Anda di halaman 1dari 121

USULAN PERANCANGAN MEJA ERGONOMIS

PADA STASIUN KERJA PENGEBORAN


RANGKA JEMBATAN LAYANG
(STUDI KASUS PT. XYZ)

SKRIPSI

Oleh:
ANDRI MUHAMAD
201610215013

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA
2020.
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Skripsi : Usulan Perancangan Meja Ergonomis pada


Stasiun Kerja Pengeboran Rangka
Jembatan Layang (Studi Kasus PT. XYZ)

Nama Mahasiswa : Andri Muhamad

Nomor Pokok Mahasiswa : 201610215013

Program Studi/Fakultas : Teknik Industri/Teknik

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 26 Oktober 2020

Bekasi,
MENYETUJUI,

Pembimbing I Pembimbing II

Denny Siregar, S.T. M.Sc. Roberta Heni Anggit, S.T., M.T.


NIDN : 0322087201 NIDN : 0314078801

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Usulan Perancangan Meja Ergonomis pada


Stasiun Kerja Pengeboran Rangka
Jembatan Layang (Studi Kasus PT. XYZ)

Nama Mahasiswa : Andri Muhamad

Nomor Pokok Mahasiswa : 201610215013

Program Studi/Fakultas : Teknik Industri/Teknik

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 26 Oktober 2020

Bekasi,
MENGESAHKAN,

Ketua Tim Penguji : …………………...

Penguji I : …………………...

Penguji II : ………………...…

MENGETAHUI,
Ketua Program Studi Dekan
Teknik Industri Fakultas Teknik

Drs. Solihin, M.T. Ismaniah, S.Si., M.M.


NIP 1912445 NIP 9604028

iii
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya yang menyatakan bahwa:

Skripsi yang berjudul Usulan Perancangan Meja Ergonomis pada Stasiun


Kerja Pengeboran Rangka Jembatan Layang (Studi Kasus PT. XYZ) ini
adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri, dan tidak mengandung materi
yang ditulis oleh orang lain kecuali pengutipan sebagai referensi yang sumbernya
telah dituliskan secara jelas, sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan kecurangan dalam karya ini, saya bersedia
menerima sanksi dari Universitas Bhayangkara Jakarta Raya sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

Saya mengizinkan skripsi ini dipinjam dan digandakan melalui Perpustakaan


Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.

Saya memberi izin kepada Perpustakaan Universitas Bhayangkara Jakarta Raya,


untuk menyimpan skripsi ini dalam bentuk digital dan mempublikasikannya
memalui internet selama publikasi tersebut melalui portal Universitas
Bhayangkara Jakarta Raya.

Bekasi, 09 September 2020


Yang membuat pernyataan,

Andri Muhamad
201610215013

iv
ABSTRAK
Andri Muhamad.201610215013.Usulan Perancangan Meja Ergonomis
pada Stasiun Kerja Pengeboran Rangka Jembatan Layang (Studi Kasus PT. XYZ).
PT. Bukaka Teknik utama Tbk. Merupakan perusahaan, yang bergerak
dibidang engineering, procurement, construction, infrastuktur equipment &
service industry includings supporting sector such as power Transmission Line,
Steel Bridge, Boarding Bridge, Oil & Gas Equipment, and Special Purpose
Vehicle. Didirikan pada Tahun 1978. Pada Tahun 1979, PT. Baraka Utama Tbk.
mengawali usahanya dengan menjalankan usaha perbengkelan kendaraan
bermotor dan memproduksi produk pertamanya berupa mobil pemadam
kebakaran. tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keluhan rasa
sakit. saat proses pengeboran dengan memberikan kuisioner Nordic Body Map,
dengan 27 pertanyaan keluhan rasa sakit pada 20 orang operator. menggunakan
metode RULA (Rapid Upper Limb Assesment). Untuk menentukan sejauh mana
tingkat keluhan rasa sakit berdasarkan Skoring. Melakukan pengukuran pada 20
orang operator sebagai awal data untuk menentukan dimensi usulan alat bantu
meja kerja, untuk merubah posisi kerja dari jongkok dan membungkuk menjadi
berdiri. dengan adanya perubuhan posisi kerja dari jongkok dan membungkuk
menjadi berdiri diharapkan dapat mengurangi tingkat keluhan rasa sakit pada
operator.
Kata Kunci: Meja Ergonomis, RULA, Nordic Body Map.

v
ABSTRACT
Andri Muhamad. 201610215013.Proposal for Ergonomic Table
Design at Flyover Frame Drilling Work Stations (Case Study of PT. XYZ).
PT. Bukaka Teknik Utama Tbk. Is a company engaged in engineering,
procurement, construction, infrastructure equipment & service industry including
supporting sectors such as power transmission lines, steel bridges, boarding
bridges, oil & gas equipment, and special purpose vehicles. Established in 1978.
In 1979, PT. Baraka Utama Tbk. started his business by running a motorized
vehicle repair business and produced his first product in the form of a fire engine.
the purpose of this study was to identify complaints of pain. during the drilling
process by giving a Nordic Body Map questionnaire, with 27 questions about pain
complaints to 20 operators. using the RULA (Rapid Upper Limb Assessment)
method. To determine the level of pain complaints based on the scoring. Take
measurements on 20 operators as initial data to determine the dimensions of the
proposed workbench aids, to change the work position from squatting and
bending to standing. By changing the work position from squatting and bending
to standing, it is hoped that it can reduce the level of pain complaints to the
operator.
Keywords: Ergonomic Table, RULA, Nordic Body Map.

vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, saya yang


bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Andri Muhamad
NPM : 201610215013
Program Studi : Teknik Industri
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Hak Bebas Royalti Non-Ekskusif (Non-
Exclusive Royalty Free Right), atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“USULAN PERANCANGAN MEJA ERGONOMIS PADA STASIUN
KERJA PENGEBORAN RANGKA JEMBATAN LAYANG (STUDI KASUS
PT. XYZ)”
Beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan hak bebas royalty non
eksklusif ini Universitas Bhayangkara Jakarta Raya berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelolannya dalam bentuk pangkalan data (database),
mendistribusikannya dan menampilkan atau mempublikasikannya di Internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak
cipta.
Sebagai bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran hak cipta dalam
karya ilmiah ini menjadi tanggung jawab saya pribadi.
Demikian pernyataan yang saya buat dengan sebenarnya.
Bekasi, 09 September 2020
Yang membuat pernyataan,

Andri Muhamad

vii
201610215013
KATA PENGANTAR

Alhmadulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang


telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat mengerjakan
dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Usulan Perancangan Meja Ergonomis
Pada Stasiun Kerja Pengeboran Rangka Jembatan Layang” (Studi Kasus PT.
XYZ).

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak lepas dari kesalahan-
kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi adanya
perbaikan di masa yang akan datang.

Dan tidak lupa saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berpartisipasi dan memberi motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dengan tulus hati saya sampaikan terima kasih banyak kepada:

1. Bapak Dr. H. Bambang Karsono, Drs. S.H., M.M. selaku Rektor


Universitas Bhayangkara.
2. Ibu Ismaniah, S.S., M.Si. selaku Dekan Universitas Bhayangkara.
3. Bapak Drs. Solihin, M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Industri.
4. Ibu Denny Siregar, S.T., M.Sc. selaku Dosen pembimbing yang telah
banyak membantu dalam hal penulisan skripsi ini.
5. Ibu Roberta Heni Anggit, S.T., M.T. Dosen pembimbing yang telah
banyak membantu dalam hal penulisan skripsi ini.
6. Seluruh Staf Fakultas Teknik Universitas Bhayangkara.
7. Kedua orang tua saya yang selalu memberikan dorongan, dan do’a bagi
kesehatan dan keselamatan penulis.
8. Rekan-rekan seperjuangan di Teknik Industri Kelas TID B1 2016
Universitas Bhayangkara, dan terima kasih atas kebersamaan selama di
perkuliahan.
9. Sahabat, teman, saudara yang yang telah mendukung terciptanya sebuah
karya skripsi ini.

viii
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, Oleh
karena itu segala kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan
baik. Semoga skripsi “Usulan Perancangan Meja Ergonomis Pada Stasiun Kerja
Pengeboran Rangka Jembatan Layang di PT. XYZ.” Ini dapat memberikan
manfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT, berkenan membalas segala


kebaikan semua pihak yang telah membantu dan menyelesaikan skripsi ini. Amin.

Bekasi, 09 September
2020

Andri Muhamad
201610215013

ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................iv
ABSTRAK..............................................................................................................v
ABSTRACT............................................................................................................vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............................vii
KATA PENGANTAR........................................................................................viii
DAFTAR TABEL................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xviii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah................................................................................7
1.3 Rumusan Masalah...................................................................................7
1.4 Batasan Masalah......................................................................................7
1.5 Tujuan Penelitian....................................................................................8
1.6 Manfaat Penelitian..................................................................................8
1.7 Tempat dan Waktu Penelitian...............................................................9
1.7.1 Tempat......................................................................................................9
1.7.2 Waktu.......................................................................................................9
1.8 Metode Penulisan........................................................................................9
1.9 Sistematika Penulisan.............................................................................9
BAB II LANDASAN TEORI..........................................................................11
2.1 Pengertian Ergonomi............................................................................11
2.2 Penerapan Ilmu Ergonomi...................................................................11
2.3 Sikap-sikap / Posisi Kerja.....................................................................13
2.3.1 Macam-macam Sikap Kerja.............................................................13
2.3.2 Sikap kerja duduk..................................................................................13
2.3.3 Sikap kerja berdiri.................................................................................13

x
2.3.4 Sikap kerja duduk – berdiri..................................................................14
2.3.5 Sikap kerja membungkuk......................................................................14
2.3.6 Sikap kerja jongkok..........................................................................15
2.4 Standar-Standar Terkait Dalam Ilmu Ergonomi...............................16
2.5 Bidang-Bidang Kajian Ergonomi........................................................17
2.6 Konsep Ergonomi..................................................................................18
2.7 Penilaian Beban Kerja Fisik.................................................................18
2.8 Fatique....................................................................................................20
2.9 Pendekatan Dalam Rancangan Stasiun Kerja...................................21
2.9.1 Komponen Dalam Rancangan Sistem Kerja........................................22
2.10 Definisi Antropometri...........................................................................23
2.10.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Antropometri.............................27
2.10.2 Keacakan /Random.................................................................................27
2.10.3 Jenis Kelamin..........................................................................................27
2.10.4 Suku Bangsa (Ethnic Variability)...........................................................27
2.10.5 Usia..........................................................................................................28
2.10.6 Jenis Pekerjaan.......................................................................................29
2.11 NBM (Nordic Body Map).......................................................................29
2.12 Penilaian Keluhan Muskuloskeletal (MSD’s).....................................30
2.13 OWAS (Ovako Working Analysis System)...........................................30
2.14 RULA (Rapid Upper Limb Assesment).................................................32
2.14.1 GROUP A: Skor untuk Anggota Tubuh pada Upper Limbs (lengan
atas, lengan bawah dan pergelangan tangan)............................................................33
2.15 REBA (Rapid Entire Body Assessment)................................................44
2.16 Pengujian Normalitas Data dan Keseragaman Data.........................45
2.17 Peta Kerja..............................................................................................48
2.17.1 Macam-macam Peta Kerja....................................................................50
2.18 Perancangan...........................................................................................51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.........................................................52
3.1 Jenis Penelitian.......................................................................................52
3.2 Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data.............................52
3.2.1 Teknik Pengumpulan Data....................................................................52
3.2.2 Teknik Pengolahan Data........................................................................53

xi
3.2.2.1 Langkah- langkah yang harus di kerjakan adalah dengan
menentukan:...........................................................................................................53
3.2.3 Alur Kerangka Berpikir Penelitian.......................................................56
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN..........................................57
4.1 Pengumpulan Data....................................................................................57
4.1.1 Sikap Kerja Operator Pada Saat Proses Pengeboran..............................61
4.1.2 Perhitungan RULA Posisi Jongkok Operator Saat Sedang bekerja......61
4.1.2.1 Skor Group A.............................................................................................61
4.1.2.2 Skor Group B..........................................................................................65
4.1.2.3 Skor Group A dan B.....................................................................................67
4.1.2.4 Skor Penggunaan Otot (muscle use) dan Pembebanan Atau
Pengerahan Tenaga (Force)...................................................................................69
4.1.2.5 Perhitungan Skor Gabungan.................................................................70
4.2 Tahapan Perancangan Usulan Alat Bantu.........................................72
4.3 Antropometri.........................................................................................72
4.4 Perhitungan Untuk Dimensi Tinggi Badan.........................................73
4.4.1 Uji Keseragaman Data...........................................................................74
4.4.2 Uji Normalitas Data....................................................................................75
4.4.3 Uji Kecukupan Data.....................................................................................76
4.4.4 Menentukan Ukuran Persentil Dimensi Tinggi Badan........................78
4.5 Perhitungan Untuk Dimensi Tinggi Siku Berdiri..................................79
4.5.1 Uji Keseragaman Data...........................................................................80
4.5.2 Uji Normalitas Data...............................................................................81
4.5.3 Uji Kecukupan Data.....................................................................................82
4.5.4 Menentukan Ukuran Persentil Dimensi Tinggi Siku Berdiri.....................84
4.6 Perhitungan Untuk Dimensi Jangkauan Tangan ke Depan..............85
4.6.1 Uji Keseragaman Data...........................................................................86
4.6.2 Uji Normalitas Data...............................................................................87
4.6.3 Uji Kecukupan Data......................................................................................88
4.6.4 Menentukan Ukuran Persentil Dimensi Jangkauan Tangan ke Depan....90
4.7 Perhitungan Untuk Dimensi Panjang Rentang Tangan....................91
4.7.1 Uji Keseragaman Data...........................................................................92
4.7.2 Uji Normalitas Data...............................................................................93

xii
4.7.3 Uji Kecukupan Data......................................................................................94
4.7.4 Menentukan Ukuran Persentil Dimensi Panjang Rentang Tangan..........96
4.8 Rekapitulasi Persentil Dimensi............................................................98
4.9 Langkah-Langkah Usulan Alat Bantu Meja Kerja.................................99
4.10 Gambar Meja Dalam Bentuk 3D.............................................................100
4.11 Penentuan Rekapitulasi Bahan Material Rancangan......................101
4.12 . Gambar Usulan Alat Bantu Meja Kerja selesai Perancangan......102
BAB V PENUTUP.............................................................................................103
5.1 Kesimpulan..............................................................................................103
5.2 Saran.........................................................................................................103

xiii
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 1.1 Standar Operasional Prosedur..................................................................3

Tabel 1.2 Keluhan Rasa Sakit..................................................................................6

Tabel 2.1 Klasifikasi Beban Kerja.........................................................................19

Tabel 2.2 Komponen dalam Sistem Kerja.............................................................22

Tabel 2.3 Keterangan Dimensi Tubuh Antropometri Manusia..............................26

Tabel 2.4 Distribusi Normal Perhitungan Persentil...............................................28

Tabel 2.5 Kisaran Sudut Lengan dan pada Skor Lengan.......................................33

Tabel 2.6 Piktogram Posisi yang dimodifikasi untuk Skor Lengan Atas dan
Peningkatan atau Penurunan Skor..........................................................................33

Tabel 2.7 Kisaran Lengan Bawah dan Skoring......................................................34

Tabel 2.8 Piktogram Posisi yang dapat dimodifikasi untuk Skor Lengan Bawah
dan Peningkatan Skor.............................................................................................34

Tabel 2.9 Piktogram Kisaran Sudut Pergelangan Tangan dan Skoring.................35

Tabel 2.10 Piktogram Deviasi Pergelangan Tangan dan Peningkatan Skor..........35

Tabel 2.11 Piktogram Posisi Pergelangan Tangan dan Skoring............................36

Tabel 2.12 Piktogram Kisaran sudut pada Leher dan Skoring..............................37

Tabel 2.13 Piktogram Posisi yang dapat merubah Skor Postur Leher...................37

Tabel 2.14 Piktogram sudut pada Badan dan Skoring...........................................38

Tabel 2.15 Piktogram yang dapat Memodifikasi Skor Postur pada Leher............38

Tabel 2.16 Piktogram Posisi Kaki dan Skoring.....................................................39

Tabel 2.17 Skor Postur Group A............................................................................40

Tabel 2.18 skor Postur Group B.............................................................................41

Tabel 2.19 Pemberian Skor Berdasarkan Penggunaan Otot, Pembebanan dan


Pengerahan Tenaga................................................................................................41

xv
Tabel 2.20 Grand Skor Berdasarkan Kombinasi Skor C dan D.............................42

Tabel 2.21 Tingkat Aksi yang diperlukan Berdasarkan Grand Skor.....................43

Tabel 4.1 Biodata Operator....................................................................................57

Tabel 4.2 Kuisioner Nordic Body Map dari 20 operator.......................................59

Tabel 4.3 Tingkat Keluhan Rasa Sakit...................................................................60

Tabel 4.4 Penilaian Postur Tubuh pada saat Proses Pengeboran...........................62

Tabel 4.5 Penilaian Postur Tubuh Group A...........................................................64

Tabel 4.6 Penilaian Postur Tubuh pada saat Proses Pengeboran...........................65

Tabel 4.7 Penilaian Postur Tubuh Group B...........................................................66

Tabel 4.8 Skor Awal untuk Group A.....................................................................67

Tabel 4.9 Skor Awal untuk Group B.....................................................................68

Tabel 4.10 Pemberian Penilaian Berdasrkan Penggunaan Otot, Pembebanan dan


Pengerahan Tenaga................................................................................................69

Tabel 4.11 Perhitungan Grand Skor Berdasarkan Kombinasi C dan D.................70

Tabel 4.12 Tingkat Aksi yang diperlukan Berdasarkan Grand Skor.....................71

Tabel 4.13 Data Pengukuran Antropometri (cm)...................................................72

Tabel 4.14 Tinggi Badan (cm)...............................................................................73

Tabel 4.15 Tinggi Siku Berdiri (cm)......................................................................77

Tabel 4.16 Jangkaun Tangan Ke depan (cm).........................................................81

Tabel 4.17 Panjang Rentang Tangan (cm).............................................................85

Tabel 4.18 Pengujian Uji Normalitas Data dan Keseragaman Data......................89

Tabel 4.19 Rekapitulasi Persentil Dimensi............................................................90

Tabel 4.19 Spesifikasi Material.............................................................................93

xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 1.1 Hasil Proses Produksi dan Perakitan Rangka Jembatan Layang.........2

Gambar 1.2 Proses Drilling......................................................................................4

Gambar 1.3 Keluhan Rasa Sakit..............................................................................5

Gambar 2.1 Posisi Jongkok yang benar.................................................................15

Gambar 2.2 Interaksi dalam Sistem Kerja.............................................................22

Gambar 2.3 Dimensi Antropometri Tubuh............................................................25

Gambar 3.1 Alur Kerangka Berpikir Penenlitian...................................................56

Gambar 4.1 Tinggi Badan......................................................................................74

Gambar 4.2 Tinggi Siku Berdiri............................................................................78

Gambar 4.3 Jangkauan Tangan ke depan...............................................................82

Gambar 4.4 Panjang Rentang Tangan....................................................................86

Gambar 4.5 Meja dalam Bentuk 3D......................................................................92

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Kuisoner Nordic Body Map

xviii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penerapan teknologi tinggi, akan mempermudah dalam segala hal untuk


memenuhi permintaan barang yang diperlukan konsumen lebih meningkat. Hal ini
dikarenakan meningkatnya kebutuhan manusia secara signifikan yang banyak
dipengaruhi karena adanya faktor - faktor perkembangan zaman. Dalam hal ini
produsen sangat berperan penting dalam mempersiapkan barang–barang yang
dibutuhkan para konsumen. Namun, dalam memenuhi kebutuhan konsumen
tersebut. produsen harus bisa melakukan proses produksi yang cepat dan tepat
waktu dalam sistem produksi yang sesuai agar produk yang dihasilkan dapat
sesuai dengan keinginan konsumen.

Dalam sebuah ruang lingkup suatu perusahaan lepas dari lingkungan, Pada
dasarnya, pengembangan fasillitas dilakukan untuk kenyamanan pengguna, dan
untuk mengurangi tingkat kelelahan pada operator saat proses pengeboran.
Rancangan peralatan kerja yang nyaman dapat memberikan keamanan untuk
digunakan jadi harapan operator untuk itu, rancangan tersebut harus disesuaikan
dengan kebutuhan operator sehingga dapat meningkatkan kinerja. Agar tercapai
harapan tersebut, perlu dilakukan rancangan peralatan kerja yang sesuai dengan
kaidah-kaidah ergonomi. Rancangan peralatan kerja yang ergonomis mempunyai
tujuan agar operator dalam melakukan aktivitas merasa nyaman dan terjamin
keamananya sehingga mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi Berikut ini
ialah gambar proses pengeboran rangka jembatan layang yang dengan posisi
membungkuk saat melakukan proses produksi sehingga mengakibatkan cepatnya
rasa lelah pada bagian tubuh, operator yang sedang melakukan proses pengeboran.

1
Gambar dibawah ini yaitu hasil proses perakitan rangka jembatan layang yang
telah selesai diproduksi. Gambar 1.1 adalah gambar hasil proses perakitan rangka
jembatan layang yang telah selesai di produksi.

Gambar 1.1 Hasil Proses Produksi dan Perakitan Rangka Jembatan Layang.
Sumber: (PT. XYZ).

Maka, berdasarkan dari hasil proses produksi perakitan rangka jembatan layang
dibutuhkan standar operasional prosedur dalam melakukan produktivitas, agar
hasil produksi yang dihasilkan dapat sesusai dengan ke inginan konsumen. Dalam
hal ini perusahaan menerapkan beberapa posisi dalam bekerja agar sesuai dengan
standar operasional prosedur, sehingga produk yang dihasilkan sesuai dengan
yang diinginkan oleh konsumen. Pada tabel 1.1 akan dijelaskan langkah-langkah
apa saja yang digunakan dalam standar operasional prosedur pembuatan rangka
jembatan layang.

2
Standar operasional yang diterapkan PT. XYZ, tujuannya ialah memberi
keamanan dan kenyamanan pada operator saat bekerja. Berikut ini adalah Standar
OPerasional Prosedur yang digunakan di PT. XYZ.

Standar Operasional Prosedur

1. Atur posisi tempat duduk sesuai posisi tubuh operator.

2. Sesuaikan posisi mesin dengan posisi operator.

3. Atur ketinggian mesin sehingga siku bersudut 90⁰.

Ketebalan sol sepatu dapat ditambah untuk memberikan tinggi yang


4.
maksimum.

5. Sudut penglihatan berkisar antara 10-20⁰.

Jarak dari tumit kaki sampai permukaan lebih rendah dari paha dengan
6.
tekukan lutut pada sudut 90⁰.

Pilih posisi permukaan sehingga membentuk sudut 90⁰ relatif terhadap


7.
penglihatan.

8. Atur posisi mesin pada sudut 90⁰ untuk menghindari releksi.

9. Pilih jarak permukaan mesin yang sesuai antara 450-500 mm.

Letakan berbagai sarana dalam stasiun kerja sesuai keinginan operator


10.
agar didapat produktivitas yang tinggi.

Tabel 1.1 Standar Operasional Prosedur


Sumber: (PT. XYZ).

3
Berdasarkan hasil pengamatan proses produksi rangka jembatan layang, dalam
melakukan proses pengeboran, operator dengan posisi jongkok dan membungkuk
membuat operator mengalami beberapa keluhan seperti : sakit pada punggung,
sakit pada pinggang, sakit pada leher dll. Berikut ini ialah gambar proses
pengeboran rangka jembatan layang yang dengan posisi jongkok dan
membungkuk saat melakukan proses produksi sehingga mengakibatkan terjadinya
keluhan pada bagian tubuh operator, yang sedang melakukan proses pengeboran.

Gambar 1.2 Proses Drilling


Sumber: (PT. XYZ).

4
Melihat permasalahan yang terjadi pada proses pengeboran rangka jembatan
layang berdasarkan gambar 1.2 maka, dilakukan penelitian untuk memperbaiki
posisi kerja pada proses pengeboran Splice agar dapat mengurangi keluhan-
keluhan serta risiko yang akan terjadi pada operator. Dalam penelitian yang
dilakukan pada 20 operator yang bekerja pada posisi jongkok dan membungkuk.
Berikut ini Adalah data hasil persentasi tingkat keluhan rasa sakit 20 operator
yang mengalami keluhan:

Data keluhan operator pengeboran rangka jembatan layang selama satu bulan.
Dapat dilihat pada Gambar 1.3

Gambar 1.3 Keluhan Rasa Sakit


Sumber: Pengolahan Data, (2020).

5
Data-data keluhan tertinggi rasa sakit 20 orang operator dengan posisi kerja
jongkok dan membungkuk terdapat pada tabel berikut ini:

Jumlah Keluhan Persentasi Keluhan


Jenis Keluhan
(orang) (%)

sakit pada pinggang 20 100

Sakit/ kaku pada leher atas 18 90

Sakit pada punggung 18 90

Sakit pada bahu kanan 17 85

Sakit pada bahu kiri 15 75

Sakit pada pantat botom 15 75

Sakit pada pantat bottcok 13 65

Sakit pada kaki kiri 13 65

Sakit pada kaki kanan 13 65

Sakit pada lengan atas kanan 12 60

Tabel 1.2 Keluhan Rasa Sakit


Sumber: Pengolahan Data, (2020).

Berdasarkan, dari hasil persentasi keluhan ke 20 operator terdapat keluhan yang


sangat sakit yang dialami oleh operator, sehingga diperlukan analisis postur kerja
dan perbaikan segera untuk mengurangi resiko terjadinya keluhan. Maka
berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik mengangkat topik diatas
dalam bentuk penelitian dan menganalisa serta memaparkan dalam bentuk skripsi
yang berjudul:

“Usulan Perancangan Meja Ergonomis Pada Stasiun Kerja Pengeboran


Rangka Jembatan Layang (STUDI KASUS DI PT. XYZ)”.

6
1.2 Identifikasi Masalah

Dari penulisan latar belakang, telah ditentukan identifikasi masalah yang


akan dijadikan bahan penelitian sebagai berikut :

1. Data-data jumlah keluhan tertinggi yang dirasakan oleh 20 orang


operator berdasarkan tabel (1.2).
2. Risiko yang terjadi akibat keluhan.
3. Berdasarkan pengamatan pada proses pengeboran operator mengalami
keluhan rasa sakit.
1.3 Rumusan Masalah

Rumusan Masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana mengetahui keluhan-keluhan yang mempengaruhi terjadinya


keluhan fisik pada proses pengeboran rangka jembatan layang?

2. Berapa tingkat risiko yang di alami operator dengan metode RULA?


3. Bagaimana mengusulkan alat bantu kerja untuk mengurangi keluhan
operator?
1.4 Batasan Masalah

Dalam penelitian perancangan usulan alat bantu meja kerja, perlu ada
Pembatasan masalah agar lebih terarah, terfokus dan pembahasannya tidak keluar
dari topik yang diambil, adapun pembatasan masalah yang ditetapkan sebagai
berikut:

1. Penelitian dilakukan distasiun kerja pengeboran Splice rangka


jembatan layang.

2. Data diambil pada proses pengeboran Splice rangka jembatan layang.

3. Pengambilan data diambil dengan cara mengamati posisi kerja


operator.

4. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode RULA (Rapid


Upper Limb Assesment)

5. Penulis hanya mengusulkan alat bantu.

7
1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Menggunakan metode RULA.

2. Penilaian akhir RULA adalah 1 s/d 7 akan digunakan sebagai dasar


estimasi terhadap risiko.
3. Mengusulkan dan merancang alat bantu kerja yang ergonomis pada
saat proses pengeboran rangka jembatan layang.
1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak


yang terkait, baik bagi mahaisiswa sebagai peneliti, bagi universitas, perusahaan
dan bagi para pembaca.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:

1. Menghasilkan metode kerja yang benar.

2. Meminimalkan keluhan-keluhan yang dialami operator dari metode


kerja yang tidak ergonomis.

3. Sebagai bahan pertimbangan untuk perusahaan demi perbaikan posisi


tubuh dalam bekerja.

Manfaat bagi mahasiswa sebagai berikut:

1. Dapat memahami masalah yang ada dan mampu menyelesaikannya


dengan baik dengan metode-metode ilmiah.

2. Untuk menambah kemampuan dengan menyelesaikan masalah-masalah


yang terjadi.

Manfaat bagi Universitas sebagai berikut:

1. Menjalin kerjasama yang baik dengan perusahaan-perusahaan agar


dapat menunjang kegiatan akademik.

Manfaat bagi perusahaan sebagai berikut:

1. Dengan adanya penelitian di perusahaan dapat terselesaikannya


masalah-masalah yang terjadi pada perusahaan.

8
2. Sebagai sarana mencari sumber daya manusia yang memiliki potensi
dibidangnya.
1.7 Tempat dan Waktu Penelitian

Adapun waktu dan tempat penelitian ini sebagai berikut:

1.7.1 Tempat

Penulis melakukan penelitian di PT. XYZ yang berlokasi di Cileungsi-jawa


barat.

1.7.2 Waktu
Penelitian ini berlangsung dari tgl 22 Januari 2020 sampai 29 Februari 2020.

1.8 Metode Penulisan


Adapun metode penulisan skripsi ini sebagai berikut:

1. Metode observasi, yaitu metode pengumpulan data yang akan dilakukan


dengan cara pengamatan terhadap objek yang akan diteliti.

2. Metode wawancara, yaitu metode pengumpulan data dengan cara


melakukan Tanya jawab langsung kepada pekerja.

3. Metode on the Job Training, Pada metode ini penulis turun langsung ke
lapangan agar dapat mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang akan diteliti,
dan mengetahui permasalahan apa saja yang terjadi dalam ruang lingkup
tersebut.

4. Studi Pustaka, yaitu pengambilan data sebagai bahan acuan teori dari
buku, jurnal, dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.
1.9 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan Skripsi ini diterapkan sebuah sistematika penulisan yang


bertujuan untuk dapat mempermudah dalam penyusunan Skripsi. Adapun
sistematika penulisan sebagai berikut :

9
BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang, identifikasi masalah,rumusan


masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat dan
waktu penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini memberikan penjelasan mengenai teori-teori yang akan di Gunakan


sebagai landasan dalam laporan ini untuk mendukung penelitian, sehingga
perhitungan dan analisis dilakukan secara teoritis. Landasan teori diambil dari
berbagai sumber yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas
dalam penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang uraian jenis penelitian, teknik pengumpulan dan pengolahan
data serta gambaran kerangka berpikir penulis dalam melakukan penelitian dari
awal sampai akhir.

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi hasil penelitian serta pengolahan atau perhitungan data dan
analisa terhadap hasil- hasil yang diperoleh pada bab-bab sebelumnya dari awal
sampai akhir.

BAB V PENUTUP

Bab ini menguraikan pencapain hasil dari tujuan penelitian dan kesimpulan yang
diperoleh dari pembahasan masalah. Bab ini juga menguraikan saran dan masukan
bagi kelanjutan perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Bab ini berisikan sumber bacaan yang digunakan sebagai acuan penulisan skripsi.

10
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Ergonomi

Menurut, (Yasierrli, 2014). Ergonomi adalah istilah yang berasal dari


bahasa yunani terdiri dari dua kata yaitu “ergon” berarti kerja dan “nomos” berarti
aturan hukum. Jadi secara ringkas ergonomi adalah suatu aturan hukum atau
norma dalam sistem kerja. Secara umum, definisi-definisi ergonomi yang ada
menjelaskan masalah-masalah hubungan antara manusia serta tugas-tugas dan
pekerjaannya serta desain dari objek yang digunakannya. Maka selanjutnya kita
dapat mendefinisikan mengenai ergonomi dapat dilihat pada poin-poin berikut ini:

1. “ergonomi adalah suatu kajian interaksi antara yang mempengaruhi


manusia dan mesin, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan suatu kinerja sistem secara
keseluruhan” (Bridger, 2009).
2. Ergonomic (or human factors) is the scientific discipline concerned with
the understanding of interactions among humans and other elements of a
system, and the profession that applies theory, other principles, data, and
methods to design in order to optimize human well-being and overall
system performance” (International Ergonomics Association).

2.2 Penerapan Ilmu Ergonomi

Menurut, (Yasierrli, 2014). Penerapan ilmu ergonomi umumnya dilakukan


ditempat kerja umumnya dilakukan Dengan upaya evaluasi dan perbaikan pada
aspek individu pekerja serta aktivitas yang dilakukannya. Pendekatan ini bersifat
mikro, dan usaha perbaikan sering difokuskan pada perbaikan cara kerja.
Indikator yang sering digunakan dapat berupa peningkatan produktivitas, biaya
produksi, serta peningkatan kualitas produk. Pendekatan ini umumnya bersifat
reaktif, relative lebih mudah untuk diterapkan, dan tidak memerlukan keterlibatan
banyak unit di dalam suatu organisasi. Namun, cara seperti ini terkadang kurang
efektif dalam mendukung tujuan organisasi secara umum dalam keseluruhan.

11
Pendekatan lain yang tengah berkembang adalah analisis ergonomi pada
tingkatan yang lebih luas (makro). Pada tingkatan makro, evaluasi ditingkatkan
pada aspek-aspek seperti organisasi kerja, team work, pemilihan teknologi,
komunikasi dan pemberian umpan balik. Melalui pendekatan ini, sejumlah
pertanyaan yang mudah dijawab antara lain: tingkat beban kerja yang optimal,
mekanisme komuikasi dan umpan balik, kesesuain antara teknologi dan
karakteristik tim maupun organisasi, peran pekerja dalam melakukan perencanaan
kontrol, dan sebagainya. Pekerja lebih cenderung aktif berpartisipasi dalam
membantu tercapainya organisasi. Pada tingkat individu pekerja, tujuan yang
ingin dicapai adalah peningkatan “quality of worklife”. Implementasi pendekatan
seperti ini menjadi relatif lebih kompleks, karena bersifat proaktif dan melibatkan
banyak faktor yang harus dipertimbangkan secara bersama-sama. kontribusinya
dalam jangka panjang sangat positif bagi organisasi, karena program ergonomi
diintegrasikan dengan strategi perbaikan proses bisnis organisasi (misalnya Lean,
atau Six-sigma). Hendrik (2000) mengusulkan macro ergonomics sebagai suatu
pendekatan yang memanfaatkan konsep socio-technical system.
Adapun beberapa konsep ergonomi ialah:
a. Penerapan ergonomi disegala bidang kegiatan adalah suatu keharusan.
Dikarenakan untuk kenyamanan, minimasi biaya, menurunkan tingkat
kecelakaan dan penyakit kerja, peningkatan performansi, efisiensi, dan
daya kerja. Penerapan ergonomi dapat dilakukan di rumah, di perjalanan,
di lingkungan sosial, maupun ditempat kerja dan semua tempat dan
selayaknya menggunakan konsep ergonomi.
b. Ergonomi membutuhkan bangunan sistem kerja harus disesuaikan dengan
performansi manusia.
c. Menitikberatkan pada perbaikan dan perancangan sistem kerja Diukur
secara kuantitatif dalam jangka waktu tertentu.
d. Ergonomi menitikberatkan manusia (human centered) fokus utama
ergonomi adalah pada manusia bukan pada mesin atau peralatan.

12
2.3 Sikap-sikap / Posisi Kerja

Sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan adalah suatu gambaran tentang


posisi-posisi badan, kepala dan anggota tubuh lainnya baik dalam hubungan antar
bagian-bagian tubuh tersebut maupun letak pusat gravitasinya. Sikap tubuh bisa
dikatakan efisien jika:

1. menempatkan tekanan yang seimbang pada bagian-bagian tubuh yang


berbeda.
2. membutuhkan sedikit usaha otot untuk bertahan.
3. Terasa nyaman bagi pekerjanya.
2.3.1 Macam-macam Sikap Kerja

Sikap tubuh dalam bekerja terbagi dalam 4 bagian yaitu: (Tarwaka, 2004).

2.3.2 Sikap kerja duduk


Sikap ini merupakan sikap kerja yang banyak digunakan oleh pekerja di
perkantoran dimana posisi kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi
stabil selama bekerja. Duduk memerlukan lebih sedikit energi dari pada berdiri
karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Kegiatan
bekerja duduk harus dilakukan secara ergonomi sehingga dapat memberikan
kenyamanan dalam bekerja. Sikap duduk yang salah merupakan penyebab adanya
masalah-masalah punggung. Hal ini dapat terjadi karena tekanan pada bagian
tulang belakang akan meningkat pada saat duduk dibandingkan dengan saat
berdiri ataupun berbaring.
2.3.3 Sikap kerja berdiri
Sikap ini juga banyak ditemukan di perusahaan. Sikap kerja berdiri
merupakan sikap kerja yang posisi tulang belakang vertikal dan berat badan
tertumpu secara seimbang pada dua kaki. Bekerja dengan posisi berdiri terus
menerus sangat mungkin terjadinya penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh
pada kaki dan hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran alas kaki
yang tidak sesuai. Sikap kerja berdiri juga dapat menimbulkan keluhan subjektif
dan juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap
kerja duduk.

13
Keuntungan dari sikap kerja berdiri adalah otot perut tidak kedor, sehingga
vertebra (ruas tulang belakang) tidak rusak bila mengalami pembebanan dan
kerugian dari sikap kerja berdiri adalah cepat merasa lelah pada bagian otot kaki.

2.3.4 Sikap kerja duduk – berdiri

Posisi ini adalah posisi kerja yang dapat dilakukan dengan berdiri ataupun
duduk. Posisi duduk – berdiri mempunyai keuntungan secara Biomekanis dimana
tekanan pada tulang belakang dan pinggang 30% lebih rendah dibandingkan
dengan posisi duduk maupun berdiri terus menerus.

2.3.5 Sikap kerja membungkuk

Sikap kerja ini biasanya dialami oleh operator mesin bubut yang telah
terbiasa bekerja dengan posisi tegak dirubah dengan posisi setengah duduk tanpa
sandaran dan setengah duduk dengan sandaran menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok. Yang mana posisi
yang baik adalah bergantian antara posisi duduk dan berdiri, hal itu dikarenakan
berat tubuh di sangga oleh tempat duduk juga konsumsi energi dan kecepatan
sirkulasi lebih tinggi dibandingkan tiduran, tetapi lebih rendah dari pada berdiri.
Posisi duduk juga dapat mengontrol kekuatan kaki dalam pekerjaan, akan tetapi
harus memberi ruang yang cukup untuk kaku karena bila ruang yang tersedia
sempit maka sangatlah tidak nyaman.

14
2.3.6 Sikap kerja jongkok

Postur jongkok dalam bekerja sangat umum ditemui di berbagai tempat,


seperti di workshop industri, montir bengkel, tukang las, dll. Di lingkungan
tersebut posisi jongkok dilakukan untuk menangani barang atau benda berukuran
besar atau lebar agar sedekat mungkin dengan alas kerja atau lantai.

Gambar 2.1 Posisi Jongkok yang benar


Sumber: (Tarwaka 2004).
Postur kerja jongkok dalam banyak hal tidak direkomendasi sebagai postur kerja
yang sehat karena beberapa alasan antara lain yaitu tidak semua orang mampu
melakukan postur jongkok karena adanya keterbatasan fisik. Bagi para pekerja di
industri kecil, penanganan pekerja di atas lantai merupakan upaya untuk
menyiasati keterbatasan dana untuk pembuatan stasiun kerja atau ruang kerja
yang ergonomi.

Posisi jongkok tanpa penyangga postur dalam jangka waktu yang panjang dapat
mengakibatkan cidera tulang belakang secara perlahan. Cedera lutut sering terjadi
karena paha dan betis terhimpit saat jongkok dalam rentang waktu yang lama.

15
2.4 Standar-Standar Terkait Dalam Ilmu Ergonomi

Menurut, (Yassierli, 2014). Perkembangan ergonomi tidak terlepas dari


kesadaran-kesadaran dalam meningakatkan kesehatan dan keselamatan kerja
yang tumbuh diantara peneliti, praktisi ergonomi, maupun manajemen. Ergonomi
juga tumbuh dan dianggap penting karena adanya keterkaitan yang erat antara
penerapan ergonomi ditempat kerja dan peningkatan produktivitas, kualitas, serta
motivasi kerja. sebuah undang-undang (Occupational and Health Ast) diterbitkan
oleh Amerika Serikat. Undang- undang tersebut memutuskan pembentukan
OSHA (Occupational and Healt Administration). Institusi ini berada dibawah,
dan bertanggung jawab dalam mengembangkan berbagai peraturan serta
penegakan hukum yang tearkait dengan kesehatan dan keselamatan kerja di
industri. Sejumlah peraturan-peraturan yang dikeluarkan OHSA banyak
mendorong berbagai industry untuk mengadopsi dan menerapkan ergonomi
ditempat kerja. British Petroleum (BP) di Texas, AS, sebagai contoh, mendapat
sanksi OHSA pada Oktober 2009 dan diharuskan membayar lebih dari 87 juta
dolar, karena kecelakaan yang berakibat pada tewasnya pekerja dan cedera pada
170 orang. Berikut ini adalah contoh beberapa Negara yang menerapkan prinsip
ergonomi:

a. Sejumlah Negara maju saat ini mengaharuskan berbagai tempat kerja


untuk menyediakan pekerjaan bagi mereka yang berusia lanjut atau
memiliki keterbatasan fisik (misalnya American with Disabilities Act). Hal
ini berarti bahwa pekerjaan maupun tempat kerja harus dirancang untuk
dapat mengakomodasi mereka. Ergonomi berperan besar dalam
menentukan secara objektif keterbatasan dan kemampuan fisik yang
dimiliki oleh populasi ini, serta membantu merancang sistem kerja yang
sesuai.
b. Human factors and Ergonomics Society (HFES) merupakan salah satu
organisasi professional di AS yang turut berkontribusi mengembangkan
berbagai panduan. Sebagai contoh, HEFS 300 adalah panduan terkait
dengan pemanfaatan data antropometri dalam perancangan, sedangkan

16
ANSI/HFES 100 2007 adalah panduan terkait dengan perancangan stasiun
kerja computer.
c. Pada tahun 1919, badan dunia perserikatan bangsa-bangsa membentuk
Intertional Labor Organization sebagai suatu institusi yang membatasi
permasalahan-permasalahan terkait dengan ketenaga kerjaan. ILO juga
mengeluarkan sebagai panduan dan standar yang terkait dengan evaluasi
ergonomi di tempat kerja.
d. International Organization for Standardization (ISO) memiliki komisi
teknis yang khusus membidangi masalah ergonomi.

2.5 Bidang-Bidang Kajian Ergonomi

Menurut, (Yassierli, 2014). Cikal bakal ergonomi adalah pemanfaatan dari


sejumlah ilmu dasar yang mempelajari manusia, seperti anatomi, fisiologi, serta
sosiologi. Ergonomi kemudian tumbuh dan berubah dengan pesat. Selain itu,
ergonomi dalam konteks banyak memanfaatkan ilmu-ilmu rekayasa. Berikut
adalah bagian-bagian yang terdiri pada ilmu ergonomi:

a. Antropometri, yaitu bidang yang mengkaji dimensi fisik tubuh manusia,


termasuk usia, tubuh berdiri, bobot, panjang jangkauan lengan, tinggi
duduk, dan lain sebagainya. Data antropometri banyak dimanfaatkan
dalam perancangan produk, peratan, serta tempat ditempat kerja.
b. Biomekanika kerja, yaitu suatu bidang yang memfokuskan pada proses
mekanika (gaya, momen, kecepatan, percepatan, serta tekanan) yang
terjadi pada tubuh manusia, terkait aktivitas fisik yang dilakukan pekerja.
c. Penerapan biomekanika adalah dalam melakukan penentuan bobot beban
maksimal yang boleh diangkat oleh sesorang, dengan meminimalkan
risiko cedera pada tulang belakang, atau dalam memahami bagaimana
proses terpleset atau terjatuh dapat terjadi.
d. Fisiologi kerja, yaitu bidang ergonomi yang mengkaji respons fungsi-
fungsi tubuh (misalnya sistem kardiovaskular), yang terjadi saat bekerja.
Aplikasinya dapat penentuan berupa besar beban kerja (energi yang
dikelurkan) bila dibandingkan dengan kemampuan metabolik pekerja

17
(misalnya kapasitas aerobik maksimal), serta penentuan jadwal kerja
istirahat optimal yang menimalkan strees dan kelelahan.

2.6 Konsep Ergonomi

Dalam suatu ruang lingkup ergonomi diperlukan suatu konsep, dimana


pada akhirnya akan diterapkan pada suatu pekerjaan. berdasarkan bidang dan
pekerjaan yang akan menerapkan ilmu ergonomi. Dibawah ini adalah penerapan
ilmu ergonomi sesuai bidangnya:
a. Penerapan ergonomi disegala bidang adalah suatu keharusan.
Dikarenakan untuk kenyamanan, minimasi biaya, menurunkan tingkat
kecelakaaan dan penyakit kerja, peningakatan performansi, efisiensi, dan
daya kerja. Penerapan ergonomi pada dasarnya dapat dilakuakan tidak
hanya diperusahaan. dapat juga dilakukan dirumah, diperjalanan,
dilingkungan sosial, maupun ditempat kerja dan semua tempat yang
selayaknya menggunakan konsep ergonomi.

b. Ergonomi membutuhkan bangunan suatu sistem kerja yang terkait dengan


pengguna. Peralatan dan fasilitas kerja harus disesuaikan dengan
performansi manusia.

c. Menitikberatkan pada perbaikan dan perancangan sistem kerja diukur


secara kualitatif dan kuantitatif dalam jangka waktu tertentu.

d. Ergonomi menitikberatkan manusia (human centered) fokus utama


ergonomi adalah pada manusia bukan pada mesin atau peralatan.
(Nurmianto 2003).

2.7 Penilaian Beban Kerja Fisik

Kerja fisik adalah kerja yang membutuhkan energi fisik pada otot manusia
yang kemudian akan berfungsi menjadi suatu sumber tenaga. Kerja fisik biasa
disebut juga “manual operation” dimana performansi kerja manusia sepenuhnya
akan bergantung pada upaya manusia yang akan berperan sebagai sumber tenaga
maupun kendali kerja atas tenaga yang dikeluarkan oleh dirinya sendiri. Selain itu,
kerja fisik juga biasa disebut dengan kerja berat, kerja otot atau kerja kasar.

18
Karena kerja fisik tersebut memerlukan usaha fisik manusia yang kuat akan
mempengaruhi selama berlangsungnya proses kerja manusia tersebut. Selama
kerja fisik, maka konsumsi energy manusia tersebut menjadi acuan berat
ringannya suatu pekerjaan yang dilakukan. Secara garis besar, aktivitas manusia
dapat dibagi 2 yaitu: kerja fisik, dan kerja mental. Pengelompokan ini tidaklah
dapat sempurna, mengingat adanya suatu aktivitas satu dengan aktivitas lainnya.
Selanjutnya, setiap aktivitas kerja fisik yang dilakukan akan mengakibatkan suatu
perubahan pada tubuh manusia. Dapat diketahui beberapa indikator perubahan
pada tubuh manusia, diantaranya adalah (Tarwaka,2015):

1. Konsumsi oksigen atau kebutuhan oksigen.


2. Laju detak jantung.
3. Peredaran udara atau ventilasi paru-paru.
4. Temperatur tubuh, khususnya suhu rektal.
5. Konsentrasi asam laktat dalam darah.
6. Komposisi kimia dalam darah dan jumlah air seni.
7. Tingkat penguapan melalui keringat, dll.

Tingkat dan Konsumsi Ventilasi Denyut


Suhu Rektal
Kategori Beban Oksigen paru Jantung/Nadi
(°C)
Kerja (1/menit) (1/menit) (denyut/menit)

0. Ringan 0,5-1,0 11-20 <37,5 75-100

1. Sedang 1,0-1,5 20-31 37,5-38,0 100-125

2. Berat 1,5-2,0 31-43 38,0-38,5 125-150

3. Sangat berat 2,0-2,5 43-56 38,5-39,0 150-175

4. Sangat berat
sekali 2,5-4,0 60-100 >39 >175

Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seseorang tenaga kerja dapat
digunakan untuk menentukan berapa lama orang tersebut bisa bekerja sesuai
dengan beban kerja yang diterimanya, dibawah ini adalah tabel klasifikasi beban
kerja.

19
Tabel 2.1 Klasifikasi Beban Kerja
Sumber: (Tarwaka, 2015).

2.8 Fatique

Fatique adalah suatu kelelahan yang terjadi pada syaraf dan otot-otot
manusia sehingga tidak dapat berungsi sebagaimana mestinya. Kelelahan
dipandang dari sudut industri adalah pengaruh dari kerja pada pikiran dan tubuh
manusia yang cenderung untuk mengurangi kecepatan kerja mereka atau
menurunkan kualitas produksi, atau kedua-duanya dari performansi optimum
seorang operator. Cakupan dari kelelahan, yaitu:

1. Penurunan dalam performansi kerja


Pengurangan dalam kecepatan dan kualitas output yang terjadi bila melewati
suatu periode tertentu, disebut industry fatique.
2. Pengurangan dalam kapasitas kerja

Perusakan otot atau ketidakseimbnagan susunan saraf untuk memberikan


stimulus, disebut Psikologis fatique.

3. Laporan-laporan subyektif dari pekerja

Berhubungan dengan perasaan gelisah dan bosan, disebut fungsional fatique.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi fatique adalah besarnya tenaga yang


dikeluarkan, kecepatan, cara dan sikap melakukan aktivitas, jenis kelamin dan
umur. Kelelahan (fatique) adalah suatu keluhan umum pada masyarakat umum
dan pada populasi pekerja. Pada pekerja, sekitar 20% memiliki gejala kelelahan
kerja.1 Kelelahan kerja dapat ditandai oleh menurunnya performa kerja atau
semua kondisi yang memengaruhi semua proses organisme, termasuk beberapa
faktor seperti perasaan kelelahan bekerja (subjective feeling of fatique), motivasi
menurun, dan penurunan aktivitas mental dan fisik. Sumber kelelahan kerja dapat
berasal dari pekerjaan yang monoton, faktor fisik lingkungan kerja iklim kerja dan
kebisingan, intensitas kerja mental dan fisik, faktor psikologi berupa tanggung
jawab, konflik, kecemasan, kebiasaan makan, penyakit, dan status kesehatan.
(Setyowati, Shaluliyah & Widjasena, 2014).

20
2.9 Pendekatan Dalam Rancangan Stasiun Kerja

Secara umum dalam memdifikasi atau meredesain suatu stasiun kerja yang
sudah atau yang baru, para perancang dibatasi oleh faktor finansial maupun
teknologi, seperti: keleluasaan memodiikasi, persediaan ruangan, lingkungan,
ukuran dan alat yang digunakan, demikian desain dan redesain harus selalu saling
berkaitan antara kebutuhan biologis operator dengan kebutuhan stasiun kerja yang
dibutuhkan operator dengan kebutuhan stasiun kerja fisik baik ukuran maupun
fungsi alat yang ingin dibuat dalam stasiun kerja. Untuk menyesuaikan dengan
ukuran tersebut perlu mempertimbangkan antropometri terhadap posisi kerja
operator. dalam mendesain stasiun kerja harus dilakukan identifikasi variabilitas
populasi pada faktor-faktor seperti: etnik, jenis kelamin, umur dll. Menurut Das
dan Sengupta (1993) pendekatan secara sistematik untuk menentukan dimensi
stasiun kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi variable populasi pemakai yang disarankan pada


etnik, jenis kelamin, dan umur.
2. Mendapatkan data antropometri yang relevan dengan populasi
pemakai.
3. Dalam pengukuran antropometri perlu mempertimbangakan pakaian,
sepatu dan posisi normal.
4. Menentukan kisaran ketinggian dari pekerjaan utama. Penyediaan
kursi dan meja yang dapat distel, sehingga operator dimungkinkan
bekerja dengan sikap duduk maupun berdiri secara bergantian.
5. Tata letak dan alat-alat tangan, kontrol harus dalam kisaran jangkauan
optimal. Menempatkan display yang tepat sehingga operator dapat
melihat objek dengan pandangan yang tepat dan nyaman.
6. Review terhadap rancangan stasiun kerja secara berskala. (Tarwaka,
2015).

21
2.9.1 Komponen Dalam Rancangan Sistem Kerja

Menurut Corlett and Clark (1995) bahwa ergonomi baik sebagai ilmu
maupun teknologi selalu konsen dengan interface dan interaksi antara operator
dengan komponen-komponen kerja, serta konsen terhadap pengaruh dari
interaksiPada performansi sistem kerja.

Gambar 2.1 Interaksi dalam Sistem Kerja

Sumber: (Tarwaka, 2015).

Pada tabel dibawah ini adalah penjelasan tentang komponen, area desain dan
pertimbangan yang ada yang ada dalam stasiun kerja Tabel 2.2 Komponen Dalam
Sistem Kerja.

Komponen Area Desain Pertimbangan

Hardware Desain dan tata letak komponen Proses, peralatan, akses

Karakteristik fisik kecakapan Karakteristiktubuh, kekuatan,


kapasitas kerja, postur tubuh,
kelelahan, dan ketahanan.

Penerima informasi dan proses Panca Indera (penglihatan,


pendengaran,dll) perhatian,
daya ingat.

22
Tabel 2.1 Komponen dalam Sistem Kerja

Komponen Area Desain Pertimbangan

Karaktristik individu dan Umur, jenis kelamin,


sosial latar belakang budaya,
suku, ketrampilan,
trainimg, motivasi,
kepuasan kerja, dan
interest, kejenuhan,
perilaku dll.

Lingkungan Performansi yang aman Iklim kerja, kebisingan,


dan selamat penerangan, vibrasi
mekanik, ventilasi.

Organisasi Organisasi Waktu kerja-istirahat,


personalia/produksi rotasi kerja, kerja
bergilir, interest,
kepuasaan, tanggung
jawab, interaksi sosial.

Sumber: (Tarwaka, 2015).

2.10 Definisi Antropometri

Menurut, (Iridiastadi 2014). Antropometri berasal dari kata antropos, yang


berarti manusia, dan metrikos, yang berarti pengukuran. Singkatnya, antropometri
merupakan ilmu yang berhubungan dengan aspek ukuran fisik manusia. Aspek
fisik ini tidak hanya ukuran dimensi linier, tetapi juga berupa berat badan.
Keilmuan ini melingkupi metode pengukuran dan pemodelan dimensi tubuh
manusia, serta teknik aplikasi untuk perancangan. Kutipan dari Roebuck (1995)
mendefinisikan antropometri sebagai “the science of measrument and the art of
application that establishes the physical geometry, and strength capabilities of the
human body.”

23
Antropometri dapat dibagi menjadi atas beberapa bagian yaitu antropometri
structural (statis) dan antropometri structural (dinamis). Antropometri statis
adalah pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam posisi diam pada
dimensi-dimensi dasar fisik, meliputi panjang segmen atau bagian tubuh, dan
sebagainya. Antropometri adalah pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia
ketika melakukan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat bekerja, berkaitan
erat dengan dimensi fungsional, misalnya tinggi duduk, panjang jangkaun, dan
lain-lain. Dalam penerapannya kedua antropometri ini tidak dibedakan. Hasil
pengukuran baik keadaan statis atau dinamis secara umum disebut data
antropometri.

Berbicara tentang sejarah, konon perhatian filosof, seniman, dan arsitek


terhadap dimensi tubuh manusia sebenarnya sudah ada sejak dahulu kala. Seorang
arsitek yang bernama Vitruvius pada abad I SM menuliskan beberapa poin yang
menarik kutipan dari (Panero dan Zelnik, 1979):

“Tubuh manusia dirancang secara ilmiah bahwa wajahnya sepersepuluh


dari tinggi tubuh, tangan dari pergelangan hingga ujung jari tengah adalah sama,
kepala mulai dagu hingga puncak merupakan, seperdelapan bagian, dada paling
atas hingga akar rambut terendah seperenam bagian, tengah dada hingga ujung
kepala bagian atas merupakan seperempat bagian. Jika kita ambil tinggi wajah
saja, jarak dari bawah dagu hingga sisi bawah lubang hidung sepertiga, dan sisa
keatasnya juga sepertiga. Panjang kaki merupakan seperenam dari tinggi tubuh,
lengan bawah-seperempatnya, dan lebar dada juga seperempatnya. Kemudian,
pada tubuh manusia yang menjadi titik pusat secara alamiah adalah pusar. Jika
seseorang dibaringkan dengan kedua tangan dan kakinya direntangkan, dan
sebuah jangka diletakan pada pusarnya untuk membuat sebuah lingkaran, jari-jari
kaki dan jari-jari tangannya akan menyentuh keliling lingkaran tersebut. Seperti
tubuh manusia menghasilkan lingkaran, maka gambar sebuah bujur sangkar juga
dapat diperoleh. Jarak yang sama juga ditemukan dari telapak kaki hingga puncak
kepala dengan lebar ke dua tangan yang terentang.”

Prinsip-prinsip penerapan antropometri

1. Desain berdasarkan individu extrim

24
a. Extrim atas
Data yang diperoleh, kita menggunakan data yang besar, missal:
persentil 90% atau 95%.
b. Extrim bawah
Data yang diperoleh, kita menggunakan data yang kecil, missal:
persentil 1% atau 5%.
2. Desain yang dapat diatur atau disesuaikan
Peralatan yang dibuat dengan ukuran-ukuran yang dapat diubah sesuai
dengan ukuran pemakainya.
3. Desain berdasarkan individu rata-rata.

Dimensi tubuh diukur dalam berbagai posisi standard dan tidak bergerak
sempurna. Gambar dibawah ini menunjukan pengukuran tubuh antropometri
manusia, dengan bagian posisi tubuh yang akan diukur.

Gambar 2.2 Dimensi Antropometri Tubuh


Sumber: Wignjoesoebroto (2008).

25
Tabel dibawah ini adalah keterangan dari gambar 2.3 yang menjelaskan
pengukuran tubuh manusia berdasarkan nomor dan bagian-bagian tubuh mana
saja yang nantinya akan dijadikan dasar pengukuran operator.

No. Dimensi Keterangan


Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung
1. TBB
kepala).
2. TMB Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.
3. TBH Tinggi bahu dalam posisi tegak.
4. TSB Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus).
Tinggi kepalan tangan yang terjulur leoas dalam posisi berdiri
5. TKT
tegak (dalam gambar tidak ditunjukan).
Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari atas tempat
6. TTD
duduk/pantat sampai dengan kepala).
7. TMD Tinggi mata dalam posisi duduk
8. TBD Tinggi bahu dalam Posisi duduk
9. TSD Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus).
10. TLP Tebal atau lebar paha.
11. PPUL Panjang paha yang diukur dari pantat s/d ujung lutut.
Panjang paha yang diukur dari pantat s/d bagian belakang dari
12. PPL
lutut/betis.
Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun
13. TLB
duduk.
Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai
14. TDLP
dengan paha.
15. LBP Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk).
16. LP Lebar Pinggul/pantat.
Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak
17. LDKM
ditunjukan dalam gambar).
18. LP Lebar perut
Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari
19. PSUJ
dalam posisi siku tegak lurus.
20. LK Lebar kepala
21. PTJ Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari.
22. LTT Lebar telapak tangan
Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar
23. PRT
kesamping kiri-kanan (tidak ditunjukan dalam gambar.
Tinggi jangkaun tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari
24. TJTL lantai sampai dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas
(Vertikal).
Tinggi jangkaun tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti
25. TJTD halnya no. 24 tetapi dalam posisi duduk (tidak ditunjukan dalam
gambar).
Jarak jangkaun tangan yang terukur kedepan diukur dari bahu
26. JKT
sampai ujung jari tangan.

26
Tabel 2.2 Keterangan Dimensi Tubuh Antropometri Manusia
Sumber: Wignjoesoebroto (2008).

2.10.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Antropometri

Menurut, (Iridiastadi 2014). antropometri adalah suatu pengukuran tubuh


manusia semata, maka hal tersebut tentu dapat dilakukan dengan mudah dan
sederhana, namun kenyataannya, banyak faktor yang harus diperhatikan ketika
data ukuran tubuh ini digunakan dalam perancangan. Salah satunya adalah adanya
keragaman induvidu dalam ukuran dan dimensi tubuh.

2.10.2 Keacakan /Random

Menurut, (Nurmianto 2003). Dalam butir pertama ini walaupun telah


terdapat dalam suatu kelompok populasi yang sudah jelas sama jenis kelamin,
suku/bangsa, kelompok usia dan pekerjaannya, namun masih ada pekerjaan yang
cukup signifikan antara berbagai macam masyarakat. Jelas dapat diaprokmasikan
dengan menggunakan distribusi normal, yaitu dengan menggunakan data
percentile yang telah diduga, jika mean (rata-rata) dan SD (standar deviasi) nya
telah dapat diestimasi.

2.10.3 Jenis Kelamin

Menurut, (Nurmianto 2003). Secara distribusi statistik ada perbedaan


yang signifikan antara dimensi tubuh pria dan wanita. Untuk kebanyakan dimensi
tubuh pria dan wanita ada perbedaan signifikan diantara mean (rata-rata) dan nilai
perbedaan ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Pria dianggap lebih panjang
dimensi segmen badannya daripada wanita. Oleh karenanya data antropometri
diantara kedua jenis kelamin tersebut selalu disajikan secara terpisah.

2.10.4 Suku Bangsa (Ethnic Variability)

Variasi diantara beberapa kelompok suku bangsa telah menjadi hal yang
tidak kalah pentingnya terutama karena meningkatnya jumlah angka migrasi dari
suatu negara ke Negara lain. Sedarhana bahwa yaitu dengan meningkatnya jumlah
peduduk yang migrasi dari negara Vietnam ke Australia, untuk mengisi jumlah
satuan angkatan tenaga kerja (industrial workforce), maka akan mempengaruhi
antropometri secara nasional. (Nurmianto 2003).

27
2.10.5 Usia

Persentil adalah suatu nilai yang menunjukkan persentase tertentu dari


orang-orang yang memiliki ukuran di bawah atau pada nilai tersebut. Persentil
pada dasarnya berguna sebagai pertimbangan bagi perancangan produk dengan
memanfaatkan data antropometri. Menurut Ananta , Sadika & Yunidar, (2018).
Dalam pengukuran antropometri dibagi beberapa jenis pengukuran, berdasarkan
usia seperti penjelasan dibawah ini:

1. Balita,
2. Anak-Anak,
3. Dewasa, dan
4. Lanjut usia

Tabel dibawah ini menjelaskan tentang persentil dan perhitungan yang digunakan
sebagai berikut:

Tabel 2.3 Distribusi Normal Perhitungan Persentil


Persentil Perhitungan

1- st x – 2,325 σ

2,5- th x – 1,960 σ Sumber: (Nurmianto 2003).

5- th x – 1,645 σ Hal ini jelas berpengaruh terutama jika desain di

x – 1,28 σ aplikasikan untuk antropometri. Antropometrinya


10-th
akan cenderung terus meningkat sampai batas
50-th
usia dewasa. Namun setelah menginjak usia
90-th x +1,28 σ dewasa, tinggi badan manusia mempunyai
95-th x – 1,645 σ kecenderungan untuk menurun yang antara lain
disebabkan oleh berkurangnya elastisitas tulang
97-th x – 1,960 σ
belakang (intervertebral discs). Selain itu
99-th x – 2,325 σ
berkurangnya dinamika dalam gerakan tangan
dan kaki.

28
2.10.6 Jenis Pekerjaan

Beberapa jenis pekerjaan tertentu adanya persyaratan dalam seleksi


karyawan/stafnya. Seperti misalnya: buruh dermaga/pelabuhan adalah harus
mempunyai postur tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan
perkantoran pada umumnya. Apalagi jika dibandingkan dengan jenis pekerjaan
militer.( Nurmianto 2003).

2.11 NBM (Nordic Body Map)

Metode Nordic Body Map merupakan metode sederhana, mudah dipahami,


dan memerlukan waktu relative singkat dalam menilai tingkat keluhan gangguan
pada system musculoskeletal. Tahap pertama yang dilalui dalam pengaplikasian
Nordic Body Map yaitu dengan melakukan wawancara kepada responden,
dibagian mana saja otot-otot skeletal yang mengalami gangguan/sakit dengan cara
menunjuk langsung pada setiap otot skeletal, sesuai yang dicantumkan pada
lembar kuesioner Nordic Body Map.

Kuesioner Nordic Body Map meliputi 27 bagian otot-otot skeletal pada


kedua sisi tubuh kanan dan kiri. Dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu otot
leher sampai dengan otot kaki. Pada penelitian ini pemberian nilai kuesioner
Nordic Body Map menggunakan jawaban dari pertanyaan ya atau tidak (Yes No
Questions). Setelah dilakukan wawancara dan pengisian kuesioner oleh para
pekerja, tahap selanjutnya yaitu menghitung total skor dari objek yang diobservasi

Tahap terakhir dari metode ini yaitu melakukan perbaikan sikap/posisi


kerja, jika hasil penilaian tingkat keluhan atau rasa sakit pada otot skeletal
diperoleh hasil yang tinggi. Perbaikan yang dilakukan harus sesuai dengan otot
skeletal bagian mana saja yang mengalami keluhan atau sesuai presentase jumlah
skor pada setiap bagian otot skeletal dan tingkat risikonya (Haikal, 2018).

2.12 Penilaian Keluhan Muskuloskeletal (MSD’s)

MSD’s adalah pengukuran terhadap tekanan fisik yang cukup sulit karena
melibatkan beberapa faktor seperti: kinerja, motivasi harapan dan toleransi
kelelahan. Alat ukur ergonomic yang digunakan cukup banyak dan bervariasi.

29
Oleh sebab itu dari berbagai alat ukur dan metode tentunya mempunyai kelebihan
dan keterbatasan. Maka dari itu dapat memilih dan menggunakan metode secara
tepat sesuai dengan tujuan dan observasi yang akan dilakukan. Berikut ini akan
membahas beberapa metode observasi postur tubuh yang berkaitan dengan risiko
gangguan pada sistem musculoskeletal. Seperti: metode OWAS, RULA dan
REBA. Penilaian terhadap tingkat risiko tertinggi dalam keluhan saat bekerja,
dengan menggunakan metode kuisioner, “Nordic Body Map”. Untuk mengetahui
sejauh mana tingkat risiko yang dirasakan oleh operator yang berkaitan dengan
MSD’s.

2.13 OWAS (Ovako Working Analysis System)

Metode OWAS adalah suatu metode yang digunakan untuk menilai postur
tubuh pada saat bekerja, seperti halnya metode RULA dan REBA. Metode ini
pertama kali diperkenalkan oleh Osmo Karhu Finlandia, pada tahun 1977 dengan
judul “Correcting working postures in industry: A practical method for analysis.”

yang diterbitkan dalam jurnal “Applied Ergonomics”. Metode ini awalnya


ditujukan untuk mempelajari suatu pekerjaan pada Industri baja di Finlandia.,
kemudian menamainya metode “OWAS”. langkah pertama dalam metode ini
adalah pengumpulan data atau pengukuran posisi yang dapat dilakukan melalui
observasi pada posisi tubuh operator atau analisa fhoto sesuai pekerjaan yang
sedang dilakukan. setelah dilakukan observasi dengan memberikan kode posisi
dan hasilnya dicatat pada lembar kerja. Setiap posisi diberikan kode identifikasi,
seperti membuat hubungan yang jelas antara posisi dan kode. Kemudian “kode
posisi” akan digunakan untuk menjelaskan hubungan tersebut. sesuai tingkat
risiko atau ketidaknyamanan operator pada posisin operator. dalam metode
OWAS dibedakan menjadi 4 tingkat kategori risiko, urutan dalam tingkat kategori
tersebut adalah nilai 1 dengan risiko terendah dan 4 dengan risiko tertinggi. untuk
setiap kategori risiko yang diperoleh akan digunakan untuk membedakan suatu
perbaikan posisi bekerja. Menilai risiko pada setiap bagian atau ketidakyamanan
pada setiap bagian tubuh yang terdiri dari: punggung, lengan dan kaki. Langkah
terakhir dalam metode ini adalah analisa risiko dengan menghitung posisi tubuh

30
yang diamati dari bagian tubuh akan mengidentifikasi bagian tubuh mana saja
yang perlu dilakukan perbaikan dalam posisi bekerja.

Dibawah ini penjelasan mengenai prosedur aplikasi metode OWAS, sebagai


berikut:

1. Pertama adalah apakah pengamatan harus dibagi kedalam beberapa


tahapan, (penilaian tunggal atau multi).
2. Menentukan total waktu dalam pengamatan pekerjaan (20 s/d 40 menit).
3. Menentukan waktu untuk membagi pengamatan (waktu yang diusulkan
berkisar antara 30 s/d 60 detik).
4. Mengidentifikasi, selama pengamatan pekerjaan dengan posisi berbeda
yang dilakukan operator. untuk setiap posisi, tentukan posisi punggung,
lengan dan kaki, dan beban yang diangkat.
5. Pemberian kode pada posisi yang diamati untuk setiap posisi dan
pembebanan dengan membuat “kode posisi” identifikasi.
6. Menghitung untuk setiap kode posisi, termasuk dalam kategori risiko pada
posisi tubuh bagian mana, apakah tingkat keluhan operator termasuk
posisi kritis atau tinggi tingkat risikonya.
7. Menghitung persentase frekuensi relatif dari masing-masing posisi
punggung, lengan dan kaki.
8. Penentuan dari hasil identifikasi pekerjaan pada posisi kritis, sesuai dari
posisi masing-masing, kategori risiko berdasarkan pada masing-masing
posisi dari berbagai bagian tubuh, punggung, lengan dan kaki.
9. Penentuan tindakan perbaikan yang diperlukan untuk meminimalisir
tingkat risiko keluhan yang terjadi pada operator.
10. Selanjutnya perubahan untuk perbaikan, maka dilakukan review terhadap
pekerjaan dengan menggunakan metode OWAS untuk menilai efektivitas
perbaikan yang telah diimplementasikan.

Dibawah ini, akan menjelaskan pemberian kode dan klasifikasi dari posisi tubuh
yang digunakan pada metode OWAS.

2.14 RULA (Rapid Upper Limb Assesment)

31
Menurut, (Susihono dan Rubiati, 2013). RULA dikembangkan oleh Dr.
Lynn Mc Attamney dan Dr. Nigel Corlett yang merupakan ergonom dari
universitas di Nottingham (University’s Nottingham Institute of Occupational
Ergonomics). Pertama kali dijelaskan dalam bentuk jurnal aplikasi ergonomi pada
tahun 1993. RULA diperuntukan dan dipakai pada bidang ergonomi dengan
dengan bidang cakupan yang luas. Teknologi mengevaluasi postur atau sikap,
kekuatan dan aktivitas otot yang menimbulkan cedera akibat aktivitas berulang
(repetitive starain injuries). Ergonomi diterapkan untuk mengevaluasi hasil
pendekatan yang berupa resiko antara satu sampai tujuh, skor tertinggi
menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar atau berbahaya untuk
dilakukan dalam bekerja. Hal ini bukan berarti skor terendah akan menjamin
pekerjaan yang akan diteliti bebas dari Ergonomic hazard. Oleh sebab itu metode
RULA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang beresiko dan dilakukan
perbaikan sesegera mungkin. Metode ini menggunakan diagram body postures
dan empat rabel penelitian yang disediakan untuk mengevaluasi postur kerja yang
berbahaya dalam siklus pekerjaan tersebut. Melalui metode ini akan didapatkan
nilai batasan maksimum dan berbagai postur kerja, nilai batasan tersebut antara 1-
7. Metode pengukuran postur tubuh dalam melakukan estimasi terhadap resiko
yang berkaitan dengan pekerjaan pada bagian tubuh atas seperti lengan atas
(upper arm), lengan bawah (lower arm), pergelangan tangan (wrist) dan
perputaran pergelangan tangan (Wrist twist), leher (neck), batang tubuh (trunk).
Dengan memakai RULA akan didapatkan hasil yang cepat dan sistematis dalam
menentukan resiko postural kerja (Mc Atamney & yang cepat dan sistematis
Corlett, 1993). Metode pengukuran RULA memiliki beberapa aplikasi utama
seperti:

1. Mengukur resiko muskuloskeletal (otot), biasanya bagian dari perbaikan


yang lebih luas dari ergonomi.
2. Membandingkan beban musculoskeletal (otot) antara rancangan stasisun
kerja yang sekarang dengan yang telah dimodifikasi.
3. Mengevaluasi hasil seperti produktivitas atau kesesuaian penggunaan
peralatan.

32
4. Melatih pekerja tentang beban musculoskeletal (otot) yang akibatkan
perbedaan postur kerja. Postur tubuh dengan metode RULA dibagi
menjadi dua yaitu postur group A terdiri dari lengan atas (upper arm),
lengan bawah (lower arm), pergelangan tangan (wrist) dan perputaran
pergelangan tangan (Wrist twist). Postur tubuh grup B terdiri dari leher
(neck), batang tubuh (trunk), dan kaki (legs). Nilai hasil akhir diperoleh
dari kedua nilai akhir group A dan group B dikombinasikan hasil score
kombinasi group A dan group B diklasifikasikan ke beberapa kategori.
Pengembangan metode RULA terdiri dari tiga tahapan yaitu:
1. Pemilihan postur kerja untuk penilaian atau pengukuran.
2. Pengembangan sistem pemberian skor
3. Pengembangan grand score dikonversi ke salah satu dari empat action
level.

Observasi dan pemilihan jenis postur kerja dilakukan berdasarkan masa


kerja yang signifikan sebelum dilakukan pengukuran dengan metode
RULA. Hasil dari skoring dapat diketahui postur kerja yang memiliki
resiko rendah atau tinggi berdasarkan level tindakan.

2.14.1 GROUP A: Skor untuk Anggota Tubuh pada Upper Limbs (lengan
atas, lengan bawah dan pergelangan tangan).

1. Skor untuk Lengan Atas

Anggota tubuh yang pertama dinilai adalah bagian lengan atas. untuk menghitung
bagian ini, maka perlu diukur sudut axis badan. Piktogram pada table 2.5
menunjukan postur yang berbeda sebagai petunjuk penilaian. Sesuai pada sudut
yang dibentuk oleh lengan, penilaian akan dihitung berdasarkan table tersebut.

33
Tabel dibawah ini menjelaskan mengenai pictogram kisaran sudut lengan dan skor
pada lengan.

Tabel 2.5 Kisaran Sudut Lengan dan pada Skor Lengan

Sumber: (Tarwaka, 2015).

Penilaian postur lengan harus dimodifikasi, baik ditambah atau dikurang jika
bahu pekerja terangkat, jika lengan diputar, dianggat menjauh dari badan, atau
jika lengan ditopangh selama kerja, seperti diilustrasikan pada piktogram Tabel
2.6. Masing-masing kondisi tersebut akan menyebabkan suatu peningkatan atau
penurunan skor postur pada lengan atas. Jika tidak ada situasi lengan seperti
tersebut diatas, maka skor dapat langsung menggunakan tabel tersebut tanpa
modifikasi.

Tabel 2.6 Piktogram Posisi yang dimodifikasi untuk Skor Lengan Atas dan
Peningkatan atau Penurunan Skor

Sumber: (Tarwaka, 2015).

2. Skoring untuk Lengan Bawah

Berikutnya yang harus dianalisa adalah posisi lengan bawah,skor postur


untuk engan bawah juga tergantung pada kisatan sudut yang dibentuk oleh
lengan bawah selama melakukan pekerjaan. Setelah dilakukan penilaian

34
terhadap sudut pada lengan bawah, maka skor postur pada lengan bawah
langsung dapat dihitung.

Tabel 2.7 Kisaran Lengan Bawah dan Skoring

Skor Kisaran Sudut


1 Fleksi 60°-100°
2 Fleksi <60° atau >100°
Sumber: (Tarwaka, 2015).

Skor postur untuk lengan bawah harus dinaikan jika lengan bawah menyilang dari
garis lengan badan atau keluar dari sisi badan, seperti diilustrasikan Piktogram
pada Tabel 2.8 dibawah. Pada kedua posisi tersebut, skor postur awal hanya dapat
ditambah dengan 1 (+1). Piktogram tersebut mengilustrasikan kedua posisi
tersebut dan menjelaskan kemungkinan yang dapat dilakukan untuk menambah
skor.

Tabel 2.8 Piktogram Posisi yang dapat dimodifikasi untuk Skor Lengan Bawah
dan Peningkatan Skor

Sumber: (Tarwaka, 2015).

3. Skor untuk Pergalangan Tangan.

Pertama-tama yang dinilai adalah fleksi pergelangan tangan. Menunjukan


tiga kemungkinan kisaran sudut pergelangan tangan.setelah melakukan
evaluasi sudut pada pergelangan tangan, maka skor koresponden lansung
dihitung.

35
Maka, berdasarkan point 3 untuk pergelangan tangan Tabel 2.9 menjelasakan
mengenai piktogram kisaran sudut pergelangan tangan dan skoring.

Tabel 2.9 Piktogram Kisaran Sudut Pergelangan Tangan dan Skoring

Skor Kisaran Sudut


1 Jika dalam posisi netral.
2 Fleksi atau ekstensi : 0º sampai 15º
3 fleksi atau ekstensi : >15º

Sumber: (Tarwaka, 2015).

Skor postur untuk pergelangan tangan akan ditambah dengan 1 (+1), jika
pergelangan tangan saat bekerja mengalami deviasi baik ulnar maupun radial
(menekuk keatas maupun kebawah), seperti diilustrasikan dengan piktogram pada
tabel dibawah.

Tabel 2.10 Piktogram Deviasi Pergelangan Tangan dan Peningkatan Skor

Skor Posisi
Pergelangan tangan pada saat bekerja mengalami
+1
deviasi baik ulnar maupun radial
Sumber: (Tarwaka, 2015)

Apabila telah didapatkan skor untuk pergelangan tangan, maka perlu dinilai pada
posisi pergelangan tangan memuntir, seperti diilustrasikan dengan piktogram pada
Tabel 2.11. Skor yang baru tersebut merupakan skor independen dan tidak akan

36
ditambahkan dengan skor sebelumnya, dan akan digunakan untuk menghitung
skor sebelumnya, akan dan digunakan untuk mengitung skor untuk group A.

Tabel 2.11 Piktogram Posisi Pergelangan Tangan dan Skoring

Skor Posisi
Jika pergelangan tangan dalam kisaran tangan pada
1
posisi memuntir
Jika pergelangan tangan pada atau dekat batas maksimal
2
puntiran
Sumber: (Tarwaka, 2015).

GROUP B: Skor untuk Anggota Tubuh pada Leher, Badan dan Kaki.

Setelah anggota tubuh peda group A selesai dinilai, selanjutnya yang harus dinilai
adalah anggota tubuh group B yaitu anggota tubuh pada bagian leher, badan dan
kaki.

4) skor untuk Leher

Anggota tubuh pertama yang haurus dinilai pada group B adalah bagian leher.
Freksi pada pada leher dinilai terlebih dahulu dengan menghitung skor
berdasarkan yang menunjukan tiga kisaran freksi dan ekstensi pada leher.

Tabel dibawah ini menjelakan mengenai piktogram kisaran sudut leher dan
penilaiannya.

Tabel 2.12 Piktogram Kisaran sudut pada Leher dan Skoring

Skor Kisaran Sudut


1 Fleksi : 0 º -10 º
2 Fleksi : 10 º - 20 º.
3 Fleksi: > 20 º.
4 Jika leher pada posisi ekstensi

37
Sumber: (Tarwaka, 2015).

Skor postur untuk leher harus ditambah dengan 1 (+1),jika leher mekuk atau
memuntir seperti diilustrsikan dengan piktogram pada tabel 2.13 dibawah.

Tabel 2.13 Piktogram Posisi yang dapat merubah Skor Postur Leher

Sumber: (Tarwaka, 2015).

5) Skor untuk Badan

Pertama-tama yang harus dilakukan adalah menentukan apakah posisi pekerja


pada saat bekerja posisi duduk atau berdiri yang dapat mengindikasikan fleksi
badan. Selanjutnya, skor postur langsung dapat dihitung berdasarkan postur badan
yang terjadi selama bekerja

Tabel dibawah ini menjelaskan mengenai piktogram sudut pada badan berikut
dengan penilaiannya.

Tabel 2.14 Piktogram sudut pada Badan dan Skoring

Skor Kisaran Sudut


Pada saat duduk dengan kedua kaki dan telapak kaki
1 tertopang dengan baik dan sudut antara badan dan tulang
pinggul membentuk sudut ≥90°
2 Fleksi: 0º-20º
3 Fleksi: 20º-60º
4 Fleksi: 60º
Sumber: (Tarwaka, 2015).

38
Skor postur untuk badan harus dinaikan dengan menambah 1 (+1), jika badan
memuntir dan membungkuk kesamping seperti tabel dibawah ini

Tabel 2.15 Piktogram yang dapat Memodifikasi Skor Postur pada Leher

Sumber: (Tarwaka, 2015).

6) Skor untuk Kaki

Bagian tubuh terakhir yang harus dinilai adalah kaki. Pada penilaian kaki, metode
ini tidak fokus pada pengukuran sudut seperti analisa pada anggota tubuh
sebelumnya. Tetapi lebih pada faktor seperti distribusi berat pada tumpuan kedua
kaki, tempat penompang dan posisi duduk atau berdiri yang menentutukan besar
kecilnya skor, seperti tabel dibawah.

Tabel 2.16 Piktogram Posisi Kaki dan Skoring

Skor Posisi
Kaki dan telapak kaki tertopang dengan baik pada saat
1
duduk
Berdiri dengan berat badan terdistribusi dengan rata oleh
1
kedua kaki, terdapat ruang gerak yang cukup untuk
Kaki dan telapak kaki tidak tertopang dengan baik atau
2
berat badan tidak terdistribusi dengan seimbang

Sumber: (Tarwaka, 2015).

39
Perhitungan Grand Skor RULA

Setelah skor postur untuk setiap anggota tubuh pada kedua group (A dan b) secara
individu telah dicatat, selanjutnya harus dihitung skor kombinasi untuk kedua
group. Skor Postur untuk setiap anggota tubuh group A.dengan memasukan skor
postur secara individu untuk lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan
kedalam tabel 2.17, maka akan didapatkan skor postur group A.

Tabel dibawah ini menjelaskan mengenai penialain pada posyur tubuh grup A.

Tabel 2.17 Skor Postur Group A


Pergelangan Tangan
1 2 3 4
Lengan Lengan Pergelangan Pergelangan Pergelangan Pergelangan
Atas Bawah Tangan Tangan Tangan Tangan
Memuntir Memuntir Memuntir Memuntir
1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 2 2 2 2 3 3 3
1 2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 3 3 3 3 3 4 4
1 2 3 3 3 3 4 4 4
2 2 3 3 3 3 3 4 4 4
3 3 4 4 4 4 4 5 5
1 3 3 4 4 4 4 5 5
3 2 3 4 4 4 4 4 5 5
3 4 4 4 4 4 5 5 5
1 4 4 4 4 4 5 5 5
4 2 4 4 4 4 4 5 5 5
3 4 4 4 5 5 5 6 6
1 5 5 5 5 5 6 6 7
5 2 5 6 6 6 6 7 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
1 7 7 7 7 7 8 8 9
6 2 8 8 8 8 8 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9
Sumber: (Tarwaka, 2015).

40
Skor Postur untuk Angota Tubuh Group B. Dengan memasukan skor postur
secara individu untuk leher, badan dan kaki ke dalam tabel 2.18, maka akan
didapat maka akan didapat skor postur group B.

Tabel 2.18 skor Postur Group B


Badan ( Trunk)
1 2 3 4 5 6
Leher
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9

Sumber: (Tarwaka, 2015).

Skor Penggunaan Otot (muscle use) dan pembebanan atau Pengerahan Tenaga
(force), Skor postur yang diperoleh dari group A dan B aka diudah dengan
mempertimbangkan penggunaak otot dan pengerahan tenaga selama melakukan
pekerjaan. Skor postur (A dan B) ditambah dengan1 (+1), jika sikap tubuh pada
saat bekerja dalam keaadan statis untuk waktu lebih dari 1 menit, atau jika
pekerjaan dilakukan dengan kadang-kadang, tidak sering atau untuk durasi yang
singkat, maka hal tersebut dipertimbangkan sebagai pekerjaan dinamis dan skor
akan tetap sama dengan sebelumnya. Skor seperti tersebut pada tabel 2.19
dibawah:

Tabel 2.19 Pemberian Skor Berdasarkan Penggunaan Otot, Pembebanan dan


Pengerahan Tenaga
Skor Kisaran Pembebanan dan Pengerahan Tenaga
. 0
Tidak ada resistensi pembebanan dan pengerahan tenaga
secara tidak menentu < 2 kg
Pembebanan dan pengerahan tenaga secara tidak menentu
1
2 - 10 kg
2 Pembebanan statis 2 - 10 kg
Pembebanan danpengerahan tenaga secara repetitif 2 - 10
2
kg
Pembebanan dan pengerahan tenaga secara repetitif atau
3
statis > 10 kg
Pembebanan yang berlebihan dan pengerahan tenaga dan
3
cepat
Sumber: (Tarwaka, 2015).

Perhitungan Skor Gabungan

41
Skor dari penggunaan otot dan pengerahantenaga harus ditambahkan pada skor
postur untuk grup A dan B sehingga menghasilkan perhitungan untuk skor C dan
D. Selanjutnya, kedua skor C dan D digabungkan kedalam suatu grand akumulasi
skor tunggal dengan nilai 1 s/d & yang nantinya digunakan sebahgai dasar
estimasi terhadap risiko pembebanan pada sisitem muskuloketal. Selanjutnya
Grand Skor, dapat dihitung berdasarkan pada tabel 2.20 dibawah.

Tabel 2.20 Grand Skor Berdasarkan Kombinasi Skor C dan D


Skor D

Skor C 1 2 3 4 5 6 7+

1 1 2 3 3 4 5 5

2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6

4 3 3 3 4 5 6 6

5 4 4 4 5 6 7 7

6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
8 5 5 6 7 7 7 7

Sumber: (Tarwaka, 2015).

42
Langkah terakhir dari metode RULA ini adalah untuk menentukan tingkat aksi
(action level), yang diperoleh dari tabel 2.21 dibawah ini yang telah dihitung dari
grand skor.

Skor Kategori Tindakan


Tingkat
Akhir Risiko
Risiko
Rula
Rendah Tidak ada masalah dengan postur
1–2 0 tubuh

Sedang Diperlukan investigasi lebih lanjut,


mungkin diperlukan adanya
3–4 1
perubahan untuk perbaikan sikap
kerja
Tinggi Diperlukan adanya investigasi dan
5–6 2
perbaikan segera
Sangat Diperlukan adanya investigasi dan
7+ 3 Tinggi perbaikan secepat mungkin.

Tabel 2.21 Tingkat Aksi yang diperlukan Berdasarkan Grand Skor


Sumber: (Tarwaka, 2015).

43
2.15 REBA (Rapid Entire Body Assessment)

Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett dan


Dr. Lynn Mc Atamney merupakan ergonom dari universitas di Nottingham
(University of Nottingham’s Institute of Occuptaional Ergonomic). Rapid Entire
Body Assessmentadalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang
ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur
leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu
metode ini juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh
tubuh serta aktifitas pekerja. Penilaian dengan menggunakan REBA tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan
melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu
adanya pengurangan resiko yang diakibatkan postur kerja operator.

Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas dan


factor coupling yang menimbulkan cidera akibat aktivitas yang berulang–ulang.
Penilaian postur kerja dengan metode ini dengan cara pemberian skor resiko
antara satu sampai lima belas, yang mana skor tertinggi menandakan level yang
mengakibatkan resiko yang besar (bahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini
berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas
dari ergonomic hazard. REBA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang
beresiko dan melakukan perbaikan sesegera mungkin. Postur kerja dianalisis
menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA). REBA adalah
metode penilaian postur kerja untuk menilai faktor resiko gangguan tubuh secara
keseluruhan. Di setiap workstation postur kerja diuji menggunakan 2 metode
tersebut (Tarwaka, 2015).

Pengembangan REBA terjadi dalam empat tahap. Tahap pertama adalah


pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto,
tahap kedua adalah penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja, tahap ketiga
adalah penentuan berat benda yang diangkat, penentuan coupling dan penentuan
aktivitas pekerja. Dan yang terakhir, tahap keempat adalah perhitungan nilai
REBA untuk postur yang bersangkutan. Dengan didapatnya nilai REBA tersebut
dapat diketahui level resiko dan kebutuhan akan tindakan yang perlu dilakukan

44
untuk perbaikan kerja. Penilaian postur dan pergerakan kerja menggunakan
metode REBA melalui tahapan-tahapan sebagai berikut.

Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau


foto.Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher, punggung,
lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan
merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti
mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman
dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis
selanjutnya.

 Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja. Setelah didapatkan hasil


rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut
dari masing-masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh), leher,
lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki.

2.16 Pengujian Normalitas Data dan Keseragaman Data

Uji keseragaman data adalah untuk mendapatkan data yang seragam.


Karena ketidakseragaman dapat datang tanpa disadari maka diperlukan suatu alat
yang dapat mendeteksi. Batas-batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan
batas seragam tidaknya dari data. Data yang dikatakan seragam yaitu berasal dari
sebab sistem yang sama, bila berada di antara batas kedua kontrol, dan tidak
seragam yaitu berasal dari sistem sebab yang berbeda, jika berada di luar batas
kontrol.

Pengukuran yang diambil adalah perhitungan tinggi kaki, jangkaun jauh,


jangkauan normal dan beberapa pengujian yang dilakukan yaitu:

a. Pengujian keseragaman data


b. Pengujian kecukupan data Uji kecukupan data adalah proses pengujian
yang dilakukan terhadap data pengukuran untuk mengetahui apakah data
yang diambil untuk penelitian sudah mencukupi untuk dilakukan
perhitungan waktu baku. Pengujian kecukupan data dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut (Sutalaksana, 2006) :

45
c. Tingkat ketelitian, Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan
maksimum dari hasil perhitungan terhadap nilai waktu yang
sebenarnya.
d. Tingkat kepercayaan, Tingkat kepercayaan menunjukkan besarnya
probabilitas bahwa data yang sudah diambil berada dalam tingkat
ketelitian yang sebelumnya telah ditentukan. Rumus untuk menguji
kecukupan data pengamatan dapat menggunakan persamaan
Pengujian keseragaman data dilakukan dengan menetapkan batas
kontrol atas dan batas kontrol bawah dari data sebaran tersebut.
Penentuan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah tergantung pada
tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang telah ditetapkan. Untuk
tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95% batas kontrol data
ditentukan oleh rumusan matematis yang diperoleh secara statistik
yaitu:
1. Menghitung Pengukuran Rata-Rata
x=∑ x i………………………………………………………………(2.1)
K

dimana : x = pengukuran rata-rata dari subgroup ke-1


k = pengukuran banyaknya subgroup yang terbentuk
2. Keseragaman Data Langkah-langkah dalam pengujian keseragaman
data :
a. Mengelompokan hasil pengukuran kedalam subgroup-subgrup
yang masing-masing terbagi rata tergantung hasil pengukuran yang
diperoleh.
b. Menghitung rata-rata dari harga rata-rata subgroup
c. Menghitung standard deviasi dari waktu penyelesaian dengan :

σ=
√ £ (x−x ¿ ¿¿ 2) ………………………………………...
N −1
…..................(2.2)
Dimana : σ = s
X = Waktu pengamatan selama pengukuran yang telah dilakukan.

46
d. Menghitung standard deviasi dari distribusi harga rata-rata
subgroup dengan:
σ
σx= ……….……………...………………………....................(2.3)
√n
e. Menentukan batas kontrol atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah
(BKB) dengan:

BKA = x + 2 σ x

BKB = x – 2 σ x……….………....……………………………....(2.4)

Data dikatakan seragam apabila grafik data tidak melebihi batas


kontrol atas dan batas kontrol bawah.

C. Uji Normalitas Data


Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan software MINITAB.
Dalam pengujian menggunakan uji Kolmogorov Smirnov (KS), adapun
prosedur pengujian adalah sebagai berikut.
1. Hipotesis
Ho : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
2. Statistik Uji : Kolmogorov Smirnov (KS)
3. α = 0,05
4. Daerah kritis : H0 diterima jika KS > P-Value
Jika N’<N data dianggap cukup, N’>N data tidak cukup.

47
2.17 Peta Kerja

Menurut Sutalaksana, I. Z., Anggawisastra, R., & Tjkraatmaja. J. H.


(2006). peta-peta kerja alat dapat digunakan untuk berkonunikasi. Melalui peta-
peta kerja juga bisa mendapatkan informasi-informasi yang diperlukan untuk
memperbaiki suatu metode kerja. Lewat peta-peta ini dapat melihat aktivitas atau
kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja dari mulai masuk kepabrik (bentuk
bahan baku). Peta-peta kerja yang telah dikembangkan oleh Gilbert. Untuk
membuat suatu peta kerja, Gilbert mengusungkan 40 buah lambang peta kerja
yang bisa dipakai. Pada tahun berikutnya 40 buah peta tersebut disederhanakan
sehingga 4 macam saja. Namun pada tahun 1947 American Society of Mechanical
Engineers (ASME) membuat standar lambang-lambang yang terdiri dari 5 macam
lambang yang merupakan modifikasi dari yang telah dikembangkan sebelumnya
oleh Gilberth.

Penjelasan dari lambang-lambang tersebut sebagai berikut :

= Operasi

Suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan


sifat, baik fisik maupun kimiawi, Mengambil informasi maupun
memberikan informasi merupakan kegiatan dalam operasi. Operasi
merupakan suatu proses yang terjadi keterkaitan antara mesin dan
operator. Contohnya:

1. Pekerjaan menyerut kayu dengan mesin serut


2. Pekerjaan mengeraskan logam
3. Pekerjaan merakit

dalam praktiknya, lambang ini juga bisa digunakan untuk menyatakan


aktivitas administrasi, misalnya: aktivitas perencanaan atau perhitungan.

= pemeriksaan

48
Suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda kerja atau peralatan
mengalami pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun maupun
kuantitas.

Lambang ini digunakan jika kita melakukan pemeriksaan terhadap suatu


objek atau membandingkan objek tertentu dengan suatu standar.
contohnya:

1. Mengukur dimensi benda


2. Memerisa warna benda
3. membaca alat ukur tekanan uap pada suatu mesin uap

= Transportasi

Suatu kegiatan transportasi terjadi apabila benda kerja, pekerja atau


perlengkapan mengalami perpindahan. contohnya:

1. Benda kerja di angkut dari mesin bubut ke mesin skrap untuk


mengalami operasi berikutnya.
2. Suatu objek dipindahkan dari lantai atas lewat elevator.

= Menunggu

Proses menunggu terjadi apabila benda kerja, pekerjaan ataupun


perlengkapan tidak mengalami kegiatan apa-apa selain menunggu.
contohnya:

1. Objek menunggu untuk diproses atau diperiksa.


2. Peti menunggu dibongkar.
3. Bahan menunggu diangkat ke tempat lain.

= Penyimpanan

penyimpanan terjadi apabila benda kerja di simpan untuk jangka waktu


yang cukup lama. lama waktu ada dua hal yang membedakan antara
kegiatan menunggu dan menyimpan, contohnya:

1. Dokumen-dokumen/catatan-catatan yang disimpan didalam

49
brankas.
2. Bahan baku disimpan dalam gudang selain kelima lambang standar
di atas, dapat menggunkan lambang lain jika diperlukan.

= Aktivitas Pemeriksaan Kegiatan ini dilakukan antara aktivitas operasi


dan pemeriksaan dilakukan bersamaan atau dilakukan pada suatu tempat
kerja.

2.17.1 Macam-macam Peta Kerja

Pada dasarnya peta-peta bisa dibagi kedalam dua kelompok besar


berdasarkan kegiatannya, yaitu:

a. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja


keseluruhan(universal).
b. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja
setempat.(parsial).

Dalam hal ini tentunya kita harus bisa membedakan antara kegiatan kerja
keseluruhan dan kegiatan kerja setempat. peta kerja setempat yang menunjukan
keadaan sekarang. Keadaan sekarang inilah yang dipelajari untuk diusahakan
perbaikan-perbaikannya. Hasil perbaikan dinyatakan dalam peta-peta kerja
setempat yang menggambarkan ”cara yang diusulkan”. Berdasarkan perbaikan
dari setiap stasiun kerja inilah analisis keseluruhan dilakukan. Hasil akhir
dinyatakan dalam peta-peta kerja keseluruhan untuk cara yang diusulkan.

Masing-masing peta kerja yang akan dibahas dalam perkuliahan ini semuanya
termasuk dalam kedua kelompok diatas, yaitu:

1. Kegiatan kerja keseluruhan/Universal

a. Peta Proses Operasi (OPC)

b. Peta Aliran Proses (FPC)

c. Peta Diagram Alir (PDA)


2. Kegiatan Kerja Setempat:/Parsial
a. Peta Pekerja, dan Mesin.

50
2.18 Perancangan

Perancangan adalah suatu proses yang bertujuan untuk menganalisa,


menilai dan mempebaiki serta menyusun suatu sistem, baik untuk sistem fisik
maupun nonfisik yang optimum untuk waktu yang akan datang dengan
memanfaatkan informasi yang ada (Nurmianto,2008).

Perancangan adalah suatu proses yang bertujuan untuk menganalisis,


menilai, memperbaiki dan menyusun suatu sistem, baik sistem fisik maupun
non fisik yang optimum untuk waktu yang akan datang dengan memanfaatkan
informasi yang ada. (Aras dan Putra, 2019).

menerangkan bahwa perancanagan teknik adalah suatu aktivitas dengan


maksud tertentu menuju kearah tujuan pemenuhan kebutuhan manusia. Tiga hal
yang harus diperhatikan dalam perancangan sebuah produk antara lain :

1. Sasaran pada pemenuhan kebutuhan manusia


2. Aktivitas untuk tujuan tertentu
3. Berdasarkan pada pertimbangan teknologi.

Beberapa karakteristik perancangan adalah sebagai berikut :

1. Evolutif , berkembang terus mengikuti perkembangan zaman.


2. Fasilitas produksi, sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk
menciptakan yang telah dibuat.
3. Berorientasi pada tujuan
4. Variform, yaitu suatu anggapan bahwa terdapat sekumpulan solusi yang
mungkin tidak terbatas, tetapi harus dapat memilih salah satu ide yang
akan diambil
5. Pembatasan ,yaitu membatasi solusi pemechan antara lain :

51
a). Hukum alam, seperti ilmu fisika, ilmu kimia ,dan lain-lain
b). faktor-faktor legality, mulai dari model, bentuk sampai hak cipta
c). Ekonomis, Pembiayaan atau ongkos dalam merelisir rancangan yang
dibuat.
d). Pertimbangan manusia, sifat, keterbatasan dan kemampuan manusia
dalam merancang dan memakai.

52
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan pendekatan analisis


deskriptif terhadap dimensi kursi terhadap antropometri tubuh pekerja. Instrument
yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, observasi dan
Interview. Variabel yang digunakan adalah data antropometri pekerja pada proses
pembuatan rangka jembatan layang. Hipotesis yang digunakan adalah
memperbaiki posisi kerja dan mengurangi kelelahan pada proses pengeboran
rangka jembatan layang.

3.2 Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

3.2.1 Teknik Pengumpulan Data

Dalam Penelitian ini dibutuhkan data-data yang relevan untuk bisa


memformulasikan dan menyelesaikan permasalahan yang diteliti, sumber-sumber
yang dibutuhkan yaitu:
1. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari PT. XYZ, data ini
terdiri dari:
a. Data Umum Perusahaan
Yaitu data PT.XYZ, tentang sejarah perkembangan perusahaan,
Lokasi Perusahaan, dll.
b. Data Khusus Perusahaan, data ini meliputi:
1) Meja seperti apa yang digunakan dalam proses pembuatan
rangka jembatan layang.
2) Data bagian tubuh mana saja sering mengalami keluhan.
3) apa penyebab sering terjadinya keluhan pada proses
produksi, dan bagaimana cara penanggulangannya, agar
bisa diminimalisir tingkat keluhan saat bekerja.
4) Wawancara langsung terhadap operator.
5) Kuisioner Nordic Body Map.

53
6) Sikap-Sikap Kerja.

54
2. Sekunder yaitu data yang diperoleh bukan dari informasi perusahaan
Melainkan dari sumber-sumber lain, Data terdiri dari:
a. Studi kepustakaan yang berhubungan dengan kasus yang
diteliti.
b. Metode RULA.
3.2.2 Teknik Pengolahan Data
3.2.2.1 Langkah- langkah yang harus di kerjakan adalah dengan
menentukan:
a. Penelitian dilakukan di Workshop Longspan.
b. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi sercara langsung
dari operator saat melakukan proses pengeboran Splice.
c. Menyebarkan Kuisioner Nordic Body Map.
d. Pengambilan gambar postur operator.

Pada tahap ini juga dilakukan pengambilan postur kerja operator


pengeboran plat. yang akan digunakan sebagai dasar analisa postur kerja.
Postur kerja yang diambil meliputi postur-postur yang mewakili aktivitas
proses pengeboran plat yang kemudian dianalisis dengan menggunakan
metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA) untuk mengetahui
seberapa besar tingkat resiko dari postur kerja operator. Metode RULA
dipilih karena didetiksi bahwa postur kerja yang merupakan faktor resiko
(risk factors) yang memungkinkan dapat menimbulkan gangguan pada
anggota badan adalah postur kerja tubuh bagian atas.

e. Pengumpulan Data Antropometri

Dalam perancangan ini juga diperlukan data antropometri yang digunakan


untuk menetapkan ukuran alat bantu kerja. Hal ini dimaksudkan agar
perancangan yang dihasilkan dapat digunakan dengan baik dan
disesuaikan atau mendekati karakteristik pengguna alat bantu kerja dalam
proses pengeboran rangka jembatan layang. Pengambilan data diperoleh
dari hasil pengukuran antropometri operator, adapun data antropometri
yang diambil sesuai dengan penelitian yang telah ditentukan diatas yaitu:
Tinggi siku berdiri (TSB), Jangkauan tangan ke depan (JKT), dan Panjang

55
rentangan tangan (PRT). Data tersebut yang nantinya akan digunakan
sebagai dasar penentuan dimensi untuk perancangan komponen alat bantu
kerja. Pengambilan antropometri menggunakan meteran bangunan dan
meteran kain sebagai media pengukur.

f. Pengujian Keseragaman data

aktivitas mengukur adalah untuk mendapatkan data yang seragam. Karena


ketidakseragaman data bisa saja terjadi maka diperlukan suatu pengukuran
untuk mengetahui data yang digunakan seragam atau tidak. Batas-batas
kontrol yang dibentuk untuk menentukan seragam atau tidaknya data
tersebut. Data yang dikatakan seragam yaitu berasal dari pengukuran
posisi tubuh operator, bila berada di antara batas kedua kontrol, dan tidak
seragam yaitu berasal dari pengukuran posisi tubuh operator.

g. Ide Rancangan

Berdasarkan pegamatan yang dilakukan didapatkan bahwa kebutuhan yang


diharapkan oleh operator pengeboran rangka jembatan layang adalah alat
bantu yang merupakan gambaran awal perancangan, sebagai upaya
menemukan penyelesaian tentang kenyamanan operator dalam bekerja
sehari-hari.

f. Spesifikasi Detail Rancangan

Pada tahap ini merupakan inti dari proses perancangan untuk membuat alat
bantu kerja agar mendapatkan posisi kerja yang ergonomis. Tahap ini
mengembangkan dari ide-ide yang telah dikumpulkan sebelumnya agar
mendapatkan rancangan yang sesuai dengan tujuan. Didapat dari hasil
persentil antropometri.

g. Rancangan Akhir

Rancangan akhir merupakan desain perancangan yang telah memenuhi


harapan dan keinginan operator, dengan harapan agar bisa mengurangi
ketidak nyamanan terhadap proses pengeboran rangka jembatan layang
agar mendapatkan posisi kerja yang ergonomis.

56
h. Penentuan Rekapitulasi Bahan Material Rancangan

Material alat bantu kerja yang akan dipergunakan untuk mengetahui


material apa saja yang dipakai dalam membuat rancangan alat bantu yang
ergonomis.

i. Kesimpulan Dan Saran

Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis data yang telah dilakukan
serta saran dan ide yang telah dikumpulkan agar dapat dimplementasikan
bagi pihak perusahaan untuk mendapatkan perancangan alat bantu kerja
ergonomis.

57
3.2.3 Alur Kerangka Berpikir Penelitian

Mulai

Studi Pendahuluan

Identifikasi Masalah

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Studi Pustaka

1. Teori tentang ergonomi


2. Teori tentang antropometri
3. Teori perancangan produk

Pengolahan Data

1. Wawancara
2. Kuisioner NBM
3. Pengukuran antropometri

Pengolahan Data

Tidak Tidak
Uji
Kecukupan
Ya

Usulan Perancangan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.1 Alur Kerangka Berpikir Penenlitian


Sumber: Pengolahan Data (2020).

58
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan Data

Data-data yang dikumpulkan dalam dalam penelitian ini adalah berdasarkan


dari usia, lama bekerja, jabatan dan sikap kerja. Postur tubuh operator dalam
melakukan pengeboran. Dalam pengamatan ini menggunakan 20 orang yang
melakukan aktivitas pengeboran, Berikut Biodata operator:

No Nama Usia lama Bekerja Jabatan


1 Ajat Munajat 19 th 2 tahun Operator
2 Rizki Syafaat 18 th 1 tahun Operator
3 Agus Herlambang 35 th 1 tahun 5 bulan Operator
4 Burhan 30 th 2 tahun Operator
5 Aning 21 th 1 tahun Operator
6 Wahyudin 31 th 2 tahun Operator
7 Denis 20 th 2 tahun Operator
8 Diki Hermawan 20 th 1 tahun 2 bulan Operator
9 Arif Rahman Hakim 23 th 2 tahun Operator
10 Dedi setyadi 35 th 2 tahun Operator
11 Eka 21 th 1 tahun Operator
12 Irpan 28 th 2 tahun Operator
13 Khanif 33 th 2 tahun Operator
14 Johari Maknun 27 th 1 tahun Operator
15 Iskandar 22 th 1 tahun Operator
16 Ikhsan 20 th 2 tahun Operator
17 Diki 20 th 1 tahun 3 bulan Operator
18 Alfasani 23 th 2 tahun Operator
19 Haryanto 28 th 2 tahun Operator
20 Fuad 27 th 1 tahun Operator
Tabel 4.1 Biodata Operator
Sumber: (PT. XYZ).

59
4.2 Tahap Proses Pengeboran

Berdasarkan, pengamatan yang telah dilakukan pada penelitian ini


tahap-tahap dalam proses pengeboran plat yaitu:

a. Menyiapkakan material yaitu Plat baja dengan ukuran P x Lx T = 169 cm


x 70 cm x 20 mm.
b. Crane ukuran 20 ton.
c. Mesin bor magnet jenis Cormax.
d. Air bromus sebagai pendingin, saat proses pengeboran agar mata bor tidak
cepat tumpul.
e. Menggerinda permukaan plat yang masih kasar sesudah proses
pengeboran.
f. Kuas untuk menyapu kotoran sisa pengeboran.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan secara langsung kepada operator


Rata-rata operator mengeluh merasakan sakit karena sikap kerja posisi yang
tidak ergonomis. Dan data hasil kuisioner Nordic Body Map mengajukan 27
pertanyaan. Berdasarkan tabel (1.2) jenis keluhan sangat sakit: sakit pada
pinggang 20 orang dengan persentasi keluhan 100%, sakit/kaku pada leher
atas 18 orang dengan persentasi keluhan 90%, sakit pada pinggang 18 orang
dengan persentasi keluhan 90%, sakit pada bahu kanan 17 orang dengan
persentasi keluhan 85%, sakit pada bahu kiri 15 orang dengan persentasi
keluhan 75%, sakit pada pantat bottom 15 orang dengan persentasi keluhan
75%, sakit pada pantat bottcok 13 orang dengan persentasi keluhan 65%, sakit
pada kaki kiri 13 orang dengan persentasi keluhan 65%, sakit pada kaki kanan
13 orang dengan persentasi 65%, sakit pada lengan atas kanan 12 orang
dengan persentasi 60%. Hasil penilaian aktivitas kerja operator saat
pengeboran rangka jembatan layang menggunakan kuesioner Nordic Body
Map, berdasarkan keluhan: sangat sakit pilih (A), sakit (B), cukup sakit (C),
tidak sakit (D). Berikut data keseluruhan 20 operator dengan keluhan yang di
rasakan pada tabel 4.2.

60
Tabel (4.2) menjelaskan mengenai bagian - bagian tubuh operator serta keluhan apa saja
yang dirasakan operator sebagai berikut:

Tingkat Keluhan
Peta Bagian
No. Keluhan
A B C D Tubuh

0 Sakit/ kaku pada leher atas 18 1 1 0


1 Sakit pada leher bawah 2 1 1 16
2 Sakit pada bahu kiri 15 1 2 2
3 Sakit pada bahu kanan 17 1 2 0
4 Sakit pada lengan atas kiri 9 2 0 9
5 Sakit pada punggung 18 1 1 0
6 Sakit pada lengan atas kanan 12 0 2 6
7 sakit pada pinggang 20 0 0 0
8 Sakit pada pantat (buttock) 13 4 3 0
9 Sakit pada pantat (bottom) 15 3 2 0
10 Sakit pada siku kiri 2 2 5 11
11 Sakit pada siku kanan 9 7 3 1
12 Sakit pada lengan bawah kiri 3 2 1 14
13 Sakit pada lengan bawah kanan 10 6 2 2
Sakit pada pergelangan tangan
14 5 4 2 9
kiri
Sakit pada pergelangan tangan
15 9 4 5 2
kanan
16 Sakit pada tangan kiri 7 2 1 10
17 Sakit pada tangan kanan 9 3 8 0
18 Sakit pada paha kiri 7 7 2 4
19 Sakit pada paha kanan 6 8 4 2
20 Sakit pada lutut kiri 8 7 4 1
21 Sakit pada lutut kanan 9 8 3 0
22 Sakit pada betis kiri 7 7 4 2
23 Sakit pada betis kanan 8 7 4 1
24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 7 5 6 2
Sakit pada pergelangan kaki
25 8 4 3 5
kanan
26 Sakit pada kaki kiri 13 6 1 0
27 Sakit pada kaki kanan 13 4 3 0
Tabel 4.2 Kuisioner Nordic Body Map dari 20 operator
Sumber: Pengolahan Data, (2020).
Hasil data presentasi keseluruhan 20 operator dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut:

61
Tingkat Keluhan Persentasi Keluhan
No. Keluhan (%)
A B C D
0 Sakit/ kaku pada leher atas 18 1 1 0 90 5 5 0
1 Sakit pada leher bawah 2 1 1 16 10 5 5 80
2 Sakit pada bahu kiri 15 1 2 2 75 5 10 10
3 Sakit pada bahu kanan 17 1 2 0 85 5 10 0
4 Sakit pada lengan atas kiri 9 2 0 9 45 10 0 45
5 Sakit pada punggung 18 1 1 0 90 5 5 0
6 Sakit pada lengan atas kanan 12 0 2 6 60 0 10 30
7 sakit pada pinggang 20 0 0 0 100 0 0 0
8 Sakit pada pantat (buttock) 13 4 3 0 65 20 15 0
9 Sakit pada pantat (bottom) 15 3 2 0 75 15 10 0
10 Sakit pada siku kiri 2 2 5 11 10 10 25 55
11 Sakit pada siku kanan 9 7 3 1 45 35 15 5
12 Sakit pada lengan bawah kiri 3 2 1 14 15 10 5 70
13 Sakit pada lengan bawah kanan 10 6 2 2 50 30 10 10
14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 5 4 2 9 25 20 10 45
Sakit pada pergelangan
15 9 4 5 2 45 20 25 10
tangan kanan
16 Sakit pada tangan kiri 7 2 1 10 35 10 5 50
17 Sakit pada tangan kanan 9 3 8 0 45 15 40 0
18 Sakit pada paha kiri 7 7 2 4 35 35 10 20
19 Sakit pada paha kanan 6 8 4 2 30 40 20 10
20 Sakit pada lutut kiri 8 7 4 1 40 35 20 5
21 Sakit pada lutut kanan 9 8 3 0 45 40 15 0
22 Sakit pada betis kiri 7 7 4 2 35 35 20 10
23 Sakit pada betis kanan 8 7 4 1 40 35 20 5
24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 7 5 6 2 35 25 30 10
25 Sakit pada pergelangan kaki kanan 8 4 3 5 40 20 15 25
26 Sakit pada kaki kiri 13 6 1 0 65 30 5 0
27 Sakit pada kaki kanan 13 4 3 0 65 20 15 0
Tabel 4.3 Tingkat Keluhan Rasa Sakit
Sumber: Pengolahan Data, (2020).

Berdasarkan, Tabel (4.3) menjelaskan tentang keluhan apa saja yang terjadi pada
postur tubuh operator dari yang sangat sakit (A), sakit (B), cukup sakit (c), dan

62
tidak sakit (D). seberapa banyak keluhan yang biasa di rasakan oleh operator
dalam proses pengeboran rangka jembatan layang.

4.1.1 Sikap Kerja Operator Pada Saat Proses Pengeboran.

Posisi tubuh operator saat jongkok dan membungkuk diamati


dalam proses identifikasi masalah yaitu operator melakukan proses
pengeboran rangka jembatan layang, hal ini dilakukan untuk menganalisa
postur tubuh jongkok dan membungkuk operator dalam melakukan
pekerjaan pada posisi jongkok dan membungkuk tidak ergonomis, analisa
postur tubuh jongkok dan membungkuk operator dilakukan dengan
metode RULA (Rapid Upper Limb Assesment) untuk mengetahui beberapa
keluhan pada anggota tubuh operator, yang sedang bekerja sebagai data
awal proses perancangan alat bantu kerja yang ergonomis.

4.1.2 Perhitungan RULA Posisi Jongkok Operator Saat Sedang bekerja.

Untuk mendapatkan nilai group A, maka pengukuran yang dilakukan


adalah pengukuran posisi operator saat jongkok dan membungkuk dibagi menjadi
2 skor yang pertama postur untuk group A dan B sehingga menghasilkan
perhitungan untuk skor C dan D. selanjutnya, kedua skor C dan D digabungkan
kedalam suatu grand akumulasi skor tunggal dengan nilai antara 1/7 yang
nantinya digunakan sebagai dasar estimasi terhadap risiko keluhan. 4.2.1.1 Skor
Group A

4.1.2.1 Skor Group A

Skor penilaian gruop A adalah pengukuran pada bagian postur tubuh


operator pada posisi jongkok dan membungkuk, bagian postur tubuh yang diamati
diantaranya yaitu penilaian lengan atas, penilaian lengan bawah, penilaian
pergelangan tangan, berikut ialah langkah-langkah perhitungannya.

Skor Lengan Atas, Skor Lengan Bawah dan Skor Pergelangan Tangan.

63
Postur Tubuh Operator dan Keterangnnya

65֯ 70֯
15֯

Usulan:
1. Posisi operator saat melakukan proses pengeboran dengan penilaian untuk
lengan atas saat posisi membungkuk membentuk kisaran sudut Fleksi 70⁰
dengan skor 3, dan -1 karena berat lengan ditopang.

Tabel 4.4 Penilaian Postur Tubuh pada saat Proses Pengeboran

Postur Tubuh Operator dan Keterangnnya

2. Posisi operator saat melakukan proses pengeboran dengan penilaian untuk


lengan bawah saat posisi membungkuk membentuk kisaran sudut Fleksi 65⁰,
dengan penilaian 1.

64
3. Posisi operator saat melakukan proses pengeboran dengan penilaian untuk
pergelangan tangan saat posisi membungkuk adalah 15, dengan penilaian 2 dan
+1 karena pergelangan tangan pada saat bekerja mengalami deviasi baik ulnar
maupun radial.

Sumber: Pengolahan Data, (2020).


Maka, berdasarkan landasan teori tentang penilaian lengan atas pada tabel (2.5).
Posisi operator dalam melakukan proses pengeboran pada posisi lengan atas saat
jongkok dan membungkuk membentuk kisaran sudut eksistensi 70⁰ dengan
penilaian 3, dan berdasarkan landasan teori pada tabel (2.6). karena posisi lengan
atas tertopang dengan penilaian -1. berdasarkan landasan teori tentang penilaian
lengan bawah pada tabel (2.7). Posisi operator dalam melakukan pengeboran pada
posisi lengan bawah saat membungkuk membentuk kisaran sudut Flexi 65⁰
dengan penilaian 1. berdasarkan landasan teori tentang penilaian pergelangan
tangan pada tabel (2.9). Posisi operator dalam melakukan pengeboran pada posisi
pergelangan tangan saat membungkuk membentuk kisaran sudut 15⁰ dengan
penilaian 2, dan penilaian ditambah +1 karena pergelangan tangan mengalami
deviasi ulnar maupun radial.

Group A, Penilaian Postur Tubuh Lengan Atas, Lengan Bawah dan Pergelangan
Tangan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5 Penilaian Postur Tubuh Group A


No. Posisi Tubuh Operator Kisaran Sudut Skor

1. Lengan Atas 75⁰ 2

2. Lengan Bawah 65⁰ 1

3. Pergelangan Tangan 15⁰ 3

65
Jumlah Skor Group A 6

Sumber: Pengolahan Data, (2020).

4.1.2.2 Skor Group B


yaitu skor leher, skor badan, skor kaki, berikut ialah langkah-langkah
perhitungannya.

Postur Tubuh Operator dan Keterangnnya

66
10֯
50֯

Keterangan:
1. Posisi operator saat melakukan proses pengeboran dengan penilaian untuk
leher saat posisi membungkuk membentuk kisaran sudut Fleksi 10⁰ dengan
skor 2, dan +1 karena posisi leher menekuk atau memutir.

Tabel 4.6 Penilaian Postur Tubuh pada saat Proses Pengeboran

Postur Tubuh Operator dan Keterangnnya

2. Posisi operator saat melakukan proses pengeboran dengan penilaian untuk


badan saat posisi membungkuk membentuk kisaran sudut Fleksi 70⁰, dengan
penilaian 4.
3. Posisi operator saat melakukan proses pengeboran dengan penilaian untuk
kaki saat posisi membungkuk adalah 2, karena kaki tidak tidak tertopang

67
dengan baik atau berat badan tidak terdistribusi dengan seimbang.

Sumber: Pengolahan Data, (2020).


Maka, berdasarkan landasan teori tentang penilaian anggota tubuh bagian leher
pada tabel (2.12), Posisi operator dalam melakukan proses pengeboran pada posisi
anggota tubuh bagian leher saat membungkuk membentuk kisaran sudut Flexi
10⁰ dengan penilaian 1, dan berdasarkan landasan teori pada tabel (2.13), karena
posisi leher menekuk penilaian +1. berdasarkan landasan teori tentang penilaian
anggota tubuh bagian badan pada tabel (2.14), Posisi operator saat melakukan
pengeboran pada posisi badan saat membungkuk membentuk kisaran sudut Flexi
50⁰ dengan penilaian 3. berdasarkan landasan teori tentang penilaian anggota
tubuh bagian kaki pada tabel (2.16). Posisi operator dalam melakukan pengeboran
pada posisi kaki dan telapak kaki tidak tertopang dengan baik mendapatkan
penilaian 2.
Group B, Penilaian Postur Tubuh Leher, Badan dan Kaki yang diperoleh dapat
dilihat pada tabel berikut:

No. Posisi Tubuh Operator Kisaran Sudut Skor

1. Leher 10⁰ 2

2. Badan 50⁰ 3

3. Kaki - 2

Jumlah Skor Group B 7

Tabel 4.7 Penilaian Postur Tubuh Group B


Sumber: Pengolahan, Data (2020).

4.1.2.3 Skor Group A dan B


Berikut ini adalah hasil perhitungan dari skor A dan B
1. Hasil yang diperoleh dari perhitungan posisi lengan atas, lengan bawah, dan
pergelangan tangan (Group A) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.8 Skor Awal untuk Group A


Pergelangan Tangan

68
1 2 3 4
3
Lengan
Lengan Pergelangan Pergelangan Pergelangan Pergelangan
Atas
Bawah Tangan Tangan Tangan Tangan
Memuntir Memuntir Memuntir Memuntir
1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 2 2 2 2 3 3 3
1
1 2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 3 3 3 3 3 4 4
1 2 3 3 3 3 4 4 4
2 2 3 3 3 3 3 4 4 4
3 3 4 4 4 4 4 5 5
43 1
1 3 3 4 4 4 4 5 5
2
2 3 4 4 4 4 4 5 5
3 4 4 4 4 4 5 5 5
1 4 4 4 4 4 5 5 5
4 2 4 4 4 4 4 5 5 5
3 4 4 4 5 5 5 6 6
1 5 5 5 5 5 6 6 7
5 2 5 6 6 6 6 7 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
1 7 7 7 7 7 8 8 9
6 2 8 8 8 8 8 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9
Sumber: Pengolahan Data, (2020).
Berdasarkan tabel (4.8), diperoleh Skor dari Group A sebagai berikut: Penilaian
Lengan Atas = 2, Penilaian Lengan Bawah = 1, dan Penilaian Pergelangan Tangan =
3 dan pergelangan tangan memutir 1 maka diperoleh hasil dari Penialain untuk group
A yaitu A = 4.

2. Hasil yang diperoleh dari perhitungan posisi leher, badan, dan kaki (Group B)
dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.9 Skor Awal untuk Group B


Badan ( Trunk)
1 2 3 3 4 5 6
Leher Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
2
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7

69
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9
Sumber: Pengolahan Data, (2020).
berdasarkan tabel (4.9), diperoleh Penilaian dari Group B sebagai berikut:
Penilaian Leher = 2, Penialain Badan = 3, dan Penilaian kaki =2 maka diperoleh
hasil dari Penialaian group B yaitu: B = 5.

4.1.2.4 Skor Penggunaan Otot (muscle use) dan Pembebanan Atau


Pengerahan Tenaga (Force).
Mempertimbangkan penggunaan otot dan pengerahan tenaga dalam
malakukan penilaian pada postur tubuh dari group A dan B akan diubah
dengan pekerjaan. penilaian postur A dan B ditambah dengan 1(+1), jika sikap
tubuh bekerja statis dalam setiap 1 menit, atau jika suatu pekerjaan dilakukan
secara repetitif untuk lebih dari 4 kali permenit. Jika pekerjaan dilakukan hanya
disaat tertentu saja atau untuk durasi yang singkat, maka hal tersebut dapat
dipertimbangkan sebagai pekerjaan dinamis dan skor akan tetap sama dengan
sebelumnya.

70
S
Kisaran Pembebanan dan Pengerahan Tenaga
Tidak ada resistensi pembebanan dan pengerahan tenaga
0
secara tidak menentu < 2 kg
Pembebanan dan pengerahan tenaga secara tidak
1
menentu 2 - 10 kg
2 Pembebanan statis 2 - 10 kg
Pembebanan dan pengerahan tenaga secara repetitif 2 - 10
2
kg
Pembebanan dan pengerahan tenaga secara repetitif atau
3
statis > 10 kg
Pembebanan yang berlebihan dan pengerahan tenaga dan
3
cepat
Tabel 4.10 Pemberian Penilaian Berdasrkan Penggunaan Otot, Pembebanan dan
Pengerahan Tenaga
Sumber: (Tarwaka, 2015).

4.1.2.5 Perhitungan Skor Gabungan

Berdasarkan hasil perhitungan skor A dan B sehingga menghasilkan Skor


C dan D. selanjutnya Skor C dan D digabungkan kedalam grand akumulasi Skor
tunggal dengan nilai antara 1 s/d 7 yang nantinya akan digunakan sebagai dasar
estimasi terhadap risiko pembebanan musculoskeletal, dapat dilihat pada tabel
berikut:

Tabel 4.11 Perhitungan Grand Skor Berdasarkan Kombinasi C dan D

Skor D
Skor C 1 2 3 4 5 6 7+
1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7 71
8 5 5 6 7 7 7 7
Sumber: Pengolahan Data, (2020).
Berdasarkan tabel diatas penilaian gabungan pada Group A diperoleh penilaian
penggunaan otot adalah 1 dan pengerahan tenaga adalah 1. Maka akan diperoleh
total penilaian C adalah 6. Selanjutnya pada group B penilaian penggunaan otot
adalah 1 dan pengerahan tenaga 1. Maka akan diperoleh total penilaian D adalah
7+, perhitungan grand Gabungan Antara Skor C dan D adalah 7.

Berdasarkan data Skor gabungan yang telah hitung apakah harus dilakukan
perbaikan pada sikap tubuh operator selama proses produksi dapat dilihat tingkat
risiko yang dapat ditimbulkan pada Tabel 4.12 sebagai berikut:

Skor Tingkat Kategori Tindakan


Akhir Risiko Risiko
Rula
Tidak ada masalah dengan
1–2 0 Rendah
postur tubuh
Diperlukan investigasi lebih
lanjut, mungkin diperlukan
3–4 1 Sedang
adanya perubahan untuk
perbaikan sikap kerja
Diperlukan adanya
5–6 2 Tinggi investigasi dan perbaikan
segera

72
Diperlukan adanya
Sangat
7+ 3 investigasi dan perbaikan
Tinggi
secepat mungkin.
Tabel 4.12 Tingkat Aksi yang diperlukan Berdasarkan Grand Skor
Sumber: Tarwaka (2015).
Berdasarkan tabel diatas, dimana grand skor adalah 7 maka tingkat aksi dalam
kategori 3. yang berarti “Sangat Tinggi” Dengan demikian, diperlukan adanya
investigasi dan perbaikan secepat mungkin. terhadap sikap kerja pada pekerjaan
yang sedang dilakukan tersebut untuk mencegah terjadinya cedera yang lebih
tinggi pada sistem muskuloskeletal.

4.2 Tahapan Perancangan Usulan Alat Bantu


Dalam perancangan usulan alat bantu yang akan dibuat memerlukan beberapa
tahapan salah satunya yaitu pengukuran yang akan dilakukan pada posisi tubuh
operator yaitu:
1. Pengukuran tinggi tubuh operator.
2. Pengukuran tinggi siku berdiri.
3. Pengukuran jangkaun tangan ke depan.
4. Pengukuran panjang rentang tangan
4.3 Antropometri
Data-data antropometri ukuran posisi tubuh operator yang digunakan untuk usulan
alat bantu meja kerja, yaitu: tinggi badan, tinggi siku berdiri, jangkauan tangan ke
depan dan panjang rentangan tangan. Berikut adalaha hasil pengukuran dimensi
tubuh di PT. XYZ, dari 20 Orang Operator.

Tabel 4.13 Data Pengukuran Antropometri (cm).


Sampel Tinggi Jangkaun Panjang Rentangan Tinggi Siku
Operator Badan Tangan ke Tangan (cm) Berdiri (cm)

73
(cm) Depan (cm)
1 160 74 174 105
2 160 72 177 103
3 172 75 177 105
4 168 72 172 109
5 165 76 168 101
6 166 75 178 101
7 170 74 175 103
8 171 73 175 104
9 166 74 172 110
10 167 75 175 108
11 173 71 175 107
12 167 73 172 108
13 163 75 174 106
14 167 74 179 109
15 165 73 172 101
16 168 72 170 108
17 166 74 174 110
18 165 76 168 101
19 168 75 178 107
20 167 74 178 109
Total (∑X) 3.334 1.477 3.483 2.115
Rata-rata
166,7 73,85 174,15 105,75
(∑X̅)
Sumber: Pengolahan Data, (2020).

4.4 Perhitungan Untuk Dimensi Tinggi Badan.


Data perhitungan untuk dimensi Tinggi badan. disajikan dalam
Tabel 4.14 dapat dilihat pada perhitungan berikut ini.

Sampel Tabel
Tinggi Badan (cm) ( X-X̅ )^2
Operator 4.14
1 160 31,9225 Tinggi
2 160 21,6225 Badan
3 172 28,6225 (cm).
4 168 1,8225
5 165 2,7225
6 166 0,4225
7 170 11,2225
8 171 18,9225
9 166 0,4225
10 167 0,1225
11 173 40,3225
12 167 0,1225
13 163 13,3225
14 167 0,1225
15 165 2,7225
16 168 5,5225
17 166 0,4225
18 165 2,7225
19 168 13,3225 74
20 167 0,1225
Total (∑X) 3.334 196,55
Rata-rata (∑X̅) 166,7
Sumber: Pengolahan Data, (2020).

Berdasarkan tabel (4.14), diperoleh hasil perhitungan rata-rata Tinggi Badan.


untuk 20 sampel operator sebagai berikut:
3334
Dimensi rata-rata tinggi badan yaitu = 20 =166,7 cm.

4.4.1 Uji Keseragaman Data

Untuk menguji keseragaman data digunakan metode statistik


dengan tingkat keyakinan dan tingkat ketelitian yang diinginkan
pengukuran yang digunakan adalah tingkat keyakinan 95% dan tingkat
ketelitian 10%.

a. Perhitungan Standar Deviasi

σ=
√ 196,55
20−1
¿
√196,55
19
= 3,216 cm.

b. Perhitungan Batas Kontrol Atas dan Batas Kontrol Bawah

BKA = x̅ + 2 σ = 166,7 + 2 (3,216) = 173,13 cm.


BKB = x̅ + 2 σ = 166,7 – 2 (3,216) = 160,26 cm.

c. Pembuatan Peta Kontrol


Pembuatan peta Kontrol dengan memasukan data waktu siklus yang
dilengkapi dengan nilai batas kanan atas (BKA), dan batas kiri bawah dan
nilai rata-rata. Berikut adalah data untuk pengamatan dimensi tinggi
badan.

75
Tinggi Badan
175

170

165

160

155

150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

TB Rata-rata BKA BKB

Gambar 4.1 Tinggi Badan


Sumber: Pengolahan Data, (2020).

4.4.2 Uji Normalitas Data

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan software


MINITAB. Dalam pengujian menggunakan uji Kolmogorov Smirnov
(KS), adapun prosedur pengujian adalah sebagai berikut.
1. Hipotesis
Ho : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
2. Statistik Uji : Kolmogorov Smirnov (KS)
3. α = 0,05
4. Daerah kritis : H0 diterima jika KS > P-Value
5. Dari hasil uji dengan Kolmogorov Smirnov (KS) pengolahan data MINITAB,
maka diperoleh nilai P-Value 0,150 dimensi tinggi badan, diterima jika 0,150 >
0,05. Maka Ho diterima artinya data berdistribusi normal yang berarti data dapat
diolah.

76
4.4.3 Uji Kecukupan Data
Untuk menguji kecukupan data menggunakan metode statistik dengan
tingkat keyakianan dan ketelitian yang diinginkan pengukur adalah dengan tingkat
keyakinan 95% dan ketelitian 10%. Hasil uji kecukupan data terhadap waktu
siklus pengamatan tinggi badan dapat dilihat pada perhitungan berikut:
Tabel 4.15 Data Untuk Perhitungan Uji Kecukupan Data pada Pengamatan (cm).
Sampel
Tinggi Badan (cm) ( Xi^2)
Operator
1 160 25921
2 160 26244
3 172 29584
4 168 28224
5 165 27225
6 166 27556
7 170 28900
8 171 29241
9 166 27556
10 167 27889
11 173 29929
12 167 27889
13 163 26569
14 167 27889
15 165 27225
16 168 28561
17 166 27556
18 165 27225
19 168 26569 Sumber: Pengolahan Data,
20 167 27889 (2020).
Total 3334 555,641
∑Xi^2 11,11556  

77
Keterangan:
N : Jumlah Data Teoritis
N’: Jumlah pengukuran yang telah dilakukan
K : Tingkat kepercayaan dalam pengamatan
S : Derajat ketelitian dalam pengamatan (10% = 0,1)
Xi : Data Pengamatan
Perhitunngan kecukupan data untuk dimensi tinggi badan
N′ = 20
K=2
S = 10% = 0.1

[ ]
2
N’¿ 0,1
√ ( 20.555,641) −11,11556
2
3334

N’ = 3,61
Dari perhitungan diatas didapatkan perhitungan nilai N > N’ maka dapat disimpulkan bahwa
jumlah pengamatan pada dimensi tinggi badan adalah cukup.

78
4.4.4 Menentukan Ukuran Persentil Dimensi Tinggi Badan.

Ukuran persentil yang digunakan pada penelitian ini adalah 5-th


untuk ukuran persentil kecil, 50-th untuk ukuran persentil rata-rata dan 95-
th untuk ukuran persentil besar. Berikut merupakan perhitungan ukuran
persentil untuk dimensi tinggi badan :
Persentil 5-th
P5 = x - 1,645 σ
= 3.324 - 1,645 (3,216)
= 3.324 – 5,291
= 3318,709 cm
= 3318,71 cm
Persentil 50-th
P50 = x
= 3.324 cm
Persentil 95-th
P95 = x + 1,645 σ
= 3.324 + 1,645 (3,216)
= 3.324 + 5,29032
= 3.329.29032 cm
= 3.329.291 cm

4.5 Perhitungan Untuk Dimensi Tinggi Siku Berdiri.

Data perhitungan untuk dimensi tinggi siku berdiri disajikan dalam Tabel
4.16 hasil uji kecukuipan dan keseragaman dapat dilihat pada perhitungan berikut
ini.

79
Tabel 4.16 Tinggi Siku Berdiri (cm).
Tinggi Siku
Sampel Operator ( X-X̅ )^2
Berdiri (cm)
1 105 0,5625
2 103 7,5625
3 105 0,5625
4 109 10,5625
5 101 22,5625
6 101 22,5625
7 103 7,5625
8 104 3,0625
9 110 18,0625
10 108 5,0625
11 107 1,5625
12 108 5,0625
13 106 0,0625
14 109 10,5625
15 101 22,5625
16 108 5,0625
17 110 18,0625
18 101 22,5625
19 107 1,5625 Sumber: Pengolahan Data,
20 109 10,5625
(2020).
Total 2.115 195,75
Berdasarkan tabel (4.15),
Rata-rata 105,75
diperoleh hasil perhitungan
tinggi siku berdiri rata-rata untuk 20 sampel operator sebagai berikut:
2.115
Dimensi rata-rata tinggi siku berdiri yaitu = =105,7 cm.
20

4.5.1 Uji Keseragaman Data

Untuk menguji keseragaman data digunakan metode statistik


dengan tingkat keyakinan dan tingkat ketelitian yang diinginkan
pengukuran yang digunakan adalah tingkat keyakinan 95% dan tingkat
ketelitian 10%.

a. Perhitungan Standar Deviasi

σ=
√ 195,75
20−1
¿
√195,75
19
=3,22 cm.

80
b. Perhitungan Batas Kontrol Atas dan Batas Kontrol Bawah

BKA = x̅ + 2 σ = 105,75 + 2 (3,22) = 112,19 cm.


BKB = x̅ - 2 σ = 105,75 - 2 (3,22) = 99,31 cm.

c. Pembuatan Peta Kontrol


Pembuatan peta Kontrol dengan memasukan data waktu siklus yang
dilengkapi dengan nilai batas kontrol atas (BKA), dan batas kontrol bawah
(BKB) dan nilai rata-rata. Berikut adalah data untuk pengamatan dimensi
tinggi siku berdiri.

Tinggi Siku Berdiri

115

110

105

100

95

90
1 2 3 4 5 TSB
6 7 8 Rata-rata
9 10 11 12 BKA
13 14 15 BKB
16 17 18 19 20

Gambar 4.2 Tinggi Siku Berdiri


Sumber: Pengolahan Data, (2020).

4.5.2 Uji Normalitas Data

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan software


MINITAB. Dalam pengujian menggunakan uji Kolmogorov Smirnov
(KS), adapun prosedur pengujian adalah sebagai berikut.
1. Hipotesis
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
2. Statistik Uji : Kolmogorov Smirnov (KS)
3. α = 0,05
4. Daerah kritis : H0 diterima jika KS > P-Value

81
5. Dari hasil uji dengan Kolmogorov Smirnov (KS) pengolahan data MINITAB,
maka diperoleh nilai P-Value 0,150 dimensi tinggi siku berdiri, H0 diterima jika
0,150 > 0,05. Maka H0 diterima artinya data berdistribusi normal yang berarti data
dapat diolah.

4.5.3 Uji Kecukupan Data

Untuk menguji kecukupan


Sampel Tinggi Siku
( Xi^2)
Operator Berdiri (cm) data menggunakan metode statistik
1 105 11025 dengan tingkat keyakianan dan
2 103 10609
ketelitian yang diinginkan
3 105 11025
4 109 11881 pengukur adalah dengan tingkat
5 101 10201 keyakinan 95% dan ketelitian
6 101 10201
10%. Hasil uji kecukupan data
7 103 10609
104 terhadap waktu siklus pengamatan
8 10816
9 110 12100 tinggi siku berdiridapat dilihat
10 108 11664 pada perhitungan berikut:
11 107 11449
Tabel 4.17 Data Untuk
12 108 11664
13 106 11236 Perhitungan Uji Kecukupan Data
14 109 11881 pada Pengamatan Dimensi tinggi
15 101 10201 siku berdiri (cm).
16 108 11664
17 110 12100
18 101 10201 82
19 107 11449
20 109 11881
Total 2115 2.23.857
Xi^2 4.473.225
Sumber: Pengolahan Data, (2020).

Keterangan:
N : Jumlah Data
N’: Jumlah pengukuran yang telah dilakukan
K : Tingkat kepercayaan dalam pengamatan
S : Derajat ketelitian dalam pengamatan (10% = 0,1)
Xi : Data Pengamatan
Perhitungan kecukupan data untuk dimensi tinggi siku berdiri
N′ = 20
K=2
S = 10% = 0.1

83
[ ]
2
N’¿ 0,1
√ ( 20.2.23 .857 )−4.473 .225
2
2115

N’ = 6,49
Dari perhitungan diatas didapatkan perhitungan nilai N > N’ maka dapat disimpulkan bahwa
jumlah pengamatan pada dimensi tinggi siku berdiri adalah cukup.

4.5.4 Menentukan Ukuran Persentil Dimensi Tinggi Siku Berdiri.


Ukuran persentil yang digunakan pada penelitian ini adalah 5-th untuk
ukuran persentil kecil, 50-th untuk ukuran persentil rata-rata dan 95-th untuk
ukuran persentil besar. Berikut merupakan perhitungan ukuran persentil untuk
dimensi tinggi siku berdiri :
Persentil 5-th
P5 = x - 1,645 σ
= 105,75 - 1,645 (3,22)
= 105,75 – 5,2969
= 100,4531 cm
= 100,46 cm
Persentil 50-th
P50 = x
= 105,75 cm
Persentil 95-th
P95 = x + 1,645 σ
= 105,75 + 1,645 (3,22)
= 105,75 + 5,2969

84
= 111,0469 cm
= 111,1 cm.

4.6 Perhitungan Untuk Dimensi Jangkauan Tangan ke Depan.

Data perhitungan untuk dimensi jangkauan tangan ke depan disajikan


dalam Tabel (4.18), sebagai berikut:

Tabel 4.18 Jangkaun Tangan Ke depan (cm).


Sampel Jangkauan Tangan ke .
( X-X̅ )^2
Operator Depan (cm)
1 74 0,0255
2 72 3,4225
3 75 1,3225
4 72 3,4225
5 76 4,6225
6 75 1,3225
7 74 0,0255
8 73 0,7225
9 74 0,0225
10 75 1,3225
11 71 8,1225
12 73 0,7225
13 75 1,3225
14 74 0,0225
15 73 0,7225
16 72 3,4225
17 74 0,0225
18 76 4,6225
19 75 1,3225
20 74 0,0225
Total 1.477 36,556
Rata-rata 73,85
Sumber: Pengolahan Data,
(2020).

85
Berdasarkan tabel (4.16), diperoleh hasil perhitungan jangkauan tangan ke depan
rata-rata untuk 20 sampel operator sebagai berikut:
1477
Dimensi rata-rata jangkauan tangan ke depan yaitu = =73,8 cm.
20

4.6.1 Uji Keseragaman Data

Untuk menguji keseragaman data


digunakan metode statistik dengan tingkat keyakinan dan tingkat ketelitian
yang diinginkan pengukuran yang digunakan adalah tingkat keyakinan
95% dan tingkat ketelitian 10%.

a. Perhitungan Standar Deviasi

σ=
√ 36,556
20−1
¿
√36,556
19
=1,38 cm.

b. Perhitungan Batas Kontrol Atas dan Batas Kontrol Bawah

BKA = x̅ + 2 σ = 73,85 + 2 (1,38) = 76,62 cm.


BKB = x̅ + 2 σ = 73,85 - 2 (1,38) = 71,10 cm.

c. Pembuatan Peta Kontrol


Pembuatan peta kontrol dengan memasukan data waktu siklus yang
dilengkapi dengan nilai batas kontrol atas (BKA), dan batas kontrol bawah
(BKB) dan nilai rata-rata. Berikut adalah data untuk pengamatan dimensi
jangkauan tangan ke depan.

86
Jangkauan Tangan Kedepan
78
77
76
75
74
73
72
71
70
69
68
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

JKT Rata-rata BKA BKB

Gambar 4.3 Jangkauan Tangan ke depan


Sumber: Pengolahan Data, (2020).

4.6.2 Uji Normalitas Data

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan software


MINITAB. Dalam pengujian menggunakan uji Kolmogorov Smirnov
(KS), adapun prosedur pengujian adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
2. Statistik Uji : Kolmogorov Smirnov (KS)
3. α = 0,05
4. Daerah kritis : H0 diterima jika KS > P-Value
5. Dari hasil uji dengan Kolmogorov Smirnov (KS) pengolahan data MINITAB,
maka diperoleh nilai P-Value 0,049 dimensi jangkauan tangan ke depan, diterima
jika 0,049 > 0,05. Maka H0 diterima artinya data berdistribusi normal yang berarti
data dapat diolah.

87
4.6.3 Uji Kecukupan Data
Untuk menguji kecukupan data menggunakan metode statistik dengan
tingkat keyakianan dan ketelitian yang diinginkan pengukur adalah dengan tingkat
keyakinan 95% dan ketelitian 10%. Hasil uji kecukupan data terhadap waktu
siklus pengamatan jangkauan tangan ke depan dapat dilihat pada perhitungan
berikut:
Tabel 4.19 Data Untuk Perhitungan Uji Kecukupan Data pada Pengamatan
Dimensi Jangakaun Tangan ke Depan (cm).
Tabel 4.19 Jangkauan Tangan ke Depan
Sampel Jangkauan Tangan ke Depan
( Xi^2)
Operator (cm)
1 74 5476
2 72 5184
3 75 5625
4 72 5184
5 76 5776
6 75 5625
7 74 5476
8 73 5329
9 74 5476
10 75 5625
11 71 5041
12 73 5329
13 75 5625
14 74 5476
15 73 5329
16 72 5184
17 74 5476
18 76 5776
19 75 5625
20 74 5476 88
Total 1477 1.09.113
Xi^2 2.181.529
Sumber: Pengolahan Data, (2020).

Keterangan:
N : Jumlah Data
N’ : Jumlah pengukuran yang telah dilakukan
K : Tingkat kepercayaan dalam pengamatan
S : Derajat ketelitian dalam pengamatan (10% = 0,1)
Xi : Data Pengamatan
Perhitunngan kecukupan data untuk dimensi jangkauan tangan ke depan
N′ = 20
K=2
S = 10% = 0.1

[ ]
2
N’¿ 0,1
√ (20. 109.113 )−2.181.529
2
1477

N’ = 0,14
Dari perhitungan diatas didapatkan perhitungan nilai N > N’ maka dapat disimpulkan bahwa
jumlah pengamatan pada dimensi jangkauan tangan ke depan adalah cukup.

89
4.6.4 Menentukan Ukuran Persentil Dimensi Jangkauan Tangan ke Depan.
Ukuran persentil yang digunakan pada penelitian ini adalah 5-th
untuk ukuran persentil kecil, 50-th untuk ukuran persentil rata-rata dan 95-
th untuk ukuran persentil besar. Berikut merupakan perhitungan ukuran
persentil untuk dimensi jangkauan tangan ke depan :
Persentil 5-th
P5 = x - 1,645 σ
= 73,85 - 1,645 (1,38)
= 73,85 – 2,2701
= 71,5799 cm
= 71,58 cm
Persentil 50-th
P50 = x
= 73,85 cm
Persentil 95-th
P95 = x + 1,645 σ
= 73,85 + 1,645 (1,38)
= 73,85 + 2,2701
= 76, 1201cm
= 76,13 cm

4.7 Perhitungan Untuk Dimensi Panjang Rentang Tangan.

Data perhitungan untuk dimensi panjang paha yang di ukur dari pantat
Sampai ujung lutut disajikan dalam Tabel (4.20), hasil uji kecukuipan dan
keseragaman dapat dilihat pada perhitungan berikut ini:

90
Tabel 4.20 Panjang Rentang Tangan (cm).
Sampel Panjang Rentang Tangan
( X-X̅ )^2
Operator (cm)
1 174 0,0225
2 177 8,1225
3 177 8,1225
4 172 4,6225
5 168 37,8225
6 178 14,8225
7 175 0,7225
8 175 0,7225
9 172 4,6225
10 175 0,7225
11 175 0,7225
12 172 4,6225
13 174 0,0225
14 179 23,5225
15 172 4,6225
16 170 17,2225
17 174 0,0225
18 168 37,8225
19 178 14,8225 Sumber: Pengolahan
20 178 14,8225 Data, (2020).
Total 3.483 198,55
Berdasarkan tabel (4.17),
Rata-rata 174,15
diperoleh hasil
perhitungan panjang rentang tangan rata-rata untuk 20 sampel operator sebagai
berikut:
3483
Dimensi rata-rata panjang rentang tangan yaitu = =174,15 cm.
20

4.7.1 Uji Keseragaman Data


Untuk menguji keseragaman data digunakan metode statistik
dengan tingkat keyakinan dan tingkat ketelitian yang diinginkan
pengukuran yang digunakan adalah tingkat keyakinan 95% dan tingkat
ketelitian 10%.

a. Perhitungan Standar Deviasi

91
σ=
√ 198,55
20−1
¿

198,55
19
=3,24 cm.

b. Perhitungan Batas Kontrol Atas dan Batas Kontrol Bawah

BKA = x̅ + 2 σ = 174,15 + 2 (3,24) = 180,63 cm.


BKB = x̅ + 2 σ = 174,15 - 2 (3,24) = 167,68 cm.

c. Pembuatan Peta Kontrol


Pembuatan peta Kontrol dengan memasukan data waktu siklus yang
dilengkapi dengan nilai batas kontrol atas (BKA), dan batas kontrol bawah
(BKB) dan nilai rata-rata. Berikut adalah data untuk pengamatan dimensi
panjang rentang tangan.

Panjang Rentang Tangan


185

180

175

170

165

160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

PRT Rata-rata BKA BKB

Gambar 4.4 Panjang Rentang Tangan.


Sumber: Pengolahan Data, (2020).

4.7.2 Uji Normalitas Data

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan software


MINITAB. Dalam pengujian menggunakan uji Kolmogorov Smirnov
(KS), adapun prosedur pengujian adalah sebagai berikut.
1. Hipotesis
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal

92
2. Statistik Uji : Kolmogorov Smirnov (KS)
3. α = 0,05
4. Daerah kritis : H0 diterima jika KS > P-Value
5. Dari hasil uji dengan Kolmogorov Smirnov (KS) pengolahan data MINITAB,
maka diperoleh nilai P-Value 0,150 dimensi panjang rentang tangan, diterima
jika 0,150 > 0,05. Maka H0 diterima artinya data berdistribusi normal yang berarti
data dapat diolah.

4.7.3 Uji Kecukupan Data


Untuk menguji kecukupan data menggunakan metode statistik dengan
tingkat keyakinan dan ketelitian yang diinginkan pengukur adalah dengan tingkat
keyakinan 95% dan ketelitian 10%. Hasil uji kecukupan data terhadap waktu
siklus pengamatan panjang rentang tangan dapat dilihat pada perhitungan berikut:
Tabel 4.21 Data Untuk Perhitungan Uji Kecukupan Data pada Pengamatan
Dimensi Panjang Rentang Tangan (cm).

93
Tabel 4.21 Panjang Rentang Tangan
Sampel
Panjang Rentang Tangan (cm) ( Xi^2)
Operator
1 174 30276
2 177 31329
3 177 31329
4 172 29584
5 168 28224
6 178 31684
7 175 30625
8 175 30625
9 172 29584
10 175 30276
11 175 32041
12 172 29584
13 174 30276
14 179 32041
15 172 29584
16 170 28900
17 174 30276
18 168 28224 Sumber:
19 178 31684 Pengolahan
20 178 31684
Data, (2020).
Total 3483 606763
Xi^2 12.131.289

Keterangan:
N : Jumlah Data
N’ : Jumlah pengukuran yang telah dilakukan
K : Tingkat kepercayaan dalam pengamatan
S : Derajat ketelitian dalam pengamatan (10% = 0,1)
Xi : Data Pengamatan
Perhitunngan kecukupan data untuk dimensi panjang rentang tangan
N′ = 20
K=2

94
S = 10% = 0.1

[ ]
2
N’¿ 0,1
√ (20. 6,06763 ) −12.131.289
2
3483

N’ = 0,14
Dari perhitungan diatas didapatkan perhitungan nilai N > N’ maka dapat disimpulkan bahwa
jumlah pengamatan pada dimensi panjang rentang tangan adalah cukup.

4.7.4 Menentukan Ukuran Persentil Dimensi Panjang Rentang Tangan.

Ukuran persentil yang digunakan pada penelitian ini adalah 5-th


untuk ukuran persentil kecil, 50-th untuk ukuran persentil rata-rata dan 95-
th untuk ukuran persentil besar. Berikut merupakan perhitungan ukuran
persentil untuk dimensi panjang rentang tangan:
Persentil 5-th
P5 = x - 1,645 σ
= 174,15 - 1,645 (3,24)
= 174,15 – 5,3298
= 168,8202 cm
= 168,83 cm
Persentil 50-th
P50 = x
= 174,15 cm
Persentil 95-th
P95 = x + 1,645 σ
= 174,15+ 1,645 (3,24)

95
= 174,15 + 5,3298
= 179,4798 cm
= 179,48 cm

Data-data yang telah di olah untuk mengetahui data tersebut seragam dan normal
dijelaskan pada tabel berikut ini:

No. Pengukuran Uji Uji Uji Kecukupan Data


Normalitas Keseragaman (N > N’)
Data Data

Dimensi Tinggi
Siku dalam
1. Data Normal Data Seragam Data Cukup
posisi berdiri.

Dimensi
Jangakaun
2. Data Normal Data Seragam Data Cukup
Tangan ke
depan.

Dimensi Panjang
Rentangan
3. Data Normal Data Seragam Data Cukup
Tangan.

Tabel 4.22 Pengujian Uji Normalitas Data dan Keseragaman Data.


Sumber: Pengolahan Data, (2020).

96
Berdasarkan, tabel 4.18 akan menjadi ukuran yang digunakan untuk lebar meja,
panjang meja, dan tinggi meja. Yang telah didapatkan dari ukuran persentil
antropometri operator.

4.8 Rekapitulasi Persentil Dimensi

Berdasarkan Tabel 4.18, data diperoleh dari posisi operator


pengeboran data normal dan data seragam. Kemudian menentukan ukuran
persentil yang di dapatkan dari pengukuran operator untuk menentukan
usulan alat bantu meja kerja dijelaskan pada Tabel 4.23.

Dimensi Persentil Alasan

Dimensi Tinggi siku dalam Digunakan untuk tinggi meja


posisi berdiri yang diukur
105,75 cm
dari lantai sampai dengan
siku.

Dimensi Jangkauan Tangan Digunakan untuk lebar meja


76,13 cm
ke depan diukur pada saat
tangan menjulur ke depan.

Dimensi Panjang Rentangan Digunakan untuk panjang meja


Tangan diukur saat posisi
179,48 cm
tangan terbentang lebar ke
kiri dan ke kanan.

Tabel 4.23 Rekapitulasi Persentil Dimensi.


Sumber: Pengolahan Data, (2020).
Perancangan suatu alat bantu kerja berupa meja dimensi yang digunakan dari
ukuran 20 operator, yang diperoleh dari data antropometri operator. Gambar
perancangan berguna untuk mengetahui ukuran yang akan digunakan pada saat

97
bekrja dan memudahkan dalam menganalisa yang akan dibuat, berikut adalah
langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat alat bantu meja kerja.

4.9 Langkah-Langkah Usulan Alat Bantu Meja Kerja

Maka berdasarkan tabel (4.1) dari usia, lama bekerja, jabatan dan
sikap kerja. Postur tubuh operator dalam melakukan pengeboran. Dalam
pengamatan ini menggunakan 20 orang yang melakukan aktivitas
pengeboran. Kemudian menggunakan kuisioner Nordic Body Maps
dengan 27 pertanyaan kepada operator dengan tingkat keluhan yang
berbeda. dimana grand skor adalah 7 maka tingkat aksi dalam kategori 3.
yang berarti “Sangat Tinggi” Dengan demikian, diperlukan adanya
investigasi dan perbaikan secepat mungkin. terhadap sikap kerja pada
pekerjaan yang sedang dilakukan tersebut untuk mencegah terjadinya
keluhan yang lebih tinggi. Melakukan pengukuran terhadap posisi operator
saat proses pengeboran dengan posisi jongkok dan membungkuk,
mengolah data menggunakan uji keseragaman data untuk mengetahui data
tersebut seragam atau tidak dengan cara membaca grafik batas kontrol atas
dan kontrol bawah apa bila data berada didalam batas kontrol atas dan
kontrol bawah data tersebut dikatakan seragam, mengolah data
menggunakan uji normalitas data, data teoritis harus lebih besar dari data
pengamatan berarti data dikatakan cukup dan dapat di olah. Kemudian
menentukan persentil untuk mendapatkan ukuran tinggi, lebar dan panjang
alat bantu kerja. Kemudian merancang dengan software auto cad usulan
alat bantu meja kerja sesuai dengan persentil yang telah didapat dari posisi
jongkok dan membungkuk menjadi berdiri. pada gambar (4.1)
menjelaskan gambar meja kerja yang telah di rancang menggunakan
Sotware Auto cad.

98
4.10 Gambar Meja Dalam Bentuk 3D

Berdasarkan langkah-langkah yang telah dilakukan pada bab (4.8), dengan


menggunakan Software Auto Cad maka desain usulan alat bantu meja kerja dalam
bentuk 3d yang akan diusulkan sebagai alat bantu meja kerja gambarkan Pada
gambar 4.1 yaitu gambar dalam bentuk 3D, dengan tinggi 105,75 cm, Dengan
panjang 179,48 cm , dan lebar 76,13 cm.

Gambar 4.5 Meja dalam Bentuk 3D


Sumber: Pengolahan Data, (2020).

99
4.11 Penentuan Rekapitulasi
Bahan Material Rancangan

Setelah menentukan dan membuat rancangan meja kerja, menentukan


material yang digunakan untuk membuat meja yang ergonomis.. Berikut ini
adalah bahan-bahan yang digunakan dalam usulan alat bantu kerja meja yang
ergonomis. Besi bahan hollow galvanis berukuran 3cmxcm, dengan menggunakan
besi hollow galvanis bahan besi tidak mudah berkarat, papan plewod papan
berukuran 2meter x 1,2 meter, kawat las listrik dan baut.

Tabel 4.24 Spesifikasi Material.


No Nama Bahan Ukuran Kebutuhan Satuan
.

1. Besi Hollow 30x30 x 2mm 2 Pcs

2. Papan plewod 2meter x 1,2 1 Lembar


meter

3. Kawat Las 3,2mm x 350mm 10 Pcs

4. Baut 3x40mm 12 Pcs

Sumber: Pengolahan Data, (2020).


Perancangan alat bantu meja kerja ergonomis ukuran yang disesuaikan
berdasarkan dimensi tubuh operator, sehingga diharapakan dapat mengurangi
tingkat keluhan operator. pada gambar (4.2), gambar usulan alat bantu meja kerja
selesai perancangan.

100
4.12 . Gambar Usulan Alat Bantu
Meja Kerja selesai Perancangan

Maka, perancangan usulan alat bantu meja kerja Berdasarkan gambar (4.1).
menggunakan Software Auto Cad maka rancangan usulan alat bantu meja kerja
setelah selesai perancangan dengan tinggi 105,75 cm, Dengan panjang 179,48 cm,
dan lebar 76,13 cm, sebagai berikut:

Gambar 4.6 Usulan Alat Bantu Meja Kerja setelah selesai Perancangan
Sumber: pengolahan Data, (2020).

101
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisa yang dilakukan, maka kesimpulan


adalah sebagai berikut:

1. Maka, untuk menentukan tingkat risiko keluhan rasa sakit pada operator
menggunakan metode RULA.
2. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan nilai RULA (Rapid Upper
Limb Assesment) pada posisi tubuh operator saat proses pengeboran
dengan posisi jongkok dan membungkuk, Penilaian akhir RULA adalah 7
dengan tingkat risiko 3, dengan kategori risiko “Sangat Tinggi” maka
diperlukan adanya investigasi dan perbaikan secepat mungkin.
3. Mengusulkan merancang alat bantu meja kerja, yang ergonomis saat
pengeboran rangka jembatan layang untuk mengurangi keluhan yang di
rasakan pada saat proses produksi.
5.2 Saran

Berikut adalah beberapa saran yang dapat penulis sampaikan dalam Skripsi
ini yaitu:

1. Perusahaan diperbolehkan menggunakan alat bantu meja kerja yang sudah


dirancang.
2. Menggunakan alat bantu meja kerja saat proses pengeboran.

102
DAFTAR PUSTAKA

Ananta, R., Sadika, F., & Yunidar, D. (2018). Pengembangan Kursi Kapal Rigid
Basarnas (aspek Antropometri). eProceedings of Art & Design, 5(3).
Aras, A. F., Rahmatika, D., & Putra, E. (2019). Perancangan meja laptop portable
yang ergonomis untuk penyandang cerebral palsy dengan pendekatan
antropometri. Jurnal Inovator, 2(1), 16-19.

Haikal, M. H. (2018). Evaluasi Metode Kerja Dan Perancangan Alat Bantu Pada
Industri Pengecoran Logam. Jurnal Teknik Industri, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Iridiastadi, H., MSIE, P. D., & Yassierli, P. D. (2014). Ergonomi suatu pengantar.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nurmianto, E. (2003). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya Edisi
Pertama. Guna Widya, Surabaya.
Setyowati, D. L., Shaluhiyah, Z., & Widjasena, B. (2014). Penyebab kelelahan
kerja pada pekerja mebel. Kesmas: National Public Health Journal, 8(8),
386-392.

Sritomo, W. (2008). Ergonomi Study Gerak dan Waktu Teknik Analisis Untuk
Peningkatan Produktivitas Kerja. Prima Printing, Bandung.
Susihono, W., & Rubiati, E. (2013). Perbaikan Metode Kerja Berdasar Rapid
Upper Limb Assessment (RULA) pada Perusahaan Konstruksi dan
Fabrikasi. Spektrum Industri, 11(1).

Sutalaksana, I. Z., Anggawisastra, R., & Tjakraatmadja, J. H. (2006). Teknik


perancangan sistem kerja. Bandung: ITB.
Tarwaka, H. (2015). Ergonomi Industri Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan
Aplikasi di Tempat Kerja Edisi II.
Tarwaka, S., & Sudiajeng, L. (2004). Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan
kerja dan produktivitas. Uniba, Surakarta, 34-50.
Wignjosoebroto, S., & Manuaba, A. (2004). Ergonomi untuk Keselamatan,
Kesehatan Kerja, dan Produktivitas.

103

Anda mungkin juga menyukai