Anda di halaman 1dari 24

1

BAB 91
RESPON ABNORMAL TERHADAP RADIASI
ULTRAVIOLET: FOTOSENSITIVITAS YANG DIINDUKSI
OLEH AGEN-AGEN EKSOGEN

Henry W. Lim
Ringkasan
Respons Abnormal Terhadap Radiasi Ultraviolet

● Fotosensitivitas secara luas dibagi menjadi fototoksisitas dan fotoalergi,


yang disebabkan oleh agen topikal atau sistemik yang menyerap energi
ultraviolet (UVA).
● Fototoksisitas terjadi pada siapa saja yang terpapar dengan obat yang
cukup dan radiasi UV dan biasanya bermanifestasi sebagai reaksi terbakar
akibat sinar matahari yang berlebihan.
● Fotoalergi adalah reaksi imunitas terhadap bahan kimia yang
dimodifikasi UVA, yang biasanya merupakan agen tabir surya topikal di
Amerika Serikat dan Inggris serta agen anti-inflamasi nonsteroid topikal
di Eropa. Timbul berupa erupsi eksematosa di daerah yang terpapar foto.
● Anamnesis merupakan bagian penting dari evaluasi; Pengujian
phototesting dan photopatch dapat sangat membantu.
● Diagnosis banding meliputi dermatitis kontak alergi atau kontak iritan,
dermatitis kontak udara, dan fotodermatosis lainnya.
● Penatalaksanaan terdiri atas identifikasi dan penghindaran agen pemicu,
fotoproteksi, dan terapi simtomatik.

Fotosensitivitas dapat disebabkan oleh agen eksogen atau endogen. Hal ini
terjadi ketika suatu senyawa, secara klasik dengan ikatan ganda tak jenuh dalam
2

cincin enam karbon, menyerap energi radiasi dalam spektrum aksinya, biasanya
ultraviolet A (UVA) gelombang panjang. Fotosensitizer eksogen dapat berupa agen
yang diberikan secara sistemik atau dioleskan secara topikal. Contoh-contoh
karakteristik yang diketahui dengan baik dari fotosensitifitas yang disebabkan oleh
fotosensitizer endogen adalah porphyrias, yang berhubungan dengan defek
enzimatik pada jalur biosintetik heme yang menghasilkan peningkatan kadar
porfirin, yang dikenal sebagai agen-agen fototoksik (lihat Bab 132).
Fotosensitivitas yang disebabkan oleh agen eksogen dapat dibagi menjadi
fototoksisitas dan fotoalergi. Fototoksisitas adalah hasil dari cedera jaringan secara
langsung yang disebabkan oleh agen fototoksik dan radiasi. Hal ini dapat terjadi
pada semua individu yang terpajan dengan dosis yang cukup dari agen dan panjang
gelombang radiasi yang aktif (Tabel 91-1). Sebaliknya, fotoalergi merupakan
respon hipersensitivitas tipe IV tipe lambat terhadap molekul yang telah
dimodifikasi oleh penyerapan energi cahaya. Kondisi ini memiliki fase sensitisasi,
hanya terjadi pada individu yang peka, dan hanya membutuhkan konsentrasi
minimal fotoalergen (lihat Tabel 91-1).

Tabel 91-1. Karakteristik Fototoksisitas dan Fotoalergi


Fototoksisitas Fotoalergi
Presentasi Klinis Reaksi terhadap sinar Suatu "ruam,'' biasanya
matahari yang lesi eksematosa dan
berlebihan: eritema, gatal
edema, vesikula, dan
bula; sunburn, sensasi
tersengat; sering
menyelesaikan dengan
hiperpigmentasi
Gambaran Histologi Keratinosit nekrotik, Dermatitis Spongiotik,
epidermis degenerasi; Infiltrat limfohistiositik
infiltrat dermal berupa dermal
3

limfosit, makrofag, dan


neutrofil
Patofisiologi Cedera jaringan secara Respon hipersensitivitas
langsung lambat tipe IV
Terjadinya setelah Ya Tidak
paparan pertama
Onset setelah paparan menit -jam 24 sampai 48 jam
Dosis agen yang Besar Kecil
diperlukan untuk
terjadinya reaksi
Reaktivitas silang Tidak ada Sering
dengan agen lainnya
Diagnosis
agen topikal Klinis Klinis + phototest;
agen sistemik Klinis + Phototest- Phototest-patchtes
patchtes

INSIDENSI
Hampir 400 obat di Amerika Serikat telah dilaporkan menyebabkan
fotosensitivitas, tetapi hanya sebagian kecil dari mereka yang sering menginduksi
reaksi atau telah diteliti dengan baik (Tabel 91-2, 91-3, 91-4, dan 91-5). Pada
evaluasi dilakukan di pusat fotodermatologi di Kota New York, Melboume,
Singapura, dan Detroit, didokumentasikan terdapat fotosensitifitas yang disebabkan
oleh obat sistemik yang terjadi pada 5% hingga 15% dari pasien yang dirujuk.1-4
Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, Inggris, Eropa, dan Australia,
persentase dari fotopatch yang diuji pada pasien yang memiliki reaksi klinis yang
relevan dengans diagnosis dermatitis kontak fotoalergik berkisar antara 1,4%
hingga 12,0%, dengan nilai pada sebagian besar seri kasus sekitar 10%.
4

FOTOTOKSISITAS
Patofisiologi
Beberapa patomekanisme yang terjadi dalam perkembangan kerusakan
jaringan akibat fototoksik, dan pada beberapa agen fototoksik, terdapat peran lebih
dari satu patomekanisme.

PROSES FOTODINAMIK
Pada penyerapan energi radiasi oleh fotosensitizer (P) pada keadaan
dasarnya, terjadi pembentukan molekul yang tereksitasi (biasanya triplet) (3p).
Keadaan molekul tereksitasi yang kemudian berperan dalam proses yang
bergantung pada oksigen (yaitu, proses fotodinamik) melalui dua jalur utama,
reaksi tipe I dan tipe II yang keduanya menghasilkan cedera sitotoksik.
Reaksi tipe I melibatkan transfer elektron atau atom hidrogen untuk
tereksitasi pada fotosensitizer (3P), yang menghasilkan pembentukan radikal bebas
(Persamaan 1). Hal ini kemudian dapat berperan dalam reaksi reduksi oksidasi yang
menghasilkan pembentukan peroksida dan berikutnya kerusakan sel (Persamaan 2
dan 3).

3
Secara alternatif, interaksi P dengan keadaan dasar oksigen dapat
mengakibatkan pembentukan anion superoksida (O2-) yang pada gilirannya, dapat
diubah menjadi sangat reaktif dan sitotoksik radikal hidroksil (OH-).
Reaksi tipe II yang juga dikenal sebagai proses transfer energi. Transfer
energi yang menghasilkan sejumlah oksigen dalam pembentukan oksigen singlet
(O2) yang sangat reaktif dan memiliki masa 50 nsec (Persamaan 4.):

Cedera sitotoksik terjadi pada oksidasi oksigen yang disebabkan singlet


asam amino dan asam lemak tidak jenuh; interaksi dengan yang terakhir
menghasilkan pembentukan hidroperoksida, yang mengawali oksidasi lipid dan
5

protein. Fototoksik yang disebabkan oleh porfirin,11 quinolon,12 obat anti inflamasi
non steroid, tetrasiklin, amitriptilin, imipramin, sulfonilurea, hidroklorotiazid,
furosemide, dan klorpromazin13 merupakan contoh reaksi fototoksik dan
fotodinamik.

Pembentukan Produk Cahaya


Paparan radiasi dapat menghasilkan pembentukan produk cahaya stabil
yang berperan atas terjadinya cedera jaringan. Produk fototoksik telah ditunjukkan
pada iradiasi fenotiazin, klorpromazin, tetrasiklin, kuinolon, dan agen anti-
inflamasi non steroid.

Berikatan Dengan Substrat


Mekanisme lain dari fototoksisitas adalah pengikatan yang dimediasi radiasi
dari fotosensitizer ke substrat biologinya. Reaksi photoaddition terjadi ketika
keadaan molekul yang berikatan secara kovalen tereksitasi dengan molekul dasar.
Contohnya adalah pengikatan kovalen 8-methoxypsoralen ke basis pirimidin dari
molekul DNA, yang menghasilkan pembentukan hubungan silang antara untaian
DNA.

Mediator Inflamasi
Mediator inflamasi dan sel-sel inflamasi berperan dalam cedera jaringan
fototoksik. Produk aktif biologis mengaktivasi komplemen, mediator yang
diturunkan dari sel, eikosanoid, protease, dan leukosit polimorfonuklear
berkontribusi pada terjadinya fototoksisitas yang disebabkan oleh porphyrins,
demeclocycline, dan klorpromazin.15

Apoptosis
Photodynamic therapy (PDT) melibatkan penggunaan fotosensitizer dan
radiasi elektromagnetik untuk mengobati kondisi kulit pra-maligna dan maligna.
Selain menghasilkan spesies oksigen reaktif, yang mengakibatkan sitotoksisitas,
PDT juga merupakan induser kuat dari apoptosis.16
6

MANIFESTASI KLINIS
FOTOTOKSISITAS AKUT (Lihat Tabel 91-1)
Fototoksisitas akut biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah terpapar
agen fototoksik dan radiasi UV. Gejalanya bergantung pada dosis obat dan dosis
UV, tetapi pada dosis yang cukup, pasien mengeluhkan sensasi yang menyengat
dan sensasi terbakar pada area yang terbuka, seperti dahi, hidung, area V leher, dan
dorsal tangan. Eritema dan edema dapat muncul dalam beberapa jam setelah
terpapar; dalam kasus yang berat, dapat terbentuk vesikel dan bula. Area yang
terlindungi akan terhindar, seperti lipatan nasolabial, area postaurikular dan
submental, dan area yang tertutup oleh pakaian, (Gbr. 91-1). Pengecualian penting
untuk kinetika ini adalah fototoksisitas yang disebabkan psoralen, di mana biasanya
respon akut pertama kali muncul setelah 24 jam, dan puncaknya pada 48 hingga 72
jam. Untuk itu pemberian psoralen ditambah UVA (PUVA) dosis
photochemotherapy setelah 48 hingga 72 jam. Respon fototoksik biasanya
menghilang dengan tingkat hiperpigmentasi yang bervariasi, yang dapat
berlangsung selama berbulan-bulan. Pada dosis obat atau UV yang lebih rendah,
tanning terjadi secara bertahap, tanpa dijumpai reaksi seperti terbakar sinar
matahari sebelumnya.

Gambar 91-1. Fototoksisitas yang berhubungan dengan antidepresan heterosiklik.


Dijumpai eritema dan edema pada area yang terpapar dan area dada yang terhindar
dari sinar matahari dan diatas bibir dan leher. (Digunakan dengan izin dari dr.
Adrian Tanew)
7

FOTO-ONIKOLISIS
Pemisahan kuku distal dari dasar kuku merupakan manifestasi fototoksisitas
akut, dimana lempeng kuku yang berfungsi sebagai lensa untuk memfokuskan
energi UV pada dasar kuku. Telah dilaporkan dengan doksisiklin dan tetrasiklin
lainnya, Fluoroquinolon, psoralen, benoxaprofen, clorazepate dipotassium, dan
kina (Gambar. 91-2).10

Gambar 91-2. Onikolisis Distal pada pasien yang menerima terapi psoralen dan
UVA

SLATE-GRAY PIGMENTATION
Pigmen abu-abu-kebiruan pada daerah yang terpapar sinar matahari telah
dikaitkan dengan paparan beberapa agen.18,19 Satu persen hingga 10% pasien yang
menggunakan amiodarone mengalami perkembangan efek samping ini (Gbr. 91 ·
3). Klorpromazin dapat menyebabkan perubahan serupa. Antidepresan trisiklik,
imipramine dan, kurang umum, desipramine yang juga telah dilaporkan
menyebabkan pigmentasi abu-abu-kebiruan. Sebuah kompleks metabolit obat yang
berkaitan dengan melanin telah didalilkan menjadi penyebab perubahan ini.
Paparan kronis terhadap diltiazem, suatu bloker kanal kalsium, benzodiazepin, telah
menghasilkan pigmentasi abu-abu dengan fotodistribusi, retikulasi (Gbr. 91-4).
Inkontinensia pigmen dan kompleks melanosom merupakan temuan histologis dan
mikroskopis elektron yang dominan. Pigmentasi abu-abu yang terlihat pada
argyria melibatkan lunula kuku, membran mukosa, dan sklera. Reaksi fotokimia di
mana butiran perak diendapkan dalam dermis sehingga menghasilkan perubahan
pigmen.
8

Gambar 91-3. Fototoksisitas yang diinduksi Amiodaron. Ditandai dengan eritema


dan pigmentasi keabu-abuan (hidung, dahi) pada area yang terpapar sinar matahari.

Gambar 91-4. Patch retikulasi, keabu-abuan di area yang terpapar sinar matahari
pada pasien yang menggunakan diltiazem. Ditandai dengan terhindarnya area post
aurikula dan lipatan pada area leher.

ERUPSI LIKENOID
Erupsi likenoid pernah dilaporkan namun masih bersifat kontroversial.

PSEUDOPORFIRIA
Perkembangan perubahan kulit seperti porphyria cutanea tarda seperti
kerapuhan kulit, vesikel, dan bula sub-epidermis berhubungan dengan beberapa
agen fototoksik (lihat Bab. 132 dan 151). Meskipun temuan histologis dan
imunofluoresensi mirip dengan porfiria kutanea tarda, ditemui profil porfirin
normal atau pada kisaran diatas normal pada pasien ini.
Naproxen merupakan agen penyebab yang paling sering dilaporkan. Obat
lain yang dicurigai termasuk amiodaron, antibiotik B-laktam, celecoxib,
siklosporin, diflunisal, etretinat, furosemid, nabumeton, asam nalidiksat,
9

kontrasepsi oral, oksaprozin, ketoprofen, asam mefenamat, rofecoxib (ditarik dari


pasar Amerika Serikat pada September 2004), tetrasiklin, asam setiaprofenat, dan
vorikonazol.21,22

TELANGIEKTASIA PADA DAERAH YANG TERPAPAR SINAR


MATAHARI
Telangiektasia pada daerah yang terpapar sinar matahari telah dilaporkan
pada penggunaan calcium channel blockers, termasuk nifedipine, amlodipine,
felodipine, dan diltiazem, dan dengan antibiotik cefotaxime. Pada beberapa pasien
ini, provokasi dengan UVA menghasilkan perkembangan telangiektasia.23

PERSISTENSI DARI FOTOSENSITIVITAS DAN EVOLUSI TERHADAP


DERMATITIS AKTINIK KRONIS
Meskipun fototoksisitas biasanya hilang setelah penghentian agen
penyebab, terdapat laporan mengenai adanya fotosensitivitas selama bertahun-
tahun setelah penghentian paparan, yang menghasilkan perkembangan dermatitis
aktinik kronis (lihat Fotoalergi). .
Hal ini telah dilaporkan paling sering dengan dexamethahexachlorine,
bahan yang sebelumnya ditemukan di beberapa spa, tetapi juga dengan tiazid,
quinidine, quinine, dan amiodarone.24

DAMPAK KRONIS
Dampak pada kulit akibat cedera jaringan secara fototoksik yang berulang
dalam jangka panjang paling baik dicontohkan oleh manifestasi pada pasien yang
telah menerima fotokemoterapi PUVA jangka panjang, yang diketahui
mempengaruhi DNA. Dampak-dampak ini termasuk penuaan dini pada kulit,
lentiginosa, karsinoma sel skuamosa dan sel basal, dan melanoma. Hal ini dibahas
secara lebih rinci di BAB. 239.
10

AGEN FOTOTOKSIK
Agen Topikal
Tabel 91-2. Agen Fototoksik Topikal
Obat Paparan
Rose bengal Digunakan dalam pemeriksaan
oftalmologi
Furokoumarin Terjadi secara alami pada tanaman
(terutama spesies Compositae),
termasuk buah-buahan
dan sayuran (jeruk nipis, lemon,
seledri, fig, persley, dan ubi);
digunakan dalam fotokemoterapi
topikal.
Tar Digunakan sebagai agen terapeutik
topikal; ditemukan dalam bahan atap.

Tabel 91-2 daftar agen fototoksik topikal utama. Paparan terapi atau
pekerjaan dengan agen-agen ini merupakan rute kontak yang umum terjadi.
Spektrum aksi dalam UVA atau rentang cahaya yang tampak.

Furokoumarin
Paparan topikal terhadap furokoumarin dapat terjadi pada individu dalam
pekerjaan tertentu (bartender, koki salad, tukang kebun) dan pada pasien yang
menerima fotokemoterapi topikal dengan psoralen. Paparan seperti itu dilaporkan
di masa lalu di antara pengguna preparat tanning atau parfum yang mengandung 5-
methoxypsoralen (bergapten), namun preparat ini telah ditarik dari pasaran.

Tar
Tar batubara mentah yang digunakan dalam terapi dermatologi merupakan
produk dari distilasi batubara yang bersifat destruktif. Tar merupakan campuran
kompleks lebih dari 10.000 senyawa, termasuk sebagian besar hidrokarbon
11

poliaromatik fototoksik yang mengakibatkan sensasi terbakar dan menyengat pada


paparan UVA ("tar smarts"). Pajanan terhadap tar dikaitkan dengan peningkatan
risiko kanker kulit non-melanoma, selain fototoksisitas, meskipun karsinogenisitas
tar batubara yang digunakan dalam terapi dermatologi masih kontroversial.

OBAT SISTEMIK
Tabel 91-3 memuat daftar agen fototoksik sistemik utama.25-53 Obat tersebut
umumnya menghasilkan reaksi sensasi terbakar akibat sinar matahari yang
berlebihan tetapi seperti pada sebagian besar fototoksin yang juga dapat
menyebabkan respon fotoalergi eksematosa dalam persentase pengguna yang lebih
rendah, terutama setelah paparan topikal. Sebagai aturannya, spektrum aksi berada
dalam rentang UVA; pengecualian termasuk sulfonamide dan ranitidine, yang
spektrum aksinya berada dalam rentang UVB, dan porphyrins, fluorescein, dan
pewarna lainnya, yang spektrum kerjanya berada dalam rentang cahaya tampak.

Tabel 91-3. Agen Fototoksik Sistemik


Kelas Nama Generik
Obat Anti Ansietas Alprazolam (Xanax)
Chlordiazepoxide (Librax, Librium,
Limbitrol)
Obat Anti Kanker Dacarbazine (DTIC-Dome)
Fluorourasil (AdruciQ
Methotrexate (Rheumatrex)
Vinblastine (Velban)
Anti Depresan Tricyclics
Amitriptyline (Elavil, Limbitrol,
Triavil)
desipramine (Norpramin)
Imipramine (Tofranil)
12

Anti Jamur Griseofulvin (Fulvicin, Grifulvin V,


Gris-PEG) b
Anti Malaria Klorokuin (Aralen)
Kina (Formula-Q, M-KYA, Quiphile,
Q-Vel) b
Anti Mikroba Kuinolon
Ciprofloxacin (Cipro)
Enoxacin (penetrex) b
Gemifloxacin (Factive)
Lomefloxacin (MaxaQuin) bc
Moxifloxacin (Avelox)
Nalidixic acid (NegGram) bC
Norfloxacin (Chibroxin, Noroxin)
Ofloxacin (Floxin, Ocuflox)
Sparfloxacin (Zagam) C
Sulfonamidesb
Tetracyclines
Demeclocycline (Declomycln ) C
Doxycycline (Adoxa, Doryx,
Monodox, Periostat,
Vibra-Tabs, Vibramycin) C
Minocycline (Arestin, Dynacin,
Minocin)
Tetracycline (Helidac, Sumycin)
Trimetoprim (Bactrim, Polytrim,
Primsol, Septra)
Obat Anti Psikotik Chlorpromazine
Fenotiazin (Thorazine) C
Perphenazine (Triavil, Trilafon)
Prochlorperazine (Compazine) C
13

Thioridazine (Mellaril)
Trifluoperazine (Stelazinej
Pengobatan Jantung Amiodarone (Cordarone, Pacerone) C
Quinidine (Quinaglute, Quinidex) b
Diuretik Furosemide (Lasix) C
Thiazides Bendroflumethiazide (
Corzide) Chlorothiazide (A1doclor,
Diuril) C
Hydrochlorothiazide (Akrilik,
Aldactazide, Aldoril, Atacand,
Avalide, Capozide, Diovan, Dyazide,
Hyzaar, Inderide, Lopressor, Lotensin,
Maxzide, Micardis, Microzide,
Moduretik, Prinzide, Teveten HCT,
Uniretic, Vaseretik, Zestoretik, Ziac) C
Dye Fluorescein (AK-Fluor, Fluor-I-Strip,
Fluorescite) Metilena biru (Terbukti)
Furokoumarin Psoralens 5-Methoxypsoralenc
8-Methoxypsoralen (Oxsoralen-Ultra)
C 4,5 ', 8-Trimethylpsoralenc
Hipoglikemik Sulfonylureas
Acetohexamide (Dymelor)
Chlorpropamide
(Diabinesej Glipizide
(Glucotrol, Metaglip)
Glyburide (DiaBeta, Glucovance,
Glynase
PresTab, Micronase)
Tolazamide (Tolinase)
Tolbutamide (OrinaSe) C
14

Anti Inflamasi Non Steroid Turunan asam asetat


Diclofenac (Arthrotec, Cataflam,
Voltaren)
Alkanone derivatif
Nabumetone (Relafen) C
Turunan asam antranilikat Asam
mefenamat (Ponstel) Cyclooxygenase
2 inhibitor
Celecoxib (Celebrex)
Turunan asam folat
Piroxicam (Feldene) b, C
Turunan asam propionat
Ibuprofen (Advil, Motrin, Nuprin,
Vicoprofen)
Ketoprofen (Orudis, Oruvail)
Naproxen (A1eve, Naprelan,
Naprosyn) C
Oxaprozin (Daypro)
asam naprofenat asam salisilat derivatif
Difiunisal (Dolobid)
Agen Terapi Fotodinamik Porfimer (PhOtofrin) C
Verteporfin (Visudyne) C
Retinoid Acitretin (Soriatane)
Isotretinoin (Accutane)
Etretinate
Lainnya Flutamide (Eulexin)
Hypericin (SI. John Wort)
Pyridoxine (vitamin B6)
Ranitidine (Zantac)
15

Histopatologi
Fototoksisitas akut ditandai oleh keratinosit yang nekrotik pada individu
dan, pada kasus yang berat, dapat terjadi nekrosis epidermis (lihat Tabel 91-1).
Mungkin juga terdapat spongiosis epidermal, edema dermal, dan infiltrasi ringan
yang terdiri dari neutrofil, limfosit, dan makrofag. Pigmentasi abu-abu dikaitkan
dengan peningkatan melanin dermal dan deposit obat atau metabolitnya pada
dermal.18,19
Gambaran histologis erupsi likenoid mirip dengan liken planus idiopatik;
Namun, mungkin terdapat tingkat spongiosis dan infiltrat dermal eosinofilik dan
infiltrat sel plasma yang lebih besar, dan sejumlah besar keratinosit yang nekrotik
dan badan sitoid. Pada pseudoporfiria, seperti pada porfiria kutanea tarda, terjadi
pemisahan dermal-epidermis pada lamina lusida dan deposit imunoglobulin pada
pertemuan epidermis-epidermal dan dinding pembuluh darah di sekitarnya.21, 22

Penatalaksanaan
Identifikasi dan penghindaran agen fototoksik penyebab merupakan
langkah yang paling penting dalam penatalaksanaan. Di luar ini, penghindaran
terhadap sinar matahari sangatlah penting. Karena spektrum aksi untuk sebagian
besar agen berada dalam rentang UVA, faktor perlindungan matahari yang tinggi,
harus menggunakan seperti tabir surya spektrum luas yang mengandung filter UVA
yang efisien (lihat Bab. 223). Fototoksisitas akut dapat diobati dengan
kortikosteroid dan kompres topikal; kortikosteroid sistemik harus disediakan hanya
untuk pasien yang paling berat. Penatalaksanaan pasien dengan pigmentasi abu-
abu, erupsi likenoid, pseudoporfiria, dan telangiektasia pada area yang terpapar
sinar matahari hanyalah bersifat simptomatik, dan pasien harus diberi tahu bahwa
hal ini akan memakan waktu berbulan-bulan setelah penghentian agen yang terkait
untuk kondisi yang harus diobati. Pasien pseudoporphyria yang diinduksi obat anti
inflamasi non steroid (OAINS) yang membutuhkan NSAID harus beralih ke kelas
yang berbeda dari agen atau obat-obat yang kurang fotosensitif, seperti indometasin
atau sulindak.54
16

FOTOALERGI
Patofisiologi
Fotoalergi merupakan respon hipersensitivitas lambat tipe IV yang
membutuhkan kehadiran fotoalergen dan panjang gelombang radiasi aktif, yang
untuk sebagian besar agen berada dalam rentang UVA. Setelah penyerapan energi
UV, fotoalergen dapat diubah menjadi molekul dengan keadaan tereksitasi, yang
kemudian kembali ke keadaan dasar dengan melepaskan energi. Dalam proses ini,
molekul dapat berkonjugasi dengan protein pembawa untuk membentuk kompleks
antigen. Hal ini dianggap sebagai mekanisme fotoalergi yang disebabkan oleh
salisil anilida terhalogenasi, klorpromazin, dan paraaminobenzoic acid (PABA).
Secara alternatif, sebuah foroalergen dapat membentuk produk cahaya yang stabil
pada paparan radiasi, yang pada gilirannya dapat berkonjugasi dengan protein
pembawa ke atau kompleks antigen. Sulfanilamid dan klorpromazin yang keduanya
telah terbukti berperan dalam reaksi ini.
Setelah terbentuk kompleks antigen, mekanisme fotoalergi, adalah identik
dengan alergi kontak. Antigen diambil dan diproses oleh sel Langerhans, yang
kemudian bermigrasi ke kelenjar getah bening regional untuk menyajikan antigen
ke limfosit T. Lesi kulit berkembang ketika limfosit T yang teraktivasi bersirkulasi
ke tempat terbuka untuk memulai respons inflamasi.

Manifestasi Klinis
Pada individu yang sensitif, paparan fotoalergen dan sinar matahari
menghasilkan perkembangan erupsi pruritus, eksematosa dalam 24 hingga 48 jam
setelah terpapar (lihat Tabel 91-1, Gambar. 91-5). Meskipun morfologi secara klinis
tidak dapat dibedakan dari dermatitis kontak alergik, distribusi erupsi dalam
fotoalergi terutama terbatas pada daerah yang terpapar sinar matahari; Namun,
dalam kasus yang berat dapat menyebar ke area tertutup, meskipun pada intensitas
yang lebih rendah. Tidak seperti lesi pada fototoksisitas, mereka yang mengalami
fotoalergi biasanya sembuh tanpa hiperpigmentasi paska inflamasi yang signifikan.
Erupsi likenoid juga pernah dilaporkan.
17

Gambar 91-5. Dermatitis fotoalergi. Erupsi ini secara klinis dibedakan dari
dermatitis kontak alergi, termasuk pada area yang sering terpapar sinar matahari.
Ditandai dengan tidak terjadinya dermatitis pada kelopak mata atas, bawah hidung,
dan regio submental dan juga leher.

Saat ini, di Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis, filter UV dalam produk
tabir surya (terutama benzophenone-3) merupakan penyebab paling umum dari
fotoalergi, sedangkan NSAID merupakan fotoalergen topikal terkemuka di Jerman,
Austria, dan Swiss. Seperti fototoksisitas, persistensi fotosensitivitas dan evolusi
menjadi dermatitis aktinik kronis (lihat Bab 90) telah dilaporkan setelah terpapar
fotoalergen, termasuk salisil anilida terhalogenasi, musk ambrette, ketoprofen,
dioxopromethazine, olaquindox, dan quinidine.55-58 Mekanisme ini belum dipahami
secara lengkap. Satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa radiasi UV mengubah
protein pembawa yang awalnya mengikat fotoalergen; hal ini menghasilkan
pembentukan neoantigen yang merangsang sistem imunitas dalam jangka panjang.
Hipotesis ini didukung melalui pengamatan bahwa bagian histidin dalam albumin
dapat mengalami oksidasi terhadap salisil anilida, yang mengikat albumin.

FOTOALERGEN
AGEN TOPIKAL
Paparan topikal merupakan rute sensitisasi yang paling umum untuk
fotoalergen.59 Tabel 91-4 memuat daftar kelompok-kelompok fotoalergen yang
umum.
18

Tabel 91-4. Fotoalergen Topikal


Kelompok Nama Kimia
Tabir Surya (Lihat BAB 223) Benzophenone
(benzofenon-3 (oksibenzon) b
benzofenon-4 (sulisobenzone)
derivatif PABA
Amyl dimetil PABA (padimate A) b
Ethylhexyl dimetil PABA (padimate O)b
PABAb
Cinnamates
Ethylhexyl-metoksisinamat (Octinoxate)
Cinoxate (cinoxate)
Salicylate
Benzyl salicylate Lainnya
Butyl-methoxydibenzoylmethane (avobenzone,
Parsol 1789 /b)
Menthyl anthranilate (meradimate)
Octocrylene (octocrylene)
Oktyl triazone
Phenylbenzimidazole sulfonic acid (ensulizole)
Pewangi 6-Methylcoumarinb
Musk ambretteb
Minyak cendana
Agen Anti-infektif Disinfektan permukaan: salicylanilides
halogen
Dibromosalicylanilide (dibromsalan, DBS) b
Tetrochlorosalicylanilide (Irgasan BS200) b
Tribromosalicylanilide (tribromsalan, TBS) b
Pembersih kulit
Chlorhexidine (Hibiclens)
19

Hexachlorophene (pHisoHex)
Pestisida
Bithionol (thiobis-dichlorophenol) b
Dichlorophene (G4, Korium, Teniaton
Dimethylol dimethyl hydantoin
Fenticlor (bis) -hydroxy-chlorophenyl sulfide) b
Pribadi ca re produk
Triclosan orgasan DP300, Microban,
Lexo1300)
antijamur topikal
Buclosamide (Jadit, butylchlorosalicylamide)
Multilungin (bromochlorosalicylanilide, BCSA)
Lainnya Antibiotik
Olaquindoxb
Obat anti-inflamasi nonsteroid (topikal)
Etofenamate
Fepradinol
Flufenamic asam
Ketoprofen
Fenotiazin
Klorpromazin (Thorazine) b
Prometazin (Phenergan) b
Lainnya
Asiklovir krim (Zovirax)
Clioquinol (Vioform, iodochlorhydroxyquin)
Kadmium sulfida
Cinchocaine (Dibucaine)
tiourea (thiocarbamide, sulfourea)
20

OBAT SISTEMIK
Fotoalergi yang disebabkan oleh obat sistemik jauh lebih sering daripada
yang disebabkan oleh obat topikal. Semua kecuali satu dari obat fotoalergenik
(piridoksin) juga bersifat fototoksik dan telah dibahas sebelumnya dalam bab ini
(lihat obat sistemik di bawah obat fototoksik dan Tabel 91-5).

Tabel 91-5. Fotoalergen Sistemik


Golongan Nama Generik
Anti Fungal Griseofulvin (Fulvicin-U / F)
Anti Malarial Kina
Anti Mikrobial Kuinolon: Enoxacin (Penetrex);
Sulfonamid
Pengobatan Jantung Kuinidin (Quinaglute, Quinidex)
Obat Anti Inflamasi Non Steroid Ketoprofen (Orudis, Oruvail),
Piroksikam (Felden)
Vitamin Pyridoxine hydrochloride (vitamin B6)

Histopatologi
Gambaran histologis fotoalergi mirip dengan dermatitis kontak alergi.
Dapat dijumpai spongiosis epidermal yang terkait dengan infiltrasi sel mononuklear
di dermis (lihat Tabel 91-1).

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan identik dengan fototoksisitas: identifikasi dan
penghindaran fotoalergen, tindakan perlindungan terhadap sinar matahari, dan
terapi simtomatik.

EVALUASI PASIEN DENGAN FOTOTOKSISITAS DAN FOTOALERGI


Evaluasi pasien dengan fototoksisitas dan fotoalergi mirip dengan evaluasi
pasien dengan gangguan fotosensitivitas lainnya dan dijelaskan secara lebih rinci di
BAB 90. Riwayat paparan fotosensitizer yang dikenal adalah yang paling penting.
21

Hal ini juga membantu untuk mengetahui apakah sinar matahari yang disaring kaca
jendela dapat menginduksi erupsi kulit, karena UVB dan UVA (320 hingga 340
run) disaring oleh kaca jendela. Distribusi erupsi kulit merupakan petunjuk yang
bermanfaat untuk jenis ini. Erupsi yang tersebar luas menunjukkan fotosensitizer
sistemik, sedangkan fotosensitizer topikal hanya menghasilkan lesi pada area yang
telah terpapar baik pada sensitizer maupun radiasi. Erupsi vesikuler dan bulosa
paling sering dikaitkan dengan fototoksisitas, sedangkan erupsi eksematosa
menunjukkan fotoalergi; biasanya, berhubungan dengan sensasi terbakar, yang
terakhir dengan pruritus. Temuan biopsi kulit juga dapat membantu dalam
membedakan kedua kondisi ini: keratinosit nekrotik biasanya terlihat pada
fototoksisitas, sedangkan dermatitis spongiotik dikaitkan dengan fotoalergi (lihat
Tabel 91-1).
Phototest dan photopatch merupakan bagian integral dari evaluasi
fotosensitivitas pada 10% pasien yang menjalani photopatch memiliki hasil positif
yang relevan secara klinis, yang mengarah ke diagnosis dermatitis kontak
fotoalergik.
Prosedur untuk phototesting dan photopatch umumnya sebagai berikut,
meskipun terdapat variasi dalam metode pengujian.62 Pada hari ke-1, paparan UVB
dan UVA untuk menentukan dosis eritema minimal, dan duplikat set fotoalergen
diterapkan secara simetris ke lokasi lain di bagian punggung dan ditutupi oleh pita
buram. Pada hari 2, MED ditentukan. Salah satu set fotoalergen duplikat terkena 10
J / cm2 UVA atau 50% dari MED terhadap UVA, mana yang lebih rendah.
Setelah iradiasi,lokasi yang terbuka ditutupi lagi dengan pita buram. Pada
hari ke-3, baik tempat uji yang diiradiasi maupun yang tidak disinari yang
ditemukan, dan reaksinya, dinilai. Pada hari ke-5 atau hari ke-8, tempat yang
disinari dan tidak disinari dievaluasi untuk reaksi osnet lambat. Reaksi pada lokasi
yang diiradiasi hanya menunjukkan fotoalergi. Reaksi intensitas yang sama di
kedua tempat yang disinari dan tertutup menunjukkan dermatitis kontak alergi.
Reaksi di kedua lokasi, tetapi dengan intensitas yang lebih tinggi di lokasi yang
disinari, menandakan baik fotoalergi dan dermatitis kontak alergi. Eritema yang
terdefinisi dengan baik yang sembuh dengan segera menunjukkan dermatitis iritasi.
22

DIAGNOSIS BANDING DARI FOTOTOKSISITAS DAN FOTOALERGI


Dermatitis kontak alergi udara ditandai dengan keterlibatan lipatan kulit
pada area yang terbuka, seperti lipatan nasolabial, dan kelopak mata yang menerima
sinar matahari minimal secara langsung. Hal ini juga melibatkan area terbuka yang
relatif terlindung dari sinar matahari, seperti area postaurikular dan area di bawah
dagu. Dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan terjadi baik di area yang
terpapar sinar matahari maupun di area yang dilindungi sinar matahari.
Fotodermatosis lain dapat dibedakan dari fototoksisitas dan fotoalergi oleh
karakteristik waktu dan morfologi mereka dan kurangnya riwayat paparan yang
kompatibel. Erupsi cahaya polimorfik memanifestasikan kondisinya dalam
beberapa jam paparan sinar matahari sebagai papula, plak, dan vesikula pruritus
pada lokasi yang terpapar sinar matahari dan menghilang dalam beberapa hari.
Dermatitis aktinik kronis muncul sebagai plak likenifikasi kronis pada daerah yang
terpapar sinar matahari. Lesi urtikaria akibat sinar matahari muncul dalam beberapa
menit paparan sinar matahari sebagai urtikaria pruritus ringan dan menghilang
dalam beberapa jam.

AGEN EKSOGEN LAINNYA YANG MENGINDUKSI


FOTODERMATOSIS DAN EKSASERBASI FOTODERMATOSIS

Porphyria Cutanea Tarda (Lihat Bab. 132)


Memakan gandum bersamaan dengan hexachlorobenzene (HCB) sebagai
pengawet mengakibatkan wabah porphyria cutanea tarda-like syndrome di Turki
pada tahun 1950.63 Penghambatan dari enzim uroporfirinogen dekarboksilase oleh
HCB dianggap berperan untuk manifestasi klinis. Namun, penelitian terhadap orang
dewasa yang terpapar HCB di Catalonia, Spanyol, tidak menunjukkan peningkatan
prevalensi porphyria cutanea tarda atau peningkatan konsentrasi porfirin dalam
urin.64
23

Lupus Eritematosus (Lihat Bab. 156)


Meskipun sebagian besar obat-obat terkait dengan lupus eritematosus yang
diinduksi oleh obat, hubungan ini paling baik dengan prokainamid, hidralazin, dan
minosiklin.65 Artralgia dan gejala sistemik yang umum terjadi; fotosensitifitas
merupakan manifestasi yang langka.
Sebagian besar pasien memiliki antibodi terhadap histone. Individu yang
memiliki sistem N-acetyltransferase mengekspresikan fenotipe "asetilator lambat"
atau yang positif terhadap human leukocyte antigen DR4 merupakan yang paling
rentan.

Pelagra (Lihat Bab. 130)


Perubahan kulit dari pelagra (dari agra pelle Italia, "kulit kasar") terkait
dengan isoniazid, 6-merkaptopurin, 5-fluorouracil, kloramfenikol, sulfapiridin,
antikonvulsan, dan antidepresan.66,67 Patogenesis pelagra yang diinduksi oleh obat
dapat terkait dengan penghambatan konversi niasin menjadi nikotinamida adenin
dinukleotida dan nikotinamida adenin dinukleotida fosfat.
24

DAFTAR PUSTAKA

1. Fotiades J, Soter NA, lim HW: Results of evaluation of 203 patients for
photosensitivity in a 7.3-year period. J Am Acad Dermatol 133:597, 1995
8. Neumann NJ et al: Photopatch testing: The 12-year experience of the German,
Austrian, and Swiss photopatch test group. J Am Acad Dermarol 42:183, 2000
10. Darvay A et al: Photoallergic contact dermatitis is uncommon. Br J Dermatol
145:597,2001
13. Moore DE: Drug-induced cutaneous photosensitivity: Incidence, mechanism,
prevention and management. Drug Saf25:345, 2002
36. Ferguson J: Photosensitivity due to drugs. Photodermatol Photoimmunol
Photomed 18:262, 2002
59. Scheuer E, Warshaw E: Sunscreen allergy: A review of epidemiology, clinical
characteristics, and responsible allergens. Dermatitis 17:3, 2006
62. Yashar 55, lim HW: Classification and evaluation of photodermatoses.
Dermatal Ther 16:1,2003

Anda mungkin juga menyukai