Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhamad Rifky Ahdian

Tingkat : 1B
Prodi : Keperawatan Bogor

Resensi Film Negeri 5 Menara


Identitas Film
Judul Film : Negeri 5 Menara
Sutradara : Affandi Abdul Rachman
Produser : Salman Aristo
Aoura Lovenson Chandra
Dinna Jasanti
Penulis Naskah : Salman Aristo
Penyunting : Cesa David Luckmansyah
Produksi : Million Pictures
Simple Pictures
Distributor : Million Pictures
Musik : Aghi Narotama
Pemain Film :
Ikang Fawzi sebagai Kyai Rais Billy Sandy Sebagai Baso remaja

Lulu Tobing Sebagai Amak Ernest Samudra Sebagai Said remaja

David Chalik Sebagai Ayah Rizki Ramdani Sebagai Atang remaja

Donny Alamsyah Sebagai Ustad Salman Jiofani Lubis Sebagai Raja remaja

Ariyo Wahab Sebagai Alif dewasa Aris Putra Sebagai Dulmajid remaja

Gazza Zubizareta Sebagai Alif remaja Eriska Rein Sebagai Sarah

Andhika Pratama Sebagai Fahmi (Santri senior) Sakurta Ginting Sebagai Randai

Mario Irwinsyah Sebagai Iskandar (Santri senior) Meirayni Fauziah Sebagai Nissa

Durasi : 100 Menit


Bahasa : Bahasa Indonesia
Sinopsis Film
Alif adalah seorang anak yang baru lulus SMP di maninjau bersama sahabatnya yang bernama
Randai. Alif dan Randai ingin melanjutkan sekolah mereka ke SMA di kota bandung serta
melanjutkan kuliah di perguruan tinggi negeri impiannya yaitu ITB (Institut Teknologi Bandung)
dan ingin menjadi seperti B.J Habibie, namun keinginan dan mimpi alif harus pupus karena
menuruti keinginan ibunya yang menginginkan anaknya yaitu alif memasuki pesantren yang
bernama Pondok Madani dan menginginkan Alif menjadi penerus Buya Hamka, pesantren
tersebut terletak cukup jauh dari rumah alif yaitu di Ponorogo, Jawa Timur. Awal mendengar
ibunya yang menginginkan Alif untuk memasuki pesantren, tetapi Alif menolak kemauan dari
ibunya, dikarekan Alif ingin kuliah di ITB, walaupun alif awalnya menolak, akhirnya alif
memenuhi permintaan orang tuanya, Walaupun dengan setengah hati dan juga bimbang.
Sesampainya di Pondok Madani bersama Ayahnya, hatinya semakin goyah karena tempat
Pondok Madani di mata Alif seperti tempat kampung dan juga seperti penjara, ditambah lagi
adanya kelas tambahan yaitu kelas adaptasi yang dimana membuat Alif jika memasuki Pondok
Madani tersebut akan merasakan 1 tahun lebih lama. Dan akhirnya Alif menguatkan hati untuk
mencoba menjalankan setidaknya tahun pertama di Pondok Madani tersebut dengan tetap sedikit
ada rasa bimbang.
Diawal masuk pesantren tersebut, Alif lebih sering menyendiri, namun seiring berjalannya
waktu, Alif memulai bersahabat dengan teman-teman satu kamarnya yaitu Baso dari Gowa,
Sulawesi Selatan, Atang dari Bandung, Said dari Surabaya, Raja dari Medan, dan Dulmajid dari
Madura, Pertemuan pertama Alif yaitu dengan Baso yang sedang mengaji di pinggiran lapangan
dekat menara Masjid di Pondok Madani. Dan mereka berenam selalu berkumpul di menara
masjid dan menamakan persahabatan mereka Sahibul Menara Alias Para Pemilik Menara.
Suasana di kelas pertama alif kian menghangat karena disentak oleh teriakan penuh semangat
yang di ucapkan oleh Ustad Salman yaitu “Man Jadda Wajada!” yang artinya, Siapa yang
bersungguh-sungguh pasti akan berhasil, Mantra inilah yang menjadikan semangat serta
kegigihan untuk keenam anak tersebut.
Keenam anak ini selalu berpikir visioner dan bercita-cita besar. Mereka awalnya berkumpul di
bawah menara masjid dengan memandang awan yang menurut mereka bentuk awan tersebut
seperti benua-benua yang akan mereka taklukan di masa depan, baso yang melihat awan itu
seperti benua Asia, Raja yang melihat awan yang berbentuk Negara inggris, Atang yang melihat
awan berbentuk benua Afrika (Mesir), Said dan Dulmajid yang melihat awan berbentuk pulau di
Indonesia. Dan terakhir Alif yang melihat awan berbentuk Benua Amerika. Mereka berenam
berjanji akan bertemu dengan foto di menara impian mereka masing-masing dan bertekad untuk
bisa menaklukan dunia dan mencapai cita-cita serta menjadi orang besar yang bisa bermanfaat
untuk banyak orang.
Singkat cerita, akhirnya mereka pun lulus dari pondok Madani ,berkat pengalaman yang mereka
jadikan motivasi, sehingga mereka berhasil menyelesaikan sekolahnya di Pondok
Pesantren .Setelah lulus dari Pesantren, semua mimpi mereka telah menjadi nyata, setelah
mereka mengerahkan segalanya dengan usaha dan doa, serta karena mantra yang mereka
terapkan Man jadda wajada, Tuhan mengirimkan benua impian meraka masing-masing,dan
akhirnya mereka telah berada di Negara yang berbeda, Alif berada di Amerika, Raja merantau
ke Eropa, Atang di Afrika, Baso di Asia, sedangkan Said dan Dulmajid sangat nasionalis mereka
tetap berada di Indonesia. Jangan pernah meremehkan impian, walau setinggi apapun, Tuhan
sungguh Maha Mendengar.

Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan :
Kelebihan dalam film ini yaitu mampu mengajak penonton hanyut dalam dunia pesantren,
mengetahui bagaimana kehidupan di pesantren yang sesungguhnya dan dapat mengambil
pelajaran bahwa, jangan pernah takut untuk bermimpi dalam meraih cita-cita dan rasa patuh pada
orang tua  serta jangan pernah meremehkan sebuah mimpi setinggi apapun itu karna usaha dan
doa tak kan pernah menghianati hasil
Kekurangan :
Konflik yang di tampilkan kurang klimaks sehingga terasa datar, dan beberapa bahasa arab tidak
di terjemahkan sehingga penonton yang awam dengan bahasa arab tidak mengerti apa arti dari
kata atau kalimat tersebut.

Kesimpulan
Jika kamu sedang membutuhkan motivasi hidup, film ini sangat di rekomendasikan untuk semua
kalangan terutama pelajar, banyak nilai kehidupan yang dapat di ambil untuk menumbuhkan
semangat hidup dan juang. Film ini mengandung pesan moral yang dalam sehingga layak untuk
di tonton

Anda mungkin juga menyukai