Anda di halaman 1dari 6

Pengantar E1

Transmisi Suara Melalui Telepon

Teknologi telekomunikasi yang kita kenal saat ini, awalnya dikembangkan agar manusia
dapat saling berkomunikasi tanpa adanya halangan jarak menggunakan media elektronik
dan ataupun elektromagnetik. Dengan demikian, pada mulanya yang dipikirkan oleh para
ilmuwan pada masa itu adalah bagaimana caranya agar suara manusia dapat
ditransmisikan melalui media tertentu sehingga fungsi komunikasi dapat berjalan dengan
baik. Sehingga banyak dilakukan percobaan-percobaan dan penemuan tentang transmisi
menggunakan gelombang elektromagnetik (radio), transmisi melalui media kabel
tembaga (telepon) dan sebagainya.

(Gambar 1. Telepon Awal)

Pada awal diperkenalkannya telepon sebagai salah satu media telekomunikasi pada
sekitar lebih dari satu abad yang lalu, hanya satu sambungan suara saja yang dapat
dilakukan dalam satu waktu (simplex). Artinya orang hanya bisa berbicara secara
bergantian dalam satu sambungan percakapan menggunakan telepon. Pada waktu itu
suara ditransmisikan dalam bentuk sinyal elektris analog yang diubah setara besarannya
dengan ragam intonasi dan ucapan yang digunakan dalam bertelepon, untuk kemudian
dilewatkan melalui kabel tembaga, dan diubah nantinya menjadi sinyal suara kembali.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, transmisi suara dilakukan secara digital. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi adanya derau (noise), untuk meningkatkan kualitas suara
selain juga pertimbangan efisiensi biaya dan faktor-faktor lainnya. Pada waktu itu,
dikembangkan suatu teknologi untuk mengubah sinyal suara manusia yang dihasilkan
dalam bentuk analog ke dalam bentuk digital untuk ditransmisikan melalui media
tertentu, dan sebaliknya, pada saat sinyal tersebut diubah kembali menjadi sinyal analog.

Hirarki Dalam Sistem Transmisi Telekomunikasi

Kebutuhan manusia dalam bertelekomunikasi setiap waktu semakin meningkat. Hal ini
tentu saja membutuhkan perluasan jaringan dan menambah kebutuhan sumber daya,
termasuk media transmisinya. Untuk meningkatkan kapasitas media transmisi jaringan
tanpa perlu menambah sumber daya yang terlalu banyak, maka dipikirkanlah cara untuk
mentransmisikan sinyal sekaligus dalam jumlah yang banyak dalam satu waktu
menggunakan media transmisi yang sama.

Alhasil, digunakanlah teknologi multiplexing dan PCM untuk mengubah sinyal analog
menjadi sinyal digital dan melewatkannya melalui satu media transmisi secara bersamaan
dalam jumlah kapasitas yang besar. Dalam multipleksing tersebut, sinyal transmisi dibagi
menjadi hirarki-hirarki tertentu yang masing-masingnya memiliki kapasitas tertentu pula.
Menggunakan besaran DS0 sebagai sinyal dasar transmisi, sistem hirarki dalam transmisi
tersebut dikenal sebagai sistem PDH (Plesiochronous Digital Hierarchy) yang saat ini
sudah digantikan oleh sistem SDH (Syncronous Digital Hierarchy).

DS0 membentuk dasar multipleks transmisi digital dalam hirarki sistem telekomunikasi.
Teknologi multipleks digunakan untuk menghemat sumber daya sehingga dengan sumber
daya yang terbatas dapat dihasilkan sistem transmisi suara yang lebih efektif dan efisien.
Sistem hirarki dalam transmisi telekomunikasi diperkenalkan pertama kali pada tahun
1960 - 1970-an.

DS0 (Digital Signal 0)

Digital signal 0 (baca: nol) merupakan tingkat pensinyalan dasar suara secara digital
dengan nilai 64kbit/detik. Nilai tersebut setara dengan satu kanal frekuensi suara. Dalam
teknologi telepon, rentang frekuensi dalam kondisi normal yang dapat ditransmisikan
secara umum adalah antara 300 Hz hingga 3400 Hz. Dengan menganggap bahwa perlu
ditetapkan suatu batasan frekuensi (adanya frekuensi penjaga - guard bands) agar sinyal
analog tersebut pada saat direkonstruksi ulang setelah ditransmisikan tidak mengalami
kerusakan, maka dialokasikan lebar pita sebesar 4000 Hz yang digunakan sebagai kanal
tunggal untuk transmisi suara. Jumlah yang sedikit lebih besar, dimana sebelumnya lebar
pita yang diperlukan untuk hal itu diperkirakan hanya sebesar 3,1 KHz saja.

Untuk mengubah sinyal analog ke dalam bentuk sinyal digital, maka perlu dilakukan
pengubahan menggunakan teknologi PCM (Pulse Code Modulation). Teknologi PCM
awalnya dikembangkan dan dipatenkan di Perancis pada tahun 30-an (1938), namun
dalam kurun waktu hampir 3 dasawarsa setelahnya teknologi ini digunakan secara
komersial. Tepatnya pada tahun 1962 di Bell Labs Amerika Serikat, teknologi ini
diimplementasikan pertama kalinya secara komersial.

Dalam teknologi ini, frekuensi suara dicuplik pada rentang frekuensi 8000 Hz atau 2 kali
kanal tunggal untuk transmisi suara pada lebar pita 4000 Hz. Hal ini dilakukan agar pada
saat dilakukan rekonstruksi kembali, sinyal tersebut tidak mengalami kerusakan, hal ini
sesuai dengan hukum Nyquist. Pencuplikan dilakukan sebanyak 8 bit tiap frekuensi setiap
detiknya, sehingga dalam waktu 1 detik diperoleh nilai 64000 bit atau 64 kbit (8000 Hz x
8bit/detik). DS0 dikenal juga sebagai E0 atau T0.

Digital signal 1 (DS1)

Dikembangkan awalnya di Amerika Serikat (1965) dan digunakan oleh Kanada dan
Jepang, sistem DS1 "mengawinkan" teknologi PCM dan multipleks menggunakan sistem
TDM. Pada sistem ini, transmisi kanal digital dimultipleks menjadi 24 kanal sehingga
keseluruhannya memiliki kapasitas sebesar 24 x 64 kbit/detik atau sama dengan 1554
kbit/detik atau 1,554 Mbit/detik. Sistem ini dikenal dengan sebutan T1.

Sementara di Eropa dan termasuk Indonesia, terdapat sistem lain yang ekuivalen dengan
T1 tersebut, yang dikenal dengan E1 (E-Carrier 1). Sistem E1 dikembangkan beberapa
saat kemudian di Eropa (1968) setelah penggunaan sistem T1 di Amerika Serikat.
Perbedaan mendasar antara 2 sistem tersebut adalah pada jumlah kanal, yaitu jika pada
T1 menggunakan 24 kanal, maka pada E1 menggunakan 32 kanal sehingga
keseluruhannya memiliki kapasitas sebesar 32 x 64 kbit/detik atau sama dengan 2048
kbit/detik atau 2,048 Mbit/detik.

Struktur E1

Sistem E-carrier secara permanen mengalokasikan kapasitas khusus bagi panggilan suara
dalam semua durasinya. Hal ini memastikan kualitas panggilan suara yang tinggi.
Meskipun kanal-kanal tersebut juga tidak melulu diisi oleh suara saja, namun juga dapat
terisi oleh data. Alokasi ini dimungkinkan karena struktur E1 sendiri yang didesain secara
khusus. Terdiri atas 32 kanal, kanal 0 dan 17 digunakan sebagai kanal pensinyalan dan
sinkronisasi/transmisi alarm, sedangkan 30 kanal lainnya digunakan sebagai kanal
transmisi suara atau data.

(Gambar 2. Struktur E1 (klik gambar untuk memperbesar))


Dalam struktur tersebut, transmisi data yang dilakukan berbentuk frame. Frame
merupakan suatu metode untuk menandai atau sebagai indikasi untuk memulai
penghitungan kanal pertama sehingga demultiplexer nantinya mengetahui dimana awal
mula penghitungan kanal. Dan dengan demikian transmisi data dapat diketahui "ujung-
pangkalnya" oleh perangkat yang menerima kiriman data tersebut. Dalam hal ini suatu
pola bit tertentu ditransmisikan dalam tiap frame.

FAS dan NFAS (Frame Alignment Signal dan Non Frame Alignment Signal) merupakan
bit-bit dalam frame tersebut yang menentukan posisi-posisi kanal yang berada dalam
posisi byte tertentu dalam sebuah frame.

(Gambar 3. Struktur E1 Lebih Detail (klik gambar untuk memperbesar))

Tiap frame ditransmisikan dalam waktu 125 mikrodetik (sepersejuta detik), sebanyak 32
bit data, sehingga dalam 1 detik dapat ditransmisikan sebanyak 8000 frame atau 2048000
bit data.

E1 Sebagai Satuan Transmisi

Beberapa E1 dapat digabung untuk membentuk hirarki yang lebih besar. Besaran
kapasitas 1 E1 (2 Mbit/detik) tersebut, saat ini digunakan sebagai satuan transmisi
terkecil untuk data. Sehingga secara praktis, untuk satu sambungan perangkat dalam
suatu jaringan akan menggunakan nilai transmisi datanya minimal sebesar 1E1. Dimana
dalam teknologi multipleks hirarki dikenal juga sebagai satu tributary unit. Istilah
tributary unit mengacu pada teknologi hirarki dalam transmisi data, yang dapat dianggap
sebagai "saluran" terkecil yang terhubung ke "saluran" yang lebih besar.
Synchronous Digital Hierarchy

Synchronous Digital Hierarchy (SDH) merupakan hirarki pemultiplekan yang berbasis


pada transmisi sinkron yang telah ditetapkan oleh CCITT (ITU-T). Dalam dunia
telekomunikasi, rentetan pemultiplekan sinyal-sinyal dalam transmisi menimbulkan
masalah dalam hal pencabangan dan penyisipan (drop and insert) yang tidak mudah serta
keterbatasan untuk memonitor dan mengendalikan jaringan transmisinya.

Sebelum kemunculan SDH, standar transmisi yang ada dikenal dengan PDH
(Plesiochronous Digital Hierarchi) yang sudah lama ditetapkan oleh CCITT. Suatu
jaringan plesiochronous tidak menyinkronkan jaringan tetapi hanya menggunakan pulsa-
pulsa detak (clock) yang sangat akurat di seluruh simpul penyakelarnya (switching node)
sehingga laju slip di antara berbagai simpul tersebut cukup kecil dan masih bisa diterima
(misalnya plus/minus 50 bit atau 5x10-5 untuk jaringan/kanal 2,048 atau 1,544 Mbps).
Mode operasi seperti ini barangkali memang merupakan suatu implementasi yang paling
sederhana karena bersifat menghindari pendistribusian pewaktuan di seluruh jaringan.

Ternyata bahwa PDH tidak begitu cocok untuk mendukung perkembangan teknik
pengendalian dan pemrosesan sinyal untuk masa kini yang makin banyak dibutuhkan
oleh perusahaan-perusahaan penyedia layanan telekomunikasi. Dalam PDH, sebuah
peralatan transmisi tertentu umumnya hanya menangani dengan baik satu fungsi tertentu
saja dalam jaringan, sementara dalam SDH, ada integrasi dari berbagai tipe peralatan
yang berbeda-beda yang mampu memberikan kebebasan baru dalam perancangan
jaringan. Sudah bukan merupakan berita baru bahwa SDH dapat dipergunakan untuk
transmisi optik kapasitas besar, pengaturan lalu lintas komunikasi dan restorasi jaringan.

SDH memiliki dua keuntungan pokok : fleksibilitas yang demikian tinggi dalam hal
konfigurasi-konfigurasi kanal pada simpul-simpul jaringan dan meningkatkan
kemampuan-kemampuan manajemen jaringan baik untuk payload trafic-nya maupun
elemen-elemen jaringan. Secara bersama-sama, kondisi ini akan memungkinkan
jaringannya untuk dikembangkan dari struktur transport yang bersifat pasif pada PDH ke
dalam jaringan lain yang secara aktif mentransportasikan dan mengatur informasi.

Tawaran-tawaran spesifik yang diciptakan oleh SDH diantaranya termasuk:

 Self-healing; yakni pengarahan ulang (rerouting) lalu lintas komunikasi secara


otomatis tanpa interupsi layanan.
 Service on demand; provisi yang cepat end-to-end customer services on demand.
 Akses yang fleksibel; manajemen yang fleksibel dari berbagai lebarpita tetap ke
tempat-tempat pelanggan.

Standar SDH juga membantu kreasi struktur jaringan yang terbuka, sangat dibutuhkan
dalam lingkup yang kompetitif sekarang ini bagi perusahaan-perusahaan penyedia
layanan telekomunikasi.
Hirarki dan Komponen pada SDH

Sebelum munculnya SDH, hirarki pemultiplekan sinyal digital untuk Amerika/Kanada,


Jepang dan Eropa berbeda-beda seperti dinyatakan pada tabel 1. Dengan adanya SDH,
hirarkinya diseragamkan menjadi seperti terlihat pada Gambar 1.

Tabel 1. Hirarki sinyal digital di Amerika, Jepang dan Eropa


Level hirarki ke: Amerika/kanada (Mbps) Jepang (Mbps) Eropa (Mbps)
1,544 1,544 2,048
6,312 6,312 2,442
12345 44,736 32,064 34,368
274,176 97,728 139,264
- 397,200 560,840

Anda mungkin juga menyukai