Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS BIOENTREPRENEURSHIP USAHA BUDIDAYA JAMUR

MENGGUNAKAN GROWING LIGHTS

Abstrak

Indonesia merupakan negara agraris yang dikaruniai kondisi alam yang sangat
produktif, sebagaimana terlihat dari sebagian besar pekerjaan penduduk
Indonesia. Dengan kondisi alam tersebut, sangat baik untuk dijadikan lahan bagi
berbagai jenis tanaman bernilai tinggi, baik tanaman perkebunan maupun tanaman
pangan, yang kesemuanya jika dikelola dengan baik niscaya akan memberikan
manfaat yang besar bagi kesejahteraan rakyat. Kondisi alam yang subur memiliki
pengaruh yang sangat besar. atas hasil kekayaan alam yang begitu besar, baik
fauna maupun floranya. Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan
pemanfaatannya, khususnya di bidang pertanian. Budidaya jamur adalah salah
satu perusahaan pertanian kontemporer dengan banyak janji. Dibandingkan
dengan komoditas lain, memilih jamur tiram sebagai komoditas untuk mendirikan
perusahaan industri kecil cukup sederhana dan cepat. Apalagi, pasar jamur tiram
terus meningkat dari tahun ke tahun. Karena perawatannya yang mudah dan dijual
dengan harga yang mahal, jamur tiram merupakan salah satu komoditas yang
berpotensi untuk dikembangkan. Karena kemudahan tumbuh jamur dan
rendahnya biaya produksi terkait dengan pemanfaatan limbah pertanian seperti
jerami padi, serbuk gergaji, kompos, dan bahan sejenis lainnya. Untuk
membangun usaha budidaya jamur tiram secara masyarakat, perlu disusun strategi
baru bagi pembudidaya jamur tiram, antara lain peningkatan modal usaha sebagai
langkah awal peningkatan teknologi usaha budidaya jamur tiram yang akan
dibentuk. Hal ini disebabkan oleh kondisi alam di bidang pertanian, khususnya
produksi jamur, cukup menguntungkan. Oleh karena itu, pengembangan budidaya
jamur tiram dapat dimulai dengan analisis teknik pengembangan budidaya jamur
tiram sebagai langkah awal. Kekuatan usaha perusahaan adalah hasil produksi
yang tinggi, produksi yang berkelanjutan, dan produksi jamur tiram yang
berkualitas, yang kesemuanya dapat dicapai dengan keterampilan budidaya yang
baik dan kondisi alam yang mendorong pertumbuhan jamur tiram. Sedangkan
kekurangan industri hortikultura antara lain kurangnya modal usaha dan skala
operasi yang sederhana. Penerapan pembelajaran Bioentrepreneurship
Menggunakan kemampuan biomedis yang terus tumbuh pasar adalah konteks
pelatihan biologi kewirausahaan biologi, dan siswa berarti bahwa siswa dapat
dikaitkan dengan zat biologis seperti subfon dan penggunaan kehidupan. Kegiatan
ini menambah pengalaman dalam budidaya tiram jamur dan budidaya tiram untuk
memberikan alternatif peluang usaha bagi para pelaku usaha. Penelitian ini
mencoba untuk menentukan panjang pencahayaan dari kombinasi pencahayaan
LED. Kegiatan ini memberikan pengalaman yang cukup berarti dalam budidaya
jamur tiram (pleuretus.sp) masyarakat sekitar. Dalam waktu 37 hari dari inkubasi
jamur tiram basah, itu jauh lebih banyak dikumpulkan untuk tiga bulan ke depan.
Penghasilan yang diperoleh dalam 4 bulan adalah sekitar Rp 790.000 Kegiatan ini
bisa menjadi alternatif peluang bisnis.
Kata Kunci: Bioentrepreneurship, Budidaya Jamur, Growing Lights
Abstract
Indonesia is an agrarian country blessed with extremely productive natural
conditions, as seen by the majority of the Indonesian population's occupations.
With these natural conditions, it is very good to be used as land for various types
of high-value plants, both plantation crops and food crops, all of which, if
managed properly, will undoubtedly provide great benefits for the welfare of the
people. Fertile natural conditions have a huge impact. on the results of such great
natural wealth, both fauna and flora. Indonesia has a diverse range of flora and
their use, particularly in agriculture. Mushroom growing is one of the
contemporary agricultural companies with a lot of promise. In comparison to
other commodities, selecting oyster mushrooms as a commodity for creating small
industrial firms is rather simple and quick. Furthermore, the market for oyster
mushrooms is growing year after year. Because it is easy to care for and sells for
a high price, the oyster mushroom is one commodity that has the potential to be
developed. Due to the ease of mushroom growing and low production costs
connected with the utilization of agricultural waste such as rice straw, sawdust,
compost, and other similar materials. To establish a community-wide oyster
mushroom cultivation business, a new strategy for oyster mushroom growers must
be devised, which includes raising business capital as the first step in enhancing
the technology of the oyster mushroom cultivation business that will be formed.
This is due to the fact that natural circumstances in agriculture, particularly
mushroom production, are quite favorable. As a result, the development of oyster
mushroom cultivation can begin with an analysis of techniques for developing
oyster mushroom cultivation as a first step. The company's business strengths are
high production yields, continuous production, and high quality oyster mushroom
production, all of which may be attained with good cultivation skills and natural
conditions that encourage oyster mushroom growth. While the horticulture
industry's shortcomings include a lack of business capital and a modest scale of
operation.Using Bioentrepreneurship capabilities that continue to grow the
market is the context training of biological entrepreneurship biology, and
students mean that students may be associated with biological substances such as
subphones and the use of life. This activity gains experience in the oysters of
mushrooms and fostering oysters to provide an alternative business opportunity
for businesses. This study tries to determine the length of the lighting from a
combination of LED lighting. This activity provides a substantial experience in
the cultivation of oyster mushrooms (pleuretus.sp) of the surrounding community.
Within 37 days from the incubation work of Wet White Oyster Mushrooms, it was
much more collected for the next three months. The income earned in 4 months is
about Rp.790,000 This activity can be an alternative business opportunity.
Keyword: Bioentrepreneurship, Mushroom Cultivation, Growing Lights
1. Pndahuluan
1.1 Latar Belakang
Istilah jamur sudah sering dibicarakan orang karena jamur banyak
dijumpai di lingkungan sekitar, seperti jamur kuping, tiram, jamur tempe, dan
jenis lainnya, karena banyaknya jamur di lingkungan. Ada jamur yang tidak bisa
dimakan, seperti jamur atau jamur, dan sering menyebabkan infeksi pada ternak,
kotoran, dan tempat pembuangan jamur. Jamur yang bermanfaat bagi masyarakat
sering dibudidayakan oleh masyarakat dan dimanfaatkan baik sebagai bahan
pangan maupun obat. Jamur tiram (pleurotus. Sp) merupakan salah satu jenis
jamur pangan yang terkenal sangat enak dan bergizi tinggi, antara lain protein
enak, asam lemak tak jenuh, vitamin, dan mineral. Jamur tiram mendapatkan
namanya dari bentuk tutupnya, yang menyerupai cangkang tiram. Jamur tiram
biasa disebut seperti di Amerika Serikat dan Eropa. Di Amerika dan Eropa jamur
tiram sering disebut Oyester mushroom.
Untuk memenuhi kebutuhan intensitas cahaya dapat dilakukan dengan
menggunakan intensitas cahaya yang disediakan dari lampu LED. Keuntungan
mengadopsi lampu LED antara lain memiliki spektrum cahaya yang sempit,
mengkonsumsi lebih sedikit listrik dibandingkan lampu neon dan lampu pijar, dan
menghasilkan lebih sedikit panas dibandingkan jenis lampu lainnya (Restiani et
al, 2015). Tumbuhan tidak dapat menyerap semua warna cahaya. Tanaman
menyerap cahaya merah dan biru, dan cahaya merah dan biru bermanfaat bagi
pertumbuhan tanaman karena klorofil menyerap cahaya merah dan biru,
memungkinkan fotosintesis berfungsi dengan baik. Tanaman selada dapat tumbuh
optimal dengan intensitas cahaya dan kualitas cahaya yang cukup. harus
memenuhi persyaratan. Untuk memcukupi kebutuhan intensitas dan kualitas
warna cahaya yang dibutuhkan oleh tanaman dapat digunakan lampu LED.
Daya dukung lingkungan tumbuh yang memadai misalnya untuk jamur
tiram suhu lokasi 30-32oC, suhu ruangan ideal 22-28oC dan kelembaban ruangan,
pH media yang umumnya bersifat asam, air isi media sekitar 60%. M. Sumedi
Purbo (2012) Dusun Pandan Wukirsari, Cangkringan memiliki ketinggian yang
cukup untuk budidaya jamur. Banyak masyarakat yang membudidayakan jamur
atau cendawan di kawasan tersebut sebelum erupsi Gunung Merapai, namun kini
sudah rusak akibat erupsi Merapi. Tersedianya lahan dengan iklim yang
mendukung, serta sumber daya yang cukup, disertai dengan kesungguhan dan
motivasi masyarakat, jamur tiram kemungkinan bisa memberikan nilai positif
terhadap ekonomi masyarakat.
Anwar dkk. (2010) mendefinisikan bioentrepreneurship sebagai “segala
sesuatu yang berkaitan dengan sikap, kegiatan, dan prosedur yang dilakukan oleh
wirausahawan dalam merintis, menjalankan, dan mengembangkan”. Oleh karena
itu, bioentrepreneurship dapat diartikan sebagai pemanfaatan makhluk hidup yang
dapat diolah menjadi produk usaha, dan bisa dipasarkan agar dapat menghasilkan
ekonomi yang produktif.
Terkait dengan pembelajaran biologi kontekstual, siswa dituntut memiliki
kemampuan yang memadai dalam pembelajaran dan melakukan proses penilaian
secara menyeluruh yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Selain
itu, siswa harus jeli, kreatif dan inovatif dalam menyiapkan bahan ajar dan
perangkat pendukung pembelajaran. Pembelajaran biologi dengan metode
bioentrepreneurship dapat dimanfaatkan sebagai alternatif strategi pembelajaran
biologi yang kontekstual dan inventif yang dapat mendorong minat
kewirausahaan mahasiswa dan inovasi kecakapan hidup. Hal ini dimaksudkan
agar ketika pembelajaran diterapkan pada bioentrepreneurship, lulusan akan
mampu membangun kewirausahaan di bidang biologi. Penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Analisis Bioentrepreneurship Usaha Budidaya
Jamur Menggunakan Growing Lights.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
yang akan dikaji dan diteliti sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana usaha budidaya jamur Menggunakan
Growing Lights?
1.3 Tujuan
Memberikan alternatif usaha untuk pemulihan ekonomi masyarakat
melalui budidaya jamur tiram putih
1.4 Manfaat Penelitian
Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung bagi
masyarakat melalui praktek tentang cara budidaya jamur tiram putih, yang
meliputi pembuatan rumah jamur atau kumbung jamur, pembuatan media tanam
jamur dengan teknik sterilisasinya, dan cara budidaya jamur tiram putih dengan
menggunakan media serbuk gergaji.
2. Materi dan Metode
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Praktek
a. Meliputi pembangunan rumah jamur,
b. pembuatan media jamur, sterilisasi, pengisian benih, dan pembiakan.
2. Diskusi dan Tanya Jawab:
Saat materi diberikan sebagai pengantar, akan dilakukan secara langsung
dan selama pendampingan.
3. Bantuan: Bantuan diberikan secara khusus dalam pembangunan,
pemeliharaan dan pemanenan rumah jamur.
Jenis penelitian ini dipilih agar dapat dibangun suatu hasil analisa yang
dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala atau
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat (Sugiyono, 2005: 56).
Sumber Data Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer dan
sekunder. Data primer didapatkan dari pengusaha/pemilik tentang variable
kreativitas, inovasi dan kewirausahaan melalui penyebaran kuesioner kepada
responden. Dan data sekunder yang dibutuhkan tentang jumlah dan jenis jamur
Dalam hal ini data diperoleh dari kuesioner yang diberikan kepada
responden yang berisi pertanyaan – pertanyaan yang mengarah pada variable
penelitian yang di digunakan dan selanjutnya akan dianalisis untuk dijadikan
pembahasan. Daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden mengenai
variabel penelitian meliputi kewirausahaan. Pengukuran data yang digunakan
adalah skala Likert, yang mengharuskan responden untuk menunjukkan jawaban
setuju atau tidak setuju kepada setiap statemen yang berkaitan dengan obyek yang
dinilai. Uji Instrumen penelitian menggunakan uji validitas dan relaibilitas.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
pertama, observasi, yaitu pengumpulan data dengan melakukan pengamatan
secara langsung aktivitas obyek (responden) yang akan diteliti. kedua, kuesioner
(angket), merupakan bentuk pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau penyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Ketiga, wawancara (interview), merupakan bentuk pengumpulan data
berupa wawancara atau tanya jawab (komunikasi) secara langsung dengan
responden.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 usaha budidaya jamur Menggunakan Growing Lights
Budidaya jamur tiram diawali dengan pembangunan kumbung yang
merupakan wadah media tanam jamur tiram yang dikenal dengan baglog.
Kumbung melindungi baglog dari hujan dan sinar matahari. Karena biaya
membangun kumbung rendah, maka kumbung dapat dibangun dengan dinding
bambu dan atap genteng (Retnaningsih, 2014). Pada umumnya usaha budidaya
jamur merang menggunakan dua jenis kumbung yaitu kumbung untuk inkubasi
dan kumbung untuk panen.
Baglog merupakan media tumbuh jamur tiram yang terbuat dari serbuk
gergaji yang dapat dicampur dengan berbagai bahan seperti gandum, jerami, bulir
padi, atau ampas kopi (Meinada, 2013). Baglog disimpan di kumbung di rak.
Baglog diinkubasi selama 3 sampai 6 minggu dalam kumbung inkubasi hingga
miselium jamur tumbuh di seluruh permukaan baglog (Sariasih, 2013). Baglog
dengan pertumbuhan miselium yang merata dipindahkan ke kumbung produksi,
dimana akan dipanen setelah 15 hari, dan satu baglog dapat dipanen 4-5 kali
sebelum dilakukan pergantian baglog (Meinada, 2013).
Light-emission diode (LED) adalah perangkat listrik yang memancarkan
cahaya dengan melewatkan arus melintasi p-n junctionk. Elektron jatuh dari pita
konduksi ke pita valensi. Semakin besar perbedaan energi antara dua pita,
semakin tinggi energi (panjang gelombang pendek) cahaya yang dapat dihasilkan.
Karena perbedaan energi tergantung pada bahan semikonduktor yang digunakan,
bahan LED dipilih berdasarkan warna cahaya yang diinginkan.
Tiap-tiap jenis tanaman memiliki kebutuhan rasio spektrum merah dan
biru yang berbeda-beda. Selain spektrum warna cahaya, ada berbagai faktor
lainnya yang turut aktif dalam kultur tanaman, diantaranya fotoperioditas, kualitas
dan intensitas cahaya.
Pengamatan larutan nutrisi meliputi memperhatikan kualitas nutrisi
hidroponik, mengukur EC (Electro-Conductivity) larutan, dan memantau pH
(potensi Hidrogen) larutan. EC yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1600
S/cm pada awal tanam, 2000 S/cm pada minggu kedua, 2400 S/cm pada minggu
keempat, dan 2800 S/cm pada akhir panen. Seminggu sekali, pengukuran dengan
pH meter dan stabilisasi pH dilakukan untuk menjaga kadar ideal, yaitu 5,5-6,5.
Jika pH tinggi, asam fosfat (H3PO4) digunakan, dan kalium hidroksida (KOH)
digunakan jika pH rendah. Kualitas nutrisi sangat penting dalam sistem
hidroponik statis atau sistem yang tidak menggunakan nutrisi. Jika kualitas pupuk
kurang bagus atau ada beberapa hara yang mengendap, maka penyerapan hara
oleh tanaman juga ikut terpengaruh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kombinasi 20 jam lampu LED 36 watt dan lampu fluorescent 42 watt lebih
unggul dari hasil perawatan tanaman daun lainnya, namun masih belum optimal.
Saya mampu membangun rumah jamur berukuran 5X10 m. Kerangka
rumah jamur di awal prosedur ditunjukkan di bawah ini. Pemilihan genteng
didasarkan pada faktor suhu ruangan lebih stabil dan jika terkena panas tidak
menyebabkan suhu ruangan menjadi terlalu panas. Atap rumah jamur juga bisa
terbuat dari ilalang yang dilapisi plastik atau atap seng. Fakta penelitian ini yang
didukung penelitian sebelumnya memastikan bahwa konsep pembelajaran
bioteknologi berbasis bioentrepreneurship sangat relevan untuk diterapkan di
perguruan tinggi.
Penduduk setempat menasihati saya selama proses penanaman dan
pemeliharaan, serta setelah panen, untuk memastikan kualitas jamur sesuai
keinginan. Saya jarang mengalami gagal panen di bawah manajemen ini.
Akibatnya jika terjadi gangguan atau serangan hama pada jamur maka akan segera
diatasi. Hasil dari usaha tani jamur tersebut langsung dibeli oleh pihak perusahaan
yang ingin membeli dengan harga yang telah disepakati yaitu sebesar Rp. 10.500
per kg.
Saya mengeluarkan modal sekitar Rp85.000.000 saat bertani jamur tiram.
Modal sebesar itu saya gunakan untuk membeli dan membuat alat-alat budidaya
jamur tiram, seperti kumbung, rak bag log, perlengkapan pembuatan bag log,
kapal pengukus bag log, dan bibit jamur tiram, dan dengan dana Rp 85.000.000,
saya membangun gedung permanen sebagai ruang inkubasi. Untuk mendapatkan
bibit jamur tiram yang layak, saya terus membeli bibit jamur tiram dari daerah
dengan harga Rp 10.000/botol.
Hasil panen yang tercantum di atas adalah rata-rata mingguan, dan panen
diambil dari "mulut"/tutup polibag. Pada minggu keempat, data menunjukkan
penurunan. Artinya jumlah media di "mulut polibag" akan mulai berkurang.
Penting untuk merobek bagian lain dari "tubuh polibag" dengan merobek X, +,
atau V, diikuti dengan penyemprotan di bagian itu untuk menjaga kelembaban,
sehingga tubuh buah dapat tumbuh kembali.
Tubuh buah biasanya akan tumbuh kira-kira 2 minggu setelah tutup
dibuka, atau 30-45 hari setelah biji ditanam. Hasil yang baik jika setiap polibag
menghasilkan 400-500 gram dan panen berlangsung 4 bulan (Akhmad, dkk:
2011). Panen jamur dapat diperpanjang dengan cara menyobek badan samping
polybag dengan bentuk X, V, atau +. Jadi, jika panen berlangsung 4 bulan, total
panen selama 4 bulan adalah sekitar 4X167,4 kilogram = 669,6 kilogram atau 670
kilogram. Jika harga jual jamur per kilogram adalah Rp. 12.000,-, penjualan jamur
basah dihitung (670 X Rp 12.000,- = Rp 8.040.000,-). Biaya pembuatannya
adalah Rp 5.000.000 (biaya pembuatan rumah jamur) + Rp 2.100.000 (1500X Rp
1400,- = Rp 2.100.000,-) + Rp 150.000,- (biaya perolehan bahan media) + Rp
150.000,- (biaya pengadaan bahan media) biaya pembelian peralatan perawatan)
(pembelian alat perawatan). Modal yang dibutuhkan diperkirakan sekitar Rp
7.250.000,-. Dalam empat bulan, operasi ini menghasilkan keuntungan sebesar
Rp. 8.040.000,- - Rp. 7.250.000 = Rp. 790.000,- Jika dihitung rata-rata jumlah
panen per polybag, maka hasilnya adalah 670000 gram/1500 polybag = 446,7
gram, menandakan bahwa budidaya jamur ini berhasil.
Untuk menghindari pemborosan, nilai ekonomi limbah media
pertumbuhan jamur dapat ditingkatkan menjadi kompos, memberikan alternatif
bisnis tambahan untuk produksi jamur tiram. Selanjutnya, kompos dari limbah
media tanam jamur dapat dijual dengan harga sekitar Rp 10.000 setiap 5 kg.
Produksi jamur harus dilengkapi dengan pengolahan limbah agar memiliki nilai
tambah ganda, yaitu meningkatkan nilai ekonomi sekaligus mengatasi masalah
lingkungan.
3 Penutup
3.2 Kesimpulan
Berikut kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil dan pembahasan
seputar analisis metode pertumbuhan usaha budidaya jamur merang dengan
menggunakan grow light:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi lampu LED 36 watt dan
lampu fluorescent 42 watt selama 20 jam memberikan hasil yang lebih
baik dibandingkan perlakuan sebelumnya untuk penanaman dalam
ruangan meskipun masih belum optimal (sinar matahari).
2. Uang yang dibutuhkan kurang lebih Rp 7.250.000,-. Keuntungan dari
kegiatan ini adalah Rp. 8.040.000,- - Rp. 7.250.000 = Rp. 790.000,- dalam
4 bulan.
3.3 Saran
1. Pemerintah harus mampu mengupgrade teknologi yang dibutuhkan oleh
pembudidaya jamur tiram dengan memberikan peralatan produksi yang
berteknologi tinggi. Hal ini akan memungkinkan bisnis budidaya jamur
untuk melanjutkan.
2. Memikirkan kembali fleksibilitas akses pasar bebas, yang mempersulit
produsen lokal bersaing dengan barang impor.
3. Memberikan subsidi kepada pengusaha untuk biaya peralatan teknologi
budidaya yang terlalu mahal untuk usaha kecil dan menengah.
DAFTAR PUSTAKA

Acero, L.H. 2013. Growth Response of Brassica rapa on the Different


Wavelength of Light. International Journal of Chemical Engineering and
Applications. 4(6): 415- 418
Anita L, Sagala B, Risanti M, Kurniati M. 2015. Pembuatan Bibit Jamur Tiram
Putih dengan Melibatkan Remaja di Desa Situ Ilir (Manufacture of Oyster
Mushroom Seeds Involving Teenagers at Situ Ilir Village). Agrokreatif.
1(11):81–87.

Ni’matuzahroh, Fatimah, dan Oktavitri N.I. (2018). Peningkatan produktivitas


kelompok santri melalui budidaya jamur tiram putih di pondok pesantren
darul huda, jabon, sidoarjo. Jurnal Layanan Masyarakat Universitas
Airlangga, 02 (01), 30–35

Soeleman, S dan D. Rahayu. 2013. Halaman Organik: Mengubah Taman Rumah


Menjadi Taman Sayuran Organik Untuk Gaya Hidup Sehat. PT AgroMedia
Pustaka. Jakarta Selatan.

Suryawati E, Putra RA, Taufik H. 2019. Budidaya Jamur Tiram dan Olahannya
untuk Kemandirian Masyarakat Desa Desa Seko Lubuk Tigo secara
administratif berada di Kecamatan Lirik , Kabupaten Metode yang
digunakan dalam kegiatan ini sesuai dengan diskusi tim abdi. J Pengabdi
Kpd Masy. 5(3):358–370.

Sutarman. (2012). Keragaan dan produksi jamur tiram putih (pleurotus ostreatus)
pada media serbuk gergaji dan ampas tebu bersuplemen dedak dan tepung
jagung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 12 (3), 163-168

Sunandar A., Sumarsono R.B., Witjoro A., & Husna A. (2018). Budidaya jamur
tiram: upaya menyerap tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan
pemuda desa. ABDIMAS PEDAGOGI: Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada
Masyarakat,1 (2), 114-121

Tjokrokusumo D, Widyastuti N, Giarni R. 2016. Diversifikasi produk olahan


jamur tiram (Pleurotus ostreatus) sebagai makanan sehat. Di dalam:
Seminar Nasional Masyarakat Biodiversivikasi Indonesia. hlm 2015–2020

Umniyatie S., Astuti, Pramiadi P., & Henuhili V. (2013). Budidaya jamur tiram
(pleuretus.sp) sebagai alternatif usaha bagi masyarakat korban erupsi merapi
di dusun pandan, wukirsari, cangkringan, sleman DIY. Inotek, 17 (2), 162 -
175.

Yelianti U., Subagyo A., Lukman A, Muswita, & Natalia D. (2019). Workshop
peningkatan kualitas pembelajaran biologi melalui pembuatan alat peraga
pembelajaran bagi guru-guru mgmp di tanjung jabung barat

Anda mungkin juga menyukai