ESSAY REFLEKSI
DI RUANG IGD RSUD SANJIWANI GIANYAR
Tanggal 29-04-2021
Introduction
Essay pada kasus ini menggunakan Gibss Reflection Cycle (1988). Melalui refleksi ini
dapat sebagai bahan untuk pengembangan diri dan pengetahuan saya kedepannya.
Description
Rotasi pertama saya di stase Keterampilan Dasar Praktik Kebidanan adalah
mengenai perawatan luka Post SC di ruang IGD RSUD Sanjiwani Kabupaten Gianyar.
Dimana RSUD Sanjiwani merupakan Rumah Sakit rujukan Bali Timur yang dapat
menjaring pasien sebelum ke RSUP Sanglah, dimana terdiri dari kasus-kasus sulit dan
penyakit yang membutuhkan pemeriksaan penunjang dirujuk kesini. Penatalaksaan
dalam suatu penyakit disini dilakukan secara komprehensif disertai skrining
kemungkinan lainnya. Sectio caesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan
melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu
(laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Tindakan
sectio caesarea merupakan pilihan utama bagi tenaga medis untuk menyelamatkan ibu
dan janin. Dengan operasi caesar akan memiliki luka jahitan operasi caesar. Luka ini
kerap menimbulkan rasa tidak nyaman dan membutuhkan waktu pemulihan yang tidak
sebentar. Namun, dengan perawatan yang tepat, luka jahitan operasi caesar dapat pulih
dengan cepat.
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai
kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi berkesinambungan. Sifat penyembuhan pada
semua luka sama, dengan variasinya bergantung pada lokasi, keparahan, dan luasnya
cedera. Ada banyak faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka yaitu : usia,
infeksi, hipovolemia, hematoma, benda asing, iskemia, diabetes, dan pengobatan.
Dalam kasus ini, ibu KJ post SC hari ke 10 datang ke IGD dengan keluhan
nyeri pada lukanya. Sebelum dilakukan perawatan luka, dilakukan pengkajian melalui
anamnesa lebih lanjut, dimana ibu riwayat SC 10 hari yang lalu karena posisi bayi yang
sungsang. Ibu sudah rutin melakukan perawatan luka setiap harinya dirumah secara
mandiri yang sudah diajarkan oleh petugas saat pulang dari RS, namun karena dirumah
hanya dengan suami yang bekerja, ibu bertanggung jawab terhadap bayinya sampai
memandikannya yang menyebabkan kasa perban pada luka kadang basah atau lembab.
Atas saran kerabat dan teman – teman, luka post SC agar cepat kering lebih baik
dioleskan dengan betadine yang dibelinya di apotek. Ibu masih juga merasakan sakit
pada lukanya sehingga mengganggu aktivitas, karena itu ibu datang ke IGD untuk
periksa.
Hal yang menarik perhatian saya disini adalah bagaimana dengan proses
penyembuhan luka dan pemakaian bahan pengobatan. Dimana ibu KJ saat dilakukan
perawatan luka, lukanya masih berwarna merah padahal sudah hari ke 10. Dan dalam
perawatannya di Ruang IGD hanya cukup menggunakan larurtan NaCl 0,9 % untuk
membersihkan luka kemudian ditutup menggunakan kasa bersih. Sependek
pengetahuan saya, proses penyembuhan luka SC berlangsung 10-14 hari. Dan
menggunakan betadine/iodine yang dioleskan pada luka untuk mencegah infeksi.
Hal inilah yang membuat saya bertanya, apa yang mendasari perbedaan dalam
lama proses penyembuhan luka serta bahan yang digunakan untuk merawat luka post
SC pada ibu KJ.
Evaluation
Sectio Caesarea kini telah menjadi jenis persalinan yang diminati masyarakat
karena berbagai alasan baik dorongan medis maupun keinginan klien dan keluarga.
Persalinan melalui operasi sectio caesarea memiliki resiko yang membahayakan nyawa
ibu dan janin dibandingkan persalinan normal. Resiko ini tidak hanya dapat dialami ibu
pada saat operasi, tapi pada masa nifas ibu masih tetap dihantui oleh resiko ini. Resiko
tersebut yaitu resiko infeksi yang dapat terjadi jika manajemen perawatan luka yang
dilakukan tidak sesuai Standar Operasional Prosedural (SOP) dan perawatan luka tidak
secara aseptic (Rahman, M., 2018)
Ada banyak faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka yaitu : usia,
infeksi, hipovolemia, hematoma, benda asing, iskemia, diabetes, dan pengobatan.
Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan
“yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama : bengkak (swealling), kemerahan
(redness), panas (heat), nyeri (pain), dan kerusakan fungsi (impaired function) (Sri
Lestari, 2015).
Proses penyembuhan mencakup beberapa fase yaitu:
1. Fase Maturasi
Menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang
kuat dan bermutu.
2. Fase Destruktif
Fase destruktif merupakan fase pembersihan jaringan yang mati dan yang
mengalami devitalisasi oleh leukosit polimorfonuklear dan makrofag. Pembersihan
terhadap jaringan mati yang mengalami devitalisasi dan bakteri oleh polimorf dan
makrofag.
3. Fase Proliferatif
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan
menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel.
4. Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan
yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan
perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk
mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan.
Analysis
Secara umum luka merupakan masalah yang tidak dapat dihindari dalam
kehidupan manusia, baik itu disengaja seperti karena luka operasi yang direncanakan
atau yang tidak disengaja yang disebabkan oleh karena kecelakaan ataupun oleh karena
suatu penyakit.
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai
kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi berkesinambungan. Penggabungan respon
vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai substansi mediator
didaerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan
luka. Penyembuhan luka melibatkan integrasi proses fisiologis. Sifat penyembuhan
pada semua luka sama, dengan variasinya bergantung pada lokasi, keparahan, dan
luasnya cedera. Kemampuan sel dan jaringan melakukan regenerasi atau kembali ke
struktur normal melalui pertumbuhan sel juga mempengaruhi penyembuhan luka. Sel
hati, tubulus ginjal dan neuron pada sistem saraf pusat mengalami regenerasi yang
lambat atau tidak beregenerasi sama sekali (Meo, M, 2015)
Dalam penelitian oleh (Sri Lestari, 2015) dijelaskan bahwa sodium klorida
tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah sodium klorida 0,9 %.
Ini adalah konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk antiseptik ini sodium
klorida disebut juga normal saline. Merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak
iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar
luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga
antiseptik lebih murah. Sedangkan iodine adalah elemen non metalik yang tersedia
dalam bentuk garam yang dikombinasi dengan bahan lain. Walaupun iodine bahan non
metalik iodine berwarna hitam kebiru-biruan dan tampak kilau metalik dan mempunyai
bau yang khas iodine hanya larut sedikit di dalam air, tetapi dapat larut secara
keseluruhan di dalam alkohol sehingga akan tampak lebih encer ketika dimasukkan ke
dalam alkohol. Iodine aktif melawan spora yang tergantung dari konsentrasi dan waktu
pemberian. Larutan ini akan melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit
atau selaput lendir sehingga cocok untuk perawatan luka kotor dan terinfeksi bakteri
gram positif dan negatif, spora, jamur, dan protozoa. Betadin atau iodine digunakan
untuk desinfektan sebelum dan setelah operasi dengan tujuan untuk mencegah
timbulnya infeksi pada luka. Povidine iodine dapat membunuh semua patogen yang
penting, bahkan dapat membunuh spora dimana spora merupakan salah satu bentuk
dari mikroorganisme yang paling sulit dibunuh. Povidine oidine dapat menyebabkan
sedikit iritasi kulit dan menimbulkan reaksi alergi, serta sering menyebabkan dermatitis
kontak iritan.
Dalam kasus ini, proses penyembuhan luka post SC ibu KJ pada hari kesepuluh
mengalami perlambatan atau pemanjangan. Kemungkinan terjadi pada tahap inflamasi
akibat perban yang berkerut sehingga air merembes masuk yang membuat luka menjadi
basah, selain itu perawatan luka dengan bahan perawatan yang belum tepat bisa
menjadi faktor penyebab, sehingga nyeri yang sebelumnya turun menjadi nyeri ringan,
kembali mengalami peningkatan menjadi nyeri sedang. Sehingga dapat diartikan pada
kasus ini bahwa apabila kondisi luka dalam keadaan baik dan mulai berangsur sembuh
maka nyeri yang dirasakan pun akan berangsur hilang.