Anda di halaman 1dari 5

Tugas Individu 02:

Analisis Isu Instansi


A. Pendahuluan

Pada tahun 2020, DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020


tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Undang-Undang tersebut dibentuk dengan
tujuan untuk medorong kemudahan berinvestasi melalui kemudahan izin berusaha
bagi para Pelaku Usaha. Kemudahan izin berusaha tersebut selanjutnya dilakukan
berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang terintegrasi melalui sistem
Online Single Submission (OSS). Akibat dari adanya sistem izin berusaha yang
terintegrasi oleh OSS tersebut membuat masing-masing kabupaten maupun kota
untuk memiliki Rencana Detail Tata Ruang. Namun, pembuatan Rencana Detail
Tata Ruang tersebut tidak serta merta dapat dibuat dengan proses yang instan.
Terdapat beberapa muatan substantif maupun muatan administrasi yang harus
dipenuhi sebelum Rencana Detail Tata Ruang dapat ditetapkan menjadi Peraturan
Kepala Daerah.

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang sendiri sebenarnya dilakukan oleh masing-
masing Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Akan tetapi, pelaksanaan
penyusunan Rencana Detail Tata Ruang tersebut dapat dibimbing dan juga
diperbantukan melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional (ATR/BPN). Pelaksasnaan bimbingan dan bantuan secara teknis dilakukan
oleh dua direktorat, yakni Bina Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah I dan
Wilayah II. Perbedaan dua direktorat tersebut hanya dipilah berdasarkan area
cakupan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (Wilayah I bertanggungjawab atas
Sumatera, Jawa, dan Bali sedangkan Wilayah II bertanggungjawab atas Kalimantan,
Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua). Secara tugas dan fungsi, Direktorat
Bina Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah II memiliki tugas dan fungsi berupa
pelaksanaan bimbingan teknis dan bantuan teknis perencanaan tata ruang kepada
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota, termasuk
pemenuhan standar pelayanan minimum bidang penataan ruang.

Sebagai Instansi yang diberikan amanah untuk melakukan urusan di bidang


penataan ruang, Kementerian ATR/BPN memiliki misi dalam penyelenggaraan
penataan ruang dan pengelolaan pertanahan yang produktif, berkelanjutan, dan
berkeadilan. Selain itu, Kementerian ATR/BPN diamanahkan oleh Peraturan
Perundang-Undangan untuk memberikan bimbingan terhadap Pemerintah Daerah
dalam hal penyusunan Rencana Detail Tata Ruang. Dalam keberjalanannya,
penyusunan Rencana Detail Tata Ruang sering mengalami hambatan dan juga
kendala. Tentunya, banyaknya isu-isu yang muncul dalam penyelenggaraan
penyusunan Rencana Detail Tata Ruang membuat tidak terbentuknya/lamanya
pengesahan Rencana Detail Tata Ruang dalam Peraturan Kepala Daerah. Apabila
melihat permasalahan ini lebih luas lagi, terhambatnya penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang tentunya akan membuat percepatan investasi semakin menjadi
terhambat.

Sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya, analisis isu instansi pada tugas ini akan
membahas isu terkait dengan terhambatnya bimbingan teknis penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang. Adapun, analisis isu yang digunakan akan
menggunakan metode mind mapping.

B. Hasil Analisis

Gambar 1 Mind Mapping Terhambatnya Bimbingan Teknis dalam penyusunan RDTR

C. Pembahasan
Terhambatnya Bimbingan Teknis dalam penyusunan RDTR diakibatkan oleh
adanya empat penyebab utama. Adapun, penyebab utama tersebut adalah:
1. Normatif
Normatif pada penyebab utama ini adalah yuridis normatif dimana hukum
dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-
undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau
norma yang merupakan patokan berperilaku. Norma-norma sebagaimana
pada aturan yang tertulis (peraturan perundang-undangan) dapat disebut
sebagai hukum positivisme. Tentunya, dalam penyusunan RDTR tersebut
mengikuti pedoman penyusunan dan juga pedoman pembuatan basis data
peta tersendiri. Saat ini, pedoman penyusunan RDTR mengacu pada
Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 11 Tahun 2021 dan pedoman
basis data peta mengacu pada Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 14
Tahun 2021. Perubahan Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat
menghambat keberjalanan penyusunan maupun implementasi RDTR karena
penyusunan RDTR yang pada saat itu hampir ditetapkan sebagai Peraturan
Kepala Daerah menjadi harus dilakukan penyesuaian kembali baik secara
muatan substantif maupun dalam muatan peta. Seperti contoh, hal tersebut
terjadi pada RDTR Perkotaan Labungkari.

2. Manusia
penyebab utama selanjutnya adalah Manusia atau sumber daya manusia.
Terhambatnya penyelesaian RDTR dapat disebabkan oleh dua penyebab
ditinjau dari faktor manusia, yakni (a.) Keterbatasan sumber daya manusia
di seluruh wilayah di Indonesia dalam penyusunan RDTR, dan (b.)
Keterbatasan kemampuan manusia dalam melakukan pengolahan data dan
analisis guna penyusunan RDTR. Akibat dari ditetapkannya Undang-Undang
Cipta Kerja membuat permintaan akan tenaga ahli perencana wilayah kota
dan tenaga ahli sistem informasi geografis menjadi meningkat. Tentunya,
tidak semua daerah memiliki tenaga ahli yang mumpuni dan juga
mencukupi. Selain itu, kemampuan tenaga ahli perencana wilayah kota dan
tenaga ahli sistem informasi geografis diukur berdasarkan pemahamannya
terhadap Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2021 dan Peraturan
menteri ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2021. Tentunya, terdapat kaitan anatara
perubahan ketentuan normatif dalam Peraturan Perundang-undangan
dengan kemampuan manusia mengingat perubahan ketentuan normatif
tersebut akan menguji kemampuan tenaga-tenaga ahli tersebut.
3. Data
Data digunakan dalam analisis peta maupun analisis kebijakan dalam
penyusunan RDTR. Problematika yang sering ditemukan adalah tidak
tersedianya data termutakhirkan oleh walidata yang bersangkutan. Padahal,
Undang-Undang telah mengamanatkan adanya data yang termutakhirkan
oleh walidata bersangkutan. Tentunya, pembuatan data termutakhirkan
akan memakan proses yang lama sehingga penyusunan RDTR pun akan
terhambat. Walidata dalam penyusunan RDTR biasanya menyangkut dengan
Kementerian dan Lembaga di luar ATR/BPN seperti Badan Informasi
Geografi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta walidata
kementerian/lembaga proyek strategi nasional yang bersangkutan. Selain
itu, data-data yang telah dimiliki terkadang bertampalan antar satu sama lain
sehingga penyelesaian yang ada dikembalikan pada tingkatan Kementerian
Koordinator yang bersangkutan.

4. Prioritas Pemda
Terhambatnya penyusunan RDTR terkadang disebabkan oleh tidak
diprioritaskannya penyusunan RDTR oleh Pemerintah Daerah tersendiri
sehingga baik secara anggaran dan program, penyusunan RDTR pun menjadi
terhambat. Sebagai contoh, penyusunan RDTR Palopo melakukan
penyusunan pada tahun 2020. Pada tahun selanjutnya, tidak adanya alokasi
anggaran pada tahun 2021. Pada tahun 2021, penyusunan RDTR
selanjutnya dilaksanakan.

Terhambatnya penyusunan RDTR tersebut akan berdampak terhadap penetapan


RDTR yang selanjutnya akan berdampak pada tidak terlaksananya sistem perizinan
berusaha secara online (Online Single Submission). Tentunya, tidak terlaksananya
sistem perizinan berusaha secara online akan membuat tidak tercapainya amanah
pada Undang-Undang Cipta Kerja, yaitu kemudahan izin berusaha yang tidak
tercapai.

D. Rekomendasi
Penyelesaian atas isu tersebut dapat dilakukan dengan menyelesaikan masing-
masing faktor penyebab utama tersebut. Namun, penyelesaian isu tersebut dapat
dilakukan dengan menyelesaikan dua faktor secara bersamaan, yakni pada faktor
manusia dan faktor normatif. Selanjutnya, penyeleian faktor normatif dan manusia
dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi (booklet pedoman atau seminar) dan
pelatihan (baik berupa kelas atau pelatihan) Peraturan Menteri yang menjadi
pedoman sehingga sumber daya manusia yang ada pun ikut terasah.

Anda mungkin juga menyukai