Pasien dalam studi kasus ini menjalani craniotomy di rumah sakit umum pusat dan menjalani
perawatan di rumah sakit selama 39 hari. Selama menjalani perawatan di rumah sakit, mulai
muncul luka dekubitus di sacrum pasien. Saat ini, pasien dirawat oleh keluarga di rumah. Pasien
memiliki berbagai penyakit kronis, seperti stroke ICH, infective endocarditis, mitral regurgitasi
moderate, acute limb ischemia, dan CAP. Hal tersebut sesuai penelitian yang dilakukan oleh
McGillivray dan Considine (2009), Pandian et al. (2012) Sackley et al. (2008), dan Theofanidis
dan Gibbon (2016) yang menunjukkan bahwa pasien stroke sering mengalami imobilisasi dan
Pada kunjungan pertama, luka dekubitus derajat III di sacrum panjangnya 8 cm dan lebarnya
7 cm. Gambaran klinis luka, yaitu terdapat slough sebesar 90% di tengah dan granulasi sebesar
dengan hambatan mobilitas fisik, intervensi yang dilakukan yaitu perawatan luka. Pada studi
kasus ini, perawatan luka dilakukan sebelas kali perawatan dengan frekuensi tiga kali dalam
seminggu. Perawatan luka dilakukan dengan mengangkat balutan luka, membersihkan luka
dengan larutan NaCl 0,9% serta sabun bayi, mengeringkan luka, memberikan dressing salep
silver sulfadiazine 10 mg, memberikan absorbent dressing pada luka yang berwarna merah
Pembersihan luka pada studi kasus ini menggunakan larutan NaCl. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian Riandini et al. (2018) yang membersihkan luka dekubitus dengan larutan
NaCl. Permbersihan luka tekan dengan larutan NaCl ini bertujuan untuk membantu
menghilangkan kotoran dan bakteri (Jordan, 2007). Sejalan dengan rekomendasi dari National
Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) & European National Pressure Ulcer Advisory Panel
(EPUAP) (2009) yang menjelaskan bahwa luka dekubitus dibersihkan dengan normal saline
setiap mengganti balutan untuk menghilangkan kotoran, sisa dressing, dan mempermudah
Sabun bayi
Pada studi kasus ini, primary dressing menggunakan salep silver sulfadiazine. Salep silver
sulfadiazine termasuk antimikroba dressing yang digunakan untuk mencegah atau mengatasi
infeksi (International Consensus, 2012). Antimikroba merupakan agen yang membunuh atau
Consensus, 2012). Secondary dressing pada studi kasus ini menggunakan absorbent dressing.
Berdasarkan Wound Management Guideline, absorbent dressing dianjurkan diberikan pada luka
yang bergranulasi (Nursing and Midwifery Services Director, 2018). Selain itu, pembalutan luka
yang terakhir menggunakan kassa. Balutan luka ini digunakan untuk menjaga area luka tetap
lembab agar mempercepat penyembuhan dan menjaga kebersihan kulit disekitarnya (Riandini et
al., 2018).
Pada perawatan ke delapan, ukuran luka mulai berkurang dengan mulai muncul bekas luka di
pinggir, yaitu panjang dan lebar menjadi 7,5 cm dan 7 cm. Selama sepuluh kali perawatan,
slough mulai melunak. Berdasarkan Wound Management Guideline, slough harus dihilangkan
(Nursing and Midwifery Services Director, 2018). Pada perawatan ke sebelas, slough sudah
dihilangkan, sehingga terdapat kedalaman luka sebesar 0,5 cm dengan persentase slough
menurun menjadi 60%. Penyembuhan luka dekubitus ini terus berlanjut hingga saai ini.
Perawatan tirah baring dilakukan pada pasien. Namun, pada kunjungan perawatan pertama
perubahan posisi pasien belum sesuai dengan anjuran. Pasien dimiringkan ke kanan dan ke kiri
hanya satu kali di pagi hari setelah mandi. Setelah kunjungn perawatan ke delapan, pasien setiap
hari dimiringkan ke kanan dan ke kiri setiap dua jam oleh keluarga pasien. Hal ini sesuai dengan
rekomendasi National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) (2016) yang menyebutkan
bahwa reposisi pasien dilakukan setiap 2-3 jam pada pasien tanpa kasur dekubitus dan 4-6 jam
pada pasien yang menggunakan kasur dekubitus. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Amir et al. (2017) juga menunjukkan bahwa tindakan pencegahan luka dekubitus yang paling
sering dilakukan di beberapa rumah sakit yang ada di Indonesia adalah reposisi. Mengubah
posisi dapat meningkatkan sirkulasi darah dan meningkatkan regulasi metabolisme tubuh,
memulihkan kerja fisiologis organ vital, dan juga memungkinkan kulit yang tertekan terpapar
udara (Simanjuntak & Sirait, 2013). Selain itu, berdasarkan Agency for Health Care Policy and
Research juga menjelaskan pasien yang terbaring di tempat tidur harus direposisi setiap dua jam
untuk menghindari tekanan berkepanjangan pada luka dan mencegah timbulnya luka tekan yang
Pada studi kasus ini, kasur pasien dilengkapi dengan kasur dekubitus untuk mengurangi
keparahan luka tekan dan munculnya luka tekan yang baru. Hal ini sesuai dengan beberapa
penelitian yang menunjukkan alat pengurang tekanan, seperti kasur dekubitus dapat mengurangi
tekanan dan menurunkan kejadian ulkus hingga 60% dibandingkan dengan kasur biasa (Cullum,
2004; Reddy, 2006). Selain itu, pasien juga menggunakan olive oil untuk melindungi kulit. Hal
ini sesuai dengan sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa olive oil dapat diaplikasikan untuk
membantu mencegah timbulnya cedera tekanan pada pasien, pengobatan ini berbiaya rendah,
Perawatan diri pasien, setiap hari dibantu oleh keluarga. Keluarga pasien mengatakan bahwa
pasien dimandikan setip hari, sehingga kulit menjadi bersih. Berdasarkan literatur sebelumnya
dan pedoman referensi yang diterbitkan oleh NPUAP, menjaga kebersihan kulit dengan
menggunakan air hangat dan bahan pembersih ringan merupakan proses perawatan kulit yang
penting yang membantu meminimalkan iritasi dan kekeringan pada kulit sehingga dapat
mencegah luka tekan lebih lanjut dan meningkatkan penyembuhan luka (Cereda, 2009).
Berdasarkan pengkajian status gizi, pasien memiliki LLA 19 cm (gizi kurang), tinggi badan
172 cm, sehingga didapatkan berat badan ideal pasien 64,8 kg. Pada pasien yang mengalami
malnutrisi, intervensi harus mendorong asupan makanan yang cukup. Nutrisi pasien pada studi
kasus ini diberikan melalui NGT. Jika asupan makanan oral tidak memadai, pemberian makanan
(Stechmiller, 2010).
Hasil studi kasus ini menunjukkan bahwa terapi nutrisi yang diberikan pada pasien sudah
sesuai dengan rekomendasi dari ahli gizi, yaitu sebanyak 1800 kalori per hari dan protein
sebanyak 84,24 gram per hari. Nutrisi pasien yang diberikan adalah sonde lengkap (tempe,
wortel, ikan, tepung beras, susu skim, gula pasir, minyak, telur ayam, susu full cream, air). Intake
cairan pasien per hari sebanyak 1.400 cc sampai 1.900 cc. Hasil studi kasus ini sesuai dengan
rekomendasi NPUAP dan EPUAP (2009) yang menjelaskan bahwa pasien dengan luka decubitus
diberikan asupan kalori sebanyak 30 hingga 35 kalori per kg per hari dan asupan protein
sebanyak 1,25 hingga 1,5 g per kg per hari. Beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa
makronutrien (karbohidrat, protein, lipid), mikronutrien (vitamin dan mineral), dan hidrasi
optimal memiliki peran penting dalam proses penyembuhan luka. Selain itu, pasien dengan
asupan protein yang lebih tinggi mengalami penyembuhan luka dekubitus lebih cepat daripada
Kesimpulan
Laporan studi kasus asuhan keperawatan pasien Intracerebral Hemorrhage dengan ulkus
dekubitus ini dapat diatasi dengan mengangkat diagnosa keperawatan kerusakan integritas
jaringan berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis, dan defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
Laporan studi kasus ini dapat membantu perawat, perawat pendidik, dan mahasiswa keperawatan
untuk memahami asuhan keperawatan pasien Intracerebral Hemorrhage dengan luka dekubitus.