Anda di halaman 1dari 19

1.

Akhlak Terhadap Orang Tua


Pengertian Akhlak terhadap kedua orang tua.
Kata akhlak berasal dari bahasa arab, jamak dari khuluqun yang menurut bahasa berarti budi
pekerti , perangai, tingkah laku , dan tabiat.1 Tabiat atau watak dilahirkan karena hasil perbuatan
yang diulang-ulang sehingga menjadi biasa. Adapun defenisi akhlak menurut istilah ialah kehendak
jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan
pertimbangan pikiran terlebih dahulu.

Dengan demikian pengertian akhlak dan kedua orang tua diatas dapat dikatakan bahwa akhlak
kepada kedua orang tua adalah jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan baik karena kebiasaan
tanpa pemikiran dan pertimbangan sehingga menjadi kepribadian yang kuat didalam jiwa seseorang
untuk selalu berbuat baik kepada orang yang telah mengasuhnya mulai dari dalam kandungan
maupun setelah dewasa.

Adapun akhlak terhadap orang tua adalah sebagai berikut : Menyayanginya,


mencintainya,menghormatinya, mematuhinya, dan merendahkan diri padanya serta sopan
kepadanya.Kita mengetahui dan menyadarinya dengan sepenuh hati bahwa hidup bersama orang
tua merupakan nikmat yang luar biasa, yang tidak dapat tergantikan dengan apapun didunia ini.
Ketika orang tua kita meninggal alangkah sedihnya hati kita karena tidak ada yang dapat
dipandanginya lagi.Pandanglah kedua orang tua dengan penuh kasih sayang , janganlah
memandangnya dengan pandangan marah dan bersuara keras kepadanya.Dalam AL-Qur’an surat
Alisra’ ayat 23-24 Allah mengatakan , “ Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuatbaik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-dua sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka selaki-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”
dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah
“Wahai Tuhanku , kasihanilah mereka keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku
di waktu kecil.”

Berbuat baik kepada kedua orang tua lebih dikenal dengan istilah Birrul Walidain artinya
menunaikan hak orang tua dan kewajiban terhadap mereka berdua. Tetap mentaati keduanya ,
melakukan hal-hal yang membuat mereka senang dan menjauhi berbuat buruk terhadap mereka.
Berbakti kepada kedua orang tua adalah menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya,
mencintai dan mengikuti perintahnya yang baik, dan menjauhi larangannya dan mencegah
gangguan yang akan menimpanya bila mampu

Seiring dengan pernyataan diatas Ibnu Taimiyah yang dikutipnya dari Abu Bakar didalam kitab
Zaadul Musafir yaitu barang siapa yang menyebabkan kedua orang tuanya marah dan menangis,
maka dia harus mengembalikan keduanya kepada suasana yang semula agar mereka bisa tertawa
dan senang kembali.4 Intinya siapapun kita janganlah pernah membuat orang tua sedih dan sakit
hati akibat dari sikap dan perbuatan anaknya. Dan berusaha jangan sampai orang tua hilang
kesabaran dan mendoakan kejelekan terhadap anaknya. Seperti sebuah kisah dalam Islam yang
sangat menarik yang bisa diambil pelajaran akan ampuhnya doa seorang ibu kepada anaknya yaitu
pada kisah Jured. Jika tau demikian sudah barang tentu seorang anak kudu akan memuliakan orang
tuanya. Jangan sampai ia membuat orang tuanya marah, sehingga membuat orang tuanya marah
dan mengeluarkan kata-kata yang akan mencelakakan dirinya.

Dari Abi Hurairah ia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Bersabda: “ Tidak ada bayi
yang dapat berbicara dalam buaian kecuali Isa Bin Maryam ( bayi di masa) Jured” Lalu ada yang
bertanya, Wahai Rasulullah siapakah Jured ? “ Beliau lalu Bersabda, Jured adalah seorang rahib
yang berdiam diri pada rumah peribadatannya (yang terletak pada daratan tinggi / gunung).
Terdapat seorang pengembala yang mengembalakan sapinya di lereng gunung tempat
peribadatannya dan seorang wanita dari suatu desa menemui pengembala itu (untuk berbuat
mesum dengannya).( Suatu ketika) .Datanglah ibu jured untuk memanggil anaknya (Jured) Ketika ia
sedang melaksanakan shalat, Wahai Jured. “Jured lalu bertanya dalam hatinya, “Apakah aku harus
memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan shalatku?. “ Rupanya dia mengutamakan shalatnya.
Ibunya lalu memanggil yang kedua kalinya. Jured kembali bertanya di dalam hati. “Ibuku atau
shalatku?.” Rupanya dia mengutamakan shalatnya.Ibunya memanggil untuk yang ketiga kali.Jured
bertanya lagi dalam hatinya.”Ibuku atau shalatku”. Rupanya dia tetap mengutamakan shalatnya.
Ketika sudah tidak menjawab panggilan, Ibunya berkata, “ Semoga Allah tidak mewafatkanmu,
wahai Jured sampai wajahmu dipertontonkan di depan para pelacur”. Lalu ibunyapun pergi
meninggalkannya.Wanita yang menemui pengembala tadi dibawamenghadap raja dalam keadaan
telah melahirkan seorang anak. Raja itu bertanya kepada wanita tersebut, hasil dari( hubungan
dengan )siapa (anak ini)?. “ Dari Jured, Jawab wanita itu “, Raja lalu bertanya lagi.” Dia apakah
yang tinggal di tempat peribadatan itu?. “ Benar “ Jawab wanita itu. Raja berkata, hancurkan
rumah peribadatannya dan bawa dia kemari. Orang-orang lalu menghancurkan tempat
peribadatannya sama kapak sampai rata dan mengikatkan tangannya di lehernya dengan tali lalu
membawanya menghadap raja. Ditengah perjalanan Jured dilewatkan di hadapan para pelacur,
Ketika melihatnya Jured tersenyum dan para pelacur melihat Jured berada diantara manusia. Raja
lalu bertanya padanya, “ Siapa ini menurutmu”, Jured balik bertanya, Siapa yang engkau maksud?
“Raja berkata , Dia .(Wanita tadi) berkata bahwa anaknya adalah hasil hubungan denganmu. Jured
berkata, “Apakah engkau telah berkata begitu”?. “Benar “ Jawab wanita itu, Jured lalu bertanya, “
Dimana bayi itu “? Orang -oran lalu menjawab, (Itu ) di pangkuan (Ibu)nya, Jured lalu menemuinya
dan bertanya pada bayi itu, “Siapa ayahmu?” Lalu bayi itu menjawab” .Ayahku sipengembala sapi.
Kontan sang raja berkata ,Apakah perlu kami bangun kembali rumah ibadahmu dengan bahan dari
emas,? Jured menjawab, “Tidak perlu” Apakah dari perak? Lanjut sang raja, “Jangan” Jawab Jured,
Lalu dari apa kami akan bangun rumah ibadahmu? “Tanya sang raja. Jured menjawab, “Bangunlah
seperti sedia kala” . Raja lalu bertanya, “ Mengapa engkau tersenyum?”. Jured menjawab “(Saya
tertawa) karena suatu perkara yang telah aku ketahui, yaitu terkabulnya doa ibuku terhadap
diriku”. Kemudian Juredpun memberitahukan hal itu kepada mereka”.
Maksud dari hadis tersebut diatas adalah seorang laki-laki ahli ibadah namanya Jured, ceritanya
pada suatu hari disaat ia sedang shalat ibunya memanggil, “Wahai Jured”, Jured berkata , Ya Rabbi,
apakah akan saya jawab panggilan ibuku atau aku meneruskan shalatku? Jured meneruskan
shalatnya.Lalu ibunya pergi.
Keesokan harinya ibu Jured datang ketika ia sedang shalat lagi, sang ibu memanggil , Wahai Jured,
Jured memohon kepada Allah, Ya Rabbi, aku memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan shalatku?
Ia meneruskan shalatnya. Lalu ibunya pergi meninggalkan Jured.
Untuk yang ketiga kalinya ibu Jured juga datang memanggilnya dan Jured pun mengambil langkah
yang sama, Lalu ibu Jured bersumpah, Ya Allah janganlah Engkau matikan dia , sehingga dia melihat
pelacur.

Orang-orang Bani Israil pada waktu itu menyebut-nyebut ketekunan ibadah Jured. Dan
tersebutlah dari mereka seorang pelacur yang sangat cantik berkata, jika kalian menghendaki, aku
akan memberinya fitnah . Perempuan pelacur tersebut lalu mendatangi Jured dan
menggodanya.Tetapi Jured tidak memperdulikannya, karena Jured orang yang taat dalam
ibadahnya. Karena Jured tidak tergoda dengannya dan tidak terpengaruh dengan godaan si pelacur
tersebut, maka si perempuan pelacur ini mendatangi seorang pengembala yang sedang berteduh di
dekat tempat beribadah Jured.Akhirnya ia berzina dengannya sebagai tujuan untuk memfitnah
Jured.
Selang beberapa bulan wanita tadi hamil dan mengadu kepada masyarakat setempat.Masyarakat
pun gempar mendengar berita kehamilan wanita yang digosipkan akibat ulah Jured.Hingga lahirnya
si bayi itu. Akhirnya masyarakat marah dengan menghancurkan tempat beribadahnya dan membakar
gubugnya.
Setelah itu Jured di bawa kelapangan untuk dirajam.Sebelum Jured dirajam beliau berdoa kepada
Allah SWT memohon petunjuk siapa yang melakukan fitnah semua ini. Allah pun menjawab doa
Jured dengan memberitahukannya bahwa yang melakukan ini semua adalah doa dari ibunda Jured
sendiri.
Jured pun mengatakan bahwa ia tidak melakukan itu semua yang di tuduhkan oleh mereka. Jured
berkata,” Berilah aku kesempatan untuk melakukan shalat . Selesai shalat Jured menghampiri sang
bayi itu dan memegang perut bayi seraya berkata, Siapakah ayahmu, wahai bayi. Lalu bayi itu
menjawab , “Ayahku adalah seorang pengembala”.
Akhirnya orang-orang setempat pun menghampiri, menciumi dan meminta maaf kepada Jured.
Mereka mengatakan , kami akan membangun kembali tempat ibadah untukmu dari emas. Jured
menjawab, jangan . Cukup dari tanah saja sebagaimana semula. Lalu mereka membangun kembali
tempat ibadahnya sebagaimana yang dikehendaki Jured.
Pelajaran yang dapat diambil dari kisah Jured adalah;
1. Hadis ini menunjukkan keutamaan orang yang berilmu dibanding ahli ibadah. Seandainya Jured
seorang alim (yang berilmu), maka ia akan lebih memilih untuk menjawab panggilan ibunya
dibanding melanjutkan shalat.
2. Seorang anak harus berhati-hati dengan kemarahan orang tuanya. Karena jika ia sampai membuat
orang tua marah dan orang tua mendoakan jelek, maka itu adalah doa yang mudah di jabahi.
3. Bukti doa jelek dari ibu terkabul karena Jured akhirnya dipertontonkan dihadapan wanita pelacur
sebagaimana doa ibunya.
4. Berbakti pada orang tua adalah akhlak mulia, lebih-lebih lagi berbakti pada ibu.
5. Jured menunjukkan sikap yang benar ketika menghadapi masalah yaitu harus yakin akan
pertolongan Allah.
6. Zuhudnya Jured karena hanya meminta tempat ibadahnya dibangun seperti sedia kala, Ia tidak
minta diganti dengan emas atau perak.
7. Ketika musibah menimpa ,barulah orang ingat akan dosa, ada juga yang mengingat akan doa jelek
yang menimpa dirinya seperti kisah Jured ini.
8. Bakti pada orang tua adalah wajib, termasuk diantaranya adalah memenuhi panggilannya.
Sedangkan shalat sunnah adalah hukumnya sunnah, artinya adalah dibawah bakti pada orang tua.

9. Doa ibu Jured tidak berlebihan yaitu tidak sampai mendoakan Jured sampai terjerumus dalam
perbuatan keji (Zina). Ia hanya doa agar Jured dipertontonkan dihadapan para pelacur tidak lebih dari
itu.
10. Tawakkal dan keyakinan yang tinggi pada Allah akan membuat seseorang keluar dari musibah.

11. Jika ada dua perkara yang sama-sama penting yang bertabrakan maka dahulukan perkara yang
paling penting. Seperti ketika bertabrakan antara memenuhi panggilan ibu ataukah shalat sunnah,
maka jawabnya adalah memenuhi panggilan ibu.
12. Allah selalu memberikan jalan keluar (jalan kemudahan) bagi para waliNya dalam kesulitan
mereka.
Kedudukan dan hak seorang ibu diberikan bakti oleh seorang anak adalah lebih tinggi tiga
berbanding satu dibandingkan hak seorang ayah.Padahal hak seorang ayah terhadap anaknya sangat
besar.Dari Abu Hurairah ia berkata “ Ada seorang lelaki datang kepada Rsulullah, kemudian berkata
, wahai Rasulullah siapa manusia yang berhak mendapatkan perlakuan baik dariku? Dia menjawab
“ Ibumu”, Ia berkata lagi , Kemudian siapa lagi?” Dia menjawab , “Ibumu”,Iapun berkata
lagi,”Kemudian siapa lagi? Dia menjawab, “Ibumu”, Iapun berkata lagi “Kemudian siapa lagi?
“Dia menjawab, “Bapakmu”.6
Dari penjelasan hadis diatas kita dapat memahami bahwa jika perintah orang tua terhadap
anak secara bersamaan maka yang lebih didahulukan adalah ibunya. Namun dalam hal ini bukan
berarti kita menyepelekan perintah sang ayah.Setelah perintah ibu terlaksanakan kemudian
dilanjutkan dengan perintah ayah.
Keutamaan dari berbuat baik terhadap kedua orang tua adalah :

1. Merupakan amalan yang paling mulia.

Dari Abdullah Bin Mas’ud mudah-mudahan Allah meridhainya dia berkata: Saya bertanya kepada
Rasulullah salallahi alaihi wasallam, Apakah amalan yang paling dicintai oleh Allah? , Bersabda
Rasulullah SAW : “Shalat tepat pada waktunya”, Saya bertanya kemudian apa lagi? Bersabda
Rasulullah SAW “ Berbuat baik kepada kedua orang tua. Saya bertanya lagi , lalu apa lagi? Rasulullah
SAW bersabda “ Berjihad di jalan Allah”.
2. Merupakan salah satu sebab-sebab diampuninya dosa.
Dalam surat Al-Ahqaf ayat 15-16 Allah mengatakan :” Kami perintahkan kepada manusia supaya
berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga
puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh
tahun, Dia berdoa ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmatMu yang
telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat
kebajikan yang Engkau ridhai dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak
cucuku. Sungguh aku bertaubat kepada Engkau, dan sungguh aku termasuk orang muslim”. “
Mereka itulah orang-orang yang kami terima amal baiknya yang telah mereka kerjakan , dan (orang
-orang) yang kami maafkankesalahan-kesalahannya, (mereka akan menjadi) penghuni-penghuni
syurga. Itu janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka”. (QS.Al-Ahqaf 15-16 ).
3. Sebab masuknya seseorang ke syurga.
Dari Muawiyah bin jahimah mudah-mudahan Allah merihdai mereka berdua, dia berkata kepada
Rasulullah : Wahai Rasulullah, sya ingin berangkat untuk berperang, dan saya datang kesini untuk
minta nasehat pada Anda. Maka Rasulullah Saw Bersabda: “ kamu masih memiliki ibu?”. Berkata
dia, “ Ya” . Bersabda Rasulullah Saw : “Tetaplah dengannya karena sesungguhnya syurga itu
dibawah telapak kakinya.”(Hadis Hasan diriwayatkan oleh Nasa’I dalam Sunnahnya dan Ahmad
dalam Musnatnya.
4. Merupakan keridhaan Allah.
Sebagaimana hadis-hadis yang lalu “ Keridhaan Allah ada pada keridhaan kedua orang tua dan
kemurkaanNya ada pada kemurkaan kedua orang tua.” Allah sangat membenci orang yang selalu
membuat orang tua marah, sakit hati dan lain-lain. Sebagai seorang anak maka kita berkewajiban
untuk selalu membuat mereka senang dan bangga terhadap apa yang kita capai.

5. Bertambahnya Umur dan Rejeki.


Sebagaiman kita ketahui bahwa silaturrahmi dapat memperluas rizki dan memanjangkan umur
seseorang dan silaturrahmi yang paling utama adalah silaturrahmi dengan orang tua dan senantiasa
berbuat baik kepada mereka. Jika orang tua tinggal jauh dengan anak maka sang anak hendaknya
selalu berusaha menyambung komunikasi dengan mereka dan mengunjungi orang tuanya pada
suatu waktu untuk memastikan kondisi kedua orang tuanya.
Adapun hak-hak yang wajib dilaksanakan semasa orang tua masih hidup adalah sebagai berikut:

1. Mentaati Mereka selama tidak mendurhakai Allah.


Mentaati kedua orang tua hikumnya wajib atas setiap muslim. Haram hukumnya mendurhakai
keduanya. Tidak diperbolehkan sedikitpun mendurhakai mereka berdua kecuali apabila mereka
menyuruh untuk menyekutukan Allah atau mendurhakainya.

2. Berbicara dengan baik , merendahkan dan mendoakannya.


Setiap anak harus berkata baik kepada orang tua dalam bentuk ucapan maupun perbuatan, serta
merendahkan diri kepadanya dan mendoakan keduanya. Orang tua terutama ibu telah begitu besar
jasanya terhadap anak mulai dari mengandung dan melahirkan hingga mendidik dan
membesarkannya dengan susah payah bahkan lebih bersusah payah lagi QS, Lukman : 14 “Karena
itu setiap anak wajib berlaku sebaik mungkin terhadap orang tuanya dan tahu berterima kasih
kepada mereka”.
3. Meminta Izin Dan Restu Orang Tua.
Anak yang berbakti adalah anak yang selalu meminta restu orang tuanya dan meminta izin kepada
orang tuanya dalam hal apapun.Dalam hal ini berijtihad seorang anak juga harus meminta izin
kepada orang tuanya. Jika orang tua mengijinkan maka boleh dilaksanakan. Tapi jika tidak ,maka
jangan dikerjakan. Hendaknya anak ikhlas menerima keputusan orang tuanya yang tidak member
izin. Sebab kepatuhannya mendatangkan kepatuhan yang besar dan bisa jadi hal itulah yang terbaik
untuk anak.

4. Menjalin silaturrahmi Yang Dijalin Oleh Orang Tua.


Setiap anak hendaklah melakukan kebaikan-kebaikan kepada orang tuanya. Karena dengan
melakukan silaturrahmi selain dari bentuk berbakti juga merupakan perintah Rasul, kerena dengan
melakukan silaturrahmi akan memperluas rezeki atau dipanjangkan rezeki atau dipanjangkan umur.
Hal ini merupakan salah satu yang amat ditekankan oleh Rasulullah saw. Sebagai amalan kebaikan
yang sangat baik. Seperti yang dijelaskan dalam hadis Nabi yang artinya” Dari Anas Bin Malik ra. Ia
berkata” Mendengar Rasulullah saw bersabda.Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya atau
dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung silaturrahmi” (HR.Muslim)
5. Membantu Orang Tua.
Pemenuhan kebutuhan materil orang tua merupakan kewajiban anak ketika mampu meskipun
demikian pemenuhan kewajiban tersebut bukanlah segalanya, sebab ada aspek lain yang lebih
dibutuhkan oleh kedua orang tua yakni aspek psikologis atau kejiwaan. Hal ini merupakan ekspresi
ihsan anak terhadap orang tua. Dengan demikian, keharusan berbuat ihsan kepada kedua orang tua
merupakan kewajiban setelah beribadah kepada Allah. Kewajiban menyantuni keduanya menjadi
sangat penting ketika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berumur lanjut. 12

6. Tidak memanggil dengan nama terangnya.


Seorang anak tidak dibenarkan memanggil orang tua dengan nama terangnya,hal ini menunjukkan
kesejajaran anak dengan orang tuanya. Padahal anak lebih rendah dari orang tuanya. Sebagaimana
dalam hadis berikut ini yang artinya” Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw dengan
membawa orang tua. Beliau bertanya kepadanya, ‘ hai lelaki, siapa orang yang bersamamu itu?,
‘Ayahku. “Beliau bersabda, Janganlah engkau berjalan didepannya, jangan mendahului duduk,
jangan panggil dia dengan namanya, dan jangan engkau mencaci makinya”. 13

7. Menafkahi orang tua / merelakan harta yang diambil .


Apabila orang tua mengambil harta anaknya, maka sang anak harus merelakan harta yang
diambilnya itu bila memang jumlahnya wajar, hal ini karena orag tua sudah begitu banyak
berkorban dengan hartanya untuk mendidik dan membesarkan sang anak. Sebab menafkahi dan
memenuhi kebutuhan mereka merupakan cara anak berbakti kepada orang tuanya, maka sudah
sepatutnya seorang anak memenuhi kebutuhan orang tua.
8. Tidak mencela orang tua lain.
Seorang anak sangat dituntut untuk menjaga citra atau nama baik orang tuanya. Karena itu
Rasulullah saw sangat melarang seorang anak mencela orang tua yang lain karena penghinaan itu
akan berakibat pada dihinanya orang tuanya sendiri . Untuk itu setiap anak dianjurkan berbuat baik
pada kedua orang tuanya yaitu memuliakan keduanya serta menjaga nama baik keduanya dengan
tidak melakukan maksiat yang dapat meredahkan nama baik keduanya.

9. Hubungan setelah orang tua meninggal dunia.


Meskipun orang tua sudah meninggal dunia, anak tetap harus berlaku baik pada orang tuanya
dengan melakukan hal-hal yang disebutkan oleh Rasulullah saw. Dalam hadis yang merupakan
jawaban atas pertanyaan Bani Salamah yang bertanya sebagai berikut: Dari Abu Usaid Malik Bin
Rabiah As-Sa’diy ra. Berkata: “ Takkala kami duduk dihadapan Rasulullah saw, tiba-tiba datanglah
seorang laki-laki dari Bani Salamah dan bertanya, Wahai Rasulullah , apakah ada kebaikan yang
dapat aku kerjakan untuk bapak dan ibuku sesudah mereka meninggal duania? Rasulullah saw
menjawab, ya yaitu menshalatkan jenazahnya, memintakan ampunan baginya, menunaikan haji
(wasiat), menghubungi keluarga yang tidak dapat dihubungi, kecuali dengan keduanya
(silaturrahmi), dan memuliakan kenalan baik mereka.” (HR. Abu Daud).

2. Akhlak Terhadap Anggota Keluarga dan Karib Keluarga

Kata Kerabat berasal dari Bahasa arab, yaitu qarabah yang berarti ‘’dekat’’ atau orang-orang
terdekat. Secara definisi, kerabat atau dzawi Rahim ini adalah: orang-orang dekat yang memiliki
hubungan nasab, baik dalam hubungan tersebut baik secara mewarisi ataupun tidak saling
mewarisi.

Islam memposisikan kerabat atau keluarga sebagai orang-orang yang harus diprioritaskan dalam
berbuat ihsan. Dalam QS, Annisa 4:36 Allah SWT berfirman:

۞ ‫ْن ِاحْ َسا ًنا‬ ‫ي‬ َ‫ِد‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫و‬ ْ


‫ال‬ ‫ب‬ ‫و‬
َّ ‫ًٔا‬ ‫ـ‬ ْ
‫ي‬ َ
‫ش‬ ٖ‫ه‬‫ب‬ ‫ا‬ ‫و‬ْ ُ
‫ك‬ ‫ر‬ ْ
‫ش‬ ُ
‫ت‬ ‫اَل‬ ‫و‬ ‫واعْ ُب ُدوا هّٰللا‬
ِ َ ِ ِ ِ َ َ َ
‫ار ِذى ْالقُرْ ٰبى‬ ِ ‫ْن َو ْال َج‬ ِ ‫َّو ِب ِذى ْالقُرْ ٰبى َو ْال َي ٰت ٰمى َو ْال َم ٰس ِكي‬
ۢ ‫ب ب ْال َج‬ ِ ‫ار ْال ُج ُن‬
ْ ‫ْن الس َِّبي ِْۙل َو َما َم َل َك‬
‫ت‬ ِ ‫ب‬ ‫ا‬ ‫و‬
َ ‫ب‬
ِ ْ
‫ن‬ ِ ِ ‫ب َوالصَّا ِح‬ ِ ‫َو ْال َج‬
ۙ‫ان م ُْخ َتااًل َف ُخ ْورً ا‬ ‫هّٰللا‬
َ ‫اَ ْي َما ُن ُك ْم ۗ اِنَّ َ ُيحِبُّ َمنْ ك‬
َ ‫اَل‬
Artinya ‘’ Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa
pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu
miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri’’.

Kerabat bahkan bukan hanya harus menjadi prioritas untuk berbuat baik, namun lebih dari itu, Allah
SWT memerintahkan kita untuk menunaikan hak-hak kita terhadap kerabat, Allah SWT berfirman
dalam QS. Al-Isra 17:26

ْ‫ت َذا ْالقُرْ ٰبى َح َّق ٗه َو ْال ِمسْ ِكي َْن َواب َْن الس َِّبي ِْل َواَل ُت َب ِّذر‬ ِ ‫َو ٰا‬
‫َت ْب ِذيْرً ا‬
 Artinya: “Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros’’.

Berakhlak terhadap kerabat


Dalam Islam sangat dianjurkan agar kita senantiasa berakhlak baik kepada kerabat dan kita harus
selalu menjaga hubungan kekerabatan tersebut supaya tetap terjalin dengan kuat dan tidak
sampai terputus. Sebab, apabila tali kekerabatan terputus, maka tatanan keluarga akan menjadi
berantakan. Dan yang paling ditakutkan lagi adalah bisa menjadi penghalang rahmat Allah
kepada kita sebagaimana sabda Nabi berikut,

"Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan diturunkan kepada suatu kaum yang di dalamnya
terdapat orang yang memutuskan tali silaturahmi." (H.R. Muslim)
Oleh karena itu, Islam telah menggariskan beberapa tata cara (akhlak) dalam menjaga ikatan
kekerabatan ini. Di antaranya yaitu:
1. Bersilaturahmi (Mengunjungi) Kerabat
Dalam Al-Qur'an banyak terdapat dalil yang menganjurkan silaturahmi kepada kaum kerabat. Di
antara dalil Al-Qur'an adalah firman Allah swt. berikut:
(annisa 36 & artinya)
Adapun hadis yang terkait dengan itu adalah sabda Rasulullah saw. Berikut,

"Barangsiapa ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah dia


menyambung tali silaturahmi."
(H.R. Al-Bukhari dan Muslim)

Nabi saw. pernah berkata kepada Abu Hurairoh ra:

"Hai Abu Hurairoh, Berkunjunglah sewaktu-waktu, niscaya akan bertambah rasa cinta".

Dalam hadis lain Rasulullah saw. bersabda,

"Belum disebut silaturahmi sejati apabila seseorang mampu menjalin hubungan baik dengan
orang yang berbuat baik kepadanya. Tetapi yang disebut silaturahmi sejati adalah apabila ada
orang yang memutuskan tali kekerabatan dengannya, tetapi ia mampu menyambungnya
kembali."
(H.R. al-Bukhari)
Hadis ini menunjukkan bahwa menyambung tali silaturahmi sejatinya tidak hanya kepada
mereka yang sudah menjadi keluarga dan sahabat saja. Tetapi yang lebih hakiki ialah apabila kita
mampu menyambung tali silaturahmi dengan orang yang telah memutuskan tali kekerabatan
dengan kita. Tentu saja ini lebih mulia sifatnya daripada yang pertama tadi. Sebab, menyambung
silaturahmi dengan saudara dan sahabat dekat, insya Allah banyak orang mampu melakukannya.
Namun, kalau dengan seorang musuh, belum tentu setiap orang mampu melakukannya. Sebab,
secara umum manusia memiliki kecenderungan membalas kebaikan dengan kebaikan dan
membalas kejahatan dengan kejahatan pula.
Tali Silaturahmi akan menjadi kuat apabila antar kerabat saling mengunjungi. Sedangkan jika hal
ini jarang atau bahkan samasekali tidak pernah dilakukan, maka masing-masing sulit mengetahui
dengan pasti tentang kabar kerabatnya. Tentu saja kondisi seperti ini sangat rentan terhadap
timbulnya keretakan hubungan. Ketika terjadi sedikit pergesekan, bukan tidak mungkin akan
menjelma menjadi api permusuhan. Inilah mengapa mengunjungi kerabat karib akan menjadi
sangat berarti.
2. Mengetahui Silsilah atau Nasab Kerabat
Mengetahui dan menelusuri nasab kerabat sangatlah penting. Rasulullah pernah bersabda,
"Pelajarilah nasab agar kamu dapat mempererat tali persaudaraanmu. Sebab bersilaturahmi
dapat menumbuhkan rasa cinta kasih, melapangkan rezeki dan memperpanjang umur."
(H.R at-Tirmidzi)
Sabda Rasulullah saw. Diatas mengisyaratkan bahwa mengetahui nasab merupakan hal yang
penting. Dengan mengetahui nasab, seseorang akan semakin termotivasi untuk mempererat tali
kekerabatan dan juga ia akan memiliki jalur kekerabatan yang lebih banyak, sehingga dapat
memperkokoh bangunan keluarganya.
Para sahabat Rasulullah saw. Dikenal sebagai generasi yang gigih menelusuri jalur tali
kekerabatan. Semua silsilah keluarga mereka pelajari dan siapa saja yang belum pernah
dikunjungi maka mereka sisiri. Jika sudah bertemu, mereka berkenalan dan mengakrabkan diri
dengannya.
3. Berbuat Baik Kepada Karib Kerabat

Dalam Islam, berbuat baik kepada kerabat sama halnya dengan berjuang di jalan Allah.
Memperhatikan kerabat hendaknya lebih dikedepankan. Apabila kerabat dalam kondisi lemah
dan kekurangan, maka jadikanlah mereka sebagai golongan pertama yang harus kita bantu.
Sebab mereka masih memiliki hubungan dekat dengan kita.

Allah swt. Berfirman: (Q.S. albaqarah (2): 215)


Ayat tersebut diatas menunjukkan bagaimana urutan orang yang harus kita perhatikan terlebih
dahulu. Para kerabat ditempatkan setelah kedua orang tua, baru kemudian kelompok-kelompok
lain. Ini menunjukkan bahwa para kerabat adalah orang yang berhak diprioritaskan mendapat
perhatian terlebih dahulu.
Setiap orang masing-masing memiliki nasib berbeda. Begitu juga dalam satu keluarga, tidak
mesti masing-masing memiliki nasib yang sama. Ada kalanya yang satu kaya, sementara lainnya
miskin. Karena itulah bagi mereka yang dianugerahi kelebihan, hendaknya berlapang dada
berbagi kepada kerabat yang membutuhkan.
4. Berlaku Adil Kepada Kerabat

Walaupun Islam mengajarkan untuk berbuat baik kepada kaum kerabat, namun, kita harus tetap
berlaku adil kepada mereka. Artinya, jika mereka terbukti salah, maka kita harus berani
menindaknya sesuai hukum yang berlaku walaupun mereka adalah kerabat kita. Tidak
dibenarkan jika kaum kerabat kita bela mati-matian, sementara sudah jelas bahwa mereka itu
salah.

Firman Allah swt.: (al-an'am 6: 152)


Ayat ini menunjukkan bahwa kita harus tetap berlaku adil dan tidak dibenarkan memihak
meskipun kepada kerabat sendiri. Tidak lain, tujuan berbuat adil kepada kerabat kecuali untuk
menyelamatkan mereka dari siksa neraka. Inilah sebenar-benar akhlak yang digariskan oleh
Allah kepada para hamba-Nya dalam berbuat baik kepada kerabat.

Akhlak berpakaian
Adab berpakaian dalam Islam hendaknya menjadi perhatian khusus. Mengingat, meski
Islam tidak menentukan bentuk atau desain dari sebuah pakaian bagi umatnya, namun ada
beberapa adab berpakaian dalam Islam yang penting untuk diikuti.

Sebenarnya salah satu adab berpakaian dalam Islam, sudah dijelaskan dalam Al-Quran
tepatnya surat al-A’raf ayat 26 yang memiliki arti, “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami
telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah
sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.
Berikut adab berpakaian dalam Islam

1. Menutup Aurat

Adab berpakaian dalam Islam yang pertama tentu saja sebisa mungkin pakaian tersebut
menutup aurat. Hal ini merupakan salah satu prinsip pertama dan sangat dasar. Aurat
sendiri memang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Aurat laki-laki sendiri berada di
antara pusar hingga lutut. Sedangkan aurat dari perempuan ada pada seluruh badan
kecuali kedua telapak tangan serta wajah.

Perintah untuk menutup aurat sudah ada sejak zaman nabi Adam dan Hawa ketika mereka
berdua mendekati pohon yang oleh Allah SWT dilarang untuk mendekatinya.

Hal tersebut terdapat dalam surah al-A’raf ayat 22 yang memiliki arti, “Maka syaitan
membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah
merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya
menutupinya dengan daun-daun surga.”

2. Tidak berpakaian seperti orang kafir

Selanjutnya adalah dengan tidak menggunakan pakaian yang menyerupai orang kafir.
Pakaian tersebut dapat disebut menyerupai orang kafir apabila suatu pakaian memang
menjadi ciri khas dari orang kafir. Mengenai hal tersebut juga telah di jelaskan oleh
Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

“Orang yang menyerupai suatu kaum, seolah ia bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud,
4031, di hasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10/282, di shahihkan oleh Ahmad Syakir
di ‘Umdatut Tafsir, 1/152).

3. Tidak menyerupai lawan jenis

Ada sebuah Hadist menjelaskan mengenai hal ini. Diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas
radhiyallahu’anhu, beliau berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan para
wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari no. 5885).

Selain itu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

“Tidak masuk surga orang yang durhaka terhadap orang tuanya, ad dayyuts, dan wanita
yang menyerupai laki-laki” (HR. Al Baihaqi dalam Al Kubra 10/226, Ibnu Khuzaimah dalam
At Tauhid 861/2, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’, 3063).

Maka dari itu, selalu pertimbangan jenis dari pakaian yang akan dikenakan, agar tidak
menyerupai lawan jenis, mengingat hal tersebut sangat dibenci oleh Allah dan Nabinya.

4. Tidak Transparan

Jangan sampai umat muslim memakai pakaian yang transparan atau tembus pandang.
Dengan menggunakan jenis pakaian tersebut justru akan memperlihatkan bentuk tubuh.
Sebisa mungkin membeli dan menggunakan pakaian yang memiliki bahan cukup tebal.

Mengenai hal ini, sudah dijelaskan dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam kitabnya Shohih Muslim no: 2128 dengan isi sebagai berikut:

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah,

”Dua (jenis manusia) dari ahli neraka yang aku belum melihatnya sekarang yaitu kaum
yang membawa cemeti-cemeti seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengannya,
dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, berjalan berlenggak lenggok, kepala
mereka seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk surga bahkan tidak
akan mendapat wanginya, dan sungguh wangi surga itu telah tercium dari jarak perjalanan
sekian dan sekian.”

5. Awali dari Kanan

Saat akan memakai pakaian dan melakukan segala urusan, hendaknay untuk
mendahulukannya dari sebelah kanan. Seperti yang di jelaskan oleh riwayat ‘Aisyah
radhiyallahu ’anha dimana dia berkata:

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam membiasakan diri mendahulukan yang kanan dalam


memakai sandal, menyisir, bersuci dan dalam setiap urusannya” (HR. Bukhari no. 168).

Adab-adab khusus wanita

1. Tidak berfungsi sebagai perhiasan

usana wanita Muslimah hendaknya tidak menjadi perhiasan, yang memperindah


wanita yang memakainya di depan para lelaki, sehingga menimbulkan fitnah bagi
mereka. Allah Ta’ala berfirman:
َ ‫َواَل ُي ْبد‬
َّ‫ِين ِزي َن َتهُن‬
“Janganlah mereka menampakan perhiasan mereka.” (QS. An-Nur:31).

Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta’ ditanya: “Bolehkah wanita menggunakan
busana yang bercorak-corak?”. Mereka menjawab:

‫ال يجوز للمرأة أن تخرج بثوب مزخرف يلفت األنظار؛ ألن ذلك مما‬
‫ وقد يعرضها النتهاك حرمتها‬،‫ ويفتنهم عن دينهم‬،‫يغري بها الرجال‬
“Tidak diperbolehkan wanita menggunakan busana yang bercorak yang bisa
membuat mata lelaki tertarik. Karena busana demikian diantara yang bisa
membuat lelaki tergoda dan terfitnah. Dan terkadang membuat seorang wanita
dilanggar kehormatannya”.

Al Alusi dalam Ruhul Ma’ani mengatakan:

‫ ما يلبسه أكثر‬:‫ثم اعلمـ أن عندي مما يلحق بالزينة المنهي عن إبدائها‬


‫مترفات النساءـ في زماننا فوق ثيابهن ويتسترن به إذا خرجن من‬
‫ وهو غطاء منسوج من حرير ذي عدة ألوانـ وفيه من النقوشـ‬،‫بيوتهن‬
‫ وأرى أن تمكين أزواجهن ونحوهم‬،‫الذهبية أو الفضية ما يبهر العيون‬
‫ وقد‬،‫لهن من الخروج بذلك ومشيهن به بين األجانب من قلة الغيرة‬
‫عمت البلوى بذلك‬
“Kemudian ketahuilah, saya ingin memperingatkan diantara perhiasan yang
terlarang untuk ditampakkan wanita adalah: apa yang banyak digunakan wanita-
wanita glamor di zaman ini, yang digunakan di atas busananya, yang mereka
kenakan ketika keluar rumah. Yaitu kerudung tenunan dari sutra yang berwarna-
warni yang terdapa ukiran-ukiran warna emas dan perak yang sangat
mempesona mata orang-orang. Dan saya memandang, seorang kepala keluarga
yang membiarkan istri-istri mereka dan wanita anggota keluarganya keluar
rumah dengan busana demikian dan berjalan bersama lelaki ajnabi (non
mahram) itu adalah bentuk qillatul ghirah (minimnya rasa cemburu). Dan perkara
seperti ini sudah terlanjur umum terjadi masyarakat”.

2. Kainnya tebal dan tidak tipis dan tidak tidak memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh
Busana Muslimah hendaknya tebal dan tidak tipis serta tidak memperlihatkan
lekuk-lekuk tubuh. Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:

‫كساني رسول هللا – صلى هللا عليه وسلم – قبطية كثيفة كانت مما‬
‫ فقال رسول هللا – صلى هللا‬،‫أهدى له ِدحْ َي ُة الكلبي فكسوتها امرأتي‬
‫ يا رسول هللا! كسوتها‬:‫ مالك ال تلبسـ القبطية؟ فقلت‬: – ‫عليه وسلم‬
‫ مرها أن تجعل تحتها غاللة فإني أخاف أن تصف‬:‫ فقال‬،‫امرأتي‬
‫حجم عظامها‬
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah memakaikanku baju Quthbiyyah
yang tebal. Baju tersebut dulu dihadiahkan oleh Dihyah Al Kalbi kepada beliau.
Lalu aku memakaikan baju itu kepada istriku. Suatu kala
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menanyakanku: ‘Kenapa baju
Quthbiyyah-nya tidak engkau pakai?’. Kujawab: ‘Baju tersebut kupakaikan pada
istriku wahai Rasulullah’. Beliau berkata: ‘Suruh ia memakai baju rangkap di
dalamnya karena aku khawatir Quthbiyyah itu menggambarkan bentuk
tulangnya’” (HR. Dhiya Al Maqdisi dalam Al Mukhtar 1/441, dihasankan oleh
Al Albani)

Dalam hadits ini Rasulullah memperingatkan Usamah agar jangan sampai


bentuk tulang istrinya Usamah terlihat ketika memakai pakaian. Maka
menunjukkan tidak boleh menampakkan bentuk lekuk-lekuk tubuh wanita.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

‫ قوم معهم سياط كأذناب البقر‬:‫صنفان من أهل النار لم أرهما‬


،‫ مائالت مميالت‬،‫ ونساء كاسيات عاريات‬،‫يضربون بها الناس‬
،‫ وال يجدن ريحها‬،‫ ال يدخلنـ الجنة‬،‫رؤوسهن كأسنمة البختـ المائلة‬
‫وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا‬
“Ada dua golongan dari umatku yang belum pernah aku lihat: (1) suatu kaum
yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk memukul orang-
orang dan (2) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka berlenggak-
lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring (seperti benjolan).
Mereka itu tidak masuk surga dan tidak akan mencium wanginya, walaupun
wanginya surga tercium sejauh jarak perjalanan sekian dan sekian” (HR. Muslim
dalam bab al libas waz zinah no. 2128).

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin mengatakan:


‫ اَل َتسْ َت ِر َما‬،‫ ِبَأ َّنهُنَّ َي ْل َبسْ َن َأ ْلب َس َة َقصِ ي َْر ًة‬:ُ‫ات “ َق ْد فُس َِّر َق ْولُه‬ ٌ ‫ار َي‬ ٌ ‫َكاسِ َي‬
ِ ‫ات َع‬
ْ‫ ِبَأ َّنهُنَّ َي ْل َبسْ َن َأ ْلب َس َة َخ ِف ْي َف ًة اَل َت ْم َن ُع ِمن‬:‫ َو َفس ََّر‬،ِ‫سترهُ م َِن ْال َع ْو َرة‬
َ ُّ‫ُي ِجب‬
،‫س ضيقة‬ َ ‫ ِبَأنْ َي ْل َبسْ َن َماَل ِب‬: ‫ َو َفس ََّرت‬،ِ‫رُْؤ َي ِة َما َو َرا َء َها ِمنْ َب ْش َر ِة ْال َمرْ َأة‬
‫ َل ِك َّن َها مبدية لمفاتن‬،ِ‫َف ِه َي َسات َِرةٌ َع ِن الرُّ ْؤ َية‬
“Para ulama menjelaskan [wanita yang berpakaian tapi telanjang] adalah
wanita yang menggunakan pakaian yang pendek yang tidak menutupi
aurat. Sebagian ulama menafsirkan, mereka yang menggunakan pakaian
yang tipis yang tidak menghalangi terlihatnya apa yang ada di baliknya
yaitu kulit wanita. Sebagian ulama menafsirkan, mereka yang
menggunakan pakaian yang ketat, ia menutupi aurat namun
memperlihatkan lekuk tubuh wanita yang memfitnah.” (Fatawa Syaikh
Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, 2/825).

3. Tidak diberi pewangi atau parfum

Wanita tidak boleh memakai parfum atau wewangian yang bisa tercium oleh
para lelaki. Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫ت َع َلى َق ْو ٍم لِ َي ِج ُدواـ ِمنْ ِري ِح َها َف ِه َي َزا ِن َي ٌة‬ ْ ‫َأ ُّي َما ا ْم َرَأ ٍة اسْ َتعْ َط َر‬
ْ َّ‫ت َف َمر‬
“Perempuan mana saja yang mengenakan wewangian lalu melewati sekumpulan
laki-laki, sehingga mereka mencium wangi harumnya maka ia adalah seorang
pezina.” (HR. Abu Daud no.4173, Tirmidzi no. 2786. Dishahihkan Al-Albani
dalam Shahihul Jami’ no.323).

4. Lebar dan longgar

Dari Ummu ‘Athiyyah radhiyallahu ’anha, ia mengatakan:

‫أمرنا رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أن نخرج ذوات الخدور يوم‬
‫العيد قيل فالحيض قال ليشهدنـ الخير ودعوة المسلمينـ قال فقالت‬
‫امرأة يا رسول هللا إن لم يكن إلحداهن ثوب كيف تصنع قال تلبسها‬
‫صاحبتها طائفة من ثوبها‬
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan wanita yang dipingit
(juga wanita yang haid) pada hari Ied, untuk menyaksikan kebaikan dan
seruan kaum muslimin. Kemudian seorang wanita berkata: ‘Wahai Rasulullah
jika diantara kami ada yang tidak memiliki pakaian, lalu bagaimana?’.
Rasulullah bersabda: ‘Hendaknya temannya memakaikan sebagian
pakaiannya‘” (HR. Abu Daud, no.1136. Dishahihkan Al Albani di Shahih
Abi Daud).

Faidah hadits ini, jilbab wanita muslimah itu semestinya lebar. Sebagaimana
kata Syaikh Ibnu Jibriin rahimahullah:

‫فهو يدل على أن الجلبابـ رداء واسع قد يستر المرأتينـ جميعًا‬


“Hadits ini menunjukkan bahwa jilbab itu berupa rida’ yang lebar, saking lebarnya
terkadang bisa cukup untuk menutupi dua orang wanita sekaligus”.

Adab Khusus Laki-laki

1. Tidak memakai emas

Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah


Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫ذكورها‬
ِ ‫ وحُرِّ م على‬،‫ث ُأمتي‬
ِ ‫ُأح َّل الذهبُ والحري ُر إلنا‬
“Dihalalkan emas dan sutra bagi wanita dari kalangan umatku, dan
diharamkan bagi kaum laki-lakinya” (HR. An Nasa’i no. 5163, dishahihkan
Al Albani dalam Shahih An Nasa’i).

Maka tidak diperbolehkan lelaki menggunakan emas dalam bentuk apapun,


baik cincin, kancing baju, pakaian berbahan emas, bagde, atau semisalnya.
Ini merupakan adab berpakaian laki-laki muslim yang kedua.

2. Tidak memakai sutra

Adab berpakaian selanjutnya adalah laki-laki muslim dilarang menggunakan


pakaian dari sutra. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu’anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
‫دخل الج َّن َـة ِلبسه‬
َ ْ‫الحرير في ال ُّدنياـ لم يل َبسْ ه في اآلخر ِة وإن‬
َ ‫َمن ِلبسـ‬
‫أه ُل الج َّن ِـة ولم يل َبسْ ه هو‬
“Barangsiapa yang memakai pakaian dari sutra di dunia, dia tidak akan
memakainya di akhirat. Walaupun ia masuk surga dan penduduk surga yang
lain memakainya, namun ia tidak memakainya” (HR. Ibnu Hibban dalam
Shahih-nya, no. 5437, dishahihkan oleh Al Aini dalam Nukhabul Afkar
13/277).

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memberikan kelonggaran bagi laki-laki


untuk menggunakan sutra dalam pengobatan. Dari Anas bin
Malik radhiyallahu’anhu beliau berkata:

‫ْس‬ ُّ ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم ل‬


‫ِلز َبي ِْر َو َع ْب ِد الرَّ حْ َم ِن فِي لُب ِـ‬ َ ُّ‫ص ال َّن ِبي‬ َ ‫َر َّخ‬
ِ ‫ْال َح ِر‬
‫ير لِ ِح َّك ٍة ِب ِه َما‬
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memberikan kelonggaran untuk Zubair dan
Abdurrahman untuk memakai sutra karena penyakit gatal yang mereka
derita” (HR. Bukhari no. 5839, Muslim no. 2076).

Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan:

‫ فِي ِه دَ اَل َلة َع َلى َأنَّ ال َّنهْي َعنْ لُبْس ْال َح ِرير اَل َي ْد ُخل فِي ِه‬: ُّ‫الط َب ِري‬
َّ ‫َقا َل‬
‫ت ِب ِه عِ لَّة ي َُخ ِّفف َها لُبْس ْال َح ِرير‬
ْ ‫َمنْ َكا َن‬
“Ath Thabari menjelaskan: dalam hadits ini terdapat dalil bahwa larangan
menggunakan sutra tidak termasuk di dalamnya orang yang memiliki penyakit
yang bisa diringankan dengam memakai sutra” (Fathul Baari, 16/400).

3. Hendaknya tidak isbal

Isbal artinya menggunakan pakaian yang panjangnya melebihi mata kaki,


baik itu celana, sarung, jubah dan semisalnya. Nabi shallallahu‘alaihi wa
sallam bersabda:

‫ما أسفل من الكعبين من اإلزار ففي النار‬


“Kain yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah neraka” (HR.
Bukhari no.5787).
Beliau juga bersabda:

ً‫ال ينظر هللا يوم القيامة إلى من جر إزاره بطرا‬


“Pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan memandang orang yang menyeret
kainnya karena sombong” (HR. Bukhari no.5788)

Jumhur ulama berpendapat bahwa jika isbal bukan karena sombong, maka
tidak haram. Namun semua ulama sepakat, bahwa menjauhi isbal itu lebih
baik dan lebih bertaqwa. Sebagaimana riwayat dari Ubaid bin Khalid Al
Maharibi radhiallahu’anhu, ia berkata:

‫ فإ َّن ُه‬،‫ك‬َ ‫إزار‬


َ ْ‫ ارفع‬: ‫َبيْنا أنا أمشي بالمدين ِة إذا إنسانٌ خلفي يقو ُل‬
،ُ‫هي بُرْ َدةٌ َم ْلحاء‬
َ ‫هللا ِإ َّنما‬ ْ ‫هللا‬
ُ ‫فقل‬،
ِ ‫ يا رسو َل‬:‫ت‬ ِ ‫ فإذا هو رسو ُل‬، ‫أ َتقى‬
‫ت فإذا ِإزا ُرهُ إلى نصفِ ساق ْي ِه‬ُ ْ‫ فنظر‬. ٌ‫لك فِيَّ ُأسْ َوة‬
َ ‫ َأما‬: :‫قال‬
“Ketika aku berjalan di Madinah, tiba-tiba ada seseorang di belakangku yang
mengatakan: ‘Angkat sarungmu! Karena itu lebih bertaqwa’. Ternyata itu
adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Aku pun berkata: ‘Wahai
Rasulullah, ini hanyalah kain burdah malhaa’. Rasulullah menjawab:
‘Bukankah aku adalah teladan bagimu?’. Lalu aku melihat sarung
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, ternyata sarung beliau hanya sampai
pertengahan betis” (HR. At Tirmidzi dalam Syamail Muhammadiyah no.
121, dishahihkan Al Albani dalam Mukhtashar Asy Syamail, no. 97).

Dan pendapatt yang rajih, isbal itu hukumnya haram meskipun tanpa
bermaksud sombong. Karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
mengingkari para sahabat yang isbal walaupun alasannya bukan untuk
sombong. Dari Asy Syarid ia berkata,

‫ َفَأسْ َر َع ِإ َل ْي ِه‬، ُ‫اره‬َ ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َر ُجاًل َيجُرُّ ِإ َز‬ َ ِ ‫ْص َر َرسُو ُل هَّللا‬َ ‫َأب‬
، ُ‫ ِإ ِّني َأحْ َنف‬: ‫ َقا َل‬، ” َ ‫ َوا َّت ِق هَّللا‬، ‫ك‬ َ ‫ ” ارْ َفعْ ِإ َز‬: ‫ َف َقا َل‬، ‫ َهرْ َو َل‬: ‫َأ ْو‬
َ ‫ار‬
‫ َفِإنَّ ُك َّل َخ ْل ِق هَّللا ِ َع َّز َو َج َّل‬، ‫ك‬ َ ‫ ” ارْ َفعْ ِإ َز‬: ‫ َف َقا َل‬، ‫اي‬
َ ‫ار‬ ُّ ‫َتصْ َط‬
َ ‫ك ر ُْك َب َت‬
، ‫اف َسا َق ْي ِه‬ َ ‫ص‬ َ ‫ك الرَّ ُج ُـل َبعْ ُد ِإاَّل ِإ َزا ُرهُ يُصِ يبُ َأ ْن‬ َ ِ‫رُِئي َذل‬
َ ‫ َف َما‬، ” ٌ‫َح َسن‬
‫صافِ َسا َق ْي ِه‬ َ ‫ ِإ َلى َأ ْن‬: ‫َأ ْو‬
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melihat seorang laki-laki yang
pakaiannya terseret sampai ke tanah, kemudian Rasulullah bersegera (atau
berlari) mengejarnya. Kemudian beliau bersabda:

“angkat pakaianmu, dan bertaqwalah kepada Allah“. Lelaki itu berkata: “kaki
saya bengkok, lutut saya tidak stabil ketika berjalan”. Nabi bersabda: “angkat
pakaianmu, sesungguhnya semua ciptaan Allah Azza Wa Jalla itu baik”. 

Sejak itu tidaklah lelaki tersebut terlihat kecuali pasti kainnya di atas
pertengahan betis, atau di pertengahan betis” (HR. Ahmad mencatat sebuah
riwayat dalam Musnad-nya [4 / 390], dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash
Shahihah, 3/427).

Sumber: https://muslim.or.id/47057-adab-adab-berpakaian-bagi-muslim-dan-
muslimah.html , https://www.liputan6.com/ramadan/read/4266015/6-adab-
berpakaian-dalam-islam-yang-perlu-diketahui-umat-muslim ,
http://muhammadtasdik.blogspot.com/2012/02/akhlakterhadap-qarib-kerabat-
dan.html ,
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/bunayya/article/view/6384/3868 ,
https://www.slideshare.net/yasin5582/06-akhlak-kepada-kerabat-keluarga-
presentation ,

Anda mungkin juga menyukai