Anda di halaman 1dari 7

APLIKASI SOLID PADA MEDIUM BIBIT KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.) DI MAIN NURSERY


SOLID APLICATION TO OIL PALM MEDIUM (Elaeis guineensis Jacq)
IN THE MAIN NURSERY

Retno Ardiana S1, Edison Anom2, Armaini2


Fakultas Pertanian Universitas Riau
Email : retnoardiana12@gmail.com / 082169578745

The research aims to find out the effect of solid aplication for seedling of oil palm and to find out
the best dose for seedling oil palm growth in the main nursery. The research was conducted at the
experimental farm of the Agriculture Faculty, University of Riau in June to October 2015. The
experiment was arranged in completely randomized design (CRD) with six treatment, that is no
solid aplication, 80 g/polybag solid aplication, 120 g/polybag solid aplication,160 g/polybag solid
aplication, 200 g/polybag solid aplication, and 240 g/polybag solid aplication with three times
replication. The data obtained were analyzed statiscally using analyze of variance and tested further
by Duncan Multyple Range Test in 5% level. The result showed that solid aplication in oil palm
medium significantly effect to increase of seeds height, increase number of leaves, increase of hump
diameter, and dry weight of oil palm seedlings. 200 g/polybag solid aplication is the best dose for
seedling oil palm growth in the main nursery

Keywords : Oil Palm, solid, main nursery

PENDAHULUAN
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) diperhatikan kualitas dan kuantitas dari bibit
saat ini masih merupakan tanaman unggulan di tersebut. Bibit kelapa sawit yang berkualitas
sektor perkebunan Indonesia dan khususnya diperoleh dari induk yang mempunyai genotip
Provinsi Riau. Area tanaman kelapa sawit dengan sifat-sifat yang unggul. Selain sifat
setiap tahun terus mengalami peningkatan. unggul yang berperan dalam menghasilkan
Kebun kelapa sawit rakyat mendominasi bibit yang berkualitas adalah pemeliharaan
keberadaannya dengan jumlah luasannya bibit seperti pemupukan.
mencapai 51 % dari jumlah total kebun kelapa Menurut Risza (1994) untuk
sawit di Riau dengan skala produksi 7.000.000 mendapatkan bibit dalam kondisi baik pada
ton/tahun (Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pembibitan utama perlu dilakukan pemupukan.
2013). Pupuk dapat dibedakan menjadi dua yaitu
Berdasarkan Data Dinas Perkebunan pupuk anorganik dan pupuk organik.
Provinsi Riau (2014) luas areal yang memasuki Penggunaan pupuk anorganik terbukti mampu
tahap peremajaan tahun 2014 mencapai 10.247 meningkatkan hasil pertanian, namun
ha. Dapat diperkirakan jika dalam satu hektar penggunaannya harus diimbangi dengan pupuk
terdapat 136 tanaman, maka tanaman yang organik. Pupuk organik berperan penting dalam
dibutuhkan untuk replanting tanaman tua rusak kesuburan tanah yaitu untuk memperbaiki sifat
sebanyak 1.393.592 tanaman. Untuk memenuhi fisik, kimia dan biologi tanah (Hanafiah, 2004).
kebutuhan tersebut diperlukan penanganan Salah satu pupuk organik yang dapat
yang tepat pada tahap pembibitan. digunakan yaitu dengan pemanfaatan limbah
Pembibitan merupakan langkah awal pabrik kelapa sawit. Secara umum limbah dari
dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga bentuk
tanaman kelapa sawit, oleh karena itu perlu yaitu padat, cair dan gas. Limbah pabrik
1. Mahasiswa Jurusan Agroteknologi
2. Dosen Pembimbing Jurusan Agroteknologi

JOM FAPERTA VOL. 3 NO. 1 FEBRUARI 2016


Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) dapat lemak kasar 7,12 %; kalsium 0,03 %; fosfor
dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas 0,003 %dan energi154 kal/100 g (Utomo dan
bibit kelapa sawit seperti abu janjang kosong, Widjaja, 2004). Berdasarkan hasil analisis
tandan kosong sawit (TKS), solid dan lain-lain. sampel di beberapa perkebunan besar di
Solid adalah limbah padat dari hasil Sumatera solid memiliki kandungan
samping proses pengolahan tandan buah segar N = 3,52 %, P = 1,97 %, K = 0,33 % dan
(TBS) di pabrik kelapa sawit menjadi minyak Mg = 0,49%. (Pusat Penelitian Kelapa Sawit,
mentah kelapa sawit atau Crude Palm Oil 2009).
(CPO). Ketersediaan solid sangat banyak Hasil penelitian Panjaitan (2010),
dilihat dari jumlah pabrik yang ada di Provinsi pemanfaatan kompos solid dalam media tanam
Riau. Jumlah pabrik Kelapa Sawit di Riau berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit,
sebanyak 160 pabrik (Riau terkini, 2013). diameter batang, jumlah daun, total luas daun,
Kandungan unsur hara dan bahan organik yang bobot segar dan bobot kering kelapa sawit di
terdapat pada solid memungkinkan untuk dapat pre nursery. Pemanfaatan kompos solid terbaik
digunakan sebagai penambah unsur hara pada dalam media tanam adalah kompos solid 50 %
tanaman, sehingga limbah pabrik kelapa sawit dan top soil Ultisol 50 %.
yang selama ini merugikan dapat dimanfaatkan Penelitian ini bertujuan untuk
dengan baik. mengetahui pengaruh pemberian solid terhadap
Hasil analisis menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit kelapa sawit dan
padatan solid memiliki kandungan bahan mendapatkan dosis terbaik untuk pertumbuhan
kering 81,56 % yang di dalamnya terdapat bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di
protein kasar 12,63 %; serat kasar 9,98 %; main nursery.

BAHAN DAN METODE


Penelitian telah dilaksanakan pada Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 6
polybag di Kebun Percobaan Fakultas perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3
Pertanian Universitas Riau, Kampus Bina kali sehingga diperoleh 18 satuan percobaan.
Widya KM 12,5 Kelurahan Simpang Baru, Tiap unit percobaan terdapat 2 polybag bibit
Kecamatan Tampan, Pekanbaru. Penelitian tanaman sehingga diperoleh 36 polybag.
dilakukan selama empat bulan dari bulan Juni Perlakuan yang dimaksudadalah :
sampai Oktober2015. S0 :Tanpa pemberian solid
Bahan yang digunakan dalam penelitian S1 :Pemberian solid 80 g/polybag bibit
ini adalah bibit kelapa sawit hasil persilangan S2 :Pemberiansolid 120 g/polybag bibit
Dura x Pisifera berumur 3 bulan yang berasal S3 :Pemberian solid 160 g/polybag bibit
dari pembibitan Waralaba PPKS Medan S4 :Pemberian solid 200 g/polybag bibit
Agrolestari Sei Pagar Kampar Riau, lapisan S5 :Pemberian solid 240 g/polybag bibit
topsoil/tanah inceptisol, fungisida Dithane Hasil analisis sidik ragam dilanjutkan
M-45, insektisida Decis 2,5 EC, polybag dengan Uji Jarak Berganda Duncans pada taraf
berukuran 40 cm x 35 cm dengan bobot 8 kg 5 %.
tanah,air, pupuk NPK Mutiara dan Solid . Pelaksanaan penelitian dimulai dengan
Alat yang digunakan dalam penelitian persiapan lahan, penyediaan bibit, persiapan
ini adalah cangkul, terpal, ayakan, meteran, media tanam, pemberian perlakuan,
paranet, jangka sorong, gembor, timbangan penanaman, dan pemeliharaan. Paramater yang
digital, oven, kamera, buku dan alat tulis. diamati antara lain pertambahan tinggi bibit,
Penelitian ini dilakukan secara pertambahan jumlah daun, pertambahan
eksperimen dengan menggunakan Rancangan diameter bonggol, dan berat kering bibit.

JOM FAPERTA VOL. 3 NO. 1 FEBRUARI 2016


HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pertambahan Tinggi Bibit, Jumlah Daun dan Diameter Bonggol
Data hasil pengamatan yang telah pertambahan diameter bonggol. Hasil uji lanjut
dianalisis ragam menunjukkan bahwa aplikasi dari rata-rata pertambahan tinggi, jumlah daun
solid pada media bibit kelapa sawit dan diameter bonggol dapat dilihat pada Tabel
berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi 1.
bibit, pertambahan jumlah daun dan

Tabel 1. Rata-rata pertambahan tinggi, pertambahan jumlah daun dan pertambahan diameter
bonggol bibit kelapa sawit dengan aplikasi solid dari umur 3 - 7 bulan.
Pertambahan Pertumbuhan
Dosis solid
(g/polybag) Tinggi tanaman Jumlah daun Diameter bonggol
(cm) (helai) (cm)
0 20,93d 6,41c 0,81c
80 30,85c 6,66bc 0,98c
120 31,48c 6,75bc 1,51b
160 33,30c 7,41b 1,65b
200 37,06b 8,83a 2,37a
240 42,15a 9,25a 2,59a
Angka-angka pada kolom untuk setiap parameter yang diikuti huruf kecil yang tidak sama adalah berbeda nyata
menurut uji jarak berganda duncan taraf 5%.

Data Tabel 1 menunjukkan menunjukkan hasil tinggi bibit yang berbeda


pertambahan tinggi bibit tanaman kelapa sawit tidak nyata. Hal ini diduga pada dosis tersebut
yang tertinggi terdapat pada perlakuan dosis memiliki jumlah kandungan unsur hara yang
solid 240 g/polybag yaitu 42,15 cm, berbeda relatif sama sehingga mengakibatkan pengaruh
nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga yang tidak berbeda. Pertambahan tinggi
karena unsur hara yang terkandung pada solid tanaman sangat erat kaitannya dengan unsur
240 g/polybag tersedia cukup untuk hara makro seperti nitrogen, fosfor dan kalium.
pertumbuhan tanaman. Dari hasil analisis solid Menurut Lingga dan Marsono (2005),
memiliki kandungan N (3,52 %), P (1,97 %), K penambahan unsur hara nitrogen dapat
(0,33 %) dan Mg (0,49 %) (Pusat Penelitian merangsang pertumbuhan vegetatif yaitu
Kelapa Sawit, 2009). Tinggi tanaman cabang, batang dan daun yang merupakan
dipengaruhi unsur hara nitrogen yang tersedia komponen penyusun asam amino, protein dan
pada solid. Nitrogen merupakan unsur hara pembentuk protoplasma sel yang dapat
penting yang diperlukan untuk pertumbuhan berfungsi dalam merangsang pertumbuhan
vegetatif tanaman.Unsur hara nitrogen juga tinggi tanaman.
berperan dalam meningkatkan laju fotosintesis, Tinggi bibit berkaitan dengan jumlah
meningkatnya laju fotosintesis maka daun, tinggi bibit yang berbeda nyata juga
pertambahan tinggi tanaman juga meningkat. berakibat pada jumlah daun yang berbeda nyata
Hakim dkk.(1986) menyatakan bahwa nitrogen antar perlakuan. Hal ini dikarenakan tinggi dan
berperan dalam pembentukan sel-sel klorofil jumlah daun berada pada fase yang sama yaitu
dimana klorofil berguna dalam fotosintesis fase vegetatif dimana pada fase ini sangat
sehingga dibentuk energi yang diperlukan sel dipengaruhi unsur hara nitrogen. Aplikasi solid
untuk aktivitas pembelahan, pembesaran dan dosis 240 g/polybag menunjukkan tinggi bibit
pemanjangan. dan jumlah daun tertinggi sedangkan pada
Tabel 1 memperlihatkan bahwa aplikasi tanpa perlakuan memiliki tinggi bibit
semakin tinggi dosis solid yang diberikan dan jumlah daun terendah. Hal ini diduga
menunujukkan pertambahan tinggi yang cukup karena pada perlakuan 240 g/polybag
baik akan tetapi pada aplikasi solid dosis 160 menyediakan unsur hara N dan P yang cukup,
g/polybag, 120 g/polybag dan 80 g/polybag dimana unsur N dan P pada media dapat
JOM FAPERTA VOL. 3 NO. 1 FEBRUARI 2016
membantu proses pembelahan dan pembesaran Hal ini disebabkan faktor genetik menentukan
sel yang menyebabkan daun muda lebih cepat jumlah daun dari tiap genotipe tanaman kelapa
mencapai bentuk sempurna. Hal ini sesuai sawit yang menyebabkan jumlah daun yang
dengan pendapat Lakitan (2000) bahwa hamper sama. Sesuai dengan pernyataan
ketersediaan unsur N dan P akan Pangaribuan (2001) bahwa jumlah daun sudah
mempengaruhi daun dalam hal bentuk dan merupakan sifat genetik dari tanaman kelapa
jumlah. sawit dan juga tergantung pada umur tanaman.
Aplikasi solid dosis 200 g/polybag Laju pembentukan daun (jumlah daun per
menunjukkan hasil berbeda tidak nyata dengan satuan waktu) relatif konstan jika tanaman
dosis 240 g/polybag terhadap pertambahan ditumbuhkan pada kondisi suhu dan intensitas
jumlah daun bibit kelapa sawit, hal ini cahaya yang juga konstan.
dikarenakan kandungan nitrogen pada solid Gardner dkk. (1991) menyatakan bahwa
yang diserap tanaman telah mencukupi jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh
kebutuhan untuk membentuk daun baru. genotip dan lingkungan. Posisi daun pada
Lakitan (1996) menyatakan unsur hara yang tanaman yang terutama dikendalikan oleh
paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan genotipe, juga mempunyai pengaruh nyata
perkembangan daun adalah nitrogen. Bila terhadap laju pertumbuhan daun, dimensi akhir
tanaman kekurangan nitrogen, maka sintesis dan kapasitas untuk merespon kondisi
klorofil, protein dan pembentukan sel baru lingkungan yang lebih baik seperti ketersediaan
akan terhambat, akibatnya tanaman tidak air.
mampu membentuk organ-organ seperti daun. Bibit umur 3 - 7 bulan yang diberi solid
Aplikasi solid dosis 160 g/polybag (0 - 240 g/polybag) belum mampu memacu
menunjukkan hasil berbeda tidak nyata dengan percepatan perubahan helaian daun dari lanset
aplikasi dosis 80 g/polybag dan 120 g/polybag ke bifourcate. Kondisi ini dapat dilihat pada
serta berbeda nyata dengan tanpa aplikasi solid. Gambar 1 dan 2.

Gambar 1. Tampilan daun umur 3 bulan Gambar 2. Tampilan daun umur 7 bulan

Gambar 1 dan 2 terlihat bahwa belum ditemukan pada dosis 0 g/polybag yang
adanya perubahan helaian daun dari lanset ke berbeda tidak nyata dengan dosis 80 g/polybag
bifourcate pada bibit umur 7 bulan, hal ini kemudian diikuti oleh dosis 120 g/polybag
diduga dipengaruhi oleh faktor genetik dan yang berbeda tidak nyata dengan dosis 160
umur pada bibit kelapa sawit tersebut. g/polybag, diameter yang relatif bagus ditemui
Pernyataan ini didukung oleh Nyoto (2007) pada dosis 200 g/polybag dan berbeda tidak
bahwa bibit kelapa sawit mengalami nyata dengan dosis 240 g/polybag. Hal ini
perubahan lanset ke bifourcate pada umur diduga unsur hara yang tersedia pada solid
antara 8 atau 9 bulan. dapat diserap akar tanaman dalam
Selain tinggi dan jumlah daun, fase pembentukan bonggol. Fauzi dkk. (2008)
vegetatif yang diamati yaitu diameter bonggol. menyatakan bahwa ketersediaan unsur hara
Pada Tabel 1 menunjukkan diameter terkecil yang dapat diserap oleh tanaman merupakan
JOM FAPERTA VOL. 3 NO. 1 FEBRUARI 2016
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi akan berjalan dengan baik dan translokasi pati
pertumbuhan tanaman. Pertambahan diameter ke bonggol bibit akan semakin lancar, sehingga
bonggol bibit kelapa sawit dipengaruhi unsur akan terbentuk bonggol bibit yang baik.
hara nitrogen, fosfor dan kalium bagi tanaman. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Jumin
Unsur hara untuk pertambahan diameter (1986) bahwa batang merupakan daerah
bonggol bibit kelapa sawit yaitu unsur K. akumulasi pertumbuhan tanaman khususnya
Menurut Nyakpa dkk. (1988) kalium berfungsi pada tanaman yang lebih muda sehingga
mempercepat pertumbuhan jaringan meristem. dengan adanya unsur hara dapat mendorong
Leiwakabessy (1988) menyatakan pertumbuhan vegetatif tanaman diantaranya
unsur K sangat berperan dalam meningkatkan pembentukan klorofil pada daun sehingga akan
diameter bonggol tanaman, khususnya sebagai memacu laju fotosintesis. Semakin laju
jaringan yang berhubungan antara akar dan fotosintesis maka fotosintat yang dihasilkan
daun pada proses transpirasi. Tersedianya akan memberikan ukuran pertambahan
unsur hara K maka pembentukan karbohidrat diameter batang yang besar.

4.2. Berat Kering Bibit


Berdasarkan hasil pengamatan yang bibit kelapa sawit. Hasil uji lanjut terhadap
telah dianalisis ragam diketahui bahwa aplikasi pengamatan berat kering disajikan pada
solid berpengaruh nyata terhadap berat kering Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata berat kering bibit (g) kelapa sawit dengan aplikasi solid pada umur 7 bulan
Dosis solid (g/polybag) Berat kering (g)
0 22,88c
80 37,04c
120 40,24b
160 47,82b
200 49,78b
240 75,49a
Angka-angka pada kolom yang diikuti huruf kecil yang tidak sama adalah berbeda nyata menurut uji jarak berganda
duncan taraf 5%.

Tabel 2 menunjukkan bahwa aplikasi Aplikasi solid pada dosis 0 g/polybag


solid dosis 240 g/polybag menghasilkan berat memperlihatkan berat kering bibit terendah.Hal
kering bibit tertinggi dan berbeda nyata dengan ini berhubungan dengan parameter sebelumnya
perlakuan lainnya. Pemanfaatan unsur hara N, seperti pertambahan tinggi tanaman, diameter
P dan K yang optimal bagi tanaman dapat bonggol dan jumlah daun yang
meningkatkan klorofil. Nyakpa dkk. (1988) pertumbuhannya rendah sehingga berat
menyatakan bahwa meningkatnya klorofil, keringnya juga rendah karena diperkirakan
maka akan meningkat aktivitas fotosintesis rendahnya akumulasi senyawa organik yang
dalam menghasilkan asimilat yang berhasil disintesis.
mempengaruhi berat kering. Berat kering bibit Berat kering merupakan ukuran
ditentukan oleh tinggi tanaman, jumlah daun pertumbuhan dan perkembangan tanaman
dan diameter bonggol bibit. Peningkatan berat karena berat kering mencerminkan akumulasi
kering berkaitan dengan jumlah daun karena senyawa organik yang berhasil disintesis oleh
menentukan peningkatan fotosintat. tanaman. Berat kering menunjukkan
Pada Tabel 2 aplikasi solid dosis 200 perbandingan antara air dan bahan padat yang
g/polybag menunjukkan hasil berbeda tidak dikendalikan jaringan tanaman. Menurut
nyata dengan perlakuan lainnya.Peningkatan Prawiranata dkk.(1995) berat kering tanaman
tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter mencerminkan status nutrisi suatu tanaman dan
bonggol menyebabkan berat kering tanaman juga merupakan indikator yang menentukan
cenderung meningkat. baik tidaknya suatu pertumbuhan dan

JOM FAPERTA VOL. 3 NO. 1 FEBRUARI 2016


perkembangan tanaman sehingga erat Menurut Lakitan (1993) kandungan unsur hara
kaitannya dengan ketersediaan hara. didalam tumbuhan dihitung berdasarkan berat
Jumin (1986) menyatakan produksi bahan kering tumbuhan disajikan dengan
berat kering tanaman merupakan proses satuan ppm atau persen. Bahan kering
penumpukan asimilat melalui proses tumbuhan adalah bahan tumbuhan setelah
fotosintesis. Jika dosis yang diberikan pada seluruh air yang terkandung didalamnya
perlakuaan semakin meningkat maka akan dihilangkan.
terlihat pada peningkatan berat kering tanaman.

KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan pertambahan diameter bonggol yang
a. Pemberian berbagai dosis solid pada media terbaik diantara perlakuan lainnya.
bibit kelapa sawit berpengaruh nyata
terhadap pertambahan tinggi, pertambahan 2. Saran
jumlah daun, pertambahan diameter Berdasarkan hasil penelitian yang telah
bonggol dan berat kering bibit. dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan
b. Solid dengan dosis 200 g/polybag bibit kelapa sawit umur 3 - 7 bulan yang lebih
memberikan pertambahan tinggi bibit, baik disarankan untuk menggunakan solid
pertambahan jumlah daun dan dengan dosis 200 g/polybag.

DAFTAR PUSTAKA
Dinas Perkebunan Provinsi Riau. 2013. Badan Leiwakabessy, F. M. 1988. Kesuburan
Pusat Statistik Provinsi Riau. Tanah. Diktat Kuliah Kesuburan
Pekanbaru. Tanah. Depertemen Ilmu-Ilmu Tanah.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Dinas Perkebunan Provinsi Riau. 2014. Riau Bogor. Bogor.
Fokuskan Peremajaan Perkebunan
dan Tumpang Sari. Pekanbaru. Riau. Lingga, P dan Marsono. 2005. Petunjuk
Penggunaan Pupuk. Penebar
Fauzi, Y., Y.E. Widyastuti., I.Satyawibawa., R. Swadaya. Jakarta.
Hatono. 2000. Kelapa Sawit (Elais
guineensis Jacq.) : Teknik Budidaya Nyakpa, M.Y., A.M Lubis., M.A Pulung., A.G.
Tanaman. Sinar. Medan. Amrah., A. Munawar., G.B Hong N.
Hakim. 1988. Kesuburan Tanah.
Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.I. Mitchell. Universitas Lampung. Lampung.
1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Nyoto. 2007. Cara Praktis Budidaya Kelapa
UI press. Jakarta. Sawit. Unri Press. Pekanbaru.

Hakim, N., M.Y.Nyakpa., A.M. Lubis, S.G. Pangaribuan, Y. 2001. Studi Karakter
Nugroho., M.R.Saul., M.A. Diha., Morfofisiologi Tanaman Kelapa
GoBan Hong., H. Bailey. 1986. Dasar- Sawit di Pembibitan terhadap
Dasar Ilmu Tanah. Universitas Cekaman Kekeringan. Tesis. Institut
Lampung. Pertanian Bogor. Bogor.

Lakitan, B. 2000. Dasar-Dasar Fisiologi


Tanaman. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.

JOM FAPERTA VOL. 3 NO. 1 FEBRUARI 2016


Panjaitan, Carlos. 2010. Pengaruh
Pemanfaatan Kompos Solid dalam
Media Tanam Dan Pemberian Pupuk
NPKMg (15:15:6:4) terhadap
Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq) di Pre
Nursery. Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Medan.
(Tidak dipublikasikan).

Prawiranata, W, S. Harran dan P.


Tjandronegoro. 1995. Dasar±Dasar
Fisiologi Tumbuhan II. Fakultas
Pertanian IPB. Bogor

Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2005.


Budidaya Kelapa Sawit. Medan

Risza, S. 1994. Kelapa Sawit, Upaya


Peningkatan Produktivitas. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.

Riau terkini. 2013. Riau Kekurangan 39


Pabrik Kelapa Sawit. Pekanbaru.
www.riauterkini.com. Diakses pada
tanggal 5 Januari 2015.

Utomo, B dan E. Widjaja. 2004. Limbah


padat pengolahan minyak sawit
sebagai sumber nutrisi ternak
ruminansia. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Kalimantan
Tengah. Palangkaraya.

JOM FAPERTA VOL. 3 NO. 1 FEBRUARI 2016

Anda mungkin juga menyukai