Anda di halaman 1dari 41

BAB 2

KONSEP DASAR KEWIRAUSAHAAN

Tujuan Instruksional

1.Umum : Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa dapat

memahami tentang Konsep Dasar Kewirausahaan

2.Khusus : Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa dapat

memahami tentang:

1.Disiplin Ilmu Kewirausahaan

2.Objek Studi Kewirausahaan

1. Hakikat Kewirausahaan

2. Karakteristik dan Nilai-nilai Hakiki Kewirausahaan

3. Sikap dan Kepribadian Wirausaha

4. Motif Berprestasi Kewirausahaan

BAB 2

KONSEP DASAR KEWIRAUSAHAAN


2.1. DISIPLIN ILMU KEWIRAUSAHAAN
Ilmu kewirausahaan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai,
kemampuan (ability) dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup
untuk memperoleh peluang dengan berbagai resiko yang mungkin dihadapinya.
Dalam konteks bisnis, menurut Thomas W. Zimmerer (1996) “Entrepreneurship is
the result of a disciplined, systematic process of applying creativity and innovations
to need and opportunities in the marketplace”. Kewirausahaan adalah hasil dari
suatu disiplin, proses sistematis penerapan kreativitas dan keinovasian dalam
memenuhi kebutuhan dan peluang di pasar.
Dahulu, kewirausahaan adalah urusan pengalaman langsung dilapangan. Oleh
karena itu, kewirausahaan merupakan bakat bawaan sejak lahir (entrepreneurship
are born not made), sehingga kewirausahaan tidak dapat dipelajari dan diajarkan.
Sekarang kewirausahaan bukan hanya urusan lapangan, tetapi merupakan disiplin
ilmu yang dapat dipelajari dan diajarkan. ”Entrepreneurship are not only born but
olso made”, artinya kewirausahaan tidak hanya bakat bawaan sejak lahir atau
urusan pengalaman lapangan, tetapi juga dapat dipelajari dan diajarkan. Seseorang
yang memiliki bakat kewirausahaan dapat mengembangkan bakatnya melalui
pendidikan. Mereka yang menjadi entrepreneurship adalah orang-orang yang
mengenal potensi (traits) dan belajar mengembangkan potensinya untuk menangkap
peluang serta mengorganisisr usahanya dalam mewujudkan cita-citanya. Oleh
karena itu, untuk menjadi wirausaha yang sukses, memiliki bakat saja tidak cukup,
tetapi juga harus memiliki pengetahuan segala aspek usaha yang akan ditekuni.
Dilihat dari perkembangannya, sejak awal abad ke-20 kewirausahaan sudah
diperkenalkan dibeberapa negara. Misalnya di Belanda dikenal dengan
”ondernemer”, di Jerman dikenal dengan ”unternehmer”. Di beberapa Negara,
kewirausahaan memiliki tugas yang sangat banyak, antara lain tugas dalam
mengambil keputusan yang menyangkut kepemimpinan teknis, kepemimpinan
organisatoris dan komersial, penyediaan modal, penerimaan dan penanganan
tenaga kerja, pembelian, penjualan, pemasangan iklan, dan lain-lain. Kemudian,
pada tahun 1950-an pendidikan kewirausahaan mulai dirintis di beberapa Negara
seperti di Eropa, Amerika dan Kanada. Bahkan sejak tahun 1970-an banyak
universitas yang mengajarkan ”entrepeneurship” atau “small business management”
atau “new venture management”. Pada tahun 1980-an, hampir 500 sekolah di
Amerika Serikat memberikan pendidikan kewirausahaan. Di Indonesia,
kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan
tinggi tertentu saja.
Sejalan dengan tuntutan perubahan yang cepat pada paradigma pertumbuhan yang
wajar (growth-equity paradigm shift) dan perubahan kearah globalisasi (globalisation
paradigm shift) yang menuntut adanya keunggulan, pemerataan, kekeyalan dan
persaingan, maka dewasa sedang terjadi perubahan paradigma pendidikan
(paradigm shift). Pendidikan kewirausahaan telah diajarkan sebagai suatu disiplin
ilmu tersendiri yang independent menurut Soeharto Prawirokusumo (1997:4)
dikarenakan:
1. Kewirausahaan berisi ”body of knowladge” yang utuh dan nyata (distinctive),
yaitu ada teori, konsep, dan metode ilmiah yang lengkap.
2. Kewirausahaan memiliki dua konsep, yaitu posisi ”venture start-up” dan ”venture
growth”, ini jelas tidak masuk dalam “frame work general management courses”
yang memisahkan antara management dan business ownership.
3. kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang memiliki objek tersendiri, yaitu
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create
new and different).
4. Kewirausahaan merupakan alat untuk menciptakan pemerataan berusaha dan
pemerataan pendapatan (wealth creation process an entrepreneurial endeavor
bay its own night, nation”s prospenty, individual self-reliance) atau kesejahteraan
rakyat yang adil dan makmur.

Seperti halnya ilmu manajemen yang pada awalnya berkembang pada lapangan
industri, kemudian berkembang dan diterapkan di berbagai lapangan lainnya, maka
disiplin ilmu kewirausahaan dalam perkembangannya mengalami evolusi yang
pesat, yaitu berkembang bukan pada dunia usaha semata melainkan juga pada
berbagai bidang seperti bidang industri, perdagangan, pendidikan, kesehatan, dan
institusi-institusi lainnya, misalnya birokrasi pemerintah, perguruan tinggi, dan
lembaga swadaya lainnya. Pada mulanya, kewirausahaan berkembang dalam
bidang perdagangan. Dalam bidang-bidang tertentu, kewirausahaan telah dijadikan
kompetensi inti (core competency) dalam menciptakan perubahan, pembaharuan
dan kemajuan. Kewirausahaan tidak hanya dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis
jangka pendek tetapi juga sebagai kiat kehidupan secara umum yang berjangka
panjang untuk menciptakan peluang. Di bidang bisnis misalnya, banyak perusahaan
yang sukses dan memperoleh banya peluang karena memiliki kreativitas dan
keinovasian. Melalui proses kreatif dan inovatif, wirausaha menciptakan nilai tambah
barang dan jasa. Nilai tambah barang dan jasa yang diciptakan melalui proses
kreatif dan inovatif banyak menciptakan berbagai keunggulan termasuk keunggulan
bersaing. Sebagai contoh, perusahaan IBM, Toyota Motor, dan perusahaan lainnya
yang sukses dalam produknya, dikarenakan adanya proses kreativitas dan
keinovasian di bidang teknologi. Demikian juga di bidang pendidikan, kesehatan dan
pemerintahan, kemajuan-kemajuan tertentu dapat diciptakan oleh orang-orang yang
memiliki semangat, dan jiwa kreatif dan inovatif. Dalam bidang pemerintahan
misalnya, David Osborne & Ted Gaebler (1992) dalam bukunya “Reinventing
Goverment” mengemukakan bahwa dalam perkembangan dunia dewasa ini dituntut
pemerintah yang bercorak/berjiwa kewirausahaan (entrepreneurial goverment).
Dengan memiliki jiwa/corak kewirausahaan, maka birokrasi daninstitusi akan
memiliki motivasi, optimisme, dan berlomba untuk menciptakan cara-cara yang lebih
efisien, efektif, inovatif, fleksibel, dan adaptif.

2.2. OBJEK STUDI KEWIRAUSAHAAN


Seperti telah dikemukakan bahwa kewirausahaan mempelajari tentang nilai,
kemampuan dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan berinovasi. Oleh sebab itu
objek studi kewirausahaan adalah nilai-nilai dan kemampuan (ability) seseorang
yang diwujudkan dalam bentuk perilaku. Menurut Soeparman Soemahamidjaja
(1997:14-15), kemampuan seseorang yang menjadi objek kewirausahaan meliputi:
1. Kemampuan merumuskan tujuan hidup/usaha. Dalam merumuskan tujuan
hidup/usaha tersebut perlu perenungan, koreksi, yang kemudian berulang-ulang
dibaca dan diamati sampai memahami apa yang menjadi kemauannya.
2. Kemampuan memotivasi diri untuk melahirkan suatu tekad kemauan yang
menyala-nyala.
3. Kemampuan untuk berinisiatif, yaitu mengerjakan sesuatu yang baik tanpa
menunggu perintah orang lain, yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi
kebiasaan berinisiatif.
4. Kebiasaan berinisiatif, yang melahirkan kreativitas (daya cipta) setelah
dibiasakan berulang-ulang akan melahirkan motivasi. Kebiasaan inovatif adalah
desakan dalam diri untuk selalu mencari berbagai kemungkinan baru atau
kombinasi baru apa saja yang dapat dijadikan piranti dalam menyajikan barang
dan jasa bagi kemakmuran masyarakat.
5. Kemampuan untuk membentuk modal uang atau barang modal (capital
goods)
6. Kemampuan untuk mengatur waktu dan membiasakan diri untuk selalu tepat
waktu dalam segala tindakannya melalui kebiasaan yang selalu tidak menunda
pekerjaan.
7. Kemampuan mental yang dilandasi dengan agama
8. Kemampuan untuk membiasakan diri dalam mengambil hikmah dari
pengalaman yang baik maupun yang menyakitkan.

2.3. HAKIKAT KEWIRAUSAHAAN


Meskipun sampai sekarang ini belum ada terminology yang persis sama tentang
kewirausahaan (entrepreneurship), akan tetapi pada umumnya memiliki habitat yang
hampir sama yaitu merujuk pada sifat, watak dan ciri-ciri yang melekat pada
seseorang yang mempunyai kemauan keras untuk mewujudkan gagasan inovatif ke
dalam dunia usaha yang nyata dan dapat mengembangkannya dengan tangguh
(Peter F. Drucker,1994). Menurut Drucker, kewirausahaan adalah suatu kemampuan
untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new an
different). Bahkan, “entrepreneurship” secara sederhana sering juga diartikan
sebagai prinsip atau kemampuan wirausaha (Ibnu Soedjono, 1993; Meredith, 1996;
Marzuki Usman, 1997).
Istilah kewirausahaan berasal dari terjemahan “entrepreneurship”, yang dapat
diartikan sebagai ”the backbone of economic”, yaitu syarat pusat perekonomian atau
sebagai “tailbone of economic”, yaitu pengendali perekonomian suatu bangsa
(Soeharto Wirakusumo, 1997:1). Secara epistimologi, kewirausahaan merupakan
suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha (start-up phase) atau suatu
proses dalam mengerjakan suatu yang baru (creative) dan sesuatu yang berbeda
(innovative). Menurut Thomas W. Zimmerer (1996:51), kewirausahaan adalah
“applying creativity and innovationto solve the problems and to exploit opportunities
that people face everyday”. Kewirausahaan adalah penerapan kreativitas dan
keinovasian untuk memecahkan permasalahan dan upaya untuk memanfaatkan
peluang yang dihadapi setiap hari. Kewirausahaan merupakan gabungan dari
kreativitas, keinovasian dan keberanian menghadapi resiko yang dilakukan dengan
cara kerja keras untuk membentuk dan memelihara usaha baru. Kreativitas, oleh
Zimmerer (1996:51) diartikan sebagai kemampuan untuk mengembangkan ide-ide
baru dan untuk menemukan cara-cara baru dalam memecahkan persoalan dan
menghadapi peluang “creativity is the ability to develop new ideas to discover new
ways of looking at problems and opportunities”. Sedangkan keinovasian diartikan
sebagai kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam rengka memecahkan
persoalan-persoalan dan peluang untuk mempertinggi dan meningkatkan taraf hidup
(innovation is the ability to apply creative solutions to those problems an
opportunities to enhance or to enrich people”s live). Menurut Harvard”s Theodore
Levitt yang dikutip Zimmerer (1996:51), bahwa kreativitas adalah “thinking new
things” (berpikir sesuatu yang baru), sedangkan keinovasian adalah “doing new
things” (melakukan sesuatu yang baru). Keberhasilan wirausaha akan tercapai
apabila berpikir dan melakukan sesuatu yang baru atau sesuatu yang lama yang
dilakukan dengan cara yang baru “thinking and doing new things or old thing in new
ways”. Menurut Zimmerer (1996:51), ide kreatif akan muncul apabila wirausaha
melihat sesuatu yang lama dan memikirkan sesuatu yang baru atau berbeda “look at
something old and think something new or different”.
Dari pandangan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan
(entrepreneurship) adalah suatu kemampuan (ability) dalam berpikir kreatif dan
berprilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan
siasat, kiat dan proses dalam menghadapi tantangan hidup.
Istilah “entrepreneurship”, sebenarnya berasal dari kata “entrepreneur”. Menurut
Soeparman Soemhamidjaja (1997:2), istilah ini pertama kali digunakan oleh Cantilon
dalam “essai la nature du commerce” (1755), yaitu sebutan bagi para pedagang
yang membeli barang di daerah-daerah dengan menetapkan harga barang-barang
untuk dijual, namun dengan harga yang tidak pasti.
Dalam konteks manajemen, pengertian entrepreneur adalah seseorang yang
memiliki kemampuan dalam menggunakan sumber daya seperti finansial (money),
bahan mentah (materials), dan tenaga kerja (labors), untuk menghasilkan suatu
produk baru, bisnis baru, proses produksi, atau pengembangan organisasi usaha
(Marzuki Usman, 1997:3). Entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kombinasi
unsur-unsur (elemen-elemen) internal yang meliputi kombinasi motivasi, visi,
komunikasi, optimisme, dorongan semangat, dan kemampuan untuk memanfaatkan
peluang usaha. Menurut Sri Edi Swasono (1978:38), dalam konteks bisnis,
wirausaha adalah pengusaha, tetapi tidak semua pengusaha adalah wirausaha.
Wirausaha adalah pionir dalam bisnis, inovator, penangggung resiko, yang
mempunyai penglihatan/visi kedepan, dan memiliki keunggulan dalam berprestasi di
bidang usaha.
Norman M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993:5) mengemukakan
definisi wirausaha sebagai berikut:

“An entrepreneur is one who creates a new business in the face of risk an
uncertainty for the purpose of achieving profit and growth by identifying
opportunities and assembling the necessary resources to capitalize on those
opportunities”

Menurut Dan Steinhoff dan John F. Burgess (1993:35) wirausaha adalah orang yang
mengorganisir, mengelola, dan berani menanggung resiko untuk menciptakan usaha
baru dan peluang berusaha.

“A person who organizes, manages, and assumes the risk of a business or


entreprice is an entrepreneur. Entrepreneur is individual who risks finansial,
material, and human resources a new way to create a new concept or
opportunities within an existing firm”

Beberapa konsep “entrepreneur” di atas lebih menekankan pada kemampuan dan


perilaku seseorang sebagai pengusaha. Bahkan Dun Steinhoff dan John F. Burgess
(1993:4), memandang kewirausahaan sebagai pengelola perusahaan kecil atau
pelaksana perusahaan kecil. Menurutnya ”entrepreneur” is considered to have the
same meaning as small business owner-manager or small business operator.
Beberapa konsep kewirausahaan seakan-akan identik dengan kemapuan para
pengusaha dalam dunia usaha (business). Padahal tidak demikian, kewirausahaan
tidak selalu identik dengan watak atau ciri pengusaha semata, karena sifat ini dimiliki
juga oleh bukan pengusaha. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan baik
sebagai karyawan swasta maupun pemerintah (Soeparman Soemahamidjaja, 1980).
Wirausaha adalah mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan
jalan mengembangkan ide, dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang
(opportunity) dan perbaikan (preparation) hidup (prawirokusumo, 1997:5).
Rumusan ”entrepreneur” yang berkembang sekarang ini sebenarnya kebanyakan
berasal dari konsep Schumpeter (1934). Menurut Schumpeter, “entrepreneur”
merupakan pengusaha yang melaksanakan kombinasi-kombinasi baru dalam bidang
teknik dan komersial ke dalam bentuk praktik. Inti dari fungsi pengusaha adalah
pengenalan dan pelaksanaan kemungkinan-kemungkinan baru dalam bidang
perekonomian. Kemungkinan-kemungkinan baru yang dimaksudkan oleh
Schumpeter adalah : Pertama, memperkenalkan produk baru atau kualitas baru
suatu barang yang belum dikenal oleh konsumen. Kedua, pelaksanakan dari suatu
metode produksi baru, dari suatu penemuan ilmiah baru dan cara-cara baru untuk
menangani suatu produk agar menjadi lebih mendatangkan keuntungan. Ketiga,
membuka suatu pemasaran baru yaitu pasar yang belum pernah dimasuki cabang
industri yang yang bersangkutan atau sudah ada pemasaran sebelumnya. Keempat,
pembukaan suatu sumber dasar baru, atau setengah jadi atau sumber-sumber yang
masih harus dikembangkan. Kelima, pelaksanaan organisasi baru (Yuyun
Wirasasmita, 1982:33-34).
Menurut Schumpeter (1934), fungsi pengusaha bukan pencipta atau penemu
kombinasi-kombinasi baru (kecuali kalau kebetulan), tetapi lebih merupakan
pelaksana dari kombinasi-kombinasi yang kreatif. Pengusaha tersebut biasanya
memiliki sikap yang khusus seperti sikap pedagang, pemilik industri, dan bentuk-
bentuk usaha lainnya yang sejenis. Schumpeter mengemukakan dua tipe sikap dari
dua subjek ekonomi, yaitu sikap pengusaha kecil biasa dan sikap pengusaha benar-
benar. Sikap pengusaha yang benar-benarlah yang kemudian berkembang lebih
cepat.
Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu berani
mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi
semua fungsi, aktivitas, dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang
dan penciptaan organisasi usaha. Oleh sebab itu, wirausaha adalah orang yang
memperoleh peluang dan menciptakan suatu organisasi untuk mengejar peluang
itu(Bygrave:1995).
Menerut Meredith (1996:9), berwirausaha berarti memadukan perwatakan pribadi,
keuangan dan sumber daya. Oleh karena itu, berwirausaha merupakan sebuah
pekerjaan atau karier yang harus bersifat fleksibel, dan imajinatif, mampu
merencanakan, mengambil resiko, mengambil keputusan-keputusan dan tindakan-
tindakan untuk mencapai tujuan (Meredith, 1996:9). Syarat berwirausaha harus
memiliki kemampuan untuk menemukan dan mengevaluasi peluang, mengumpulkan
sumber-sumber daya yang diperlukan dan bertindak untuk memperoleh keuntungan
dari peluang-peluang itu. Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai
tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara
baru dan berbeda agar dapat bersaing. Menurut Zimmerer (1996:51), nilai tambah
tersebut diciptakan melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Pengembangan teknologi baru (developing new technology)
2. Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge)
3. Perbaikan produk dan jasa yang sudah ada (improving existing products or
services)
4. Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang
lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding different ways of
providing more goods and services with fewer resources)

Meskipun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan pada
peran pengusaha kecil, akan tetapi sifat ini dimiliki juga oleh bukan pengusaha. Jiwa
kewirausahaan ada pada setiap orang yang memiliki perilaku inovatif dan kreatif dan
pada setiap orang yang menyukai perubahan, pembaharuan, kemajuan, dan
tantangan. Misalnya, birokrat, mahasiswa, dosen, dan masyarakat lainnya.
Dari beberapa konsep kewirausahaan yang dikemukakan diatas, ada enam hakikat
penting kewirausahaan, yaitu:
1) Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang
dijadikan dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan
hasil bisnis (Ahmad Sanusi,1994).
2) Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru
dan berbeda ”ability to create the new and different” (Drucker, 1959).
3) Kewirausahaan adalaha suatu proses penerapan kreativitas dan keinovasian
dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki
kehidupan (usaha) (Zimmerer, 1996).
4) Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha
(start-up phase) dan perkembangan usaha (venture growth) (Soeharto Prawiro,
1997).
5) Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru
(creative), dan sesuatu yang berbeda (innovative) yang bermanfaat memberikan
nilai lebih.
6) Kewirausahaan adalah suatu usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan
mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara baru dan berbeda untuk
memenangkan persaingan.
Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan cara mengembangkan teknologi
baru, menemukan pengetahuan baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan
barang dan jas abaru yang lebih efisien, memperbaiki produk dan jasa yang sudah
ada, dan menemukan cara baru dalam rangka memberikan kepuasan kepada
konsumen.

Berdasarkan keenam konsep diatas, secara ringkas kewirausahaan dapat


didefinisikan sebagai suatu kemampuan kreatif dan inovatif (create new and
different) yang dijadikan kiat, dasar, sumber daya, proses dan perjuangan untuk
menciptakan nilai tambah barang dan jasa yang dilakukan dengan keberanian untuk
menghadapi resiko.

2.4. KARAKTERISTIK DAN NILAI-NILAI HAKIKI KEWIRAUSAHAAN

2.4.1. Karakteristik Kewirausahaan


Banyak para ahli yang mengemukakan karakteristik kewirausahaan dengan konsep
yang berbeda-beda. Geoffrey G. Meredith (1996:5-6) misalnya mengemukakan ciri-
ciri dan watak kewirausahaan seperti berikut:

Tabel 2. 1. Ciri-ciri dan Watak Kewirausahaan


Ciri-ciri Watak
1. Percaya diri Keyakinan, ketidak tergantungan, individualitas, dan
optimisme

2. Berorientasi pada Kebutuhan untuk berprestasi, berorientasi laba,


tugas dan hasil ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras,
mempunyai dorongan kuat, energetik dan inisiatif.

3. Pengambilan resiko Kemampuanuntuk mengambil resiko yang wajar dan


suka tantangan.

4. Kepemimpinan Perilaku sebagai pimpinan, bergaul dengan orang


lain, menanggapi saran-saran dan kritik.

5. Keorisinilan Inovatif dan kreatif serta fleksibel

6. Berorientasi kemasa Pandangan ke depan, perspektif.


depan

Ahli lain, seperti M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993:6-7)


mengemukakan delapan karakteristik, yang meliputi:
1) Desire for responsibility, yaitu memiliki rasa tanggung jawab atas usaha-usaha
yang dilakukannya. Seseorang yang memiliki rasa tanggung jawab akan selalu
mawas diri.
2) Preference for moderate risk, yaitu lebih memilih resiko yang moderat, artinya ia
selalu menghindari resiko yang rendah dan menghindari resiko yang tinggi.
3) Confidence in their ability to success, yaitu percaya akan kemampuan dirinya
untuk berhasil.
4) Desire for immediate feedback, yaitu selalu menghendaki umpan balik yang
segera.
5) High level of energy, yaitu memiliki semangat dan kerja keras untuk mewujudkan
keinginannya demi masa depan yang baik.
6) Future orientation, yaitu memiliki keterampilan dalam mengorganisasikan sumber
daya untuk menciptakan nilai tambah.
7) Valueof achievement over money, yaitu selalu menilai prestasi dengan uang.
Selanjutnya, Arthur Kuriloff dan John M. mempil (1993:20), mengemukakan
karakteristik kewirausahaan dalam bentuk nilai-nilai dan perilaku kewirausahaan
seperti pada table berikut:

Tabel 2. 2. Nilai-nilai dan Perilaku Kewirausahaan

VALUES BEHAVIOR
 Commitment  Staying with a task until finished
 Moderate risk  Not gambling, cut choosing a middle course
 Seeing Opportunities  And grasping them
 Objectivity  Observing reality clearly
 Feedback  Analyzing temely performance data to guide activity
 Optimism  Showing confidence in novel situations
 Money  Seeing it as resource and not an end itself
 Proactive management  Managing through reality based on forward planning

Wirausaha selalu komitmen dalam melakukan tugasnya sampai berhasil. Ia tidak


setengah-setengah dalam melakukan pekerjaannya. Karena itu, ia selau tekun, ulet,
pantang menyerah sebelum pekerjaannya berhasil. Dalam melakukan pekerjaan
tersebut, wirausaha tidak bertindak spekulasi tetapi selalu penuh perhitungan. Ia
berani mengambil resiko terhadap pekerjaannya karena sudah diperhitungkan. Oleh
sebab itu, wirausaha selalu berani mengambil resiko yang moderat, artinya resiko
yang diambil tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Keberanian menghadapi
resiko yang didukung oleh komitmen yang kuat, mendorong wirausaha untuk terus
berjuang mencari pelung sampai ada hasil. Hasil-hasil itu harus nyata/jelas dan
objektif, dan merupakan umpan balik (feed-back) bagi kelancaran kegiatannya.
Dengan semangat optimisme yang tinggi karena ada hasil yang diperoleh, maka
uang selalu dikelola secara proaktif dan dipandang sebagai sumber daya.
Beberapa ciri kewirausahaan yang dikemukakan oleh para ahli seperti diatas, secara
ringkas dikemukakan oleh Vernon A. Musselman (1989:155), Wasty Sumanto (1989)
dan Gerffey Meredith (1989:5) dalam bentuk ciri-ciri berikut:
1. Keinginan yang kuat untuk berdiri sendiri
2. Kemauan untuk mengambil resiko
3. Kemampuan untuk belajar dari pengalaman
4. Memotivasi diri sendiri
5. Semangat untuk bersaing
6. Orientasi pada kerja keras.
7. Percaya pada diri sendiri
8. Dorongan untuk berprestasi.
9. Tingkat energi yang tinggi
10. Tegas
11. Yakin pada kemampuan sendiri
Wasty Sumanto (1989:5) menambah ciri-ciri yang ke-12 dan ke-13 sebagai berikut:
12. Tidak suka uluran tangan dari pemerintah/pihak lain di masyarakat
13. Tidak bergantung pada alam dan berusaha untuk tidak menyerah pada alam;
Geoffrey Meredith (1989:5) menambahkan ciri yang ke-14 sampai dengan ke-16,
yaitu:
14. Kepemimpinan
15. Keorisinilan
16. Berorientasi ke masa depan dan penuh gagasan

Dalam mencapai keberhasilannya, seorang wirausaha memiliki ciri-ciri tertentu pula.


Dalam ”Entrepreneurship and Small Enterprise Development Report ” (1986) yang
dikutip oleh M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993:5) dikemukakan
beberapa karakteristik kewirausahaan yang berhasil, diantaranya memiliki ciri-ciri:
1. Proaktif, yaitu berinisiatif dan tegas (Assertiveness)
2. Berorientasi pada prestasi, yang tercermin dalam pandangan dan bertindak
“sees and acts” terhadap peluang, orientasi efisiensi, mengutamakan kualitas
pekerjaan, berencana, dan mengutamakan monitoring.
3. Komitmen kepada orang lain, misalnya dalam mengadakan kontrak dan
hubungan bisnis.

Secara eksplisit, Dan Steinhoff dan John F. Burgess (1993:38) mengemukakan


beberapa karakteristik yang diperlukan untuk menjadi wirausaha yang berhasil,
meliputi:
1. Memiliki visi dan tujuan usaha yang jelas
2. Bersedia menanggung resiko waktu dan uang
3. Berencana, mengorganisir
4. Kerja keras sesuai dengan tingkat urgensinya
5. Mengembangkan hubungan dengan pelanggan, pemasok, pekerja, dan yang
lainnya
6. Bertanggung jawab terhadap keberhasilan dan kegagalan
Keberhasilan atau kegagalan wirausaha sangat dipengaruhi juga oleh sifat dan
kepribadian seseorang. The Officer of Advocacy of Small Business Administration
(1989) yang dikutip oleh Dan Steinhoff dan John F. Burgess (1993:37)
mengemukakan bahwa kewirausahaan yang berhasil pada umumnya memiliki sifat-
sifat kepribadian (entrepreneurship Personality) sebagai berikut:
1. They have the self-confidence to work independently work hard and understand
that the risk taking is part of the equation for success
2. They have organization ability, can set goals, are result-oriented, and take
responsibility for the result of their endeavors-good or bad.
3. Tey are creative and seek an outlet for their creativity in an entrepreneurship
4. They enjoy challenges and find personal fulfillment in seeing their ideas through
to completion.
Dengan menggabungkan pandangan Timmons dan McClelland (1961), Thomas F.
Zimmerer (1996:6-8) mengemukakan tentang karakteristik sikap dan perilaku
kewirausahaan yang berhasil dengan diperluas sebagai berikut:
1. Commitment an determination, yaitu memiliki komitment dan tekat yang bulat
untuk mencurahkan segala perhatiannya pada usaha. Sikap yang setengah hati
kemungkinan gagal dalam berwirausaha adalah besar.
2. Desire for responsibility, yaitu memiliki rasa tanggung jawab baik dalam
mengontrol sumber daya yang digunakan maupun tanggung jawab terhadap
keberhasilan berwirausaha. Oleh karena itu, akan mawas diri secara internal.
3. Opportunity Obsession, yaitu selalu berambisi untuk selalu mencari peluang.
Keberhasilan wirausaha selalu diukur dengan keberhasilan untuk mencapai
tujuan. Pencapaian tujuan terjadi apabila ada peluang.
4. Tolerance for Risk, ambiguity, and uncertainty yaitu tahan terhadap resiko dan
ketidakpastian. Wirausaha harus belajar untuk mengelola resiko dengan cara
mentransfer resiko ke pihak lain seperti banker, investor, konsumen, pemasok,
dan lain-lain. Wirausaha yang berhasil biasanya memiliki toleransi terhadap
pandangan yang berbeda dan ketidakpastian.
5. Self confidence, yaitu percaya diri, Ia cenderung optimis dan memiliki keyakinan
yang kuat terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk berhasil.
6. Creativity and flexibility, yaitu berdaya cipta dan luwes. Salah satu kunci penting
adalah kemampuan untuk menghadapi perubahan permintaan. Kekakuan dalam
menghadapi perubahan ekonomi dunia yang serba cepat sering kali membawa
kegagalan. Kemampuan untuk merespon perubahan yang cepat dan fleksibel
tentu saja memerlukan kreativitas yang tinggi.
7. Desire for immediate feedback, yaitu selalu memerlukan umpan balik yang
segera. Ia selalu ingin mengetahui hasil dari apa yang dikerjakannya. Oleh
karena itu, dalam memperbaiki kinerjanya, ia selalu memiliki kemauannya untuk
menggunakan ilmu pengetahuan yang telah dimilikinya dan selalu belajar dari
kegagalan.
8. High level of energy, yaitu memiliki tingkat energi yang tinggi. Wirausaha yang
berhasil biasanya memiliki daya juang yang lebih tinggi disbanding rata-rata
orang lainnya, sehingga ia lebih suka kerja keras walaupun dalam waktu yang
relatif lama.
9. Motivation to excel, yaitu memiliki dorongan untuk selalu unggul. Ia selalu ingin
lebih unggul, lebih berhasil dalam mengerjakan apa yang dilakukkannya dengan
melebihi standar yang ada. Motivasi ini muncul karena dari dalam diri (internal)
dan jarang dari eksternal.
10. Orientation to the future, yaitu berorientasi pada masa yang akan datang. Untuk
tumbuh dan berkembang, ia selalu berpandangan jauh ke masa depan yang
lebih baik.
11. Willingness to learn from failure, yaitu selalu belajar dari kegagalan. Wirausaha
yang berhasil selalu tidak takut gagal. Ia selalu mengkonsentrasikan
kemampuannya pada keberhasilan.
12. Leadership ability, yaitu kemampuan dalam kepemimpinan. Wirausaha yang
berhasil memiliki kemampuan untuk menggunakan pengaruh tanpa kekuatan
(power), ia harus memiliki taktik mediator dan negotiator daripada dictator.

Menurut Ahmad Sanusi (1994) ada beberapa kecenderungan profil pribadi


pewirausaha dan kewirausahaan yang dapat diangkat dari kegiatan sehari-hari,
diantaranya:
a. Tidak menyenangi hal-hal yang sudah terbiasa/tetap/sudah teratur/diatur dan
jelas. Ia selalu bosan dengan kegiatan rutinitas sehingga timbul harapan-harapan
dan keinginan untuk selalu berubah, ada tambahan, pengayaan atau perbaikan
mutu (nilai tambah yang berbeda).
b. Mulai suka memandang keluar, berorientasi pada aspek-aspek yang lebih luas
dari soal yang dihadapi untuk memperoleh peluang baru.
c. Makin berani, karena merasa perlu untuk menunjukkan sikap kemadirian atau
prakarsa atas nama sendiri.
d. Suka bermain-main dengan daya imajinasi dan mencoba menyatakan daya
kreativitas serta memperkenalkan hasil-hasilnya kepada pihak lain.
e. Karena sendiri, maka ada keinginan berbeda atau maju, dan toleransi terhadap
perbedaan dari pihak lain.
f. Menyatakan suatu prakarsa setelah gagasan awalnya diterima dan
dikembangkan, serta dapat dipertanggungjawabkan dari beberapa sudut.
Prakarsa dianggap tidak final, bahkan terbuka untuk modifikasi dan
perubahannya.
g. Dengan kerja keras dan kemajuan tahap demi tahap yang tercapai timbul rasa
percaya diri dan sikap optimisme yang lebih mendasar.
h. Sikap dan perilaku kewirausahaan diatas, dijinakan/dikombinasikan dengan
mempelajari keterampilan manajemen usaha dalam bentuk perencanaan dan
pengembangan produk, penetrasi/pengembangan pasar, organisasi dan
komunikasi perusahaan, keuangan dan lain-lain.
i. Meskipun azasnya bekerja keras, cermat dan sungguh-sungguh namun aspek
resiko tidak bisa dilepaskan sampai batas yang dapat diterima.
j. Dengan resiko tersebut, dibuatlah tekad, komitmen, dan kekukuhan hati terhadap
alternatif yang dipilih.
k. Berhubung yang dituju ada kemajuan yang terus menerus, maka ruang lingkup
memandang pun jauh dan berdaya juang tinggi, karena sukses tidak datang
tanpa dasar atau tiba-tiba.
l. Adanya perluasan pasar dan pihak lain yang bersaing mendorong kemajuan
kerasuntuk membuat perencanaan lebih baik, bekerja lebih baik, untuk mencapai
hasil lebih baik bahkan yang terbaik dan berbeda.
m. Sikap hati-hati dan cermat mendorong kesiapan bekerja sama dengan pihak lain
yang sama-sama mencari kemajuan dan keuntungan. Akan tetapi jika perlu, ia
harus ada kesiapan untuk bersaing.
n. Ujian, godaan, hambatan dan hal-hal yang tidak terduga dianggap tantangan
untuk mencari berbagai ikhtiar.
o. Memiliki toleransi terhadap kesalahan operasional atau penilaian. Ada introspeksi
dan kesediaan, serta sikap responsif dan arif terhadap umpan balik (feedback),
kritik, dan saran.
p. Punya kemampuan intensif dan seimbang dalam memperhatikan dan menyimak
informasi dari pihak lain dengan meletakkan posisi dan sikap sendiri, dan
mengendalikan diri sendiri terhadap sesuatu soal yang dianggap belum jelas.
q. Menjaga dan memajukan nilai dan perilaku yang telah menjadi keyakinan dirinya,
integritas pribadi yang mengandung citra dan harga diri, selalu bersikap adil, fair,
dan sangat menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh orang lain.

Menurut Ahmad Sanusi, dalam konteks tersebut para pewirausaha tidak memiliki
profil yang uniform, melainkan justru masing-masing dengan profilnya sendiri.

2.4.2. Nilai-nilai Hakiki Kewirausahaan


Masing-masing karakteristik kewirausahan tersebut diatas memiliki makna-makna
dan perangai tersendiri yang disebut nilai. Milton Rockeach (1973:4), membedakan
konsep nilai menjadi dua, yaitu nilai sebagai ”sesuatu yang dimiliki oleh seseorang”
(person has a value), dan nilai sebagai ”sesuatu yang berkaitan dengan objek” (an
object has value). Pandangan pertama, manusia mempunyai nilai yaitu sesuatu
yang dijadikan ukuran baku bagi persepsinya terhadap dunia luar. Menurut Sidharta
Poespadibrata (1993:91) watak seseorang merupakan sekumpulan perangai yang
tetap. Sekumpulan perangai yang tetap itu dapat dipandang sebagai suatu sistem
nilai (Rockeach, 1973). Oleh karena itu, watak dan perangai yang melekat pada
kewirausahaan dan menjadi ciri-ciri kewirausahaan dapat dipandang sebagai sistem
nilai kewirausahaan.
Nilai-nilai kewirausahaan diatas identik dengan sistem nilai yang melekat pada
sistem nilai manajer. Seperti dikemukakan oleh Andreas A. Danandjaja (1986),
andreas Budiharjo (1991) dan Sidharta Poespadibrata (1993), dalam sistem nilai
manajer ada dua kelompok nilai, yaitu: (1) Sistem nilai pribadi; (2) Sistem nilai
kelompok atau organisasi. Dalam sistem nilai pribadi terdapat empat jenis sistem
nilai, yaitu: (1) Nilai primer pragmatik, (2) Nilai Primer moralistik, (3) Nilai primer
afektif dan (4) Nilai bauran. Dalam sistem nilai primer pragmatik terkandung
beberapa unsur diantaranya perencanaan, prestasi, produktivitas, kemampuan,
kecakapan, kreativitas, kerjasama, kesempatan. Sedangkan dalam nilai moralistik
terkandung unsur-unsur keyakinan, jaminan, martabat pribadi, kehormatan dan
ketaatan.
Dalam kewirausahaan, sistem nilai primer pragmatik tersebut dapat dilihat dari
watak, jiwa dan perilakunya, misalnyaselalu kerja keras, tegas, mengutamakan
prestasi, keberanian mengambil resiko, produktivitas, kreativitas, inovatif, kualitas
kerja, komitmen dan kemampuan mencari peluang. Selanjutnya, nilai moralistik
meliputi keyakinan atau percaya diri, kehormatan, kepercayaan, kerjasama,
kejujuran, keteladanan dan keutamaan.
Sujuti Jahya (1977) membagi nilai-nilai kewirausahaan tersebutn kedalam dua
dimensi nilai yang berpasangan, yaitu: (1) Pasangan sistem nilai kewirausahaan
yang berorientasi materi dan berorientasi non-materi. (2) Nilai-nilai yang berorientasi
pada kemajuan dan nilai-nilai kebiasaan. Kedua pasangan nilai tersebut seperti
tampak pada gambar berikut.
Gambar 2.1. Model Sitem Nilai Wirausaha.
ORIENTASI KEMAJUAN

TANGGUNG JAWAB

PENGAMBILAN RESIKO

ILMU KREATIVITAS
TEKNOLOGI
SIKAP POSITIF

PELATIHAN

KEUNTUNGAN MATERI PELAYANAN ORIENTASI


ORIENTASI NON MATERI
MATERI PENGALAMAN
PERHITUNGAN
KIRA-KIRA
RESIKO PERHITUNGAN MISTIK
PELARIS
ETNOCENTRISME

MENGHADAP KEMANA
TATA CARA
(FENGSHUI) LELUHUR

KEBERUNTUNGAN

ORIENTASI “TOTOK”

Pada gambar 2.1. diatas ada empat nilai dengan orientasi dan ciri masing-masing,
sebagai berikut:
(1) Wirausaha yang berorientasi kemajuan untuk memperoleh materi, ciri-cirinya
pengambil resiko, terbuka terhadap teknologi, dan mengemukakan materi.
(2) Wirausaha yang berorientasi pada kemajuan tetapi bukan untuk mengejar
materi. Wirausaha ini hanya ingin mewujudkan rasa tanggung jawab,
pelayanan, sikap poisitif dan kreativitas.
(3) Wirausaha yang berorientasi pada materi, dengan berpatokan pada kebiasaan
yang sudah ada, misalnya dalam perhitungan usaha dengan kira-kira, sering
menghadap kearah tertentu (aliran pengshui) supaya berhasil.
(4) Wirausaha yang berorientasi pada non-materi, dengan bekerja berdasarkan
kebiasaan wirausaha model ini biasanya tergantung pada pengalaman,
berhitung dengan menggunakan mistik, paham etnosentris, dan taat pada tata
cara leluhur.
Penerapan masing-masing nilai sangat tergantung pada fokus dan tujuan masing-
masing wirausaha.
Dari beberapa ciri kewirausahaan di atas, ada beberapa nilai hakiki penting dari
kewirausahaan, yaitu:
(1) Percaya Diri (self-confidence)
Kepercayaan diri merupakan suatu paduan sikap dan keyakinan seseorang dalam
menghadapi tugas atau pekerjaan (Soesarsono Wijandi, 1988;33). Dalam praktik
sikap dan kepercayaan ini merupakan sikap dan keyakinan untuk memulai,
melakukan dan menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan yang dihadapi. Oleh
sebab itu kepercayaan diri memiliki nilai keyakinan, optimisme, individualitas, dan
ketidaktergantungan. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri cenderung memiliki
keyakinan akan kemampuannya untuk mencapai keberhasilan (Zimmerer, 1996:7).
Kepercayaan Diri ini bersifat internal pribadi seseorang yang sangat relatif dan
dinamis dan banyak ditentukan oleh kemampuannya untuk memulai, melaksanakan
dan menyelesaikan suatu pekerjaan. Orang yang percaya diri memiliki kemampuan
untuk menyelesaikan pekerjaan dengan sistematis, berencana, efektif dan efisien.
Kepercayaan diri juga selalu ditunjukkan oleh ketenangan, ketekunan, kegairahan,
dan kemantapan dalam melakukan pekerjaan.
Keberanian yang tinggi dalam mengambil resiko dan perhitungan yang matang yang
dibarengi dengan optimisme harus disesuaikan dengan kepercayaan diri. Oleh
sebab itu, optimisme dan keberanian mengambil resiko dalam menghadapi suatu
tantangan dipengaruhi oleh kepercayaan diri. Kepercayaan diri juga ditentukan oleh
kemandirian dan kemampuan sendiri. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri
yang tinggi, relatif lebih mampu menghadapi dan menyelesaikan masalah sendiri
tanpa menunggu bantuan orang lain.
Kepercayaan diri di atas, baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
sikap mental seseorang. Gagasan, karsa, inisiatif, kreativitas, keberanian,
ketekunan, semangat kerja keras, kegairahan berkarya, dan sebagainya banyak
dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan diri seseorang yang berbaur dengan
pengetahuan keterampilan dan kewaspadaannya (Soesarsono Wijandi, 1988:37).
Kepercayaan diri merupakan landasan yang kuat untuk meningkatkan karsa dan
karya seseorang. Sebaliknya setiap karya yang dihasilkan akan menumbuhkan dan
meningkatkan kepercayaan diri. Kreativitas, inisiatif, kegairahan kerja dan ketekunan
akan banyak mendorong seseoranguntuk mencapai karya yang memberikan
kepuasan batin, yang kemudian akan mempertebal kepercayaan diri. Pada
gilirannya orang yang memiliki kepercayaan diri akan memiliki kemampuan untuk
bekerja sendiri dalam mengorganisir, mengawasi, dan meraihnya (”the ability of a
single man to organize a business himself and could run, control and embrace”)
(Soeparman Sumahamidjaja, 1997:12).Kunci keberhasilan dalam bisnis adalah
untuk memahami diri sendiri. Oleh karena itu, wirausaha yang sukses adalah
wirausaha yang mandiri dan percaya diri (Yuyun Wirasasmita, 1994:2).

(2) Berorientasi Tugas dan Hasil


Seseorang yang selalu mengutamakan tugas dan hasil, adalah orang yang selalu
mengutamakan nilai-nilai motif berprestasi, berorientasi pada laba, ketekunan dan
ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energik, dan berinisiatif.
Berinisiatif artinya selalu ingin mencari dan memulai. Untuk memulai diperlukan niat
dan tekad yang kuat, serta karsa yang besar. Sekali sukses atau berprestasi, maka
sukses berikutnya akan menyusul, sehingga usahanya semakin maju dan semakin
berkembang. Dalam kewirausahaan, peluang hanya diperoleh apabila ada inisiatif.
Perilaku inisiatif ini biasanya diperoleh melalui pelatihan dan pengalaman yang
bertahun-tahun, dan pengembangannya diperoleh dengan cara disiplin diri, berpikir
kritis, tanggap, bergairah, dan semangat berprestasi.

(3) Keberanian Mengambil Resiko


Kemauan dan kemampuan untuk mengambil resiko merupakan salah satu nilai
utama dalam kewirausahaan. Wirausaha yang tidak mau mengambil resiko akan
sukar memulai atau berinisiatif. Menurut Angelita S. Bajaro, ”seorang wirausaha
yang berani menanggung resiko adalah orang yang selalu ingin jadi pemenang dan
memenangkan dengan cara yang baik” (Yuyun Wirasasmita,1994:2). Wirausaha
adalah orang yang lebih menyukai usaha-usaha yang lebih menantang untuk
mencapai kesuksesan atau kegagalan ketimbang usaha yang kurang menantang.
Oleh sebab itu, wirausaha kurang menyukai resiko yang terlalu rendah atau yang
terlalu tinggi. Resikoyang terlalu rendah akan memperoleh sukses yang relatif
rendah. Sebaliknya, resiko yang tinggi kemungkinan memperoleh sukses yang
tinggi, tetapi dengan kegagalan yang sangat tinggi. Oleh sebab itu, ia akan lebih
menyukai resiko yang paling seimbang (moderat). Dengan demikian, keberanian
untuk menanggung resiko yang menjadi nilai kewirausahaan adalah pengambilan
resiko yang penuh dengan perhitungan dan realistik. Kepuasan yang besar
diperoleh apabila berhasil dalam melaksanakan tugas-tugasnya secara realistik.
Situasi resiko kecil dan situasi resiko tinggi dihindari karena sumber kepuasan tidak
mungkin didapat pada masing-masing situasi tersebut. Artinya, wirausaha menyukai
tantangan yang sukar namun dapat dicapai (Geoffrey G. Meredith, 1996:37).
Wirausaha menghindari situasi resiko yang rendah karena tidak ada tantangan, dan
menjauhi situasi resiko yang tinggi karena ingin berhasil. Dalam situasi resiko dan
ketidakpastian inilah, wirausaha mengambil keputusan yang mengandung potensi
kegagalan atau keberhasilan. Pada situasi ini, menurut Meredith (1996:38), ada dua
alternatif atau lebih yang harus dipilih, yaitu alternatif yang mengandung resiko dan
alternatif yang konservatif. Pilihan terhadap resiko ini sangat tergantung pada: (1)
Daya tarik setiap alternatif; (2) kesedian untuk rugi; (3) kemungkinan relatif untuk
sukses atau gagal. Untuk bisa memilih, sangat ditentukan oleh kemampuan
wirausaha untuk mengambil resiko. Selanjutnya, kemampuan untuk resiko
ditentukan oleh: (1) Keyakinan pada diri sendiri; (2) kesedian untuk menggunakan
kemampuan dalam mencari peluang dan kemungkinan untuk memperoleh
keuntungan; (3) kemampuan untuk menilai resiko secara realistis.
Diatas dikemukakan, bahwa pengambil resiko berkaitan dengan kepercayaan diri
sendiri. Artinya, semakin besar keyakinan seseorang pada kemampuan sendiri,
maka semakin besar keyakinan orang tersebutakan kesanggupan untuk
mempengaruhi hasildan keputusan, dan semakin besar pula kesediaan seseorang
untuk mencobaapa yang menurut orang lain sebagai resiko (Meredith;1996:39).
Jadi, pengambil resiko lebih menyukai tantangan dan peluang. Oleh sebab itu,
pengambil resiko ditentukan pada orang-orang yang inovatif yang merupakan bagian
terpenting dari perilaku kewirausahaan.

(4) Kepemimpinan
Seorang wirausaha yang berhasil selalu memiliki sifat kepemimpinan, kepeloporan,
keteladanan. Ia selalu ingin tampil berbeda, lebih dulu, lebih menonjol. Dengan
menggunakan kemampuan kreativitas dan keinovasiannya, ia selalu menampilkan
barang dan jasa-jasa yang dihasilkannya dengan lebih cepat, lebih dulu dan segera
berada di pasar. Ia selalu menampilkan produk dan jasa-jasa baru dan berbeda
sehingga ia menjadi pelopor baik dalam proses produksi maupun pemasarannya. Ia
selalu memanfatkan perbedaan sebagai suatu yang menambah nilai. Karena itu,
perbedaan bagi seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan merupakan sumber
pembaharuan untuk menciptakan nilai. Ia selalu ingin bergaul untuk mencari
peluang, terbuka untuk menerima kritik dan saran yang kemudian dijadikan peluang.
Dalam karya dan karsanya, wirausaha selalu ingin tampil baru dan berbeda. Karya
dan karsa yang berbeda akan dipandang sebagaisesuatu yang baru dan dijadikan
peluang. Banyak hasil karya wirausaha berbeda dan dipandang baru, seperti
komputer, mobil, minuman, dan produk makanan lainnya. Contoh sederhana adalah
mobil produk Toyota Motor yang hampir setahun sekali menghasilkan produk mobil
baru. Disebut produk mobil kijang baru karena tampilannya, interiorny, bentuk, dan
aksesorisnya berbeda dengan yang sudah ada. Karena berbeda itulah, maka
disebut baru. Akibatnya, nilai jual kijang baru lebih mahal daripada kijang produk
lama. Inilah nilai tambah yang diciptakan oleh wirausaha yang memiliki kepeloporan.

(5) Berorientasi Ke Masa Depan


Orang yang berorientasi ke masa depan adalah orang yang memiliki perspektif dan
pandangan ke masa depan. Karena ia memiliki pandangan yang jauh ke masa
depan, maka selalu berusaha untuk berkarsa dan berkarya. Kuncinya pada
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda dengan yang
sudah ada sekarang. Meskipun dengan resiko yang mungkin terjadi, ia tetap tabah
untuk mencari peluang dan tantangan demi pembaharuan masa depan. Pandangan
yang jauh kedepan, membuat wirausaha tidak cepat puas dengan karsa dan karya
yang sudah ada sekarang. Oleh sebab itu, ia selalu mempersiapkannya dengan
mencari suatu peluang.

(6) Keorisinilan: Kreativitas dan keinovasian


Nilai inovatif, kreatif dan fleksibel merupakan unsur-unsur keorisinilan seseorang.
Wirausaha yang inovatif adalah orang yang kreatif dan yakin dengan adanya cara-
cara baru yang lebih baik (Yuyun Wirasasmita, 1994:7). Ciri-cirinya adalah:
 Tidak pernah puas dengan cara-cara yang dilakukan saat ini, meskipun cara
tersebut cukup baik
 Selalu menuangkan imajinasi dalam pekerjaannya
 Selalu ingin tampil berbeda atau selalu memanfaatkan perbedaan

Hardvard’s Theodore Levitt mengemukakan definisi keinovasian dan kreativitas lebih


mengarah pada konsep berpikir dan bertindak yang baru (think new and doing new).
Kreativitas adalah “ability to develop new ideas and to discover new ways of looking
at problem and opportunities”. Sedangkan, “innovation is ability to apply creative
solutions to those problems and opportunities to enhance or to enrich people’s live ”.
Menurut Levitt, kreativitas adalah berpikir sesuatu yang baru (thinking new things)
dan keinovasian adalah melakukan sesuatu yang baru (doing new things). Oleh
karena itu, menurut Levitt, kewirausahaan adalah “thinking and doing new things or
old thinks in new ways”. Kewirausahaan adalah berpikir dan bertindak sesuatu yang
baru atau berpikir sesuatu yang lama dengan cara-cara baru. Hal ini sejalan dengan
pendapat Soeparman Soemhamidjaja (1997:10) bahwa “kewirausahaan adalah
ability tocreate the new and different”.
Zimmerer (1996:51), dalam bukunya “entrepreneurship and the new venture
formation”, mengungkapkan bahwa:
“Sometimes creativity involves generating something from nothing. However,
creativity is more likely to result in collaborating on the present, in putting old
things together in new ways, or in taking some thing away to create
something simpler or better”

Dari definisi diatas, kreativitas mengandung pengertian, yaitu:


(a) Kreativitas adalah menciptakan sesuatu yang asalnya tidak ada
(b) Hasil kerja sama masa kini untuk memperbaiki masa lalu dengan cara yang
baru
(c) Menghilangkan sesuatu untuk menciptakan sesuatu yang lebih sederhana
dan lebih baik.

Menurut Zimmerer, ”Creativity ideas often arise when entrepreneurs look at


something old and think something new or different”, Ide-ide kreatif seringkali muncul
ketika wirausaha melihat sesuatu yang lama dan berpikir sesuatu yang baru dan
berbeda. Oleh karena itu, kreativitas adalah menciptakan sesuatu dari yang asalnya
tidak ada (generating something from nothing).
Rahasia kewirausahaan dalam menciptakan nilai tambah barang dan jasa terletak
pada penerapan kreativitas dan keinovasian untuk memecahkan permasalahan dan
meraih peluang yang dihadapi setiap hari (applying creativity and innovation to solve
the problems and to exploit opportunities that people face everyday). Berinisiatif
ialaha mengerjakan sesuatu tanpa menunggu perintah. Kebiasaan berinisiatif akan
melahirkan kreativitas (daya cipta) setelah dibiasakan berulang-ulang dan
melahirkan inovasi.
Gerschenkron adalah seorang ahli yang menunjukkan keinovasian sebagai sarana
kepribadian menuju kewirausahaan modern. Ia mengemukakan “…entrepreneur are
people whose task is to make economic decisions” (Myron Weiner, 1996: 256-272).
Wirausaha adalah orang yang bertugas memecahkan keputusan-keputusan
ekonomi.
Pokok-pokok pikiran Gerschenkron diatas, pada dasarnya sejalan dengan pokok-
pokok pikiran Everett E. Hagen (1962:88) yang mengemukakan tentang ciri-ciri
innovational personality yang kreatif sebagai berikut:
(1) Openness to experience, yaitu terbuka terhadap pengalaman. Ia selalu
berminat dan tanggap terhadap gejala disekitar kehidupannya dan sadar
bahwa yang di dalamnya terdapat individu yang berperilaku sistematik.
(2) Creative imagination, yaitu kreatif dalam berimajinasi. Wirausaha memiliki
kemampuan untuk bekerja dengan penuh imajinasi.
(3) Confidence and content in one’sown evaluation, yaitu cakap dan memiliki
keyakinan atas penilaian dirinya dan teguh pendirian.
(4) Satisfaction in facing and attackingproblems and in resolving confusion or
inconsistency, yaitu selalu memiliki kepuasan dalam menghadapi dan
memecahkan persoalan.
(5) Has a duty or responsibility to achieve, yaitu memiliki tugas dan rasa
tanggung jawab untuk berprestasi.
(6) Inteligence and energetic, yaitu penuh daya imajinasi dan memiliki
kecerdasan.

Berpikir Kreatif dalam Kewirausahaan


Hasil penelitian terhadap otak manusia, menunjukkan bahwa fungsi otak manusia
dibagi menjadi dua bagian, yaitu fungsi otak sebelah kiri dan otak sebelah kanan.
Setiap bagian otak memiliki fungsi spesifik dan menangkap informasi yang berbeda.
Fungsi bagian otak yang satu lebih dominant daripada bagian yang lain. Fungsi otak
sebelah kiri dikendalikan secara linier pada berpikir vertical, sedangkan otak sebelah
kanan lebih mengandalkan pada berpikir lateral. Otak sebelah kiri berperan
menangkap hal yang bersifat intuitif dan emosional. Otak sebelah kirilah yang
menggerakkan berpikir lateral dan meletakkannya pada jiwa proses kreatif. Menurut
Zimmerer (1996), untuk mengembangkan keterampilan berpikir, seseorang
menggunakan otak sebelah kanan. Sedangkan untuk belajar mengembangkan
keterampilan berpikir diguna otak sebelah kiri, ciri-cirinya:
o Selalu bertanya, “apa ada cara yang lebih baik ?”
o Selalu menantang kebiasaan, tradisi dan kebiasaan rutin.
o Bererfleksi/merenung/memikirkan, berpikir dalam.
o Berani main mental, mencoba untuk melihat masalah dari perspektif yang
berbeda.
o Menyadari kemungkinan banyak jawaban ketimbang satu jawaban yang benar
o Melihat kegagalan dan kesalahan hanya sebagai jalan untuk mencapai sukses
o Mengkorelasi ide-ide yang masih samar terhadap masalah untuk menghasilkan
pemecahan inovatif
o Memiliki keterampilan helikopter (helicoters skills), yaitu kemampuan untuk
bangkit di atas kebiasaan rutin dan melihat permasalahan dari perspektif yang
lebih luas kemudian memfokuskannya pada kebutuhan untuk berubah.
Dengan menggunakan fokus otak sebelah kiri, menurut Zimmerer (1996:76), ada
tujuh langkah proses kreatif:
Tahap 1 : Persiapan (Preparation). Preparasi menyangkut kesiapan kita untuk
berpikir kreatif. Persiapan berpikir kreatif dilakukan dalam bentuk pendidikan formal,
pengalaman, magang, dan pengalaman belajar lainnya. Pelatihan merupakan
landasan untuk menumbuhkan kreativitas dan keinovasian. Bagaimana kita dapat
memperbaiki pikiran kita agar berpikir kreatif ? Zimmerer mengemukakan tujuh
langkah untuk memperbaiki pikiran kita untuk berpikir kreatif, yaitu:
o Hindari sikap untuk tidak belajar. Setiap situasi merupakan peluang untuk belajar.
o Belajar banyak. Belajar terbatas pada satu keahlian yang kita miliki saja.
Banyak inovasi yang diperoleh dibidang ilmu lain.
o Diskusikan ide-ide kita dengan orang lain.
o Himpunan artikel-artikel yang penting
o Temui orang profesional atau asosiasi dagang, dan pelajari cara mereka
memecahkan persoalan.
o Gunakan waktu untuk belajar sesuatu dari negara lain.
o Kembangkan keterampilan menyimak gagasan orang lain.

Tahap 2 : Penyelidikan (Investigation). Dalam penyelidikan diperlukan individu


yang dapat mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang masalah atau
keputusan melalui penyelidikan. Untuk menciptakan konsep dan ide-ide baru
tentang suatu bidangtertentu, seseorang pertama-tama harus mempelajari masalah
dan memahami komponen-komponen dasarnya. Misalnya seseorang pedagang
tidak bisa menghasilkan ide-idebarunya, karena ia tidak mengetahui konsep-konsep
atau komponen-komponen dasar tentang perdagangan.

Tahap 3 : Transformasi (Transformation). Yaitu menyangkut kesamaan dan


perbedaan pandangan diantara informasi yang terkumpul (incolves viewing the
similarities and the differences among the information collected). Transformasi, ialah
mengidentifikasi persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan yang ada
tentang informasi yang terkumpul. Dalam fase ini diperlukan dua tipe berpikir, yaitu
berpikir konvorgen dan divergen. Berpikir konvergen (convergent thinking) adalah
kemampuan untuk melihat persamaan dan konektivitas di antara data dan kejadian
yang bermacam-macam. Sedangkan berpikir divergen (divergent thinking), adalah
kemampuan untuk melihat perbedaan-perbedaan di antara data dan kejadian-
kejadian yang beraneka ragam.
Ada beberapa cara untuk meningkatkan kemampuan mentransformasi informasi ke
dalam ide-ide, yaitu yang dapat dilakukan sebagai berikut:
o Evaluasi bagian-bagian situasi beberapa saat, coba ambil gambaran luasnya.
o Susun kembali unsur-unsur situasi ini. Disamping melihat komponen-komponen
issu dalam susunan dan perspektif yang berbeda-beda, kita harus mampu
melihat perbedaan dan persamaan secara cermat.
o Sebelum melihat satu pendekatan khusus terhadap situasi tertentu, ingat bahwa
dengan beberapa pendekatan mungkin keberhasilan akan dicapai.
o Lawan godaan yang membuat penilaian kita tergesa-gesa dalam memecahkan
persoalan atau mencari peluang.

Tahap 4 : Penetasan (Incubation). Yaitu menyiapkan pikiran bawah sadar untuk


merenungkan informasi yang terkumpul (allows the subconscious mind to reflect on
the information collected). Pikiran bawah sadar memerlukan waktu untuk
merefleksikan informasi.
Untuk mempertinggi fase inkubasi dalam proses berpikir kreatif dapat dilakukan
dengan cara :
o Menjauhkan diri dari situasi. Melakukan sesuatu yang tidak terkait dengan
masalah atau peluang secara keseluruhan sehingga kita dapat berpikir bawah
sadar.
o Sediakan waktu untuk menghayal. Meskipun menghayal seolah-olah
melakukan sesuatu yang tidak berguna, akan tetapi hayalan merupakan bagian
terpenting dari proses kreatif.
o Rileks dan bermain secara teratur. Anda dapat berpikir kreatif dengan ide-ide
besar pada waktu bermain atau santai. Ide-ide besar sering muncul pada waktu
latihan golf, main basket, main bola, dikebun/taman, atau ditempat tidur.
o Berkhayal tentang masalah atau peluang. Berpikir berbagai masalah sebelum
jatuh tidur merupakan cara efektif untuk mendorong pikiran anda bekerja waktu
tidur.
o Kejarlah masalah atau peluang meskipun dalam suatu lingkungan yang
berbeda di mana saja.
Tahap 5 : Penerangan (Illumination). Illuminasi akan muncul pada tahapan
inkubasi, yaitu ketika ada pemecahan spontan yang menyebabkan adanya titik
terang yang terus-menerus (“Occurs at some point during the incubation stage when
a spontaneous breakthrough causes “the light bulb to go on”). Pada tahapan ini,
semua tahapan sebelumnya muncul bersama-sama menghasilkan kreativitas ide-ide
inovatif.

Tahap 6 : Pengujian (Verification). Menyangkut ketepatan ide-ide seakurat


mungkin dan semanfaat mungkin (Involves validatang the ideas as accurate and
usseful). Validasi ide-ide yang tepat dan berguna dapat dilakukan pada masa
percobaan, proses simulasi, test pemasaran, membangun pilot projek, membangun
prototype, dan aktivitas lain yang dirancang untuk memverifikasi ide-ide baru yang
akan diimplementasikan.

Tahap 7 : Implementasi (Implementation). Mentrasnformasikan ide-ide dalam


praktik bisnis (Involves transforming the idea into a business reality).
Roger Von Oech dalam bukunya “Whack on the side of the head”, mengidentifikasi
10 kunci mental dari kreatifitas (mental lock of creativity) atau hambatan-hambatan
kreativitas, yang meliputi:
(1) Searching for the one ” right” answer, yaitu berusaha untuk menemukan suatu
asumsi hanya satu jawaban yang benar atau satu pemecahan yang benar
dalam memecahkan suatu permasalahan. Ia tidak terbiasa dengan beberapa
jawaban atau pandangan yang berbeda.
(2) Fokusinbg on “being logical”, yaitu terfokus pada berpikir logika tidak bebas
menggunakan berpikir nonlogika khususnya dalam berimajinasi berpikir
kreatif. Padahal dalam berkreasi (intuisi dan Von oech) kita dapat berpikir
bebas tentang segala sesuatu yang berbeda dan bebas pula menggunakan
berpikir non-logika khususnya dalam fase berpikir kreatif (to thing something
different and to freely use nonlogical thinking, especially in the imaginative
phase of the creative process).
(3) Blindy following the rules, yaitu berlindung pada aturan yang berlaku (kaku).
Kreativitas sangat tergantung pada kemampuan untuk selalu tidak kaku pada
atiuran, sehingga dapat melihat cara-cara baru untuk mengerjakan sesuatu
(new ways of doing things).
(4) Constantly being practical, yaitu terikat pada kehidupan praktis semata yang
membatasi ide-ide kreatif.
(5) Viewing play as practical. Memandang bermain sebagai sesuatu yang tidak
karuan. Padahal, anak-anak dapat belajar dari bermain, yaitu dengan cara
menciptakan cara-cara baru dalam memandang sesuatu yang lama dan
belajar tentang apa yang bolehdilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan
(“create new ways of looking at old things and learn what works and what
doesn’t ”).
Wirausaha bisa belajar dengan mencoba mendekatkan baru dan penemuan baru.
Kreativitas dapat diciptakan apabila wirausaha mau belajar dari bermain. Seseorang
yang memandang permainan sebagai hal yang sia-sia cenderung membatasi
berpikir kreatif.
(6) Becoming everly specialized, yaitu terlalu spesialisasi. Spesialisasi
membatasi kemampuan untuk melihat masalah lain. Sedangkan orang yang
berpikir kreatif cenderung bersifat eksploratif dan selalu mencari ide-ide di
luar bidang spesialisasi.
(7) Avoiding ambiguity. Menghindari pengulangan merupakan hambatan untuk
berpikir kreatif. Padahal kemenduaan (ambiguity) bisa menjadi kekuatan yang
mendorong kreativitas dan mendorong berpikir sesuatu yang berbeda (“to
think something different”). Karena itu, menghindari kenetralan merupakan
hambatan berpikir kreatif.
(8) Fearing looking foolish. Berpikir kreatif bukan tempatnya bagi orang
kompromistis (berpikir kompromi). Ide-ide baru jarang muncul dalam
lingkungan yang kompromistis. Orang yang cenderung kompromistis tidak
senang melihat orang yang nekad (foolish). Takut untuk berbuat nekad
adalah hambatan untuk berpikir kreatif.
(9) Fearing mistakes and failure (takut salah dan gagal). Orang kreatif menyadari
bahwa mencoba sesuatu yang baru pasti membawa kegagalan. Namun
demikian, mereka melihat kegagalan bukan sesuatu yang terakhir, tetapi
merupakan pengalaman belajar bagaimana cara untuk meraih sukses.
Thomas Edison misalnya, sebelum meraih sukses untuk membuat bola lampu
agar menyala, telah melakukan eksperimen sebanyak 1.800 cara. Seperti
halnya Thomas Edison, wirausaha dapat belajar dari kegagalan. Belajar dari
kegagalan merupakan bagian terpenting dari proses berpikir kreatif. Kuncinya
adalah kegagalan untuk meraih sukses. Oleh karena itu, takut terhadap
kegagalan merupakan hambatan untuk berpikir kreatif.
(10) Believing that “I’m not creative”. Setiap orang berpotensi untuk kreatif. Takut
pada ketidakmampuan untuk berbuat kreatif merupakan hambatan berpikir
kreatif.

Untuk memotivasi para karyawan agar memiliki kreativitas, Zimmerer (1996:76)


mengemukakan beberapa cara:
(1) Expectingcreativity. Wirausaha berharap memiliki kreativitas. Salah satu cara
yang terbaik untuk mendorong kreativitas adalah memberi kewenangan
kepada karyawanuntuk berkreasi.
(2) Expecting and tolerating failure, yaitu berharap dan bersabar menghadapi
kegagalan. Ide-ide kreatif akan menghasilkan keberhasilan atau kegagalan.
Orang yang tidak pernah menemui kegagalan bukan orang kreatif.
(3) Encouraging curiosity. Berbesar hati jika menemukan kegagalan, artinya
kegagalan jangan dipandang sebagai sesuatu yang aneh.
(4) Viewing problems as challenges, yaitu memandang kegagalan sebagai
tantangan. Setiap kegagalan memberikan peluang untuk berinovasi.
(5) Providing creativity training, yaitu menyediakan pelatihan berkreativitas.
Setiap seseorang memiliki kapasitas kreatif. Untuk mengembangkannya
diperlukan pelatihan. Pelatihan melalui buku, seminar, workshop, dan
pertemuan professional dan mendorong karyawan untuk meningkatkan
kapasitas kreativitasnya.
(6) Providing support, yaitu memberikan dorongan dan bantuan, berupa alat dan
sumber daya yang diperlukan untuk berkreasi, terutama waktu yang cukup
untuk berkreasi.
(7) Rewarding creativity, yaitu memberikan hadiah bagi seseorang yang kreatif,
misalnya uang, penghargaan, dan hadiah lainnya.
(8) Modeling creativity, yaitu memberi contoh kreatif. Untuk mendorong karyawan
lebih kreatif, harus diciptakan lingkungan yang mendorong kreativitas.
Dalam menghadapi persaingan yang semakin kompleks dan ekonomi global,
menurut Zimmerer (1996:53), kreativitas tidak hanya penting untuk menciptakan
keunggulan kompetitif, akan tetapi juga sangat penting bagi kesinambungan
perusahaan (survive). Artinya, bahwa dalam menghadapi tantangan global,
diperlukan sumber daya manusia kreatif dan inovatif atau berjiwa kewirausahaan.
Wirausahalah yang bisa menciptakan nilai tambah dan keunggulan. Nilai tambah
tersebut diciptakan melalui kreativitas dan keinovasian, atau “thinking new thing and
doing new thing or create the new and different”.
Zimmerer mengemukakan beberapa kaidan atau kebiasaan kewirausahaan
(“entrepreneur ”rules to live by”) yaitu:
o Create, innovate, and activate, yaitu ciptakan, temukan dan aktifkan. Wirausaha
selalu memimpikan ide-ide baru, dan selalu bertanya “apa mungkin” atau
“mengapa tidak” dan menggunakan inovasinya kedalam kegiatan praktis.
o Always be on the lookout for new opportunities, lookout for new opportunities,
yaitu selalu mencari peluang baru. Wirausaha harus selalu mencari peluang baru
atau menemukan cara baru untuk menciptakan peluang.
o Keep it simple, yaitu berpikir sederhana. Wirausaha selalu mengharapkan umpan
balik sesegera mungkin, dan berusaha dengan cara yang tidak rumit.
o Try it, fix it, do it, yaitu selalu mencoba, memperbaiki dan melakukannya.
Wirausaha berorientasi pada tindakan. Bila ada ide, wirausaha akan segera
mengerjakannya.
o Shoot for the top, yaitu selalu mengejaryang terbaik, terunggul dan ingin cepat
mencapai sasaran. Wirausaha tidak pernah segan, mereka selalu bermimpi
besar. Meskipun tidak selalu benar, mimpi besar adalah sumber penting untuk
inovasi dan visi.
o Don’t be ashamed to start small, yaitu jangan malu untuk memulai dari hal-hal
yang kecil. Banyak perusahaan yang besar yang berhasil karena dimulai dari
usaha kecil
o Don’t fear failure: learn from it, yaitu jangan takut gagal, belajarlah dari
kegagalan. Wirausaha harus tahu bahwa inovasi yang terbesar berasal dari
kegagalan.
o Never give up, yaitu tidak pernah menyerah atau berhenti karena wirausaha
bukan penyerah.
o Go for it, yaitu untuk terus menerus mengejar apa yang diinginkannya. Karena
pantang menyerah, maka ia selalu mengejar apa yang belum dicapainya.
Sebelum tujuannya tercapai, maka ia akan mengejarnya. Ia pantang menyerah
dan tidak putus asa serat terus mengejarnya.

2.5. SIKAP DAN KEPRIBADIAN WIRA USAHA


Alex Inkeles dan David H. Smith (1974:19-24) adalah salah satu diantara ahli yang
mengemukakan tentang kualitas dan sikap orang modern. Menurut inkeles
(1974:24) kualitas manusia modern tercermin pada orang yang berpartisipasi dalam
produksi modern tercermin pada orang yang berpartisipasi dalam produksi modern
yang dimanifestasikan dalam bentuk sikap, nilai, dan tingkah laku dalam kehidupan
sosial. Ciri-cirinya meliputi keterbukaan terhadap pengalaman baru, selalu membaca
perubahan sosial, lebih realistis terhadap fakta dan pendapat, berorientasi pada
masa kini dan masa yang akan datang bukan pada masa lalu, berencana, percaya
diri, memiliki aspirasi, berpendidikan dan keahlian, respek, hati-hati, dan memahami
produksi.
Ciri-ciri orang modern tersebut hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Gunar
Myrdal, yaitu:
(1) Kesiapan diri dan keterbukaan terhadap inovasi.
(2) Kebebasan yang besar dari tokoh-tokoh tradisional
(3) Mempunyai jangkauan dan pandangan yang luas terhadap berbagai masalah
(4) Berorientasi pada masa sekarang dan yang akan datang
(5) Selalu berencana dalam segala kegiatan
(6) Mempunyai keyakinan pada kegunaan ilmu pengetahuan dan teknologi
(7) Percaya bahwa kehidupan tidak dikuasai oleh nasib dan orang tertentu
(8) Memiliki keyakinan dan menggunakan keadilan sesuai dengan prinsip
masing-masing
(9) Sadar dan menghormati orang lain (Siagian, 1972)

Menurut Harsojo (1978:5), moderenisasi sebagai sikap yang menggambarkan :


(1) Sikap terbuka bagi pembaharuan dan perubahan
(2) Kesanggupan membentuk pendapat secara demokratis
(3) Berorientasi pada masa kini dam masa depan
(4) Meyakini kemampuan sendiri
(5) Meyakini kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi
(6) Menganggap bahwa ganjaran itu hasil dari prestasi

Orang yang terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru akan lebih siap untuk
merespon segala peluang, dan tanggap terhadap tantangan dan perubahan sosial,
misalnya dalam mengubah standar hidupnya. Orang-orang yang terbuka terhadap
ide-ide baru inilah merupakan wirausaha yang inovatif dan kreatif yang ditemukan
dalam jiwa kewirausahaan. Menurut Yurgen Kocka (1975), ”Pandangan yang luas
dinamik dan kesediaan untuk pembaharuan, bisa lebih cepat berkembang dalam
lapangan industri, tidak lepas dari suatu latar belakang pendidikan, pengalaman
perjalanan yang banyak” (Yuyun Wirasasmita, 1982:44). Dalam konteks ini, juga
didapati suatu perpaduan yang nyata antara usaha perdagangan yang sistematis
rasional dan kemampuan bereaksi terhadap kesempatan-kesempatan yang didasari
keberanian berusaha. Wirausaha adalah kepribadian unggul yang mencerminkan
budi yang luhur dan suatu sifat yang patut diteladani, karena atas dasar
kemampuannya sendiri dapat melahirkan sesuatu sumbangsih dan karya untuk
memajukan kemanusiaan yang berlandaskan kebenaran dan kebaikan.
Seperti telah diungkapkan bahwa wirausaha sebenarnya adalah seorang inovator
atau individu yang mempunyai kemampuan naluriah untuk melihat benda-benda
materi sedemikian rupa yang kemudian terbukti benar, mempunyai semangat dan
kemampuan serta pikiran untuk menaklukkan cara berpikir yang tidak berubah, dan
mempunyai kemampuan untuk bertahan terhadap oposisi sosial (Heijrachman
Ranupandoyo, 1982:1). Wirausaha mempunyai peranan untuk mencari kombinasi-
kombinasi baru yang merupakan gabungan dari lima proses inovasi yaitu
menemukan pasar-pasar baru, pengenalan barang-barang baru, metoda produksi
baru, sumber-sumber penyediaan bahan-bahan mentah baru, serta organisasi
industri baru. Wirausaha merupakan inovator yang dapat menggunakan kemampuan
untuk mencari kreasi-kreasi baru.
Dalam perusahaan, wirausaha adalah seorang inisiator atau organisator penting
suatu perusahaan. Menurut Dusselman, 1989:16, bahwa seorang yang memiliki jiwa
kewirausahaan, ditandai oleh pola-pola tingkah laku sebagai berikut:
(1) Keinovasian, yaitu usaha untuk menciptakan, menemukan dan menerima ide-
ide baru.
(2) Keberanian untuk menghadapi resiko, yaitu usaha menimbang dan menerima
resiko dalam pengambilan keputusan dan dalam menghadapi ketidakpastian.
(3) Kemampuan manajerial, yaitu usaha-usaha yang dilakukan untuk
melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, yaitu:
a. Usaha perencanaan
b. Usaha untuk mengkoordinir
c. Usaha untuk menjaga kelancaran usaha
d. Usaha untuk mengawasi dan mengevaluasi usaha
(4) Kepemimpinan, yaitu usaha memotivasi, melaksanakan dan mengarahkan
terhadap tujuan usaha

Menurut Kathleen L. Hawkins dan Peter A. Turla (1986) pola tingkah laku
kewirausahaan di atas digambarkan pula dalam perilaku dan kemampuan sebagai
berikut:
(1) Kepribadian, aspek ini bisa diamati dari segikreativitas, disiplin diri,
kepercayaan diri, keberanian terhadap resiko, memiliki dorongan, dan
kemampuan kuat.
(2) Kemampuan hubungan, operasionalnya dapat dilihat dari indikator
komunikasi dan hubungan antar-personal, kepemimpinan dan manajemen.
(3) Pemasaran, meliputi kemampuan dalam menentukan produk dan harga,
periklanan dan promosi .
(4) Keahlian dalam mengatur, operasionalnya diwujudkan dalam bentuk
penentuan tujuan, perencanaan, dan penjadwalan, serta pengaturan pribadi.
(5) Keuangan, indikatornya adalah sikap terhadap uang dan cara mengatur uang.

David McClelland (1961:205) mengemukakan enam ciri perilaku kewirausahaan,


yaitu:
(1) Keterampilan mengambil keputusan dan mengambil resiko yang moderat,
dan bukan atas dasar kebetulan belaka.
(2) Bersifat energetic, khusunya dalam bentuk berbagai kegiatan inovatif
(3) Tanggung jawab individual
(4) Mengetahui hasil-hasil dari berbagai keputusan yang diambilnya, dengan
tolok ukur satuan uang sebagai indicator keberhasilan.
(5) Mampu mengantisipasi berbagai kemungkinan dimasa datang.
(6) Memiliki kemampuan berorganisasi, yaitu bahwa seseorang wirausaha
memiliki kemampuan keterampilan, kepemimpinan dan manajerial.

Seperti telah dikemukakan bahwa wirausaha adalah inovator dalam


mengkombinasikan sumber-sumber bahan baru, teknologi baru, metode produksi
baru, akses pasar baru, dan pangsa pasar baru (Schumpeter,1934). Oleh Ibnu
Soejono (1993) perilaku kreatif dan inovatif tersebut dinamakan ”entrepreneurial
action”, yakni ciri-cirinya:
a) selalu mengamankan investasi terhadap resiko
b) Mandiri
c) Berkreasi menciptakan nilai tambah
d) Selalu mencari peluang
e) Berorientasi kemasa depan

Perilaku tersebut dipengaruhi oleh nilai-nilai kepribadian wirausaha, yakni nilai-nilai


keberanian menghadapi resiko, sikap positif, dan optimis, keberanian mandiri, dan
memimpin, dan kemauan belajar dari pengalaman.
Keberhasilan atau kegagalan wirausaha sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
baik eksternal maupun internal. Menurut Sujuti Jahja (1977), faktor internal yang
berpengaruh adalah kemauan, kemampuan, dan kelemahan. Sedangkan faktor
yang berasal dari eksternal siri pelaku adalah kesempatan atau peluang.

Gambar 2.2. Model Analisis Diri Wira Usaha

FAKTOR KEBERHASILAN

Kemauan dan Kesempatan dan


Kemampuan Peluang
1 2
Luar Diri Luar Diri
3 4 Perilaku Perilaku
Imperfesksi / Kesempatan
Kelemahan Peluang

FAKTOR KEGAGALAN

Sumber : H.M. Sujuti Jahja, Ibid, Hal.Exibit 6

2.6. MOTIF BERPRESTASI KEWIRAUSAHAAN


Para ahli mengemukakan bahwa seseorang memiliki minat berwirausaha karena
adanya suatu motif tertentu, yaitu motif berprestasi (achievement motive). Motif
berprestasi ialah suatu nilai sosial yang menekankan pada hasrat untuk mencapai
yang terbaik guna mencapai kepuasan secara pribadi (Gede Anggan Suhandana,
1980:55). Faktor dasarnya adalah asanya kebutuhan yang harus dipenuhi.
Teori motivasi pertama kali dikemukakan oleh Maslow (1934). Ia mengemukakan
hirarki kebutuhan yang mendasari motivasi. Menurutnya, kebutuhan itu bertingkat
sesuai dengan tingkat pemuasannya, yaitu kebutuhan phisiologis (physiological
needs), kebutuhan akan keamanan (security needs), kebutuhan sosial (sosial
needs), kebutuhan harga diri (esteem needs), dan kebutuhan akan aktualisasi diri
(self actualization needs). Gambar berikut menunjukkan hirarki kebutuhan menurut
Abraham Maslow.

Gambar 2.2. Hirarki Kebutuhan Maslow

Pemenuhan diri Self-actualization Needs Tantangan kerja

Status Jabatan

Berteman Esteem Needs Teman kerja

Sosial Needs
Stabilitas Jaminan Pensiun

Perlindungan Gaji

Teori Maslow diatas, kemudian oleh Clayton Alderfer dikelompokkan menjadi tiga
kelompok, yang dikenal dengan teori ERG (existence, relatedness, and growth),
yaitu:
(1) Pertama, kebutuhan akan eksistensi (existence) yaitu menyangkut keperluan
material yang harus ada (termasuk physiological need and security need dari
maslow).
(2) Ketergantungan (relatedness), yaitu kebutuhan untuk mempertahankan
hubungan interpersonal (termasuk sosial dan esteem need dari Maslow)
(3) Kebutuhan perkembangan (growth), yaitu kebutuhan intrinsic untuk
perkembangan personal (termasuk self-actualization dan esteem need dari
Maslow)
David C. McClelland (1971) mengelompokkan kebutuhan (needs), menjadi tiga,
yakni:
(1) Need for achievement (n’Ach): The drive to excel, to achieve in relation to a
set of standar, to strive to succed.
(2) Need for power (n’Pow): The need to make other behave in a way that they
would not have behave otherwise.
(3) Need for affiliation (n’aff): The desire for friendly and close interpersonal
relationship.

Kebutuhan berprestasi wirausaha (n’ach) terlihat dalam bentuk tindakan untuk


melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien disbanding sebelumnya.
Wirausaha yang memiliki motif berprestasi tinggi pada umumnya memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Mau mengatasi sendiri kesulitan dan persoalan-persoalan yang timbul pada
dirinya.
b. Selalu memerlukan umpan balik yang segera untuk melihat keberhasilan dan
kegagalan
c. Memiliki tanggung jawab personal yang tinggi.
d. Berani menghadapi resiko dengan penuh perhitungan.
e. Menyukai tantangan dan melihat tantangan secara seimbang (fifty-fifty). Jika
tugas yang diembannya sangat ringan, maka wirausaha merasa kurang
tantangan, tetapi ia selalu menghindari tantangan yang paling sulit yang
memungkinkan pencapaian keberhasilan sangat rendah.
Kebutuhan akan kekuasaan (n’Pow), yaitu hasrat untuk mempengaruhi, mengontrol,
dan menguasai orang lain, ciri umumnya adalah senang bersaing, berorientasi pada
status, dan cenderung lebih berorientasi pada prestise dan ingin mempengaruhi
orang lain.
Kebutuhan untuk berafiliasi (n’aff), yaitu hasrat untuk diterima dan disukai oleh orng
lain. Wirausaha yang memiliki motivasi berafiliasi tinggi lebih menyukai
persahabatan, bekerjasama ketimbang persaingan, dan saling pengertian. Menurut
Stephen P. Robbis (1993:214), kebutuhan yang kedua dan ketigalah yang erat
kaitannya dengan keberhasilan manajer saat ini.
Ahli psikologi lain, Frederick Herzberg (1987) dalam teori motivation-hygiene
mengemukakan bahwa hubungan dan sikap individu terhadap pekerjaannya
merupakan salah satu dasar yang sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan
seseorang. Ada dua faktor dasar motivasi yang menentukan keberhasilan kerja,
yaitu faktor yang membuat orang merasa puas (satisfaction) dan faktor yang
membuat orang tidak merasa puas (dissatisfaction). Faktor internal yang membuat
orang memperoleh kepuasan kerja (job-satisfaction) meliputi prestasi (achievement),
pengakuan (recognition), pekerjaan (the work itself), tanggung jawab (responsibility),
kemajuan (advancement), dan kemungkinan berkembang (possibility of growth).
Sedangkan faktor yang menentukan ketidakpuasan (dissatisfaction) adalah upah,
keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu, pengemdalian
teknis, mutu hubungan internasional (Gibson, 1990:95). Ahli lain yang membahas
motivasi adalah Victor Vroom (1964) dalam teorinya yang disebut “expectancy
theory” mengemukakan bahwa “The strength of a tendency to act in a certain way
depens on the strength of an expectation that an act will be followed by a given
outcome and other actractiveness of that outcome to the individual”. Kecenderungan
yang kuat untuk bertindak dalam suatu arah tertentu tergantung pada kekuatan
harapan yang akan dihasilkan bagi seseorang. Menurut Victor Vroom, ada tiga
variabel yang saling berhubungan, yaitu : 1) Attractiveness merupakan imbalan yang
diperoleh dari pekerjaan, 2) Performance-reward linkage, yaitu tungkatan imbalan
yang diperoleh dari pekerjaan, 3) Effort performance linkage, yaitu upaya individu
untuk meningkatkan prestasi kerjanya. Ada tiga prinsip dari teori harapan
(expectancy theory), yaitu:
(1) Prestasi atau performance (P) adalah fungsi dari perkalian
P = f(M x A)
antara motivasi (M) dan ability (A).
(2) M = f(V1 x E) Motivasi merupakan fungsi perkalian dari valensi tingkat
pertama (V1) dengan expectancy (E).
(3) Valensi tingkat pertama merupakan fungsi perkalian antara
V2 = f(V1 x I)
jumlah valensi yang melekat pada perolehan tingkat kedua
dengan instrumental (I).

Menurut Nasution (1982:26), Louis Allen (1986:70), ada tiga fungsi motif, yang
meliputi:
(1) Mendorong manusia untuk berbuat sebagai penggerak atau sebagai motor
yang melepaskan energi.
(2) Menentukan arah perbuatan ke arah tujuan tertentu.
(3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang
harus dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan itu dengan
menghindarkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan itu.

Berdasarkan teori motivasi diatas, timbul pertanyaan, mengapa orang berhasrat


menjadi wirausaha?. Menurut Dan Steinhoff dan John F. Burgess (1993:6) ada tujuh
motif:
(1) The desire for higher income
(2) The desire for a more satisfying career
(3) The desire to be self-directed
(4) The desire for the prestige that comes to being a business owner
(5) The desire to run with a new idea or concept
(6) The desire to build long-term wealth
(7) The desire to make a contribution to humanity or to a specific cause

Dalam “Entrepreneur’s Handbook”, ytang dikutip oleh Yuyun Wirasasmita (1994:8),


dikemukakan beberapa alasan mengapa seseorang berwirausaha, yakni:
(1) Alasan keuangan, yakni untuk mencari nafkah, untuk menjadi kaya, untuk
mencari pendapatan tambahan, sebagai jaminan stabilitas keuangan.
(2) Alasan sosial, yaitu untuk memperoleh gengsi/status, untuk dapat dikenal dan
dihormati, untuk menjadi contoh bagi orang tua di desa, agar dapat bertemu
dengan orang banyak.
(3) Alasan pelayanan, yaitu untuk memberi pekerjaan pada masyarakat, untuk
menatar masyarakat, untuk membantu ekonomi masyarakat, demi masa
depan anak-anak dan keluarga, untuk mendapatkan kesetiaan suami/istri,
untuk membahagiakan ayah dan ibu.
(4) Alasan memenuhi diri, yaitu untuk menjadi atasan/mandiri, untuk mencapai
sesuatuyang diinginkan, untukmenghindari ketergantungan pada orang lain,
agar lebih produktif, dan untuk menggunakan kemampuan pribadi.

Menurut Zimmerer (1996:3) ada beberapa peluang yang dapat diambil dari
kewirausahaan, yaitu:
(1) Peluang untuk memperoleh control atas kemampuan diri.
(2) Peluang untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki secara penuh.
(3) Peluang untuk memperoleh manfaat secara finansial.
(4) Peluang untuk berkontribusi kepada masyarakat dan untuk menghargai
usaha-usaha seseorang.

2. 7. SOAL LATIHAN BAB 2


1. Mengapa disiplin ilmu kewirausahaan dapat diajarkan sebagai suatu disiplin yang
independen ?
2. Jelaskan apa yang menjadi objek disiplin ilmu kewirausahaan itu menurut anda?
3. Kewirausahaan merupakan kiat dalam meningkatkan kualitas hidup, mengapa
demikian ? Apa hakikat kewirausahaan itu ?
4. Jelaskan bagaimana karakteristik seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan?
Nilai-nilai apa saja yang terdapat pada jiwa kewirausahaan tersebut bila dilihat
dari sikap dan kepribadiannya ?
5. Motif apa yang mendorong seseorang tertarik dan memilih berwirausaha ?

Anda mungkin juga menyukai