Anda di halaman 1dari 18

KARYA ILMIAH

‘BANGUNAN PANTAI’

OLEH

NAMA : INOSENSIA P.Y. SYUKUR

NIM : 1923716054

KELAS/PRODI : V TPIPP C

POLITEKNIK NEGERI KUPANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur dihaturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan Tulisan Karya Ilmiah ini dengan baik. Saya juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah membimbing selama pengerjaan Tulisan Ilmiah
ini.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan ini, dari itu saya
membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca guna penyempurnaan dalam pembuatan Tulisan
Ilmiah berikutnya.

Di akhir kata semogaTulisan Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Sekian dan teima kasih.

Kupang, 22 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

BAB II BANGUNAN PANTAI .......................................................................................... 2

2.1 Dinding Pantai dan Revetment ...............................................................................2-3


2.2 Groin ......................................................................................................................3-5
2.3 Jetty .......................................................................................................................5-6
2.4 Pemecah Gelombang Lepas Pantai .........................................................................6-7
2.5 Penambahan Suplai Pasir di Pantai .........................................................................7-8
2.6 Pemilihan Gelombang Rencana ..............................................................................8
2.7 Kondisi Gelombang ................................................................................................9
2.7.1 Gelombang Tidak Pecah ................................................................................9
2.7.2 Gelombang Pecah ..........................................................................................9
2.7.3 Gelombang Pecah Rencana ...........................................................................9-10
2.8 Gaya Gelombang Pada Dinding Vertikal ...............................................................10
2.8.1 Gaya Gelombang Tidak Pecah ......................................................................10
2.8.2 Gaya Gelombang Pecah .................................................................................10-11
2.8.3 Gaya Gelombang telah Pecah ........................................................................11
2.8.4 Gaya Gelombang pada Dinding Vertikal .......................................................11
2.9 Pemecah Gelombag Sisi Miring..............................................................................11
2.9.1 Stabilitas Batu Lapis Pelindung .................................................................11-12
2.9.2 Dimensi Pemecah Gelombang Sisi Miring ................................................12-13
2.9.3 Runup Gelombang .....................................................................................13

2.10 Stabilitas Fondasi Tumpukkan Batu dan Pelindung Kaki .....................................13

BAB III PENUTUP .............................................................................................................14

3.1 Kesimpulan ...........................................................................................................14


3.2 Saran .....................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu masalah di pantai adalah erosi pantai, dimana esrosi ini akan menyebabkan
merusak kawasan pantai itu sendiri. Cara menanggulangi masalah pada pantai adalah dengan
membangun bangunan-bangunan pantai, mengubah laju transpor sedimen sepanjang pantai, ,
reklamasi dengan menambah suplai sedimeb ke pantai. Namun sebelum itu kita harus
mengetahui penyebab dari masalah tersebut.

Bangunan pantai berfungsi untuk menahan gelombang dan arus agar melindungi
pantai dari kerusakan. Bangunan pantai diklasifikasikan mejadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :

1. Konstruksi yang dibangun dipantai, sejajra dengan garis pantai


Dinding pantai (revetment), dibangun di garis pantai atau daratn . digunakan untuk
melindu gi pantai langsung dari gelombang.
2. Konstruksi yang dibangun kira-kira tegak lurus pantai dan sambung ke pantai
 Groin adalah bangunan yang menjorok dari pantai ke arah laut, yang berfungi
menahan gerak sedimen sepanjang pantai, sehingga transpor sedimen
berkurang bahkan berhenti.
 Jetty adalah bangunan tegak lurus garis pantai, diletakkan dikedua sisi muara
sungai. Bangunan ini berfungsi menahan sedimen yang bergerak sepanjang
pantai masuk dan mengendap di muara sungai.
3. Konstruksi yang dibangun di lepas pantai dan kira-kira sejajar garis pantai.
 pemecah gelombang lepas pantai, digunakan sebagai pelindung pantai
terhadap erosi dengan menghancurkan energi gelombang sebelum mencapai
pantai. Perairan dibelakang banguan menjadi tenang sehingga terjadi endapan
di area tersebut, dimana endapan ini juga dapat membantu mengurangi energi
gelombang yang menuju pantai. Banguna dibangun dalam satu rankaian
banguna pemecah gelombag yang dipisahkan oleh cela dengan jarak tertentu.
 pemecah gelombang sambung pantai, digunkan untuk melindungi daerah
perairann pelabuhan dari gangguan gelombang, sehigga kapal-kapal dapat
rapat ke dermaga untuk melakukan bongkar muat barang dan menaik-turunkan
penumpang.

Menurut bentuknya banguna pantai dibedakn menjadi bangunan sisi miring dan sisi
tegak.

1
BAB II

JENIS – JENIS BANGUNAN PANTAI

2.1 Dinding Penahan atau Revetment

Dinding panta atau Revetment adalah bangunan yang memisahkan daratan dengan
perairan pantai, teruma berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap erosi dan limpasan
gelombang (over toping) ke darat. Daerah yang dilindungi adalah daratan tepat di belakang
bangunan. Permukaan bangunan yang menghadap arah datangnya gelombang dapat berupa
sisi vertikal atau miring. Dinding pantai biasanya berbentuk dinding vertikal dan revetment
mempunyai sisi miring. Bangunan ini ditempatkan sejajar atau hampir sejajar dengan garis
pantai, dan bisa terbuata dari pasanagan batau, beton, tumpukkan pipa (buis) beton, turap,
kayu atau tumpukkan batu.

Dalam perancangan dinding pantai atau revetment perlu dtinjau fingsi dan bentuk
bangunan, lokasi, panjang, tinggi, stabilitas bangunan, dan tanah fondasi, elevasi muka air
baik di deoan maupun di belakang bangunan, ketersediaan bahan bangunan, dan sebagainya.
Fungsi bangunan akan menentukan pilihan bentuk. Permukaan bangun dapat berbentuk sisi
tegak, miring, lengkung atau bertanda. Bangunan sisi tegak juga digunakan sebagai dermaga
atautempat penambatan kapal. Tetapi sisi tegak kurang efektik terhadap serangan gelombang
terutama terhadap limpasan dinangding dengan ebntuk lengkung (konkaf). Pemakaian sisi
tegak dapat mengakibatkan erosi yang cukup besar apabila kaki atau dasar bangunan berada
di air dangkal. Gelombang yang pecah menghantam dinding akan membelokkan energi ke
atas dan ke bawah. Komponen ke bawah menimbulkan arus yang dapat mengerosi material
dasar di depan bangunan. Untuk mencegah erosi tersebut, diperlukan perlindungan di dasar
bangunan yang berupa batu dengan ukuran dan gradasi tertentu. Untuk mencegah keluarnya
butir-butir tanah halus melalui sdela-sela bebatuan yang dapat berakibat terjadinya penurunan
bangunan, pada dasar pondasi diberi lapisan geotekstil. Sisi miring dan kasar dapat
menghancurkan dan menyerap energi gelombang, mengurangi kenaikan gelombang ( wafe
run up), limpasan gelombang dan erosi dasar. Bangunan dengan sisi lengkung konkaf adalah
yang palin efektif untuk mengurangi limpsan gelombang. Apabila puncak bangunan
digunakan utuk jalan atau maksud yang lain, bentuk ini merupakan yang palng baik untuk
perlingdungan puncak bangunan.

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa salah satu fungsi utama dinding pantai adalah
menahan terjadiya limpasan gelombang air yang melimpas di belakang bangunan akan
terinfiltrasi melalui permukaan tanah dan mengalir kembali ke laut. Apabila perbedan elevasi
muka air di belakang dan di depan bangunan cukup besar dapat menimbilkan kecepatan
aliran cukup besar yang dapat menarik butiran tanah di belakang dan pada fondasi bangunan
(tipping). Keadaan ini dapat mengakibatkan rusak atau runtuhnya bangunan. Penanggulangan
dari keadan tersebut dapat dilakukan dengan :

1) membuat elevasi puncak banguna cukup tinggi sehingga tidak terjadi limpasan

2
2) di belakang bangunan dilindungi degan lantai beton atau aspal dan dilengkapi dengan
saluran draenase
3) dengan membuat konstruksi yang dapat menahan terangkutnya butiran tanah atau
pasir, misalnya dengan menggunakan geotekstil yang berfungsi sebagai saringan.

Di dalam perencanaa dinding pantai perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya eorsi di


kaki bangunan kedalaman erosi yang terjadi tergantung pada bentuk sisi bangunan,
kondisi gelombang dan sifat tanah dasar. Untuk melindungi erosi tersebut, maka pada
kaki bangunan ditempatkan batu pelindung. Selain itu pada bangunan sisi tegak harus
dibuat turap yang dipancang di bawah sisi depan bangunan yang berfungis mencegah
gerusan di bawah bangunan. Kedalaman erosi maksimum terhadap tanah dasar asli adalah
sama dengan tnggi gelombang maksimum yang mungkin terjadi di depan bangunan.

2.2 Groin

Groin adalah bangunan pelindung pantai yang dibuat tegak lurus garis pantai, dan
berfungsi untuk menahan transpor sedimen sepanjang pantai, sehingga bisa mengurangi atau
menghentikan erosi yang terjadi. Bangunan ini juga bisa digunkan untuk menahan masuknya
transpor sedimen sepanjang pantai ke pelabuhan atau muara sungai.

Groin hanya bisa menahan transpor sedimen sepanjang pantai. Groin yang
ditempatkan di pantai akan menahan gerakan sedimen tersebut, sehingga sedimen
mengendap ke sisi sebelah hulu. Disebelah hilir groin angkutan sedimen masih tetap terjadi,
sementara suplai dari sebelah hulu terhadang oleh bangunan, akibatnya daerah hilir groin
mengalami kekurangan sedimen sehingga pantai mengalami erosi. Keadaan tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai yang akan terus berlangsung sampai dicapai
keseimbangan baru. Keseimbangan baru tersebut terjadi pada saat sudut yang dibentuk
gelombang pecah terhadap garis pantai baru adalah nol (αb=0), dimana tidak terjadi angkutan
sedimen sepanjang pantai.

Biasanya perlindungpantai dilakukan dengan membuat suatu seri bangunan yang


terdiri dari Groin adalah bangunan pelindung pantai yang biasanya dibuat tegak lurus garis
pantai, dan berfungsi untuk menahan transpor sedimen sepanjang pantai, sehingga bisa
mengurangi/menghentikan erosi yang terjadi. Bangunan ini juga bisa digunakan untuk
menahan masuknya transpor sedimen sepanjang pantai ke pelabuhan atau muara sungai.

Groin hanya bisa menahan transpor sedimen sepanjang pantai. Groin yang
ditempatkan di pantai akan menahan gerak sedimen tersebut, sehingga sedimen mengendap
di sisi sebelah hulu (terhadap arah transpor sedimen sepanjang pantai). Di sebelah hilir groin
angkutan sedimen masih tetap terjadi, sementara suplai dari sebelah hulu terhalang oleh
bangunan, akibatnya daerah di hilir groin mengalami defisit sedimen sehingga pantai
mengalami erosi. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai yang
akan terus berlangsung sampai di capai suatu keseimbangan baru. Keseimbangan baru

3
tersebut tercapai pada saat sudut yang dibentuk oleh gelombang pecah terhadap garis pantai
baru adalah nol (ay=0), di mana tidak terjadi angkutan sedimen sepanjang pantai.

Perlindungan pantai dengan menggunakan satu buah groin tidak efektif. Biasanya
perlindungan pantai dilakukan dengan membuat suatu seri bangunan yang terdiri dari
beberapa groin yang ditempatkan dengan jarak. Dengan menggunakan satu sistem groin perlu
bahan garis pantai yang terjadi tidak terlalu besar.

Mengingat transpor sedimen sepanjang pantai terjadi di surf zone, maka groin akan
efektif menahan sedimen apabila bangunan tersebut menutup seluruh lebar surf zone, dengan
kata lain panjang groin sama dengan lebar surf zone. Tetapi bangunan seperti itu dapat
mengakibatkan suplai sedimen ke daerah hilir terhenti sehingga mengakibatkan erosi yang
besar di daerah tersebut. Garis pantai di sebelah hulu dan hilir bangunan berubah secara
mendadak dengan perubahan yang sangat besar. Oleh karena itu sebaiknya masih
dimungkinkan terjadinya suplai sedimen ke daerah hilir, yaitu dengan membuat groin yang
tidak terlalu panjang dan tinggi. Pada umumnya panjang groin adalah 40 sampai 60 persen
dari lebar rerata surf zone, dan jarak antara groin adalah antara satu dan tiga kali panjang
groin. Lebar surf zone berubah dengan elevasi muka air laut karena pasang surut. Nilai-nilai
tersebut di atas dapat digunakan sebagai pedoman awal dalam perencanaan. Dalam praktek di
lapangan, diperlukan penetapan panjang groin dan jarak antara groin berdasarkan kondisi
lapangan. Untuk dapat memberikan suplai sedimen ke daerah hilir groin da pat juga
dilakukan dengan membuat groin permeabel. Groin permeabel dapat dibuat dengan
memancang tiang pancang yang berjajar dengan jarak tertentu dalam arah tegak lurus pantai.
Biasanya dibuat dua baris tiang, dan masing-masing tiang tersebut disatukan dengan balok
memanjang dan melintang. Groin dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu tipe lurus, tipe
T dan tipe L. Menurut konstruksinya groin dapat berupa tumpukan batu, caison beton, turap,
tiang yang dipancang berjajar, atau tumpukan buis beton yang di dalamnya diisi beton.

Groin dibuat dari susunan pipa beton yang didalamnya diisi batu kosong, dan bagian
atasnya ditutup dengan plat beton. Karena pengaruh gelombang dan pemasangan balu kosong
tidak sempurna, maka telah terjadi penurunan susunan batu kosong yang menyebabkan
rusaknya plat beton penutup dan hubungan antara pipa. Secara teknis bangunan tersebut
dapat berfungsi dengan baik, hanya perlu pemeliharaan dengan menambahkan batu-batu
kosong ke dalam pipa-pipa untuk mendapatkan kesatuan pipa yang baik.

Gelombang dari Samudera Indonesia dengan arah dominan dari barat laut
menyebabkan transpor sedimen sepanjang pantai yang bergerak dari selatan ke utara. Untuk
menanggulangi erosi pantai tersebut telah direncanakan perlin dungan pantai secara terpadu
(JICA, 1988). Untuk mempertahankan agar pasir yang telah diisikan tersebut tidak tererosi
kembali, maka diperlukan bangunan seperti groin. Konsep dasar dari konservasi pantai ini
adalah membagi seluruh pantai yang ditinjau menjadi sejumlah pias dan menstabilkan pantai
dalam pias tersebut. Untuk maksud tersebut digunakan groin yang berfungsi sebagai
pembatas dari masing-masing pias. Supaya pasir tidak keluar dari pias tersebut maka
digunakan groin tipe T. Dengan demikian pasir hanya bergerak di dalam pias. Penggunaan
groin tipe 7 didasarkan pada beberapa alasan berikut ini:

4
1) Untuk mengurang energi gelombang datang oleh bagian groin yang sejajar pantai.
2) Daerah dibelakang bagian groin yang sejajar pantai di harapkan dapat tenang
sehingga dapat mencegah hilangnya pasir ke arah laut.
3) Groin tersebut dapat digunakan untuk inspeksi dan turis.

Untuk merencanakan elevasi puncak yang menurun ke arah laut, groin dibagi menjadi
tiga ruas yaitu ruas horisontal (RH), ruas miring (RM) dan ruas luar (RL). Ruas horisontal
dibuat masuk ke daratas untuk mengangker groin. Tinggi RH tergantung pada tingkat
limpasas (overpassing) pasir yang diijinkan. Tinggi maksimum groin untuk menahan semua
pasir mencapai daerah tersebut adalah tinggi air maksimum dan gelombang maksimum yang
ditimbulkan oleh gelombang besar. Ruas miring terbentang antara ruas horisontal dan ruas
luar. Bagian ini dapat dibuat kira-kira sejajar dengan kemiringan daerah foreshore. Ruas luar
meliputi bagian groin yang menjorok ke arah laut dari ruas miring. Biasanya ruas ini adalah
horisontal dengan elevasi cukup rendah, yaitu pada ML, WL, LL, WL.

2.3 Jetty

Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada kedua sisi muara
sungai yang berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh sedimen pantai. Pada
penggunaan muara sungai sebagai alur pelayaran, pengendapan di muara dapat mengganggu
lalu lintas kapal. Untuk keperluan tersebut jetty harus panjang sampai ujungnya berada di luar
gelombang pecah. Dengan jetty panjang transpor sedimen sepanjang pantai tertahan, dan
pada alur pelayaran kondisi gelombang tidak pecah sehingga memungkinkan kapal masuk ke
muara sungai.

Selain untuk melindungi alur pelayaran, jetty juga dapat digunakan untuk mencegah
pendangkalan di muara dalam kaitannya dengan pengendalian banjir. Sungai-sungai yang
bermuara pada pantai berpasir dengan gelombang cukup besar sering mengalami
penyumbatan muara oleh endapan pasir. Karena pengaruh gelombang dan angin, endapan
pasir terbentuk di muara. Transpor sedimen sepanjang pantai juga sangat berpengaruh
terhadap pembentukan endapan tersebut. Pasir yang melintas di depan muara akan terdorong
oleh gelombang masuk ke muara dan kemudian diendapkan. Endapan yang sangat besar
dapat menyebabkan tersumbatnya muara sungai. Kondisi ini banyak terjadi pada muara-
muara sungai di pantai selatan Jawa Tengah. Penutupan tersebut terjadi pada musim kemarau
di mana debit sungai kecil sehingga tidak mampu mengerosi endapan. Penutupan muara
tersebut dapat menyebabkan terjadinya banjir di daerah sebelah hulu muara. Pada musim
penghujan air banjir dapat mengerosi endapan sehingga sedikit demi sedikit muara sungai
terbuka kembali. Selama proses penutupan dan pembukaan kembali tersebut biasanya disertai
dengan membeloknya muara sungai dalam arah yang sama dengan arah transpor sedimen
sepanjang pantai. Jetty dapat digunakan untuk menanggulangi masalah tersebut. Mengingat
fungsinya hanya untuk penanggulangan banjir, maka dapat digunakan salah satu dari
bangunan berikut, yaitu jetty panjang apabila ujungnya berada di luar gelombang pecah. Tipe
ini efektif untuk menghalangi masuknya sedimen ke muara, tetapi biaya konstruksi sangat
mahal, sehingga kalau fungsinya hanya untuk penanggulangan banjir pemakaian jetty
5
tersebut tidak ekonomis. Kecuali apabila daerah yang harus dilindungi terhadap banjir sangat
penting. Jetty sedang, di mana ujungnya berada antara muka air surut dan lokasi gelombang
pecah, dapat menahan sebagian transpor sedimen sepanjang pantai. Alur di ujung jetty masih
memungkinkan terjadinya endapan pasir. Pada jetty pendek, kaki ujung bangunan berada
pada muka air surut. Fungsi utama bangunan ini adalah menahan berbeloknya muara sungai
dan mengkonsentrasikan aliran pada alur yang telah ditetapkan untuk bisa mengerosi
endapan, sehingga pada awal musim penghujan di mana debit besar (banjir) belum terjadi,
muara sungai telah terbuka. Selain ketiga tipe jetty tersebut, dapat pula dibuat bangunan yang
ditempatkan pada kedua sisi atau hanya satu sisi tebing muara yang tidak menjorok ke laut.
Bangunan ini sama sekali tidak mencegah terjadinya endapan di muara. Fungsi bangunan ini
sama dengan jetty pendek, yaitu mencegah berbeloknya muara sungai dan mengkonsen
trasikan aliran untuk mengerosi endapan. Seperti halnya dengan groin, jetty dapat juga dibuat
dari tumpukan batu, beton, tumpukan buis beton, turap, dan sebagainya.

2.4. Pemecah gelombang lepas pantal

Seperti telah dijelaskan bahwa pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu pemecah gelombang sambung panta dan lepas pantai. Tipe pertama banyak
digunakan pada perlindungan perairan pelabuhan sedang tipe kedua untuk perlindungan
pantai terhadap erosi. Secara umum kondisi perencanaan kedua tipe adalah sama, hanya pada
tipe pertama perlu ditinjau karakteristik gelombang di beberapa lokasi di sepanjang pemecah
gelombang, seperti halnya pada perencenaan groin dan jetty.

Pemecah gelombang lepas pantai adalah bangunan yang dibuat sejajar pantai dan
berada pada jarak tertentu dari garis pantai. Bangunan ini direncanakan untuk melindungi
pantai yang terletak dibelakangnya dari serangan gelombang. Tergantung pada panjang
pantai yang dilindung, pemecah gelombang lepas pantai dapat dibuat dari satu pemecah
gelombang atau suatu seri bangunan yang terdiri dari beberapa ruas pemecah gelombang
yang dipisahkan oleh celah. Perlindungan oleh pemecahan gelombang lepas pantai terjadi
karena berkurangnya energi gelombang yang sampai di perairan di belakang bangunan.
Berkurangnya energi gelombang di daerah terlindung akan mengurangi transpor sedimen di
daerah tersebut. Transpor sedimen sepanjang pantai yang berasal dari daerah di sekitarnya
akan diendapkan dibelakang bangunan pengendapan tersebut menyebabkan terbentuknya
capate. Apabila bangunan ini cukup panjang terhadap jaraknya dari garis pantai, maka akan
terbentuk tombolo.

Pengaruh pemecah gelombang lepas pantai terhadap perubahan bentuk garis pantai
adalah garis puncak gelombang pecah sejajar dengan garis pantai asli, terjadi difraksi di
daerah terlindung di belakang bangunan, di mana garis puncak gelombang membelok dan
berbentuk busur lingkaran. Perambatan gelombang yang terdifraksi tersebut disertai dengan
angkutan sedimen menuju ke daerah terlindung dan diendapkan di perairan di belakang
bangunan. Pengendapan sedimen tersebut menyebabkan terbentuknya cuspate di belakang
bangunan. Proses tersebut akan berlanjut sampai garis pantai yang terjadi sejajar dengan garis
puncak gelombang terdifraksi. Pada keadaan transpor sedimen sepanjang pantai menjadi nol.
6
Dengan demikian pembentukan tombolo tergantung pada panjang gelombang lepas pantai
(Lp) dan jarak antara bangunan dengan garis pantai (X). Biasanya tombolo tidak terbentuk
apabila L<X. Jika bangunan menjadi lebih panjang daripada jaraknya terhadap garis pantai
kemungkinan terjadinya tombolo semakin tinggi.

Apabila gelombang datang membentuk sudut dengan garis pantai laju transpor
sedimen sepanjang pantai akan berkurang, yang menyebabkan pengendapan sedimen dan
terbentuk curpate yang bila ditumpuk akan membentuk tombolo. Tombolo yang terbentuk
akan merintangi/menangkap transpor sedimen sepanjang pantai (berfungsi sebagai groin),
sehingga suplai sedimen ke daerah hilir terhenti yang dapat berakibat terjadinya erosi pantai
di hilir bangunan. Pemecah gelombang lepas pantai dapat direncanakan sedemikian sehingga
terjadi limpasan gelombang yang dapat membantu mencegah terbentuknya tombolo. Manfaat
lain dari cara ini adalah membuat garis pantai dari cuspate menjadi lebih rata dan menyebar
ke arah samping se panjang pantai. Untuk perlindungan pantai yang panjang, dibuat suatu
seri pemecah gelombang lepas pantai yang dipisahkan oleh suatu celah.

Energi gelombang bisa masuk ke daerah pantai melalui celah, sehingga dapat me
ngurangi kemungkinan terbentuknya tombolo. Energi yang sampai di daerah terlindung
dipengaruhi oleh lebar celah antara bangunan dan difraksi gelombang melalui celah tersebut.
Lebar celah paling tidak dua kali panjang gelombang dan panjang segmen bangunan lebih
kecil dari jaraknya ke garis pantai. Seperti halnya dengan groin, pemecah gelombang lepas
pantai dapat juga dibuat dari tumpukan batu, beton, tumpukan buis beton, turap, dan
sebagainya.

2.5. Penambahan Suplai Pasir di Pantai (sand nourishment)

Pantai berpasir mempunyai kemampuan perlindungan alami terhadap serangan


gelombang dan arus. Perlindungan tersebut berupa kemiringan dasar pantai di daerah
nearshore yang menyebabkan gelombang pecah di lepas pantai, dan kemudian energinya
dihancurkan selama dalam perjalanan menuju garis pantai di surf zone. Dalam proses
pecahnya gelombang tersebut sering terbentuk offshore bar di ujung luar surf zone, yang
dapat berfungsi sebagai penghalang gelombang yang datang (menyebabkan gelombang
pecah).

Erosi pantai terjadi apabila di suatu pantai yang ditinjau terdapat kekurangan suplai
pasir. Stabilisasi pantai dapat dilakukan dengan penambahan suplai pasir ke daerah tersebut.
Apabila pantai mengalami erosi secara terus menerus, maka penambahan pasir tersebut perlu
dilakukan secara berkala, dengan laju sama dengan kehilangan pasir yang disebabkan oleh
erosi. Penambahan pasir sepanjang ruas pantai yang tererosi dapat dilakukan dengan
penimbunan material di ujung hulu, arus sepanjang pantai akan mengangkut material tersebut
di sepanjang pantai (ke arah hilir). Penambahan pasir tersebut akan memelihara garis pantai
pada posisi yang ditetapkan, misalnya mengembalikan pada posisi sebelum terjadi erosi.
Dalam usaha penanggulangan erosi pantai, alternatif penambahan pasir perlu ditinjau di
samping alternatif pembuatan bangunan pelindung pantai. Ada kemungkinan, untuk suatu

7
pantai yang panjang penambahan pantai bisa lebih murah daripada pembuatan bangunan
pantai. Untuk pantai yang pendek, biaya per meter kubik pasir menjadi sangat tinggi karena
biaya mobilisasi dan demobilisasi peralatan sangat mahal. Selain itu dengan penambahan
suplai pasir dapat diperoleh nilai tambah yang lain yaitu bertambah lebarnya pantai yang bisa
dimanfaatkan untuk tujuan pariwisata. Beberapa daerah wisata pantai di luar negeri (Perancis,
dsb.) dikembangkan dengan penambahan material (pasir atau krikil).

Untuk mencegah hilangnya pasir yang ditimbun di ruas pantai karena terangkut oleh
arus sepanjang pantai, sering dibuat sistem groin. Dengan adanya groin tersebut, pasir yang
ditimbun akan tertahan dalam ruas-ruas pantai di dalam sistem groin. Tetapi perlu dipikirkan
pula bahwa pembuatan groin tersebut dapat menghalangi suplai sedimen ke daerah hilir, yang
dapat menimbulkan permasalahan baru di daerah tersebut. Dalam merencanakan
perlindungan pantai dengan penambahan suplai pasir ke pantai perlu diketahui karakteristik
transpor sedimen sepanjang pantai di daerah yang akan dilindungi dan pantai di sekitarnya,
memperkirakan volume suplai pasir yang akan diberikan, karakteristik material pantai,
mengevaluasi dan mencari sumber material (borrow material) untuk pengisian awal pantai
dan penambahan pasir secara berkala, mengukur elevasi dan lebar pantai serta kemiringan
dasar foreshore, dan menentukan lokasi penimbunan material di pantai.

2.6. Pemilihan Gelombang Rencana

Bangunan pantai harus direncanakan untuk mampu menahan gaya gaya gelombang
yang bekerja padanya. Hitungan stabilitas bangunan biasanya didasarkan pada kondisi
ekstrim, di mana dengan kondisi tersebut bangunan harus tetap aman. Biasanya untuk
perencanaan bangunan pantai digunakan gelombang representatif dengan periode ulang
tertentu. Gelombang representatif yang dipilih tergantung pada apakah bangunan kaku, semi
kaku, atau fleksibel. Untuk bangunan kaku, seperti dinding beton atau kaison, di mana tinggi
gelombang di dalam deretan gelombang dapat menyebabkan runtuhnya seluruh bangunan,
maka tinggi gelombang representatif biasanya diambil H₁. Untuk bangunan semi kaku,
seperti sel turap baja, tinggi gelombang representatif dipilih antara Hs sampai H₁ Untuk
bangunan fleksibel, seperti bangunan dari tumpukan batu, tinggi gelombang representatif
bervariasi dari Hs sampai H Kerusakan yang terjadi pada bangunan tumpukan batu, apabila
gelombang yang terjadi lebih besar dari gelombang rencana, tidak akan berakibat fatal.
Walaupun bangunan telah rusak tetapi masih bisa berfungsi, dan batu-batu yang tergeser dari
tempatnya akan mudah diperbaiki.

2.7. Kondisi Gelombang

8
Dalam perencanaan bangunan pantai biasanya karakteristik gelombang di laut dalam
ditetapkan berdasarkan pengukuran gelombang di lapangan atau berdasar hasil peramalan
gelombang dengan menggunakan data angin dan fetch. Dengan menggunakan analisis
deformasi gelombang (refraksi dan pendangkalan, difraksi dan gelombang pecah), data gelom
bang tersebut beserta data elevasi muka air rencana dan peta bathimetri (kontur kedalaman
laut) digunakan untuk memprediksi karakteristik gelombang di lokasi bangunan.

Kondisi gelombang di lokasi bangunan pada setiap saat tergantung pada elevasi muka
air, yang selalu berubah karena pasang surut. Bangunan bisa mengalami serangan gelombang
dengan bentuk yang berbeda karena adanya perubahan elevasi muka air, yaitu apakah
gelombang tidak pecah, pecah, atau telah pecah. Oleh karena itu perlu ditentukan kondisi
gelombang di lokasi bangunan untuk berbagai elevasi muka air. Hal ini mengingat bahwa
gaya gelombang yang ditimbulkan oleh gelombang tidak pecah, pecah dan telah pecah adalah
berbeda.

a) Gelombang tidak pecah


Apabila bangunan berada pada kedalaman yang cukup besar, yaitu
lebih besar dari 1,5 kali tinggi gelombang maksimum yang terjadi, maka
gelombang di lokasi tersebut tidak pecah. Kondisi tersebut diperhitungkan
untuk berbagai elevasi muka air. Kondisi gelombang di lokasi tersebut dapat
dihitung berdasar gelombang rencana di laut dalam dengan mengguna kan
analisis refraksi dan pendangkalan gelombang. Mengingat gelombang di suatu
lokasi terdiri dari berbagai macam tinggi, periode dan arah gelombang, maka
karakteristik gelombang di lokasi bangunan adalah gelombang terbesar yang
diperoleh dari berbagai karakteristik gelombang tersebut.
b) Gelombang Pecah
Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai mengalami
perubahan bentuk dengan puncak gelombang semakin tajam sampai akhirnya
pecah pada suatu kedalaman tertentu. Proses gelombang pecah, yaitu sejak
gelombang mulai tidak stabil sampai pecah sepenuhnya terbentang pada suatu
jarak xp. Galvin (1969, dalam CERC, 1984) memberikan hubungan antara
jarak yang ditempuh selama proses gelombang pecah (t) dan tinggi gelombang
saat mulai pecah Hb, yang tergantung pada kemiringan dasar pantai.
c) Gelombang pecah rencana
Tinggi gelombang pecah rencana H, tergantung pada kedalaman air
pada suatu jarak di depan kaki bangunan di mana gelombang pertama kali
mulai pecah. Kedalaman tersebut berubah dengan pasang surut. Apabila
kedalaman rencana maksimum pada bangunan dan periode gelombang datang
diketahui, maka dapat dihitung tinggi gelombang pecah rencana. Seringkali
perlu diketahui gelombang di laut dalam yang menyebab kan gelombang
pecah rencana tersebut. Dengan membandingkan tinggi gelombang di laut
dalam tersebut dengan hasil analisis statistik gelombang di laut dalam akan
dapat diketahui seberapa banyak gelombang pecah rencana tersebut bekerja
pada bangunan.

9
2.9. Gaya Gelombang Pada Dinding Vertikal

Gelombang yang datang secara tegak lurus terhadap dinding vertikal akan
menimbulkan gaya-gaya yang besarnya tergantung pada karakteristik gelombang. Apabila
tinggi gelombang datang tidak terlalu besar, gelombang tersebut akan dipantulkan oleh
dinding dan membentuk gelombang berdiri (standing wave, clapotis) di depan bangunan
tersebut. Tekanan gelombang berubah dengan fluktuasi muka air. Apabila tinggi gelombang
cukup besar sehingga pecah pada saat mengenai dinding vertikal, akan terjadi tekanan kejut
yang ditimbulkan oleh hempasan massa air menghantam dinding. Kedua macam kondisi
gelombang tersebut memberikan tekanan yang berbeda pada bangunan.

Beberapa ahli telah melakukan penelitian untuk menentukan besar tekanan


gelombang. Sainflou (1928) memberikan teori untuk menentukan tekanan dan gaya yang
ditimbulkan oleh gelombang berdiri. Tekanan dan gaya yang ditimbulkan oleh gelombang
pecah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang diusulkan oleh Minikin (1963).
Goda (1985) memberikan rumus tekanan gelombang yang dapat digunakan untuk
perencanaan bangunan dinding vertikal.

1) Gaya gelombang tidak pecah


Tekanan yang ditimbulkan oleh gelombang amplitudo kecil pada bidang
vertikal , yang terdiri dari tekanan hidrostatis dan tambahan tekanan dinamis karena
adanya gerak orbit partikel. Tekanan tersebut adalah yang ditimbulkan oleh ge
lombang apabila tidak terdapat bangunan. Keberadaan bangunan (dinding vertikal)
menyebabkan perubahan karakteristik gelombang di depan bangunan. Dinding
vertikal akan memantulkan gelombang datang sehingga terbentuk gelombang berdiri
di depan bangunan. Teori yang banyak digunakan untuk menghitung tekanan gelom
bang pada dinding vertikal adalah yang diberikan oleh Sainflou (1928). Anggapan
tersebut dilakukan untuk memudahkan menghitung gaya tekanan. Tinggi gelombang
di lokasi bangunan apabila tidak ada bangunan adalah H. Jika bangunan memantulkan
gelombang secara sempurna, maka tinggi gelombang berdiri di depan bangunan
adalah 2H. Muka air rerata gelombang berdiri berada pada jarak Ah dari muka air
diam. Elevasi muka air maksimum pada dinding terhadap muka air diam adalah
H+Ah sedang elevasi muka air minimum terhadap muka air diam adalah H-Ah.
Dalam perencanaan sering dilakukan hitungan berdasarkan distribusi tekanan
linier dengan tekanan nol pada elevasi gelombang maksimum dan minimum pada
dinding.
2) Gaya gelombang pecah
Gelombang pecah yang menghantam dinding vertikal akan menimbulkan
tekanan yang besar dengan durasi singkat. Tekanan tersebut bekerja pada daerah di
sekitar muka air diam. Tekanan berkurang dari nilai maksimum pm pada muka air
diam menjadi nol pada jarak Ho2 di atas dan di bawah muka air diam. Garis distribusi
tekanan tersebut berbentuk parabola. Tekanan maksimum pm mempunyai bentuk
3) Gelombang telah pecah

10
Kadang-kadang gelombang yang menjalar ke pantai telah pecah sebelum
menghantam bangunan. Belum ada studi yang dilakukan untuk membuat hubungan
antara gaya gaya gelombang yang telah pecah dengan berbagai parameter gelombang,
sehingga diperlukan beberapa anggapan terhadap gelombang untuk menentukan gaya-
gaya yang terjadi. Segera setelah gelombang pecah, massa air di dalam gelombang
akan bergerak dengan kecepatan penjalaran gelombang sama dengan saat sebelum
pecah. Gerak partikel air berubah dari gerak osilasi menjadi gerak translasi.
4) Gaya Gelombang Pada Dinding Vertikal

2.10 Pemecah gelombang sisi miring


Pemecah gelombang sisi miring biasanya dibuat dari tumpukan batu alam yang
dilindungi oleh lapis pelindung berupa batu besar atau belce dengan bentuk tertentu.
Pemecah gelombang tipe ini banyak digunakan di Indonesia, mengingat dasar laut di
pantai perairan Indonesia kebanyakan dari tanah lunak. Selain itu batu alam sebagai
bahan utama banyak tersedia. Pemecah gelombang sisi miring mempunyai sifat fleksibel.
Kerusakan yang terjadi karena serangan gelombang tidak secara tiba-tiba (tidak fatal)
Meskipun beberapa butir batu longsor, tetapi bangunan masih bisa berfungsi.
Biasanya butir batu pemecah gelombang sisi miring disusun dalam beberapa lapis,
dengan lapis terluar (lapis pelindung) terdiri dari batu dengan ukuran besar dan semakin
ke dalam ukurannya semakin kecil. Stabilitas batu lapis pelindung tergantung pada berat
dan bentuk butiran serta kemiringan sisi bangunan. Bentuk butiran akan mempengaruhi
kaitan antara butir batu yang ditumpuk. Butir batu dengan sisi tajam akan mengait
(mengunci) satu sama lain dengan lebih baik sehingga lebih stabil. Batu-batu pada lapis
pelindung dapat diatur peletakannya untuk mendapat kaitan yang cukup baik atau
diletakkan secara sembarang. Semakin besar kemiringan memerlukan batu semakin
berat. Berat tiap butir batu dapat mencapai beberapa ton. Kadang-kadang sulit
mendapatkan batu seberat itu dalam jumlah yang sangat besar. Untuk mengatasinya
maka dibuat batu buatan dari beton dengan bentuk tertentu. Batu buatan ini bisa
berbentuk sederhana (kubus) yang memerlukan berat yang cukup besar, atau bentuk
khusus yang lebih ringan tetapi lebih mahal dalam pembuatan. Batu buatan ini bisa
berupa tetrapod, tribar, hexapod, dolos, dsb. Tetrapod mempunyai empat kaki yang
berbentuk kerucut terpancung. Tribar terdiri dari tiga kaki yang saling dihubungkan oleh
lengan. Quadripod mempunyai bentuk mirip tetrapod tetapi sumbu-sumbu dari ketiga
kakinya berada pada bidang datar. Dolos terdiri dari dua kaki saling menyilang yang
dihubungkan dengan lengan.
1. Stabilitas batu lapis pelindung
Di dalam perencanaan pemecah gelombang sisi miring, ditentukan berat butir
batu pelindung. Untuk mendapatkan batu yang sangat besar tersebut adalah sulit dan
mahal. Untuk memperkecil harga pemecah gelombang, maka pemecah gelombang
dibuat dalam beberapa lapis. Pemecah gelombang ini direncanakan dengan elevasi
puncak sedemikian rupa sehingga limpasan terjadi hanya pada saat badai dengan
periode ulang yang panjang. Tampang lintang ideal menggunakan banyak lapis
dengan ukuran berbeda sehingga memungkinkan digunakan nya semua ukuran batu
yang diambil dari peledakan di suatu sumber batu (quarry), tetapi pelaksana pekerjaan

11
menjadi lebih sulit. Wso adalah berat dari 50% ukuran butir batu, dan KRR adalah
koefisien stabilitas untuk graded riprap yang serupa dengan Kp seperti diberikan.
Nilai tersebut adalah untuk kerusakan sebesar 5%.
Graded riprap biasanya lebih banyak digunakan untuk revetmen daripada
untuk pemecah gelombang atau jetty. Batasan pemakaian graded adalah tinggi
gelombang rencana kurang dari 1,5 m. Apabila gelombang lebih tinggi dari 1,5 m;
biasanya digunakan batu dengan ukuran seragam.
2. Dimensi pemecah gelombang sisi miring
Elevasi puncak pemecah gelombang tumpukan batu tergantung pada limpasan
(overtopping) yang diijinkan. Air yang melimpas puncak pemecah gelombang akan
mengganggu ketenangan di kolam pelabuhan. Elevasi puncak bangunan dihitung
berdasarkan kenaikan (runup) gelombang, yang tergantung pada karakteristik
gelombang, kemiringan bangunan, porositas, dan kekasaran lapis pelindung. Lebar
puncak juga tergantung pada limpasan yang diijinkan. Pada kondisi limpasan
diijinkan, lebar puncak minimum adalah sama dengan lebar dari tiga butir batu
pelindung yang disusun berdampingan (n=3). Untuk bangunan tanpa terjadi limpasan,
lebar puncak pemecah gelombang bisa lebih kecil. Selain batasan tersebut, lebar
puncak harus cukup lebar untuk keperluan operasi peralatan pada waktu pelaksanaan
dan perawatan. Kadang-kadang di puncak pemecah gelombang tumpukan batu di buat
dinding dan lapis beton yang dicor di tempat. Lapis beton ini mempunyai tiga fungsi
yaitu: memperkuat puncak bangunan, menambah tinggi puncak bangunan, dan
sebagai jalan untuk perawatan. Bangunan yang terbuka terhadap serangan gelombang
pecah perlu dilengkapi dengan kaki bangunan dari batu pecah.
Bangunan pemecah gelombang, groin dan jetty dibedakan dalam dua bagian
yaitu kepala dan lengan bangunan. Kepala bangunan mempunyai panjang sekitar 15
sampai 45 m dari ujung bangunan. Panjang tersebut tergantung pada panjang
bangunan dan elevasi puncak ujung bangunan. Bagian tersebut memerlukan berat
butir batu pelindung yang lebih besar daripada bagian lengan bangunan. Hal ini
mengingat bahwa kepala bangunan dapat menerima serangan gelombang dari
berbagai arah.
Apabila butir batu untuk lapis pelindung pertama dan kedua terbuat dari bahan
yang sama, berat butir batu di lapis lindung kedua, yang berada antara -1,5H dan -
2,0H; adalah lebih besar dari W/2. Di bawah -2,0H; berat butir batu berkurang
menjadi sekitar W/15. Lapis pelindung kedua yang terletak dari -1,5H sampai dasar
mempunyai tebal yang sama atau lebih tebal dari lapis pelindung pertama.
Lapis bawah pertama yang berada di bawah lapis pelindung pertama
mempunyai tebal dua lapis batu (n=2). Untuk perencanaan awal berat batu pada lapis
tersebut sekitar W/10 jika lapis pelindung dan lapis bawah pertama terdiri dari batu
pecah, atau lapis bawah kedua dari batu pecah sedang lapis pelindung dan batu buatan
dengan koefisien stabilitas Kp≤12. Apabila lapis pelindung adalah batu buatan dengan
nilai Kp>12, seperti dolos dan tribar, berat butir batu lapis bawah pertama adalah
sekitar 1/5. Ukuran yang lebih besar akan lebih baik karena dapat meningkatkan
kaitan antara lapis bawah pertama dan batu pelindung.

12
Gelombang yang bekerja pada bangunan dari tumpukan batu dapat
menimbulkan turbulensi di dalam bangunan dan tanah dasar yang dapat menyebabkan
tertariknya butir-butir pasir/tanah ke dalam rongga antara butir batu dari bangunan.
Pada revetmen dan dinding pantai yang ditempatkan di pantai yang miring dan tebing
harus mampu menahan tekanan air tanah yang dapat menyebabkan butir-butir
pasir/tanah lepas/keluar melalui rongga-rongga antara tumpukan batu. Keadaan
tersebut juga dapat menyebabkan turunnya batu-batu dari bangunan pantai. Apabila
batu-batu besar dari bangunan pantai ditempatkan langsung pada tanah fondasi yang
berupa pasir dengan kedalaman di mana pengaruh gelombang dan arus cukup besar
seperti yang terjadi di surf zone, batu-batu tersebut akan turun ke dalam pasir.
Penurunan tersebut terjadi sampai suatu kedalaman di mana pasir tidak lagi
dipengaruhi oleh gelombang dan arus. Dengan demikian diperlukan batu dalam
jumlah besar untuk meng antisipasi hilangnya batu-batu tersebut karena penurunan.
Untuk mengu rangi penurunan berlebihan yang disebabkan oleh beberapa hal tersebut
di atas, maka dasar fondasi perlu diberi filter geotextile atau lapisan yang terdiri dari
batu-batu kecil (bedding layer).
3. Runup gelombang
Pada waktu gelombang menghantam suatu bangunan, gelombang tersebut
akan naik (runup) pada permukaan bangunan Elevasi (tinggi) bangunan yang
direncanakan tergantung pada runup dan limpasan yang diijinkan. Runup tergantung
pada bentuk dan kekasaran bangunan, kedalaman air pada kaki bangunan, kemiringan
dasar laut di depan bangunan, dan karakteristik gelombang, Karena banyaknya
variabel yang berpengaruh, maka besarnya nunup sangat sulit ditentukan secara
analitis. Berbagai penelitian tentang runup gelombang telah dilakukan di
laboratorium. Hasil penelitian tersebut berupa grafik-grafik yang dapat digunakan
untuk menentukan tinggi nunup adalah hasil percobaan di laboratorium yang
dilakukan oleh Irribaren untuk menentukan besar runup gelombang pada bangunan
dengan permukaan miring untuk berbagai tipe material.

7.11. Stabilitas Fondasi Tampukan Batu dan Pelindung Kaki

Tumpukan batu juga digunakan sebagai fondasi dan pelindung kali bangunan pantai.
Sebagai fondasi, bangunan pantai dari blok beton, kaison atau buis beton ditempatkan di atas
tumpukan. Sedang tumpukan batu sebagai pelindung kaki ditempel kan di depan bangunan
yang berfungsi melindungi tanah fondasi terhadap gerusan akibat gelombang. Stabilitas
bangunan tergantung pada kemampuan fondasi terhadap crosi yang ditimbulkan oleh
serangan gelombang-gelombang besar. Gelombang rencana untuk menghitung berat batu
fondasi dan pelindung kaki sama dengan yang digunakan untuk perencanaan bangunannya.

Gelombang dan arus yang menyerang bangunan pantai dapat menyebabkan terjadinya
erosi pada tanah fondasi di depan kaki bangunan. Untuk itu perlu diberikan perlindungan
pada bagian tersebut yang berupa tumpukan batu.

BAB III

13
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bangunan pantai umumnya berfungsi memecahkan energi gelombang serta mengatur
sedimen sepanjang pantai yang datang bersama gelombang maupun atus agar
mencegah terjadinya masalah, bahkan kerusakan pada area pantai seperti erosi.

3.2 Saran
Sebaiknya kita sama-sama menjaga keindahan pantai dengan mendukung program
pemerintah untuk membangun bangunan – bangunan pantai.

DAFTAR PUSTAKA

14
Triadmojo, Bambang. 1999. Teknik Pantai. Yogyakarta: Beta.

15

Anda mungkin juga menyukai