Anda di halaman 1dari 16

3.

3 Quality Control Jamu


Pengobatan tradisional yang berkembang di tengah
masyarakat semakin beragam dan mengalami peningkatan
dalam hal minat pengguanaannya, sehingga perlu diiringi
dengan peningkatan kualitas bahan baku untuk menjamin
keamanan konsumennya. Dalam Keputusan Menteri RI
Nomor 1076/MENKES/SK/VII/200, pemerintah mengatur
tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional demi
mewujudkan pengobatan tradisional yang bisa
dipertanggungjawabkan, dari segi manfaat dan
keamanannya. Selama penyimpanan, simplisia jamu dapat
mengalami perubahan fisika, kimia dan mikrobiologi
sehingga perlu ditentukan indikator dalam penetapan
kestabilan mutu dan keamanan simplisia selama
penyimpanan (Amalia Damayanti, 2012). Berdasarkan
Permenkes No.003/MENKES/PER/I/2010, jamu yang
diedarkan dalam masyarakat harus memenuhi kriteria :
aman, bermutu, dan berkhasiat sehingga simplisia yang
digunakan sebagai bahan baku jamu harus memenuhi
standar yang telah ditetapkan DEPKES RI. Parameter
standar tersebut yaitu kebenaran jenis, kemurnian,
bermutu, aman, bermanfaat dan memiliki informasi
komposisi senyawa aktif yang terkandung.
Standar kontrol jamu mengacu pada berbagai
sumber seperti World Health Organitation (WHO) yaitu
Quality Control Methods for Herbal Material, Botanical
Safety Book yang berasal dari Amerika, Hong Kong
Chinese Materia Medica Standards yang berasal dari
China, dan Farmakope Herbal Indonesia (FHI) edisi I dan
II serta Materia Medika Indonesia (MMI) yang berasal dari
Indonesia. Kontrol kualitas bahan baku bertujuan untuk
terpenuhinya kebutuhan konsumen yang mengkonsumsi
jamu serta terjaganya keamanan dan khasiat jamu tersebut.
Kontrol kualitas bahan baku obat berperan penting dalam
menentukan identitas, kemurnian dan kandungan senyawa
dalam tanaman obat. Untuk meningkatkan kualitas suatu
layanan, mendapat waktu, energi dan biaya yang efisien
serta sesuai dengan kebutuhan, maka inovasi kontrol
kualitas sangat diperlukan (Budiarti, 2020).
Berdasarkan FHI, terdapat beberapa parameter
kontrol kualitas bahan yaitu mikroskopis, makroskopis,
susut pengeringan, sari larut air, sari larut alkohol, abu
total, abu tidak larut asam, pola kromatografi dan
kandungan senyawa penanda. Parameter yang digunakan
di B2P2TOOT sebagai kontrol keamanan meliputi susut
pengeringan, cemaran mikroba, dan kadar abu sedangkan
parameter kadar zat aktif/senyawa penanda, dan kadar sari
digunakan untuk kontrol khasiat (Kemenkes RI, 2017).
Parameter kontrol kualitas bahan akan dijelaskan sebagai
berikut:
1. Organoleptik / Pemerian
Pengamatan organoleptik/pemerian dilakukam terhadap
bentuk, rasa, bau dan warna. Pengamatan ini dilakukan
untuk mengidentifikasi penurunan mutu, kebusukan,
kebenaran identitas. Berdasarkan FHI Ed. II, 2017,
simplisia temulawak berupa irisan rimpang, keping tipis,
bentuk bulat atau agak lonjong, ringan keras, permukaan
luar berkerutdan berwarna cokelat kuning hingga cokelat.
Simplisia temulawak memiliki bidang irisan melengkung
tidak beraturan, tidak rata, sering dengan tonjolan
melingkar, bekas patahan berdebu dan berwarna kuning
jingga hingga cokelat jingga terang. Simplisia temulawak
juga memiliki bau khas aromatik dengan rasa tajam dan
pahit.

Gambar 3.1 Simplisia Temulawak

2. Pengukuran Susut Pengeringan


Susut pengeringan adalah pengurangan berat
bahan setelah dikeringkan, terdiri dari air dan senyawa
menguap lainnya. Syarat mutu dari pengukuran susut
pengeringan yaitu kadarair ≤ 10%, tujuannya untuk
mencegah pertumbuhan mikroba, terutama jamur. Alat
yang digunakan dalam pengukuran susut pengeringan
yaitu Moisture Analyzer AND MX 50. Penetapan
susut akibat pengeringan di FHI dilaksanakan
menggunakan metode destilasi toluene, metode ini
diharapkan mampu mempertahankan kandungan
senyawa volatile pada simplisia dibandingkan metode
yang digunakan di B2P2TOOT. Metode ini lebih
efisien secara biaya dan waktu yang dibutuhkan.
Metode destilasi toluene sebagai berikut ; menimbang
simplisiasebanyak1-2 gram dengan dihancurkan
terlebih dahulu,menyalakan alat dan set suhu menjadi
105o C, lalu memasukkan simplisia kedalam alat, tutup
dan tekan start. Alat akan berbunyi, menandakan
bahwa pengukuran telah selesai.

Gambar 3.2 Moisture Analyzer AND MX 50


3. Pengukuran Kadar Sari
Kadar sari menunjukkan jumlah kandungan
senyawa dalam simplisia yang mampu tertarik oleh
pelarut. Untuk kadar sari setiap simplisia memiliki
standarnya masing-masing menurut FHI. Simplisia
diukur dari kadar sari yang larut dalam air dan larut
dalam alkohol untuk membandingkan kadar total
senyawa baik polar maupun non polar. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui total kadar dari ekstrak
simplisia tersebut (Kemenkes RI, 2017). Alat dan
bahan yang digunakan dalam pengukuran kadar sari
antara lain neraca analitik, oven, shaker, waterbath,
desikator, botol laboratorium bertutup ukuran 250 ml,
pipet volume 20 ml, corong gelas diameter 50 mm,
cawan porselen 60 ml, panaskan dengan suhu 105oC,
timbang dan simpan dalam desikator, kertas saring, air
jenuh kloroform (2,5 ml kloroform ditambah aquadest
hingga1000 ml) dan etanol 96%. Pengukuran kadar sari
dilakukan dengan cara menimbang 5 gr serbuk
simplisia ke dalam botol bertutup, Menambahkan 100
ml air jenuh kloroform / etanol, Mengocok dengan
menggunakan alat shaker selama 6 jam, Larutan
didiamkan selama 18 jam, menyaring dan menguapkan
20 ml filtrat hingga kering dalam cawan porselen,
Memanaskan sisa pada suhu 105oC hingga bobot
konstan lalu menghitung kadar sari dalam %. Kadar
sari dalam % dapat dicari dengan rumus :
% = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 − 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 x 5 x 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑎 (5𝑔𝑟)
Gambar 3.3 Pengukuran Kadar Sari

4. Pengukuran Kadar Abu


Menurut FHI setiap simplisia mempunyai standar
untuk kadar abunya masing-masing. Parameter yang
tetapkan berupa kadar abu total dan kadar abu tidak
larut asam. Kadar abu total yang tinggi dalam bahan
dan produk pangan menunjukkan terdapat potensi
tingginya kandungan unsur-unsur logam dalam sampel.
Kadar abu tak larut asam yang cukup tinggi
menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.
Parameter tersebut akan dijadikan indikator kebersihan
dalam penanganan simplisia berupa kandungan mineral
dan cemaran logam berat. Jika terdapat simplisia yang
tidak tercantum pada FHI, maka akan digunakan jurnal
yang mencantumkan nilai kadar abu simplisia tersebut
(Kemenkes RI, 2017). Alat dan bahan yang digunakan
untuk pengukuran kadar abu yaitu neraca analitik,
tanur, desikator, krus silikat, pijarkan, timbang dan
simpan dalam desikator, kertas saring bebas abu, asam
sulfat encer: campuran10,5 mL asam sulfat pekat (95-
97%) dan 89,5 mL aquades. Cara mengukur kadar abu
yaitu menimbang 2 gr serbuk simplisia ke dalam krus
silikat, memijarkan perlahan-lahan hingga arang habis,
dinginkan dan timbang, Jika arang tidak dapat hilang
tambahkan air panas saring melalui kertas saring bebas
abu, memijarkan sisa kertas saring dalam krus yang
sama, pijarkan hingga bobot tetap pada suhu 800±25oC,
lalu menghitung kadar abu total dalam % b/b. Untuk
mengukur kadar abu tidak larut, maka didihkan abu
dengan 25 ml asam sulfat encer selama 5 menit,
kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring
melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,
pijarkan hingga bobot tetap pada suhu 800±25oC, lalu
hitung kadar abu tidak larut asam dalam % b/b.
% 𝑎𝑏𝑢 = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑘𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑏𝑢 (𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟) − 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑘𝑟𝑢𝑠 x 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (2𝑔𝑟)
Gambar 3.4 Pengukuran Kadar Abu

5. Penetapan Kadar Minyak Atsiri


Metode yang digunakan untuk memisahkan minyak
atsiri/minyak terbang adalah destilasi. Destilasi dilakukan
dengan cara simplisia direndam dalam air, dipanaskan
hingga mendidih, lalu air menguap membawa minyak
atsiri, uap naik masuk ke sistem pendingin, dan terjadi
kondensasi, kondensat yang terdiri dari air dan minyak
atsiri akan terkumpul, terpisah menjadi dua lapisan
sehingga minyak atsirinya dapat diambil. Destilasi minyak
atsiri temulawak yaitu dengan cara : menimbang 100 gram
simplisia temulawak, gerus kasar, memasukkan dalam labu
destilasi, menambahkan 1000 ml air, hingga semua
simplisia terendam dengan sempurna, rangkailah peralatan
destilasi yang terdiri dari : pemanas, labu destilasi,
pendingin Stahl, dan sirkulasi air pendingin lalu panaskan
hingga mendidih, lanjutkan hingga terjadi penguapan,
kondensasi dan menghasilkan lapisan minyak. Kumpulkan
minyak atsiriyang dihasilkan setiap 1 jam sekali.
Pemanasan dilanjutkan hingga minyak atsiritidak
dihasilkan lagi (6 –8 jam).

Gambar 3.5 Penetapan Kadar Minyak Atsiri drngan


Metode Destilasi

6. Penetapan Kadar Senyawa Penanda


Penanda untuk senyawa penanda berbeda
dengan senyawa aktif, untuk senyawa aktif harus
terdapat uji secara klinis yang menunjukkan bahwa
senyawa tersebut memiliki efek farmakologi,
sedangkan untuk senyawa penanda sendiri adalah
senyawa yang menjadi identitas dari suatu simplisia
yang khas sebagai identitas dari simplisia tersebut dan
tidak terdapat di simplisia lain (Budiarti,2020). Tujuan
dari penetapan kadar senyawa penanda yaitu
standarisasi kadar senyawa aktif. Metode analisis yang
digunakan adalah spektrofotometri (spektrofotometer)
dan kromatografi (HPLC dan TLC-densito).
Pengukuran kadar senyawa penanda menggunakan
kromatografi, sedangkan pengukuran kadar flavonoid
total dengan menggunakan spektrofotometri. Tahapan
analisis yaitu preparasi sampel (sonikasi, maserasi,
soxhletasi, dll), optimasi fase gerak, pengujian, dan
pembacaan hasil.
Faktor-faktor terkait metabolit sekunder yaitu :
1. Budidaya. Dipengaruhi oleh lingkungan
tumbuh (jenis tanah, ketinggian, dan sebainya).
2. Pascapanen. Dipengaruhi oleh Proses
pemanenan, waktu pencucian, pengubahan
bentuk, metode pengeringan, suhu pengeringan.
3. Jumlah kadar. Dipengaruhi oleh kadarnya jenis
tanaman dan lingkungan tumbuhnya.
4. Kestabilan. Dipengaruhi oleh jenis senyawa
5. Spesifik. Beberapa senyawa merupakan ciri
khas dari tanaman tersebut.
*Sumber: Grace Trivena, 2018, Penapisan Fitokimiadan
Standarisasi Simplisia dan Ekstrak AkarAlang-alang, Fak.
Farmasi UNHAS

6. Angka Cemaran Mikroba


Pengujian angka cemaran mikroba bertujuan
untuk memenuhi persyaratan keamanan dan mutu
bahan baku obat tradisional; sebagai parameter
evaluasi penanganan proses pascapanen. Menurut
Perka BPOM, (2019), syarat mutu“rajangan yang
direbus sebelum digunakan” yaitu :
1. Angka Lempeng Total (ALT) : ≤ 5 x 10 7
koloni /g
2. Angka Kapang Khamir (AKK) : ≤ 5 x 10 5
koloni /g
3. Escherichia coli : ≤ 10 2 koloni /g
4. Angka Enterobacteriaceae : ≤ 10 4 koloni /g
5. Clostridia : negatif /g
6. Salmonella : negatif /g
7. Shigella : negatif /g

Pengaruh proses pencucian :


Dicuci dengan air Dicuci dengan air Keterangan
biasa sabun

Warna pink
menunjukkan
kontaminasi
bakteri
sedangkan
warna biru
tidak
terkontamina
si.
Pengaruh penyimpanan :

Sumber : Laporan Penelitian “Pengaruh Jenis


Kemasan dan Lama Penyimpanan Terhadap
Kualitas Jamu (Amalia Damayanti, 2012)

Metode yang digunakan adalah pour


platedengan media Plate Count Agar (PCA)untuk
uji ALT dan media Potato Dextrose Agar(PDA)
untuk uji AKK. Angka cemaran mikroba ditetapkan
dalam koloni per gram sampel. Sampel tanaman
obat yang diuji dapat berupa simplisia, serbuk, atau
ekstrak. Alat dan bahan yang digunakan yaitu
aquades, NaCl 0,9%, media PCA, media PDA,
kertas saring, alkohol 70%, blue tip, conical tube 15
mL bertutup, tabung reaksi 15 mL, cawan petri
80mm, neraca analitik, inn pipet 10 mL, corong
gelas diameter 50 mm, pipet volume 100 1000 µL,
autoclave, vortex, oven, Laminair Air Flow(LAF),
inkubator, hot plate magnetic stirer, colony
counter, erlenmeyer, beaker glass, tabung reaksi
dan rak tabung reaksi.
Berikut adalah prosedur 1 :
1. Persiapan uji :
a. Sterilisasicawanpetriyangsudahdibungk
uskertas,corongkaca,kertassaring,tippde
nganautoclavepadasuhu121˚C,1atm,sela
ma30menitdikeringkandalamovenpadas
uhu50˚C.
b. SterilisasiLAFdilakukanpenyemprotanal
kohol70%didalamruangankemudiandila
pdengantissu,menyalakanaerator,tutupru
angLAFdanmenyalakanlampuUVselama
30menit
2. Persiapan bahan uji :
a. Timbang bahan uji 1 gram
b. Pembuatan larutan NaCl 0 9 dituang
ke dalam tabung
c. reaksi sebanyak 9 ml dan ditutup
dengan sumbat kassa steril
d. Pembuatan media PCA dan PDA
dalam aquadest steril
e. Sterilisasi larutan NaCl 0 9 media
PDA dan media PCA dengan
autoclave pada suhu 121 ˚C, 1 atm,
selama 15menit
3. Penetapan uji cemaran mikroba :
a. Siapkan 6 tabung reaksi yang berisi NaCl 0,9%
steril.
b. Larutkan simplisia bahan uji yang telah
ditimbang dengan NaCl 0,9% steril kemudian
dihomogenkan menggunakan vortex dan
disaring. (terbentuk pengenceran 10-1)
c. Buatlah pengenceran bertingkat.
d. Lakukan hingga pengenceran 10-6 untuk ALT
dan pengenceran 10-1 hingga 10-4untuk AJ .
e. Pipet 1 ml ke dalam cawan petri steril. Lakukan
masing-masing secara duplo pada penetapan
ALT dan AJ.
f. Tuang media PCA untuk penetapan ALT
g. Tuang media PDA untuk penetapan AJ Buat
blanko sebagai kontrol sterilitas berupa media
tanpa sampel dan NaCl.
h. Homogenkan dengan cara memutar cawan petri
searah jarum jam sebanyak 5-10 kali putaran.
Prosedur 2 :
1. Inkubasi :
Inkubasi dengan suhu 35ºC selama 24 48 jam untuk
penetapan ALT dan inkubasi dengan suhu 20- 25ºC
selama 5 7 hari untuk penetapan AKK.
2. Penghitungan :
a. Penetapan uji cemaran mikroba ALT dengan
persyaratan
b. Penetapan uji cemaran mikroba AJ dengan
persyaratan
3. Penentuan Koloni Mikroba :
Mikroba yang tumbuh akan membentuk koloni
sehingga disebut Colony Forming Unit (CFU).

Anda mungkin juga menyukai