Anda di halaman 1dari 6

1.

Teknologi dan pusat-pusat pelayaran masyarakat Nusantara

Sistem angin untuk pelayaran

Dalam system perdagangan jalur laut kapal-kapal laut sangat bergantung pada angin
sebagai faktor penting untuk melakukan aktivitas pelayaran dalam tradisi pedagangan laut di
Nusantara. Oleh karena itu, kapal-kapal yang terdahulu masih menggunakan layar dan dayung
sebagai alat pembantu pelayaran. Berkenaan dengan itu pengetahuan tentang angin merupakan
faktor penting dalam dunia maritim. Secara umum pengetahuan tentang angin dibedakan
menjadi dua, yaitu angin darat dan laut. Dalam taraf yang lebih maju lagi adalah kemampuan
menggunakan angin musim yang menguasai kepulauan Nusantara.

Kondisi alam sebagai daerah katulistiwa seharusnya menempatkan kepulaun kita dalam
wilayah kekuasaan angin pasat. Akan tetapi, ada dua faktor yang menyebabkan system angin di
Indonesia menyimpang dari daerah tropis lainnya. Pertama, peredaran bumi mengitari matahari
yang menyebabkan “daerah angin mati” itu berpindah-pindah dari Lintang Mengkara (Trofic of
Cancer) ke lintang Jadayat (Trofic of Capricorn). Maka, pasat tenggara pada masa melewati garis
khatulistiwa akan berubah menjadi barat daya, sedangkan apabila pasat timur laut melintasi
katulistiwa dalam perjalanannya ke Selatan ia akan berubah menjadi angin barat laut. Kedua,
ialah lokasi Nusantara diantara dua kontinen, Asia dan Australia. Iklim panas di salah satu benua
ini akan mengakibatkan suatu tekanan rendah yang cukup mempengaruhi daerah angin mati
tersebut bergeser lebih jauh ke selatan atau utara menurut musimnya sehinghga mengubah arah
angin yang bersangkutan. Dengan begitu, terjadilah angin musim yang berubah arah tujuannya
setiap setengah tahun. Pengetahuan tentang perubahan musim ini sudah lama dikenal pelaut
Nusantara. Kodisi geografis inilah yang kemudian sangat menguntungkan bagi pelabuhan-
pelabuhan di Nusantara, dengan komposisi angin psat yang berubah-ubah karena berbagai faktor
membuat para pelaut dan pedagang untuk singgah untuk waktu yang lama sampai pergantian
angin musim.

Data yang menarik juga menejelaskan bahwa masyarakat Nusantara sudah memiliki
kemampuan navigasi. Ini terbukti dengan di pakainya orang-orang local oleh kapal Eropa
sebagai penunjuk jalan. Dalam ekspedisi Magelhaes (1521), d’elcano menculik dua perahu
pandu laut setempat untuk mengantarkan kapal-kapalnya dari Filipina ke Tidore. Begitu pun
pelayaran Belanda yang I pimpin oleh Cornelis de Houtman juga menggunakan para pelaut local
untuk menunjukan jalur pelayaran. Dalam iklim dan geografi Indonesia memungkinkan pelaut-
pelaut pribumi, mencari baringan pada pulau-pulau, gunung-gunung dan tanjung-tanjung jika
berlayar menyusuri pantai, kemudian pada malam hari mereka menggunakan bintang-bintang di
langit untuk menentukan posisi kapal di tengah laut. Konstelasi bintang menjadi pengetahuan
yang khas dalam pengetahuan astronomi di nusantara terutama di Indonesia. Fakta yang lain,
bahwa para pelaut Nusantara sudah mengenal peta untuk berlayar yang di catat oleh orang
Portugis pada abad ke-16.

Jenis kapal dan tempat pembuatannya

Secara dasar, jenis perahu taradisional nusantara dapat digolongkan menjadi tiga cara :
ada istilah yang menandai jenis layarnya, ada yang menggambarkan bentuk lambung dan ada
yang berasal dari cara tujuan pemakaian perahu. Sebagai contoh perahu tardisional asal Sulawesi
yang disebu Baqgoq asal daerah mandar dan barru yang bereferensi pad jenis kapal bentuk
lambung, kapal janggolan asal Madura dan pinisiq asal bira yang bertipe layar

Kapal-kapal dan perahu-perahu Nusantara pada zaman yang dibicarakan disisni, yakni
sebelum kapal api ditemukan, dapat kita bagi dedalam dua kelompok besar berdasrkan teknik
pembuatannya, yaitu kapal Lesung dan kapal papan. Perahu lesung adlah perahu yang dibuat
dari satu batang kayu yang dikeruk bagian dalamnya sehingga berbentuk seperti lesung yang
memanjang. Walaupun merupakn perahu yang sangat sederhana namun dalam hal
pembuatannya harus memiliki keahlian dan pengalaman yang khusus. Kerumitan sedah di mulai
ketika memilih kayu yang ccocok, menebang pohonnya, sampai mengeruk isi batangnya, untuk
itu para ahli harus memiliki persyaratan yang tinggi.

Bagi kapal papan, teknik pembuatannya pun tidak kalah kompleks keran tidak hanya satu batang
saja. Menurut sumber naskah Portugis, di Maluku terdapat banyak jenis kapal. Yang terpenting
bernama Juanga.berdasarkan namanya dapat diidentifikasi bahwa pembuatan kapal ini berasal
dari desa Juanga, Maluku Utara. Ada pula kapal-kapal lain bernama lukafunu, kora-kora,
kalulus, dan perahu kecil. Semuanya digerakan dengan dayung dan dipakai untuk mengangkut
muatan, ruangnya panjang tetapi tidak dalam.sebuah kapal Juanga bisa membawa 200 pengayuh
pada setiap lambung. Kapal lukafumu hampir serupa dengan Juanga. Untuk papal ini di pilih
orang-orang yang paling kuat untuk mengayuhnya.

Jalan dan pusat-pusat pelayaran

Pada tahun 1521, Sebastian del Cano berangkat dari Tidore dan tiba kembali di sevila.
Perjalanan yang dilakukannya telah membuka jalur laut yang baru, yaitu jalan yang
menghubungkan Indonesia (Maluku) dengan Eropa Barat. Dalam perjalanannya del Cano
berlayar dari Tidore ke Selatan, sesudah hampir sebentar di Timor, kapalnya dikembalikan kea
rah Barat Daya menyebrangi samudera Hindia ke ujung selatan afrika, lalu ke laut atlantik
sampai ke muara sungai Guadalquivir di Liberia Selatan. Dengan demikian, untuk pertama
kalinya dalam sejarah, rempah-rempah dari Maluku diangkut langsung dari tempat asalnya ke
Eropa.

Jalan yang kedua adalah jalan yang tercipta melalui Teluk Aden dan Laut Merah.
Kemudian dari kota Suez, jalan perdagangan harus melalui daratan hingga melewati Kairo dan
Iskandariah daerah jalan kedua ini berada di dalam kekuasaan raja-raja Mameluk. Tidak hany
kapal Arab, India dan Persia saja yang memainkan perannya, kapal-kapal Indonesia juga telah
ambil bagian dalam perdagangan tersebut. Buktinya pada jaman Sriwijaya para pedagang kita
sudah mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Cina dan pantai timur Afrika. Mengingat akan
pentingnya jalur perdagangan tersebut, orang Portugis pun segera berusaha menguasai jalur ini
dan dalam waktu yang singkat ia berhasil menduduki Goa (1510), Malaka (1511), dan Ormuz
(1515)

Pada abad ke-16, telah berkembang pula suatu jalur pelayaran baru antara Asia Tenggara
dan Amerika, khususnya antara Manila dan Acapulo di pantai barat Meksiko. Pelayaran lintas
pasifik ini dipelopori oleh beberapa ekspedisi Spanyol. Pelayaran orang-orang Nusantara
sendiri sudah ramai perkembangan pada waktu itu, prlayaran orang Makasar dan Bugis sudah
meliputi hampir seluruh perairan Nusantara.

Jalan pelayaran dalam negeri dapat di konstruksikan dari posisi kerajaan-kerajaan


pribumi dan wilayah ekspansinya. Kerajaan Islam local memainkan peranan yang sangat penting
dalam tardisi perdagangan di Nusantara. Pada zaman Tome Pires Banten masih menduduki
kedudukan kedua setelah sunda kelapa. Disini para pedagang-pedagang barat dan timur
berkumpul, seperti pedagang-pedagang dari Palembang dan Pariaman, dari Lawe dan
Tanjungpura (Kalimantan Selatan);berikut pula dari Malaka, Makasar, Jawa Timur dan Madura.
Pada tahun 1527, Banten sudah menduduki sunda kelapa sehingga perdagangan di wilayah ini
banyak di alihkan ke Banten.

2. Pola pelayaran dan perdagangan

Pemilik modal pelayaran dan perdagangan

Menurut Tome Pires, Raja-raja Pahang, Kampar, dan Indragiri mempunyai kantor dagang
di Malaka. Meskipun demikian peran mereka pada umumnya masif. rupanya raja-raja ini sendiri
tidak memiliki kapal. Namun, melalui perwakilannya di Malaka mereka memiliki saham dalam
kapal dan perahu yang berlayar di Malaka.para raja dan para pembesar yang tidak memiliki
kapal menginvestasikan sebagian hartanya dalam perdagangan dan pelayaran. Sedangkan
saudagar-saudagar di wilyah pesisir yang lain, seperti Sulatan memiliki hak penuh atas
perdagangan yang di jalankan lewat kepemilikan kapal dagangnya masing-masing.

Dari usaha perdagangan ini Sulatan dapat mengumpulkan harta yang besar. Dengan
penghasilan berdagang, dari bea cukai yang dipungut dari barang impor yang masuk dan
ditambah dengan pajak yang lainnya, maka kekayaan Sultan bertambah dengan semakin
ramainya kapal-kapal dan saudagar mengunjungi Bandar. Sultan Alauddin Syah dikatakan
memiliki harta yang di taksir sama dengan 140 kuintal emas (8824kg). adapun Mansyur Syah
menurut perkiraan Pires, memiliki 120 kwintal emas ditambah dengan sejumlah besar intan
berlian dan ratna-ratna mutu manikam.

Dalam pembahasan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pada abad ke-16 dan 17 M para
raja-raja Islam berperan aktif dalam Tradisi perdangangan Nusantara. Terlebih lagi kerajaan-
kerajaan Islam yang berada di pesisir. Beberapa faktor pendorong yang menunjang membuat
perekonomian kerjaan-kerajaan Islam di daerah pesisir lebih baik di bandingkan Negara agraris.
Pelaksanaan pelayaran dan perdagangan

Pada tahun 1527, Banten menduduki Sunda Kelapa, kota pelabuhan terpenting dari
kerajaan Pajajaran. Kemenangan Banten terhadap Sunda Kelapa membuat peningkatan dalam
segi Ekonomi. Banten berkembang menjadi pelabuhan yang ramai, terutama setelah Malaka di
duduki oleh Portugis. Sementara itu dalam hal perdagangan marritim tidak ada diferensiasi tegas
antara pelaksana perdagangan dan orang yang melaksanakan pelayaran, sebagaimana juga tidak
ada perbedaan antara pemilik kapal, nahkoda, dan pedagang. Besar kecilnya awak kapal
tergantung pada besar kecilnya kapal. Berkenaan dengan pelaksana perdagangan ada istilah-
istilah yang di gunakan seperti :

1. Saudagar , bisa jadi pemilik kapal dagang atau perwakilan yang diberikan tugas untuk
menjual barang dagangan yang dititipkan. Biasanya dijalankan atas dasara bagi-laba.
2. Awak kapal
3. Jrurumudi, orang yang bertanggung jawab atas kemudi
4. Jurubatu (kadang-kadang terdiri atas dua orang), bertanggung jawab atas jangkar dan
jangan sampai kapal menabrak karang.
5. Mualim, bertugas sebagai pemandu laut
6. Muda-muda, kadet kapal yang berlayar untuk mencari pengalaman
7. Kiwi, yakni pedagang yang tidak membantu dalam pelayaran, tetapi hanya ikut untuk
kepentingan dagang.
Kesimpulan
Pada bad ke-16 dan tujuh belas yang merupakan masa peralihan kerjaan Hindu ke Islam
terjadi suatu tarnformasi yang cukup signifikan dalam ilmu-ilmu pelayaran di Nusantara.
Perkembangan teknologi dan sitem pelayaran local pun sebenarnya tidak kalah dengan
perkembangan ilmu pelarayaran dan perdagangan modern yang di bawa oleh Eropa. Terbukti
dengan beberapa literature sejarah yang mengatakan bahwa para pelaut local memiliki
pemahaman tentang bagaimana perubahan cuaca dan angin di Nusantara yang di turunkan secara
turun-temurun. Oleh karena itu, banyak diantara kapal-kapal dagang Eropa yang mau tidak mau
menggunakan jasa para pelaut local yang mengerti sebagai petunjuk arah menuju tujuan
pelayaran mereka.

Begitupun jenis-jenis kapal yang dikembangkan oleh masyarakat local Nuasntara cukup
beragam, perahu lesung dan papan yang berneka ragam bentuknya berdasarkan wilayah-wilayah
tertentu. Merupakan suatu khajanah pengetahuan yang patut diperhitungkan. Tradisi pembuatan
kapal yang hamper dimiliki oleh setiam masyarakat local di kepulauan martitm menjadi
cerminan bahwa teknologi dan perlengkapan ilmu pelayaran semakin berkembang. Berkenaan
dengan jalur atau jalan yang dilalui dalam tradisi perdagangan laut peranan masyarakat local pun
tidak dapat dikesampingkan, karena pengetahuan alam mereka tentang laut dan arah cuaca dan
musim menjadi faktor kunci terbukanya jalur-jalur perdagangan yang ramai di Nusantara.

Pola pelayaran yang dilakukan oleh masyarkat maupun kerajaan terbagi menjadi dua,
bagi kapal yang berada di daerah agraris mungkin hanya bisa menyalurkan hasil pertaniannya
dan menginvestasikan kekayaannya di beberapa tempat yang menjadi pelabuhan perdagangan
laut. Bagian kedua adalah mesyarakat dan kerajaan-kerajaan yang berada di pesisir memiliki
keuntungan tersendiri dalam hal ekonomi. Mereka menjadi saudagar dan penguasa untuk
beberapa waktu yang lama, sehingga menegaskan asumsi kita bahwa kerajaan-kerajaan Silam
berbasis maritim baisanya lebih maju secara ekonomi di bandingkan kerajaan berbasis agraris.

Anda mungkin juga menyukai