Anda di halaman 1dari 46

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/342878070

PETUNJUK DASAR DALAM TIMBER CRUISING DAN SURVEY TOPOGRAFI

Book · January 1998

CITATIONS READS

0 3,060

1 author:

Yosep Ruslim
Universitas Mulawarman
75 PUBLICATIONS   215 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Agroforestry system biodiversity of Arabica coffee cultivation in North Toraja District, South Sulawesi, Indonesia Article Bioeconomic and environmental valuation of
dipterocarp estate forest based on local wisdom in Kutai Kartanegara, Indonesia View project

Traditional plants in forest gardens of West Kutai, Indonesia: Production and financial sustainability Article Tengkawang cultivation model in community forest using
agroforestry systems in West Kalimantan, Indonesia View project

All content following this page was uploaded by Yosep Ruslim on 12 July 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Indonesian - German Technical Cooperation

Ministry of Forestry and Estate Crops in Cooperation with


Deutsche Gesellschaft fair Technische Zusammenarbeit
(GTZ)

PETUNJUK DASAR DALAM TIMBER CRUISING


DAN SURVEY TOPOGRAFI

Yosep Ruslim

SFMP Document No. 6b (1998)

Promotion of Sustainable Forest Management Systems


(SFMP)
In East Kalimantan

Oktober 1998
SFMP Document No 16b (1998)

Kata Pengantar

Buku Petunjuk Dasar Dalam Timber Cruising dan Survei Topografl ini dibuat
untuk memudahkan staf perencanaan di lapangan dan pengolahan data di kantor dalam
pengumpulan data Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) dan data
topografl. Selain itu buku panduan ini dibuat berdasarkan pengalaman lapangan di
beberapa BPH di Kalimantan Timur. Sehingga diharapkan dari pengalaman-
pengalaman tersebut, terdapat keseragaman dalam pegumpulan data lapangan dan dapat
diterapkan se'cara umum di seluruh EPH.
Sampai saat ini peta kontur yang ada di HPH diperoleh peta yang berasal dari
PT. Mapindo Pramana dengan skala 1:25.000. Peta tersebut hanya dapat digunakan
untuk perencanaan global, misalnya untuk kegiatan Penataan Areal Kerja (PAK).
Sedangkan untuk perencanaan jaringan jalan utama, cabang ataupun jalan sarad secara
detail, diperlukan peta kontur dari hasil survey lapangan pada saat ITSP (Et-2). Dalam
perencanaan jaringan jalan tersebut diperlukan peta kontur dengan skala berkisar antara
1
5. 000 sampai 1 : 1 0. 000, dengan interval antara garis kontur 5 - 1 0 meter.
Peta kontur dapat digunakan dalam perencanaan jaringan jalan sarad yang
dioverlaykan dengan peta sebaran pohon komersil. Sehingga dalam pemindahan
rencana jaringan jalan utama, cabang ataupun jalan sarad yang ada di peta kontur ke
lapangan akan lebih mudah. Peta kontur dan peta pohon tersebut akan sangat berguna
dalam pengelolaan hutan yang ramah lingkungan (Ekologging).

Akhimya penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Bambang Taviv


(PT. DRMS), Bapak Doddy Herika W., Bapak Kasmiran dan Bapak Ahmad
Syahmardhan (PT. Inhutani 1 Adm. Berau), yang telah memberikan masukan, saran
dan pengolahan data, sehingga buku panduan ini dapat diselesaikan.

Samarinda, Oktober 1998

i
SFMP Document No 16b (1998)

Daftar Isi

Halaman
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
1. Kerangka Dasar 1
II. Sumber Data 2
III. Pengenalan Fungsi Alat 2
IV. Metoda Pengukuran Topografl 9
V. Pelaksanaan Di Lapangan 13
5.1. Tujuan 13
5.2. Waktu Pelaksanaan 13
5.3. Teknis Pelaksanaan Di Lapangan 13
5.4. Alat dan Bahan yang Diperlukan 14
5.5. Teknis Pelaksanaan Survei Topografl dan ITSP 14
5.5. 1. Pengumpulan Data Survey Topografl 14
5.5.2. Pengumpulan Data ITSP 15

Lampiran 26

ii
SFMP Document No 16b (1998)

KERANGKA DASAR

Kegiatan ITSP dilakukan pada saat Et-2. dimana data yang diambil adalah data ITSP
dan posisi pohon untuk menghasilkan peta pohon serta data topografi untuk
menghasilkan peta kontur. Dengan jumlah regu dan biaya yang kurang lebih sama kita
dapat sekaligus menghasilkan dua buah peta dasar. Peta dasar tersebut sangat penting
artinya untuk tahap kegiatan berikutnya, yaitu perencanaan trase jalan angkutan jalan
utama, cabang dan sarad) dengan metoda jangka, software RoadEng dan STRATIS
(Gambar 1). Sehingga diperoleh biaya yang optimal dalam kegiatan logging dan
dampak terhadap kerusakan lingkungan yang lebih kecil.

Gambar 1. Proses Pengambilan Data Di Lapangan untuk mendapatkan Peta Topo-


grafi yang Dapat Digunakan Dalam Perencanaan Konstruksi Jalan
Utama, Cabang dan Sarad.

1
SFMP Document No 16b (1998)

II. SUMBER DATA

Data yang diperlukan untuk pembuatan peta penyebaran pohon dan peta
topografi diperoleh berdasarkan hasil survey pengukuran pengukuran topografi dan
inventarisasi pohon di lapangan yaitu pada saat dilakukan kegiatan Inventarisasi
Tegakan Sebelum Penebangan (Et-2). Data tersebut dicatat pada tally sheet dan berisi
informasi sebagai berikut:

Dari pengmkuran topografl diperoleh:


1 Data pengukuran kompas (azimuth)
2. Data pengukuran sudut kelerengan tanah (Helling)
3. Data pengukuran jarak
4. Satu titik ikat (kontrol) yang diperoleh dari pengukuran GPS atau dengan
mengikatkan ke titik kontrol yang terdekat.
5. Inforinasi tambahan pada setiap Petak Ukur mengenai anak sungai, batuan, rawa,
pematang, lembah dll.

Dari hasil pengukuran inventarisasi pohon diperoleh


1. Posisi pohon (koordinat X, Y) relatif terhadap masing-masing petak ukur (PU).
2. Nama jenis pohon (code pohon)
3. Diameter pohon (dalam cm)
4. Tinggi pohon (dalam m)
5. Nomor petak ukur dan nomor jalur dimana pengukuran dilakukan.

III. PENGENALAN FUNGSI ALAT

Kompas dan Klinometer yang cukup baik digunakan adalah Suunto Compass dan
Suunto Clinometer buatan FINLAND.

1. KOMXAS:

Bagian-bagian alat pada sebuah kompas (Gambar 2):


1 . Allumunium Housing/body
2. Ring pemegang
3. Tali pengaman
4. Piringan skala
5. Cairan penghilang getaran
6. Lobang visier/bidik

2
SFMP Document No 16b (1998)

Gambar 2. Bagian-bagian dari alat Kompas.

Cara pengunaan Kompas :

1 . Tali pengaman Kompas harus dikalungkan ke leher agar menghindari peletakan


alat yang sembarangan.
2. Pada saat pembacaan sudut, kompas harus dipegang stabil yang dipegang mendatar
dengan maksud agar skala kompas bisa berputar dengan bebas ke kiri dan ke kanan
(Gambar 3).
3. Arahkan lubang bidik/visier pada kompas ke arah posisi benda/alat pembantu
melalui mata si pengukur.
4. Sebelum membaca sudut arah (azimuth) pastikan lagi bahwa arah bidikan sudah
tepat dan posisi alat Kompas tetap horizontal.
5. Pada posisi lereng yang tidak datar, posisi alat harus tetap mendatar, sehingga
seorang kruiser harus mampu memproyeksikan perpanjangan garis pembaca secara
vertikal ke obyek sasaran. Misalnya yang menjadi sasaran adalah pohon, maka
garis pembaca kompas harus diarahkan tepat secara vertikal pohon.
6. Jauhkan benda-benda logam pada saat menggunakan alat tersebut, seperti Parang
dll.

3
SFMP Document No 16b (1998)

2. KLINOMETER:

Bagian-bagian dari alat Klinometer (Gambar 4):


1 . Allumunium Housing/body
2. Ring pemegang
3 . Tali pengaman
4. Piringan skala
5. Cairan penghilang getaran
6. Lobang visier/bidik

Gambar 4. Bagian-bagian dari alat Klinometer.

4
SFMP Document No 16b (1998)

Cara pengunaan Klinometer

1 . Tali pengaman Clinometer harus dikalungkan ke leher agar menghindari peletakan


alat yang sembarangan.
2. Klinometer harus dipegang dalam keadaan stabil dan dalam posisi vertikal agar
piringan didalamnya dapat berputar ke atas dan ke bawah. Pembacaan nilai dalam
persen (sebelah kanan) atau derajat (sebelah kiri).
3 . Arahkan lubang bidik pada Clinometer ke arah posisi alat pembantu berupa patok
kayu yang dibidik melalui mata si pengukur.
4. Nilai yang terbaca dapat bertanda positif (tanjakan) dan negatif (turunan), tanda
tersebut harus tetap dicatat. Hal ini penting untuk mengenali kesalahan saat
menguji hasil pengukuran (Gambar 5).

Gambar 5: Cara penggunaan Klinometer (Hermes, et al., 1998)

5
SFMP Document No 16b (1998)

Untuk memudahkan perhitungan jarak datar dapat kita gunakan tabel khusus seperti pada
Tabel 1 untuk kelerengan antara 1 - 50% dan Tabel 2 untuk kelerengan 51 -100%.

Tabel 1. Tabel Konversi Kelerengan (1-50%) Terhadap Jarak Lapangan

6
SFMP Document No 16b (1998)

Tabel 2. Tabel Konversi Kelerengan (5 1 -1 00%) Terhadap Jarak Lapangan

7
SFMP Document No 16b (1998)

Untuk mengurangi kesalahan pengukuran dengan Klinometer, maka dibuat tongkat


kayu yang disesuaikan dengan tinggi sipengukur (Gambar 6).

Gambar 6: Pengukuran kelerengan dengan menggunakan Klinometer dengan alat


bantu tongkat kayu setinggi sipengukur.

Gambar 7: Pengukuran kelerengan pada perubahan bentuk geometri tanah.

3. MONOPOD

Monopod berasal dari kata mono (satu/tunggal) dan pod (tiang/tongkat). Monopod
berarti tiang berkaki satu atau yang dikenal dengan tongkat. Monopod ini sangat
membantu didalam pengukuran dengan menggunakan kompas dan klinometer, biasanya
pengukuran lebih stabil (Gambar 8).
Beberapa persyaratan untuk membuat monopod:
> Monopod ini terbuat dari bahan almunium agar mudah dibawa (ringan).
> Tingginya disamakan dengan tinggi rata-rata sipengukur.
> Ada tempat diujungnya untuk menempatkan kompas dengan stabil, sehingga
kompas dapat berputar bebas untuk melakukan pengukuran sudut horizontal.
> Ada tempat untuk menempatkan klinometer dengan stabil, sehingga dapat berputar
bebas untuk melakukan pengukuran sudut vertikal.

8
SFMP Document No 16b (1998)

Gambar 8 Monopod yang terbuat dari bahan alumunium (Anonim, 1996).

IV. METODE PENGUKURAN TOPOGRAFI

Tujuan utama dari pekerjaan ini adalah untuk mendapatkan peta kontur (topografl) yang
digunakan khususnya dalam pembuatan rencana jalan hutan yaitu jalan utama (main
road), jalan cabang (secondary road) ataupun jalan sarad (skidding road).

Ada beberapa hal yang menentukan kualitas peta kontur yaitu:


 Jarak antara jalur-jalur pengukuran yang dipergunakan
 Pemilihan titik yang akan diukur di lapangan
 Ketrampilan pelaksanaan di lapangan
 Metoda pengukuran di lapangan
 Cara menganalisa dan menaksir titik-titik yang diukur
 Ketelitian pada saat pemasukan data ke komputer

Pemilihan titik-titik yang akan diukur di lapangan:


> Pekerjaan topografl menerapak sistem yang disebut dengan BASELINE yaitu
metoda pengukuran yang direferensikan pada jalur utama yang disebut jalur
baseline.
> Jarak antara jalur yang diambil biasanya 20 meter, agar jalur tersebut dapat
dipakai sebagai jalur cruising berupa PETAK UKUR (PU).
> Titik pada garis j alur yang diukur, haruslah selalu diletakan pada titik dimana terj
adi perubahan bentuk geometri tanah.
> Pengukuran jarak lapangan dilakukan dengan meteran yang mengikuti kelerengan
tanah dan langsung dikoreksi dengan menggunakan tabel koreksi atau dengan
kalkulator, sehingga jarak yang dipakai sudah merupakan jarak datar.
> Sistem pemberian nomor pada jalur base line dan jalur kruising topografl dapat
dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4 berikut ini

9
SFMP Document No 16b (1998)

Tabel 3. Tally Sheet Topografi Untuk Jalur Timber Cruising (BFMP, 1998)

10
SFMP Document No 16b (1998)

Tabel 4. Tally Sheet Topografl Untuk Batas Petak (BFMP, 1998)

11
SFMP Document No 16b (1998)

Tally sheet untuk pengambilan posisi pohon sebaiknya menggunakan buku ekspidisi.
Untuk sebelah kiri ditempelkan kertas milimeter yang diberi kotak-kotak untuk
meletakkan posisi pohon, sedangkan sebelah kanan adalah data petak ukur (PU), no.
pohon, jenis pohon, hasil pengukuran diameter, tinggi, dan koordinat pohon (X, Y)
seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Tally Sheet untuk ITSP

12
SFMP Document No 16b (1998)

V. PELAKSANAAN DI LAPANGAN

5.1. Tujuan
5.1.1. Menghitung potensi hutan per satuan luas:
5.1.1.1. Pohon komersil yang akan ditebang
5.1.2.1. Pohon komersil yang tidak mungkin ditebang
5.1.3.1. Pohon inti
5.1.4.1. Pohon dilindungi
5.2. 1. Memetakan koordinat pohon (X, Y) untuk mendapatkan peta pohon
5.3. 1. Memetakan koordinat titik topografi (X, Y, Z) untuk mendapatkan peta kontur

5.2. Waktu Pelaksanaan


Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan dilaksanakan minimal 2 (dua) tahun
sebelum penebangan atau lebih awal.

5.3. Teknis Pelaksanaan Di Lapangan


5.3. 1. Persiapan-persiapan
> Perencanaan di peta kerja
> Asisten perencanaan beserta mandor perencanaan membuat rencana
kegiatan di peta kerja (peta PAK) dengan skala 1: 1 0. 000.
> Regu kerj a
> Tenaga kerja yang diperlukan untuk kegiatan ITSP sebanyak 11 orang
pada kondisi topografi yang berat dan potensi kayu yang padat, sedangkan
pada kondisi topografi yang ringan sampai sedang dan potensi sedang
cukup menggunakan tenaga kerja sebanyak 9 orang.

Tabel 6. Pembagian Regu Kerja Untuk Survey Topografl dan ITSP

No. Untuk Regu Survey Topografi


1. Ketua Regu (pencatat) 1
2. Kompass-man (mengukur azimuth) 1
3. Helling-man (mengukur slope) 1
4. Pemasang patok 1
5. Penarik meteran 1
6. Pelebar perintisan 1(*)
7. Pembantu umum 1
No. Untuk Regu Inventarisasi Tegakan Sebelum
penebangan (ITSP)
1. Ketua Regu (pencatat) 1
2. Pengenalan jenis pohon, posisi pohon, 3(**)
pengukuran diameter dan tinggi
TOTAL 11
Keterangan:
(*) Untuk topografi yang ringan sampai sedang boleh dihilangkan
(**) Untuk topografl yang ringan sampai sedang cukup 2 orang

13
SFMP Document No 16b (1998)

5.4. Alat dan Bahan yang Diperlukan:


a. Suunto Klinometer
b. Suunto Kompas
C. Meteran 30 m
d. Pita diameter (phiband)
C. Buku lapangan dan tally sheet
f. Bahan untuk penandaan yaitu cat, plastik warna kuning
g. Peta topografi dari MAPINDO Skala 1:25.000 interval kontur 12,5 m.
h. Tali nylon dengan panjang 20 m
i. GPS-Pathfinder
j. Parang, paku, staples besar
k. Alat-alat camping
1. Label plastik wama merah dengan ukuran 6x12 cm untuk pohon jenis
komersil yang akan ditebang (0 50 up)
m. Label plastik wama kuning 6 x 8 cm untuk pohon yang dilindungi dan
pohon inti
n. Obat-obatan
0. Alat tulis lain.

14
SFMP Document No 16b (1998)

B. Pembuatan / Pengukuran Jalur

1. Pengukuran data kontur dilakukan per jalur.


2. untuk keseragaman pengukuran, maka di tentukan peletakan jalur dimulai selatan
menuju utara (ke arah 0o / 360o ) unutk jalur yang bernomor ganjil (1, 3, 5, …….., 27,
dst. ) dan arah utara menuju ke selatan (ke arah 180 o ) untuk jalur bernomer genap (2,
4, 6, …….28, dst.).
3. Parameter yang di ukur:
 Azimuth
 Jarak Lapangan
 Helling
 Nomor jalur cruising pada Baseline
 Keterangan titik pengukuran (anak sungai, batu, rawa dll.)
 Model tally sheet pada Tabel 3.
4. Bentuk Petak Ukur (PU) diusahakan bentuk bujur sangkar sehinga selalu
bersambungan dengan PU sebelahnya (Gambar 11). Sedangkan untuk awal dan akhir
PU tidak selalu berukuran 20 x 20 m, tergantung dari batas alamnya.
5. Pengukuran setiap PU dilakukan pada setiap perubahan topografi (lembah, pematang)
sehinga informasi detail topografi dapat diketahui dan dicatat pada kolom keterangan
(Gambar 6). Selai itu informasi lain yang perlu dicatat adalah kontrol positif
(pematang, bescamp dll.) dan titik kontrol negatif (rawa, batu hidup, sungai dll.).
6. Untuk mendapatkan jarak datar setiap PU, maka jarak pengukuran harus dikoreksi
dengan menggunakan tabel koreksi (Tabel 2&3) atau kalkulator.
7. Pembacaan helling (slope) dengan menggunakan satuan persen (%) atau derajat ( o)
disesuaikan dengan software aplikasi yang ada. Tanda plus (+) pada saat naik dan
minus (-) pada saat turun.
8. Pada setiap 5 PU (100 m) dilakukan pengukuran kiri/kanan jalur yaitu jarak datar 20
m dengan menggunakan tambang nylon dan azimuth (90 o/270o dengan menggunakan
kompas, sebagai kontrol untuk jalur brikutnya.
9. Setelah selesai penulisan nomor jalur dan nomor PU dengan spidol permanen warna
hitam, maka pemasangan label plastik pada patok kayu dibali sehingga tulisan lebih
tahan lama.
10. Setiap 5 PU dilakukan pemasangan label pada pohon hidup yang terdekat dan di beri
arah panah dan keteranganapabila letaknya agak jau dari patok PU, sehingga apabila
patok kayu hilang masih bisa di kontrol dengan label pada pohon tsb.
11. Titik ikat anatara petak yang satu dengan yang lainnya harus menyambung yaitu pada
saat PAK dan begitu juga jalur antara petak sebaliknya menyambung.
12. Nomor PU pada awal star selalu di mulai dengan angkanol (0) dan berakhir sesuai
dengan nomor PU akhir.
13. Untuk pendataan koordinat pohon, diameterdan jenis pohon yang menju arah utara,
maka daerah yang diinventarisasi adalah daerah sebelah kiri jalur. sedangkan jalur
yang menuju selatan, maka daerah yang di inventarisasi sebelah kanan jalur.
14. Jalur cruising antara petak yang satu dengan yang lainnya diusahakan bersambung
satu sama lain.

15
SFMP Document No 16b (1998)

Contoh penulisan patok


Pada awal/akhir patok: No. Petak, No. Jalur dan Nomor PU
Pada PU 2 (tengah) dst: cukup no. Jalur dan nomor PU

Patok pada jalu 1 Patok pada Patok pada


awal PU selalu jalur 1 dan jalur 1 dan
dimulai dengan PU 1 PU 18
angka 0
Gambar 9. Contoh penulisan patok pada jalur cruising.

Contoh penulisan patok di Baseline:


Pada awal dimulai dengan 0 yaitu TOP, Nomor Petak dan no. titik.
Pada akhir diakhiri dengan 0 atau kembali ke titik awal

Patok pada Patok Baseline Patok Baseline


Baseline dimulai pada Titik pada titik
dari angka 0 pengukuran ke Pengukuran ke
Petak I 15 50 I

Gambar 10. Contoh penulisan patok Baseline.

16
SFMP Document No 16b (1998)

17
SFMP Document No 16b (1998)

18
SFMP Document No 16b (1998)

Pembagian regu kerja untuk regu pemetaan topografi dan ITSP pada kondisi topografl
yang bergelombang dan potensi kayu yang cukup padat berjumlah 11 orang seperti pada
Gambar 12 berikut ini:

Gambar 12. Pembagian regu kerja untuk regu survey topografi dan regu ITSP.
Pada kondisi topografi sedang dan potensi tidak terlalu padat, maka no
3 dan no. 9 dapat dikurangi.

19
SFMP Document No 16b (1998)

Bentuk ukuran petak ukur sesuai dengan juknis TPTI yaitu setiap petak ukur berukuran
20 x 20 m (papan catur), yang penomorannya sesuai dengan nomor terkecil sampai
yang terbesar. Awal start dalam memulai pengukuran jalur untuk setiap petak kerja
regu harus seragam. Sedangkan arah jalur selalu dari selatan ke utara Oalur ganjil) dan
utara ke selatan (jalur genap).

Gambar 13. Bentuk arah jalur selatan ke utara (jalur ganjil) dan utara ke selatan
dalur genap).

20
SFMP Document No 16b (1998)

Pada Gambar 14 berikut ini merupakan hasil pengukuran kelerengan basel line dan
jalur dengan menggunakan alat Klinometer (%).

Gambar 14. Hasil pengukuran kelerengan, jarak datar untuk baseline danjalur.

21
SFMP Document No 16b (1998)

Hasil perhitungan dari beda tinggi antara titik-titik pada masing-masing Petak Ukur
(PU), diperoleh koordinat ketinggian (Z) yaitu dengan menggunakan program aplikasi
seperti EXCEL, LOTUS, DBASE dan FOXPRO.

Gambar 15. Dari hasitperhitungan diperoleh koordinat x, y dan z.

22
SFMP Document No 16b (1998)

Dengan menggunakan software tertentu kita dapat menghasilkan peta kontur,


misalnya ARC/SEM, FIIEPLP, ARCNIIEW 3.Oa dll.

Gambar 16. Hasil akhir perhitungan koordinat X, Y dan Z yang diproses secara
langsung oleh salah satu software di atas dan menghasilkan peta
kontur.

Dari hasil proses pengukuran data lapangan untuk survey topografl sampai dengan
proses pengolahan data dengan software tertentu (ARC/SEM, FI-EPLP, ROADENG,
STRATIS dll.) maka kita dapat memperoleh hasilnya yaitu peta kontur dengan
pandangan tiga dimensi (3D). Dengan model tersebut kita akan dengan mudah
membedakan bagian yang rendah (sungai) dan yang tertinggi (pematang). Dengan
bantuan Software tersebut kita dapat melihat sudut pandang keadaan/situasi topografl
kita dari berbagai sudut. Hal ini akan mempermudah perencanaan jalan utama,
cabang ataupun sarad. Misalnya jalan yang akan kita rencanakan selalu di pematang
ataupun kombinasi antara pematang dan mengikuti kontur. Tujuannya adalah untuk
memperkecil tanjakan, turunan dan menetapkan tikungan minimum, sehingga
kerusakan lingkungan ataupun tingkat erosi akan diperkecil yaitu menuju pengelolaan
hutan yang berwawasan lingkungan (Gambar 17).

23
SFMP Document No 16b (1998)

Gambar 17. Hasil overlay antara pengukuran survey topografi dari hasil
pengolahan data, dan menghasilkan pandangan 3 dimensi (3D).

24
SFMP Document No 16b (1998)

Apabila pengukuran menggunakan batas alam atau sistem kronologis, maka diperoleh
peta kontur seperti pada Gambar 18.

Gambar 18. Contoh peta kontur dari hasil pengambilan data topografi dengan
menggunakan batas alam (PT DRAMS, 1997).

25
SFMP Document No 16b (1998)

Daftar Pustaka

Anonymous (1996), Alih Teknologi Forest Inventory - End Product Linking Program
(FI-EPLP). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Balai Penelitian
Kehutanan Sarnarinda, Kerjasama dengan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia
(APHI).

Hermes B. IC, Subarudi, Kadarusman, Bahdarsyah, Gunawan, S., 'Yulian, E. N.


(1998). Pelaksanan Pembuatan Petak Ukur Permanen. Kerjasama Balai
Latihan Kehutanan Samarinda dengan Proyek Pengembangan Sistem
Manajemen Hutan Lestari di Kalimantan Timur (SFMP).

26
SFMP Document No 16b (1998)

LAMPIRAN

27
SFMP Document No 16b (1998)

28
SFMP Document No 16b (1998)

29
SFMP Document No 16b (1998)

30
SFMP Document No 16b (1998)

31
SFMP Document No 16b (1998)

32
SFMP Document No 16b (1998)

33
SFMP Document No 16b (1998)

34
SFMP Document No 16b (1998)

35
SFMP Document No 16b (1998)

36
SFMP Document No 16b (1998)

37
SFMP Document No 16b (1998)

38
SFMP Document No 16b (1998)

39
SFMP Document No 16b (1998)

40
SFMP Document No 16b (1998)

41
SFMP Document No 16b (1998)

42

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai