Anda di halaman 1dari 24

MENRE’ BOLA BARU: SEBUAH UPACARA

TRADISIONAL ORANG BUGIS DI SOPPENG


MENRE BOLA BARU: A TRADITIONAL CEREMONY OF BUGINESE
COMMUNITY IN SOPPENG

Fatmawati P
Balai Pelestarian Nilai Budaya Makassar
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Alamat: Jalan Sultan Alauddin Tala Salapang Km. 7 Makassar 90211
Telepon (0411) 883748, 885119 Fax. (0411) 865166
Handphone: 085242824485
Diterima: 6 Agustus 2014; Direvisi: 4 Oktober 2014; Disetujui: 10 November 2014

ABSTRACT
The ceremony of menre bola baru is a ritual celebration of entering new home. This study is a
descriptive qualitative and the data collection techniques are in-depth interview, observation and
literature. The result study shows that the ceremony of menre bola baru is always done by the community
of Marioriawa and as a gratitude to to Almighty God. In addition, this ceremony also aims to obtain the
blessing, health and safety of the homeowner during living in his/her new home. The cultural values in this
ceremony is solidarity, reciprocity, and religious.

Keywords: Menre bola baru, ritual and cultural values

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan upacara menre bola baru di Marioriawa, Kabupaten Soppeng.
Upacara menre bola baru merupakan upacara syukuran memasuki rumah baru. Penelitian ini bersifat
deskriptif kualitatif dan teknik pengumpulan data, berupa: wawancara mendalam, pengamatan dan studi
pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upacara menre bola baru senantiasa dilakukan oleh masyarakat
Marioriawa dan merupakan rasa syukur mereka terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, upacara
tersebut bertujuan untuk memperoleh berkah, kesehatan dan keselamatan kepada si pemilik rumah selama
menempati rumah barunya. Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam upacara tersebut adalah solidaritas,
resiprositas, dan religius.

Kata kunci: Upacara menre bola baru, ritual dan nilai budaya

PENDAHULUAN adalah dalam upacara menre’ bola


Eksisnya suatu tradisi dalam masyarakat
karena kepercayaan terhadap nilai-nilai luhur
masa lampau dan pengaruh orientasi nilai waktu
lampau itu terhadap kehidupan sekarang. Nilai
dalam konteks ini merupakan konsepsi, eksplisit
atau implisit yang khas milik seseorang atau
suatu kelompok, tentang yang seharusnya
diinginkan. Nilai tersebut mempengaruhi pilihan
yang tersedia dari bentuk-bentuk, cara-cara dan
tujuan tindakan seseorang atau kelompok
(Marzali, 2002:14). Nilai budaya yang
diimplementasikan dalam tradisi, baik yang
menyangkut aspek normatif maupun praktik
ritual, tercermin pada masyarakat di Marioriawa
di Kabupaten Soppeng, salah satu diantaranya
1
baru (memasuki rumah baru) sebagai bentuk
rasa syukur kepada Pencipta. Artikel ini
bermaksud melihat upacara menre’ bola baru
sebagai ritual dilakukan saat pertama kali
memasuki rumah baru. Upacara ini merupakan
wujud dari budaya yang diwariskan secara
turun temurun.
Dalam upacara menre’ bola baru
berbagai macam makanan dan penganan
tradisional yang disajikan sebagai bentuk
tradisi pra Islam (Pelras, 2006:224). Orang-
orang Bugis di Soppeng memiliki tradisi
menghargai sesuatu hal yang baru, baik berupa
suasana yang baru maupun dalam bentuk
pemilikan barang baru. Sesuatu yang baru
tersebut selalu dirayakan sebagai bentuk rasa
syukur kepada Pencipta. Hasil penelitian
Ansaar (2011:195) yang menelaah tradisi
Mangara

2
Menre’ Bola Baru: Sebuah Upacara... Fatmawati
Banua di Toraja sebagai bagian dari rasa solidaristas. Nilai- nilai tersebut merupakan
syukur seluruh rumpun keluarga tongkonan warisan para leluhur
kepada Dewa atas rezeki yang telah diberikan
untuk membangun tongkonan (rumah adat),
serta atas perlindungannya selama pembangunan
tongkonan berlangsung. Pandangan ini
memperlihatkan bahwa tradisi syukur atas
kehadiran tongkonan di Toraja memiliki
keterkaitan dengan perlindungan dan
keselamatan dari Pencipta. Suatu pandangan
yang melekatkan hubungan manusia dengan
makrokosmos.
Bentuk rasa syukur i tu biasanya
dimanifestasikan dalam bentuk kegiatan ritual
yang di dalamnya mengandung nilai-nilai
kearifan lokal. Arah dan orientasi nilai itulah
yang menjadi konsep ideal yang menjadi
pendorong kuat bagi kehidupan masyarakatnya.
Menre’ bola baru, sebagai suatu pranata sosial
yang sampai saat ini dapat di tengah-tengah
masyarakat. Bilamana selesai mendirikan rumah
baru maka dilakukan upacara menre’ bola baru.
Menurut kepercayaan orang Bugis di Soppeng,
melakukan upacara menre’bola baru akan
banyak memberikan manfaat, baik untuk
keselamatan seluruh keluarga yang menempati
rumah tersebut maupun kelapangan rezeki bagi
pemiliknya. Selain itu, dapat menghindari
bahaya dan juga sebagai pertanda kesyukuran
dari apa yang telah diberikan oleh Sang Maha
Pencipta. Di samping itu pula, upacara menre’
bola baru dilakukan guna mencapai keserasian
hidup antara manusia dengan Tuhannya dan
antara manusia dengan dewa penguasa alam
sekitarnya.
Dalam penyelenggaraan upacara menre’
bola baru dilakukan dengan sangat hati-hati
untuk menghindari segala pantangan-pantangan
yang tabu dilakukan sehingga menyebabkan
kegagalan usaha penghuni rumah. Pemimpin
upacara selalu berusaha agar kekuatan-kekuatan
gaib tetap tenang dan selalu memberikan
kesejahteraan dan kebahagiaan bagi penghuni
rumah baru tersebut. Pada upacara menre’ bola
baru tersirat suatu pesan yang berhubungan erat
dengan falsafah hidup yang dapat dijadikan
sebagai acuan, karena di dalamnya terdapat
ajaran-ajaran moral, seperti nilai religious,
musyawarah, kegotongroyongan, dan nilai
3
WALASUJI Volume 5, No. 2, Desember 2014: 367—
yang perlu dilestarikan dan dijadikan sebagai belakang budaya masyarakat yang
landasan dalam bertingkah laku. Begitu banyak bersangkutan, pengalaman, pemahaman di
nilai-nilai budaya yang terkandung dalam
upacara menre’ bola baru, sehingga perlu
dilakukan penelitian guna memperkenalkan
nilai-nilai tersebut kepada masyarakat luas dan
khususnya para generasi muda.
Argumentasi di atas memperlihatkan
bahwa landasan nilai-nilai dalam upacara
menre’ bola baru menjadi sarana dalam
penataan kehidupan masyarakat, seperti
solidaritas, gotong royong, dan moralitas. Oleh
karena itu, penelitian ini mengambil fokus
upacara menre’ bola baru di Marioriawa,
Kabupaten Soppeng. Ada dua pokok persoalan
yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu:
pertama, bagaimana proses jalannya upacara
menre’bola baru di Marioriawa Kabupaten
Soppeng? Kedua, nilai-nilai apa saja yang
terkandung dalam upacara menre’bola baru di
Marioriawa Kabupaten Soppeng.
Upacara menre’ bola baru sebagai bagian
dari ritual dan merupakan gejala religi yang
dapat diamati. Emile Durkheim (1964)
memandang bahwa gejala tindakan religi
ditandai oleh dua hal, yaitu kepercayaan dan
ritus. Kepercayaan ditunjukkan dalam bentuk
pandangan dan dapat dicapai lewat
penggambaran-penggambaran, sedangkan ritus
lebih berbentuk modus-modus tindakan tertentu
(Koentjaraningrat, 1989:147). Upacara menre’
bola baru dalam konteks ini dapat dilihat
dari bentuk simbolik dari kehidupan manusia
dan melalui upacara tersebut dapat diketahui
makna simbolik upacara itu sendiri dan benda-
benda serta lambang-lambang yang
dipergunakan dalam upacara. Di dalam upacara
sudah tercakup semua komponen yang
mengikutinya. Manusia menciptakan cara
berfikir simbolik dengan mencari makna dalam
setiap kejadian yang dialami maupun yang
dilihatnya. Digunakannya simbol dalam setiap
kejadian, menimbulkan rangsangan pemikiran.
Sementara dalam sistem upacara tersebut saling
terkait dengan simbol-simbol yang ditampilkan
dalam rangkaian upacara, yang tumbuh dari
hasil interaksi manusia dengan lingkungan, baik
alam maupun sosial dan digunakan dalam
menginterpretasi kehidupan manurut latar

4
Menre’ Bola Baru: Sebuah Upacara... Fatmawati
samping intelektual yang dimiliki oleh masyarakat satu. Mengenai simbol dan simbolisasi terdapat
yang bersangkutan. dua macam pemikiran yakni ada yang
Pelaksanaan upacara merupakan suatu menganggap
kegiatan yang dilakukan dengan maksud dan
tujuan tertentu. Untuk mencapai maksud dan
tujuan tersebut, maka ditampilkanlah simbol-
simbol dalam upacara. Simbol-simbol
merupakan lambang atau tanda yang
mengandung suatu makna yang dianggap dapat
mewakili suatu pengertian tertentu, namun
pengertian itu hanya dapat dimengerti oleh
pendukung kebudayaan tersebut. Simbol-simbol
yang terdapat pada suatu upacara biasanya
berupa ungkapan-ungkapan tertentu sebagai ide-
ide yang terkandung pada setiap paham atau
ajaran, dan benda atau materi yakni peralatan
yang digunakan dalam upacara.
Adanya kepercayaan tentang hal-hal
yang gaib dan sulitnya bagi masyarakat untuk
mengekspresikan hal-hal tersebut, karena berada
dalam pemikiran-pemikiran dan jiwa para
individu yang sifatnya abstrak, maka untuk
mewujudkan dalam kenyataan kehidupannya
hanyalah secara simbolik, melalui bentuk
pemujaan. Dengan melalui bentuk-bentuk
simbol atau lambang tersebut, mereka
menghidupkan benda-benda dan menghadirkan
mahluk-mahluk halus melalui rangkaian
pelaksanaan upacara. Maksud benda- benda
tersebut dimaknai sebagai sesuatu yang hidup
dan sangat berarti dalam kehidupan sehari-hari
bagi masyarakat pendukungnya (Meriati, 2001).
Sedangkan Hiviland (1999:207) menjelaskan
bahwa upacara merupakan sarana untuk
menghubungkan antara manusia dengan hal-hal
keramat yang diwujudkan dalam praktik (in
action).
Unsur penting yang merupakan bagian
integral dari agama adalah simbol, di mana
melalui simbol yang sarat makna secara
antropologis menjadi media komunikasi dalam
berbagai aspek kehidupan. Menurut Daeng
(2000:82) bahwa simbol secara etimologi
diadopsi dari kata Yunani ”sumballo”
(sumballein) yang memiliki beberapa arti yakni
berwawancara, merenungkan,
memperbandingkan, bertemu, melemparkan
menjadi satu, menyatukan. Bentuk simbol
adalah penyatuan dua hal yang luluh menjadi

36
WALASUJI Volume 5, No. 2, Desember 2014: 367—
simbol sebagai suatu yang imanen (dimensi nilai dan etika.
horisontal saja) dan ada yang menganggap
simbol itu transenden dan dialog dengan yang
lain. Karena itu, menurutnya simbol tidak saja
berdimensi horisontal-imanen, melainkan
bermatra transenden serta bermatra metafisika.
Pelaksanaan upacara menre’bola baru
yang dilakukan oleh orang-orang Bugis di
Soppeng tidak saja dijadikan sebagai
komunikasi simbolik antara manusia dengan
manusia, manusia dengan alam lingkungannya,
melainkan juga sebagai hubungan komunikasi
simbolik melalui kegiatan upacara. Dengan
komunikasi simbolik melalui upacara para
arwah nenek moyang diharapkan berkenaan
memberikan berkah dan keselamatan bagi anak
cucunya. Menurut Koentjaraningrat,
(1990:252-253) upacara yang bertujuan untuk
mencari hubungan dengan dunia gaib yang
sering juga disebut upacara keagamaan
(religious ceremones). Dalam setiap upacara
keagamaan dapat dibagi dalam empat
komponen, yaitu; (1) tempat upacara, (2) saat
upacara, (3) benda-benda upacara, (4) orang-
orang yang melakukan dan memimpin upacara.
Dalam pelaksanaan upacara dihadirkan
berbagai macam simbol, di mana simbol-
simbol itu mampu memberi makna tentang
pandangan dan etos masyarakat, yang sesuai
dengan tujuan dan arti dibalik rangkaian
upacara yang dimaksud. Artinya simbol-simbol
dalam upacara sudah mempunyai makna sesuai
dengan maksud pelaksanaan upacara, tanpa
harus dikomunikasikan secara verbal, namun
cukup hanya dengan menampilkan simbol-
simbol, maka para pendukung kebudayaan
sudah paham akan simbol yang ditampilkan
dalam upacara tersebut (Greetz, 1992:32).
Dalam upacara menre’ bola baru
mengandung nilai-nilai yang memberi makna
bagi masyarakat. Menurut Steeman (dalam
Adisusilo, 2012:56) nilai adalah sesuatu yang
memberi makna pada hidup, yang memberi
acuan, titik tolak dan tujuan hidup. Nilai adalah
sesuatu yang dijunjung tinggi, yang dapat
mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang.
Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai
selalu menyangkut pola pikir dan tindakan,
sehingga ada hubungan yang amat erat antara

37
Menre’ Bola Baru: Sebuah Upacara... Fatmawati
Jadi niilai-nilai budaya merupakan nilai- informan yang telah dipilih secara
nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu
masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan
masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan,
kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan
karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu
dan lainnya sebagai acuan prilaku dan
tanggapan atas apa yang akan terjadi atau
sedang terjadi.
Nilai-nilai budaya akan tampak pada
simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau
sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto
suatu lingkungan atau organisasi.Ada tiga hal
yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu:
(1) Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya
yang kelihatan kasat mata (jelas), (2) Sikap,
tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat
slogan, moto tersebut, (3) Kepercayaan yang
tertanam (believe system) yang mengakar dan
menjadi kerangka acuan dalam bertindak dan
berperilaku (tidak terlihat)

METODE
Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka
metode penelitian diarahkan pada pendekatan
etnografi. Dalam penelitian etnografi
dibutuhkan cara-cara kerja aktif dalam
masyarakat (Bungin, 2012:189). Posisi peneliti
merupakan instrumen penting di dalam
penelitian ini, sebab peneliti bukan sepenuhnya
outsider melainkan terlibat secara aktif di dalam
kerja-kerja upacara menre’ bola baru. Peneliti
terlibat di dalam aktivitas yang diamati. Oleh
karena penelitian ini ingin melihat praktik atau
tindakan yang konkrit dalam upacara menre’
bola baru, maka penelitian ini harus dilakukan
dengan fieldwork di beberapa rumah yang ada di
Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng.
Untuk memperoleh data yang berkaitan
dengan fokus penelitian ini digunakan beberapa
cara yakni: studi pustaka, wawancara
mendalam, observasi. Untuk melengkapi data
primer dilakukan tinjauan pustaka dengan
membaca buku-buku, jurnal, artikel dan
makalah yang relevan dengan upacara
tradisonal, khususnya yang berkaitan dengan
upacara menre’ bola baru. Wawancara
dilakukan secara intensif terhadap para

37
WALASUJI Volume 5, No. 2, Desember 2014: 367—
purposive sampling, terutama kepada dukun menentukan hari yang dianggap baik untuk
sebagai pelaksana upacara dan tahu persis memasuki sebuah
tentang upacara menre’ bola baru. Selain itu
juga wawancara kepada pemilik rumah yang
pernah melakukan upacara dan mempunyai
wawasan yang luas yang berkaitan dengan
upacara menre’ bola baru. Wawancara
dilakukan secara rileks dan informal. Adapun
data yang diperoleh melalui observasi adalah
tempat pelaksanaan upacara, jalannya upacara
dan alat-alat yang digunakan dalam upacara.
Data yang diperoleh dari wawancara,
observasi dan dokumentasi dianalisis secara
kualitatif. Analisis data terdiri dari 3 alur
kegiatan secara bersamaan, yakni reduksi data,
menyederhanakan data yang diperoleh dengan
mengklasifikasi, penyajian data dengan
membuat abstraksi dengan menghubungkan
dengan teori yang ada dan penarikan
kesimpulan.
Proses analisis dimulai sejak awal
penelitian hingga akhir penulisan. Berkaitan
dengan penelitian tersebut maka tahap yang
ditempuh adalah dengan menalaah seluruh
data yang diperoleh, kemudian diklarifikasikan
berdasarkan kategori-kategori yang kemudian
mencari hubungan dengan kategori lain agar
tergambar proses upacara menre’ bola baru
yang dihubungkan dengan sistem nilai budaya
orang Bugis yang mempengaruhi pelaksanaan
upacara tersebut, dan pengaruh menre’bola
baru terhadap kondisi sosial masyarakat.

PEMBAHASAN
Upacara Menre’ Bola Baru
Menre’ bola baru (naik rumah baru)
adalah nama upacara adat yang dilaksanakan oleh
sebagian masyarakat di Kecamatan Marioriawa
Kabupaten Soppeng dalam rangka memasuki
rumah baru. Upacara menre’ bola baru
dilaksanakan dengan tujuan agar rumah tersebut
mendapat keselamatan beserta semua
penghuninya. Selain itu upacara menre’ bola
baru merupakan pemberitahuan kepada sanak
keluarga dan para tetangga, bahwa rumah
tersebut telah selesai dibangun.
Diawali dengan persiapan-persiapan dan
bahan-bahan kelengkapan termasuk

37
Menre’ Bola Baru: Sebuah Upacara... Fatmawati
rumah baru. Sebelum ditentukan hari pihak keluarga terdekat untuk memberikan
pelaksanaan upacara menre’ bola baru, maka bantuan, baik itu bantuan berupa bahan makanan,
terlebih dulu diadakan musyawarah dengan seperti beras, kelapa, sayur-sayuran. Biasanya
kerabat. Kemudian menghubungi keluarga atau
dukun (orang pintar) yang dianggap mengetahui
tentang perhitungan hari baik sesuai dengan
kepercayaan orang-orang Bugis di Soppeng.
Karena tidak sembarang hari, harus
menentukan dulu hari yang dianggap baik.
Setelah penentuan hari, maka dilakukanlah
persiapan pelaksanaan upacara menre’ bola
baru, agar pelaksnanaan upacara dapat berjalan
dengan lancar dan pemilik rumah pun yang akan
menempati rumahnya merasa betah tinggal di
dalamnya.
Adapun waktu yang dianggap baik
menurut orang-orang Bugis di Soppeng untuk
melakukan upacara menre’ bola baru adalah
sebagai berikut:
- Wettu tuo (waktu hidup)
Wettu tuo adalah waktu yang dianggap
baik untuk melaksanakan upacara menre’
bola baru, karena waktu ini bernilai
hidup. Kepercayaan masyarakat setempat,
apabila upacara menre bola baru
dilakukan pada waktu tersebut, maka
penghuni rumah tidak terlalu mengalami
gangguan kesehatan atau tidak mengalami
berbagai hambatan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
- Wettu Mallisek (waktu berisi)
Wettu mallisek juga dianggap sangat baik,
untuk melakuklan upacara menre’ bola
baru, bilamana rumah tersebut ditempati
untuk mencari rezeki, misalnya berjualan,
maka akan menghasilkan keuntungan.
Menurut masyarakat setempat wettu
mallissek inilah sering dipilih sebagai
waktu untuk melakukan penagihan,
peminangan, pelamaran pekerjaan.
Kedua waktu tersebut di atas adalah
waktu yang dianggap baik untuk melaksanakan
upacara menre’ bola baru. Upacara tersebut
dilaksanakan pada pagi hari, saat matahari mulai
meninggi, yaitu sekitar pukul 10.00 pagi. Waktu
tersebut dianggap dapat mendatangkan rezeki
yang berlimpah.
Dalam musyawarah kesanggupan beberapa

37
WALASUJI Volume 5, No. 2, Desember 2014: 367—
keluarga yang kurang mampu hanya bisa e. Para tetangga terdekat
membantu tenaga saya seperti mengupas sabut Tetangga dan keluarga terdekat adalah
kelapa dan tempurungnya, mengangkat kayu salah satu unsur pendukung dalam rangka
bakar (pembagian kerja sesuai jenis kelamin).
Hal ini sangat direspon oleh setiap keluarga yang
hadir pada acara musyawarah tersebut
(Wawancara dengan I Nemma dari Kampung
Baru Desa Panincong Kec. Marioriawa).
Selanjutnya, selaku tuan rumah
memberitahu pihak keluarga secara lisan
dengan mendatangi langsung dari rumah ke
rumah mangolli riale (memanggil secara
pribadi) dan menyampaikan maksud dan tujuan
mereka.
Tiga hari sebelum pelaksanaan upacara
menre’ bola baru, disiapkanlah perlengkapan
alat-alat upacara, seperti pattapi, pakkerri saji
atau semua alat-alat yang dianggap tidak rusak
pada saat tiba pelaksanaan upacara. Berbeda
halnya dengan makanan berupa kue-kue
tradisional, barulah disiapkan sehari sebelum
pelaksanaan upacara menre’ bola baru agar
makanan tersebut tidak rusak ketika
pelaksanaan upacara telah tiba. Pada hari “H”
upacara menre’ bola baru dilakukan di tengah
rumah (possi bola) yang baru selesai di
bangun. Posisinya ditentukan oleh dukun
rumah (sandro bola) selaku pemimpin
upacara. Tiang rumah yang berada di tengah
(possi bola) dibungkus dengan kain putih oleh
dukun rumah sebagai tanda, bahwa di tiang
itulah menjadi pusat ritual dan di tempat itulah
(possi
bola) semua peralatan upacara diletakkan.
Adapun orang-orang yang terlibat dalam
pelaksanaan upacara menre’ bola baru adalah
sebagai berikut:
a. Pemilik rumah, yaitu orang yang
memiliki dan yang akan menempati
rumah baru.
b. Sanro Bola atau dukun rumah adalah
orang yang mempunyai pengetahuan
yang luas dan mendalam mengenai
seluk-beluk keadaan rumah mulai saat
rumah akan didirikan sampai rumah
tersebut selesai
c. Orang tua pemilik rumah apabila masih
hidup
d. Keluarga dekat tuan rumah
37
Menre’ Bola Baru: Sebuah Upacara... Fatmawati
penyelenggaraan upacara naik rumah baru, Semua tiang yang berada di dalam rumah,
yang banyak memberikan bantuan, baik bantuan kecuali tiang tengah (possi bola) diberi
tenaga maupun bantuan berupa materi. gantungan pisang kepok (otti manurung).
Beberapa peralatan yang digunakan pada saat Pisang yang ada pada masing-masing tiang
upacara menre’ bola baru berlangsung. Peralatan sengaja dipersiapkan untuk para tamu yang
tersebut disimpan di beberapa tempat, yakni ada datang, sebab biasanya tamu yang datang
yang digantung dan ada yang ditelakkan di berkunjung mengharapkan pisang, sementara
lantai, antara lain: pisang yang disimpan di possi bola lebih dahulu
1. Kaluku Mattunrung (kelapa bertandan) habis, maka pisang yang digantung di masing-
sebanyak satu tandan. Kelapa tersebut masing tiang rumah tersebutlah yang diberikan
mempunyai makna agar penghuni rumah kepada tamu yang datang.
baru saat menempati rumahnya selalu Selain bahan atau alat upacara yang di
nyaman berada di dalamnnya seperti rasanya gantung di tiang, ada pula peralatan upacara
kelapa. Kelapa juga disimbolkan sebagai yang tidak di gantung, namun disimpan di lantai
umur panjang dan ketinggian martabat rumah atau tanpa digantung, yakni sebagai
sesuai dengan sifat kelapa yang sangat berikut:
khas. Pohon kelapa umumnya berdiri tegak 1. Pabberesseng ‘tempat beras’, yakni
di atas bumi, namun pucuknya menjulang harus diisi sampai penuh, sebab menurut
tinggi ke angkasa. Pohon kelapa rata-rata kepercayaan masyarakat setempat, beras
berukuran panjang. Selain itu, buah kelapa merupakan makanan pokok, sehingga
yang masih muda mengandung air yang harus selalu ada. Oleh karena itu, sejak
terasa manis dan dapat menghilangkan pertama kali menghuni rumah baru,
dahaga, buah kelapa yang sudah tua harus ada pabberesseng (tempat beras)
mengandung banyak santan, yang dapat agar pemilik rumah tidak pernah merasa
diolah menjadi minyak goreng. kekurangan makanan.
2. Panasa Mattunrung (nangka bertandan). 2. Bempa ‘tempat air’ yaitu air di bempa
Buah tersebut bermakna keinginan atau harus selalu penuh, sebab beras dan air
cita-cita penghuni rumah akan selalu adalah satu hal yang tidak dapat
dikabulkkan atau terlaksana. Hal ini dipisahkan. Menurut masyarakat setempat,
sering juga disebut sebagai ku engka beras tidak dapat dimasak tanpa ada air,
Muamminasai jajiwi. begitu pula sebaliknya, jika seseorang
3. Otti Panasa Mattunrung (pisang raja sudah makan pasti membutuhkan air
bertandan), memiliki makna sama dengan minum.
nangka bertandan, yakni segala keinginan 3. Bedda Panini ‘bedak basah’, bermakna
penghuni rumah itu akan terkabul. supaya rumah yang akan ditempati selalu
4. Golla Cella (gula merah), bermakna seisi dalam keadaan dingin atau sejuk. Bedak
rumah itu akan dimudahkan rezekinya dan tersebut biasanya dioleskan di setiap tiang
segala urusannya (malomo dale). rumah, kemudian para tamu yang datang
5. Alosi (pinang), bermakna rezeki penghuni kadangkala memakai bedak tersebut.
rumah akan selalu bertambah (de’ gaga Menurut kepercayaan masyarakat setempat
pajana tattamba dallena). bedak tersebut dijadikan sebagai obat
Semua peralatan upacara tersebut di atas sakit kepala.
kecuali pinang, apabila sudah sampai 3 (tiga) 4. Lawo atau labu kuning, bermakna labu itu
hari 3 (tiga) malam, maka buah-buahan tersebut tidak pernah tenggelam dan selalu muncul
dimasak di dalam satu panci menjadi bubur di permukaan. Apabila labu itu di tanam
kemudian dibacakan doa keselamatan. Semua di kaki gunung ia bisa menjalar sampai ke
peralatan atau bahan-bahan upacara tersebut atas gunung. Menurut kepercayaan
di atas digantung di tiang tengah (possi bola). masyarakat setempat labu selalu berada di

37
WALASUJI Volume 5, No. 2, Desember 2014: 367—
atas atau berada di permukaan dan tidak
pernah tenggelam, sehingga penghuni
rumah baru diibaratkan kelak bisa
bersifat seperti labu.

37
Menre’ Bola Baru: Sebuah Upacara... Fatmawati
Bahan-bahan yang ditampilkan saat 5. Lapis
upacara menre’ bola baru cukup bervariasi, Kue ini bentuknya berlapis-lapis, terbuat
selain bahan mentah juga ada bahan yang telah dari bahan tepung beras biasa, bisa juga
diolah, yaitu berupa penganan atau kue dari tepung terigu dicampurkan gula pasir
tradsional masyarakat setempat. Adapun bahan- atau gula merah dan santan. Setiap lapisan
bahan yang dimaksud adalah sebagai berikut diberi warna yang berbeda-beda. Kue
1. Jompo-jompo lapis bermakna si penghuni rumah akan
Jompo-jompo adalah kue yang apabila memperoleh rezeki yang berlapis-lapis
digoreng dalam wajang kue tersebut atau bersusun.
selalu mengapung dan mengembang ke 6. Apang
atas. Kue ini terbuat dari bahan tepung Kue ini terbuat dari tepung beras biasa
beras biasa yang dicampur dengan gula atau tepung terigu dicampur dengan gula
merah ditambah air secukupnya. merah dan air secukupnya serta diberi
2. Onde-onde pengembang. Kue tersebut setelah masak
Onde-onde adalah kue tradisional yang akan mengembang. Kue apang bermakna
bentuknya bulat, tengahnya diisi gula rezeki yang dimiliki oleh penghuni rumah
merah, bagian luarnya diberi kelapa tersebut setiap saat akan bertambah atau
parut. Proses pembuatan kue tersebut usahanya terus berkembang.
adalah tepung beras ketan dicampur air 7. Lana-lana
kemudian dibuat bulatan-bulatan, setelah Kue ini terbuat dari tepung beras ketan
itu dimasak dalam air mendidih hingga dicampur kelapa, gula merah, dan air
terapung. Setelah masak diangkat lalu hangat secukupnya, lalu diremas-remas
diluarnya di beri kelapa parut. Makna dari dan dibentuk bulat panjang. Kue tersebut
kue onde- onde agar penghuni rumah baru tanpa dimasak sudah dapat dikonsumsi.
selalu muncul atau selalu berhasil dalam Kue lana-lana bermakna penghuni rumah
usahanya dan rezekinya terus bertambah. tidak akan pernah merasa kekurangan
3. Nennu-nennu dalam menjalani kehidupan.
Kue tradisional ini terbuat dari bahan 8. Sokko dan Palopo
tepung beras dan dicampur dengan gula Sokko adalah nasi yang terbuat dari beras
merah dan air secukupnya lalu diremas ketan, sedangkan palopo adalah gula
sampai halus. Kue ini apabila digoreng merah yang dicampur dengan santan dan
dalam sebuah wajan harus memakai alat telur. Sokko dan palopo ini adalah
seperti tapisan santan. Kue tersebut biasa makanan yang berpasangan.
disebut kue benang- benang, karena 9. Sokko empat warna
bentuknya seperti benang. Kue ini Sokko empat warna adalah nasi ketan
bermakna agar pemilik rumah selalu diberi empat warna yaitu, hitam melambangkan
rezeki yang mengalir seperti sungai tanpa tanah, putih melambangkan air, kuning
henti (mannennungengngi dallena). melambangkan angin, merah
4. Sawella melambangkan api.
Kue ini terbuat dari tepung beras ketan Benda-benda upacara menre’ bola baru
dicampur dengan air, lalu adonan tersebut biasa dikatakan lengkap apabila ada addupa-
dibentuk bulat panjang lalu digoreng. dupang (perdupaan). Addupa-dupang terbuat
Setelah semuanya digoreng, di masukkan dari tanah liat dan didalamnya terdiri atas; dupa,
ke karamel gula merah, setelah arang atau sabuk kelapa untuk membakar dupa.
permukaan kue rata dengan gula merah, Ada beberapa peralatan yang perlu
kue tersebut diangkat. Kue ini bermakna dibawa oleh tuan rumah pada saat pelaksanaan
rezeki pemilik rumah selalu bertambah upacara menre’ bola baru. Adapun
(sawella atau mawella). peralatan yang

37
WALASUJI Volume 5, No. 2, Desember 2014: 367—
dimaksud adalah: tenang, dan tempat
- Pattapi (tampi)
Menurut kepercayaan masyarakat setempat
pattapi merupakan inti dari peralatan
upacara, sebab alat tersebut digunakan
untuk membersihkan beras atau berfungsi
untuk membuang ampas dan mengambil
isi yang baik. Hal ini dimaknai bahwa, apa
saja sebelum masuk ke rumah terlebih
dahulu dibersihkan, tidak dibenarkan
membawa barang yang masih mempunyai
ampas atau kotoran ke dalam rumah.
- Saji dan sanru (sendok nasi yang terbuat
dari kayu)
Saji adalah alat yang dipakai untuk
mengambil nasi dari panci, sedangkan
sanru adalah alat untuk mengambil sayur.
Kedua alat tersebut mempunyai fungsi
yang sama dan juga mempunyai makna
yang sama, yakni dimaknai, bahwa orang
yang menempati rumah baru tersebut
selalu mendapat rezeki (nasaji dalleE)
- Ase Mabbesse
Ase mabbesse adalah padi yang masih
berada dalam tangkai
- Barelle Makkoli (jagung yang masih ada
kulitnya)
Jagung merupakan pengganti makanan
pokok jika tidak ada beras.
- Darah ayam
Darah ayam yang telah disembelih
dijadikan sebagai persembahan kepada
penjaga rumah (pangonrang bola) untuk
menghindari korban di dalam rumah.
- Pakkerri
Sebelum upacara dimulai, terlebih dahulu
sanro (dukun) dan orang tua kedua belah
pihak (suami istri) dari pemilik rumah
naik ke atas rumah, sedangkan pemilik
rumah masih berada di bawah, tepatnya
di depan tangga sambil menunggu
panggilan dari sanro bola. Setelah tiba
waktu yang telah ditentukan, maka sanro
atau dukun memanggil pemilik rumah
(suami/isteri) dengan menyatakan, bahwa
“enrenomai ku araddekemmu onrong
asalama- salamakemmu” artinya
naiklah kamu ke tempatmu yang

37
Menre’ Bola Baru: Sebuah Upacara... Fatmawati
keselamatanmu, sambil menaburi beras boleh meninggalkan rumah selama 40 hari 40
kepada kedua tuan rumah. Setelah tuan malam, karena apabila istri atau
rumah sampai di atas rumah, barang
bawaannya berupa pattapi dan pakkeri,
dibuang turun melalui tangga sambil
mengucapkan “engka manenni maja’e
kuro” artinya semua yang tidak baik
sudah dibuang melalui peralatan tersebut.
Sedangkan peralatan lainnya dibawa ke
possi bola, yaitu tempat pelaksanaan
upacara.
Pada saat naik ke atas rumah baru,
pemilik rumah ditemani oleh beberapa anggota
keluarga, dan di antara anggota keluarga
tersebut ada yang membawa peralatan berupa
wajan, air, telur ayam kampung, dan daun sirih.
Setelah tiba di dalam rumah, pemilik rumah
langsung menuju ke possi bola (pusat rumah),
sementara yang lainnya sambil berjalan
memercikkan air di dinding rumah dengan
memakai daun sirih. Maksud kegiatan itu
adalah mengusir roh-roh jahat agar pergi jauh
dari rumah baru itu. Ada pula yang membawa
bedak dingin berkeliling di dalam rumah
sambil mengoleskan bedak dingin pada setiap
tiang rumah. Maksud kegiatan tersebut agar
situasi di dalam rumah selalu dalam keadaan
dingin atau orang yang berada dalam rumah
selalu merasa nyaman. Kue yang telah
dipersiapkan di possi bola dibacakan doa
keselamatan oleh dukun. Kemudian 5 (lima)
tiang yang ada di dalam rumah, yaitu 1 (satu)
tiang possi bola dan 4 (empat) tiang ditiap
sudut rumah diadzani pada waktu magrib
selama tiga hari berturut-turut.
Menurut kepercayaan masyarakat
setempat, dalam pelaksanaan upacara
menre’bola baru atau naik rumah baru, isteri
atau perempuan dianggap sebagai syarat untuk
melaksanakan upacara tersebut, sebab
perempuan dianggap sebagai pabberesseng
atau tempat menyimpan makanan pokok. Isteri
dianggap sebagai tempat menyimpan rezeki
yang masuk di dalam rumah, baik rezeki dari
suami maupun dari orang lain. Dengan
demikian, istri harus hadir pada saat
pelaksanaan upacara menre’bola baru. Begitu
pentingnya istri bagi masyarakat setempat,
sehingga setelah selesai upacara isteri tidak

37
WALASUJI Volume 5, No. 2, Desember 2014: 367—
perempuan meninggalkan rumah, maka dianggap tangga rumah dengan
tempat beras (pabberesseng) telah
meninggalkan rumah, berarti rezeki akan pergi.
Kasus-kasus Pelaksanaan Upacara Menre’
Bola Baru
a. Upacara Menre’ Bola Baru oleh La Mide
La Mide adalah salah seorang pria paruh
baya yang tinggal di salah satu daerah yang
dikenal dengan nama kampung Baru desa
Panincong kecamatan Marioriawa kabupaten
Soppeng. Pelaksanaan upacara menre’ bola
baru mengambil tempat di rumah panggungnya
(bola ogi) di kampung Baru, dimana waktu
pelaksanaan upacara tepat pada jam 05.00 subuh.
(menghadapi naiknya matahari). Waktu ini
diambil dari hasil kesepakatan keluarganya
dengan melibatkan seorang sanro (dukun).
Nampak yang hadir pada waktu itu hanya
beberapa orang saja dari keluarga terdekatnya,
tetangga terdekat, dan termasuk seorang sanro
bola yang akan memimpin acara ritual menre’
bola baru. Di atas rumah sudah nampak terlihat
beberapa perlengkapan upacara, seperti bahan
makanan berupa songkolo (sokko) teridiri dari 4
macam yang masing-masing berwarna putih,
hitam, kuning, dan merah juga tersedia nasu
lekku (ayam yang dimasak dengan kelapa dan
lengkuas yang sudah ditumbuk), juga tersedia 1
baki kue-kue bugis yang terdiri dari 7 piring dan
setiap piring berisi kue 7 biji. Selain bahan
makan nampak juga perlengkapan lainnya, yang
tinggal dekat tiang pusat rumah, seperti dupa, l
biji labu, dan 1 baki kecil yang berisi air minum
2 gelas (1 gelas sudah dimasak dan 1 gelas
belum dimasak), dan 1 buah cuci tangan.
Pada waktu jam menunjukkan pukul
05.00 tepat, tibalah saatnya pelaksanaan acara
dimulai dimana sanro (dukun) yang akan
memimpin jalannya upacara sudah naik ke atas
rumah sementara pemilik rumah sudah berada
di bawa dekat tangga rumah. Kini saatnya
seorang dukun memanggil pemilik rumah untuk
naik ke atas rumah dengan membawa peralatan
upacara seperti: pattapi (tampi), pakkeri (parut
kelapa), saji (sendok nasi), sanru (sendok
sayur). Setelah sampai di atas rumah, dukun
mengambil semua peralatan upacara tadi, lalu
tampi dan pakkeri dibuang turun melalui

38
Menre’ Bola Baru: Sebuah Upacara... Fatmawati
mengucapkan engka manenni maja’e ubueng sebagai pemimpin upacara menre’ bola baru.
(semua yang tidak baik saya sudah buang). Pengamatan kami di lapangan dengan mengikuti
Sesuai dengan fungsinya tampi itu upacara yang dilaksanakan oleh La Sade, pada
membersihkan beras dari ampasnya, begitu
pula pakkeri (nakeri manenni maja’e). Adapun
makna dari membuang peralatan tadi agar anak
tidak mudah jatuh dari tangga atau siapa saja
yang naik di rumah itu (wawancara dengan La
Mide).
Dari pengamatan penulis apa yang
dilakukan oleh La Mide dalam hal naik rumah
baru pada dasarnya sudah merupakan acara
inti dan pelaksanaannya sudah dirangkaikan
dengan maccera bola, dengan memotong 2
ekor ayam, 1 ayam jantan dan 1 ayam betina.
Salah satu rangkaian acara menre’ bola baru
yang belum dilaksanakan oleh La Mide yaitu
mengadakan acara syukuran atau makan
bersama yang dilaksanakan beberapa bulan
kemudian dengan memanggil keluarga,
tetangga terdekat, dan handai taulan.
Pelaksanaan acara ini dapat dilaksanakan atas
dasar kemampuan seseorang.
Menurut H. Tola, sebagian besar orang
yang naik rumah baru di daerah ini, sekaligus
sudah dirangkaikan dengan acara maccera
bola. Hal ini didasari pendapat sebagian
masyarakat bahwa apabila seseorang naik
rumah baru lalu kemudian tidak dirangkaikan
dengan maccera bola dengan meyembelih
hewan, baik itu ayam, kambing, dan kerbau
sesuai dengan kemampuan masing-masing,
maka orang tersebut tidak bisa sama sekali
menyembelih hewan, baik pada waktu
mengadakan acara di rumahnya, pada waktu
lebaran begitu pula pada hari raya qurban
b. Upacara Menre’ Bola Baru oleh La Sade
Dia mengadakan upacara menre’ bola
baru tepat jam 12.00 siang (pas naiknya
matahari), sehari setelah upacara menre’ bola
baru, diadakan barazanji oleh pelaksana
barazanji yang dibawakan oleh jamaah masjid.
Pelaksanaan upaca menre’ bola baru
dilaksanakan di rumahnya sendiri dengan
dihadiri anggota keluarga jauh dan keluarga
yang terdekat, tetangga terdekat, handai tolan,
dan sanro bola yang sudah ditunjuk oleh pihak
keluarga dalam hal ini H. Tola sekaligus

38
WALASUJI Volume 5, No. 2, Desember 2014: 367—
dasarrnya sama dengan apa yang dilaksanakan pelakasanaannya sangat sederhana dengan diawali
oleh keluarga La Mide, khususnya mengenai pemotongan 2 ekor ayam, 1ekor ayam jantan dan
prosesi jalannya upacara menre’ bola baru dan
perlengkapan-perlengkapan upacaranya.
Apa yang dilaksanakan oleh keluarga La
Sade mencerminkan bahwa dia mempunyai
kemampuan dari segi keuangan. Hal ini terlihat
ketika pelaksanaan menre’ bola baru yang
dilaksanakannya sekaligus dirangkaikan maccera
bola dengan menyembelih hewan berupa satu
ekor kambing sebagai acara syukuran atau
makan bersama, kendatipun dia juga tetap
meyembelih
2 ekor ayam, 1 jantan dan 1 betina, ke dua ekor
ayam ini sebagai syarat mutlak untuk dipakai
sebagai sesajian.
Acara syukuran adalah salah satu
rangkaian acara menre’ bola baru, dalam acara
ini orang- orang yang diundang akan membawa
sesuatu untuk diberikan kepada pelaksana acara
atau tuan rumah sebagai rasa solidaritas antara
satu dengan yang lainnya. Di kalangan orang
Bugis yang hidup di daerah pedesaan masih
berlaku saling memberi pada acara menre’ bola
baru, dimana orang yang berkecukupan
biasanya memberi uang dalam amplop,
pulangnya dibalas dengan kue-kue, sedangkan
bagi orang yang tidak mampu biasanya membawa
kempu atau panci yang isinya beras atau gula
pasir, juga sepulangnya dibalas dengan kue-kue
pula, ini bagi ibu-ibu. Sebagai salah satu bentuk
kesyukuran atas terlaksananya acara tersebut di
atas, maka pemilik rumah senantiasa
melaksanakan pembacaan kitab barazanji di
rumah barunya.dengan mengundang beberapa
jamaah masjid dan tetangga terdekat.
Pelaksanaan acara ini didasari atas kemampuan
si pemilik rumah. Karena acara ini sifatnya
sukarela, maka selain menyediakan makanan
juga tak lupa memberikan uang untuk pembawa
barazanji.
c. Upacara Menre’ Bola Baru oleh Ramli
Pelaksanaan acara menre’ bola baru
yang dilaksanakan oleh Ramli tepat jam 10.00
pagi (naiknya matahari) dengan mengundang
beberapa orang saja termasuk sanro bola.
Apa yang dilaksanakan oleh Ramli tidak sama
yang dilaksanakan oleh La Mide dan La Sade,

38
Menre’ Bola Baru: Sebuah Upacara... Fatmawati
1 ekor ayam betina sebagai syarat mutlak yang ritualnya dengan pembacaan doa-doa, maka
harus dilakukan oleh si pemilik rumah, acara pada saat itulah acara menre bola sudah
ini sangat singkat sekali tidak melibatkan dinyatakan sudah sah dan selesai.
banyak orang. Walaupun dalam penyediaan Mengenai peleksanaan syukuran yang
alat-alat upacara dan perlengkapan upacara
lainnya tidak berkurang. Yang penting menurut
mereka acara intinya sudah terlaksana sembari
berniat dalam hati, bahwa satu saat akan
mengadakan acara syukuran apabila diberi
rezeki oleh Allah swt. (wawancara dengan
Ramli).
Beberapa bulan kemudian Ramli mampu
membuktikan niatnya dengan mengundang
pihak keluarganya, tetangga terdekatnya, dan
sahabatnya untuk melaksanakan acara
syukuran dengan memotong 1 ekor kambing
untuk dimakan secara bersama-sama di rumah
barunya. Dimana sebelum acara makam
bersama dimulai terlebih dahulu diadakan
pembacaan barazanji yang dibawakan oleh
jamaah masjid yang tidak jauh dari lokasi
acara.
d. Upacara Menre’ Bola Baru di rumah La
Rife
Pelaksanaan acara menre’ bola baru
yang dilaksanakan oleh La Rife dengan
keluarganya diadakan pada jam 05 subuh atau
setelah shalat subuh. Acara ini hanya
berlangsung beberapa jam saja, setelah itu tidak
ada lagi kegiatan syukuran pada saat itu,
kecuali sebelum menre’ bola baru dia tetap
memotong 2 ekor ayam untuk dipakai maccera
bola. Setelah beberapa bulan kemudian,
barulah dia melaksanakan acara syukuran
dengan memotong 1 ekor sapi. Pada saat itulah
dia banyak mengundang tamu, baik dari
kalangan keluarga dekatnya, keluarga jauh,
tetangga dekat, tokoh masyarakat dan termasuk
sanro bola yang pernah memimpin acara pada
waktu dia menre’ bola baru. Penulis pada saat
bertanya kepada La Rife, mengapa pada waktu
acara menre’ bola baru pelaksanaannya sangat
singkat dan tidak terlalu banyak orang yang
datang. Beliau lalu menjawab, bahwa inti dari
acara menre’bola baru sebenarnya bukan dari
pelaksanaan acara syukurannya, tetapi pada saat
waktu sudah memasuki jam 5 subuh, dimana
sanro bola sudah mulai melaksanakan

38
WALASUJI Volume 5, No. 2, Desember 2014: 367—
dilaksanakan adalah semata-mata untuk seorang tukang dan beberapa orang
membuktikan rasa syukur kita kepada Tuhan
Yang Maha Esa, sehingga kami melaksanakan
acara tersebut, di samping itu acara syukuran
adalah salah satu cara untuk menyampaikan
kepada anggota keluarga lainnya, bahwa saya
sudah bertempat tinggal di rumah baru saya.
Yang lebih penting dari itu, acara syukuran
adalah salah satu ajang untuk bertemu dan
bersilaturrahmi antara satu dengan yang lainnya
(wawancara dengan La Rife).
Nilai-Nilai dalam Upacara Menre’ Bola Baru
Nilai berasal dari bahasa latin Vale’re
yang artinya berguna, mampu akan, berdaya,
berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu
yang dipandang baik, bermanfaat dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau
sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu
hal yang menjadikan hal itu disukai, diinginkan,
dihargai, berguna dan dapat membuat orang
yang menghayatinya menjadi bermartabat.
Upacara Menre’bola baru sarat
mengandung nilai-nilai, diantaranya: nilai religi,
nilai gotong royong, nilai musyawarah, dan nilai
solidaritas. Nilai religi dapat dilihat
perwujudannya ketika pada upacara menre’ bola
baru masyarakat Marioriawa mengadakan
hubungan dengan Sang Pencipta dengan cara
memohon agar diberi keselamatan kepada
penghuni rumah. Dengan melakukan upacara
menre’ bola baru memohon kepada Sang
pencipta agar diberi rezeki yang berlimpah
kepada penghuni rumah. Oleh karena itu
diadakan upacara dengan memberikan sesaji di
pusat rumah (possi bola) dan memohon doa
agar apa yang diharapkan oleh penghuni rumah
dapat terwujud.
Nilai gotong royong dalam upacara
menre’ bola baru dapat dilihat perwujudannya
dalam acara mabbarasanji pada saat kerabat
maupun tetangga di sekitar rumah membantu
mempersiapkan makanan maupun peralatan
yang dibutuhkan di dalam upacara tersebut.
Bahkan nilai gotong royong mulai nampak
ketika rumah tersebut mulai dibangun hingga
upacara berlangsung. Sebagaimana dalam
tulisan (Lisungan, 2012:61) bahwa: dalam
pembuatan rumah biasanya dilakukan oleh

38
Menre’ Bola Baru: Sebuah Upacara... Fatmawati
anggotanya, tetapi pada saat mau mendirikan panci. Setelah isi panci diambil isinya lalu diisi
tiang-tiang membutuhkan bantuan banyak kembali dengan penganan yang sudah
orang, apalagi jika rumah yang akan didirikan disediakan oleh pihak penyelenggara acara.
berukuran besar. Apabila ada sesuatu yang
dibutuhkan para tetangga maupun kerabat
berlomba-lomba untuk memberikan bantuan.
Gotong royong adalah salah satu budaya yang
terdapat dalam upacara menre’ bola baru, yang
penuh toleransi antar sesama manusia.
Sesungguhnya budaya gotong-royong
merupakan kekuatan besar budaya masyarakat
yang perlu dipertahankan terus karena dapat
menjadi filter bagi masuknya pengaruh
individualis. Gotong royong dalam upacara
menre’ bola baru, terlihat pada pembagian
kerja dan saling bahu membahu dalam
melaksanakan hal-hal yang dianggap perlu
dikerjakan bersama. Setiap orang bekerja dan
dibantu dengan yang lain secara sukarela.
Kenyataan ini nampak pada upacara menre’bola
baru di Marioriawa Soppeng. Sebelum
melaksanakan upacara menre’
bola baru, terlebih dahulu ditentukan waktu
pelaksanaan. Nilai musyawah sangat nampak
pada penentuan waktu tersebut, yakni
menentukan hari baik yang tepat, yakni dengan
mengundang para kerabat atau orang yang
dianggap mengetahui tentang perhitungan hari
baik. Demikian pula dalam pelaksanaan upacara
dilakukan musyawarah dengan membicarakan
segala sesuatu yang dibutuhkan pada
pelaksanaan upacara tersebut. Biasanya hasil
musayawarah itulah yang menjadi pegangan
dalam melaksanakan pekerjaan.
Selain nilai-nilai di atas, nilai solidaritas
juga terkandung pada upacara Menre’ bola
baru. Nilai solidaritas terlihat perwujudannya
pada saat kerabat menyiapkan bahan sesaji,
seperti yang diungkapkan oleh (Masgaba,
2014:72), bahwa nilai solidaritas antara sesama
pendukung, sesama kerabat terlihat ketika
menyiapkan bahan sesaji, memasak bersama-
sama secara sukarela tanpa adanya paksaan.
Begitu pula nampak ketika warga masyarakat
dan keluarga serta handai taulan datang ke
rumah orang yang melakukan upacara dengan
membawa bungkusan yang berisi beras atau
gula pasir. Wadah yang digunakan untuk
menyimpan beras dan gula tersebut adalah

38
WALASUJI Volume 5, No. 2, Desember 2014: 367—
Sementara itu menurut (Sairin dkk, pelaksana upacara sangat
2002:46), mengatakan bahwa proses pertukaran
resiprositas lebih panjang dari pada jual beli.
Proses jual beli biasanya terjadi dalam waktu
yang sangat pendek, misalnya jual beli barang di
pasar. Kalau pembeli telah menawar barang dan
mampu membayar kontan, maka kalau barang
telah dibayar berarti proses jual beli tersebut
berakhir. Dikatakan pendek kalau proses tukar
menukar barang atau jasa dilakukan dalam
jangka waktu tidak lebih dari satu tahun.
Sedangkan resiprositas yang panjang
jangka waktunya sampai lebih dari satu tahun,
misalnya sumbang menyumbang dalam peristiwa
perkawinan. Tidak setiap rumah tangga yang
membudayakan tradisi sumbang menyumbang
seperti itu dapat melakukan pesta perkawinan
setiap tahunnya, sehingga keluarga yang pernah
menerima sumbangan karena mengadakan pesta
perkawinan anaknya, baru dapat
mengembalikan sumbangan yang pernah
diterima setelah selang beberapa tahun.

PENUTUP
Di Kecamatan Marioriawa masih
ditemukan warga masyarakat yang melakukan
upacara menre’ bola baru atau upacara naik
rumah baru. Upacara tersebut merupakan
ucapan doa kepada Sang pencipta agar penghuni
rumah baru diberi keselamatan dan keberkahan
dalam menjalani kehidupan di dalam rumah
tersebut.
Pelaksanaan upacara menre’bola baru
tidak terlepas dari waktu pelaksanaan upacara,
yakni pelaksanaan upacara harus menggunakan
waktu yang dianggap baik berdasarkan
kepercayaan masyarakat setempat. Apabila
upacara tidak dilaksanakan pada waktu yang
baik, maka dipercayai bahwa si pemilik rumah
akan mengalami sakit-sakitan, begitu pula
dalam hal rezeki biasanya tidak terlalu mulus.
Kemudian tempat pelaksanaan upacara menre’
bola baru adalah di possi bola atau di tiang
pusat rumah. Benda-benda upacara menre’ bola
baru sangat bervariasi ada berupa penganan dan
ada berupa alat-alat dapur. Hampir semua
benda-benda yang ditampilkan saat upacara
mengandung makna simbolik. Selain itu

38
Menre’ Bola Baru: Sebuah Upacara... Fatmawati
ditentukan oleh dukun rumah atau sanro bola Permuseuman Sumatera Selatan.
sebagai pemimpin upacara.
Di dalam upacara menre’ bola baru sarat
dengan nilai-nilai budaya yang memiliki
muatan ajaran moral seperti nilai religius, nilai
kegotong royongan, nilai solidaritas, nilai
musyawarah. Nilai-nilai tersebut sangat
berperan terhadap pembentukan
pribadi/karakter orang Bugis di Marioriawa,
Kabupaten Soppeng

DAFTAR PUSTAKA
Ansaar, 2011. “Mangrara Banua: Upacara Ritual
Masyarakat Toraja” dalam Walasuji,
Vol:2, No:2. Desembsr 2011.
Adisusilo, Sutarjo, J.R. 2012. Pembelajaran
Nilai- Karakter. Jakarta: Penerbit. PT. Raja
Grafindo Persada.
Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data
Penelitian Kualitatiƒ: Pemahaman
Filososƒi dan Metodologis ke Arah
Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta:
Raja Gravindo Persada.
Durkheim, Emile. 1964. The Rule of
Sociological Methode. New York: The
Free Press.
Daeng, Hans. 2000. Manusia, Kebudayaan
dan Lingkungan: Tinjauan Antropologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Geertz, Clifford, 1992. Kebudayaan dan Agama.
Yogyakarta: Kanisius.
Haviland, A. William. 1988. Antropologi
(terjemahan) oleh Soekadijo. Jakarta:
Erlangga.
Koentjaraningrat. 1989. Kebudayaan
Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
------------- 1990. Beberapa Pokok Antropologi
Sosial. Jakarta: PT. Dian Rakyat
Lisungan, Joni. 2012. Kerjasama dan Gotong
Royong Masyarakat di Desa
Pambusuang, Kecamatan Balanipa, Kab.
Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi
Barat. Makassar: Penerbit De La Macca.
Meriati. 2001. Perlengkapan Upacara Daur
Hidup Masyarakat Palembang Koleksi
Museum Balaputra Dewa. Dinas
Pendidikan Nasional Provinsi Sumatera
Selatan Bagian Proyek Pembinaan

38
WALASUJI Volume 5, No. 2, Desember 2014: 367—
Marzali, Amri. 2002. “Pergeseran Orientasi Masgaba, 2014. Saukang: Religi Orang Makassar
Nilai Kultural dan Keagamaan di di Gowa. Makassar: Penerbit De La Macca.
Indonesia: Sebuah Essai dalam Rangka Pelras, Cristian, 2006. Manusia Bugis, Jakarta:
Mengenang Almarhum Prof. Forum Jakarta-Paris.
Koenjtaraningrat”. Antropologi Sairin, Sjafri, dkk. 2002. Penagntar Antropologi
Indonesia, 57 (XXII), hlm. 18.) Ekonomi. Penerbit Pustaka Pelajar,
Yokayakarta.

38

Anda mungkin juga menyukai