Anda di halaman 1dari 5

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA

DINAS KESEHATAN
UPTD. PUSKESMAS I MELAYA
Alamat :Jalan Jaya Sakti No. - Telp. ( 0365 ) 4790672 HP. 087861560609/082340890189
Email : puskesmassatu_melaya@yahoo.co.id

KERANGKA ACUAN KEGIATAN


PROGRAM RABIES
A. Pendahuluan
Penyakit rabies atau anjing gila adalah suatu penyakit yang sangat ditakuti dan
dapat menimbulkan kematian. Penyakit ini ditularkan dari hewan yang sudah
terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit
rabies ini bersifat akut dan dapat menularkan dengan secara cepat kepada satu
penderita dengan penderita lain melalui saliva (air liur) penderita yang sudah
terkena virus rabies.
Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies dan penularannya kepada manusia
dapat terjadi melalui gigitan hewan penular rabies (HPR) terutama anjing, kucing
dan kera. Timbulnya penyakit ini pada manusia dapat dicegah dengan pemberian
vaksinasi anti rabies (VAR) dan serum anti rabies (SAR) setelah digigit hewan yang
menderita rabies
B. Latar Belakang
Gejala klinis biasanya non spesifik berlangsung 1-4 hari dan ditandai dengan
demam, sakit kepala, malaise, mialgia, gejala gangguan saluran pernafasan, dan
gejala gastrointestinal. Gejala prodomal yang sugestif rabies adalah keluhan
parestesia, nyeri, gatal, dan atau fasikulasi pada atau sekitar tempat inokulasi virus
yang kemudian akan meluas ke ekstremitas yang terkena tersebut. Sensasi ini
berkaitan dengan multiplikasi virus pada gangliadorsalis saraf sensorik yang
mempersarafi area gigitan dan dilaporkan pada 50-80% penderita. Setelah timbul
gejala prodromal, gambaran klinis rabies akan berkembang menjadi salah satu dari
2 bentuk, yaitu ensefalitik (furious) atau paralitik (dumb). Bentuk ensefalitik ditandai
aktivitas motorik berlebih, eksitasi,agitasi, bingung, halusinasi, spasme muskular,
meningismus, postur epistotonik, kejang dan dapat timbul paralisis fokal. Gejala
patognomonik, yaitu hidrofobiadan aerofobia, tampak saat penderita diminta untuk
mencoba minum dan meniupkan udara ke wajah penderita. Keinginan untuk
menelan cairan dan rasa ketakutan berakibat spasme otot faring dan laring yang
bisa menyebabkan aspirasi cairan ke dalam trakea. Hidrofobia timbul akibat adanya
spasme otot inspirasi yang disebabkan oleh kerusakan batang otak saraf
penghambat nucleus ambigus yang mengendalikan inspirasi. Pada pemeriksaan
fisik, temperatur dapat mencapai 39°C. Abnormalitas pada sistem saraf otonom
mencakup pupil dilatasi ireguler, meningkatnya lakrimasi, salivasi, keringat, dan
hipotensi postural.Gejala kemudian berkembang berupa manifestasi disfungsi
batang otak. Keterlibatan saraf cranial menyebabkan diplopia, kelumpuhan saraf
fasial, neuritis optik, dan kesulitan menelan yang khas. Kombinasi salvias
berlebihan dan kesulitan dalam menelan menyebabkan gambaran klasik, yaitu
mulut berbusa. Disfungsi batang otak yang muncul pada awal penyakit
membedakan rabies dari ensefalitis virus lainnya. Bentuk paralitik lebih jarang
dijumpai. Pada bentuk ini tidak ditemukan hidrofobia, aerofobia, hiperaktivitas, dan
kejang
Pengendalian Rabies (penyakit anjing gila) sebenarnya sampai saat ini masih
merupakan permasalahan dari beberapa penyakit yang terpenting karena penyakit
tersebut tersebar luas di 18 propinsi, dengan jumlah kasus gigitan yang cukup
tinggi. Diperkirakan sejak tahun 2008 di Indonesia terdapat 16.000 kasus gigitan,
serta belum diketemukan obat/cara pengobatan untuk penderita rabies sehingga
selalu diakhiri dengan kematian pada hampir semua penderita rabies baik manusia
maupun hewan. Kasus rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Esser pada
tahun 1884 pada seekor kerbau, kemudian oleh Penning tahun 1889 pada seekor
anjing dan oleh Eilerls de Zhaan tahun 1889 pada manusia. Semua kasus ini terjadi
di Propinsi Jawa Barat dan setelah itu rabies terus menyebar ke daerah Indonesia
lainnya (Elvira, 2009).
Berdasarkan laporan WHO (2005), South East Asia Regional Office (SEARO)
mempunyai beban kerja yang besar karena sekitar 25.000 kematian terjadi pada
manusia setiap tahun akibat rabies dengan jumlah terbesar terdapat di India yaitu
sekitar 19.000 jiwa dan Banglades sekitar 2000 jiwa. Myanmar, Nepal, Indonesia,
Srilanka dan Thailand, melaporkan sedikitnya terjadi 100 kematian manusia akibat
rabies setiap tahun. Berdasarkan laporan OIE (Organization International des
Epizooties), di negara berkembang penyakit rabies merupakan urutan nomor 2
(dua) yang paling ditakuti wisatawan mancanegara setelah penyakit malaria ( Dinas
Peternakan Propinsi Jawa Barat, 2007).
Dalam upaya penanggulangan rabies di Indonesia saat ini telah didukung
dengan perundang- undangan antara lain Undang- undang no 6 tahun 1967,
tentang ketentuan pokok peternakan dan kesehatan hewan ; Undang-undang no 4
tahun 1984 tentang wabah penyakit menular dan PP 40 tahun 1991 tentang
penanggulangan wabah penyakit menular dan Undang- undang IHR tahun 2005
Upaya penanggulangan rabies secara terpadu juga telah ditetapka berdasarkan
keputusan bersama menteri kesehatan , menteri pertanian dan menteri dalam
negeri nomer 279 A/Menkes/SK/VII/1978, Nomer 522/Kpts/UM/8/1978, Nomer 143
tahun 1987, tentang peningkatan pemberantasan dan penanggulangan rabies.
Adapun kegiatan penanganan rabies mengacu pada ”MOTTO” Puskesmas 1
Melaya yaitu ”CERDAS ” Cepat, Efektif, Ramah, Disiplin, Aman dan Santun.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan tentang
penanggulangan dan pencegahan rabies di lingkungan kerja Puskesmas I
Melaya
2. Tujuan Khusus
a) . Peningkatan strategi promosi kesehatan mengenai rabies
b) Surveilans epidemiologi rabies
c) Kebijakan dan strategi pemberantasan rabies pada hewan
d) Kebijakan dan strategi pemberantasan rabies pada manusia
e) Kerjasama lintas sector dalam penanggulangan rabies
f) Perencanaan, monitoring, dan evaluasi rabies
D. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan
 Melakukan kampanye peningkatan kesadaran masyarakat mengenai
rabies untuk memfasilitasi masyarakat dan komunitas terkait
 Pengumpulan data kasus rabies di wilayah kerja Puskesmas I Melaya

 Kerjasama lintas sector untuk karantina dan pengawasan lalu lintas


terhadap hewan penular rabies di wilayah kerja puskesmas I melaya
 Prosedur pelayanan kesehatan sesuai SOP kepada masyarakat yang
mendapat kontak dengan HPR.
E. Cara Melakukan kegiatan
 Pasien yang datang ke puskesmas dengan luka gigitan HPR akan
dilakukan pencucian luka dengan menggunakan sabun di bawah air
mengalir selama 15 menit. Setelah itu dilakukan perawatan luka
dengan menggunakan nacl dan kasa betadine.
 Melakukan pengkajian kepada pasien dengan mengisi formulir gigitan
HPR.
 Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai gigitan hpr dan cara
penanggulangannya serta meberikan kire kepada pasien untuk
melakukan pamantauan kepada hpr selama 14 hari.
 Jika pasien tergigit dengan resiko tinggi, hpr liar, hpr mati atau hilang
akan diberikan var rabies sesuai indikasi (SOP).
 Melakukan kunjungan rumah pasien gigitan hpr dengan berkoordinasi
dengan bidan wilayah setempat.
 Melakukan PE ke lapangan jika ditemukan kasus Positif rabies.
 Melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap kasus rabies.
F. Sasaran
.Sasaran dari kegitan kerja rabies adalah HPR terutama anjing serta
masyarakat wilayah kerja puskesmas yang melakukan kontak dengan HPR.
G. Jadwal pelaksanaan kegiatan

N KEGIATAN JAN FEB MAR AP MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES
O
Kunjungan
1 rumah x x x x x x x x x x x x
pasien
gigitan hpr
Penyuluhan
2 tentang x x x x x x x x x x x x
rabies
Pencatatan x x x x x x x x x x x x
3 dan
pelaporan

H. Evaluasi Pelaksanaan kegiatan dan pelaporan

Evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai


keberhasilan pelaksanaan program. Pemantauan dilaksanakan secara
berkala dan terus menerus untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah
dalam melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan supaya dapat
dilakukan tindakan perbaikan.
Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan program
pemantauan dengan mengolah laporan, pengamatan dan wawancara
dengan petugas pelaksana maupun dengan masyarakat.
Evaluasi berguna untuk menilai sejauh mana tujuan dan target yang telah
ditetapkan, evaluasi dilakukan satu periode waktu tertentu dan biasanya
setiap 6 bulan hingga 1 tahun.
I. Pencatatan Pelaporan dan evaluasi kegiatan
Direkapitulasi setiap bulan dan dilaporkan ke Kepala Puskesmas kemudian
diteruskan ke Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jembrana.

Melaya,8 Januari 2022


Penanggung Jawab UKM Pelaksana Program

Margi Utami, SKM Ni Luh Putu Eni Nyiwiartini, S.Kep, NS.


NIP. 197105201997032005

Mengetahui :
Kepala UPTD. Puskesmas I Melaya,

dr. Ni Komang Yulia Restu Ayu Ningsih


NIP. 198307102009122007

Anda mungkin juga menyukai