Anda di halaman 1dari 11

KHUTBAH

Khutbah Idul Adha: Kurban dan Pendidikan Tauhid


Keluarga
Rabu, 23 September 2015 | 02:46 WIB

Kisah keluarga Ibrahim telah menjadi legenda sejak lebih dari 5.000 tahun silam. Inilah kisah keluarga
teladan. Keluarga yang telah berhasil membangun dan menanamkan tauhid pada segenap sendi-sendi
kehidupan. Ibrahim, Hajar, dan Ismail adalah potret anggota keluarga sempurna dalam pengabdian dan
penghambaan kepada Allah SWT, robbul ‘izzati. 
‫إ إ ه‬ ‫ إ إ ا و‬  ‫ةوأ‬ ‫نا‬ ‫او‬ ‫اوا‬ ‫ا أ‬-  ‫ا أ ا أ ا أ‬
‫إ إ ا ا أ ا‬ ‫اب و‬ ‫هو ما‬ ‫هوأ‬ ‫ إ إ ا و ه ق و ه و‬ ‫ون‬ ‫ها‬ ‫و‬ ‫ا‬
  ‫أ و ا‬
‫ه‬ ‫و‬  ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ىود ا‬ ‫ر‬ ‫ا ي أر‬ ‫ا‬  ‫إ ا‬ ‫ا يأ‬ ‫ا‬ 
 ‫ن‬ ‫ا‬

‫نإ‬ ‫و‬ ‫ده‬ ‫ره و‬ ‫وأ‬


‫آ وأ‬ ‫و‬ ‫ا‬  ‫أن ا ر ل ا‬ ‫أن إ إ ا و أ‬ ‫أ‬
ٍ ِ َ ‫ َ َ ّ ْ َ ه ُ ِ ُ َ ٍم‬  َ ِ ِ ّ ‫َب َ ْ ِ ِ َ ا‬ ِّ ‫ ر‬: ‫ا‬ ‫ لا‬  ‫ما‬
ِْ ِ ّ ‫ن ا‬
ِ َ ّ ‫ِ َا‬ ِ ِ ُ ‫ أ ُ ْذ‬  ْ ِ َ ْ ‫ن ا‬
ِ ‫ل ا ُ َ َ َ ِ ا ْ ُ ْآ‬ ِ ِ
َ َ َ‫ ا ُ ْو ِ ْ ُ ْ و َ َ ْ ِ ِ َ ْ َ ا و َ َ َ ِ ِ َ َ ّ ُ ْ ُ ْ ِ ُ ْن‬: ‫ َ َ ِ َ د َ ا‬:ُ ْ َ ّ َ ‫ا‬
‫و ا‬Software
Payroll ‫ا أ‬ ‫ا أ‬ ‫َ ا َ ّ َ ا ّ ِ ْ َ ا َ َ ُ ا ا ّ ُ ا ا َ َ ّ ُ َ ِ ِ و َ َ َ ُ ْ ُ ّ ا ِ ّ و َا َ ْ ُ ْ ُ ْ ِ ُ ْنَ ا أ‬
Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.
Australia
Learn More

Prorateer
Alhamdulillah, kita panjatkan segala puji dan syukur bagi Allah SWT. Allah satu-satunya Tuhan. Itu berarti
×tidak ada tuhan selain Dia. Tidak ada satu zat pun, apa pun  dan siapa pun yang pantas, yang berhak, yang
layak, dan yang wajib kita ibadahi selain Allah. Peribadatan dan penghambaan hanya kita pasrahkan kepada
Allah SWT. Allah Sang Pencipta dan Pemilik jagat raya,  pemelihara langit dan bumi seisinya. Inilah tauhid,
inti ajaran  para rasul sejak Adam AS hingga Muhammad SAW. Tauhid yang harus kita pegang dengan
teguh sampai kapan pun dan apa pun konsekwensinya.

Kemudian kita mohonkan agar shalawat dan salam tetap Allah limpahkah kepada Muhammad Rasulullah
SAW. Khataman nabiyyin yang dengan risalah yang dibawanya, sanggup mengantarkan  ummatnya pada
kebahagiaan dunia dan akhirat. Pemimpin pemberi uswah terbaik yang tiada banding dan tiada tanding.
Hari ini gema takbir berkumandang memenuhi langit. Bersahut-sahutan tiada henti. Hati siapakah yang
tidak tergetar mendengar keagungan dan kebesaran Allah terus-menerus dilantunkan oleh lebih dari 1,5
miliar manusia di seluruh pelosok bumi? Takbir itu terus bergema dan menggelegar, sambung-
menyambung dari satu negeri ke negeri lain. Hanya hati yang telah mengeras bagai batu belaka yang tidak
merespon dengan amat positif salah satu tanda-tanda kebesaran Allah ini.
 
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar
Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah
Setiap kali sampai pada momen Idul Adha, kita diingatkan kembali akan kisah agung keluarga Ibrahim AS.
Kisah penuh teladan bagi segenap manusia sepanjang zaman. Kisah yang telah dengan amat indah Allah
rekam dalam surat TQS. Ash Shafaat [37] : 100-113.
Kisah keluarga Ibrahim telah menjadi legenda sejak lebih dari 5.000 tahun silam. Inilah kisah keluarga
teladan. Keluarga yang telah berhasil membangun dan menanamkan tauhid pada segenap sendi-sendi
kehidupan. Ibrahim, Hajar, dan Ismail adalah potret anggota keluarga sempurna dalam pengabdian dan
penghambaan kepada Allah SWT, robbul ‘izzati. Setiap individu dalam keluarga utama ini, benar-benar
menunjukkan kwalitas ultraprima dalam bertauhid secara murni dan luar biasa.
Sejak kita kanak-kanak, kisah keluarga ini sudah begitu akrab. Di sekolah para guru menceritakannya. Di
surau, langgar, dan mushola-mushola, para ustadz dan guru ngaji mengisahkannya. Seperti baru kemarin,
kisah berusia ribuan tahun itu disampaikan kembali kepada kita. Kita masih ingat, bagaimana Ibrahim AS
teramat sangat merindukan anak. Di usianya yang sudah renta, Allah belum juga menganugrahi keturunan
baginya. Sementara Sarah, istrinya yang juga sudah tua, tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda
kehamilan. Buat Ibrahim AS, anak bukanlah sekadar pelanjut keturunan. Bagi sang khalilullah, kekasih
Allah ini, anak juga sekaligus pewaris risalah kenabian.
Berapa lama di antara kita yang menanti kehadiran si buah hati dalam keluarga? Lima tahun? Tujuh tahun?
10 tahun, 12 tahun, atau mungkin bahkan 15 tahun? Suasana seperti apakah yang mewarnai kehidupan
keluarga tanpa tangis bayi? Sepi. Sunyi. Sepertinya hari demi hari berlalu berselimut suram dan muram.
Hampir pasti, hari-hari seperti itulah yang dijalani pasangan Ibrahim AS dan Sarah.  Namun Ibrahim tidak
putus-putusnya terus berdoa kepada Allah agar dikaruniai keturunan.
(101) ٍ ِ َ ‫( َ َ ّ ْ َ ه ُ ِ ُ َ ٍم‬100) َ ِ ِ ّ ‫َب َ ْ ِ ِ َ ا‬
ِّ ‫ر‬
 
Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami
beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar. (TQS. Ash Shafaat [37] : 100-101)
Alhamdulillah, sejarah akhirnya mengabarkan, melalui Hajar, Allah menganugrahi Ibrahim AS keturunan.
Lahirlah Ismail, bayi laki-laki yang telah teramat lama didamba. Kalau saja kita mencoba hadir pada
peristiwa itu, maka akan dapat kita rasakan betapa kebahagiaan membuncah dari dada Ibrahim AS dan
istrinya Hajar. Anak yang diharapkan telah hadir di pangkuan. Sejuta doa dan harapan tumpah-ruah
kepada si bayi. Kasih dan sayang tercurah bagi penyambung risalah dan keturunan, Ismail kecil. Hari-hari
×pun bagai dipenuhi pelangi. Warna-warni indah senantiasa mengiringi. Senyum dan tawa bahagia setiap
saat pecah menghiasi kehidupan keluarga utama ini.

ADVERTISEMENT

Namun agaknya Allah punya rencana sendiri. Allah ingin menguji cinta Ibrahim kepadaNya. Adakah cinta
kepada Allah itu adalah cinta yang tidak tertandingi? Atau, jangan-jangan Ismail yang amat rindukan itu
menjadi “pesaing” cinta Ibrahim kepada Allah Tuhannya yang Maha Agung?
َ ِ ُ ّ ‫ل َ أ َ ِ ا ْ َ ْ َ ُ ْ َ ُ َ َ ِ ُ ِ إ ْن َ ء َ ا‬
َ َ ‫ل َ ُ َ ّ إ ِ ّ أر َى ِ ا ْ َ َ ِم أ ِ ّ أ ْذ َ ُ َ َ ْ ُ ْ َ ذ َا َ َى‬
َ َ َ ْ ّ ‫َ َّ َ َ َ َ َ ُا‬
102 :‫ت‬ ‫ا ّ ِ ِ َ )ا‬
 
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata:
"Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka kirkanlah apa
pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah
kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar". (TQS. Ash Shafaat [37] ; 102)
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar
Bapak-bapak, Ibu-ibu, dan saudara-saudara yang saya hormati
Perasaan seperti apakah yang menyelimuti Ibrahim saat mendapat perintah menyembelih Ismail, putra
yang amat dikasihinya? Dapatkah kita bayangkan, setelah puluhan tahun menanti keturunan, bahkan ketika
siknya sudah semakin renta, lalu ketika anak yang teramat didamba itu ada, Allah perintahkan untuk
menyembelih? Ibrahim pun menghadapi dua pilihan, mengikuti perasaan hatinya dengan ”menyelamatkan”
Ismail buah cinta keluarga. Atau, menaati perintah Allah dengan ”mengorbankan” putra kesayangannya.
Situasi seperti inilah yang sejatinya setiap saat kita hadapi dalam hidup sehari-hari. Mengutamakan Allah
dan rasulNya, atau memilih tetap menggenggam ‘Ismail-Ismail’ lain di sekeliling kita? Walau sering lidah
kita mengatakan, “ini adalah karunia Allah”, namun praktiknya kita sering merasa menjadi ‘pemilik’
karunia itu.
Sekarang, mari kita kenali segala sesuatu yang kita cintai. Begitu kita cintai sesuatu itu, hingga kita rela
mengorbankan apa saja untuknya. Ketahuilah, itulah ‘Ismail’ kita. ‘Ismail’ kita adalah segala sesuatu yang
dapat melemahkan iman dan dapat menghalangi kita menuju taat kepada Allah. Setiap sesuatu yang dapat
membuat diri kita tidak mendengarkan perintah Allah dan enggan mengikuti kebenaran. ‘Ismail’ kita
adalah setiap sesuatu yang menghalangi kita untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban syar’i. Setiap
sesuatu yang menyebabkan dan menjadikan kita mengajukan bermacam alasan dan dalih untuk
menghindar dari perintah Allah SWT.
Anak, istri, keluarga, kerabat, harta benda, perniagaan/bisnis, rumah-rumah tinggal sejatinya adalah ‘Ismail-
×ismail’ buat kita. Jika semua itu lebih kita cintai daripada cinta kepada Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalan
Allah, maka sungguh, kita sudah membuat pilihan yang keliru. Karena dengan demikian, berbagai karunia
yang Allah anugrahkan tadi, buat kita telah menjadi tuhan-tuhan tandingan bagi Allah. Dan itu artinya, kita
sedang menanam benih-benih yang akan berujung pada panen kemurkaan Allah. Naudzu billahi mindzalik!
‫إ‬ ‫أ‬ ‫د و‬ ‫ن‬ ‫و رة‬ ‫وأ ال ا‬ ‫و‬ ‫ إن ن آ ؤ وأ ؤ و ا وأزوا‬ 
‫يا ما‬ ‫ه وا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫و د‬ ‫ا ور‬
Katakanlah: "Jika bapa-bapa kamu, anak-anak kamu, saudara-saudara kamu, isteri-isteri kamu, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di
jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang fasik (Al-taubah; 24).
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar
Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.
 Hikmah lain yang bisa kita petik dari kisah agung ini adalah betapa luar biasanya Ismail. Sebagai seorang
pemuda, yang tengah tumbuh dengan segala potensinya, yang masa depan gemilang menantinya, Ismail
telah menunjukkan kualitas jauh di atas rata-rata. Tauhid telah terpatri dengan sangat kokoh di dadanya.
Bisakah kita membayangkan, perasaan seperti apakah yang kira-kira berkecamuk di dada seorang pemuda,
ketika ayah yang amat dicintai dan mencintainya, berkata akan menyembelihnya? Benarkah ayahandanya
itu sungguh-sungguh mencintainya? Kalau benar, cinta seperti apakah yang mampu menggerakkan lidah
ayahandanya untuk mengucapkan kata-kata itu?
Tapi lagi-lagi Ismail bukanlah seorang pemuda rata-rata. Perintah yang amat berat itu pun disambut Ismail
dengan penuh kesabaran. Dia menyanggupi menyerahkan lehernya untuk disembelih. Bukan itu saja, Ismail
yang tahu persis bahwa perintah itu pasti amat berat bagi ayahandanya, bahkan mendorong keteguhan jiwa
Ibrahim AS untuk melaksanakan perintah Allah tersebut.
Wahai bapakku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya’a Allah engkau akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar” (TTQS ash-Sha at [37]: 102)
Pertanyaan besar yang bisa diajukan dari adegan luar biasa ini adalah, gerangan apakah yang membuat
Ismail menjadi setegar ini? Menu apakah yang setiap hari mengisi kepala dan dadanya, sehingga dia bisa
dengan rela menyerahkan lehernya untuk disembelih ayahnya? Pendidikan seperti apa yang bahkan
membuat Ismail juga meneguhkan hati ayahnya agar tidak ragu-ragu melaksanakan perintah Allah?
Tentu saja kehebatan Ismail itu bukanlah sesuatu yang instan apalagi sim salabim. Keluarbiasaan Ismail
adalah buah dari pendidikan dan bimbingan dari seorang ibu yang juga sangat luar biasa. Inilah peran
dahsyat dari Siti Hajar, perempuan yang telah dipilih Allah untuk mendampingi Ibrahim AS dan
melahirkan keturunan para nabi. Dia telah mampu membentuk bayi merah Ismail yang ditinggalkan
suaminya di tengah padang gersang tak berpenghuni, menjadi anak muda istimewa. Hajar telah suskes
mentransformasikan kesalehan, kesabaran, kepasrahan, dan ketakwaannya   kepada anak yang amat
dicintainya.  Dan, proses transformasi itu berlangsung setiap hari, setiap detik, setiap saat.
Bagaimana dengan pemuda-pemuda kita hari ini? Adakah mereka mewarisi kedahsyatan Ismail? Sayang
sekali, yang terjadi justru sebaliknya. Sebagian (besar) anak-anak muda kita, pelajar dan mahasiswa kita,
hari-harinya dipenuhi dengan berbagai perilaku memprihatinkan. Tawuran pelajar, penyalahgunaan
narkoba, dan seks bebas telah menjadi konsumsi harian mereka.
Data-data yang tersaji tentang perilaku anak-anak muda kita sungguh membuat miris. Menurut Komisi
Perlindungan Anak (KPAI), misalnya, pada semester satu 2012 saja ada 229 kasus tawuran antarpelajar,
19 tewas dan sisanya luka berat dan ringan. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama
tahun 2011, yaitu 128 kasus tawuran.
Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut pada 2008 terdapat 3,4 juta penyalahgunaan narkoba.
×Angkanya naik menjadi 3,83 juta pada 2010. Pada 2015, diperkirakan jumlah pengguna narkoba
menembus 5,13 juta jiwa.
Sementara itu, seks bebas juga marak di kalangan remaja. Hal itu antara lain ditandai dengan tingginya
angka aborsi di kalangan remaja. Komnas Perlindungan Anak (PA) mencatat, pada periode 2008–2010
terjadi 2,5 juta kasus, 62,6% dilakukan anak di bawah umur 18 tahun.
Sementara berdasarkan data dari BKKBN  tahun 2013, anak usia 10-14 tahun yang telah melakukan
aktivitas seks bebas atau seks di luar nikah mencapai 4,38%. Sedangkan pada usia 14-19 tahun sebanyak
41,8% telah melakukan aktivitas seks bebas.  Data lain mengatakan bahwa tidak kurang dari 700.000 siswi
melakukan aborsi setiap tahunnya.
Apa yang terjadi dengan pemuda-pemudi kita? Kenapa ini bisa terjadi? Benarkah anak-anak muda itu
nakal? Kurang ajar, tidak bermoral, dan berkhlak rendah? Sudah berapa lama ini semua terjadi?
Semestinya bukan pertanyaan-pertanyaan bernada kecaman seperti itu yang kita sorongkan. Pertanyaan
yang seharusnya diajukan adalah, dimana saja selama ini kita; para orang tua, guru, dan pemerintah
berada? Apa yang telah kita lakukan dan berikan kepada anak-anak itu?
Sebagai orang tua, bukankah selama ini nyaris tidak ada apa pun yang kita berikan kepada anak-anak itu?
Kita sudah merasa menuntaskan kewajiban jika sudah menjejali mereka dengan aneka hadiah dan
kebutuhan siknya. Pertanyaannya, adakah perhatian dan kasih-sayang kita masih tercurah kepada mereka?
Bagaimana dengan waktu dan kebersamaan di rumah dan keluarga? Masihkah kita shalat berjamaah dan
membaca al quran bersama mereka? Dan, di atas semua itu, masih adakah teladan yang kita tunjukkan
kepada anak-anak itu?
Bukankah di rumah kita telah menjadi para diktator bagi anak-anak. Kita melarang mereka melakukan ini-
itu. Namun pada saat yang sama kita tetap saja asyik dengan larangan tersebut. Para ayah melarang anak-
anaknya merokok, sementara di sela-sela jemarinya terselip rokok yang masih mengepulkan asap. Para ibu
menyuruh anak-anaknya belajar dan melarang mereka menonton tv, sementara dia sendiri asyik duduk di
sofa sambil matanya tidak lepas dari sinetron pengumbar mimpi dan nafsu.
Para guru di sekolah mengajarkan moral kepada para siswanya, sementara berbagai kecurangan terus
dilakukan. Tidak disiplin dengan kehadiran yang membuat anak-anak gaduh di kelas. Sibuk mencari
tambahan di luar kelas hingga kwalitas pengajaran terus melorot. Para kepala sekolah sibuk mengutak-atik
anggaran bantuan operasional sekolah (BOS) untuk kepentingan sendiri.
Para pejabat publik di eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang digaji dengan uang rakyat, tidak lagi
memikirkan dan bekerja dengan sungguh-sungguh agar rakyatnya sejahtera dan tercerahkan. Mereka justru
sibuk bermanuver untuk melanggengkan jabatan untuk menumpuk harta dan kekuasaan, kekuasaan dan
harta.
Teladan telah menjadi barang amat langka di negeri ini. Anak-anak kita tidak lagi bisa menemukan contoh
hidup sederhana, arif, santun, dan penuh kasih kepada sesama yang bisa ditiru. Yang ada, setiap hari
mereka dijejali dengan budaya hedonis, konsumtif, koruptif, dan manipulatif. Dan semua hal buruk itu
setiap saat dipertontonkan  dengan sangat telanjang oleh para orang tua di rumah, guru di sekolah, dan
para pejabat di kursi-kursi kekuasaannya.
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar
Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah
Kalau kita ingin memiliki anak seperti Ismail, maka dengan sendirinya diperlukan seorang bapak seperti
Ibrahim AS. Tentu saja, tidak 100% seperti Ibrahim. Mungkin cuma 50%, 25%, 10%, bahkan mungkin 1%
dari kualitas Ibrahim. Anak-anak seperti Ismail juga memerlukan seorang ibu seperti Hajar. Tentu saja,
tidak 100% seperti Hajar. Cukup 50%, 25%, 10%, bahkan mungkin 1% dari kualitas bunda Hajar.
Pertanyaannya sekarang, seper berapa persenkah para bapak dan suami  zaman ini dari Ibrahim? Apakah
×ada tanda-tanda bunda Hajar pada istri dan para ibu di rumah tangga kita sekarang? Dimanakah kita
bertemu jodoh yang kemudian berlanjut pada pernikahan dan keluarga? Apakah di night club, karaoke atau
lokasi-lokasi maksiat lain yang menjadi tempat pertemuan dengan jodoh kita?
Jangan pernah berharap di rumah kita akan hadir anak-anak sekelas Ismail, kalau kita sendiri sebagai
orang tua tidak mewarisi keutamaan Ibrahim dan Hajar. Sebagai kepala keluarga, sudahkah para bapak
hanya memberi na ah anak dan istri dengan harta yang halal? Adakah rupiah yang kita bawa pulang
benar-benar bersih dari unsur haram? Sah dan halalkah kelebihan penghasilan di luar gaji yang kita
berikan kepada anak istri dalam bentuk na ah, rumah, vila, tabungan dan deposito, saham dan obligasi,
mobil, dan harta benda lain?
Ibu seperti apakah yang mampu melahirkan dan membimbing anak-anaknya seperti Ismail? Atau, ibu yang
bagaimanakah yang memiliki surga di bawah telapak kakinya? Al-jannatu tahta aqdamil ummahat, surga di
bawah telapak kaki ibu. Sebagian ulama memang menyebut ini hadits palsu. Sebagian lain mengatakan
munkar, karena ada Manshur dan Abu Nadzhar, sebagai perawi tidak dikenal. Bahkan Al-Ha dz
menyebutkan perawi lain hadits ini, yaitu Musa, adalah al-kadzdzab atau pendusta.
Meski demikian, ada hadits lain yang senada namun punya kedudukan shahih. Sanad hadits ini oleh
banyak ulama diterima sebagai hadits yang hasan. Bahkan Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menyebutnya
sebagai hadits shahih. Hadits itu adalah hadits dari Mu'awiyah bin Jahimah. Beliau pernah mendatangi
Rasulullah SAW dan bertanya :
"Ya, Rasulallah. Aku ingin ikut dalam peperangan, tapi sebelumnya Aku minta pendapat Anda". Rasulullah
SAW bertanya, "Apakah kamu masih punya ibu?". "Punya", jawabnya. Rasulullah SAW," Jagalah ibumu,
karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua telapak kakinya". (HR. An-Nasai, Ahmad dan Ath-
Thabarani).
Pesan yang ingin disampaikan di sini adalah, hanya para ibu utama dan mulia saja yang mampu
menyediakan surga di bawah telapak kakinya. Dan para ibu itu juga tidak sendiri. Mereka harus
didampingi para suami yang sholeh, yang memurnikan tauhidnya sesuai dengan millah Ibrahim yang hanif.
Di tangan para orang tua seperti inilah kelak akan lahir dan terbentuk anak-anak yang berakhalak mulia.
Generasi muslim yang juga memegang tahuid dengan teguh dan istiqomah. Sebab, pada dasarnya tiap anak
lahir dengan bersih. Ibu dan bapaknyalah yang akan mewarnai anak-anak itu menjadi “sesuai” di kemudian
hari.
 
ِ ِ َ ِ ّ َ ُ ‫ُ ّ َ ْ ُ دٍ ُ َ ُ َ َ ا ْ ِ ْ َة ِ َ َ َاه ُ ُ َ ِ ّد َا ِ ِ أ ْو ُ َ ِّ َا ِ ِ أ ْو‬
 
“Setiap anak dilahirkan dlm keadaan trah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya
Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. al-Bukhari&Muslim)
‫إ أ‬
Mulailah dari dirimu sendiri.
Demikian Muhammad Rasulullah SAW bersabda. Jika para orang tua memulai dari diri sendiri, baik dalam
hal kebaikan dan menghindari keburukan, maka anak-anak akan menemukan teladan. Para pemuda-
pemudi kita bisa menduplikasi perilaku mulia dari orang tua, guru, dan para pejabat publik negeri ini.
Alangkah indahnya hidup ini dan damainya Indonesia, jika tiap keluarga hanya menularkan kebaikan
dalam perilaku sehari-harinya. Tidak ada lagi perkelahian antarpelajar. Tidak ada lagi tawuran
antakampung. Tidak ada lagi korupsi yang menyengsarakan rakyat. Sungguh, Indonesia akan menjadi
baldatun thoyibatun warobbun ghafur. Sebuah negara yang baik dan berada di bawah perlindungan Allah
yang Maha Pengampun. Insya Allah, aamiin...
 

ُْ ََ َ َ َ َُْ ْ َ ُ َ َ ّ َْ ْ َ َ َّ ّ َ َ ََ ْ َ ْ َ َ َْ ْ ‫ّ أ‬ ّ ّْ ْ ْ ّ ّْ َ ُ ُْ ‫أ‬
ْ ُ َ َ ‫ َ رَك َ ا ُ ِ و‬ ُ َ ْ ْ ‫ِ َ َ ُ َ ا‬ َ ‫ن‬ ّ ‫أ ُ ْذ ُ ِ ِ ِ َ ا ّ ْ ِ ا ّ ِ ْ ِ ِ ْ ِ ا ِ ا ّ ْ ِ ا ّ ِ ِ إ ّ أ ْ َ ْ َ ك َ ا ْ َ ْ َ َ َ َ ّ ِ ِ َ ِّ َ و َا ْ َ ْ إ‬
×
ُ ّ ِ ‫ُ ُ َ ا ّ ِ ْ ُ ا ْ َ ِ ْ ُ َ ْ َ ْ ِ ُوْا ا‬ ّ ِ ‫ت و َا ِّ ْ ِ ا ْ َ ِ ْ ِ و َ َ َ ّ ْ ِ ِ ّ ْ و َ ِ ْ ُ ْ ِ و َ َ ُ ا‬
ِ َ ‫ِ َا‬ ْ ُ ِ ّ ِ ‫ن ا ْ َ ِ ْ ِ و َ َ َ َ ِ و َا‬
ِ ‫ِ ا ْ ُ ْآ‬
ُ ْ ِ ّ ‫ُ َا ْ َ ُ ْر ُ ا‬
KHUTBAH KEDUA:
ِ َ ‫و َا و َ ا ا َ ْ َ ْ ا ا َ ْ َ ْ و‬
ُ ُ ُ ُ ‫ُ ْ َة ً و َ أ ْ ْ ً َ ا ِ َ َ ا ِ ّ ا‬ ‫ِ َ ِ ْ ًا و َ ُ ْ َ نَ ا‬ ُ ْ َ ْ ‫ا وَا‬ ْ َ ْ َ ‫×( ا ُ ا‬4) ْ َ ْ َ ‫×( ا ُ ا‬3) ْ َ ْ َ ‫ا ُ ا‬
ُ َْ ْ‫ا‬

ُ ‫ن َ ِّ َ َ ُ َ ّ ًا َ ْ ُه‬ ّ َ ‫َ ُ ا َ ْن َ ا ِ َ َ ا ِ ّ ا ُ و َا ُ و َ ْ َه ُ َ َ ِ ْ َ َ ُ و َا َ ْ َ ُ ا‬ ْ َ ‫ِ َ َ ا ِ ْ َ ِ ِ و َا ّ ْ ُ َ ُ َ َ َ ْ ِ ْ ِ ِ و َا ِ ْ ِ َ ِ ِ و َا‬ ُ َْ ْ َ ‫ا‬


‫َ رِ ْ َا ِ ِ ا ُ ّ َ ّ ِ َ َ َ ِّ ِ َ ُ َ ّ ٍ وِ َ َ َ ا َ ِ ِ و َا َ ْ َ ِ ِ و َ َ ِ ّ ْ َ ْ ِ ْ ً َ ِ ْ ًا‬ ِ ‫وَر َ ُ ْ ُ ُ ا ّا ِ ا‬

‫ن‬ّ ِ‫ل َ َ َ ا‬ َ َ َ ‫ن ا ّ ا َ َ َ ُ ْ ِ َ ْ ٍ َ َأ ِ ْ ِ ِ َ ْ ِ ِ و َ َ َ ِ َ ِ َ ِ ِ ِ ُ ْ ِ ِ و‬ ّ َ ‫س ا ِ ّ ُ ا ا َ ِ ْ َ ا َ َ َ و َا ْ َ ُ ْا َ ّ َ َ و َا ْ َ ُ ْا ا‬ ُ ّ ‫ا َ ّ َ ْ ُ َ َا َ ّ َ ا‬
‫ل‬
ِ ‫ا َ و َ َ ِ َ َ ُ ُ َ ّ ْنَ َ َ ا ّ ِ ا َ ّ َ ا ّ ِ ْ َ آ َ ُ ْا َ ّ ْا َ َ ْ ِ و َ َ ِ ّ ُ ْا َ ْ ِ ْ ً ا ُ ّ َ ّ ِ َ َ َ ِّ ِ َ ُ َ ّ ٍ َ ّ ا ُ َ َ ْ ِ و َ َ ِ ّ ْ و َ َ َ آ‬
ِ َ َ ّ ‫ْض ا ّ ُ ّ َ ِ ا ْ ُ َ َ ء ِ ا ّا ِ ِ ْ َ ا َ ِ َ ْ ٍو َ ُ َ و َ ُ ْ َ ن و َ َ ِ و َ َ ْ َ ِ ّ ِ ا‬ َ ‫َ ِّ ِ َ ُ َ ّ ٍ و َ َ َ ا َ ْ ِ ِ َ وَر ُ ُ ِ َ و َ َ ِ َ ِ ا ْ ُ َ ّ ِ ْ َ و َار‬
َ ْ ِ ِ ‫ْض َ ّ َ َ ُ ْ ِ َ ْ َ ِ َ َ ا َ ْر َ َ ا ّا‬ َ ‫ن ا ِ َ َ ْ ِم ا ِّ ْ ِ و َار‬ ٍ َ ْ ِ ِ ْ ُ َ َ ْ ِ ِ ّ ‫و َا ّ ِ ِ ْ َ و َ َ ِ ِ ا‬
 
َ ْ ِ ِ ْ ُ ْ ‫ل ا ِّ ْك َ وَا‬ ّ ِ‫ات ا ُ ّ ا َ ِ ّ ا ْ ِ ْ َم َ وَا ْ ُ ْ ِ ِ ْ َ و َأذ‬ ِ َ ْ َ ْ ‫َت ا َ َ ْ ء ُ ِ ْ ُ ْ وَا‬ ِ ِ ْ ُ ْ ‫َت وَا ْ ُ ْ ِ ِ ْ َ وَا‬
ِ ِ ْ ُ ْ ‫ا َ ُ ّ ا ْ ِ ْ ِ ْ ُ ْ ِ ِ ْ َ وَا‬
ّ َ ْ َ ‫ل ا ْ ُ ْ ِ ِ ْ َ و َ د َ ّ ِ ْ ا َ ْ َاءَا ِّ ْ ِ و َا ْ ِ َ ِ َ ِ َ ا ِ َ َ ْم َ ا ِّ ْ ِ ا ُ ّ ا ْد‬ َ َ َ ْ َ ْ‫و َا ْ ُ ْ ِ َ دَك َ ا ْ ُ َ ِ ّ ِ ّ َ و َا ْ ُ ْ َ ْ َ َ َ ا ِّ ْ َ و َا ْ ُل‬
‫َب‬ ّ ‫ن اْ ُ ْ ِ ِ ْ َ ّ ً َ ر‬ ِ ‫ّ ً و َ َ ِ ِ ا ْ ُ ْ َا‬ ِ
ّ ِ ْ ِ ‫ل وَا ْ ِ َ َ و َ ُ ْء َ ا ْ ِ ْ َ ِ وَا ْ ِ َ َ َ َ َ َ ِ ْ َ و َ َ َ َ َ َ ْ َ َ ِ َ ا ْ ُو‬ َ ِ‫ا ْ َ َء َ وَا ْ َ َ ء َ و َا ّ َز‬
ِ
َ ْ ِ ِ َ ْ ‫ا ْ َ َ ِ ْ َ ر َ ّ َ آ ِ َ ِ ا ّ ْ َ َ َ َ ً و َ ِ ا ْ ِ َة ِ َ َ َ ً و َ ِ َ َ َابَ ا ّ رِ ر َ ّ َ َ َ ْ َ ا َ ْ ُ َ َ و َا ْن َ ْ َ ْ ِ ْ َ َ و َ َ ْ َ ْ َ َ َ ُ ْ َ ّ ِ َ ا‬
َ ‫ن و َ ْ ء ِ ذِى ا ْ ُ ْ َ و َ َ ْ َ َ ِ ا ْ َ ْ ء ِ وَا ْ ُ ْ َ ِ وَا ْ َ ْ َ ِ ُ ُ ْ َ َ ّ ُ ْ َ َ ّ ُ ْونَ و َا ْذ ُ ُواا‬ ِ َ ْ ِ ْ ‫ل وَا‬ ِ َْ ِْ َ ُ ُ َ َ ‫نا‬ ّ ِ ‫ِ َ د َا ِ ! ا‬
ْ َ ْ َ ‫ا ْ َ ِ ْ َ َ ْ ُ ْ ُ ْ و َا ْ ُ ُ ْوه ُ َ َ ِ َ ِ ِ َ ِ ْد ُ ْ و َ َ ِ ْ ُ ا ِ ا‬
 
H. Edy Mulyadi (Ketua Korps Muballigh Jakarta (KMJ), Ketua Badan Koordinasi Muballigh se-Indonesia)
 Khotbah disampaikan pada Khutbah Idul Adha 10 Zulhijjah 1436 H/24 September 2015 M di Masjid At
Tau q, Tanjung Duren, Jakarta Barat (red.Ulil)

Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta
pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.

TAGS:

KHUTBAH LAINNYA

Khutbah Jumat: di Bulan Haram Momentum Tinggalkan


Perbuatan Zalim
Khutbah

Khutbah Jumat: Semangat Jalankan Kewajiban, Jauhi


Larangan
Khutbah

Khutbah Jumat: Dua Misi Utama Manusia di Dunia


Khutbah

Khutbah Jumat: Menjaga Semangat Ibadah Pasca-


Ramadhan
Khutbah

Khutbah Idul Fitri Bahasa Jawa: Panen Ganjaran Dinten


Lebaran
Khutbah

Khutbah Idul Fitri: Istiqamah Kembali Mengenal Allah


Khutbah

Khutbah Idul Fitri: Layakkah Kita Merayakan


Kemenangan?
Khutbah

Khutbah Jumat: Tiga Hakikat dalam Ibadah Zakat


Khutbah

Khutbah Idul Fitri: Menjadi Hamba yang Bersyukur


Khutbah

Khutbah Jumat: Jadikan Al-Qur'an sebagai Petunjuk


Khutbah

TERPOPULER KHUTBAH

1 Khutbah Jumat: Berkahi Rezeki dengan Berbagi


2 Khutbah Jumat: Beberapa Hal Penting Seputar Haji
×
3 Khutbah Jumat: Mari Berkorban dengan Berkurban

4 Khutbah Jumat: di Bulan Haram Momentum Tinggalkan Perbuatan Zalim

5 Khutbah Jumat: Hikmah Manasik Haji

6 Khutbah Jumat: Moderat dalam Beragama, Maslahat dalam Berbangsa

7 Khutbah Jumat: Berhaji dan Dalil Ziarah ke Makam Nabi serta Aulia

REKOMENDASI

4 Perbedaan Haji dan Umrah


Haji, Umrah, dan Kurban

Khutbah Idul Adha: Spirit Berkurban dan Kepedulian Sosial


Khutbah

Orang Mampu tapi Tidak Berkurban menurut Hukum Islam


Haji, Umrah, dan Kurban

Hukum Menjaminkan SK Pegawai dan Slip Gaji untuk Utang di Bank


Ekonomi Syariah

Hukum Menghajikan Orang Tua yang Sudah Wafat


Bahtsul Masail

Kisah Ulama Berhaji Tanpa ke Tanah Suci


Hikmah

4 Perbedaan Kurban Wajib dan Sunnah


Haji, Umrah, dan Kurban

Khutbah Jumat: Dua Pelajaran dari Orang yang Gagal Naik Haji
Khutbah

Transportasi Haji: 1952 Pertama Kali dengan Pesawat Terbang


Fragmen

TOPIK 
×

Kumpulan Khutbah Idul Adha Terfavorit

Kumpulan Khutbah Amala


Jumat Bulan Kumpulan Khutbah Berita Terkini Haji Perist
Dzulhijjah Jumat tentang Haji 2022 Dzulq

OPINI 

Muhammad Najib Azca | Senin, 4 Jul 2022


Kado 1 Abad NU: Membangun Jamʼiyah lewat Kajian Masa Depan

Achmad Murtafi Haris | Senin, 27 Jun 2022


Kontroversi Isu Khilafah (2): Penerapan Syariat

Ahmad Rozali | Sabtu, 25 Jun 2022


Mengapa Media-media Keagamaan Dunia Perlu Ambil Bagian dalam R-20 PBNU?

BERITA LAINNYA

Pertamina Terima Pembayaran Kompensasi Rp64,5 T untuk BBM dan LPG Subsidi
Nasional | Sabtu, 2 Jul 2022

Pendaftaran BBM Subsidi Lewat MyPertamina Khusus untuk Roda Empat


Nasional | Kamis, 30 Jun 2022
Wujudkan Ekosistem Digital Industri Kreatif, Sandiaga Dorong Santri jadi 'New Content Creator'

×
Nasional | Kamis, 30 Jun 2022

Agar Subsidi Tepat Sasaran, Pertamina Buka Pendaftaran Daring Mulai 1 Juli
Nasional | Rabu, 29 Jun 2022

Task Force ESC B20 Indonesia Hasilkan Rancangan Kebijakan Transisi Energi Global
Nasional | Rabu, 29 Jun 2022

Digitalisasi, Upaya Pertamina Pastikan BBM dan LPG Tepat Sasaran


Nasional | Kamis, 23 Jun 2022

Tiga Rekomendasi Dukung Net Zero Emisi Karbon dari Task Force Energy, Sustainability and Climate B20
Nasional | Kamis, 23 Jun 2022

Bukan Jurus Biasa, Pertamina Ukir Penghematan Rp32 Triliun


Nasional | Rabu, 22 Jun 2022

Harga Minyak Mentah Dunia Tinggi, Efisiensi Pertamina Capai US$ 2,2 Miliar
Nasional | Ahad, 19 Jun 2022

Anda mungkin juga menyukai