) Kewajiban menyerahkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilaksanakan paling lama 24 (dua puluh empat) jam
sejak keberangkatan Sarana Pengangkut.
(3) Out ward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
secara rinci dalam pos-pos serta dikelompokkan secara terpisah
dengan pengelompokan sebagai berikut:
a. Barang ekspor yang dimuat di Kantor Pabean setempat;
b. Barang ekspor yang diangkut terus;
c. Barang impor diangkut lanjut;
d. Barang impor yang diangkut terus; dan/atau
e. barang asal Daerah Pabean yang diangkut dari satu Kawasan
Pabean ke Kawasan Pabean lainnya melalui luar Daerah
Pabean.
(4) Pos-pos dalam Out ward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dibuat atas dasar Bill of Lading/Seaway Bill atau Airway Bill
dengan uraian barang yang yang dapat menunjukkan klasifikasi
sekurang-kurangnya 4 (empat) digit pos Harmonized Syst em
sebagaimana contoh dalam Lampiran IV Peraturan Direktur
Jenderal ini.
(5) Dalam hal elemen data uraian barang dalam pos sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) lebih dari 5 (lima) jenis barang, Pengangkut
mencantumkan uraian barang sekurang-kurangnya 5 (lima) jenis
barang yang paling besar nilai atau volume barangnya.
(6) Pengangkut, yang sarana pengangkutnya menuju ke luar Daerah
Pabean dengan tidak mengangkut barang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), wajib menyerahkan pemberitahuan nihil.

125
(7) Kewajiban pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku bagi Sarana Pengangkut yang tidak melakukan
kegiatan bongkar/muat dan:
a. lego jangkar tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam untuk
Sarana Pengangkut laut; atau
b. mendarat tidak lebih dari 8 (delapan) jam untuk Sarana
Pengangkut udara.
(8) Out ward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang telah
diterima dan mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean
merupakan Pemberitahuan Pabean BC 1.1.
Pasal 9
(1) Penyerahan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) dilakukan :
a. melalui sistem PDE, untuk Kantor Pabean yang menerapkan
sistem PDE Kepabeanan;
b. melalui Media Penyimpan Data Elektronik, untuk Kantor Pabean
yang menerapkan sistem pertukaran data dengan Media
Penyimpan Data Elektronik;
c. secara manual, untuk Kantor Pabean selain yang dimaksud
pada huruf a dan b.
(2) Tata cara penyerahan dan penatausahaan pemberitahuan Out ward
Manifest secara manual adalah sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran IX Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Tata cara penyerahan dan penatausahaan pemberitahuan Out ward
Manifest melalui Media Penyimpan Data Elektronik adalah
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran X Peraturan Direktur
Jenderal ini.
(4) Tata cara penyerahan dan penatausahaan pemberitahuan Out ward
Manifest melalui sistem PDE adalah sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran XI Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 10
(1) Penutupan pos BC 1.1 dapat dilakukan secara manual atau secara
elektronik.
(2) Penutupan pos BC 1.1 adalah dengan mencantumkan nomor dan
tanggal pemberitahuan pabean atau dokumen lain yang digunakan
untuk penyelesaian kewajiban pabean.
Pasal 11
(1) Ketentuan mengenai RKSP/JKSP dan Inward Manifest dalam
Peraturan Direktur Jenderal ini, untuk:
a. Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A Khusus Tanjung Priok
I, II, dan III, mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2006;
b. Kantor Pabean lainnya, mulai berlaku pada tanggal 1 September
2006.

126
(2) Ketentuan mengenai Out ward Manifest dalam Peraturan Direktur
Jenderal ini, mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 2006.

Pasal 12
(1) Hari dan jam kerja Kantor Pabean diberlakukan sesuai Keputusan
Menteri Keuangan tentang Hari dan Jam Kerja di Lingkungan
Departemen Keuangan.
(2) Kantor Pabean memberikan pelayanan 24 (dua puluh empat) jam
setiap hari terhadap kegiatan penerimaan RKSP/JKSP, Inward
Manifest , dan Out ward Manifest .
(3) Kepala Kantor Pabean mengatur penempatan petugas yang
melayani kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 13
Pengajuan RKSP/JKSP, Inward Manifest , dan Out ward Manifest melalui
sistem PDE dilayani berdasarkan kesepakatan antara Pengangkut
dengan
Kepala Kantor Wilayah yang dituangkan dalam Nota Perjanjian
Penggunaan Sistem PDE.
Pasal 14
Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini maka Keputusan
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-61/BC/2000 dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 15
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2006.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Peraturan Direktur Jenderal ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Juni 2006
DIREKTUR JENDERAL,
T td
ANWAR SUPRIJADI
NIP 120050332

127
LAMPIRAN I
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR
P- /BC/2006 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN DAN
PENATAUSAHAN PEMBERITAHUAN RENCANA KEDATANGAN
SARANA PENGANGKUT, MANIFES KEDATANGAN SARANA
PENGANGKUT, DAN MANIFES KEBERANGKATAN SARANA
PENGANGKUT
TATA CARA PENYERAHAN DAN PENATAUSAHAAN PEMBERITAHUAN
RKSP/JKSP SECARA MANUAL
A. Pengangkut:
1. Menyerahkan RKSP/JKSP kepada Pejabat yang mengelola manifes di
Kantor
Pabean yang disinggahi dalam rangkap 2 (dua), dengan elemen data
sekurangkurangnya
:
a) nama Sarana Pengangkut;
b) nomor pengangkutan (voyage/flight number);
c) nama pengangkut;
d) pelabuhan asal;
e) pelabuhan tujuan/bongkar;
f) perkiraan tempat sandar/kade/parkir;
g) perkiraan tanggal dan jam kedatangan Sarana Pengangkut;
h) jumlah kemasan, petikemas, atau barang curah yang diangkut;
i) perkiraan tanggal dan jam keberangkatan Sarana Pengangkut;
2. Menerima kembali RKSP/JKSP lembar kedua setelah diberi nomor dan
tanggal
pendaftaran BC 1.0 dari Pejabat yang mengelola manifes, sebagai tanda
bukti
penerimaan;
3. Memberitahukan kepada Pejabat yang mengelola manifes, apabila
ada
perubahan RKSP/JKSP;
4. Menerima tanda bukti penerimaan perubahan RKSP/JKSP dari Pejabat
yang
mengelola manifes.
B. Pejabat yang Mengelola Manifes:
1. Menerima RKSP/JKSP dalam rangkap 2 (dua) dari Pengangkut;
2. Meneliti kelengkapan data isian pada RKSP/JKSP;
3. Memberikan nomor dan tanggal pendaftaran BC 1.0 serta
membukukannya ke
dalam Buku Catatan Pabean (BCP BC 1.0);
4. Menyerahkan RKSP/JKSP lembar kedua setelah diberi nomor dan
tanggal

128
pendaftaran BC 1.0 kepada Pengangkut sebagai tanda bukti
penerimaan;
5. Menerima pemberitahuan perubahan RKSP/JKSP dari Pengangkut,
dalam hal
ada perubahan;
6. Menyerahkan tanda bukti penerimaan perubahan RKSP/JKSP kepada
Pengangkut.
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
ANWAR SUPRIJADI
NIP 120050332

LAMPIRAN II
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR
P- /BC/2006 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN DAN
PENATAUSAHAN PEMBERITAHUAN RENCANA KEDATANGAN
SARANA PENGANGKUT, MANIFES KEDATANGAN SARANA
PENGANGKUT, DAN MANIFES KEBERANGKATAN SARANA
PENGANGKUT
TATA CARA PENYERAHAN DAN PENATAUSAHAAN PEMBERITAHUAN
RKSP/JKSP MELALUI MEDIA PENYIMPAN DATA ELEKTRONIK
A. Pengangkut:
1. Menyiapkan RKSP/JKSP dengan menggunakan program aplikasi
manifes/ modul
pengangkut dengan elemen data:
a) nama Sarana Pengangkut;
b) nomor pengangkutan (voyage/flight number);
c) nama pengangkut;
d) pelabuhan asal;
e) pelabuhan tujuan/bongkar;
f) perkiraan tempat sandar/kade/parkir;
g) perkiraan tanggal dan jam kedatangan Sarana Pengangkut;
h) jumlah kemasan, petikemas, atau barang curah yang diangkut;
i) perkiraan tanggal dan jam keberangkatan Sarana Pengangkut;
2. Mencetak RKSP/JKSP dan melakukan transfer data RKSP/JKSP ke Media
Penyimpan Data Elektronik;
3. Menyerahkan hasil cetak RKSP/JKSP dan Media Penyimpan Data
Elektronik
kepada Pejabat yang mengelola manifes di Kantor Pabean yang
disinggahi;
4. Menerima kembali RKSP/JKSP setelah diberi nomor dan tanggal
pendaftaran BC
1.0 dari Pejabat yang mengelola manifes, sebagai tanda bukti
penerimaan;

129
5. Memberitahukan kepada Pejabat yang mengelola manifes, apabila
ada perubahan
RKSP/JKSP;
6. Menerima bukti penerimaan perubahan RKSP/JKSP dari Pejabat yang
mengelola
manifes.
B. Pejabat yang Mengelola Manifes:
1. Menerima hasil cetak RKSP/JKSP dan Media Penyimpan Data Elektronik
dari
Pengangkut;
2. Memeriksa kondisi Media Penyimpan Data Elektronik dan data yang
ada di
dalamnya;
3. Melakukan transfer data RKSP/JKSP dari Media Penyimpan Data
Elektronik ke
dalam Sistem Aplikasi Pelayanan Manifes di Kantor Pabean;
4. Menyerahkan RKSP/JKSP yang telah diberi nomor dan tanggal
pendaftaran BC
1.0 dan Media Penyimpan Data Elektronik kepada Pengangkut sebagai
tanda
bukti penerimaan;
5. Menerima pemberitahuan perubahan RKSP/JKSP dari Pengangkut,
dalam hal
ada perubahan;
6. Menyerahkan tanda bukti penerimaan perubahan RKSP/JKSP kepada
Pengangkut.
C. Sistem Aplikasi Pelayanan Manifes di Kantor Pabean:
1. Menerima dan meneliti kelengkapan data (validasi) RKSP/JKSP;
2. Memberikan nomor dan tanggal pendaftaran BC 1.0;
3. Mengubah data RKSP/JKSP, dalam hal ada perubahan.
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
ANWAR SUPRIJADI
NIP 120050332

130
LAMPIRAN III
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR
P- /BC/2006 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN DAN
PENATAUSAHAN PEMBERITAHUAN RENCANA KEDATANGAN
SARANA PENGANGKUT, MANIFES KEDATANGAN SARANA
PENGANGKUT, DAN MANIFES KEBERANGKATAN SARANA
PENGANGKUT
TATA CARA PENYERAHAN DAN PENATAUSAHAAN PEMBERITAHUAN
RKSP/JKSP MELALUI SISTEM PDE
A. Pengangkut:
1. Menyiapkan RKSP/JKSP dengan menggunakan program aplikasi
manifes/ modul
pengangkut dengan elemen dat a:
a) nama Sarana Pengangkut;
b) nomor pengangkutan (voyage/flight number);
c) nama pengangkut;
d) pelabuhan asal;
e) pelabuhan tujuan/bongkar;
f) perkiraan tempat sandar/kade/parkir;
g) perkiraan tanggal dan jam kedatangan Sarana Pengangkut;
h) jumlah kemasan, petikemas, atau barang curah yang diangkut;
i) perkiraan tanggal dan jam keberangkatan Sarana Pengangkut;
2. Mengirimkan data RKSP/JKSP melalui sistem PDE ke Kantor Pabean
yang disinggahi;
3. Menerima respon dan mencetak bukti penerimaan berupa nomor dan
tanggal pendaftaran BC 1.0;
4. Mengirimkan data perubahan RKSP/JKSP, dalam hal ada perubahan;
5. Menerima respon dan mencetak bukti penerimaan perubahan
RKSP/JKSP.
B. Sistem Aplikasi Pelayanan Manifes di Kantor Pabean:
1. Menerima dan meneliti kelengkapan data (validasi) RKSP/JKSP yang
dikirim melalui sistem PDE oleh Pengangkut;
2. Mengirimkan respon penerimaan RKSP/JKSP yang berupa nomor dan
tanggal pendaftaran BC 1.0 kepada pengangkut apabila RKSP/JKSP
telah diisi dengan lengkap;
3. Menerima dan meneliti perubahan data (validasi) RKSP/JKSP, dalam
hal ada perubahan;
4. Mengirimkan respon penerimaan perubahan data RKSP/JKSP.
DIREKTUR JENDERAL,
ANWAR SUPRIJADI
NIP 120050332

131
LAMPIRAN IV
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR
P- /BC/2006 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN DAN
PENATAUSAHAN PEMBERITAHUAN RENCANA KEDATANGAN
SARANA PENGANGKUT, MANIFES KEDATANGAN SARANA
PENGANGKUT, DAN MANIFES KEBERANGKATAN SARANA
PENGANGKUT
CONTOH PENULISAN URAIAN BARANG PADA
INWARD MANIFEST DAN OUTWARD MANIFEST
No Tidak Sesuai Ketentuan Sesuai Ketentuan
1. Spare part s, aut o part s Gear, Nut , Bolt , Chain, Camshaft
2. Elect ronic part s, Elect ric part s Diode, t ransist or, LED, IC, PCB, cable
3. Foodst uff Noodle, Candy, Tea, Coffee
4. St at ionery Books, pencil, pen, ink
5. Household Refrigerat or, Washing machine, Chair, Television
6. Chemical product , chemicals, chemical goods Dyest uff, Surfact ant ,
Soap, Toot hpast e
7. Fabrics, t ext ile Jeans, T-shirt , underwear, socks, sweat er, hat
8. Plast ic product s Toys, Toot h brass
9. Elect rical goods, Elect ronics Television, Radio, Video player, CD
player, magic jar
10. Machinery Drilling machine, sewing machine, knit t ing machine,
print ing machine
11. Tools Screwdriver, hammer, saw, drill
12. Home appliances Blender, Juicer, Mixer, St ove, Microwave oven
13. Various goods Diuraikan sesuai jenis barang
14. Sundry goods Diuraikan sesuai jenis barang
15. General cargo, general merchandise Diuraikan sesuai jenis barang
16. Personal effect Diuraikan sesuai jenis barang
17. Raw Mat erial Diuraikan sesuai jenis barang
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
ANWAR SUPRIJADI
NIP 120050332

132
LAMPIRAN V
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR
P- /BC/2006 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN DAN
PENATAUSAHAN PEMBERITAHUAN RENCANA KEDATANGAN
SARANA PENGANGKUT, MANIFES KEDATANGAN SARANA
PENGANGKUT, DAN MANIFES KEBERANGKATAN SARANA
PENGANGKUT
TATA CARA PENYERAHAN DAN PENATAUSAHAAN PEMBERITAHUAN
INWARD MANIFEST SECARA MANUAL
A. Pengangkut:
1. Menyiapkan Inward Manifest dengan elemen data sekurang-
kurangnya :
a) Bagi Sarana Pengangkut melalui laut:
1) nama Sarana Pengangkut;
2) bendera/kebangsaan;
3) nomor pelayaran(voyage number);
4) nama pengangkut;
5) pelabuhan asal/ pelabuhan muat;
6) pelabuhan tujuan/bongkar;
7) tanggal dan jam kedatangan;
8) jumlah Bill of Lading;
9) nomor urut;
10) nomor dan tanggal Bill of Lading;
11) nama dan alamat pengirim (shipper/supplier);
12) nama dan alamat penerima (consignee);
13) nama dan alamat pemberitahu ( not ify address/not ify part y);
14) nomor dan merek kemasan/petikemas;
15) nomor segel kemasan/petikemas;
16) jumlah dan jenis kemasan/petikemas;
17) ukuran dan tipe kemasan/petikemas;
18) uraian barang;
19) berat kotor (brut t o);
20) ukuran/volume barang;
21) mot her vessel, apabila ada;
22) keterangan;
23) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
b) Bagi Sarana Pengangkut melalui udara:
1) nama Sarana Pengangkut;
2) Bendera/Kebangsaan;
3) nomor penerbangan (flight number);
4) nama pengangkut;
5) pelabuhan asal / pelabuhan muat );
6) pelabuhan bongkar;
7) tanggal dan jam kedatangan;

133
8) jumlah Airway Bill;
9) nomor urut;
10) nomor dan tanggal Airway Bill;
11) nama dan alamat pengirim (shipper/supplier);
12) nama dan alamat penerima (consignee);
13) nama dan alamat pemberitahu ( not ify address/not ify part y);
14) nomor dan merek kemasan;
15) jumlah dan jenis kemasan;
16) uraian barang;
17) berat kotor (brut t o);
18) ukuran/volume barang;
19) first carrier, apabila ada;

20) keterangan;
21) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
c) Bagi Sarana Pengangkut melalui darat:
1) nomor tanda kendaraan (car regist rat ion number);
2) nama pengangkut;
3) tempat asal;
4) tempat tujuan;
5) tanggal kedatangan;
6) nomor urut;
7) nama dan alamat pengirim (supplier);
8) nama dan alamat penerima barang;
9) jumlah dan jenis kemasan/petikemas;
10) ukuran dan tipe kemasan/petikemas;
11) uraian barang;
12) berat kotor (brut t o);
13) ukuran/volume barang;
14) keterangan;
15) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
2. Melakukan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
sesuai tariff yang ditetapkan atas pelayanan manifes melalui Bank Devisa
Persepsi atau Kantor Pabean dan menerima tanda bukti pembayaran;
3. Menyerahkan Inward Manifest dengan dilampiri bukti pembayaran
PNBP kepada Pejabat yang mengelola manifes di Kantor Pabean yang
disinggahi;
4. Menerima tanda bukti penerimaan berupa BCF 1.1 yang berisi nomor
dan tanggal pendaftaran BC 1.1.
B. Pejabat yang Mengelola Manifes:
1. Menerima Manifes Inward Manifest dari Pengangkut beserta bukti
pembayaran PNBP dari Pengangkut;
2. Meneliti kelengkapan dan kebenaran elemen data Inward Manifest ;

134
3. Membukukan Inward Manifest ke dalam Buku Catatan Pabean (BCP
BC 1.1) dan mencantumkan nomor dan tanggal pendaftaran BC 1.1
pada Inward Manifest bersangkutan;
4. Memberikan bukti penerimaan berupa BCF 1.1 dengan
mencantumkan nomor dan tanggal BC 1.1 dan menyerahkan kepada
Pengangkut;
5. Meneliti uraian barang dalam BC 1.1 dan mencatat nomor pos BC 1.1
yang uraian barangnya kurang jelas;
6. Melakukan penutupan pos BC 1.1;
7. Meneliti dan memproses pos-pos BC 1.1 yang masih terbuka serta
memindahkan pos BC 1.1 yang masih terbuka kedalam BCF 1.5 apabila
jangka waktu penimbunannya sudah melebihi:
a) 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal BC 1.1, bagi barang yang ditimbun di
TPS dalam area pelabuhan; atau
b) 60 (enam puluh) hari sejak tanggal BC 1.1, bagi barang yang ditimbun
di TPS di luar area pelabuhan;
8. Menyerahkan BCF 1.5 kepada Pejabat yang mengelola Tempat
Penimbunan Pabean (TPP).
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
ANWAR SUPRIJADI
NIP 120050332

LAMPIRAN VI
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR
P- /BC/2006 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN DAN
PENATAUSAHAN PEMBERITAHUAN RENCANA KEDATANGAN
SARANA PENGANGKUT, MANIFES KEDATANGAN SARANA
PENGANGKUT, DAN MANIFES KEBERANGKATAN SARANA
PENGANGKUT
TATA CARA PENYERAHAN DAN PENATAUSAHAAN PEMBERITAHUAN
INWARD MANIFEST MELALUI MEDIA PENYIMPAN DATA ELEKTRONIK
A. Pengangkut:
1. Menyiapkan Inward Manifest menggunakan program aplikasi
manifes/modul
pengangkut dengan elemen data sekurang-kurangnya :
a) Bagi Sarana Pengangkut melalui laut:
1) nama Sarana Pengangkut;
2) bendera/kebangsaan;
3) nomor pelayaran (voyage number);
4) nama pengangkut;
5) pelabuhan asal/ pelabuhan muat;
6) pelabuhan bongkar;
7) tanggal dan jam kedatangan;

135
8) jumlah Bill of Lading;
9) nomor urut;
10) nomor dan tanggal Bill of Lading;
11) nama dan alamat pengirim (shipper/supplier);
12) nama dan alamat penerima (consignee);
13) nama dan alamat pemberitahu ( not ify address/not ify part y);
14) nomor dan merek kemasan/petikemas;
15) nomor segel kemasan/petikemas;
16) jumlah dan jenis kemasan/petikemas;
17) ukuran dan tipe kemasan/petikemas;
18) uraian barang;
19) berat kotor (brut t o);
20) ukuran/volume barang;
21) mot her vessel, apabila ada;
22) keterangan;
23) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
b) Bagi Sarana Pengangkut melalui udara:
1) nama Sarana Pengangkut;
2) Bendera/Kebangsaan;
3) nomor penerbangan (flight number);
4) nama pengangkut;
5) pelabuhan asal / pelabuhan muat;
6) pelabuhan bongkar;
7) tanggal dan jam kedatangan;
8) jumlah Airway Bill;
9) nomor urut;
10) nomor dan tanggal Airway Bill;
11) nama dan alamat pengirim (shipper/supplier);
12) nama dan alamat penerima (consignee);
13) nama dan alamat pemberitahu ( not ify address/not ify part y);
14) nomor dan merek kemasan;
15) jumlah dan jenis kemasan;
16) uraian barang;
17) berat kotor (brut t o);
18) ukuran/volume barang;

19) first carrier, apabila ada;


20) keterangan;
21) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
c) Bagi Sarana Pengangkut melalui darat:
1) nomor tanda kendaraan (car regist rat ion number);
2) nama pengangkut;
3) tempat asal;
4) tempat tujuan;

136
5) tanggal kedatangan;
6) nomor urut;
7) nama dan alamat pengirim (supplier);
8) nama dan alamat penerima barang;
9) jumlah dan jenis kemasan/petikemas;
10) ukuran dan tipe kemasan/petikemas;
11) uraian barang;
12) berat kotor (brut t o);
13) ukuran/volume barang;
14) keterangan;
15) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
2. Melakukan pembayaran PNBP sesuai tarif yang ditetapkan atas
pelayanan manifes melalui Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pabean dan
menerima tanda bukti pembayaran;
3. Mencetak lembar pengantar Inward Manifest serta melakukan transfer
data Inward Manifest ke Media Penyimpan Data Elektronik;
4. Menyerahkan Media Penyimpan Data Elektronik yang berisi data
Inward Manifest dan lembar pengantarnya dengan dilampiri bukti
pembayaran PNBP kepada Pejabat yang mengelola manifes di Kantor
Pabean yang disinggahi;
5. Menerima tanda bukti penerimaan berupa BCF 1.1 yang berisi nomor
dan tanggal pendaftaran BC 1.1.
A. Pejabat yang Mengelola Manifes:
1. Menerima Media Penyimpan Data Elektronik yang berisi data Inward
Manifest beserta bukti pembayaran PNBP dari Pengangkut;
2. Memeriksa kondisi Media Penyimpan Data Elektronik dan data yang
ada di dalamnya;
3. Melakukan transfer data Inward Manifest dari Media Penyimpan Data
Elektronik ke dalam Sistem Aplikasi Pelayanan Manifes di Kantor Pabean;
4. Memberikan bukti penerimaan berupa BCF 1.1 dengan
mencantumkan nomor dan tanggal BC 1.1 dan menyerahkan kepada
Pengangkut;
5. Meneliti uraian barang dalam BC 1.1 dan mencatat nomor pos BC 1.1
yang uraian barangnya kurang jelas;
6. Melakukan penutupan pos BC 1.1 dengan dokumen penyelesaian
kewajiban pabean dalam hal penutupan pos masih dilakukan secara
manual (ent ry data);
7. Menyerahkan BCF 1.5 kepada Pejabat yang mengelola Tempat
Penimbunan Pabean (TPP).
C. Sistem Aplikasi Pelayanan Manifes di Kantor Pabean:
1. Menerima dan meneliti kelengkapan data (validasi) Inward Manifest ;
2. Memberikan nomor dan tanggal pendaftaran BC 1.1;
3. Mencetak tanda terima pendaftaran dengan mencantumkan nomor
dan tanggal pendaftaran BC 1.1;

137
4. Melakukan penutupan pos BC 1.1;
5. Meneliti dan memproses pos-pos BC 1.1 yang masih terbuka serta
memindahkan pos BC 1.1 yang masih terbuka kedalam BCF 1.5 apabila
jangka waktu penimbunannya sudah melebihi:

a) 30 (tiga puluh) hari sejak dit imbun, bagi barang yang ditimbun di TPS
dalam area pelabuhan; atau
b) 60 (enam puluh) hari sejak ditimbun, bagi barang yang ditimbun di TPS
di luar area pelabuhan.
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
ANWAR SUPRIJADI
NIP 120050332

LAMPIRAN VII
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR
P- /BC/2006 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN DAN
PENATAUSAHAN PEMBERITAHUAN RENCANA KEDATANGAN
SARANA PENGANGKUT, MANIFES KEDATANGAN SARANA
PENGANGKUT, DAN MANIFES KEBERANGKATAN SARANA
PENGANGKUT
TATA CARA PENYERAHAN DAN PENATAUSAHAAN PEMBERITAHUAN
INWARD MANIFEST MELALUI SISTEM PDE
A. Pengangkut:
1. Menyiapkan Inward Manifest menggunakan program aplikasi
manifes/modul
pengangkut, dengan elemen data sekurang-kurangnya:
a) Bagi Sarana Pengangkut melalui laut:
1) nama Sarana Pengangkut;
2) bendera/kebangsaan;
3) nomor pelayaran (voyage number);
4) nama pengangkut;
5) pelabuhan asal/ pelabuhan muat ;
6) pelabuhan bongkar;
7) tanggal dan jam kedatangan;
8) jumlah Bill of Lading;
9) nomor urut;
10) nomor dan tanggal Bill of Lading;
11) nama dan alamat pengirim (shipper/supplier);
12) nama dan alamat penerima (consignee);
13) nama dan alamat pemberitahu ( not ify address/not ify part y);
14) nomor dan merek kemasan/petikemas;
15) nomor segel kemasan/petikemas;
16) jumlah dan jenis kemasan/petikemas;

138
17) ukuran dan tipe kemasan/petikemas;
18) uraian barang;
19) berat kotor (brut t o);
20) ukuran/volume barang;
21) mot her vessel, apabila ada;
22) keterangan;
23) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
b) Bagi Sarana Pengangkut melalui udara :
1) nama Sarana Pengangkut;
2) Bendera/Kebangsaan;
3) Nomor penerbangan (flight number);
4) nama pengangkut;
5) pelabuhan asal / pelabuhan muat;
6) pelabuhan bongkar;
7) tanggal dan jam kedatangan;
8) jumlah Airway Bill;
9) nomor urut;
10) nomor dan tanggal Airway Bill;
11) nama dan alamat pengirim (shipper/supplier);
12) nama dan alamat penerima (consignee);
13) nama dan alamat pemberitahu ( not ify address/not ify part y);
14) nomor dan merek kemasan;
15) jumlah dan jenis kemasan;
16) uraian barang;
17) berat kotor (brut t o);
18) ukuran/volume barang;
19) first carrier, apabila ada;
20) keterangan;
21) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
c) Bagi Sarana Pengangkut melalui darat:
1) nomor tanda kendaraan (car regist rat ion number);
2) nama pengangkut;
3) tempat asal;
4) tempat tujuan;
5) tanggal kedatangan;
6) nomor urut;
7) nama dan alamat pengirim (supplier);
8) nama dan alamat penerima barang;
9) jumlah dan jenis kemasan/petikemas;
10) ukuran dan tipe kemasan/petikemas;
11) uraian barang;
12) berat kotor (brut t o);
13) ukuran/volume barang;
14) keterangan;

139
15) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
2. Melakukan pembayaran PNBP sesuai tarif yang ditetapkan atas
pelayanan manifes melalui Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pabean dan
menerima tanda bukti pembayaran;
3. Mengirim Inward Manifest ke Kantor Pabean yang disinggahi melalui
sistem PDE;
4. Menyerahkan tanda bukti pembayaran PNBP kepada Pejabat yang
mengelola manifes di Kantor Pabean;
5. Menerima respon bukti penerimaan Inward Manifest yang telah diberi
nomor dan tanggal pendaftaran BC 1.1.
B. Sistem Aplikasi Pelayanan Manifes di Kantor Pabean:
1. Menerima dan meneliti kelengkapan data (validasi) Inward Manifest
yang dikirim melalui sistem PDE oleh Pengangkut;
2. Mengirim respon bukti penerimaan Inward Manifest yang dengan
memberi nomor dan tanggal pendaftaran BC 1.1;
3. Melakukan penutupan pos BC 1.1;
4. Meneliti dan memproses pos-pos BC 1.1 yang masih terbuka serta
memindahkan pos BC 1.1 yang masih terbuka kedalam BCF 1.5 apabila
jangka waktu penimbunannya sudah melebihi:
a) 30 (tiga puluh) hari sejak ditimbun, bagi barang yang ditimbun di TPS
dalam area pelabuhan; atau
b) 60 (enam puluh) hari sejak ditimbun, bagi barang yang ditimbun di TPS
di luar area pelabuhan.
C. Pejabat yang Mengelola Manifes:
1. Meneliti uraian barang dalam BC 1.1 dan mencatat nomor pos BC 1.1
yang uraian barangnya kurang jelas;
2. Melakukan penutupan pos BC 1.1 dengan dokumen penyelesaian
kewajiban pabean dalam hal penutupan pos masih dilakukan secara
manual (ent ry data);
3. Menyerahkan BCF 1.5 kepada Pejabat yang mengelola Tempat
Penimbunan Pabean (TPP).
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
ANWAR SUPRIJADI
NIP 120050332

140
LAMPIRAN VIII
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR
P- /BC/2006 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN DAN
PENATAUSAHAN PEMBERITAHUAN RENCANA KEDATANGAN
SARANA PENGANGKUT, MANIFES KEDATANGAN SARANA
PENGANGKUT, DAN MANIFES KEBERANGKATAN SARANA
PENGANGKUT
TATA CARA PERBAIKAN TERHADAP BC1.1
A. Pengangkut atau Pihak-pihak Lain yang Bertanggung Jawab Atas
Barang:
1. Menyiapkan permohonan perbaikan BC 1.1 mengenai:
1) nomor, merek, ukuran dan jenis kemasan dan/atau petikemas;
2) jumlah kemasan dan/ atau peti kemas serta jumlah barang curah;
3) consignee dan/atau not ify part y;
4) penggabungan pos BC 1.1;
5) kesalahan data lainnya atau perubahan pos BC 1.1;
2. Menyiapkan permohonan untuk perbaikan BC 1.1 mengenai perincian
lebih lanjut atas pos BC 1.1 dari Barang impor yang dikirim secara
konsolidasi;
3. Melakukan pembayaran PNBP atas pelayanan Inward manifest melalui
Bank Devisa Persepsi atau Kant or Pabean dan menerima tanda bukti
pembayaran;
4. Menyerahkan permohonan perbaikan BC 1.1 sebagaimana dimaksud
pada angka
1, kepada Kepala Kantor Pabean disertai bukti pembayaran PNBP dan
dokumen pendukung sebagai lampiran permohonan perbaikan BC 1.1
berupa :
a) Bill of Lading/Airway Bill;
b) lembaran Inward manifest perbaikan, untuk Kantor Pabean yang
menerapkan penyerahan data secara manual;
c) soft copy Inward manifest perbaikan, untuk Kantor Pabean yang
menerapkan sistem PDE atau sist em pertukaran data dengan Media
Penyimpan Data Elektronik;
d) Invoice dan/atau Packing List , dalam hal perbaikan BC 1.1 berupa
perubahan Consignee dan/atau Not ify Part y;
e) dokumen pendukung lainnya;
5. Menyerahkan permohonan perbaikan BC 1.1 sebagaimana dimaksud
pada angka
2, kepada Pejabat yang mengelola manifes;
6. Menerima pemberitahuan persetujuan atau penolakan perbaikan BC
1.1 dari Pejabat yang mengelola manifes;
7. Menerima Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA) dan/atau
penetapan kekurangan pembayaran Bea Masuk, Cukai dan Pajak
Dalam Rangka Impor (PDRI), dalam hal perbaikan BC 1.1 dilakukan

141
karena adanya kelebihan bongkar atau kekurangan bongkar yang wajib
membayar Bea Masuk, Cukai, PDRI dan/ atau sanksi administrasi berupa
denda;
8. Membayar Bea Masuk, Cukai, PDRI dan/atau sanksi administrasi berupa
denda berdasarkan Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea
Masuk (SPKPBM) dan/atau SPSA yang telah diterbitkan.
B. Pejabat yang Mengelola Manifes:
1. Menerima permohonan perbaikan BC 1.1 disertai bukti pembayaran
PNBP dan dokumen pendukung dari Pengangkut atau pihak-pihak lain
yang bertanggung jawab atas barang;
2. Melakukan penelitian terhadap permohonan perbaikan BC 1.1 dan
dokumen pendukung serta mencocokkannya dengan BC 1.1 yang
bersangkutan, sedangkan untuk Kantor Pabean yang menerapkan sistem
PDE atau system pertukaran data dengan Media Penyimpan Data
Elektronik, dilakukan juga pencocokkan antara permohonan dan
dokumen pendukung dengan data BC 1.1di Sistem Aplikasi Pelayanan
Manifes;
3. Menerbitkan SPSA, dalam hal perbaikan BC 1.1 disebabkan adanya
kelebihanbongkar yang mengakibatkan dikenakannya sanksi administrasi
berupa denda;
4. Menerbitkan SPSA dan penetapan kekurangan pembayaran Bea
Masuk, Cukai dan PDRI dalam hal perbaikan BC 1.1 disebabkan adanya
kekurangan bongkar yang mengakibatkan dikenakannya Bea Masuk,
Cukai, PDRI dan/ atau sanksi administrasi berupa denda;
5. Apabila permohonan perbaikan BC 1.1 disetujui :
a) melakukan perbaikan pada pos BC 1.1 atau menggabungkan
lembaran Inward Manifest perbaikan pada BC 1.1, untuk Kantor Pabean
yang menerapkan penyerahan data secara manual;
b) merekam atau melakukan transfer data perbaikan BC 1.1 ke Sistem
Aplikasi Pelayanan Manifes, untuk Kantor Pabean yang menerapkan
sistem PDE atau sistem pertukaran data dengan Media Penyimpan Data
Elektronik;
c) menyerahkan pemberitahuan persetujuan atas permohonan
perbaikan BC1.1;
6. Apabila permohonan perbaikan BC 1.1 ditolak, menyerahkan
pemberitahuan penolakan atas permohonan perbaikan BC 1.1.
C. Sistem Aplikasi Pelayanan Manifes di Kantor Pabean:
1. Menerima dan memproses perbaikan BC 1.1 yang telah diberikan
persetujuan untuk dilakukan perbaikan;
2. Mengirimkan respon elektronik berupa pemberitahuan mengenai
persetujuan perbaikan BC 1.1.
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
ANWAR SUPRIJADI

142
NIP 120050332

LAMPIRAN IX
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR
P- /BC/2006 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN DAN
PENATAUSAHAN PEMBERITAHUAN RENCANA KEDATANGAN
SARANA PENGANGKUT, MANIFES KEDATANGAN SARANA
PENGANGKUT, DAN MANIFES KEBERANGKATAN SARANA
PENGANGKUT
TATA CARA PENYERAHAN DAN PENATAUSAHAAN PEMBERITAHUAN
OUTWARD
MANIFEST SECARA MANUAL
A. Pengangkut:
1. Menyiapkan Out ward Manifest dengan elemen data sekurang-
kurangnya :
a) Bagi Sarana Pengangkut melalui laut :
1) nama Sarana Pengangkut;
2) bendera/kebangsaan;
3) nomor pelayaran (voyage number);
4) nama pengangkut;
5) pelabuhan asal/ pelabuhan muat;
6) pelabuhan bongkar;
7) tanggal dan jam kedatangan;
8) jumlah Bill of Lading;
9) nomor urut;
10) nomor dan tanggal Bill of Lading;
11) nama dan alamat pengirim (shipper/supplier);
12) nama dan alamat penerima (consignee);
13) nama dan alamat pemberitahu ( not ify address/not ify part y);
14) nomor dan merek kemasan/petikemas;
15) nomor segel kemasan/petikemas;
16) jumlah dan jenis kemasan/petikemas;
17) ukuran dan tipe kemasan/petikemas;
18) uraian barang;
19) berat kotor (brut t o);
20) ukuran/volume barang;
21) mot her vessel, apabila ada;
22) keterangan (nomor dan tanggal PEB/Pemberitahuan Pabean
lainnya);
23) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
b) Bagi Sarana Pengangkut melalui udara :
1) nama Sarana Pengangkut;
2) Bendera/Kebangsaan;
3) nomor penerbangan;

143
4) nama pengangkut;
5) pelabuhan asal / pelabuhan muat;
6) pelabuhan bongkar;
7) tanggal dan jam kedatangan;
8) jumlah Airway Bill;
9) nomor urut;
10) nomor dan tanggal Airway Bill;
11) nama dan alamat pengirim (shipper/supplier);
12) nama dan alamat penerima (consignee);
13) nama dan alamat pemberitahu ( not ify address/not ify part y);
14) nomor dan merek kemasan;
15) jumlah dan jenis kemasan;
16) uraian barang;
17) berat kotor (brut t o);
18) ukuran/volume barang;
19) first carrier, apabila ada;
20) keterangan (nomor dan tanggal PEB/Pemberitahuan Pabean
lainnya);
21) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
c) Bagi Sarana Pengangkut melalui darat:
1) nomor tanda kendaraan (car regist rat ion number);
2) nama pengangkut;
3) tempat asal;
4) tempat tujuan;
5) tanggal kedatangan;
6) nomor urut;
7) nama dan alamat pengirim (supplier);
8) nama dan alamat penerima barang;
9) jumlah dan jenis kemasan/petikemas;
10) ukuran dan tipe kemasan/petikemas;
11) uraian barang;
12) berat kotor (brut t o);
13) ukuran/volume barang;
14) keterangan (nomor dan tanggal PEB/Pemberitahuan Pabean
lainnya);
15) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
2. Melakukan pembayaran PNBP sesuai tarif yang ditetapkan atas
pelayanan manifes melalui Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pabean dan
menerima tanda bukti pembayaran;
3. Menyerahkan Out ward Manifest dengan dilampiri bukti pembayaran
PNBP kepada Pejabat yang mengelola manifes di Kantor Pabean;
4. Menerima tanda bukti penerimaan yang telah diberi nomor dan
tanggal pendaftaran BC 1.1.

144
B. Pejabat yang Mengelola Manifes:
1. Menerima Out ward Manifest dari Pengangkut beserta bukti
pembayaran PNBP dari Pengangkut;
2. Meneliti kelengkapan dan kebenaran elemen data Out ward Manifest ;
3. Membukukan Out ward Manifest ke dalam Buku Catatan Pabean (BCP
BC 1.1) dan memberikan nomor dan tanggal pendaftaran BC 1.1 pada
Out ward Manifest bersangkutan;
4. Memberikan bukti penerimaan dengan mencantumkan nomor dan
tanggal pendaftaran BC 1.1 dan menyerahkan kepada Pengangkut;
5. Meneliti uraian barang dalam BC 1.1 dan mencatat nomor pos BC 1.1
yang uraian barangnya kurang jelas;
6. Menyampaikan data pos BC 1.1 kepada Pejabat yang memeriksa
dokumen ekspor barang untuk dilakukan rekonsiliasi.
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
ANWAR SUPRIJADI
NIP 120050332

LAMPIRAN X
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR
P- /BC/2006 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN DAN
PENATAUSAHAN PEMBERITAHUAN RENCANA KEDATANGAN
SARANA PENGANGKUT, MANIFES KEDATANGAN SARANA
PENGANGKUT, DAN MANIFES KEBERANGKATAN SARANA
PENGANGKUT
TATA CARA PENYERAHAN DAN PENATAUSAHAAN PEMBERITAHUAN
OUTWARD MANIFEST MELALUI MEDIA PENYIMPAN DATA ELEKTRONIK
A. Pengangkut:
1. Menyiapkan Out ward Manifest menggunakan program aplikasi
manifes/modul
pengangkut dengan elemen data sekurang-kurangnya :
a) Bagi Sarana Pengangkut melalui laut :
1) nama Sarana Pengangkut;
2) bendera/kebangsaan;
3) nomor pelayaran (voyage number);
4) nama pengangkut;
5) pelabuhan asal/ pelabuhan muat;
6) pelabuhan bongkar;
7) tanggal dan jam kedatangan;
8) jumlah Bill of Lading;
9) nomor urut;
10) nomor dan tanggal Bill of Lading;
11) nama dan alamat pengirim (shipper/supplier);
12) nama dan alamat penerima (consignee);

145
13) nama dan alamat pemberitahu ( not ify address/not ify part y);
14) nomor dan merek kemasan/petikemas;
15) nomor segel kemasan/petikemas;
16) jumlah dan jenis kemasan/petikemas;
17) ukuran dan tipe kemasan/petikemas;
18) uraian barang;
19) berat kotor (brut t o);
20) ukuran/volume barang;
21) mot her vessel, apabila ada;
22) keterangan (nomor dan tanggal PEB/Pemberitahuan Pabean
lainnya);
23) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
b) Bagi Sarana Pengangkut melalui udara :
1) nama Sarana Pengangkut;
2) Bendera/Kebangsaan;
3) nomor penerbangan (flight number);
4) nama pengangkut;
5) pelabuhan asal / pelabuhan muat;
6) pelabuhan bongkar;
7) tanggal dan jam kedatangan;
8) jumlah Airway Bill;
9) nomor urut;
10) nomor dan tanggal Airway Bill;
11) nama dan alamat pengirim (shipper/supplier);
12) nama dan alamat penerima (consignee);
13) nama dan alamat pemberitahu ( not ify address/not ify part y);
14) nomor dan merek kemasan;
15) jumlah dan jenis kemasan;
16) uraian barang;
17) berat kotor (brut t o);
18) ukuran/volume barang;
19) first carrier, apabila ada;
20) keterangan (nomor dan tanggal PEB/Pemberitahuan Pabean
lainnya);
21) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
c) Bagi Sarana Pengangkut melalui darat:
1) nomor tanda kendaraan (car regist rat ion number);
2) nama pengangkut;
3) tempat asal;
4) tempat tujuan;
5) tanggal kedatangan;
6) nomor urut;
7) nama dan alamat pengirim (supplier);
8) nama dan alamat penerima barang;

146
9) jumlah dan jenis kemasan/petikemas;
10) ukuran dan tipe kemasan/petikemas;
11) uraian barang;
12) berat kotor (brut t o);
13) ukuran/volume barang;
14) keterangan (nomor dan tanggal PEB/Pemberitahuan Pabean
lainnya);
15) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
2. Melakukan pembayaran PNBP sesuai tarif yang ditetapkan atas
pelayanan manifes melalui Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pabean dan
menerima tanda bukti pembayaran;
3. Mencetak lembar pengantar Out ward Manifest serta melakukan
transfer data Out ward Manifest ke Media Penyimpan Data Elektronik;
4. Menyerahkan Media Penyimpan Data Elektronik yang berisi data
Out ward Manifest dan lembar pengantarnya dengan dilampiri bukti
pembayaran PNBP kepada Pejabat yang mengelola manifes di Kantor
Pabean;
5. Menerima tanda bukti penerimaan yang telah diberi nomor dan
tanggal pendaftaran BC 1.1.
B. Pejabat yang Mengelola Manifes:
1. Menerima Media Penyimpan Data Elektronik yang berisi data Out ward
Manifest beserta bukti pembayaran PNBP dari pengangkut;
2. Memeriksa kondisi Media Penyimpan Data Elektronik dan data yang
ada di dalamnya;
3. Melakukan transfer data Out ward Manifest dari Media Penyimpan
Data Elektronik ke dalam Sistem Aplikasi Pelayanan Manifes di Kantor
Pabean;
4. Menyerahkan tanda bukti penerimaan yang telah diberi nomor dan
tanggal pendaftaran BC 1.1 kepada Pengangkut;
5. Meneliti uraian barang dalam BC 1.1dan mencatat nomor pos BC 1.1
yang uraian barangnya kurang jelas.
C. Sistem Aplikasi Pelayanan Manifes di Kantor Pabean:
1. Menerima dan meneliti kelengkapan data (validasi) Out ward Manifest ;
2. Memberikan nomor dan tanggal pendaftaran BC 1.1;
3. Mencetak tanda bukti penerimaan dengan mencant umkan nomor
dan tanggal BC1.1;
4. Melakukan rekonsiliasi PEB dan Pemberitahuan Pabean lainnya dengan
pos BC1.1.
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
ANWAR SUPRIJADI
NIP 120050332

147
LAMPIRAN XI
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR
P- /BC/2006 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN DAN
PENATAUSAHAN PEMBERITAHUAN RENCANA KEDATANGAN
SARANA PENGANGKUT, MANIFES KEDATANGAN SARANA
PENGANGKUT, DAN MANIFES KEBERANGKATAN SARANA
PENGANGKUT
TATA CARA PENYERAHAN DAN PENATAUSAHAAN PEMBERITAHUAN
OUTWARD MANIFEST MELALUI SISTEM PDE
A. Pengangkut:
1. Menyiapkan Out ward Manifest menggunakan program aplikasi
manifes/Modul Pengangkut, dengan elemen data sekurang-kurangnya :
a) Bagi Sarana Pengangkut melalui laut :
1) nama Sarana Pengangkut;
2) bendera/kebangsaan;
3) nomor pelayaran (voyage number);
4) nama pengangkut;
5) pelabuhan asal/ pelabuhan muat;
6) pelabuhan bongkar;
7) tanggal dan jam kedatangan;
8) jumlah Bill of Lading;
9) nomor urut;
10) nomor dan tanggal Bill of Lading;
11) nama dan alamat pengirim (shipper/supplier);
12) nama dan alamat penerima (consignee);
13) nama dan alamat pemberitahu ( not ify address/not ify part y);
14) nomor dan merek kemasan/petikemas;
15) nomor segel kemasan/petikemas;
16) jumlah dan jenis kemasan/petikemas;
17) ukuran dan tipe kemasan/petikemas;
18) uraian barang;
19) berat kotor (brut t o);
20) ukuran/volume barang;
21) mot her vessel, apabila ada;
22) keterangan (nomor dan tanggal PEB/Pemberitahuan Pabean
lainnya);
23) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
b) Bagi Sarana Pengangkut melalui udara :
1) nama Sarana Pengangkut;
2) Bendera/Kebangsaan;
3) nomor penerbangan (flight number);
4) nama pengangkut;
5) pelabuhan asal / pelabuhan muat;
6) pelabuhan bongkar;

148
7) tanggal dan jam kedatangan;
8) jumlah Airway Bill;
9) nomor urut;
10) nomor dan tanggal Airway Bill;
11) nama dan alamat pengirim (shipper/supplier);
12) nama dan alamat penerima (consignee);
13) nama dan alamat pemberitahu ( not ify address/not ify part y);
14) nomor dan merek kemasan;
15) jumlah dan jenis kemasan;
16) uraian barang;
17) berat kotor (brut t o);
18) ukuran/volume barang;
19) first carrier, apabila ada;
20) keterangan (nomor dan tanggal PEB/Pemberitahuan Pabean
lainnya);
21) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
c) Bagi Sarana Pengangkut melalui darat:
1) nomor tanda kendaraan (car regist rat ion number);
2) nama pengangkut;
3) tempat asal;
4) tempat tujuan;
5) tanggal kedatangan;
6) nomor urut;
7) nama dan alamat pengirim (supplier);
8) nama dan alamat penerima barang;
9) jumlah dan jenis kemasan/petikemas;
10) ukuran dan tipe kemasan/petikemas;
11) uraian barang;
12) berat kotor (brut t o);
13) ukuran/volume barang;
14) keterangan (nomor dan tanggal PEB/Pemberitahuan Pabean
lainnya);
15) tanda tangan dan nama jelas pengangkut.
2. Melakukan pembayaran PNBP sesuai tarif yang ditetapkan atas
pelayanan manifes melalui Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pabean dan
menerima tanda bukti pembayaran;
3. Mengirimkan Out ward Manifest ke Kantor Pabean melalui sistem PDE;
4. Menyerahkan tanda bukti pembayaran PNBP kepada Pejabat yang
mengelola Manifes;
5. Menerima respon bukti penerimaan Out ward Manifest yang telah
diberi nomor dan tanggal pendaftaran BC 1.1.
B. Sistem Aplikasi Pelayanan Manifes di Kantor Pabean:
1. Menerima dan meneliti kelengkapan data (validasi) Out ward Manifest
yang dikirim melalui sistem PDE oleh Pengangkut;

149
2. Mengirimkan respon bukti penerimaan Out ward Manifest kepada
Pengangkut yang telah diberikan nomor dan tanggal pendaftaran BC
1.1;
3. Melakukan rekonsiliasi PEB dan Pemberitahuan Pabean lainnya dengan
pos BC 1.1.
C. Pejabat yang Mengelola Manifes:
Meneliti uraian barang dalam BC 1.1 dan mencatat nomor pos BC 1.1
yang uraian barangnya kurang jelas.
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
ANWAR SUPRIJADI
NIP 120050332

150
SALES CONTRACT
Seller/ Exporter Sales Contract No. Date

Seller’s Bank

Buyer/ Importer Buyer’s Bank

Date’s Shipment Expiry Date

Country of Origin Country of Destination

Partial Shipment Transhipment Term of Delivery and Payment

CFR (COST AND FREIGHT)


Part of Loading Part of Destination

Shipping Mark No. and Kind of Description of Quantity Unit Price Amount
good.
Packages

Special Condition Quantity and amount Total Quantity Invoice Total


tolerance

Dokuments stipulated :
SIGNED COMMERCIA L INVOICE QUINTUPLICATE
PACKING LIST IN QUADRUPLICATE
FULL SET CLEAN ON BOARD OCEAN BILL OF LADING MADE OUT TO THE ORDER OF
NEGOTIATING BANK AND ENDORSED TO BANK MAJU INTERNATIONAL, JAKARTA
MARKED FREIGHT PREPAID AND NOTIF ADDRESS APPLICANT
BENEFICIA RY CERTIFICATE CERTIFIES THAT
COPIES OF ALL DOCUMENT HAS BEEN DISPATCHED
DIRECTLY TO APPLICANT AND THE RELATIVE
CURRIED RECEIPT MUST BE ACCOMPANIED

Approved by
- - -
20
Buyer’s Authorized Signature Seller Authorized Signature

……………………………………………….. …………………………………………

151
152
PEMBERITAHUAN EKSPOR BARANG (PEB)
Peraturan DJBC Nomor …………………………… tgl…………………………. T entang Pemberitahuan Pabean BC 3.0
Kantor Pelayanan Bea dan Cukai : Hal. 1
dari…………..
Nomor Pengajuan :

A. Jenis PEB 1. Biasa 2. Berkala


B. Jenis Barang Ekspor 1. Umum Terkena PE 3. Mendapat Kemudahan Ekspor

4. T ertentu : …………………………….
C. Cara Perdagangan 5. Dari T PB : …………………………….
D. Cara Pembayaran 1. Biasa 2. Imbal Dagang
……………………………

E. DATA PEMBERITAHUAN G. DIISI OLEH BEA DAN CUKAI


No & tgl Pendaftaran

1. Identitas Eksportir : NPWP/Pasport/KTP/lainnya

2. Nama dan alamat Eksportir :


14. No. Invoice : tgl.
3. No. & tgl SIUP :
Status …………………………………..
15. Lokasi Pemeriksaan : 1. Ka wa san Pa bean
2. Lua r ka wasan Pa bean, Tgl…
H. Nama, alamat Negara Pembeli : 3. KBBC
No & tgl LPBC

I. NPWP PPJK : 16. Daerah Asal Brg


17. Negara T ujuan

18. Izin Khusus :


J. Nama, alamat PPJK : SIE :
KARANT INA :
K. No. & Tgl Surat Izin PPJK : SM/SPM :
Lain-lain :
L. Cara pengangkutan :
19. Cara Delivery :
9. Perkiraan tgl
Ekspor 20. Valuta Asing : 21.
Freight :

22. Asuransi : 23. FOB


10. Nama Sarana Pengangkut No :
Voy/Flight

11. Pel. Muat

12. Pel. Bongkar

13. T ransit DN
24. Merk dan No Kemasan No Peti Kemas 25. Jumlah dan 26. 27. Berat
Jenis Berat Bersih
Pengemasan Kotor
(Kg)

28. No : 29. Pos T arif/HS 30. HP Barang pada tgl Pendaftaran 31. Jumlah & Jenis 32.
Nilai FOB

- PE (% atau lainnya) satuan Persatuan


jumlah nilai
-
33. Nilai PE dalam rupiah

153
F. Dengan ini saya menyatakan bertanggung jawab atas kebenaran hal-hal yang DIISI BEA CUKAI/ BANK
diberitahukan dalam dokumen ini.

……………………………………………………………………………………………… T ELAH DIBAYAR


PEMBERIT AHU Kd. Pen No. T anda Pembayaran T gl
…………

PE
H. UNTUK PEJABAT BC Pejabat Penerima
Nama/Stempel Instansi

…………………………
…………………………….

CATATAN UNTUK BEA DAN CUKAI


DALAM HAL DILAKUKAN PEMERIKSAAN BARANG

KANTOR YANG MELAKSANAKAN PEMERIKSAAN FISIK


TEMPAT PEMERIKSAAN ……………………………………………………………………TANGGA L
………………………….
PEMERIKSAAN :

IKHTISAR PEMERIKSAAN :

………………………………………., TGL
…………………………………….
Pemeriksaan Bea dan Cukai
Tanda Tangan
LEMBAR LANJUTAN
PEMBERITAHUAN EKSPOR BARANG (PEB)
Halaman BC.3.0
Nama : ……………………………….
…………… dari
NIP 0600……………………………..
…………..
Kantor Pelayanan Bea dan Cukai :

Nomor Pengajuan : ………………………………………………..

Nomor Pendaftaran : ……………………………………………

154
28. 29. - Pos Tarif 30. HPE Barang 31. Jumlah & 32. Jumlah
No - Uraian jenis dan jumlah barang pada tgl Jenis Satuan Nilai FOB
- Secara lengkap, merk, tipe, Pendaftaran Berat Bersih
ukuran, spesifikasi lain dan kode PE (% atau (Kg)
barang lainnya)

……………………………………… tgl
…………………………………….
EKSPORTIR/ PPJK

(………………………………………….
)

LEMBAR LANJUTAN PETI KEMAS


PEMBERITAHUAN EKSPOR BARANG (PEB)
B
C
.

3
.
0
Halaman :
………………da
ri ……….

Kantor Pelayanan Bea dan Cukai

155
Nomor Pengajuan

Nomor Pendaftaran

No. Urut NOM OR UKURAN TIPE No. Urut NOM OR UKURAN TIPE

……………………………………… tgl
…………………………………….
EKSPORTIR/ PPJK

(………………………………………….
)

LEMBAR LAMPIRAN DOKUMEN


PEMBERITAHUAN EKSPOR BARANG (PEB)
B
C
.
3
.
0
Halaman …….. dari ………
Kantor Pelayanan Bea dan Cukai

Nomor Pengajuan

Nomor Pendaftaran

156
Jenis Dokumen Nomor dan Tanggal Dokumen

……………………………………… tgl
…………………………………….
EKSPORTIR/ PPJK

(………………………………………….
)

LAMPIRAN
PEMBERITAHUAN EKSPOR BARANG (PEB)
UNTUK BARANG EKSPOR YANG DIGABUNG YANG MENDAPAT KEMUDAHAN EKSPOR
B
C
.
3
.
0
No. - NPWP - Pos Tarif/HS No & tgl No & tgl - Jumla dan Jumlah
Perusahaan - Uraian jumlah dan LPBC SSTB jenis nilai FOB
- Nama jenis barang secara satuan
- Alamat lengkap merk, tipe, - Berat

157
- NIPER ukuran, spesifikasi bersih

……………………………………… tgl
…………………………………….
EKSPORTIR/ PPJK

(………………………………………….
)

158
PEMBERITAAHUAN IMPOR BARANG (PIB)

Kantor Pelayanan Bea dan Cukai : Halaman : 1 dari 2


Nomor Pengajuan :
A. Jenis PIB
 1. Biasa 2. Berkala 3. Penyelesaian 4. T empat Penimbunan Berikat (TPB)
B. Jenis Impor 2. Sementara 3. Reimpor
 1. Untuk Dipakai
C. Cara Pembayaran 2. Berkala 3.Dengan Jaminan
 1. Biasa/ Tunai

D. DATA PEMBERITAHUAN
PEMASOK F. DIISI OLEH BEA DAN CUKAI
1. Nama, Alamat, Negara No. & Tgl. Pendaftaran

IMPORTIR 15. Invoice : T gl


G. Identitas : NPWP 15 Digit / 5
16. LC : T gl.

17. BL/ AWB : T gl.


H. Nama, Alamat : BUT TOTAL E&P INDONESIA
18. BC 1.1 : Pos : Sub : T gl.

I. Status : 5. API :
PJK 19. Skep Fasilitas Pemenuhan Persyaratan Impor :
6 NPWP : Keterangan lainnya
7 Nama, Alamat :
Surat Keputusan T gl.

8 No. & Tgl Surat Izin :

9. Cara Pengangkutan : 20. T empat Penimbunan

10. Nama Sarana Pengangkut &No Voy/Flight dan Bendera 21. Valuta : 22. NDPBM :

11. Perkiraan Tgl T iba 23. FOB :

12. Pelabuhan Muat : 24. Freight : 26. Nilai CIF


13. Pelabuhan T ransit :
14. Pelabuhan Bongkar : 25. Asuransi LN/DN :
Rp.

27. Merek dan nomor kemasan/ peti kemas : 29. Berat Kotor (kg)
28. Jumlah dan Jenis kemasan:
30. Berat Bersih (kg)

31. 32. – POS T arif / HS 33. Negara Asal 34. T arif & Fasilitas 35. Jumlah & Jenis Satuan, 36. Jumlah Nilai CIF
No - Uraian jenis dan jumlah barang secara - BM - PPN - Berat Bersih (Kg)
lengkap, merk, type, ukuran, spesifikasi lain. PPnBM
- Cukai - PPh

Jenis Pungutan Dibayar (Rp) Ditanggung pemerintah (Rp) Ditangguhkan (Rp) Dibebaskan (Rp)

37. BM
38. Cukai
39. PPN
40. PPnBM
41. PPh

159
42. T OT AL
E. Dengan ini saya menyatakan bertanggung jawab atas kebenaran hal-hal H. UNT UK PEMBAYARAN / JAMINAN
yang diberitahukan dalam dokumen ini. a. Pembayaran 1. Bank Devisa 2 KPBC
b. Jaminan 1. T unai 2. Bank Garansi 3. Customs Bond
………………………., - - 20
4. Lainnya
Importir Jn. Pen Kd. Pen No. T anda Pembayaran/ Jaminan T gl
BM
Cukai
PPN
PPnBM
Tgl cetak - - 20 (…………………………………………) PPh
Pejabat Penerima Nama/ Stempel
G. UNTUK PEJABAT BC Instansi

……………………………….

160
DEPARTEMEN KEAUNGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
KANTOR WILAYAH PELAYANAN
UTAMA…………………………………..
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI
……………………………..

SURAT PERSETUJUAN PENGELUARAN BARANG (SPPB)


Nomor : Tanggal :
Nomor pendaftaran PIB :
Kepada :
Importir :
NPWP :
Nama :
Alamat :
PPJK
NPWP :
Nama :
Alamat :
NP PPJK :
Lokasi barang :
No B/L atau AWB : Tanggal :
Nama Sarana Pengangkut :
No. Voy/ Flight :
No. BC 1.1 : Tanggal :
Jumlah/ Jenis Kemasan : Berat : Pos :
M erk Kemasan
Jumlah Peti Kemas :
Nomor Peti Kemas/ Ukuran :
Catatan Pengeluaran
Tanggal : tanggal :

Pejabat Pemeriksa Dokumen Pejabat yang mengawasi pengeluaran


Tanda tangan : barang
Nama : Tanda tangan :
NIP : Nama :
NIP :

161
LEMBAR I

DEPARTEMEN KEUANGAN SSPBC UNTUK KANTOR INSPEKSI


RI DIREKTORAT JENDERA L (SURAT SETORAN BEA DAN CUKAI
BEA DAN CUKAI PUNGUTAN BEA DAN MELALUI PENYETOR
KANTOR INSPEKSI CUKAI)
TANJUK PRIOK DUA

NAMA : 2. NPWP :
ALAMAT :
JENIS PUNGUTAN :
BERDASARKAN DOKUMEN :
LPS : TANGGAL :
PIB : TANGGAL :
JUMLAH SETORAN :
DENGAN huruf :

DIISI OLEH BANG PERSEPSI


TANGGAL BANK DEVISA PERSEPSI/ KANTOR POS DAN
PENYETOR GIRO

TANGGAL :
NO SSPBC :
KODE KPKN :

DIISI OLEH
KANTOR PERHUBUNGA N DAN KAS NEGARA
(TERAAN KAS REGISTRA SI)

162
163

Anda mungkin juga menyukai