Anda di halaman 1dari 9

Kelompok 8 :

Dandi Syarif P3.73.34.2.18.0


Dewi Chandra Wulan P3.73.34.2.18.0
Heza Nariska P3.73.34.2.18.0
Nanda Dyah Ayu Prasasti P3.73.34.2.18.021
Nurul Rahmah Luftiyani P3.73.34.2.18.0

RESUME IMUNOLOGI
HIPERSENSITIVITAS
 Hipersensitivitas (atau reaksi hipersensitivitas) adalah reaksi berlebihan, tidak diinginkan
karena terlalu senisitifnya respon imun (merusak, menghasilkan ketidaknyamanan, dan
terkadang berakibat fatal) yang dihasilkan oleh sistem imun. Hipersensitivitas juga dapat
diartikan sebagai alergi atau biasa dikenal sebagai reaksi hipersensitivitas terjadi ketika
sistem imun memberikan reaksi yang berlebihan terhadap substansi yang tidak
mempengaruhi kebanyakan orang, subtansi ini biasa disebut sebagai alergen.
 Alergi menunjukkan adanya reaksi yang melibatkan antibodi IgE (immunoglobulin E). Ig E
terikat pada sel khusus, termasuk basofil yang berada di dalam sirkulasi darah dan juga sel
mast yang ditemukan di dalam jaringan. Jika antibodi IgE yang terikat dengan sel-sel
tersebut berhadapan dengan antigen (dalam hal ini disebut alergen), maka sel-sel tersebut
didorong untuk melepaskan zat-zat atau mediator kimia yang dapat merusak atau melukai
jaringan di sekitarnya.
 Penyebab hipersensitivitas, salah satunya karena sistem imun nonspesifik kuat seperti
komplemen, polimorf, makrofag dan agen inflamasi lain yang ‘salah sasaran’ yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan di sekitarnya. Akibat dari respons yang tidak sesuai atau
respons berlebihan inilah pada antigen asing atau terhadap antigen diri sendiri (self) akan
menimbulkan autoimunitas.
 Penggolongan jenis hipersensitivitas
Berdasarkan waktu timbulnya reaksi maka hipersensitivitas dibagi :
a. Reaksi cepat
Manifestasi klinis timbul antara 2 menit dan dapat menghilang setelah 2 jam. Reaksi
cepat berupa anafilaksis lokal dan sistemik.
b. Reaksi intermediat
Reaksi muncul setelah beberapa jam dan menghilang setelah 24 jam. Melibatkan
pembentukan kompleks IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen atau
Antibody dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC). Diawali oleh IgG dan
kerusakan jaringan yang disebabkan neutrofil atau Natural Killer sel (NK sel).
c. Reaksi lambat
Manifestasi reaksi lambat akan tampak setelah 48 jam pajanan dengan antigen. Pada
reaksi ini yang berperan adalah sel Th.

Tabel .1.
Klasifikasi Reaksi Hipersensitivitas menurut waktu serta Gell dan Coombs
Tipe Gambaran Contoh gangguan Waktu
Tipe 1 Diperantarai oleh IgE, - Asma (saluran nafas 2 – 30 menit
degranulasi sel mast, bawah)
(Anafilaksis)
- rhinitis alergika
(saluran nafas atas)
Tipe 2 Reaksi permukaan sel - Anemia hemolitik, 5 – 8 jam
diperantarai antibodi - Hemolityc Disease of
yang menyebabkan the Newborn (HDN),
sitotoksisitas, aktivasi - allergenic
komplemen. aspermatogenesis
(antibodi yang berikatan
dengan permukaan atau
sel)
Tipe 3 Diperantarai kompleks - Reaksi arthus, 2-8 jam
imun, aktivasi - Serum sickness,
komplemen. - lupus eritematosus
sistemik,
- glomerulonephritis
kronis.
Tipe 4 Diperantarai sel, Sel - Dermatitis kontak, 24 - 72 jam
T disensitisasi, tuberkel lepra,
makrofag teraktivasi. - sirosis skistosomal,
- ruam kulit akibat
virus,
- penolakan cangkok
kulit.
Sumber: Rittenhouse-Olson, Kate, Ernesto de nardin. (2016). Imunologi Dan Serologi Klinis Modern: Untuk Kedokteran Dan Analis
Kesehatan (MLT/CLT), Alih Bahasa: Dian Ramadhani, et al. Jakarta: EGC (10).

 Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe
lambat (delayed-type) atau Cell mediated immunity (CMI). Pada reaksi ini, tidak ada
peranan dari antibodi. Keterlibatan limfosit T CD4 akan mengeluarkan limfokin seperti IL2,
tumor nekrosis faktor atau interferon maka, limfokin inilah yang menstimulasi makrofag
sehingga akan melakukan fagositosis. Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan
oleh sel T dan makrofag contohnya tes Mantoux pada reaksi tuberculin setelah tubuh
terpapar dengan antigen. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah
hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type hipersensitivity, DTH)
 Pada T cell citotoxic akan melibatkan limfosit T CD8, jika ada antigen maka limfosit T
CD8 akan berubah menjadi limfosit T Sitotoksik yang akan menghancurkan antigen atau
lisis sel, dalam hal ini antigen berupa virus, tumor dan allogenic cell. Bentuk lain dari
hipersensitivitas tipe IV adalah dermatitis kontak (racun Ivy, senyawa kimia, logam berat,
dll.)

Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan waktu awal
timbulnya gejala,

Waktu Penampakan
Tipe Histologi Antigen dan situs
reaksi klinis
Epidermal (senyawa
48-72 Limfosit, diikuti makrofag;
Kontak Eksem (ekzema) organik, jelatang atau poison
jam edema epidermidis
ivy, logam berat, dll.)
48-72 Pengerasan Limfosit, monosit, Intraderma (tuberkulin,
Tuberkulin
jam (indurasi) lokal makrofag lepromin, dll.)
Antigen persisten atau
Granulom 21-28 Makrofag, epitheloid dan
Pengerasan senyawa asing dalam tubuh
a hari sel raksaksa, fibrosis
(tuberkulosis, kusta, etc.)
Gambar 11. Mekanisme hipersensitivitas lambat melalui aktivasi sel T
A. Reaksi DTH, sel CD4+ (kadang juga CD8+) memberikan respons terhadap antigen
jaringan dengan melepas sitokin yang merangsang inflamasi dan mengaktifkan
fagosit, sehingga timbul kerusakan jaringan.
B. CD8+/ CTL dapat langsung membunuh sel jaringan dan menimbulkan penyakit.
 Mekanisme CMI dimulai dengan presentasi antigen oleh APC kepada sel T CD4+
(kadang juga CD8+). Sitokin yang dilepas sel APC akan mengaktifkan sel T. Sitokin
juga merangsang sel T untuk berploriferasi secara autokatalitik. Dengan degradasi oleh
enzim lisosom serta sel peroksid radikal dan superoksid CMI berakhir dengan
hancurnya mikroorganisme.
 Jenis-jenis reaksi hipersensitivitas Tipe IV

1. Reaksi tuberculin (Gambar 12):

Reaksi dermal dan terjadi 20 jam setelah terpapar dengan antigen. Reaksi terdiri atas
infiltrasi sel mononuclear (50% berupa limfosit dan monosit). Kelianan kulit yang khas
pada penyakit cacar, campak, dan herpes ditimbulkan oleh karena CMI terhadap virus
ditambah dengan kerusakan sel yang diifektir virus oleh sel Tc.

Gambar 12. Tuberculin Test

2. Dermatitis kontak
Dermatitis timbul pada kulit tempat kontak dengan allergen dan merupakan reaksi
epidermal dapat timbul maksimal 48 jam. Sel Langerhans berperan dalam reaksi ini.
Kontak dengan antigen mengakibatkan ekspansi klon sel T yang dapat mengenal
antigen tersebut dan kontak dengan yang menimbulkan respons. Pda reaksi ini juga
dapat penglepasan sel epitel yang menimbulkan infiltrasi sel efektor dan menimbulkan
dikeluarkan cairan dan terbentuknya gelembung.
3. Hipersensitivitas jones mote.
Ditandai oleh adanya infiltrasi basofil di bawah epidermis. Terjadi sesudah penyuntikan
antigen intradermal berulang- ulang pada manusia. Reaksi biasanya terjadi setelah 24
jam berupa eritem tanpa indurasi. Eritem terdiri dari infiltrasi sel basofil.
4. Reaksi granulomata
Meruapakan jenis reaksi yang penting dari tipe IV karena efek patologi yang
ditimbulkannya. Disebabkan karena adanya antigen yang persisten di dalam makrofag
berupa mikroorganisme yang tidak dapat dihancurkan atau kompleks imun yang
menetap. Juga dapat terjadi pada hipersensitivitas terhadap serkonium, sarkoidosis, dan
rangsangan bahan non antigenic seperti bedak yang tidak bisa dimusnahkan oleh
makrofag.

Sifat –sifat penting ke empat jenis reaksi hipersensitivitas lambat terlihat pada tabel
Tabel 2. Sifat-sifat penting keempat reaksi hipersensitivitas lambat
Tipe Tuberkulin Kontak Jones mote granuloma
Waktu reaksi 48 jam 48 jam 24 jam 4 minggu
Bentuk klinis Indurasi lokal Eksema Pembengkakan Indurasi kulit
dan bengkak kulit
serta panas
Gambaran Sel Sel Basophil, Sel epiteloid,
histologik mononnuklear, mononuclear, limfosit, sel granulosis, sel
limfosit, edema, mononuclear datia,
monosit, epidermis makrofag,
makrofag menimbul. fibrosis,
menurun nekrosis
antigen Dermal: Epidermal: Antigen Antigen atau
Tuberculin dan misalnya nikel, intradermal, kompleks
mycobacterium karet misanya Ag/Ab dalam
ovalbumin makrofag yang
persisten
Sumber: Baratawidjaja K.G., Rengganis I, (2009). Imunologi Dasar. Edisi 8.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI

Anda mungkin juga menyukai