c. Belajar bermakna dapat terjadi melalui belajar penemuan. Jelaskan kelebihan belajar penemuan
dan bagaimana caranya? (misalkan pada materi tertentu)
b. Tuliskan tahapan pembelajaran yang harus dilakukan menurut teori belajar Dienes!
c. Buatlah tahapan pembelajaran model permainan berbasis teori Dienes pada konsep perkalian!
b. Tuliskan prinsip pembelajaran yang harus dilakukan menurut teori belajar Gagne!
4. a. Buatlah satu contoh pembelajaran geometri di SD yang sesuai tahapan belajar van Hiele!
b. Jelaskan lima tahapan pembelajaran berdasarkan van Hiele berikut masing-masing satu
contohnya pada pembelajaran keliling segiempat!
c. Berikan satu kegiatan yang sesuai dengan fase integrasi menurut model pembelajaran van
Hiele!
NIM : 180210204151
Jawaban
1. a.
1. Dalil Konstruksi/ Penyusunan (Contruction Theorem)
Di dalam teorema kontruksi dikatakan bahwa cara yang terbaik bagi seseorang siswa
untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam Matematika adalah dengan mengkontruksi atau
melakukan penyusunan sebagai sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut. Dalam
proses perumusan dan mengkonstruks atau penyusunan ide-ide, apabila disertai dengan bantuan
benda-benda konkret mereka lebih mudah mengingat ide-ide tersebut. Dengan demikian, anak
lebih mudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat.
Seperti yang diuraikan pada penjelasan tentang modus-modus representasi, akan lebih baik jika
para siswa mula-mula menggunakan representasi kongkret yang memungkinkan siswa untuk
aktif, tidak hanya aktif secara intelektual (mental) tetapi juga secara fisik.
Contoh untuk memahami konsep penjumlahan misalnya 5 + 4 = 9, siswa bisa melakukan dua
langkah berurutan, yaitu 5 kotak dan 4 kotak, cara lain dapat direpresentasikan dengan garis
bilangan. Dengan mengulang hal yang sama untuk dua bilangan yang lainnya anak-anak akan
memahami konsep penjumlahan dengan pengertian yang mendalam.
2. Dalil Notasi (Notation Theorem)
Menurut apa yang dikatakan dalam terorema notasi, representasi dari sesuatu materi
matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila di dalam representasi itu digunakan
notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
Sebagai contoh, untuk siswa sekolah dasar, yang pada umumnya masih berada pada tahap
operasi kongkret, soal berbunyi; ”Tentukanlah sebuah bilangan yang jika ditambah 3 akan
menjadi 8”, akan lebih sesuai jika direpresentasikan dalam diberikan bentuk ... + 3 = 8 atau + 3
= 8 atau a + 3 = 8
Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling sederhana
sampai yang paling sulit. Penyajian seperti dalam matematika merupakan pendekatan spiral.
Dalam pendekatan spiral setiap ide-ide matematika disajikan secara sistimatis dengan
menggunakan notasi-notasi yang bertingkat. Pada tahap awal notasi ini sederhana, diikuti
dengan notasi berikutnya yang lebih kompleks.
3. Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem)
Di dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa sesuatu konsep
Matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan
konsep-konsep yang lain, sehingga perbedaan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang
lain menjadi jelas.
Sebagai contoh, pemahaman siswa tentang konsep bilangan prima akan menjadi lebih baik bila
bilangan prima dibandingkan dengan bilangan yang bukan prima, menjadi jelas. Demikian
pula, pemahaman siswa tentang konsep persegi dalam geometri akan menjadi lebih baik jika
konsep persegi dibandingkan dengan konsep-konsep geometri yang lain, misalnya persegi
panjang, jajar genjang, belah ketupat, dan lain-lain.
Dengan membandingkan konsep yang satu dengan konsep yang lain, perbedaan dan hubungan
(jika ada) antara konsep yang satu dengan konsep yang lain menjadi jelas.
4. Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem)
Di dalam teorema konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan
setiap keterampilan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip,
dan keterampilan-keterampilan yang lain. Adanya hubungan antara konsep-konsep, prinsip-
prinsip, dan keterampilan-keterampilan itu menyebabkan struktur dari setiap cabang
matematika menjadi jelas. Adanya hubungan-hubungan itu juga membantu guru dan pihak-
pihak lain (misalnya penyusun kurikulum, penulis buku, dan lain-lain) dalam upaya untuk
menyusun program pembelajaran bagi siswa.
Dalam pembelajaran matematika, tugas guru bukan hanya membantu siswa dalam memahami
konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta memiliki keterampilan-keterampilan tertentu, tetapi
juga membantu siswa dalam memahami hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan
keterampilan-keterampilan tersebut. Dengan memahami hubungan antara bagian yang satu
dengan bagian yang lain dari matematika, pemahaman siswa terhadap struktur dan isi
matematika menjadi lebih utuh.
b.
Teori belajar Dienes yang menekankan pada tahapan permainan yang berarti
pembelajaran yang diarahkan pada proses melibatkan anak didik dalam belajar. Hal ini
berarti proses pembelajaran dapat membangkitkan dan membuat anak didik senang
dalam belajar. Dasar teorinya bertumpu pada teori pieget, dan pengembangannya
diorientasikan pada anak-anak, sedemikian rupa sehingga sistem yang
dikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika.
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi
tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur dan
mengkatagorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Dienes
mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan
dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti
bahwa benda-benda atau obyek-obyek dalam bentuk permainan akan sangat berperan
bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
b. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu:
Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula
dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya
tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda.
Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur
mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang
dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari
konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan
keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam
konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah memahami
aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan
memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang
diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan
memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu.
Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk
mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan
pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk
kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok
benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok
bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta
timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-
sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan
sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari
bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada
dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak
dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta
mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota
kelompok).
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para
menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu.
Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada
pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang
dipelajari.
atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal
diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa
dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru
konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur
matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan
teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika
seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti
Pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta
membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem
yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya
bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif,
adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem
belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi
matematika secara kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dienes
berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment),
mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian materi (multiple embodinent) dapat
c.
Konsep perkalian bilangan bulat negatif sebagai contoh bagaimana tahap-tahap Dienes dapat
digunakan sebagai pedoman dalam merancang kegiatan mengajar/belajar. Karena hampir
semua siswa belajar menambah, mengurang, mengalikan dan membagi bilangan-bilangan asli,
dan menambah dan mengurang bilangan-bilangan bulat sebelum belajar mengalikan bilangan
bulat, kita berasumsi bahwa konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan itu telah dikuasai
oleh para siswa.
Bagi para siswa kelas 5 atau 6, dapat mulai sesi permainan bebas dengan secara informal
mendiskusikan pengerjaan hitung pada bilangan asli dan sifat-sifat aljabar dari bilangan asli.
Guru mungkin juga mendiskusikan penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat dan sifat
pertukaran dan pengelompokan penjumlahan. Guru bisa juga mengganti permainan bebas
dengan tinjauan informal.
Atau tahap bermain bebas dan game bisa digabung menjadi beberapa permainan seperti
permainan kartu sederhana berikut: guru hendaknya menyiapkan meja panjang secukupnya
untuk permainan kartu standar sedemikian hingga terdapat satu meja panjang untuk setiap lima
siswa dalam kelas. Para siswa yang bermain dalam kelompok lima orang dan setiap anak
memegang empat kartu. Setiap siswa mengelompokkan kartu-kartunya menjadi berpasang-
pasangan, kemudian mengalikan kedua bilangan yang ditunjukkan oleh setiap pasang kartu,
dan kemudian menjumlahkan kedua hasilkali itu. Siswa yang dapat memasangkan kartu-
kartunya sehingga memperoleh jumlah hasilkali terbesar adalah pemenang dalam
kelompoknya. Bilangan-bilangan pada kartu hitam dianggap sebagai bilangan positif, dan
bilangan-bilangan pada kartu merah (hati dan belah ketupat) sebagai bilangan negatif.
Konsekuensinya para siswa langsung dihadapkan pada masalah bagaimana mengelompokkan
kartu-kartu negatif untuk mendapatkan hasil kali dan jumlah positif yang besar. Beberapa
kelompok mungkin menyepakati aturan-aturan yang berbeda untuk menangani hasilkali dua
bilangan negatif. Sebagai contoh, kartu hitam 2 dan 4 dan kartu merah 7 dan 5 dapat digunakan
untuk membuat 2 x 4 + (-7 x -5) = 43, jika aturan yang benar bahwa hasilkali dua bilangan
bulat negatif adalah suatu bilangan bulat positif telah dirumuskan. Jika tidak, maka bilangan-
bilangan negatif tidak akan menolong dalam mengorganisasi seorang pemenang. Beberapa
siswa tentunya akan saling bertanya atau bertanya kepada guru tentang bagaimana menyekor
bilangan bulat negatif.
Untuk memutuskan bagaimana menyelesaikan perkalian dua bilangan negatif, guru
hendaknya menyajikan sekumpulan soal yang melibatkan mencari pola (sifat yang sama).
Sebagai contoh, soal-soal ini dapat didiskusikan di kelas:
-3 x 3 = -9
-3 x 2 = -6
-3 x 1 = -3
-3 x 0 = 0
-3 x -1 = ?
-3 x -2 = ?
-3 x -3 = ?
3. a.
Menurut Gagne (dalam Dahar, 1988), belajar merupakan proses yang memungkinkan manusia
mengubah tingkah laku secara permanen, sedemikian sehingga perubahan yang sama tidak
akan terjadi pada keadaan yang baru.
b.
Dalam buku Condition of Learning, Gagne (1997) mengemukakan sembilan prinsip yang dapat
dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai berikut:
1. Menarik perhatian (gaining attention) : hal yang menimbulkan minat siswa dengan
mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi, atau kompleks.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objectives) :
memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti
pelajaran.
3. Mengingatkan konsep/prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall or prior
learning) : merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari yang menjadi
prasyarat untuk mempelajari materi yang baru.
4. Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus) : menyampaikan materi-
materi pembelajaran yang telah direncanakan.
5. Memberikan bimbingan belajar (providing learner guidance) : memberikan pertanyaan-
pertanyaan yamng membimbing proses/alur berpikir siswa agar memiliki pemahaman
yang lebih baik.
6. Memperoleh kinerja/penampilan siswa (eliciting performance) ; siswa diminta untuk
menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.
7. Memberikan balikan (providing feedback) : memberitahu seberapa jauh ketepatan
performance siswa.
8. Menilai hasil belajar (assessing performance) :memberiytahukan tes/tugas untuk
mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.
9. Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing retention and transfer):
merangsang kamampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan memberikan
rangkuman, mengadakan review atau mempraktekkan apa yang telah dipelajari.
c.
a. Fase Aprehensi. Pada fase ini siswa menyadari adanya stimulus yang terkait dengan kegiatan
belajar tang akan ia lakukan. Dalam pelajaran matematika, stimulus tersebut bisa berupa materi
pelajaran yang tercetak pada halaman sebuah buku, sebuah sola yang diberikan oleh guru
sebagai pekerjaan rumah, atau juga bisa seperangkat alat peraga yang berguna untuk
pemahaman konsep-konsep tertentu.
b. Fase Akuisisi. Pada fase ini siswa melakukan akuisisi atau penyerapan terhadap berbagai
fakta, keterampilan, konsep, atau prinsip ytang menjadi sasaran dari kegiatan belajar tersebut.
c. Fase Penyimpanan. Pada fase iniu siswa menyimpan hasil-hasil kegiatan belajar dalam
ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang.
d. Fase Pemanggilan. Pada fase ini siswa berusaha memanggil kembali hasil-hasil dari kegiatan
belajar yang telah ia peroleh dan ia simpan dalam ingatan, baik itu yang menyangkut fakta,
keterampilan, konsep, maupun prinsip.
4. a.
Sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam jajargenjang
adalah 360° secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan prinsip
kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu dengan memotong-motong sudut-sudut
benda jajargenjang, kemudian setelah itu ditunjukkan semua sudutnya membentuk
sudut satu putaran penuh atau 360° belum tuntas dan belum tentu tepat. Seperti
diketahui bahwa pengukuran itu pada dasarnya mencari nilai yang paling
dekat dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi, mungkin saja dapat keliru dalam
mengukur sudut- sudut jajargenjang tersebut. Untuk itu pembuktian secara deduktif
merupakan cara yang tepat dalam pembuktian pada matematika.
Anak pada tahap ini telah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak
didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma atau
problem, dan teorema.
b.
a) Tahap Visualisasi (Pengenalan)
Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan
(holistic). Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponen- komponen dari masing-
masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini siswa sudah mengenal nama
sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada
tingkat ini siswa tahu suatu bangun bernaa persegi panjang, tetapi ia belum menyadari
ciri-ciri bangun persegi panjang tersebut.
b) Tahap Analisis (Deskriptif)
Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri- ciri dari
masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah terbiasa
menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat yang
dimiliki oleh unsur-unsur tersebut. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa
mengatakan bahwa suatu bangun merupakan persegi panjang karena bangun itu “mempunyai
empat sisi, sisi-sisi yang berhadapan sejajar, dan semua sudutnya siku-siku.”
c) Tahap Deduksi Formal (Pengurutan atau Relasional)
Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan
ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa
mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-
sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di samping itu pada tingkat ini siswa sudah
memahami pelunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, siswa juga
sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain.
Misalnya pada tingkat ini siswa sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga
persegi panjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegi panjang.
d) Tahap Deduksi
Pada tingkat ini (1) siswa sudah dapat mengambil kesimpulan secara deduktif, yakni
menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus, (2) siswa mampu memahami
pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema
dalam geometri, dan (3) siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini
berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah memahami proses berpikir yang bersifat
deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut.