Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH TUGAS MANDIRI

ELEKTIF : WOUND CARE

DISUSUN OLEH :

ANDITA PUTRI WINDA UTAMA


(141.0013/S1-4A)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Tugas Mnadiri
Elektif : Wound Care” dengan tepat waktu.

Makalah “Tugas Mnadiri Elektif : Wound Care” disusun untuk melengkapi


tugas Elektif : Wound Care. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu karena Beliau banyak membantu
dalam proses penulisan, penyusunan dan diskusi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian.

Surabaya, 28 April 2018

Penulis
PERAWATAN LUKA DIABETES PADA DAERAH SUB SCAPULARIS
DI UNIT PERAWATAN HOME CARE
Sukmawati, S.Kep, CWCCA1., Baharia Laitung, S.Kep., CWCCA1., Saldy
Yusuf, PhD.,ETN

Penelitian pada jurnal ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di Griya
Afiat Makassar, Indonesia. Data dasar meliputi; data demografi, riwayat DM dan
riwayat luka menggunakan minimum data sheet (MDS) yang merupakan standar
format pengkajian luka di Griya Afiat Makassar. Luka diukur menggunakan mistar
kertas, foto menggunakan kamera digital (Sony DSCW130), proses penyembuhan
menggunakan Barbara Bates Jensen (BBJ) score.
Perawatan luka meliputi pencucian dengan NaCl 0.9%, debridement
jaringan nekrotik dan aplikasi balutan untuk mempertahankan kelembaban luka
berdasarkan masalah luka. Pasien, wanita 44 tahun, pendidikan terakhir SMU,
wiraswasta dan tinggal di daerah pinggiran. DM pertama kali diketahui tahun 2013
karena adanya luka kaki diabetes (LKD). Informasi dari pasien, status glycemic
pada kisaran 300-450mg/dL. Meskipun demikian pasien tidak menggunakan terapi,
baik oral maupun insulin. Kejadian luka saat ini, dimulai sejak satu minggu, diawali
dengan adanya rasa gatal, edema dan kemerahan disertai demam hingga 3 hari.
Hasil dari kunjungan pertama, penelitian ini mengidentifikasi luka pada
region sub scapularis sinistra. Ukuran luka 8 x 9 cm disertai dengan edema dan
erythema disekitar luka. Kedalaman luka melibatkan dermis, namun undermining
dan jaringan nekrotik belum tampak dalam satu minggu pertama. Tipe eksudat
purulen dengan jumlah sedikit disertai adanya non pitting edema < 2 cm. Jaringan
granulasi dan epitel belum nampak, sehingga total skor BBJ 27 (Gambar 1).
Tujuan perawatan penelitian ini ditujukan pada masalah luka setiap kali
kunjungan, dengan tetap menggunakan konsep TIME. Konsep TIME merupakan
kerangka kerja dalam perawatan luka meliput: tissue management, infection/
inflammation control, moisture balance dan ephtielial advancement . Selama fase
inflamasi, hydrocolloid digunakan sebagai balutan primer, dan absorbent pad
sebagai balutan sekunder. Seiring dengan peningkatan produksi eksudat yang
disertai adanya tanda-tanda infeksi lokal, pneliti menggunakan madu
dikombinasikan dengan absorbent pad. Metode ini dipertahankan hingga fase
granulasi berakhir. Adapun selama fase epitelisasi, digunakan transparant film
untuk melindungi epitel dari gesekan (friction) dan trauma eksternal. Adhesive
tape digunakan sebagai balutan tersier selama perawatan (Gambar 2).

Selama perawatan, pasien tidak mengalami nyeri sebelum, selama atau


setelah pergantian balutan, dan diantara pergantian balutan. Keluhan utama dari
pasien adalah banyaknya eksudat disertai bau (odour) yang tidak nyaman dan
mengganggu aktifitas harian pasien termasuk gangguan interaksi sosial. Kadang
kala pasien menggunakan tissue untuk menutupi rembesan eksudat.
Secara umum, proses perawatan berlangsung selama 95 hari, dengan
frekuensi pergantian 15 kali, dan rata-rata interval pergantian balutan 6.3 hari.
Proses penyembuhan luka dimulai dari skor BBJ 27 dan menurun hingga skor BBJ
13, dengan demikian rata-rata penurunan skor BBJ 0.14/hari.
Tidak begitu banyak laporan kasus terkait luka diabetes selain kaki.
Laporan kasus ini memberikan gambaran perawatan luka diabetes pada region
sub scapularis. Beberapa penelitian sebelumnya juga telah mengkonfirmasikan
kejadian luka diabetes di tangan dan di bahu. Sebagai tambahan, kami juga
mencatat adanya luka diabetes pada daerah betis, paha dan kepala.
Menariknya, luka ini merupakan luka kedua setelah setahun sebelumnya
pasien menderita LKD. Kasus ini mengingatkan pentingnya edukasi pada pasien
DM untuk mencegah terjadinya luka baru. Perawatan sebelumnya dilakukan di
Puskesmas dengan menggunakan kasa dan alkohol sekitar dua minggu. Evidence
based penggunaan alcohol hingga saat ini belum dilaporkan, oleh karena itu
penggunaan alkohol dalam perawatan luka tidak direkomendasikan. Perawatan
kemudian dilanjutkan di Griya Afiat. Kadar gula darah menurut pasien pada
rentang 300-450 mg/dl. Rentang kadar gula darah relatif tidak terkontrol yang bisa
menjadi salah satu faktor penghambat proses penyembuhan luka. Pada penelitian
sebelumnya mengkonfirmasikan bahwa kadar gula darah menentukan rasio
pengecilan luka .
Selama periode perawatan, peneiti menggunakan madu secara topikal
yang diolesi (impregranated) dengan kasa sebagai balutan primer. Penelitian
sebelumnya membuktikan bahwa madu Indonesia dapat mengontrol infeksi
dan menstimulasi pertumbuhan jaringan granulasi. Keuntungan lainnya, madu
tersedia luas baik di kota maupun pedesaan sehingga bisa menjadi pilihan
alternatif dalam perawatan luka di Indonesia.
Biaya perawatan luka diabetes cukup tinggi dan membutuhkan waktu yang
lama. Jadi kesimpulan pada penelitian ini adalah luka diabetes dapat terjadi dan
berulang pada regio tubuh mana saja termasuk regio sub scapular. Penelitian ini
mengkonfirmasikan bahwa proses penyembuhan luka diabetes berlangsung tiga
bulan hingga epitelisasi dengan rata-rata biaya yang cukup mahal.
Jumlah Bakteri pada Luka Diabetik Kronik yang Dicuci Menggunakan
Ekstrak Air Daun Jambu Biji (Psidium Guava)
Fahni Haris
Pencucian luka untuk mengurangi jumlah mikroorganisme selain
menggunakan NaCl 0,9% dapat dilakukan dengan menggunakan ekstrak daun
jambu biji. Ekstrak air daun jambu biji mempunyai kemampuan merusak protein
(proteolytic) terhadap polipeptida bakteri jenis MRSA. Hasil skrining fitokimia
ekstrak air daun jambu biji menghasilkan flavanoid, saponin, tannin, karbohidrat,
steroid, protein dan asam amino yang merupakan hasil terlengkap jika
dibandingkan dengan ekstrak yang lain. Penelitian tentang manfaat daun jambu biji
sebagai bahan antibakteri sudah banyak dilakukan baik dari tahap in vitro,
eksperimen hewan, uji toksisitas sampai eksperimen ke manusia. Di Indonesia,
penelitian menggunakan ekstrak air daun jambu biji untuk pencucian luka kronik
dinilai belummenjadi evidence-based.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ekstrak air daun
jambu biji (Psidium guajava Linn.), kassa steril, hypafix, akuades, sabun antiseptik,
kertas saring, tisu, serbet, dressing luka. Alat yang digunakan yaitu set medikasi
steril, swab set, spuit 50cc, jarum spuit 20G, sarung tangan steril, sarung tangan
disposibel, cool box, mikroskop. Daun jambu biji dibeli dari PT Bina Syifa Mandiri,
Yogyakarta. Proses daun jambu biji menjadi simplisia yaitu daun dikeringkan
dalam suhu rumah selama sehari (24 jam) kemudian dirajang halus dengan ukuran
0,5–4 mm. Bahan uji disediakan 20 gr kemudian masing-masing bahan direndam
selama 12 jam (dari jam 20.00 – 08.00) dalam 100 ml aquades untuk mendapatkan
ekstrak air daun jambu biji. Ekstrak siap dijadikan bahan untuk digunakan
cleansing pada luka kronik.
Perawatan luka difokuskan pada cleansing, tetapi semua langkah tetap
dilakukan. Langkah-langkah untuk perawatan luka dapat dijelaskan sebagai
berikut: Pembersihan luka (cleansing) yaitu membersihkan luka dengan
menggunakan cairan antiseptik (sabun luka) kemudian disemprotkan dengan
ekstrak air daun jambu biji 10% dan 20% menggunakan spuit 50cc dan jarum 20G.
Pencucian luka dilakukan tiga siklus untuk setiap pasien. Pengangkatan luka
(debridement) yaitu melakukan pengangkatan jaringan yang sudah mati dengan
menggunakan set medikasi steril (gunting jaringan, pinset anatomis, pinset
sirurgis). Penutupan (dressing) yaitu melakukan pembungkusan luka dengan
menggunakan balutan yang disesuaikan dengan order masing-masing dokter yang
menangani pasien. Swabbing menggunakan kapas lidi steril dengan penguapan
kering diatas suhu 1000C selama 30 menit di klinik Kitamura yang dibasahi NaCl
dan diusapkan ke bagian luka, usapan dilakukan secara zig-zag sampai mengenai
semua area luka. Kapas lidi segera dimasukkan ke dalam NaCl 0,9% sebanyak 4cc
pada tabung reaksi tertutup agar tidak kering, diberi label dan segera dikirimkan ke
laboratorium dengan menggunakan cool box untuk proses penghitungan. Cool box
bisa digunakan jika sampel hasil swabbing tidak bisa dikirimkan segera, maksimal
24 jam. Setiap kelompok (Jambu 10g/100ml dan 20g/100ml) dilakukan satu siklus
swabbing baik sebelum maupun sesudah cleansing.
Kelompok Jambu 10% Sebelum dan Sesudah Pencucian Luka
Secara statistik, kelompok jambu 10% terdapat pengaruh pencucian luka
secara signifikan dengan nilai p untuk hari pertama, hari ke-3, hari ke-5 dan hari
ke-7 berturut-turut adalah p=0,008 (p<0,05). Mekanisme lisisnya bakteri diketahui
karena tannin yang banyak terdapat di daun jambu biji dapat melisiskan protein dari
membran sel bakteri.
Kelompok Jambu 20% Sebelum dan Sesudah Pencucian Luka
Secara statistik, kelompok jambu 20% terdapat pengaruh pencucian luka
secara signifikan dengan nilai p untuk hari pertama, hari ke-3, hari ke-5 dan hari
ke-7 berturut-turut adalah p=0,003 (p<0,05). Kelompok jambu 20% terbukti dapat
menurunkan jumlah bakteri, walaupun dihari ke-tiga sebelum dilakukan pencucian
luka terjadi kenaikan jumlah koloni bakteri yang disebabkan hampir sama dengan
kelompok jambu 10% baik faktor internal maupun faktor eksternal yang terdapat
pada responden. Semakin tinggi kadar flavanoid yang terkandung dalam ekstrak
jambu 20%, mengakibatkan proses antibakteri ataupun antioksidan menjadi
semakin tinggi.
Perbedaan Jumlah Koloni Bakteri Setelah Dilakukan Pencucian Luka antar
Kelompok (Jambu 10% dan Jambu 20%)
Berdasarkan hasil penelitian dengan uji Kruskal- Wallis, delta selisih
bakteri perawatan luka hari pertama pencucian luka dan sesudah pencucian luka
pada hari ke-7 antar kelompok (kelompok Jambu 10% dan Jambu 20%) didapatkan
nilai p=0,368 (p>0,05) yang artinya setelah dilakukan pencucian luka, tidak
terdapat perbedaan koloni bakteri untuk kelompok Jambu 10% dan 20%. Bahan-
bahan yang terkandung di dalam ekstrak daun jambu biji diantaranya yaitu minyak
esensial, minyak atsiri, resin dan tannin yang dapat melisiskan bakteri sehingga
dapat digunakan sebagai bahan pencucian luka. Sesuai dengan hasil statistik bahwa
jambu 20% dikatakan lebih efektif dengan p=0,003 (p<0,05) bila dibandingkan
dengan jambu 10% dengan p=0,008 (p<0,05). Pendapat tersebut diperkuat oleh
hasil penelitian Bagchi, yang menyatakan bahwa flavonoid yang tekandung dalam
ekstrak air daun jambu biji memiliki aktivitas penghambatan terhadap organsime
yang merugikan karena kemampuan antioksidan yang lebih kuat dibandingkan
dengan vitamin C dan E tergantung konsentrasi uji. Semakin tinggi konsentrasi
ekstrak air daun jambu biji, maka flavonoid akan semakin tinggi kemampuan
antioksidan terhadap koloni bakteri yang terdapat pada luka. Berdasarkan hasil dan
bahasan ekstrak air daun jambu biji 20% lebih efektif dalam mengilangkan koloni
bakteri daripada ekstrak air daun jambu biji
10%. Praktisi luka, khususnya perawat disarankan mengaplikasikan metode
pencucian luka (cleansing) dengan menggunakan ekstrak air daun jambu biji 20%.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.co.id/url?url=http://jurnalluka.etncentre.co.id/index.php/jli/art
icle/download/32/26&rct=j&sa=U&ved=2ahUKEwiT-
uzuut3aAhWIp48KHYc_AccQFjAAegQIABAB&q=perawatan+luka+diabetes+p
ada+daerah+scapular&usg=AOvVaw3jK-DeZTWBE3qZULdymV3i
ejournal.almaata.ac.id/index.php/JNKI/article/view/457

Anda mungkin juga menyukai