Anda di halaman 1dari 12

Standar Operasional Penyakit Menular dan Data Kesehatan Reproduksi

TUGAS

MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI

NAMA KELOMPOK 4 :

DETTI ELNITA (2115302184)


RAHMIKA (2115302252)
ALMAIDA (2115302180)
ELVA YUSNITA (2115302185)
RARA HIFRIANTI (2115302193)
HUZAIMAH (2115302188)
TRI NOVA HANDAYANI (2115302199)
PRIHATIWI (2115302251)

PRODI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI
TAHUN 2022
Standar Operasional Penyakit Menular

Perawatan Pasien Dengan Penyakit Menular

No. Dokumen : Revisi : Halaman

Standar Prosedur
Operasion
Pengertian Suatu tindakan yang dilakukan untuk mencegah
penularan penyakit
infeksi . Ada pun cara mencegah penularan infeksi
tersebut adalah
dengan penerapan "Isolalion Preca lions"
(Kewaspadaan Isolasi)
yang terdiri dari 2 pilar / tingkatan,yaitru "Slandard
Precaulions"
(Kewaspadaan Standar) dan "Tra smission bqsed
Precoulions"
(Kewaspadaan berdasarkan cara penularan)
Tujuan Memutus rantai penularan mikroba penyebab
infeksi. Diterapkan
pada pasien gejala,/ dicurigai terinfeksi atau
kolonisasikuman
penyebab inf'eksi menular yang dapat
ditransmisikan lewat udara,
droplet,kontak kulit atau permukaan terkontaminasi
Prosedur PERAWATAN
Persiapan alat:
 Sabun cair 4 randrubb
 Handuk kering/tissue
 Sarung tangan
 Gaun/apron
 Masker
 Kacamata pelindung
 Penutup kepala
 Penutup kaki/sepatu
Pelaksanaaan:
 Lepaskan semua perhiasan (cincin,iam atau
gelang)
 Lepaskan pakaian luar
 Kenakan baju tindakan sebagai lapisan
pertama pakalan
 Lipat pakaian luar dan simpan dengan
perhiasan dan
barang-barang pribadi lainnya di dalam Iemari
berkunci yang telah disediakan
 Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun
atau dengan handrubb basis alcohol
 Kenakan sepasang sebatas
pergelangan tangan
 Kenakan gaun luar/jas operasi
 Kenakan sepasang sarung tangan
kedua/sarung
tangan bersih
 Pasang masker menutupi hidung dan mulut,
ikat dengan tepat
 Gunakan apron
 Gunakan penutup kepala
 Gunakan kaca mata pelildung jika diperlukan
 Kenakan sepatu boot
 Lakukan tindakan dengan tehnik aseptik
 Kewaspadaan terhadap semua darah dan
cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh
pasien untuk kotransmisi infeksi
 Penanganan limbah fescs urin dan sekresi
pasien yang lain dalam lubang pembuangan
yang disediakan,bersihkan dan desinfeksi
 Tangani bahan infeksius sesuai prosedur
 Penanganan jarum suntik dan buang jarum ke
tempat khusus(shatpcontainer).
 Pertahankan system drainage tertutup pada
setiap aliran kateter (intravena.urine.dll)
 Pastikan peralatan,barang fasilitas dan Iinen
infeksius pasien telah dibersihkan dan
didesinfeksi dengan benar
 Lepaskan peralatan yang telah digunakan
dengan tepat (cegah kontaminasi silang)
PENGELOLAAN
Kewaspadaan transmisi Kontak
Penempatan paslen:
Tempatkan di ruang rawat terplsah
Bila tidak memungkinkan lakukan Kohorting
(management MDR)

APD petugas:
Sarung tangan bersih non steril,ganti setelah
kontak bahan infeksius,lepaskan sarung tangan
keluar dari kamar pasien dan cuci tangan
menggunakan antiseptik
Gaun,lepaskan gaun sebelum meninggalkan
ruangan

Transponpasien
Batasi kontak saat transpoftasi pasien

Kewaspadaan transnisi iroplel


Penempatan Pasien:
Tempatkan di ruang rawat terpisah atau
kohoning, beri jarak antar pasien > lnl
Tempatkan dalam ruangan yang memiliki
ventilasi dengan laju penukaran udara yang baik
APD petugas
Masker Bedah /Prosedur,dipakai saat memasuki
ruang rawat pasien
Transport pasien
Batas transportasi pasien. Pasangkan masker
pada pasien saat transportasi

Catatan.
Kohoting adalah menempatkan pasien terinfeksi atau kolonisasi
pathogen yang diruang yang sama,pasien lain tanpa pathogen yang
sama dilarang masuk
Data Kesehatan Reproduksi Ibu Indonesia Tahun 2020

1. KESEHATAN IBU
Berdasarkan hasil estimasi, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 adalah sebesar
271.066.366 jiwa yang terdiri atas 136.142.501 jiwa penduduk laki-laki dan 134.923.865 jiwa
penduduk perempuan. Gambar 1.1 memperlihatkan pertumbuhan penduduk dan jumlah penduduk di
Indonesia dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2020 berdasarkan jenis kelamin. Penurunan jumlah
pertumbuhan penduduk terbesar terjadi pada tahun 2019-2020 dari 3,06 juta per tahun menjadi 2,99
juta per tahun (Lihat Gambar 1.1).
Keberhasilan program kesehatan ibu dapat dinilai melalui indikator utama Angka Kematian
Ibu (AKI). Kematian ibu dalam indikator ini didefinisikan sebagai semua kematian selama periode
kehamilan, persalinan, dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau
pengelolaannya tetapi bukan karena sebab lain seperti kecelakaan atau insidental. Angka Kematian
Ibu (AKI) adalah semua kematian dalam ruang lingkup tersebut di setiap 100.000 kelahiran hidup.
Selain untuk menilai program kesehatan ibu, indikator ini juga mampu menilai derajat kesehatan
masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas
maupun kualitas. Secara umum terjadi penurunan kematian ibu selama periode 1991-2015 dari 390
menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun terjadi kecenderungan penurunan angka
kematian ibu, namun tidak berhasil mencapai target MDGs yang harus dicapai yaitu sebesar 102 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Hasil supas tahun 2015 memperlihatkan angka kematian
ibu tiga kali lipat dibandingkan target MDGs. Gambaran AKI di Indonesia dari tahun 1991 hingga
tahun 2015 dapat dilihat pada

Jumlah kematian ibu yang dihimpun dari pencatatan program kesehatan keluarga
di Kementerian Kesehatan pada tahun 2020 menunjukkan 4.627 kematian di Indonesia. Jumlah ini
menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2019 sebesar 4.221 kematian.
Berdasarkan penyebab, sebagian besar kematian ibu pada tahun 2020 disebabkan oleh
perdarahan sebanyak 1.330 kasus, hipertensi dalam kehamilan sebanyak 1.110 kasus, dan gangguan
sistem peredaran darah sebanyak 230 kasus. Jumlah kematian ibu menurut provinsi disajikan pada
Lampiran 21.
Upaya percepatan penurunan AKI dilakukan dengan menjamin agar setiap ibu mampu
mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, seperti pelayanan kesehatan ibu hamil,
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan
pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, dan
pelayanan keluarga berencana termasuk KB pasca persalinan.
Pada bagian berikut, gambaran upaya kesehatan ibu yang disajikan terdiri dari: (1) pelayanan
kesehatan ibu hamil, (2) pelayanan imunisasi Tetanus bagi wanita usia subur dan ibu hamil,
(3) pemberian tablet tambah darah, (4) pelayanan kesehatan ibu bersalin, (5) pelayanan kesehatan ibu
nifas, (6) Puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil dan Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K), (7) pelayanan kontrasepsi/KB dan (8) pemeriksaan HIV dan Hepatitis
B.
Penyakit Menular Pada Ibu Hamil

a. HIV / Aids
Tujuan pemeriksaan HIV pada ibu hamil adalah untuk mencegah terjadinya kasus HIV pada bayi yang di
lahirkan oleh ibu dengan HIV. Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat terjadi selama masa kehamilan, saat
persalinan dan selama menyusui. Infeksi HIV pada bayi dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian
sehingga berdampak buruk pada kelangsungan dan kualitas hidup anak.
Selama tahun 2020 terdapat 2.404.754 ibu hamil yang di periksa HIV di Indonesia. Dari pemeriksaan tersebut
di dapatkan 6.094 (0,25%) ibu hamil yang positif HIV. Provinsi dengan persentase ibu hamil yang positif
HIV tertinggi adalah Provinsi Papua Barat sebesar 2,56%, Kepulauan Riau sebesar sebesar 2,32% dan
Papua sebesar 0,88%.

PERSENTASE IBU HAMIL YANG POSITIF HIV MENURUT


PROVINSI TAHUN 2020

INDONESIA 0,25
Papua Barat 2,56
Kepulauan Riau 2,32
Papua 0,88
Nusa Tenggara Barat 0,88
Kalimantan Timur 0,57
Sumatera Utara 0,53
Sulawesi Utara 0,34
Riau 0,33
Bali 0,32
Maluku Utara 0,32
Jawa Tengah 0,31
Nusa Tenggara Timur 0,30
Bengkulu 0,28
Kalimantan Selatan 0,24
Sulawesi Selatan 0,21
Jawa Timur 0,20
Jawa Barat 0,20
Maluku 0,19
Gorontalo 0,19
Kepulauan Bangka Belitung 0,17
Kalimantan Tengah 0,17
DKI Jakarta 0,14
Kalimantan Utara 0,14
DI Yogyakarta 0,14
Kalimantan Barat 0,11
Lampung 0,07
Sulawesi Tenggara 0,07
Jambi 0,06
Sulawesi Tengah 0,06
Banten 0,05
Sulawesi Barat 0,04
Sumatera Selatan 0,03
Sumatera Barat 0,03
Aceh 0,01
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00

Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2021


b. Hepatitis
Program Nasional dalam Pencegahan dan Pengendalian Virus Hepatitis B saat ini fokus pada pencegahan
Penularan Ibu ke Anak (PPIA) karena 95% anak berisiko tertular Hepatitis B kronik dari ibunya yang
Positif Hepatitis B. Sejak tahun 2013 telah dilakukan Kegiatan Deteksi Dini Hepatitis B (DDHB) pada ibu
hamil dilayanan Kesehatan dasar (Puskesmas) dan Jaringannya.
Pemeriksaan Hepatitis B pada ibu hamil dilakukan melalui pemeriksaan darah dengan menggunakan tes
cepat/Rapid Diagnostic Test (RDT) HBsAg. HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen) merupakan antigen
permukaan yang ditemukan pada virus hepatitis B yang memberikan arti adanya infeksi hepatitis B. Bayi
yang lahir dari ibu yang terdeteksi Hepatitis B (HBsAg Reaktif) diberi HBIg (Hepatitis B Imunoglobulin)
sebelum 24 jam kelahiran disamping imunisasi aktif sesuai program Nasional (HB0, HB1, HB2 dan
HB3). HBIg merupakan serum antibodi spesifik Hepatitis B yang memberikan perlindungan langsung
kepada bayi.
Pelaksanaan Deteksi dini Hepatitis B pada kelompok berisiko/ibu hamil telah dilakukan secara nasional
mulai tahun 2015. Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa tiap tahun terdapat kenaikan target yang
diikuti dengan kenaikan capaian target indikator dapat tercapai setiap tahunnya.

PERSENTASE KABUPATEN/KOTA MELAKSANAKAN DETEKSI DINI


HEPATITIS B (DDHB) MENURUT PROVINSI TAHUN 2020

Indonesia 91,44
Aceh 100,00
Sumatera Barat 100,00
Riau 100,00
Jambi 100,00
Sumatera Selatan 100,00
Bengkulu 100,00
Lampung 100,00
Kepulauan Bangka Belitung Target 2020: 100,00
Kepulauan Riau 85% 100,00
DKI Jakarta 100,00
Jawa Barat 100,00
Jawa Tengah 100,00
DI Yogyakarta 100,00
Jawa Timur 100,00
Banten 100,00
Bali 100,00
Nusa Tenggara Barat 100,00
Nusa Tenggara Timur 100,00
Kalimantan Tengah 100,00
Kalimantan Selatan 100,00
Kalimantan Timur 100,00
Kalimantan Utara 100,00
Sulawesi Tengah 100,00
Sulawesi Selatan 100,00
Gorontalo 100,00
Sulawesi Barat 100,00
Maluku Utara 100,00
Kalimantan Barat 92,86
Maluku 81,82
Sulawesi Utara 80,00
Sulawesi Tenggara 70,59
Sumatera Utara 60,61
Papua Barat 53,85
Papua 51,72
0 20 40 60 80 100 120

%
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2021

Target Kabupaten/kota yang melaksanakan Deteksi Dini Hepatitis B tahun 2020


sebanyak 85% (437 Kabupaten/kota). Tahun 2020 deteksi dini Hepatitis B pada ibu
hamil/kelompok berisiko telah dilaksanakan di 470 kabupaten/kota atau sebesar 91,44
yang tersebar di 34 Provinsi. Terdapat 28 Provinsi yang sudah mencapai target. Provinsi dengan
capaian tertinggi (100%) sebesar 27 provinsi sedangkan provinsi dengan capaian terendah yaitu
Provinsi Papua (51,72%), dan Papua Barat (53,85%).
PERSENTASE IBU HAMIL MELAKSANAKAN DETEKSI DINI
HEPATITIS B (DDHB) MENURUT PROVINSI TAHUN 2020

Indonesia 51,37
Kalimantan Utara76,49
Jawa Tengah72,21
Kepulauan Bangka Belitung70,93
Jawa Timur68,60
Sulawesi Selatan68,15
Lampung66,37
Aceh65,98
Nusa Tenggara Barat59,08
DKI Jakarta58,98
Gorontalo56,49
Bali56,05
Kalimantan Timur55,93
Kalimantan Selatan54,66
Target 2020:
44,45 Banten52,20
80%
41,76 Kalimantan Tengah51,78
41,32 Sulawesi Tengah50,42
39,87 Jawa Barat49,24
38,98 Maluku Utara48,67
38,38 Jambi48,62
34,66 Sulawesi Barat47,92
Sumatera Barat44,68
9,80 29,95
DI Yogyakarta Kalimantan Barat Sumatera Selatan
26,36 Maluku Bengkulu Kepulauan Riau
020406080100120
24,77 Nusa Tenggara Timur Sulawesi Tenggara
% Utara Papua Barat
Riau Papua Sulawesi
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2021 18,68 Sumatera Utara
17,51
Presentase ibu hamil melaksanakan DDHB pada tahun 2020 menurut provinsi dapat
dilihat pada Gambar 5.22. Pada tahun 2020 sebesar 51,37% ibu hamil melaksanakan Deteksi
Dini Hepatitis B dari jumlah sasaran ibu hamil tahun 2020 sebanyak 5,221,784 ibu hamil.
Capaian ini masih belum mencapai target, yaitu Deteksi Dini Hepatitis B minimal 80% Ibu
Hamil diperiksa terintegrasi dengan HIV dan Sifilis (Triple Eliminasi). Provinsi dengan capaian
tertinggi yaitu 76,49% (Kalimantan Utara) sedangkan provinsi dengan capaian terendah yaitu
Sumatera Utara (9,80%).
Jumlah Ibu hamil yang diperiksa Hepatitis B dengan menggunakan Rapid Diagnostic
Test (RDT) HbsAg tahun 2020 yaitu sebanyak 2.682.297 orang atau sebanyak 51,37% dari ibu
hamil yang menjadi sasaran. Capaian ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun
sebelumnya yaitu 2.540.158 atau 48,25% ibu hamil yang terjangkau oleh pemeriksaan.
Hasil pemeriksaan RDT HbsAg tahun 2020 menemukan sebanyak 45.108 atau 1,68% ibu hamil
menunjukkan hasil reaktif.
PERSENTASE IBU HAMIL HBSAG
REAKTIFMENURUT PROVINSI
TAHUN 2020

INDONESIA 1,7
Nusa Tenggara Timur 4,9
Papua Barat 4,7
Papua Maluku Utara 3,9
Sulawesi Tenggara
3,5 3,9
Gorontalo Nusa
Tenggara Barat
Kalimantan Tengah 3,0 3,3
Sulawesi Tengah 2,5
Kalimantan Barat 2,5
2,4
Sulawesi Barat
Kep. Bangka Belitung 2,2
Kalimantan Selatan 2,1
Sulawesi Selatan
Kalimantan Utara 2,1
Kalimantan Timur 2,1
Jawa Timur
Maluku Bengkulu 2,1
Kepulauan Riau 1,7 1,9
Sulawesi Utara
Banten Riau 1,5 1,9
DKI Jakarta Lampung
Jawa Tengah Jawa 1,5 1,8
Barat 1,5
Jambi Bali
Sumatera Barat 1,5
Sumatera Utara 1,4
Aceh Sumatera
Selatan DI Yogyakarta 1,4
1,3
1,3
0,7 1,2
0,7 1,2
2 3 4 5 6
01 1,2
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2021
1,1
1,0
Pada tahun 2020 terdapat sebanyak 1,7% ibu hamil yang menunjukkan hasil pemeriksaan
HBsAg reaktif. Angka ini menunjukkan sedikit penurunan dibandingkan tahun 2019 yaitu 1,82%
ibu hamil yang dinyatakan reaktif.
Distribusi provinsi memperlihatkan Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan persentase
tertinggi sebesar 4,9%, diikuti oleh provinsi Papua Barat dan Papua. Ketiga provinsi tersebut
juga memuncaki persentase tertinggi pada tahun 2019. Data/informasi terkait penyakit Hepatitis
B menurut provinsi terdapat pada Lampiran 30.c.

Anda mungkin juga menyukai