Anda di halaman 1dari 10

UNIVERSITAS JEMBER

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UJIAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN 2021
Mata Kulah : Pengembangan Pembelajaran Matematika SD
Hari/Tanggal : Kamis, 29 April 2021
Waktu : 07.50-09.00 WIB
Kelas :B
Ruang : 35 B 104
Pengampu : Dra. Titik Sugiarti., M.Pd & Dr. Abi Suwito, M.Pd
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Petunjuk:
a. Periksa kembali jawaban Saudara dan pastikan semua pertanyaan terjawab
b. Upload di sister pada bagian forum sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
c. File yang akan diupload dalam bentuk PDF
d. Format nama file jawaban: NIM_NAMA_PengemPembMatSD-B
e. Jangan lupa untuk presensi di sister.

1. a. Jelaskan 4 dalil (teorema) yang berkaitan dengan pembelajaran matematika yang


dikembangkan oleh Bruner!

b. Jelaskan tentang pendewasaan pertumbuhan intelektual atau pertumbuhan kognitif manusia!

c. Belajar bermakna dapat terjadi melalui belajar penemuan. Jelaskan kelebihan belajar penemuan
dan bagaimana caranya? (misalkan pada materi tertentu)

2. a. Deskripsikan secara singkat inti utama dari teori belajar Dienes!

b. Tuliskan tahapan pembelajaran yang harus dilakukan menurut teori belajar Dienes!

c. Buatlah tahapan pembelajaran model permainan berbasis teori Dienes pada konsep perkalian!

3. a. Deskripsikan secara singkat inti utama dari teori belajar Gagne!

b. Tuliskan prinsip pembelajaran yang harus dilakukan menurut teori belajar Gagne!

c. Buatlah implementasi fase pembelajaran teori Gagne pada materi KPK!

4. a. Buatlah satu contoh pembelajaran geometri di SD yang sesuai tahapan belajar van Hiele!

b. Jelaskan lima tahapan pembelajaran berdasarkan van Hiele berikut masing-masing satu
contohnya pada pembelajaran keliling segiempat!

c. Berikan satu kegiatan yang sesuai dengan fase integrasi menurut model pembelajaran van
Hiele!

----------Selamat Mengerjakan, Semoga Sukses-----------


Nama : Suci Laylatul Mahgfiroh

NIM : 180210204151

Jawaban

1. a.
1. Dalil Konstruksi/ Penyusunan (Contruction Theorem)
Di dalam teorema kontruksi dikatakan bahwa cara yang terbaik bagi seseorang siswa
untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam Matematika adalah dengan mengkontruksi atau
melakukan penyusunan sebagai sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut. Dalam
proses perumusan dan mengkonstruks atau penyusunan ide-ide, apabila disertai dengan bantuan
benda-benda konkret mereka lebih mudah mengingat ide-ide tersebut. Dengan demikian, anak
lebih mudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat.
Seperti yang diuraikan pada penjelasan tentang modus-modus representasi, akan lebih baik jika
para siswa mula-mula menggunakan representasi kongkret yang memungkinkan siswa untuk
aktif, tidak hanya aktif secara intelektual (mental) tetapi juga secara fisik.
Contoh untuk memahami konsep penjumlahan misalnya 5 + 4 = 9, siswa bisa melakukan dua
langkah berurutan, yaitu 5 kotak dan 4 kotak, cara lain dapat direpresentasikan dengan garis
bilangan. Dengan mengulang hal yang sama untuk dua bilangan yang lainnya anak-anak akan
memahami konsep penjumlahan dengan pengertian yang mendalam.
2. Dalil Notasi (Notation Theorem)
Menurut apa yang dikatakan dalam terorema notasi, representasi dari sesuatu materi
matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila di dalam representasi itu digunakan
notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
Sebagai contoh, untuk siswa sekolah dasar, yang pada umumnya masih berada pada tahap
operasi kongkret, soal berbunyi; ”Tentukanlah sebuah bilangan yang jika ditambah 3 akan
menjadi 8”, akan lebih sesuai jika direpresentasikan dalam diberikan bentuk ... + 3 = 8 atau + 3
= 8 atau a + 3 = 8
Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling sederhana
sampai yang paling sulit. Penyajian seperti dalam matematika merupakan pendekatan spiral.
Dalam pendekatan spiral setiap ide-ide matematika disajikan secara sistimatis dengan
menggunakan notasi-notasi yang bertingkat. Pada tahap awal notasi ini sederhana, diikuti
dengan notasi berikutnya yang lebih kompleks.
3. Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem)
Di dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa sesuatu konsep
Matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan
konsep-konsep yang lain, sehingga perbedaan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang
lain menjadi jelas.
Sebagai contoh, pemahaman siswa tentang konsep bilangan prima akan menjadi lebih baik bila
bilangan prima dibandingkan dengan bilangan yang bukan prima, menjadi jelas. Demikian
pula, pemahaman siswa tentang konsep persegi dalam geometri akan menjadi lebih baik jika
konsep persegi dibandingkan dengan konsep-konsep geometri yang lain, misalnya persegi
panjang, jajar genjang, belah ketupat, dan lain-lain.

Dengan membandingkan konsep yang satu dengan konsep yang lain, perbedaan dan hubungan
(jika ada) antara konsep yang satu dengan konsep yang lain menjadi jelas.
4. Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem)
Di dalam teorema konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan
setiap keterampilan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip,
dan keterampilan-keterampilan yang lain. Adanya hubungan antara konsep-konsep, prinsip-
prinsip, dan keterampilan-keterampilan itu menyebabkan struktur dari setiap cabang
matematika menjadi jelas. Adanya hubungan-hubungan itu juga membantu guru dan pihak-
pihak lain (misalnya penyusun kurikulum, penulis buku, dan lain-lain) dalam upaya untuk
menyusun program pembelajaran bagi siswa.
Dalam pembelajaran matematika, tugas guru bukan hanya membantu siswa dalam memahami
konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta memiliki keterampilan-keterampilan tertentu, tetapi
juga membantu siswa dalam memahami hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan
keterampilan-keterampilan tersebut. Dengan memahami hubungan antara bagian yang satu
dengan bagian yang lain dari matematika, pemahaman siswa terhadap struktur dan isi
matematika menjadi lebih utuh.
b.

Pendewasaan intelektual pada dasarnya berhubungan dengan konsep-konsep yang dimiliki dan


tindakan kognitif seseorang, oleh karenanya pertumbuhan kognitif seringkali menjadi sinonim
dengan perkembangan intelektual.
Dalam proses pembelajaran seringkali anak dihadapkan kepada persoalan-persoalan yang
menuntut adanya pemecahan.
Pendewasaan intelektual atau pertumbuhan kognitif ini ditunjukkan oleh bertambahnya
ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana
seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu ”sistem simpanan” yang sesuai
dengan lingkungan.
Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada
dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.
Contohnya adalah seperti mengamati penampilan obyek yang berupa wujud atau karakteristik
dari obyek tersebut.
c.

Kelebihan-kelebihan belajar penemuan adalah sebagai berikut :

 Mendukung partisipasi aktif pembelajar dalam proses pembelajaran.


 Menumbuhkan rasa ingin tahu pembelajar
 Memungkinkan perkembangan keterampilan-keterampilan belajar sepanjang hayat dari
pembelajar.
 Membuat pengalaman belajar menjadi lebih bersifat personal
 Membuat pembelajar memiliki motivasi yang tinggi karena memberikan kesempatan
kepada mereka untuk melakukan eksperimen dan menemukan sesuatu untuk diri
mereka sendiri.
 Membangun pengetahuan berdasarkan pada pengetahuan awal yang telah dimiliki oleh
pembelajar sehingga mereka dapat memiliki pemahaman yang lebih mendalam.
 Mengembangkan kemandirian dan otonomi pada diri pembelajar
 Membuat pembelajar bertanggungjawab terhadap kesalahan-kesalahan dan hasil-hasil
yang mereka buat selama proses belajar
 Merupakan cara belajar kebanyakan orang dewasa pada pekerjaan dan situasi
kehidupan nyata
 Merupakan suatu alasan untuk mencatat prosedur-prosedur dan temuan-temuan - seperti
mengulang kesalahan-kesalahan, sebagai suatu cara untuk menganalisis apa yang telah
terjadi, dan suatu cara untuk mencatat atau merekam temuan yang luar biasa.
 Mengembangkan keterampilan-keterampilan kreatif dan pemecahan masalah
 Menemukan hal-hal baru yang menarik yang belum terbayang sebelumnya setelah
pengumpulan informasi dan proses belajar yang dilakukan

Jadi pada prinsipnya kalau ditelaah kelebihan-kelebihan di atas sebenarnya dapat


digolongkan menjadi 2 bagian penting yaitu membuat pembelajar dapat
mengembangkan keterampilan-keterampilan berpikir tingkat tinggi dan yang kedua
dapat meningkatkan motivasi belajar pada diri mereka.
2. a.

Teori belajar Dienes yang menekankan pada tahapan permainan yang berarti
pembelajaran yang diarahkan pada proses melibatkan anak didik dalam belajar. Hal ini
berarti proses pembelajaran dapat membangkitkan dan membuat anak didik senang
dalam belajar. Dasar teorinya bertumpu pada teori pieget, dan pengembangannya
diorientasikan pada anak-anak, sedemikian rupa sehingga sistem yang
dikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika.
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi
tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur dan
mengkatagorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Dienes
mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan
dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti
bahwa benda-benda atau obyek-obyek dalam bentuk permainan akan sangat berperan
bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
b. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu:

1. Permainan Bebas (Free Play)

Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula

dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya

tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda.

Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur

mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang

dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari

konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari

benda yang dimanipulasi.

2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)

Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan

keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam

konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah memahami

aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan

memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang

diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan

memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu.

Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk

mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan

pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk
kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok

benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok

bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta

timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).

3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)

Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-

sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan

sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari

bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada

dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak

dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta

mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota

kelompok).

4. Permainan Representasi (Representation)

Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para

siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil

menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu.

Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada

pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang

dipelajari.

5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)

Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan

merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika

atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal

dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya

diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.

6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)

Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa

dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru
konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur

matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan

teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika

seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti

membuktikan teorema tersebut.

Pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta

membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem

yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya

bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif,

adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem

matematika. Dienes menyatakan bahwa proses pemahaman (abstracton) berlangsung selama

belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi

matematika secara kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dienes

berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment),

sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat

mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian materi (multiple embodinent) dapat

mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep.

c.
Konsep perkalian bilangan bulat negatif sebagai contoh bagaimana tahap-tahap Dienes dapat
digunakan sebagai pedoman dalam merancang kegiatan mengajar/belajar. Karena hampir
semua siswa belajar menambah, mengurang, mengalikan dan membagi bilangan-bilangan asli,
dan menambah dan mengurang bilangan-bilangan bulat sebelum belajar mengalikan bilangan
bulat, kita berasumsi bahwa konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan itu telah dikuasai
oleh para siswa.
Bagi para siswa kelas 5 atau 6, dapat mulai sesi permainan bebas dengan secara informal
mendiskusikan pengerjaan hitung pada bilangan asli dan sifat-sifat aljabar dari bilangan asli.
Guru mungkin juga mendiskusikan penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat dan sifat
pertukaran dan pengelompokan penjumlahan. Guru bisa juga mengganti permainan bebas
dengan tinjauan informal.
Atau tahap bermain bebas dan game bisa digabung menjadi beberapa permainan seperti
permainan kartu sederhana berikut: guru hendaknya menyiapkan meja panjang secukupnya
untuk permainan kartu standar sedemikian hingga terdapat satu meja panjang untuk setiap lima
siswa dalam kelas. Para siswa yang bermain dalam kelompok lima orang dan setiap anak
memegang empat kartu. Setiap siswa mengelompokkan kartu-kartunya menjadi berpasang-
pasangan, kemudian mengalikan kedua bilangan yang ditunjukkan oleh setiap pasang kartu,
dan kemudian menjumlahkan kedua hasilkali itu. Siswa yang dapat memasangkan kartu-
kartunya sehingga memperoleh jumlah hasilkali terbesar adalah pemenang dalam
kelompoknya. Bilangan-bilangan pada kartu hitam dianggap sebagai bilangan positif, dan
bilangan-bilangan pada kartu merah (hati dan belah ketupat) sebagai bilangan negatif.
Konsekuensinya para siswa langsung dihadapkan pada masalah bagaimana mengelompokkan
kartu-kartu negatif untuk mendapatkan hasil kali dan jumlah positif yang besar. Beberapa
kelompok mungkin menyepakati aturan-aturan yang berbeda untuk menangani hasilkali dua
bilangan negatif. Sebagai contoh, kartu hitam 2 dan 4 dan kartu merah 7 dan 5 dapat digunakan
untuk membuat 2 x 4 + (-7 x -5) = 43, jika aturan yang benar bahwa hasilkali dua bilangan
bulat negatif adalah suatu bilangan bulat positif telah dirumuskan. Jika tidak, maka bilangan-
bilangan negatif tidak akan menolong dalam mengorganisasi seorang pemenang. Beberapa
siswa tentunya akan saling bertanya atau bertanya kepada guru tentang bagaimana menyekor
bilangan bulat negatif.
Untuk memutuskan bagaimana menyelesaikan perkalian dua bilangan negatif, guru
hendaknya menyajikan sekumpulan soal yang melibatkan mencari pola (sifat yang sama).
Sebagai contoh, soal-soal ini dapat didiskusikan di kelas:

1. Selesaikan daftar berikut:

-3 x 3 = -9
-3 x 2 = -6
-3 x 1 = -3
-3 x 0 = 0
-3 x -1 = ?
-3 x -2 = ?
-3 x -3 = ?

2. -3 x (7 + -2) = (-3 x 7) + (-3 x -2) = -21 + ?

tetapi -3 x (7 + -2) = -3 x 5 = -15.


Jadi bilangan berapakah?
Tahap representasi untuk membentuk konsep perkalian dua bilangan bulat negatif, para
siswa dapat mengamati diagram yang menyajikan konsep itu dan mendeskripsikan sifat umum
perkalian dua bilangan bulat negatif.
Dalam tahap simbolisasi, kelas hendaknya menggunakan sistem simbol bahwa untuk
sebarang bilangan asli a dan b, (-a)(-b) = +ab; dan untuk sebarang bilangan bulat x, y, z, x(y +
z) = xy + xz.
Konsep itu dapat diformalkan dengan mengetahui bahwa pernyataan, ”hasilkali dua
bilangan bulat negatif adalah bilangan bulat positif,” merupakan suatu aksioma.Teorema
seperti y x z = z x y dan x(y + z) = xy + xz dapat diwujudkan dan dibuktikan.

3. a.
Menurut Gagne (dalam Dahar, 1988), belajar merupakan proses yang memungkinkan manusia
mengubah tingkah laku secara permanen, sedemikian sehingga perubahan yang sama tidak
akan terjadi pada keadaan yang baru.
b.

Dalam buku Condition of Learning, Gagne (1997) mengemukakan sembilan prinsip yang dapat
dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai berikut:

1. Menarik perhatian (gaining attention) : hal yang menimbulkan minat siswa dengan
mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi, atau kompleks.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objectives) :
memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti
pelajaran.
3. Mengingatkan konsep/prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall or prior
learning) : merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari yang menjadi
prasyarat untuk mempelajari materi yang baru.
4. Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus) : menyampaikan materi-
materi pembelajaran yang telah direncanakan.
5. Memberikan bimbingan belajar (providing learner guidance) : memberikan pertanyaan-
pertanyaan yamng membimbing proses/alur berpikir siswa agar memiliki pemahaman
yang lebih baik.
6. Memperoleh kinerja/penampilan siswa (eliciting performance) ; siswa diminta untuk
menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.
7. Memberikan balikan (providing feedback) : memberitahu seberapa jauh ketepatan
performance siswa.
8. Menilai hasil belajar (assessing performance) :memberiytahukan tes/tugas untuk
mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.
9. Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing retention and transfer):
merangsang kamampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan memberikan
rangkuman, mengadakan review atau mempraktekkan apa yang telah dipelajari.

c.

a. Fase Aprehensi. Pada fase ini siswa menyadari adanya stimulus yang terkait dengan kegiatan
belajar tang akan ia lakukan. Dalam pelajaran matematika, stimulus tersebut bisa berupa materi
pelajaran yang tercetak pada halaman sebuah buku, sebuah sola yang diberikan oleh guru
sebagai pekerjaan rumah, atau juga bisa seperangkat alat peraga yang berguna untuk
pemahaman konsep-konsep tertentu.

b. Fase Akuisisi. Pada fase ini siswa melakukan akuisisi atau penyerapan terhadap berbagai
fakta, keterampilan, konsep, atau prinsip ytang menjadi sasaran dari kegiatan belajar tersebut.

c. Fase Penyimpanan. Pada fase iniu siswa menyimpan hasil-hasil kegiatan belajar dalam
ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang.

d. Fase Pemanggilan. Pada fase ini siswa berusaha memanggil kembali hasil-hasil dari kegiatan
belajar yang telah ia peroleh dan ia simpan dalam ingatan, baik itu yang menyangkut fakta,
keterampilan, konsep, maupun prinsip.

4. a.
Sebagai  contoh  untuk menunjukkan  bahwa  jumlah  sudut-sudut  dalam jajargenjang 
adalah    360°  secara  deduktif    dibuktikan  dengan   menggunakan prinsip
kesejajaran. Pembuktian secara  induktif  yaitu dengan  memotong-motong sudut-sudut 
benda  jajargenjang,  kemudian  setelah  itu  ditunjukkan  semua sudutnya  membentuk 
sudut  satu  putaran  penuh  atau  360°  belum  tuntas  dan belum  tentu    tepat.  Seperti 
diketahui  bahwa  pengukuran  itu    pada    dasarnya mencari   nilai  yang  paling 
dekat  dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi, mungkin  saja dapat  keliru  dalam 
mengukur sudut- sudut  jajargenjang tersebut. Untuk itu pembuktian secara  deduktif 
merupakan cara yang tepat dalam pembuktian pada matematika.
Anak pada  tahap  ini telah  mengerti pentingnya peranan unsur-unsur  yang  tidak
didefinisikan,    di  samping    unsur-unsur  yang    didefinisikan,    aksioma    atau
problem,  dan    teorema.
b.
a) Tahap Visualisasi (Pengenalan)
Pada  tingkat ini,  siswa  memandang  sesuatu  bangun   geometri  sebagai   suatu keseluruhan
(holistic). Pada  tingkat  ini  siswa  belum  memperhatikan komponen- komponen dari masing-
masing bangun. Dengan  demikian, meskipun pada  tingkat ini siswa  sudah  mengenal  nama 
sesuatu bangun, siswa  belum  mengamati ciri-ciri  dari  bangun    itu.  Sebagai  contoh,  pada 
tingkat    ini  siswa  tahu  suatu   bangun  bernaa  persegi panjang,  tetapi  ia  belum  menyadari 
ciri-ciri  bangun persegi panjang tersebut.
b) Tahap Analisis (Deskriptif)
Pada tingkat  ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri- ciri  dari 
masing-masing bangun. Dengan  kata  lain, pada  tingkat  ini  siswa  sudah terbiasa
menganalisis  bagian-bagian yang  ada pada suatu bangun dan mengamati  sifat-sifat    yang 
dimiliki  oleh  unsur-unsur  tersebut.  Sebagai  contoh, pada tingkat ini  siswa sudah bisa
mengatakan bahwa suatu bangun merupakan persegi panjang karena  bangun  itu  “mempunyai 
empat  sisi, sisi-sisi  yang berhadapan sejajar, dan semua sudutnya siku-siku.”
c) Tahap Deduksi Formal (Pengurutan atau Relasional)
Pada  tingkat    ini,  siswa  sudah  bisa  memahami  hubungan  antar    ciri  yang  satu dengan
ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah  bisa 
mengatakan  bahwa  jika  pada suatu segiempat  sisi-sisi   yang  berhadapan sejajar, maka  sisi-
sisi  yang berhadapan itu sama  panjang. Di samping  itu  pada    tingkat    ini  siswa    sudah   
memahami  pelunya    definisi   untuk    tiap-tiap bangun.  Pada    tahap   ini, siswa    juga
sudah  bisa   memahami  hubungan  antara  bangun   yang  satu  dengan bangun  yang  lain.
Misalnya  pada  tingkat  ini siswa  sudah bisa  memahami  bahwa  setiap persegi adalah juga 
persegi panjang, karena   persegi  juga  memiliki  ciri-ciri persegi panjang.
d) Tahap Deduksi
Pada  tingkat  ini (1)  siswa  sudah dapat  mengambil  kesimpulan secara  deduktif, yakni
menarik  kesimpulan  dari    hal-hal yang bersifat  khusus,  (2) siswa  mampu memahami
pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema
dalam geometri, dan (3) siswa sudah mulai  mampu  menyusun bukti-bukti  secara  formal.  Ini 
berarti  bahwa  pada  tingkat  ini  siswa  sudah memahami  proses    berpikir  yang  bersifat   
deduktif-aksiomatis  dan  mampu  menggunakan proses berpikir tersebut.

Sebagai  contoh  untuk menunjukkan  bahwa  jumlah  sudut-sudut  dalam jajargenjang 


adalah    360°  secara  deduktif    dibuktikan  dengan   menggunakan prinsip kesejajaran.
Pembuktian secara  induktif  yaitu dengan  memotong-motong sudut-sudut  benda 
jajargenjang,  kemudian  setelah  itu  ditunjukkan  semua sudutnya  membentuk  sudut  satu 
putaran  penuh  atau  360°  belum  tuntas  dan belum  tentu    tepat.  Seperti  diketahui  bahwa 
pengukuran  itu    pada    dasarnya mencari   nilai  yang  paling  dekat  dengan ukuran yang
sebenarnya. Jadi, mungkin  saja dapat  keliru  dalam  mengukur sudut- sudut  jajargenjang
tersebut. Untuk itu pembuktian secara  deduktif  merupakan cara yang tepat dalam pembuktian
pada matematika.
Anak pada  tahap  ini telah  mengerti pentingnya peranan unsur-unsur  yang  tidak
didefinisikan,    di  samping    unsur-unsur  yang    didefinisikan,    aksioma    atau problem, 
dan    teorema.  Anak  pada    tahap    ini  belum    memahami  kegunaan dari  suatu    sistem 
deduktif.  Oleh  karena    itu,  anak  pada    tahap    ini  belum  dapat  menjawab  pertanyaan: 
“mengapa  sesuatu  itu  perlu  disajikan  dalam bentuk teorema atau dalil?”
e) Tahap Akurasi (tingkat metamatematis atau keakuratan)
Pada tingkat  ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip- prinsip 
dasar  yang  melandasi  suatu  pembuktian.  Sudah  memahami  mengapa sesuatu  itu 
dijadikan  postulat  atau  dalil.  Dalam  matematika  kita  tahu  bahwa betapa  pentingnya 
suatu  sistem  deduktif.  Tahap  keakuratan  merupakan  tahap tertinggi dalam memahami
geometri.
Pada tahap ini memerlukan  tahap   berpikir  yang  kompleks  dan rumit, siswa mampu 
melakukan penalaran  secara  formal   tentang  sistem-sistem  matematika (termasuk  sistem-
sistem  geometri), tanpa membutuhkan  model-model  yang konkret sebagai acuan. Pada 
tingkat  ini, siswa  memahami bahwa  dimungkinkan adanya    lebih    dari  satu    geometri. 
Sebagai  contoh,  pada    tingkat    ini  siswa  menyadari bahwa  jika salah satu  aksioma  pada 
suatu  sistem  geometri diubah, maka seluruh geometri tersebut  juga  akan   berubah. 
Sehingga,  pada   tahap   ini siswa sudah  memahami adanya  geometri-geometri  yang  lain  di 
samping geometri Euclides.
c.
Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu siswa
dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa yang telah
dipelajari. Hal ini penting, tetapi kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yang baru. Pada
akhir fase kelima ini siswa mencapai tahap berpikir yang baru. Siswa siap untuk mengulangi
fase-fase belajar pada tahap sebelumnya.
Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 5 (Integrasi)
Siswa dibimbing untuk menyimpulkan sifat-sifat segiempat tertentu, seperti:
a) sifat persegi adalah: ....
b) sifat persegipanjang adalah ....
c) sifat belahketupat adalah ....
d) sifat jajargenjang adalah ....
e) sifat layang-layang adalah ....
f) sifat trapesium adalah ....

Anda mungkin juga menyukai