Fix Makalah Alkes Fotosensitivitas
Fix Makalah Alkes Fotosensitivitas
SPESIALITE OBAT
“Obat-Obat yang Menyebabkan Reaksi Fotosensitivitas”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Alat Kesehatan dan Spesialite
Oleh:
Kelompok :4
Kelas :A
Nama Kelompok :
Anisa Sakinah 2019000010
Anita Permatasari 2019000011
Anna Muthia 2019000012
Elvina Febriyanti 2019000022
Fransiska Suryani Ambal 2019000029
Fredrika Natashya 2019000030
Gita Serafika Shannon 2019000031
B. KLASIFIKASI
Fotosensitivitas dapat bereaksi sebagai fototoksik dan fotoalergik.
1. Fototoksik
Reaksi fototoksik adalah sebuah bentuk fotosensitivitas yang tidak tergantung pada
respon imunologi. Reaksi-reaksi fototoksik tergantung pada dosis dan akan terjadi
pada hampir setiap orang yang menggunakan atau mengaplikasikan banyak agen
pemicu dan UVR, tetapi dosis yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi ini
berbeda-beda pada setiap orang. Reaksi-reaksi fototoksik bisa muncul pada
keterpaparan pertama terhadap agen dan menunjukan tidak ada sensitifitas silang
terhadap agen-agen yang terkait secara kimiawi. Reaksi ini lebih sering ditemukan
daripada fotoalergik karena reaksi sunburn digolongkan ke dalamnya.
Reaksi fototoksik dapat terjadi pada hampir setiap individu apabila terpajan
dengan sensitizer, atau lebih tepat disebut sebagai fototoksin, dalam jumlah tertentu
dan terkena pajanan sinar dengan panjang gelombang yang sesuai.
Reaksi dapat terjadi pada pajanan pertama dan pajanan berikutnya pada tempat
lain akan menunjukkan reaksi yang serupa, sehingga reaksi fototoksik dapat
disamakan dengan reaksi iritan primer. Radiasi yang terutama berperan pada reaksi
fototoksik ialah radiasi UV-A dan kadang–kadang sinar tampak meskipun beberapa
bahan membutuhkan radiasi UV-B, misalnya: sulfonamide, difenhidramin, dan
vinblastin.
Beberapa faktor yang berpengaruh pada derajat reaksi fototoksik antara lain:
a. Dosis fototoksin
b. Absorpsi fototoksin topikal yang dipengaruhi oleh struktur kimia, stabilitas
kelarutan, penetrasi, dan vehikulum. Selain itu tebal stratum korneum, jumlah
folikel rambut, kelembaban, dan suhu kulit juga memegang peran.
c. Nasib fototoksin sistemik, antara lain bergantung pada metabolisme, eksresi,
konsentrasi, serta lamanya di kulit
d. Penetrasi radiasi spektrum aksi yang dipengaruhi oleh dosis radiasi serta fungsi
optik kulit.
A 101 - 105
B 101 - 102
C 10-1 - 101
Eritema akibat sunburn adalah hasil pajanan kulit
dengan sinar UV sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah di dermis, tepat di bawah kulit
yang terpajan sinar.
Sunburn
2. Fitofotodermatitis
Fitofotodermatitis merupakan reaksi fototoksik yang berhubungan dengan pajanan
terhadap sinar dan tumbuh – tumbuhan.Zat yang bersifat fototoksik dalam tumbuh–
tumbuhan dikenal sebagai furokumarin.Zat fototoksik tersebut bersifat mudah larut dalam
lemak dan dapat dengan mudah berpenetrasi ke dalam epidermis.
Untuk dapat memacu terjadinya fitofotodermatitis terdapat 2 tahap reaksi:
a. Berkontak dengan furokumarin yang berkemampuan mensensitasi.
b. Pajanan sinar UV dengan panjang gelombang lebih dari 3200 A atau sinar matahari.
Gesekan, keringat, panas, serta kelembaban akan mempengaruhi absorbsi zat-zat
tersebut ke dalam kulit sehingga mempengaruhi terjadinya reaksi fototoksik tersebut. Pada
keadaan akut manifestasi klinis berupa eritema dan bula, sedangkan hiperpigmentasi
merupakan manifestasi kronik fitofotodermatitis. Lokalisasi kelainan akan mencerminkan
pola kontaknya.
3. Dermatitis Berloque
Pertama kali digambarkan oleh Freund pada tahun 1916 berupa eritema dan pigmentasi
menyerupai bentuk kalung (berlock atau berloque) pada individu yang mengoleskan
minyak wangi sebelum terpajan sinar matahari.Kemudian diketahui bahwa fotodermatitis
tersebut disebabkan oleh minyak bergamot yang dihasilkan oleh sejenis buah jeruk dan
banyak digunakan sebagai aroma pada minyak wangi.
Oppenheim pada tahun 1932 menggambarkan bentuk dermatitis tertentu yang
ditemukan pada individu yang berjemur dikebun.Dermatitis tersebut dinamakan sebagai
dermatitis bullosa striata pertansis dengan kelainan klinis bula tersusun linear pada daerah
terpajan sinar disertai rasa gatal yang sangat hebat.Sebab kelainan tersebut adalah
kandungan psoralen pada rumput yang bersifat sebagai photosensitizer.
Dermatitis Berlouqe
2. Fotoalergik
Reaksi fotoalergik adalah sebuah bentuk fotosensitivitas yang dimediasi oleh sistem
kekebalan tubuh berupa perubahan reaktivitas kulit untuk bereaksi dengan energi sinar
matahari saja atau dengan adanya photosensitizer, dalam hal ini disebut fotoalergen,
melalui mekanisme respon imun humoral atau respon imun seluler.
Reaksi fotoalergik juga merupakan kelainan yang jarang ditemui, kemungkinan
karena mekanisme yang mendasarinya belum diketahui jelas dan kelainan tersebut
hanya terjadi pada individu tertentu. Pajanan pertama dengan fotoalergen tidak akan
segera menimbulkan reaksi karena dibutuhkan fase induksi yang berkisar antara 1 - 2
minggu. Reaksi baru akan terlihat pada pajanan berikutnya atau setelah fase induksi
terlampaui. Berbeda dengan reaksi fototoksik, reaksi fotoalergik tidak memerlukan
dosis tinggi, baik dalam hal fotoalergen maupun energi yang dibutuhkan untuk memacu
reaksi tersebut.
Meskipun sebagian besar reaksi terhadap photosensitizer eksogen adalah reaksi
fototoksik, tetapi terdapat juga reaksi fotoalergik dengan dasar hipersensitivitas tipe
lambat.Photosensitizer eksogen dapat mengenal tubuh melalui olesan secara topikal
pada kulit atau masuk ke tubuh secara sistemik. Mekanisme reaksi fotoalergen meliputi
absorpsi sinar oleh photosensitizer, kemudian terjadi perubahan sehingga terbentuk
hapten yang akan bergabung dengan protein karier dan memacu terjajdinya respons
imun.
Ditinjau dari segi pembentukan hapten terdapat beberapa teori ialah:
1. Terbentuk hapten yang stabil akibat pajanan bahan kimia dengan sinar radiasi yang
sesuai dan pajanan ulang dengan hapten pada individu tersensitisasi akan
mengakibatkan reaksi alergi. Misalnya reaksi fototoksik terhadap salisilanilid dan
metoksalen.
2. Terbentuk hapten yang tidak stabil, yang terjadi dalam waktu singkat dan harus
terletak berdekatan dengan protein kariernya pada saat pajanan sinar radiasi. Hal
tersebut dapat menerangkan terjadinya hasil negatif pada uji temple atau tes
intradermal.
3. Perubahan pada protein karier sehingga dapat bergabung, baik dengan bahan kimia
yang telah berubah maupun yang belum membentuk antigen. Dapat pula terjadi
perubahan pada organ target sehingga membentuk autoantibodi yang akan memacu
terjadinya reaksi hipersensitivitas. Teori terakhir ini masih memerlukan pembuktian
lebih lanjut.
Secara umum gambaran klinis berkisar antara urtikaria akut sampai lesi popular atau
eksematosa.Kelainan dapat terjadi lebih luas daripada daerah terpajan dan apabila terjadi
eksaserbasi dapat berlokasi jauh dari daerah pajanan.Kelainan klinis bersifat poliforfi
terutama eksematosa disertai rasa gatal.Pada stadium akut terlihat vesikel disertai skuama,
krusta, dan ekskoriasi, sedangkan pada stadium kronik dijumpai kelainan berupa likenifikasi,
meskipun dapat juga ditemukan bentuk–bentuk lain, misalnya urtika, dan
papul.Hiperpigmentasi lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan reaksi fototoksik.
Urtikaria Solaris
FOTOTOKSIK FOTOALERGIK
Muncul setelahpaparan
Iya Tidak
pertama
Reaktivitas silangdengan
Jarang Sering
agen lainnya
4. Idiopatik
a. Polymorphus light eruption
b. Hidroa estivalis
c. Hidroa vaksiniformis
d. Retikuloid aktinik
e. Prurigo aktinik
5. Fotoaggravated
a. Lupus eritematosus
b. Dermatomiositis
c. Herpes simpleks
d. Dermatitis atopik
C. PATOGENESIS
Setiap proses biologis selalu didahului oleh peristiwa kimia, sehingga perubahan setiap
proses fotobiologi berdasarkan atas reaksi fotokimia yaitu reaksi kimia yang dipicu oleh
cahaya. Untuk dapat menyebabkan perubahan kimia, cahaya harus diabsorpsi terlebih
dahulu. Energi cahaya akan diubah menjadi energi kimia dan merupakan bagian molekul
yang mengabsorpsi.
Reaksi fotokimia di kulit membutuhkan absorpsi cahaya dan merupakan kejadian yang
spesifik karena setiap molekul mampu mengabsorpsi cahaya dengan panjang gelombang
tertentu sehingga satu molekul mempunyai spektrum absorpsi tersendiri. Akibat peristiwa
fotobiologi dikulit dapat digambarkan pada gambar berikut:
Peristiwa Fotobiologi Di Kulit
D. MEKANISME FOTOSENSITIVITAS
Cahaya matahari memegang peranan penting dalam proses fotobiologis. Tetapi
cahaya matahari dapat menyebabkan morbiditas signifikan dalam bentuk luka bakar
matahari, reaksi obat, penyakit fotosensitivitas, dan fotoaging.
Transformasi H menjadi He pada interior matahari melepaskan banyak energi
yang mencapai permukaan bumi dalam bentuk radiasi elektromagnetik (EMR), sinar X,
sinar kosmis, gelombang listrik, gelombang radio, infra red, sinar tampak, dan UVR.
Reaksi-reaksi fotosensitivitas dapat ditimbulkan oleh range spektrum EMR yang terbatas
mencakup UVR (200-400 nm) dan sinartampak (400-800nm). Spektrum UVR dibagi
menjadi UVB=290-320nm, UVA=320-400nm (UVA II=320-340nm dan UVA I=340-
400nm) dan UVC=200-290nm. Hanya UVA dan UVB yang terlibat dalam reaksi-reaksi
fotosensitivitas karena UVC dihambat oleh lapisan ozon pada atmosfer.
Gelombang spektrumUVA utamanya bertanggung jawab untuk reaksi-reaksi
fotosensitivitas karena penetrasinya yang lebih dalam kedalam kulit dan memberikan
kontribusi bagi fototrauma. UVB hanya menembus kedalam epidermis dan dermis
pappilary, sedangkan UVA menembus kedalam dermis retikular.
Reaksi-reaksi fotosensitivitas bisa terjadi pada keterpaparan terhadap baik UVA
maupun UVB. Tetapi lebih besar kemungkinannya terjadi pada range UVA. EMR
merambat dalam bentuk gelombang yang mengandung foton. Absorpsi foton sangat
berperan penting pada reaksi fototoksik dan fotoalergik. Absorpsi menginduksi
perpindahan sebuah elektron ke kulit elektron terluar yang kosong dan menyebabkan
sebuah kondisi yang dikenal sebagai keadaan tereksitasi.
1. Mekanisme Reaksi Fototoksik
Bahan kimia yang terfotoaktivasi menyebabkan kerusakan sel secara langsung; tidak
ada periode sensitisasi yang diperlukan, dan mekanisme ini tidak tekait dengan
imunologi, sehingga bisa dimanifestasikan selama keterpaparan awal. Reaksi ini
tergantung pada jumlah senyawa, kadar radiasi pengaktivasi, dan kuantitas kromofor
lain dalam kulit.
Absorpsi UVR menghasilkan bahan kimia atau metabolit dalam keadaan
tereksitasi, yang pada gilirannya bisa mengikuti salah satu dari dua jalur yang
menyebabkan fotosensitisasi. Jalur pertama terjadi melalui pembentukan sebuah
radikal bebas dan jalur kedua melalui pembentukan oksigen singlet, yang pada
gilirannya menghasilkan oksidasi biomolekul, merusak komponan sel yang penting
dan memicu pelepasan mediator eritrogenik.
Fotosensitivitas yang diinduksi obat adalah efek yang tidak diinginkan dari obat-obatan
yag diberikan secara topical atau diberikan secara siseik, diikuti oleh paparan sinar
matahari, terutama radiasi ultraviolet A dan atau ultraviolet B. Paparan dari bahan–bahan
kimia dan cahaya matahari tidak cukup untuk menginduksi suatu penyakit, tetapi ketika
fotoaktivasi secara kimia terjadi , satu atau lebih manifestasi kulit mungkin dapat timbul.
beberapa penyakit seperti reaksi fototoksik dan fotoalergi, reaksi planus lichenoides,
pseudoporphyria, dan subacute cutaneous lupus erythematosus.
Berikut ini merupakan golongan dan contoh obat yang menyebabkan reaksi
fotosensitivitas :
No CONTOH OBAT YANG MENYEBABKAN REAKSI FOTOSENSITIVITAS
Ketoprofen Meloxicam
Indikasi Nyeri dan radang pada penyakit Nyeri dan radang pada
reumatik yang ringan dan gangguan prnyakit reumatik ;
oto skelet lainnya, dan setelah osteoatritis
pembedahan ortopedik; gout akut
dan dismenorea
Sumber IONI 2014 hal 854; MIMS Hal 132 IONI 2014 hal 856 ; MIMS
hal 131
N CONTOH OBAT YANG MENYEBABKAN REAKSI FOTOSENSITIVITAS
o
Tetrasiklin Ciprofloxacin
Sumber IONI 2014 hal 477; MIMS hal. IONI 2014 hal 495; MIMS
215 hal. 212
Efek Samping Sakit kepala, perubahan fungsi ginjal dan efek saluran
cerna (nyeri lambung, mual dan muntah). dan efek
pada saluran cerna meliputi konstipasi, diare, mual dan
muntah. Ruam kulit dan reaksi hipersensitivitas
(meliputi angioedema dan anafilaksis) telah dilaporkan
namun jarang terjadi.
Antifungi
4. Informasi Obat
Itraconazole Griseofulvin
Pabrik yang
Ikapharmindo Actavis
memproduksi
Indikasi Terapi tambahan pada edema paru Edema pada gagal jantung, sirosis
akut hati dengan asites. Hipertensi
esensial.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical
Dermatology. Fifth edition. MGH. 2007
2. Soebaryo RW. Fotosensitivitas. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit
Dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010