Anda di halaman 1dari 4

Lampiran 1

KERANGKA ACUAN KEGIATAN :

PROGRAM RABIES

BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN PROVINSI

(DISESUAIKAN PERSUBBIDANG)

DAK NON FISIK BIDANG KESEHATAN TAHUN 2022

URUSAN : Kesehatan

UNIT ORGANISASI : Dinas Kesehatan

LOKASI KEGIATAN : Menyesuaikan

SASARAN PROGRAM :

KEGIATAN :

- Monitoring Evaluasi Program Rabies di Puskesmas


- Supervisi Fasilitatif Program Rabies di Puskesmas
- Bimbingan tekhnis Program Rabies di Puskesmas
- Koordinasi dan sosialisasi Tatalaksana Penanganan Pasien GHPR di
Puskesmas
- Konsultasi Teknis ke Provinsi

SASARAN KEGIATAN :

- Programer Rabies Puskesmas


(24 Puskesmas dan 1 Rumah Sakit)

INDIKATOR KINERJA KEGIATAN :

- Meningkatkan kemampuan & keterampilan serta kinerja petugas


puskesmas dalam melaksanakan pemberantasan penyakit rabies
- Menekan serendah rendahnya kasus kematian akibat penyakit rabies
- Mampu melakukan penanganan pada penderita gigitan hewan penular
rabies

INDIKATOR KELUARAN (OUTPUT) :

- Mampu menjelaskan epidemiologi penyakit rabies


- Meningkatkan kemampuan programmer dalam menangani penderita
gigitan hewan penular rabies dengan benar
- Mampu menjelaskan program pemberantasan penyakit rabies
A. LATAR BELAKANG

Penyakit rabies atau anjing gila adalah suatu penyakit yang sangat ditakuti dan
dapat menimbulkan kematian. Penyakit rabies ini bersifat akut dan dapat menularkan
dengan cepat kepada satu penderita ke penderita lain melalui saliva (air liur) penderita
yang sudah terkena virus rabies. Penyakit rabies disebabkan kepada manusia melalui
gigitan hewan penular rabies (GHPR) terutama anjing, kucing dan kera. Timbulnya
penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi anti rabies (VAR) dan serum anti
rabies (SAR) setelah digigit hewan yang menderita rabies (soeharsono, 2002).
Seperti kita ketahui bersama bahwa kebiasaan memelihara anjing, kucing dan
kera sebenarnya memiliki suatu resiko yang cukup besar bagi kehidupan terutama dalam
bidang kesehatan yakni berkaitan dengan penularan penyakit rabies. Penyakit rabies
menimbulkan dampak psikologis seperti kepanikan ,kegelisahan, kekhawatiran, kesakitan
dan ketidaknyamanan pada orang-orang yang terpapar dimana kasus klinis rabies pada
hewan maupun manusia selalu berakhir dengan kematian.
Program bebas rabies merupakan kespakatan global, regional dan nasional. Upaya
bebas rabies dilaksanakan kementrian pertanian (Ditjen Peternakan dan Kesehatan
Hewan), Kementrian Kesehatan (Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit) dan
Kementrian Dalam Negeri (Ditjen Otonomi Daerah), berdasarkan data 5 tahun (2011-
2015) terlihat bahwa rata-rata pertahun kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR)
sebanyak 78.413 dengan 131 kematian di seluruh indonesia.
Berdasarkan data sulawesi tenggara 3 tahun terakhir (2016-2018) kasus gigitan
hewan penular rabies (GHPR) tahun 2016 sebanyak 1.198 kasus kolaka dengan kasus
tertinggi gigitan hewan penular rabies (GHPR) sebanyak 268 kasus, kendari 222 kasus
konawe 195 kasus, konawe selatan 150 kasus, kolaka utara 137 kasus bombana 104
kasus, kolaka timur 69 kasus, bau-bau 18 kasus, muna 13 kasus, buton 12 kasus dan
konawe utara 2 kasus dengan 2 kematian dimana 1 kasus kolaka utara dan 1 kasus lagi
dib au-bau.
Kemudian pada tahun 2017 sebanyak 1.207 kasus gigitan hewan penular rabies
(GHPR) dimana kasus tertinggi masih berada pada kabupaten kolaka dengan 273 kasus,
konawe selatan 240 kasus, kendari 216 kasus, konawe 200 kasus, bombana 111 kasus,
kolaka utara 107 kasus, bau-bau 17 kasus, muna 16 kasus, kolaka timur 12 kasus, buton
11 kasus dan buton utara 4 kasus dengan 3 kematian dimana 2 kasus kabupaten kolaka
dan 1 kasus di kabupaten konawe selatan.
Selanjutnya 2018 kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) sebanyak 1.218
kasus dimana kasus tertinggi masih berada di kabupaten kolaka dengan 290 kasus,
kendari 236 kasus, konawe selatan 203 kasus, kolaka timur 116 kasus, kolaka utara 115
kasus, konawe 102 kasus, bombana 101 kasus, bau-bau 22 kasus, buton 10 kasus dan
buton utara 2 kasus dengan 1 kematian/lyssa positif rabies di kabupaten kolaka utara.
Berdasarkan data tersebut terjadi peningkatan kasus gigitan hewan penular rabies setiap
tahunnya. Kasus kematian terjadi karena keterlambatan ke sarana pelayanan kesehatan
untuk mendapatkan pelayanan penatalaksanaan kasus gigitan hewan penular rabies
(GHPR) dalam hal ini masyarakat masih belum seluruhnya mengetahui bahaya gigitan
hewan penular rabies.
Masalah ini tentunya akan terus bertambah bila tidak segera diantisipasi dengan
berbagai kegiatan pengendalian secara menyeluruh termasuk peningkatan sumber daya
manusia (SDM), khususnya tenaga kesehatan yang ada di puskesmas sebagai ujung
tombak kasus baru gigitan hewan penular rabies (GHPR) dalam upaya melaksanakan
pengendalian penyakit rabies pada masyarakat. Dengan demikin maka perlu dilakukan
Pertemuan Peningkatan Kapasitas Petugas Dalam Tata Laksana Kasus Gigitan Hewan
Penular Rabies (GHPR) bagi petugas puskesmas tingkat Kabupaten Konawe Selatan
Sulawesi Tenggara.

B. PENERIMA MANFAAT
1. Pengelola programmer rabies puskesmas dan rumah sakit
2. Pengelola programmer rabies kabupaten

C. JENIS KEGIATAN
Pertemuan Peningkatan Kapasitas Petugas Dalam Tata Laksana Kasus Gigitan Hewan
Penular Rabies (GHPR)

D. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN


1. Metode Pelaksanaan
Kegiatan pengadaan dilaksanakan melalui mekanisme pengadaan DAK Non Fisik sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
2. Tahapan
a. Tahapan
Peningkatan Kapasitas Petugas Dalam Tata Laksana Kasus Gigitan Hewan Penular
Rabies (GHPR)
- Pembukaan Kegiatan
- Pemaparan Materi
- Pemantauan hasil pertemuan perbulan melalui pelaporan tiap bulan
- Diskusi
- Penutupan
b. Waktu pelaksanaan
Menyesuaikan

E. KURUN WAKTU PENCAPAIAN KELUARAN


1 tahun setelah pertemuan
F. BIAYA YANG DIPERLUKAN
- Monitoring Evaluasi Program Rabies di Puskesmas
- Supervisi Fasilitatif Program Rabies di Puskesmas
- Bimbingan tekhnis Program Rabies di Puskesmas
- Koordinasi dan sosialisasi Tatalaksana Penanganan Pasien GHPR di Puskesmas
- Konsultasi Teknis ke Provinsi

Biaya yang di perlukan Rp. 105.605.000

Anda mungkin juga menyukai