Anda di halaman 1dari 7

ASESSMENT AKHIR SEMESTER GASAL 2021 - 2022

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

Mata Kuliah : Hukum Pidana Islam


Hari/Tanggal : Jum’at, 21 Januari 2022
Semester : V (Lima) Reguler
Waktu : 10.00 – 13.00 WIB
Pengampu : Hary Abdul Hakim, S.H.,LLM
Sifat : Terbuka
- -
Keterangan:
1. Jawablah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan perintah yang diberikan!
2. Jawaban soal disajikan dalam bentuk MS Word, Font Times New Roman, Size 12,
Space 1.15.
3. Minimal setiap jawaban terdiri dari 500 kata.
4. Batas pengumpulan jawaban sesuai dengan waktu yang tertera di MOCA.
5. Jawaban dikumpulkan melalui MOCA.
6. Dimulai dengan membaca Basmallah!

No. Pertanyaan Bobot Nilai


Istilah fiqh Jinayah berkaitan masalah perbuatan yang dilarang (jarimah)
1 dan uqubah. Sebutkan dan jelaskan macam-macam jarimah ditinjau 25
dari segi hukumnya!
Jarimah Qadzaf termasuk perbuatan caci maki dan menuduh seorang
wanita melakukan perbuatan zina. Dalam Suami yang menuduh
isterinya berzina dan tidak bisa mendatangkan empat orang saksi,
2 25
maka langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menyelesaikan
masalah tersebut dijelaskan Allah dalam lanjutan surat An-Nur ayat 6-
9. Uraikan dan jelaskan tafsir dari Q.S. An-Nuur 6-9 tersebut!
Pada Jarimah Hirabah, jika pelaku adalah seorang wanita dan anak-anak
3 termasuk yang dikecualikan dalam jarimah ini. Berikan opini saudara 50
berdasarkan dalil dan pendapat ulama terkait pengecualian tersebut!

Good Luck!!!

ACUAN DIBUAT OLEH DIREVIEW DISETUJUI

1. Kurikulum KPT Dosen Pengampu, Ketua Peer Group Soal, Ketua Program Studi,

2. Silabi MK Sosiologi Hukum


Hary Abdul Hakim Yulia Kurniaty, SH. MH Chrisna Bagus Edhita Praja, S.H., M.H.
3. RMP Sosiologi Hukum NIDN. 0603079101 NIK. 107606061 NIK. 158908136

No.Dok.: PM-UMM-08-01/L6 Nama Dok: Soal Ujian Tgl.Terbit: 19-05-2010 No. Revisi : 1 Halaman : 1 dari 1
Nama : Gilang Kurniawan
NPM : 19.0201.0057
Kelas A / Semester 5

1. Dasar Hukum Jinayah/Jarimah. Dalam islam dijelaskan berbagai norma atau aturan
rambu-rambu yang mesti ditaati oleh setiap mukalaf, hal itu telah termaktup dalam
sumber fundamental Islam, termasuk juga mengenai perkara jarimah atau tindak pidana
dalam Islam, berikut beberapa dalil tentang Hukum Pidanana Islam dan kewajiban
menaati hukum Allah SWT. َْ‫ب لَعَلَّ ُكمْ تَتَّقُون‬ ِْ ‫اص َحيَاةْ يَا أُولِي اْلَلبَا‬ ِْ ‫ص‬ َ ‫“ َولَ ُكمْ فِي ال ِق‬Dan dalam qishaash
itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya
kamuْbertakwa.”ْ(QS.ْAl-Baqarah : 179) ْ‫ل تَتَّبِعْ أَه َوا َءهُمْ َواحذَرهُمْ أَن‬ ْ َ ‫ّللاُ َو‬
َّْ ‫ل‬َْ َ‫ن اح ُكمْ بَينَ ُْهمْ بِ َما أَنز‬
ِْ َ‫َوأ‬
َْ‫اس لَفَا ِسقُون‬
ْ ِ َّ‫ِيرا مِ نَْ الن‬ َّْ ِ‫ض ذُنُوبِ ِهمْْۗ َوإ‬
ً ‫ن َكث‬ ْ ِ ‫ُصيبَ ُهمْ بِبَع‬ِ ‫ّللاُ أَنْ ي‬
َّْ ُ‫ّللاُ إِلَيكَْْۖ فَإِنْ ت ََولَّوا فَاعلَمْ أَنَّ َما ي ُِري ْد‬
َّْ ‫ل‬َْ َ‫ض َما أَنز‬ ْ ِ ‫عنْ بَع‬ َ َْ‫يَفتِنُوك‬
“Danْْhendaklahْْkamuْْmemutuskanْْperkaraْْdiْْantaraْْmerekaْْmenurutْْapaْyangْ
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-
hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari
sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari
hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah
menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-
dosa mereka dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orangْyangْfasik”. (QS.
Al – Maidah 49)

‫س ِل ُموْا ت َسلِي ًما‬ َ َ‫ل يَ ِجدُوا فِي أَنفُ ِس ِهمْ َح َر ًجا مِ َّما ق‬
َ ُ‫ضيْ َوي‬ ْ َ ‫ش َج َْر بَينَ ُهمْ ث ُ َّْم‬
َ ‫ل يُؤمِ نُونَْ َحتَّىْ يُ َح ِك ُموكَْ فِي َما‬
ْ َ َْ‫ل َو َربِك‬
ْ َ َ‫ف‬

“MakaْْdemiْْTuhanmu,ْْmerekaْْ(padaْْhakekatnya)ْْtidakْْberimanْْhinggaْْmerekaْ
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu
berikan,ْdanْmerekaْmenerimaْdenganْsepenuhnya”.ْ(QS.ْAn-Nisa’ْ65).

Macam-Macam Jarimah. Para ulama membagi jarimah berdasarkan aspek berat dan
ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh al-quran dal al-hadits, atas
dasar ini mereka membagi menjadi tiga macam, yaitu :

Jarimah Hudud, yang meliputi :ْHudud,ْjamaknyaْ“had”.ْArtiْmenurutْbahasaْadalah :


menahan (menghukum). Menurut istilah hudud berarti: sanksi bagi orang yang melanggar
hukumْsyara’ْdenganْcaraْdidera/ْdipukulْatau dijilid sampai dilempari dengan batu hingga
mati atau yang biasa dikenal dengan cara di rajam. Sanksi tersebut dapat pula berupa
dipotong tangan lalu sebelah atau kedua-duanya atau kaki dan tangan keduanya,
tergantung kepada kesalahan yang dilakukan. Hukum had ini merupakan hukuman
yang maksimal bagi suatu pelanggaran tertentu bagi setiap hukum. Jarimah hudud ini
dalam beberapa kasus di jelaskan dalam al-Qur’anْsurahْAn-Nur ayat 2, surah an-Nur: 4,
surah al-Maidah ayat 33, surat al-Maidah ayat 38.
a. Perzinaan
b. Qadzaf (menuduh berbuat zina)
c. Meminum minuman keras
d. Pencurian
e. Perampokan
f. Pemberontakan
g. Murtad.

Jarimah qishas/diyat, yang meliputi : Hukum qishos adalah pembalasan yang setimpal
(sama) atas pelanggaran yang bersifat pengerusakan badan. Atau menghilangkan jiwa,
seperti dalam firman Allah SWT. Surah al-Maidah : 45, surah al-Baqarah : 178 Diat
adalah denda yang wajib harus dikeluarkan baik berupa barang maupun uang oleh
seseorang yang terkena hukum diad sebab membunuh atau melukai seseorang karena
ada pengampunan, keringanan hukuman, dan hal lain. Pembunuhan yang terjadi bisa
dikarenakan pembunuhan dengan tidak disengaja atau pembunuhan karena kesalahan
(khoto’).ْHalْiniْdijelaskanْdalamْal-Quraan surah an-Nisa’ْ:ْ92.

a. Pembunuhan sengaja.
b. Pembunuhan semi sengaja.
c. Pembunuhan tersalah.
d. Pelukan sengaja.
e. Pelukan semi sengaja.

JarimahْTa’zir.ْHukumْta’zirْadalahْhukumanْatasْpelanggaranْyangْtidakْdiْtetapkanْ
hukumannya dalam al-Quran dan Hadist yang bentuknya sebagai hukuman
ringan.menurutْْhukumْislam,ْpelaksanaanْhukumْta’zirْdiserahkanْsepenuhnyaْkepadaْ
hakimْislamْhukumْta’zirْdiperuntukkanْbagiْseseorangْyangْmelakukanْjinayah/ْ
kejahatan yang tidak atau belum memenuhi syarat untuk dihukum had atau tidak
memenuhi syarat membayar diyat sebagai hukum ringan untuk menebus dosanya akibat
dari perbuatannya.

Ta’zirْiniْdibagiْmenjadiْtigaْbagianْ:ْJarimahْْhududْْatauْْqishah/diyatْْyangْْsyubhatْْ
atau tidak memenuhi syarat, namun sudah merupakan maksiat, misalnya percobaan
pencurian, percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga, dan pencurian aliran
listrik.

2. Tafsir Surah An-Nur Ayat 6-9 berbicara mengenai tuduhan perzinahan seorang suami
kepada istrinya. Terdapat syarat yang harus terpenuhi atas tuduhan zina, salah satunya
adalah harus mendatangkan emapat saksi.

Ayat 6

Ayat ini menerangkan bahwa suami yang menuduh istrinya berzina, dan ia tidak dapat
mendatangkan empat orang saksi yang melihat sendiri perbuatan zina yang dituduhkan itu,
maka ia diminta untuk bersumpah demi Allah sebanyak empat kali bahwa istrinya itu
benar-benar telah berzina. Sumpah empat kali itu untuk pengganti empat orang saksi yang
diperlukan bagi setiap orang yang menuduh perempuan berzina.
Seorang suami menuduh istrinya berzina adakalanya karena ia melihat sendiri istrinya berbuat
mesum dengan laki-laki lain, atau karena istrinya hamil, atau melahirkan, padahal ia yakin
bahwa janin yang ada di dalam kandungan istrinya atau anak yang dilahirkan istrinya itu
bukanlah dari hasil hubungan dengan istrinya itu.

Untuk menyelesaikan kasus semacam ini, suami membawa istrinya ke hadapan yang
berwenang dan di sanalah dinyatakan tuduhan kepada istrinya. Maka yang berwenang
menyuruh suaminya bersumpah empat kali, sebagai pengganti atas empat orang saksi yang
diperlukan bagi setiap penuduh perempuan berzina, bahwa ia adalah benar dengan
tuduhannya. Kata-kata sumpah itu atau terjemahannya adalah:

ِ َْ‫لنَ َةْ مِ ن‬
‫الزنَى‬ َ ُ‫صادِقْ فِي َما َر َميتُْ بِ ِْه زَ و َجتِى ف‬
َ ‫اَش َه ْدُ بِاللِْ العَظِ ي ِْم اَنِي َل‬.
(Demi Allah Yang Maha Agung, saya bersaksi bahwa sesungguhnya saya benar di dalam
tuduhankuْterhadapْistrikuْ“siْAnu”ْbahwaْdiaْberzina)

Sumpah ini diulang empat kali.

Ayat 7

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa setelah suami mengucapkan empat kali sumpah itu,
pada kali kelima ia perlu menyatakan bahwa ia bersedia menerima laknat Allah, bila ia
berdusta dengan tuduhannya itu. Redaksi pernyataan itu atau terjemahannya adalah:

َْ ‫ي لَعنَ ْةُ للاِْ اِنْ ُكنتُْ مِ نَْ الكَا ِذبِينَْ فِْى دَع َو‬
‫اي‬ َّْ َ‫عل‬
َ ‫َو‬
(Laknat Allah ditimpakan atasku, apabila aku berdusta dalam tuduhanku itu)

Dengan demikian, terhindarlah ia dari hukuman menuduh orang berzina.

Ayat 8

Ayat ini menerangkan bahwa untuk menghindarkan istri dari hukuman akibat tuduhan
suaminya itu, maka ia harus mengajukan kesaksian mengangkat sumpah pula demi Allah
empat kali yang menegaskan kesaksiannya bahwa suaminya itu berbohong dengan
tuduhannya. Redaksi sumpah dan terjemahannya sebagai berikut:

ِ َْ‫ِن فُلَنًا َهذَا زَ و ِجى لَمِ نَْ الكَا ِذ ِبينَْ فِي َما َر َمانِى ِب ِْه مِ ن‬
‫الزنَى‬ َّْ ‫اَش َه ْدُ ِباللِْ ال َعظِ ي ِْم ا‬.
(Demi Allah Yang Maha Agung, saya bersaksi bahwa sesungguhnya si anu ini, suamiku,
adalah bohong di dalam tuduhannya kepadaku bahwa saya telah berzina)

Sumpah ini diulang empat kali.


Surah Al-Hujurat Ayat 13

Ayat 8

Pada ayat ini diterangkan bahwa setelah mengucapkan sumpah itu empat kali, pada kali kelima
ia harus menyampaikan penegasan bahwa ia bersedia menerima laknat Allah bila suaminya
itu benar dengan tuduhannya kepadanya. Redaksi sumpah dan terjemahannya sebagai
berikut:

َْ‫صا ِدقِين‬
َّ ‫ضبُْ للاِْ اِنْ كَانَْ مِ نَْ ال‬
َ ‫غ‬ َّْ َ‫عل‬
َ ‫ي‬ َ ‫َو‬

(Murka Allah ditimpakan atasku apabila suamiku itu benar);Kalau suami istri telah
mengucapkan sumpah dan sudah saling melaknat (mula’ anah) seperti itu, maka terjadilah
perceraian paksa dan perceraian itu selama-lamanya, artinya suami istri itu tidak dibenarkan
lagi rujuk kembali sebagai suami istri untuk selama-lamanya, sebagaimana dijelaskan oleh
Ali dan Ibnu Mas`ud dengan katanya:

ْ َ‫سنَّ ْةُ ا‬
ِ ‫لَّ يَجتَمِ َْع ال ُمتَلَ ِعن‬
ْ‫َان‬ ُّ ‫ت ال‬
ِْ ‫ض‬
َ ‫َم‬

(Telah berlaku Sunnah (Nabi saw) bahwa dua (suami istri) yang telah saling melaknat, bahwa
mereka tidak boleh berkumpul lagi sebagai suami istri untuk selama-lamanya)

Ini, didasarkan hadis:

ِْ َ‫َان اِذَا افت ََرقَا لَيَجتَمِ ع‬


‫ان اَبَدًْا‬ ِْ ‫اَل ُمتَلَ ِعن‬
Dua orang (suami istri) yang saling melaknat apabila telah bercerai keduanya tidak boleh lagi
berkumpul sebagai suami istri untuk selama-lamanya. (Riwayat ad-DāruqutnْdariْIbnuْ
‘Umar)

Istri diberi oleh Allah hak untuk membela diri dari tuduhan suaminya menunjukkan bahwa
Allah menutup aib seseorang. Tetapi perlu diingat bahwa seandainya sang istri memang
telah berzina, namun ia membantahnya maka ia memang terlepas dari hukuman di dunia,
tetapi tidak akan terlepas dari azab di akhirat yang tentunya lebih keras dan pedih. Oleh
karena itu, ia perlu bertobat maka Allah akan menerimanya sebagaimana dimaksud ayat
berikutnya.

3. Pada Jarimah Hirabah, jika pelaku adalah seorang wanita dan anak-anak termasuk yang
dikecualikan dalam jarimah ini. Ada beberapa dalil dan pendapat ulama terkait
pengecualianْtersebutْmulaiْdariْpandanganْImamْAbūْHanīfahْdanْImamْSyafi’i.

Pandangan Abu Hanifah


Apabila para perampok berkomplot, kemudian sebagian mereka melakukan aksi tersebut
baik membunuh maupun mengambil harta sementara sebagian yang lain hanya membantu
saja maka bagi mereka yang membantu hukumnya tetap sama dengan perampok yang lain.
Dengan sebab itu, cukuplah adanya penyerangan baik dilakukan semuanya maupun
sebagian maka ḥad wajib dikenakan ke atas mereka. Syaratnya adalah kelompok para
perampokan tersebut mestilah semuanya laki-laki.
ImamْAbūْHanīfahْberbedaْpendapatْdenganْImamْMazhabْyangْlainْyaituْterkaitْkasusْ
aksi turut serta dalam perompakan yang melibatkan sebagiannya dari kanak-kanak dan
wanita.ْMenurutْImamْAbūْHanīfahْpelakuْperampokanْdisyaratkanْharusْlaki-laki
sehingga apabila terdapat dalam suatu kelompok perampokan terdapat seorang anggota
wanita maka anggota perampokan yang wanita tersebut tidak dikenakan hukuman ḥad.
Alasannya adalah penyerangan, penghadangan dan pencurian dengan cara paksaan dan
kekerasan biasanya tidak bisa dijumpai dari kaum wanita karena kelembutan hati mereka
danْdariْsegiْfizikalْtubuhْmerekaْyangْlemahْsehinggaْtidakْsesuaiْdenganْjināyahْ
kekerasan.

Selain itu, antara sebab kelompok perampok yang mempunyai anggota wanita tidak
dikenakan ḥad karena perampokan itu muncul dari orang yang tidak boleh dikenakan
hukuman had yaitu wanita. Apabila dikenakan ḥad ia akan menyebabkan kekerasan atau
memberi ketakutan kepada wanita yang mempunyai sifat yang lemah lembut di dalam
dirinya. Pada bagian ini, menjadikanْsebabْutamaْImamْAbūْHanīfahْdalamْmementukanْ
hukuman tersebut. Ini karena kesetaraan, kesepadanan dan jumlah merupakan alasan utama
dalamْMazhabْiniْuntukْmenentukanْtidakْmemberiْancamanْhukumanْmelainkanْdiyāt.

PandanganْImamْSyafi’i
Menurut pandanganْImamْSyāfi‟īْtidakْmembedakanْantaraْpelakuْlakilakiْdanْpelakuْ
perempuan sehingga semua hukuman ḥad perampokan dikenakan kepada seluruh pelaku
perampokan dan memiliki kewajiban komitmen mematuhi undang-undang dan hukum-
hukum agama sekalipun pelaku perampokan tersebut dari kalangan wanita. Mengikut
pandangan ini, laki-laki dan wanita mampu melakukannya walaupun golongan wanita
lemah dari segi fizikalnya namun dari segi mentalnya mereka kuat dan mampu untuk
merancang dan berfikir untuk itu. Ini terbukti apabila mereka telah mengetuai beberapa
peperangan dalam Islam. Dalam ayat berkenaan penegasan hukuman tersebut ditentukan
secara umum tanpa membataskan keatas sesiapa saja asalkan telah terlibat kesalahan
merampok ke atasnya dan para fuqaha selain ImamْAbūْHanīfahْberpendapatْhukumanْ
berkenaan di laksanakan juga ke atas wanita sebagaimana ia dilaksanakan ke atas laki-laki.

SementaraْituْImamْSyāfi‟īْjugaْmengatakan,ْhukumanْḥad perampokan tetap dikenakan


keatas pelaku meskipun diantara mereka terdapat anak kecil atau kerabat mahram korban
perampokan. Meskipun bisa memunculkan kesyubhatan namun kesyubhatan itu khusus
untuk mereka saja sehingga hukuman tersebut tetap juga dikenakan anggota komplotan
yang lain. Akan tetapi, apabila pelaku tindak pidana anak dibawah umur telah melakukan
kejahatan yang dihukum dengan ḥudūdْatauْqiṣāṣ maka hukuman tersebut tidak dijatuhkan
keatasnya, namun demikian anak tersebut akan dikenakan juga hukuman berbentuk
tindakanْatauْdisebutْta‟zīr.ْHukumanْiniْditerapkanْdenganْtujuan utuk memberi
pengajaran kepada pelaku tindak pidana bagi anak kecil agar tidak mengulangi
kejahatannya lagi.
Jadi kesimpulannya, saya lebih setuju dengan pandangan Abu Hanifah yang berpandangan
bahwa wanita dan anak-anak tidak bisa dijatuhi hukuman karena dikecualikan dalam
Jarimah ini. Karena wanita dan anak-anak fisik dan tubuh mereka lemah tidak cocok
dengan jinayah kekerasan. Maka dari itu diganti dengan diyat. Saya rasa ini lebih cocok dan
benar. Disisi lain saya setuju dengan pendapat Imam Syafi’iْyangْmenyebutkanْapabilaْ
pelaku tindak pidana anak dibawah umur telah melakukan kejahatan yang dihukum dengan
ḥudūdْatauْqiṣāṣ maka hukuman tersebut tidak dijatuhkan keatasnya, namun demikian anak
tersebut akan dikenakan juga hukuman berbentuk tindakan atauْdisebutْta‟zīr.ْKarenaْ
hukuman itu diterapkan dengan tujuan utuk memberi pengajaran kepada pelaku tindak
pidana bagi anak kecil agar tidak mengulangi kejahatannya lagi.

Anda mungkin juga menyukai